BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum

(1)

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Umum

Kebutuhan peralatan atau mesin yang menggunakan teknologi tepat guna khususnya permesinan pengolahan makanan ringan seperti mesin pengiris ubi sangat diperlukan, terutama untuk peningkatan produksi dan kualitas hasil yang dibuat. Pada umumnya ubi sudah merupakan produk yang sangat banyak dijumpai dipasaran dan merupakan suatu jenis makanan ringan juga sebagai makanan sampingan yang sangat digemari oleh masyarakat, berbagai cara dijumpai untuk melakukan pengirisan atau pemotongan ubi, diantaranya menggunakan pisau dapur.

Pisau Bahan keripik

Landasan Keripik yang telah diiris

Gambar. 2.1. Pengiris Ubi Dengan Pisau

Pengirisan ubi dengan cara diatas, hasil yang diperoleh ketebalan ibu tergantung pada tingkat keahlian dan kebiasaan sipekerja melakukan pengirisan.

Menggunakan peralatan lain sering juga dijumpai, yaitu dengan peralatan serut seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini. (Gambar 2.2)


(2)

Gambar. 2.2. Pengiris Ubi Dengan Papan Pisau

Cara ini sepenuhnya menggunakan tangan dan tenaga orang yang melakukan penyayatan. Ketebalan sayatan dapat diatur dengan penyetelan posisi mata pisau pada permukaan lubang yang ada pada papan peluncur irisan. Penggunaan alat ini perlu hati-hati, terlebih pada saat bahan kerupuk yang hendak diiris semakin habis, karena dapat melukai tangan ketika mengumpankan bahan ubi. Bentuk penyayatan pada produk sedikit mengalami pengurutan sehingga hasilnya kurang begitu baik.

Pembuatan keripik ubi ada juga dilakukan dengan mesin manual, diputar dengan tangan tanpa mengunakan motor penggerak. Mesin ini dilengkapi dengan dua buah mata pisau, yang pemotongannya terhadap bahan ubi saling bergantian. Bahan ubi setelah dibentuk bulat panjang diumpankan ke mata pisau yang sedang berputar. Bentuk pemotongan sedikit mengalami perubahan dari bentuk semula, sedikit lonjong dan hasil penyayatannya juga membentuk gerigi kecil dan bergelombang. Ketebalannya juga relatif tidak sama, hal ini dikarenakan adanya pengaruh tekanan vertikal terhadap bagian produk yang dipotong. Gambarnya dapat dilihat pada gambar. 2.3. dibawah ini :

Bahan keripik

Pisau penyayat

Produk bahan keripik Papan peluncur


(3)

Pisau pemotong Piringan pisau Bahan kerupuk

Engkol Produk bahan kerupuk

Gambar. 2.3. Mesin Pengiris Ubi Manual

2.2. Konsep Rancangan

Para ahli telah banyak mengemukakan teori merancang suatu alat atau mesin guna mendapatkan suatu hasil yang maksimal. Untuk mendapatkan hasil rancangan yang memuaskan secara umum harus mengikuti tahapan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyelidiki dan menemukan masalah yang ada di masyarakat.

2. Menentukan solusi-solusi dari masalah prinsip yang dirangkai dengan melakukan rancangan pendahuluan.

3. Menganalisa dan memilih solusi yang baik dalam menguntungkan 4. Membuat detail rancangan dari solusi yang telah dipilih.

Meskipun prosedur atau langkah desain telah dilalui, akan tetapi hasil yang sempurna sebuah desain permulaan sulit dicapai, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut ini dalam pengembangan lanjut sebuah hasil desain sampai mencapai taraf tertentu, yaitu hambatan yang timbul, cara mengatasi efek samping yang tak terduga.


(4)

Kemampuan untuk memenuhi tuntutan pemakaian hal ini diungkapkan Niemann (1994) dan penganjurkan mengikuti tahapan desain sebagai berikut :

1. Bentuk rancangan yang harus dibuat, hal ini berkaitan dengan desain yang telah ada, pengalaman yang dapat diambil dengan segala kekurangannya serta faktor-faktor utama yang sangat menentukan bentuk konstruksinya.

2. Menentukan ukuran-ukuran utama dengan berpedoman pada perhitungan kasar. 3. Menentukan alternatif-alternatif dengan sket tangan yang didasarkan dengan

fungsi yang dapat diandalkan, daya guna mesin yang efektif, biaya produksi yang rendah, dimensi mesin mudah dioperasikan, bentuk yang menarik dan lain-lain.

4. Memilih bahan, hal ini sangat berkaitan dengan kehalusan permukaan dan ketahanan terhadap keausan, terlebih pada pemilihan terhadap bagian-bagian yang bergesekkan seperti bantalan luncur dan sebagainya.

5. Mengamati desain secara teliti, telah menyelesaikan desain, konstruksi diuji berdasarkan faktor-faktor utama yang menentukan.

6. Merencanakan sebuah elemen dan gambar kerja bengkel, setelah merancangan bagian utama, kemudian ditetapkan ukuran-ukuran terperinci dari setiap element. Gambar kerja bengkel harus menampilkan pandangan dan penampang yang jelas dari elemen tersebut dengan memperhatikan ukuran, toleransi, nama bahan dan jumlah produk.

7. Gambar kerja langkah dan daftar elemen, setelah semua ukuran elemen dilengkapi baru dibuat gambar kerja lengkap dengan daftar elemen. Didalam gambar kerja lengkap hanya diberikan ukuran assembling dan ukuran luar setiap elemen diberi nomor sesuai daftar.


(5)

2.3. Faktor Penentu Pembuatan Produk yang Baik Faktor yang mempengaruhi kualitas pengirisan ubi : 1. Jarak mata pisau kelandasan pengiris

Untuk mendapatkan ketebalan kerupuk yang diinginkan dapat menyetel jarak antara landasan tempat tumpuan bahan ubi dengan pisau pengiris.

2. Kecepatan potong untuk mengiris bahan ubi

Kecepatan potong yang lebih besar menghasilkan permuka mengkerut dan bentuk yang berbeda dengan bentuk dasar bahan ubi. Untuk mendapatkan permukaan yang halus dan bentuk relatif baik harus dengan kecepatan sayap yang lebih rendah.

3. Kecepatan pengumpan/pemakanan bahan ubi ke pisau potong

Untuk mendapatkan hasil dan bentuk diameter yang sesuai, kecepatan pengumpan arus relatif konstan.


(6)

10 2.4. Bagian-Bagian Utama Mesin Yang Akan Dirancang

Mesin pengiris ubi ini di dalam penggunaanya diharapkan berjalan dengan baik jika didukung dengan bagian komponen-komponen yang baik dan perencanaan, adapun bagian-bagian yang dimaksud adalah seperti terlihat pada gambar 2.4. dibawah ini.

Gambar. 2.4. Konstruksi Mesin Pengiris Ubi

Keterangan Gambar :

1. Tabung pengumpan 8. Rumah mata pisau 2. Saluran penampung 9. Poros

3. Rangka 10. Bearing

4. Motor 5. Puli Motor 6. Tali puli

7. Puli penggerak pisau 1

3 4

5

9 2

8

7 6


(7)

2.5. Cara Kerja Mesin

Untuk memahami terjadinya pengirisan untuk mendapatkan keripik ubi, terlebih dahulu perlu dijelaskan cara kerja mesin sebagai berikut. Bahan ubi yang sudah dikupas berbentuk bulat panjang, sebelum ubi dimasukkan kedalam corong pengumpan terlebih dahuluh mesin tersebut di hidupkan, kemudian masukkan ubi tersebut ke dalam tabung pengumpan atau kelandasan pemotong, Bersamaan dengan itu rumah mata pisau berputar melalui perantaran batang poros yang di hubungkan melalui puli ke motor listrik. Maka bahan keripik ubi akan didorong ke mata piau maka teririslah dengan sendiriya disebabkan oleh mata pisau yang berputar, selanjutnya hasil irisan kerupuk ubi akan jatuh melalui saluran pengumpan. Demikian selanjutnya proses ini terus berlangsung secara berulang-ulang.

2.6. Rumusan Dan Komponen Perancangan Mesin Pengiris Ubi

Mesin pengiris kerupuk ubi ini didalam penggunaannya diharapkan berjalan dengan baik jika didukung dengan bagian komponen-komponen yang baik dan terencana, adapun bagian-bagian yang dimaksud adalah :

2.6.1. Motor penggerak

Motor Listrik berfungsi sebagai penggerak dengan daya 0,25 Hp, 1430 rpm direncanakan untuk menggerakkan poros pisau pengiris, poros perantaran dan poros penggerak piringan batang penghubung melalui perantaraan puli dan sabuk, pada perencanaan ini motor penggerak yang digunakan adalah jenis motor listrik yang terlihat pada gambar. 2.5.


(8)

Gambar. 2.5. Motor Listrik

Untuk mengetahui daya elektro motor yang dibutuhkan untuk menggerakkan perangkat mesin pengiris ubi, yang terdiri dari :

1. Menentukan daya tanpa beban yang dibutuhkan suatu benda dalam gerakan melingkar dapat dihitung berdasarkan rumus :

Ptb = T

Maka, Ptb = I . αω

(Mariam J.L, hal, 404)

Dimana : Ptb

T = Torsi yang timbul (N.m) = Daya motor tanpa beban (kW)

ω = Kecepatan sudut (rad/s)

ω = 60

. . 2π n

(2.1)

2. Menghitung daya motor penggerak dengan beban

Untuk melakukan perhitungan daya penggerak dengan memberikan beban maka harus diketahui besar gaya yang dibutuhkan untuk melakukan pengirisan terhadap bahan ubi, dan putaran operasionalnya. Rumus yang digunakan adalah :


(9)

Pb = T . ω (2.2) Dimana : Pb

T = Torsi yang diakibatkan beban (N.m) = Daya motor dengan beban (Kw)

F = Gaya pengirisan pada sistem (N)

r = Jarak beban yang terjauh dari sumbu poros pisau (m)

ω = 60

. . 2π n

(kecepatan sudut = rad/s)

2.6.2. Poros

Poros yang berfungsi sebagai pemutar pisau penyayat, poros perantara dan poros penggerak bahan penghubung, harus benar-benar diperhitungkan dan dibuat dari bahan yang cukup kuat sehingga poros tersebut mampu menahan beban yang diberikan kepadanya. Namun bahan poros juga mudah diperoleh dipasaran, dalam perencanaan poros ada beberapa hal yang perlu diperhatika.Poros yang digunakan untuk meneruskan putaran relatif rendah dan bebannya pun tidak terlalu berat, umumnya dibuat dari baja biasa dan tidak membutuhkan perlakuan khusus.

Bahan yang dipilih adalah baja karbon konstruksi standart JIS G 4501, dengan lambang S30C. Di lihat pada gambar. 2.6.

Gambar. 2.6. Poros

Pembebanan pada poros tergantung pada besarnya daya dan putaran mesin yang diteruskan serta pengaruh gaya yang ditimbulkan oleh bagian-bagian mesin yang


(10)

didukung dan ikut berputar bersama poros. Beban puntir disebabkan oleh daya dan putaran mesin sedangkan beban lentur serta beban aksial disebabkan oleh gaya-gaya radial dan aksial yang timbul.

1. Momen puntir atau torsi yang terjadi

Besar torsi yang terjadi (T) pada poros adalah :

(sularso, 1997, hal, 7)

T = 9,74.10 1 5 . n Pd (2.3)

Dimana : T = Torsi (kg. mm) Pd

n

= Daya rancang (kW)

1 = Putaran poros penggerak (rpm)

3. Menentukan momen puntir/torsi yang terjadi σ P p W T =

Maka : T = σP. WP (2.4)

4. Menentukan/pemeriksaan sudut puntir yang terjadi

Untuk melakukan pemeriksaan sudut puntir digunakan rumus sebagai berikut : (Sularso, 1997, hal, 18)

θ = 584

4 . . ds G L T (2.5)

Dimana : θ = Sudut defleksi (°) T = Torsi (kg. mm)

G = Modulus geser, untuk baja = 8,3 x 10³ (kg/mm²) ds = Diameter poros (mm)


(11)

5. Menentukan Tegangan geser izin (τa

(Sularso, 1997, hal, 8)

) bahan poros adalah :

τa

2 1xsf sf

b

σ

= (2.6)

Dimana : τb = Kekuatan tarik poros (kg/mm²) Sf1 = Foktor keamanan material

Sf2 = Faktor keamana poros beralur pasak

5. Menentukan tegangan geser yang terjadi τ pada poros adalah :

(Sularso, 1997, hal, 7)

3

1 , 5

ds xT

=

τ (2.7)

Tabel 2.1. Faktor-faktor koreksi daya akan ditransmisikan Daya yang akan ditransmisikan ƒC Daya rata-rata yang diperlukan 1,2-2,0

Daya maksimum yang diperlukan 0,8-1,2

Daya normal 1,0-1,5

(Sularso, 1997, hal, 7)

2.6.3. Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban sehingga putaran dapat berlangsung secara halus, aman, dan tahan lebih lama. Bantalan harus kokoh untuk memungkinkan poros dan elemen mesin lainnya dapat bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun dan tidak dapat bekerja dengan semestinya.


(12)

Bantalan yang digunakan dalam perancangan mesin pengiris ubi ini adalah bantalan bola dan rol . Bantalan bola dan rol disebut juga sebagai bantalan anti gesek

(antifriction bearing), karena koefisien gesek statis dan kinetisnya yang kecil. Bantalan ini terdiri dari cincin luar dengan alur lintasan bola dan rol, dan cincin dalam yang juga memiliki alur lintasan yang sama seperti yang ada pada cincin luar. Bola atau rol ditempatkan diantara kedua cincin di dalam alur lintasan tersebut. Untuk menjaga agar bola dan rol tidak saling bersentuhan satu dengan yang lainnya maka bola dibuat bersarang. Sarang ini juga berfungsi untuk menjaga bola terlepas dari alurnya sewaktu berputar. Ukuran bantalan ini biasanya menyatakan diameter dalam bantalan (diameter poros yang akan masuk).

Agar putaran poros dapat berputar dengan lancar, maka yang perlu diperhatikan adalah sistem pelumasannya. Oli merupakan pelumasan yang cukup baik, tetapi oli dapat merusak sabuk yang terbuat dari karet, sehingga pelumasan yang kental (viscous lubricant) lebih disukai. Dapat dilihat pada gambar. 2.7.


(13)

Bantalan untuk poros penggerak yang diameternya disesuaikan dengan ukuran poros yang dinyatakan aman, maka beban ekivalen dinamis (p) dapat dihitung berdasakan.

(Sularso, 1997, hal. 135)

QP = X . Fr + Y . Fa (2.8)

Dimana : C = Beban nominal dinamis spesifik (kg) P = Beban ekivalen dinamis spesifik (kg) fn= Faktor kecepatan

Lh= Umur nominal bantalan

Untuk menghitung beban ekivalen dinamis digunakan rumus : a. Untuk bantalan radial

Pr = X . V. Fr + Y. Fa ( 2. 9 )

b. Untuk bantalan aksial

Pa = X . Fr + Y . Fa ( 2. 10 )

Dimana : Pr = Beban ekivalen dinamis bantalan radial (kg) Pa = Beban ekivalen dinamis bantalan aksial (kg) Fr = Beban radial (kg)

Fa = Beban aksial (kg)


(14)

2.6.4. Sistem Transmisi Puli dan Sabuk

Puli berfungsi untuk mentransmisikan daya ke poros mesin pengiris kerupuk, bahan puli terebutdari besi cor atau baja, untuk konstruksi ringan diterapkan puli dari paduan aluminium. Puli baja sangat cocok untuk kecepatan yang tinggi (di atas 3,5 m/s). Bentuk alur dan tempat dudukan sabuk pada puli disesuaikan dengan bentuk penampang sabuk yang digunakan, hal yang terpenting dari perencanaan puli adalah menentukan diameter puli penggerak maupun yang digerakkan. Untuk menentukan diameternya digunakan rumus :

(Sularso, 1997, hal, 164)

Dp1n1 =Dp2.n2 (2.11)

Dimana : Dp1 = Diameter puli penggerak (mm) Dp2 = Diameter puli yang digerakkan (mm) n1 = Putaran puli penggerak (rpm)

n2 = Putaran puli yang digerakkan (rpm)

Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk-V karena mudah penggunaannya dan harganya murah, tetapi sabuk ini sering terjadi slip sehingga tidak dapat meneruskan putaran dengan perbandingan yang tepat.

Sabuk terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Dalam gambar 2.8 diberikan berbagai proposi penampang sabuk-V yang umum dipakai.


(15)

m m

r1

R2

n1 n2

C

Penggerak Yang Digerakan

Gambar. 2.8. Ukuran penampang sabuk-V

Jika putaran puli penggerak dan yang digerakan berturut-turut adalah n1 (rpm) dan n2

(rpm), dan diameter nominal masing-masing adalah d1 (mm) dan D2

(Sularso, 1997, hal, 164)

(mm). Karena sabuk-V biasanya dipakai untuk menurunkan putaran, maka perbandingan yang umum dipakai ialah :

1 2 2 1

d D n n

= (2.12)

Kecepatan linier (v) sabuk-V (m/s) adalah :

1000 60×

= dn

v π (2.13)

Jarak suatu poros rencana (C) adalah 1,5 - 2 kali diameter puli besar.


(16)

Panjang sabuk rencana (L) adalah : (Sularso, 1997, hal, 170)

2 1 2 2

1 ( )

4 1 ) (

2

2 D d

C D

d C

L= +π + + − (2.14)

Dalam perdagangan terdapat bermacam-macam ukuran sabuk. Namun mendapatkan ukuran sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan umumnya sukar. Didalam perdagangan nomor nominal sabuk-V dinyatakan dalam panjang kelilingnya dalam inchi.

Jarak sumbu poros C dapat dinyatakan sebagai :

8 ) ( 8 2 1 2

2 D d

b b

C= + + −

Dimana : ) ( 14 . 3

2L D2 d1

b= − + (2.15)

Sedangkan untuk besarnya daya yang dapat ditransmisikan oleh sabuk, digunakan rumus

(Sularso, 1997, hal 171)

v F F

Po=( 12) (2.16)

µθ e F F = 2 1 t b

Fizin× × σizin = 2,5 – 3,3 N/mm Dimana : F

2

1 F

= gaya tarik pada sisi kencang (N)

2

b = Lebar sabuk spesifik (mm) = gaya tarik pada sisi kendor (N)

t = Tebal sabuk spesifik (mm)


(17)

μ = Koefesien antar sabuk dan puli (0,3 – 0,6) θ = Sudut kontak antara sabuk dan puli (º) Besarnya sudut kontak adalah :

C d

D )

( 57

180°− 2 − 1 =

θ (2.17)

C = Jarak sumbu poros (mm)

2.6.5. Baut

Baut diisini berfungsi sebagai pengikat untuk dudukan pada motor penggerak tetapi selain itu berfungsi untuk pengikat poros terhadap puli. Jika tegangan tarik baut adalah σt (kg/mm²) dan diameter baut d (mm) maka beban (kg).


(18)

Tegangan Tarik yang terjadi :

(Sularso, 1997, hal 296)

2 1 ) 4 ( d W A W t π

σ = = (2.18)

Dimana : W= Beban (kg)

σt = Tegangan Tarik yang terjadi (kg / mm2

)

1

d = Diameter inti (mm)

Pada baut yang mempunyai diameter luar d≥ 3 mm, umumnya besar diameter inti d1≈0,8 d. Sehingga (d1/ d )2 0,64 ≈

Maka : t a

d

W σ

π

σ = ≤

2 ) 8 , 0 ( ) 4 ( (2.19)

Dari rumus diatas maka di dapat :

(Sularso, 1997, hal 296)

a a W d atau x W d σ πσ 2 64 , 0 4 1

1 ≥ ≥ (2.20)

Untuk σa (tegangan yang diizinkan),dengan bahan dari baja liat dengan kadar karbon 0,22 % dengan σb = 42 kg/mm 2

sf b a σ σ = maka : (2.21)

Dimana : sf = Faktor keamanan diambil 6 – 8 karena didefinisikan dalam keadaan tinggi


(19)

Gambar. 2.11. Tekanan Permukaan Pada Ulir

Dimana : (1) = Ulir dalam (2) = Ulir luar

Dari gambar di atas maka di dapat rumus :

a

q hz d W

q= ≤

2

π (2.22)

Dimana : q = Tekanan kontak pada permukaan ulir (kg/mm2

) h = Tinggi profil (mm)

z = Jumlah Lilitan

d2= Diameter efektif luar (mm) qa= Tekanan kontak izin (kg/mm2)

W p

h d1

d2 d ( 1 )


(20)

Harga qa

Tabel. 2.2 Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir dapat dilihat pada tabel 2.2

Bahan Tekanan permukaan yang diizinkan qa (kg/mm2)

Ulir luar Ulir dalam Untuk pengikat Untuk penggerak

Baja liat Baja liat atau perunggu 3 1

Baja keras Baja liat atau perunggu 4 1,3

Baja keras Besi cor 1,5 0,5

(Sularso, 1997, hal, 298)

Dimana qa adalah tekanan kontak yang diizinkan, dan besarnya tergantung pada kelas ketelitian dan kekerasan permukaan ulir seperti diberikan dalam tabel 2.2. jika persyaratan dalam rumus diatas terpenuhi, maka ulir tidak akan menjadi aus atau dol. Ulir yang baik mempunyai harga h paling sedikit 75% dari kedalaman ulir penuh, dan ulir biasa mempunyai h sekitar 50 % dari kedalaman penuhnya. Maka dapat dihiutng :

a q h d W z 2 π ≥ (2.23) p x z H =

Dimana : H = Tinggi mur (mm)

Maka W juga akan menimbulkan tegangan geser pada luas bidang silinder (πd1 k p z) dimana k dan p adalah tebal akar ulir luar. Maka besar tegangan geser τb( kg/mm2

z p k d W b 1 π τ = ) adalah (2.24)


(21)

2.6.6. Pengelasan

Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Sambungan ini terbagi atas dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan sambungan penetrasi sebagian. Namun yang digunakan pada pembuatan model mesin belot konveyor ini adalah sambungan penetrasi penuh.

Adapun rumus perhitungan tegangan sambungan las tumpul adalah:

( Achmad, Elemen Mesin I, hal, 190)

hl P t =

σ (2.25)

Gambar. 2.12. Sambungan Las Tumpul

Dimana : P = Beban tarikan patah ( kg) h = Tebal plat (mm) l = Panjang lasan (mm)


(22)

2.6.6.1. Sambungan T

Pada sambungan ini secara garis besar dibagi atas dua jenis yaitu jenis las dengan alur dan jenis las sudut. Hal-hal yang dijelaskan pada sambungan tumpul di atas juga berlaku untuk sambungan jenis ini. Dalam pelaksanaan pengelasan kemungkinan ada bagian batang yang menghalangi yang dalam hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur.

Gambar. 2.13. Sambungan Las T

(Achmad, Elemen Mesin I, hal, 159)

hl P t =

σ (2.26)

Dimana : P = Beban tarikan patah (kg) h = Tebal plat (mm) l = Panjang lasan (mm)


(1)

μ = Koefesien antar sabuk dan puli (0,3 – 0,6) θ = Sudut kontak antara sabuk dan puli (º) Besarnya sudut kontak adalah :

C d

D )

( 57

180°− 2 − 1 =

θ (2.17)

C = Jarak sumbu poros (mm)

2.6.5. Baut

Baut diisini berfungsi sebagai pengikat untuk dudukan pada motor penggerak tetapi selain itu berfungsi untuk pengikat poros terhadap puli. Jika tegangan tarik baut adalah σt (kg/mm²) dan diameter baut d (mm) maka beban (kg).


(2)

Tegangan Tarik yang terjadi :

(Sularso, 1997, hal 296)

2 1 ) 4 ( d W A W t π

σ = = (2.18)

Dimana : W= Beban (kg)

σt = Tegangan Tarik yang terjadi (kg / mm2

) 1

d = Diameter inti (mm)

Pada baut yang mempunyai diameter luar d≥ 3 mm, umumnya besar diameter inti d1≈0,8 d. Sehingga (d1/ d )2 0,64 ≈

Maka : t a

d

W σ

π

σ = ≤

2 ) 8 , 0 ( ) 4 ( (2.19)

Dari rumus diatas maka di dapat :

(Sularso, 1997, hal 296)

a a W d atau x W d σ πσ 2 64 , 0 4 1

1 ≥ ≥ (2.20)

Untuk σa (tegangan yang diizinkan),dengan bahan dari baja liat dengan kadar karbon 0,22 % dengan σb = 42 kg/mm 2

sf b a σ σ = maka : (2.21)

Dimana : sf = Faktor keamanan diambil 6 – 8 karena didefinisikan dalam keadaan tinggi


(3)

Gambar. 2.11. Tekanan Permukaan Pada Ulir

Dimana : (1) = Ulir dalam (2) = Ulir luar

Dari gambar di atas maka di dapat rumus :

a

q hz d W

q= ≤

2

π (2.22)

Dimana : q = Tekanan kontak pada permukaan ulir (kg/mm2

)

h = Tinggi profil (mm) z = Jumlah Lilitan

d2= Diameter efektif luar (mm) W p

h d1

d2 d ( 1 )


(4)

Harga qa

Tabel. 2.2Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir dapat dilihat pada tabel 2.2

Bahan Tekanan permukaan yang diizinkan qa (kg/mm2)

Ulir luar Ulir dalam Untuk pengikat Untuk penggerak

Baja liat Baja liat atau perunggu 3 1

Baja keras Baja liat atau perunggu 4 1,3

Baja keras Besi cor 1,5 0,5

(Sularso, 1997, hal, 298)

Dimana qa adalah tekanan kontak yang diizinkan, dan besarnya tergantung pada kelas ketelitian dan kekerasan permukaan ulir seperti diberikan dalam tabel 2.2. jika persyaratan dalam rumus diatas terpenuhi, maka ulir tidak akan menjadi aus atau dol. Ulir yang baik mempunyai harga h paling sedikit 75% dari kedalaman ulir penuh, dan ulir biasa mempunyai h sekitar 50 % dari kedalaman penuhnya. Maka dapat dihiutng :

a q h d

W z

2

π

≥ (2.23)

p x z

H =

Dimana : H = Tinggi mur (mm)

Maka W juga akan menimbulkan tegangan geser pada luas bidang silinder (πd1 k p z) dimana k dan p adalah tebal akar ulir luar. Maka besar tegangan geser τb( kg/mm2

z p k d

W b

1

π

τ =

) adalah


(5)

2.6.6. Pengelasan

Sambungan tumpul adalah jenis sambungan yang paling efisien. Sambungan ini terbagi atas dua yaitu sambungan penetrasi penuh dan sambungan penetrasi sebagian. Namun yang digunakan pada pembuatan model mesin belot konveyor ini adalah sambungan penetrasi penuh.

Adapun rumus perhitungan tegangan sambungan las tumpul adalah:

( Achmad, Elemen Mesin I, hal, 190)

hl P t =

σ (2.25)

Gambar. 2.12. Sambungan Las Tumpul

Dimana : P = Beban tarikan patah ( kg) h = Tebal plat (mm) l = Panjang lasan (mm)


(6)

2.6.6.1. Sambungan T

Pada sambungan ini secara garis besar dibagi atas dua jenis yaitu jenis las dengan alur dan jenis las sudut. Hal-hal yang dijelaskan pada sambungan tumpul di atas juga berlaku untuk sambungan jenis ini. Dalam pelaksanaan pengelasan kemungkinan ada bagian batang yang menghalangi yang dalam hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur.

Gambar. 2.13. Sambungan Las T

(Achmad, Elemen Mesin I, hal, 159)

hl P t =

σ (2.26)

Dimana : P = Beban tarikan patah (kg) h = Tebal plat (mm) l = Panjang lasan (mm)