59
yang mengalami gangguan jiwa, tapi ibu subjek juga terkadang mengalami gejala yang sama.
I memaparkan keluhan awal terhadap pasien adalah kejang-kejang, berbicara tidak nyambung dan sering berkeluyuran. Berdasarkan hasil rekamedis,
pasien didiagnosa menderita gangguan skizofrenia hebefrenik. Hal tersebut ditunjukan dari hasil observasi yang menunjukan bahwa pasien memiliki
halusinasi pendengaran dan positif memiliki hyperphobia. Selain itu, berdasarkan riwayat pengobatan pasien sudah 6 kali keluar masuk rumah sakit jiwa dan
pasien terakhir kali dirawat di RSJ kurang lebih 8 tahun yang lalu.
3. Narasumber ketiga
Narasumber ketiga dengan inisial T adalah seorang wanita berusia 30 tahun, bekerja sebagai buruh swasta. T adalah anak kedua dari 2 bersaudara.
Kakak T adalah pasien pasung yang menderita skizofrenia. T merupakan adik yang memenuhi kebutuhan keluarga dan pengobatan pasien selama ini, karena
ibu T sudah meninggal dan ayah T sudah tidak bekerja. T menceritakan riwayat pengobatan adiknya didampingi oleh ayahnya, karena T merasa lupa dengan
beberapa detail peristiwa dan pengobatan yang dijalani oleh pasien. T hingga kini belum menikah lantaran sibuk merawat ayah dan kakaknya. Selain itu T juga
sempat mengeluh tidak ada yang mau menikahi T karena keluarga T memiliki riwayat gangguan skizofrenia.
Perilaku kesehatan yang dilakukan keluarga T kurang lebih dimulai semenjak tahun 2004, saat pasien berusia 25 tahun, dan saat itu T berusia 18
tahun. Pengobatan yang dilakukan T dan keluarga sama dengan pengobatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
yang dilakukan oleh narasumber A dan I, yaitu mulai dari datang ke tempat pengobatan tradisional, pengobatan medis, hingga akhirnya pada tahun 2009
keluarga memilih untuk memasung pasien. Bentuk pemasungan yang dilakukan terhadap pasien adalah memasang sebuah balok kayu pada tangan dan kaki
pasien. Pasien pertama kali dibawa ke rumah sakit jiwa dengan keluhan pasien
sering mengamuk dirumah. Pasien membawa parang dan memotong semua pohon sepanjang jalan di gang rumahnya, sehingga membuat takut warga sekitar.
Awalnya pasien hanya mengeluh sakit kepala, namun lama-kelamaan pasien mulai sering berbicara sendiri, tidak pernah mau mandi, sesekali marah dan
mengamuk. Berdasarkan hasil rekamedis, pasien didiagnosa menderita penyakit skizofrenia hebefrenik. Pasien mengalami halusinasi, yaitu ia sering mengatakan
melihat roh ibunya yang sudah meninggal. Selain itu, pasien juga mengalami defisit perawatan diri, kesulitan dalam berkomunikasi, pasien tidak menyadari
orang-orang yang ada disekitarnya, emosinya kurang stabil, dan sulit diarahkan. Selain itu berdasarkan riwayat pengobatan, pasien sudah 7 hingga 8 kali keluar
masuk rumah sakit jiwa dan pasien terakhir kali dirawat di RSJ kurang lebih 6 tahun yang lalu.
C. HASIL PENELITIAN 1. Perilaku Kesehatan Medis
Perilaku kesehatan yang terjadi pada pasien skizofrenia cukup berbeda dari pasien-pasien yang terkena penyakit, yang pada umumnya merasakan gejala
dari sakit yang diderita. Pasien skizofrenia cenderung tidak merasakan sakit atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
merasakan sesuatu dalam tubuhnya, sehingga tidak mampu secara mandiri untuk mengambil keputusan dalam mencari pengobatan. Sehingga hasil penelitian ini
lebih melihat bagaimana perilaku kesehatan yang dilakukan oleh keluarga pasien dalam merespon sakit yang diderita oleh pasien, karena perilaku kesehatan pasien
merupakan perilaku yang dikondisikan oleh keluarga. Pada bagian perilaku kesehatan ini berisi pembahasan temuan peneliti, terkait respon keluarga pasien
skizofrenia terhadap permasalahan kesehatan yang diderita pasien melalui penggunaan pelayanan kesehatan medis berupa seluruh aktivitas atau kegiatan
yang berkaitan dengan pemeliharaan atau peningkatan kesehatan medis. Respon pertama keluarga ketika melihat salah satu keluarganya sakit
adalah membawa kerumah sakit, terlepas dari keluarga tau atau tidak tau mengenai pengobatan medis, keluarga tetap membawa pasien skizofrenia berobat
kerumah sakit jiwa. Pasien sempat dirawat inap beberapa bulan dan dipulangkan saat kondisi sudah membaik. Perilaku kesehatan keluarga untuk berobat kerumah
sakit terjadi beberapa kali, hal tersebut dikarenakan kondisi penderita yang sering kambuh. Data rekamedis pasien tercatat bahwa pasien II sudah pernah sebanyak
6 kali keluar masuk rumah sakit jiwa, sedangkan subjek III 7 hingga 8 kali keluar masuk rumah sakit jiwa. Namun pengobatan medis yang dilakukan oleh keluarga
tidak berjalan lancar, sehingga ketiga pasien berhenti menggunakan pengobatan medis. Pasien dipulangkan dan ditangani tanpa pengobatan oleh keluarga.
Perilaku tersebut tidak memberikan kesembuhan dan justru memperparah penyakit pasien. Permasalahan tersebut menjadi beban untuk keluarga, karena
sulitnya merawat pasien dengan penyakit skizofrenia. Sehingga keluarga pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI