ANALISIS KEBIJAKAN PENANGANAN PENGANGGURAN TERDIDIK DI INDONESIA

ANALISIS KEBIJAKAN PENANGANAN
PENGANGGURAN TERDIDIK DI INDONESIA
Dra. Atik Septi Wurvaningsih
Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik UMY

ABSTRACT
In the first slage of its long-lerm developmenl, Indonesia had heen able
to develop ils econonry so thal il moved front poor country slalus lo a
middle-income counIry. However, lhe success in lhe ecanomy had nol
been followed in the labor sector. Huge number oftmemployment is an
indicator of that failure. According to SUPAS 1995 data, the rate of
open unemployment of highly educaled workforce reached l2.4 percent
from the total workforce. Although it seems that the number is not big, it
is indeed a sigVifcant numbel for laborforce with high education backgyound.
This research wqs intenfud to (l) identifl the root of problems of unemployment in Indonesia, (2) to make invenlory of some policy alternatives
to solve the prohlem of educated unemployment, and (3) to formulate
recommendations on policy implementalion to onswer the problem.

l.l. Intisari
Selama


dan

judul penelitian

a.

masalahan pengangguran terdidik
di Indonesia.

ini penelitian-penelitian

tentang pengangguran, khususnya tentang

pengangguran terdidik masih belum
banyak di lakukan. Penelitian-penelitian
tentang pengangguran yang banyak
dilakukan adalah penelitian yang sifatnya
deskriptif. Unsur kebaruan yang melekat
dalam penelitian ini adalah pada
tinjauannya yang menyeluruh dan


pendekatan atau analisisnya

publik. Adapur judul

b.

analisisnya

rnenggunakan metode analisis kebijakan
publik. Judul penelitian ini adalah,4zalisis
Keb ijakan Penanganan Masalah
P e nganggura n Terdid i k d i Indon r s i o.

1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan

Menginventarisasi a lternatifalternatif kebijakan penanganan
pengangguran terdidik di Indonesia.


c.

Merumuskan rekomendasi keb ij akan penanganan masalah
pengangguran terdidik di Indones

yan g

menggunakan metode analisis kebijakan

Mengidentifikasikan akar per-

1.3.

ia.

Hipotesis atau Keterangan
Empiris Yang Diharapkan

Setelah penelitian


selesai
diharapkan akan diperoleh penjelasan
tentang akar permasalahan pengangguran

terdidik di Indonesia dan rekomendasi
kebijakan yang dapat diterapkan untuk
menanganinya.

tujuan untuk:

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

113

1.4.

Metode Penelitian

Penelitian akan dilakukan dengan
menggunakan metode aDalisis kebijakan


publik dengan mengikuti pedomanpedoman yang telah dibuat oleh William

N. Dunn. Data akan dikumpulkan

dengan memaksimalkan pemanfaatan
teknik pengamatan langsung dan data
sekunder.
Bahan atau materi yang akan diteliti

adalah:

a.

Data sekunder yang tersedia

tentang pengangguran

dan
pengangguran terdidik di Indonesia.


b.

Aspek-aspekmanajerialpengelolaan pengangguran terdidik di Indonesia.

c.

Hasil-hasilpenelitianterdahulu
yaug relevan.

Analisis akan dilakukan dengan

mempergunakan metode analisis
deskriptif yang biasa dilakukan dalam
penelitian-penelitian yang memanfaatkan

metode penelitian kualitatif. Metode
dengan
berpedoman pada buku yang ditulis oleh
Matthew Miles dan A.M. Huberman yang

diberijudul Qualitative Data Analysis: a

deskriptif ini dilakukan

Source Book ol New Method.

Latar Belakang Masalah

2.1.

Deskripsisituasi permasalahan
Pembarrgunan nasional 25 tahun

pertama yang dikenal

dengan

Pernbangunan Jangka Panjang Tahap I
(PJPT-I) telah mampu mendorong status
Indonesia sebagai salah satu negara

miskin di dunia dengan produk Produk

114

Domestik Broto (PDB) per kapita sebesar
US$ 65 dan pada tahun 1960 menjadi
negara berpenghasilan menengah dengan
PDB per kapita lebih besar dari US$ I 000
padaakhir 1995 (Effendi, 1996: l2). Akan
tetapi keberhasilan dibidang ekonomi irri

belum diikuti keberhasilan pada sektor
tenaga kerja. Masih tingginya angka
pengangguran sejak awal Orde Baru,
menunjukkan bahwa sektor ketenagakerjaan belum tertangani dengan baik
seperti halnya bidang ekonomi. Menurut
]lokrowinoto (19E7:109) dalam periode
antara l97l - 1976 terjadi perluasan
kesempatan kerja 9 juta, sedangkan
tingkat pengangguran hanya meningkat

sebesar 5o%, yaitu dari 2,22Yo meryadi
4,01olo. Menurut Latif( 1993:256) tingkat

pengangguran secara

n

as iona I

berdasarkan pengertian konvensional
pada tahun l99l sebesar 2,6 persen.
Penganggura
konvensional

di

Indonesia dilihat dari tingkat

pendidikan, umur, dan lokasi. Bahkan
diperkirakan pada repelita VI menjadi

3,26 persen atau 3,01 ilota orung (Latif,
1993:254).

Dalam Tabel I dibawah ini
disajikanjumlah pengangguranterbuka
di Indonesia dalam kurun waktu 1989
sampai dengan 1995. Pengangguran
terbuka adalah penduduk usia kerja: ( l)
yang belum pernah bekerja dan sedang
mendapatkan pekerjaan; (2) yang sudah
pernah bekerja, namun karena sesuatu hal
berhenti atau diberhentikan, dan sedang
berusaha memperoleh pekerjaan; (3) yang

dibebastugaskan,

ba

ik akan dipanggil


kembali atau tidak, tetapi sedang berusaha
untuk mendapatkan pekerjaan.

IDEA €DISI06 TAHUN 1420 H / 1999 M

Tabel 1.
Tingkat Pengangguran Terbuka (open unempkryment)
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 1989 dan 1995
Tahun 1989

No Tingkat Pendidikan

Mencari

Tidak/Belum pernah skl
02 TidaUBelum tamat SD
03 Tamat SD

534.372

01

Sub Jumlah
04 Tamat SMTP
05 Tamal SMTP
06 Tamat SMTA
07 Tamat SMTA

Umum
Kejuruan
Umum
Kejuruan

Sub Jumlah
08 Tamat Oiploma Ull
09 Tamat Dploma lll/Akad
10 Tamat Universitas
Sub Jumlah

1

Tahun

1995

cari

Laju (%)/Th

Persen cari

Mencari

21781

0,'18

114 577
394.014

0,57
1,48

176.869
673 821
1 692 532

1,79
3,32
5,95

33,57
27,50

0,90

2 543.222

4,U

29,70

948 376

r0,29

72.539
1.556 620

22,32
6,32

725.841

8,85
18,09
12,36

3.303.376

13,48

14,97
16,92
19.93

283 139

4,85

50 215
719 053
377.989

5,1

't6,87
9,87

430.396

9,59

1

Persen

Pekerjaan
41,77

13,74
11,49

'18.096

7,11

46.220

I,12

39 317
61 007

7,25
10,93

1'16 970

241 413

t 1,9/r
13,51

25,76

1t8 420

8,74

404 603

12,36

22,73

6.251 201

7,24

20,10

2.083.188

2,76

Sumber. Sakcrnas 1989 dan SUPAS 1995, Bito Pusat Statistik (Diolah)

Berdasarkan data SUPAS 1995.

yang berpendidikan rendah dan

tingkat pengangguran terbuka secara

kurang terampil. tidak mempunyai
keberanian untuk mencari kerha ke
daerah lain.

umum untuk semua jenjang pendidikan
mencapai 7,24 persen dari total angkatan
kerja 80,1 juta orang (Kompas, 4 Maret
1997). Dengan dernikian, ada sekitar 6,2
juta orang lndonesia yang menganggur

secara terbuka. Tingginya angka
pengangguran ini disebabkan karena
pertumbuhan penduduk dan angkatan
kerja yang tinggi. keselnpatan kerja yang
terbatas, maupulr karena tenaga kerja ini
akibatnya akan men imbulkan berbagai
darnpak terhadap kehidupan sosial dan
ekonomi, yang menurut Latif (1993:6),
antara lain:
l. Tingkat ketergantungan untuk
menjadi pegawai atau karyawan orang lain sangat tinggi.
2. Mobilitas relatif rendah, karena
pada um umnya angkatan kerja

IDEA EDISI06 TAHUN I42O H / 1999 M

3.

Kurang birinisiatif,

takut

rnengambil resiko, sukar rnand iri,
kurang dapat melihat wawasan

yang luas dan kurang mampu
rn

4.

emanfaatkan peluan g.

Produktivitas kerja rendah, baik
dilihat dari segi jam kerja efektif
maupun dari segi hasil kerja dan
pendapatan.

5.

Lebih rnengandalkan k ekuatan
fisiknya dari pada daya pikir dan
kemampuan inte lektua lnya.
sehingga hanya mampu ditugaskan

pada pekerjaan manual dengan

sistem kerja dan peralatan
sederhana.

Dengan kualitas yang rendah maka

115

kesempatan kerja yang mereka rnilikj
rnenjadi sangat sernpit dan terbatas pada
bidang-bidang terlentu saja. Akan tetapi
kondisi ini tidak hanya menimpa angkatan

Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan
dengan selama masa Repelita V yang

kerja yang lulusarr pendrdikannya rendah
karena ternyata masih banyak pula lulusan

kualitas keahlian dan keterampilan tenaga

pendidikan tinggi yang

belunr

rrendapatkan kesempatan kerja atau

hanya mencapai 3,2To (Suryadi, 1996:7 3).

Tuntutan sektor-sektor industri terhadap

kerja terdidik yang sernakin besar
cenderung mengakibatkan mak in
besarnya pengangguran terd id ik.
Melihat tingginya angka proyeksi ini

rnasih urenganggur.
Kecenderungan yang terjadi selama

maka perlu dilakukan tindak lanjut untuk

ini berkaitan dengan tingkat pendidikan
tenaga kerja menyebabkan kurangnya
tenaga kerja ahli di lapisan atas, tetapi
rrengalami kelebihan tenaga kerja di

mengantisipasi permasalahan peng-

lapisan bawah. Strukturtenaga kerja lebih
berat ke bawah dengan mayoritas tingkat

pendidikan tenaga kerja berada pada
tingkat pendidikan SD ke bawah. Dari
total angkatan kerja sejunrlah E0,l juta

angguran tersebut.

2,2. Ilasil pemecahan

masalah

terdahulu

Mengenai strategi mengatasi
masalah pengangguran yang pern ah
dilakukan selarna ini lebih bersifatumum,
dalam arti tidak hanya khusus dilakukan

orang, angkatan kerja dengan pendidikan
SD ke bawah 56,0juta orang atau sekitar

pengangguran terdidik
lulusan perguruan tinggi

6,9 persen. Sedangkan jumlah tenaga
kerja berpendidikan diploma l,32juta orang atau sekitar 1,65 persen (Rochani,
1997: 17). Dari angka-angka tersebut
nampak bahwa tingkat pengangguran
pada lulusan pendidikan tinggi masih
tinggi angkanya, terutama pada tamatan

adalah reformasi pelatihan. Reformasi ini
bertujuan untuk menyed iakan tenaga kerja

universitas.

Tingkat pengangguran terbuka
pada angkatan kerja berpendidikan

tercatat 12,4 persen

daritotal

tinggi

angkatan

kerja. Sehingga jumlah pengangguran
terbuka pada kelompok terdidik 404.000
orang, baik tingkat sarjana (S'l) maupun
diploma I sampai II. Jumlah tingkat
sarjana yang menganggur total 241 -000

-

terutama
terutama

terampil, berpendidikan dan fleksibel
secara tepat dan cepat sesuai dengan
kebutuhan pasar kerja; meningkatkan
produktivitas tenaga kerja agar hasil
produksi dapat bersaing di pasar dalam
dan luar rregeri, dan meningkatkan
pendapatan serta iklinr kerja (quality of
working life) dari tenaga kerja yang
bersangkutan (LatiJ I 993 ; 26 l).
Selain itu upaya dilakukan adalah
pengembangan usaha mandiri profesional.

Strategi dilaksanakan dengan memberi
pelatihan mandiri pada kelompok sasarar
masyarakat terdidik dengan tingkat
pendidikan SLTA dan sarjana, dau
( 1 3,5 persen), sedangkan pada tingkat d iploma III sekitar I 17.000 orang memberi bantuan usaha untuk memulai
bekerja secara mandiri (initial invest'
( I l.9persen) dan Diploma l/ll 46.000 ormenl). Dampak dari pembentukan tenaga
ang (9,1 persen).
profesional
Diproyeksi sampai akhir Repelita kerj a pernuda mandiri
lapangan
memperluas
dapat
diharapkan
VI (tahun 1998), angka pengangguran
yang
awalnya
berantai
kerja
secara
potensial diperkirakan sebesar 4,2%o dari
seluruh angkatan kerja yang tersedia. merupakan usaha kecil dan selanjutnya

116

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

dapat dikembarrgkan rnenj

ad

i

usaha

menengah.

Strategi penempatan langsun g
melalui sistem reformasi dan bursa tenaga
kerja terpadujuga pemah dilakukan dalarn
rangka mengatasi rrasalah penganguran
ini. Program penempatan kerja langsung

ini

berkaitan erat dengan program

pemagangan dan sistem refonnasi bursa

tenaga kerja terpadu. Dengan informasi
pasar kerja. memungkinkan para pencari
kerja meningkatkan mobilitasnya dalam
rangka mengisi kesempatan kerja di
daerah lain.
Usaha lain yang pernah dilakukan
adalah peningkatan ekspor jasa tenaga
kerja. Hal ini dilakukan dengan cara
rnengirimkan tenaga kerja profesional
keluar negeri, dan rnerupakan upaya untuk
rnendatangkan devisa bagi negara sebagai
ekspor non-migas. Untuk mendukung hal

ini diperlukan pelatihan khusus

sesuai

dengan tingkatan profesional isme tenaga
kerja yang ditujukan untuk mendukung

program ini.
l.Jsaha lain yang pema.h pula

dirintis

adalah pengembangan usaha agro bisnis.
Bersama dengan instansi teknis terkait,
Depnaker menekankan usaha ini terutama
di daerah pedesaan untuk nrengurangi
pengangguran terdidik. Pengembangan
usalra agro bisnis ini dapat bersifat skala
industri kecil menengah. Di sini upaya
yang dilakukan hendaknya mengarah

pada peningkatan efisiensi

produktivitas sehingga
rn e rr

in

dan
akan

gkatkan pencapaian output

pertanian yang telah ditargetkan dan

peningkatan

pendapatanmasyarakat

pedesaan terutama untuk yang
berpendidikan relatif rendah. Dengan
pengembangan agro bisnis akan lahir unitunit ekonomi yang mampu berdiri sendiri

dan

menjad

i kekuatan

masyarakatdi

pedesaan.

IDEA EDISI06 TAHUN 1420 H / 1999 M

ekonomi

Sedang upaya lain yangjuga pernah

dilakukan adalah pengembangan usaha
keluarga. Upaya ini dilaksanakan dengan
mendorong para tenaga kerja terdidik
untuk melanjutkan usalra keluarga yang
dimiliki orang tuanya. Dengan tambahan
latihan terampil bisnis, diharapkan mereka
dapat rnengernbangkan, modernisasi dan
meningkatkan usaha keluarganya. Dengan

demikian disini tidak hanya masuk ke
pasar kerja tetapijuga dapat memperluas
kesempatan kerja.

Lingkup dan Inti Masalah

3.1.

Penilaian dan hasil kebijakan
terdahulu
Melihat permasalahan yang terjadi

bahwa

mas

ih tingginya

angka

pengangguran terdidik sampai saat ini.
dan nampaknya masih akan terus terjadi
sampai awal Repelita ketujuh nanti maka
harus segera diupayakan kebijakan untuk

mengatasi masalah pengangguran ini.
Berbagai kebijakan yang pernah di
putuskan untuk menangani masalah
pengangguran terdidik seperti yang telah
diungkapkan diatas nampaknya perlu
dibenahi dalam beberapa hal.

Tarnpilan data statistik dalam
Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk
penduduk berusia angkatan kerja (yang
digolongkan pada umur l0 tahun ke atas)

yang bekerja manurut 9 (sembilan)
lapangan usaha, ternyata mayoritas masih
terdapat di sektor pertanian, kehutanan,
perburuan dan perikanan. Baru setelah itu
disusun bidang perdagangan serta bidang

listrik, gas dan air masih menetnpati
nomor satu dan nomor dua dari bawah
atau urutan ke 8 dan 9. Dengan demikian
maka dapat disimpulkan bahwa untuk
jenis pekerjaan di sektor industri dan
sejenisnya masih menyerap tenaga kerja
yang sedikit sekalij um lahnya, yaitu hanya

117

9.

Jasa kemasvarakatan, sosial dan
perorangan

Meskipun demikian menurut data
dari Departemen Peridusrian seperti dikutip
|^3i,if (1993 :257 ) lemyata penyerapan tenaga

3.2.

Kadar situasi permasalahan

kerja sektor industri kecil rnenengah relatif

dihadapi oleh pihak perguruan tinggi di

lebih besar dibandingkan industri besar.
Data rnenunjukkan bahwa industri kecilrnenengah menyerap 7,0% juta orang pada
tahun 1993, sedangkan industri besar
menyerap hanya 3,3 juta orang pada tahun
yang sama. Tetapi data penyerapan
tambahan tenaga kerja di sektor industri
selama Pelita V menunjukkan tambahan

rnasa depan adalah:

0.8Vo dan 0,27Yo alau dibawah

l% dilihat

secara keseluruhan.

Gambaran permasalahan yang akan

a)

Meningkatkan jumlah lulusan

Perguruan Tinggi mulai dari
tingkat diploma/D I sampai
dengan tingkat Univers itas

Peningkatan jumlah lu lusa n
pendidikan tinggi ini apabila tidak
diimbali dengan jumlah penyed iaan

kesempatan kerja kurang lebih untuk 2,47

juta orang.

Tabel 2
Penduduk Berusia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha dan Tingkat Pendidikan
Talnat Pendidikan

Diploma l/ll
Akademi l/D ll

13

060 2.583 21925

2,44./o 0,56% 4,760h
23.874

9

Llniveasilas

Total

(o/o)

687

211 927

460.317

30188 105770 2A774 73.-744 4A5413

862286

975

1E5

517

6

O,43./,

1,1Ov. 6,Oa% 1,34"/o 2,94o/o

09S 99318 6106

2.77./6 1.06./6 11.52%

366 719
79,66%

426

1957

O.710/o

I

195
0,59./0

27

6

13

1OO%

3,5OVo 12,27o/o

3,U% a,556/. 56,29'/. l00lo

74074

33396 105167

165.540

51.E19

15

3,35%

1,03% 7,A90/6

43,98%

0,80% 12,64"k O,27"/" 4,7% 17,330h 4,32./s 0,42y.

4,79"/0 10,72% 2,19"/. 6.aO./.

967 902
62,630/,

1460347
100%

15,13%

Sumber: Sun'ei Penduduk Antar Sensus 1995, BPS

Catalan: lapangan usaha tersebut lapangan kerja atau pemberian
kesempatan kerja tentu saja akan menjadi
meliputi:
l
Pertanian, kehutanan, perburuan penganggur. Di Jawa/Bali saja lulusan
universitas sebanyak 34 persen, sedangdi
dan perikanan
2. Pertambangan dan penggalian luar Jawa/Bali angkanya sebanyak l2
persen dalam kead aan menganggtr (LatiJ,
3. Industri pengolahan
1995:88). Persentase pengangguran
4. Lishik, gas dan air
terbuka yang berpendidikan tinggi
5. Bangunan
6. Perdagangan besar, eceran, rumah mengalami kenaikan yang berarti untuk
tingkat akademi mengalami kenaikan
makan dan hotel
7. Angkutan, pergudangan dan l l00lo selama l4tahun,yakni dari 1,560/o
padal976 menjadi3,28o/o pada tahun
komunikasi
8. Keuangan, asuransi, usaha 1990. Sedangkan untuk tingkat universitas
persewaan bangunan dan tanah, mengalami kenaikan 317%o selama 14,
yakni dari 0,41o/o pada 1976 menjadi
danjasa perusahaan

118

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

3,58To pada tahun 1990 (Prasodjo,
l993:63). Tinggirrya angka tersebut bisa
d

1488-676x100%
3) Th.1986

= 12o.12ok

:

676

isebabkan karena adanya ledakan lulusan

SLA. Tetapi studi yang studi yang
dilakukan Remi Clignet di Afrika
rnenuniukkan bahwa semakin terd id ik
seseorang, seln akiD besar harapannya
padajenis pekerjaan yang aman. Pekerja
terdidik lebih suka bekerja pada
perusahaan besar daripada membuka
usaha sendiri. Mereka menilai tinggi
pek€rjaan yang stabil daripada beresiko
tinggi (ibid). Lebih rinci lagi data yang
nampak dalam tabel 3 menunjukkarr
tentang kelulusan yang terserap dalam
lapangan kerj a rnenurut bidang
pendidikannya.

Jumlah

= 12'l.75ok

jumlah lu lusan
tidak terserap dalarn

Rata-rata
universitas yang

lapangan kerja rneuurut bidang pasti alam
dan teknologi adalah:
151.7

5010

= 50,58%
J

Sedangkan untuk bidang-bidang sosial dan
kependidikan pada kurun waktu yang sama,
diperoleh persentase sebagai berikut:

12.980-4513x'l0o%
'r)Th.1984:

= 3.22o/o

45'13

Tabel 3
Lulusan Universitas yang Tidak Terserap dalam

Lapangan Kerja Menurut Bidang Pendidiksn
(Iahun l9Eli - l9E6)
Bidang

Pendidikan

1983
159
416
1 055
430
3.050
196
159

Pasti alam
Teknologi
Pertanian
Kesehatan
Sosial
Kependidikan
Lain-lain

19M

1985

1986

16

169
507
1.818
316

227
1.211

1

7U
895
356
10.727
860
1 393

't.706
414
10.054

9.966
3 175

2.664

1355

1.004

Sunbcr: BPS 1990/1991

Dari tabel 3 di atas dapat dilihat
persentase kena ikan jumlah lulusan
perguruan tinggi yang tidak terserap

13.398-12.980x'100%
2) Th.1985

13.398

lapangan kerja rnenurut bidang pasti alam
dan teknologi dari tahun 1983 1986

-

13.722-'t3.398x100%
3) Th.1986

adalah:

-- 2,420/0

:

=

:

2A2%

12.980

900-575x100%
1) Th.1984

=

;

575

56,520/o

696-900x
2) Th.1985

Rata-rata jumlah kenaikan kerja

100%
= -24,89%

:

900

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

Jumlah = 193,25%

yang tidak terserap lapangan kerja bidang

sosial dan kependidikan adalah:

119

193.25Vo

penduduk), sedang di Indonesia (dengan
200.000 juta penduduk) terdapat 400.000

= 64,42Vo

3

lulusan perguruan tinggi yang mencari

Melihat hasil perhitungan di atas

pekerjaan (Hadihardaja, I 997 : 5).

nampak bahwa untuk bidang-bidang non
eksakta (sosial dan kependidikan) peningkatan jurn lah tenaga kerja yang tidak
terserap lapangan kerja lebih besar
angkanya dibanding yang tidak terserap

b)

sosial/hunaniora di satu sisi tupi
di sisi lain jumlah tenaga kerja di
b idang t e kn o I ogi/ in dus tr i j us t ru
kumng

dari bidang eksakta (pasti alam dan
teknologi), yaitu 50,58% : 64,42Yo. Hal
ini disebabkan karena jumlah kelulusan
di bidang sosial, kependidikan maupun
humaniora sudah sangatjenuh, karena dari
tahun ke tahun kebanyakan program studi

baru yang didirikan

di

perguruan-

perguruan tinggi swasta khususnya lebih
banyak bidang norr eksakta.

Melihat angka peningkatan yang
sedernikian besarnya maka pemerintah

dalam hal

ini harus mengusahakan

penurunan angka-angka tersebut terutama

Meningkatnya jutnlah pengang-

gyran lerdidik poda bidang

Tingkat pengangguran ini justru
menimbulkan kontroversial karena di satu

industri

manufaktur justru
sangat memerlukan tenaga terdidik dalam
jurnlah cukup besar. Sedangkan tenaga
kerja terdidik yang terserap di bidang
ini lrarrya 8To. Dari sekitar I,545 jLrta
tenaga berpendidikan sarjana hanya
121.000 orang yang masuk ke sektor
industri atau hanya sekitar 7,89 persen.

untuk bidang-bidang pendidikan yang
sudah terlalu banyak menghasilkan
lulusan seperti bidang sosial maupun
lrumaniora. Dengan menurunkan jum lah
pengangguran berarti juga akan
rnenirrgkatkan kesejahteraan penduduk.
Sehingga persentase antara jum lah
penduduk dengan jum lah penganggurannya tidak terlalu mencolok perbedaannya.
Sebagai perbandingan pada tahun

1995 jumlah pencari kerja lulusan
perguruan tinggi di Jerman adalah sekitar
200.000 orang (dari 80juta penduduk) dan
di Perancis 400.000 orang (dari 60 juta

sisi bidang

Sebagian besar (967.000 sarjana atau 62,6

persen) tenaga kerja terdidik masuk ke
dalam bidang pekerjaan j asa
kemasyarakatan,sosialdan perorangan
yang produktiv itasnya rendah. Padahal
diketahui bahwa sektor industri menjadi

tulang punggung dan pendorong
pertumbuhan ekonomi pada Repelita VI.
Lebih jauh lagi dapat dilihat angka
proyeksi kelebihan dan kekurangan jumlah
pengangguran sarjana (S I ) pada Repelita

VI.

l-ebih jauh lagi dapat dilihat angka
proyeksi kelebihan dan kekurangan jumlah
pengangguran (Sl ) pada Repelita Vl.

Tabel 4. Proyeksi Persediaan dan Kebutuhan Tenaga Kerja
Menurut Tingkat Pendidikan, 1994-1998 (dalam Rupiah)
Tinqgal Pendidikan
Angkatan Kerja Kesempatan Kerja Keseimbangan
-527,27)
527.7
TS
")

1

3
5
6
7
8

TTSD
STSD
TSLTP

TSLTAU

TSLTAK
Tdiploma
Tslrala

10r5,6

1.073,8

4 472,4
1 885,9

5 869.1
2 085,1

3 360,8
1 582,5

1748,0

613,0

1.509,3
544,7
340,8

13 169.9

1? 643,1

50,2
-1 396,3
.199 2
r 612,8

73,2

.305 4

94,6

904
192.3
104.0

439
179,9
104 2

Sumber: studi Proyek Kesempalan Kerjo selamo Repelita l'1, Bappenas 1992

120

IDEA EDISI 06 TAHUN

1ZI2O

H

/ 1999

M

*)

**)

1994), dengan komposisi tingkat

Diperkirakan kesernpatan kerja
untuk peker.ia yang tidak
bersekolah terus trlenurun.

kejenuhan pada lulusan IPS dan terjadi
kekurangan pada bidang sains dan

Penurunan ini d iperkirakan sekitar
528 ribu orang selarna repelita VI.

di lingkungan fakultas Pertanian

Persediaan angkatan kerja tidak
sekolah diperkirakan masih ada
tetapi .jurnlahnya sangat kecil dan
telah digabungkan ke dalam
kategori tarrat SD.

teknologi (lPA) kecuali untuk bisang studi
dan
yang
dengan
kira-kira
sampai
Perikanan

Dari angka proyeksi persediaan dan
kebutuhan tenaga kerja menurut tillgkat

pendidikan

di atas maka

daPat

disimpulkan bahwa pada level strata
tidak diperinci apakah Strata l, 52 atau
angka perbandingannya sangat
53
besar. Sehingga jurnlah angkatan kerja
yang tinggi tidak diimbangi jumlah
kesempatan kerja yang tersedia.

repelita ke

Vll.

Proyeksi terakhir memperlihatkan

pertumbuhan tenaga kerj a dibidang
manufaktur lndonesia akan tumbuh dari
12,2%o pada tahun 1993/1994 menjadi
45%o

pada tahun 2019, sedaDgkan tenaga

kerja di sektor pertanian diproyeksikan
akan menyusut dari 48,2%o pada tahun
1993/1994 rnenjadi l0% padatahun 2019

(Djojodihurdjo, 1994). Hal irri
menunjukkan bahwa laj u derap
pembangunan, masyarakat I ndones ia
yang menguasai ilmu pengetahuan dan

Tabel 5
Proyeksi Kelebihan dan Kekurangan
Jumlah Pengangguran Sarjana (Sl) pada Repelita

VI

Bidang llmu

Persediaan

Kebutuhan

Presentase

llmu Pend. & Keg
Kesenran & seni Rupa
Humanisme
llmu Sosial/Perilaku
Adm Perush & Keu-an
Hukum dan Kehakiman

451 645
2.922

434 72a
982

+O4o/o

41.663
435.689

12.922

lmu-rlmu Murni

Teknik
Pertan, Kehut & Perikanan
Ko Massa & Dokum

58 367
266.618
5 563

125181

114.871
61 979
40 125
263.795
133.650

-06%
+80%
490/"
+o7o/.

+7o%

92 129
6 253

+66o/"
+69o/"
+67ok

2 347

+620/0

Sumber BPS 1990/1991

Prciyeksi ini ternyata terbukti dari
hasil sensus pendrrdrrk I 980. SUPAS I 985
dan Sensus Penduduk 1990 menunjukkan

.juLrlah tenaga sarjana dan SO 1'ang
berstatus sebagai pencari kerja terus
nreningkat persentasenya yatlg berturutturut 5.50%. 10,5% dan 15,5o% bahkan
diproyeksikan sampai dengan Pelita VI
masih sekitar 79,90% tenaga lu lusan strata
I yang akan mengattggur (Joyonegoro.

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

teknologi makin besar jumlahnya,
sehingga teraga kerja di lndonesia
rneugalami transformasi ke arah yang
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi

yaitu sektor

rnanu

l'a k

tu

r. Selanjutnya

penurunan jumlah tenaga keqia di sektor

pertan iarr dapat m emperlilratkan
peningkatan efisiensi dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ter.iad inya pengangguran dan

121

mengecilnya proporsi lulusan perguruan

tinggi

larn angkatan

kerja
menunjukkan adanya ketidakserasian
antara kebutuhan tenaga kerja dengan
hasil keluaran dari pendidikan tinggi
da

memang masih sangat diperlukan untuk
menghadapi era globalisasi di masa-masa
yang akan datang.

b)

(Soehendru. 1994:6).

3.3.

KebutuhanAnalisis

Untuk melihat perlu

t id

akn ya

diadakan reformasi sistem pend idikan
tinggi dalam mengatasi pembangunan
terdidik maka perlu dilakukan evaluasi
hal-hal berikut ini:

a)

Jumlah kesempatan kerja yang
dibutuhkan khususnya di bidang
sains dan

lelonlogi serta jumlah

angkalan kerja yang tersedia

Melihat proyeksi kelebihan dan
kekurangan jurnlah sarjana pada repelita

\rl maka nampak sekali

bahwa
perbandingan antara persediaan dan
kebutuhan tenaga kerja di bidang ilmuilmu nurni dan Teknik masilr terasa
sangat timpang. Urrtuk ilmu-ilmu Murni
saja persediaan tenaga kerja sebanyak

Dari sekitar 1,545 juta tenaga
berpendidikan sarjana hanya ada sekitar
121.000 orang yang masuk ke scktor
industri atau hanya sekitar 7,89 perserr.
Sebagian besaran (967.000 sarjana atau
62,6%o) tenaga kerja terdidik masuk ke
dalam pekerjaan jasa kemasyarakatan,

sosial dan perorangan

yaug
produktivitasnya rendah. Angka ini
apabila diproyeksikan rnaka sekitar l0
tahun lagi, dengan tingkat pertumbuhan
taia-tata per tahun sebesar 3o% maka

jumlah tenaga kerja yang terserap di
sektor industri akan dihitung dengan
menggunakan rumus pertum buharr
Pt = Po

(l

+ 0n.

(l

+ 0.03) 10
.000 ( I + 0.03) 10

Pt = Po

= l2l
= 12r.000(1.03) r0
:162.613,88
Dengan mengetahui j um lah

5.563 sedangkan kebutuhannya 263.795,
dan bidang Tekn ik persediaannya I25.1 8l

sedangkan kebutuhannya 133.650.

Terjadinyoketidakseimbangon
tcnaga keria antara scktor
industri dengan scktor jasa

perhitungan proyeksi di tahun 2005 (1995

Dengan demikian memang masih sangat

;

banyak diperlukan kebutuhan tenaga kerja

terserap di sektor industri atau maDufaktur

di bidang-bidang tersebut. Lain halnya
dengan bidang-bidang sosial dan
human iora justru jumlah persediaan

diharapkan akan rnenjadi l0,53Yo dari

tenaga kerjanya banyak tetapi kebutuhan

2,64 dibanding saat ini.

yang diperlukan hanya sedikit. Rata-rata
jurnlah kebutuhan hanya sebanyak 25olo
d iband ing banyaknya jumlah persediaan
tenaga kerja yang ada. Dengan dernikian
rremang sudalr saatnya diperlukan adanya

suatu kebijakan dan bertujuan untuk
menghambat atau mengurangi jumlah
lulusan yang sudah jenuh, sehingga
rnenambah jum lah pengangguran terdidik
danmeningkatkan jurn lah lulusan yang

122

l0)

maka jumlah tenaga kerja yang

seluruh tenaga kerja berpen d id ikan
sarjana. Seh ingga terjadi penambahan
Perumusan Masalah

4.1.

Delinisi Masalah

Untuk membuat suatu perumusan
masalah yang dihadapi kebijakarr in i,
maka akan digunakan metode analisis
hirarkhis, yaitu teknik atau cara untuk
mengidentifikasikan faktor- fa kto r
penyebab utama muncu lnya per-

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

masalahan dalam pelaksanaan kebijakan
relormasi sistem pendidikan tinggi.
Adapun skema yang muncul dari

banyak memerlukan tenaga kerja. Dengan
dernikian faktor inilah yang dapat dirubah
mengatasi perm asalahan

permasalahan kebijakan reformasi sistem
pendidikan tinggi adalah sebagai berikut:

penganggurarr terdidik.
Sedangkan permasalalran keci lnya

I

a

',r',ra""

",",n tinqqr rendah
lpendidil€n

Dari skerna di atas, dapat di lihat
bahwa masalah penyebab tingginya angka
peflgangguran terdid ik adalah karena:
Produktivitas rendah sebab bidaug

l.

pekerjaan yang dimasuki adalah

bidang jasa, sosiai maupun
perorangan.

2.

3.

Adanya ketidaksesuaian antara
bidang ilmu yang dikuasai dengan
bidang ilmu yang d iperlu kan
tuntutan kerja.

Adanya kecenderungan untuk
terlalu memilih-milih pekerjaan,
karena rnerasa sebagai lu lusan
berpendidikan.

Apabila dilakukan telaah

untuk

I

I

-l

EI@tffii

"**t"t""
*.otJ

I

penyerapan tenaga kerja yang ada juga
merupakan masalah yang masuk akal dan

menjadi masalah yarrg dapat dirubah
(acti ona I cause). Kecilny a penyerapan
tenaga kerja ini memang disebabkan
karena adanya ketidaksesuaian bidang
ilmu yang dimiliki dan yang dibutuhkan
pasar kerja. Apabila ketidaksesuaian ini

sudah dirubah dalam arti dilakukan
penyesesuaian maka jurnlah penyerapan
tenaga kerja juga akan semakin banyak
karena lapangan kerja juga diperbanyak.
Mengenai permasalahan terla lu
pilih-pilih pekerjaan memang bisa juga
menjad i penyebab sebab sehingga seolah-

leb ih

lanjut, maka ketiga faktor diatas

olah lapangan kerja dibatas. Apabila
sudah sampai pada persoalan pilih-pilih
ini memang sudah menyangkut
pertimbangan selera dapat d iru bah

merupakan penyebab yang rn un gkin
terjadi Qtossihle czrarc) dalam masalah
pengangguran terdidik ini. Tetapi bila
d itarn bah dengan pengalarnan penulis
dalam mengamati permasalahan selarna
beberapa talrun nraka ket idaksesuaian
bidang ilmu nampak sebagai penl,ebab
yang paling rrrasuk akal dan merupakan
nrasalah utarn a dalam kebijakan
mengatasi perrgangguran terdidik ini. Kita

Dari hasil analisis hirarki yang
dilaksanakan ini rnaka permasalahan
utama yang dapat dirumuskan dalam
keb ij akan rnengatasi pengangguran
t€rdidik ini adanya ketidaksesuain di
bidang ilmu yang dirniliki dengan yang

tahu besanrya angka pengangguran adalah

dibutuhkan pasar ker.ja.

terletak pada lulusan pendidikan ringgi
dari bidang ilmu sosial dan humaniora.
padahaldi satu sisidiketahui bahwa untuk
bidang sains dan teknologi justru masih

4.2.

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

(inactional cazsc) karena salrgat
d

itentukan pribadi masing-rnasing.

Pihak-pihak yang berkompeten

Disini pihak-pihak yang berkonrpeten untuk mempelajari, memahami,

123

membicarakan, membahas

terkait akan menyusun operasi-

dan
selanjutnya menuangkan dalam agenda
kebijakan adalah:

a) Di lingkat pusat
l. Menteri Pend idikan
Kebudayaan

onalisasi

lapangan, khususnya

PTS.

2.
dan

Badan Musyawarah Pergu ruan
Tinggi Swasta lndonesia

akan

Mend ik bud )
beserta staf terka;t sebagai le ud ing

(BMPTSI)

r?clor merupakan pelopor

Tinggi untuk pelaksanaan SK

(

dan

seluruh lembaga pendidikan di
negeri in i. Pendidikan lebih
menekankan pada pembentukan
kualitas dasar, pembentukan dan

me laku kan

musyawarah di tingkat Perguruan

pembuat kebijakan untuk
kern u d ian disebarluaskan ke

2.

di

Mendikbud.

3.

Rektor dan Pembantu Rektor I akan
membuat kebijakan tentang jumlah

penerimaan mahasiswa bidang
eksakta dan non eksakta.

pengembangan kompetensi.

Menteri Tenaga Kerja (Menaker)
beserta staf terkait akan
berkoordinasi dengan Mendikbud

4.

Dekan dan pembantu Dekan I akan
melaksanakan keputusan atasan di

tingkat fakultas.

dalam pendataan, penempatan dan

pelatihan tenaga kerja sebelum

5.

memasuki dunia kerja.

3. Menteri

Perindustrian

dan

Perdagangan ( M en perind ag)
beserta staf disini akan memberi
masukan mengenai bidang-bidang
industri dan manufaktur yang

4.

diperlukan.

6.

di sini diminta untuk memberi

Tinggi

yang disenangi mahasiswa untuk
nantinya berkoordinasi dengan
pengurus fakultas (dalam hal ini

Dirjen Pendidikan

Depdikbud dengan stafnya akan
dan
menyusun petunjuk pelaksanaan
dari keputusan yang sudah dibuat
di level atas.
Direktur Perguruan Tinggi Swasta
( D irgutiswa) b€serta staf yang
terkait akan melakukan koordinasi
penyusunan operasionalisasi
khusus untuk Perguruan Tinggi
Swasta.

b)

Di

t.

Koordinasi Perguruan T inggi
Swasta (Kopertis) beserta staf

124

Lembaga-lembagakemahasiswaan

masih memerlukan banyak tenaga
kerja.

masukan tentang bidang pekerjaan

melakukan pembahasan

5.

Lembaga pendidikan informal
diminta untuk memberi masukan
dan ide tentang bidang-bidang
pekerjaan yang masih banyak

tingkat doerah

7.

dan

Dekan
PD I).
Masyarakat dalam hal ini diwakili
ormas-Ormas, lembaga pendidikan
kejurusan maupun lem bagalembaga lain yang berkompeten di
bidang pendid ikan.

Apabila kebijakan mengatas i
pengangguran terdidik khususnya
pendidikan tinggi ini nanti berbentuk
Keputusan menteri, maka skemanya dapat
igambarkan sebagai berikut:

d

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

lulusan perguruan tinggi bidang
I dan hulnaniora. kerana
selarna ini telah rnengalarni
sos ia

kejenuhan.
d.

Memeratakan agar tidak terjadi
lulusan tertentu menumpuk di suatu

tempat sedangkan di ternpat yang
lain tidak rnendapat tenaga kerja:
Melaksanakan azas keterkaitan dan

kesepadanan

(link and mttcth)

dalarn sistem pendidikan.
Masyarakat
LPK-LPK

4.3,

ORMAS

Lembaga MHS

llmuwan

Tujuan dan Sasaran

Tujuan yang ingin dicapai dengan
kebijakan sistern pendidikan tinggi ini
adalah:
a. Mernberikan

isribusi kesempatan
ker.ia bagi lulusan pend id ikan
tinggi. Distribusi kesempatan kerja
ini khususnya ditujukan untuk
d

lulusan pendidikan tinggi.
Terutama untuk wi layah-wilayah
yang tennasuk maju tetapi karena

lokasinya yang jauh

m

ungkin

dihindari para pencari ker.ia lulusan
pend idikan tirrggi, sehingga sasaran

rnereka mencari kerja hanya daerah
perkotaan atau kota-kota besar.
Misalnya untuk Kawasan Timur ln-

donesia (KTI).

b.

c.

Men ingkatkan jumlah lulusan
perguruan tinggi bidang sains dan
teknologi;

Se.ialan dengan masih ku rang
banyaknya tenaga kerja di bidang
ini. rnaka yang perlu diternpuh
adalah upaya untuk meningkatkan
.iurnlah lulusan di bidang sains dan
teknologi, untuk rnengisi bidangbidang yang diperlukan. Untuk itu
perlu ditempuh kerjasama dengan
pihak-pihak industri.
Mengurangi atau menekan.iumlah

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

Adapun yang menjadi sasa ra n
kebijakan reformasi sistern pend id ikan
tinggi adalah mahasiswa di seluruh
perguruan tinggi baik negeri maupun
swasta. Di sini mahasiswa lebih diarahkan

untuk memilih program studi program
studi yang relevan dengan kebutuhan
pasar ker.ia.

4.4.

Ukuranefektivitas

Ukuran yang digunakan u ntuk
mengukur efektivitas reformasi sistent
pendidikan tinggi ini adalah kemampuan
kebijakan tersebut untuk menciptakan
suatu sistem yang konduktif di dalarn
Perguruan Tinggi sehingga mampu
menyeleksi calon-calon mahasiswa yang
berkualitas sehingga pada akhirnya nanti
lulusan yarrg dihasilkan juga rnarnpu
memenulri tuntutaD pasar ker.ia dan
profesional dibidangnya. Selain itu.juga
hanya membuka program studi sains dan
teknologi untuk mengantisipasi
kekurangan tenaga kerja di bidang ini.
Apabila ini terjadi maka diharapkan akan
dapat mengurangi .jum lah pengangguran
terdidik (ed ucated unc mploymant'1.

4.5.

Potensi pemecahan

Potensi-potensi yang dapat
meldukung pemecahan permasa lahan

tentang rnasih tingginya
pengangguran terd

a.

id

.iunr lah

ik adalah:

Pucnsi Fisik

125

l)

Adanya masing-masing ciri khas
yang dimiliki oleh suatu daerah
yang dikembangkan dalam rangka
menciptakan lapangan kerja yang
sesuaidengan kebutuhandaerah.
Misalnya untuk daerah yang
mayoritas wilayahnya ad a lah
pantai
rnaka
dapat
rrengembangkan Fakultas atau
Program Studi kelautan dan
pelayaran.

2)

Perguruantinggi-perguruantinggi
di daerah dapat memanfaatkan
potensi Sumber Daya Alam yang
dimiliki guna mendukung
berlangkungnya proses be lajar
rn

b.
I)

engajar.

Potensi Situasi
Sejalan dengan tujuan Pembangunan Jangka Panjang Tahap ll untuk

meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, maka sistem
pendidikan yang d ic iptakan
hendaknya terkait dan sepadan
dengan masa depan yang akan
mengalam i perubahan dan
perkembangan m en.jad i negara
industri.

2)

Dalam upaya menghadapi era
tinggal landas, globalisasi dan
perdagangan bebas. Indonesia
harus mampu menciptakan produk-

produk yang berteknolog; tinggi

dan mampu bersaing di pasar
internasional. O leh karenanya
faktor kuncinya terletak pada sektor
pend idikan.

c.

Polensi Organisasi
Dapat dikoordinasikan lembaga-

lembaga yang bergerak di bidang
pendidikan tinggi khususnya untuk
menyumbangkan saran dan gagasan
tentang sistem pendidikan tinggi yang

d.

Potensi Politik

Melihat kebijakan reformasi sistem
pendidikan tinggi yang akan dilaksanakan

ini maka secara politis rnemiliki potensi
mem ecahkan
permasalahan rnengatasi pengangguran
terdidik. Tentu sa.ja disin i perlu didukung

besar urrtuk dapat

dari pemerintah dan keterlibatan berbagai
pihak sehingga akhirnya kebijakan akan

berhasil dengan dukungan dari pihak
mayarakat.
Dengan melihat analisis terhadap

potensi-potensi di atas, maka
kemungkinaan untuk melaku kan
kebijakan reformas i dalam kebijakan
reformasi dalam rangka memecalrkan
masalah yang dihadapi semakin besar.

Alternatif Kebijakan

5.1.

DeskripsiAlternatif

Dalam rangka mengatasi masalalr
pengangguran, khususnya pengangguran

terdidik akan ditempuh tiga alternatif
kebijakan, yaitu:

Alternatif I: Memberikan

yang

lebih besar pada Perguruan Tinggi dalarn
menyusun kurikulum program studi yang
d itawarkan.
Di sini hanya 60 persen beban studi
yang ditentukan pemerintah bagi prograrn

sarjana. sedangkan perguruan t inggi
mempunyai kebebasan 40 persen (atau
sekitar 50 SKS) untuk merciptakan
kurikulum yang lebih relevan dengan
kebutuhan yang ada.

Alternatif

II:

Menyelenggarakan

(o-up pducation melalui kerjasarna
industri dengan sebagian pergu ruan
tinggi. Melalui program pendidikan ini
mahasiswa dapat rnemanfaatkan sebagiarr

waktupendidikannyadengan bekeria
di industri. Di sini mehasiswa dikenalkan
dengan dunia kerja sehingga dapat

diterapkan di Indonesia.

126

IDEA EDISI 06 TAHLJN 1420 H / 1999 M

memperoleh pengalamaD

dan

dapat diubah dari 25:75 menjadi 40:60.

pengetahuan rnengenai iklim dan syaratsyarat bekerja di industri.

Seh ingga dalam nananrbah jurnlah
mahasiswa lebih diarahkan kepada bidang
sains dan teknologi (Hadihardaja, 1997).

Alternatif III: Reformasi Sistern
Pendidikan Tiuggi. Dalarn hal ini perlu
rnenyeimbangkan perbandingan Iulusan
bidang sains dan teknologi dengan bidang
sosial. Pengern bangan pendidikan tinggi
direncanakan agar di PTN dalam 25 tahun
mendatang perbandingan 33:67 pada saat
ini dapat meningkatkan menjadi 70:30.
Sedang di lingkungan PTS diharapkan

5.2.

PerbandinganKonsekuensi

Untuk rnelihat alternatif kebilakan
yang lebih layak dalarn arti tneugandung
dampak positif dengan konsekwensi yang

rendah, maka berikut

ini diuraikan

kelemahan dan kekuatan masing-masing

alternatifkebijakan:

Alternatif I: Pemberian otonomi pada PT
Langkah Kebllakan
Pemberian otonbomi yang lebah
besar kepada Perguruan Tinggi
dalam menyusun kurikulum Program
Sludi yang ditawarkan

Alas.n P03Mt
1 Memberikan Kesempalian yang
lebrh besar bagi pihak Perguruan
Tinggi untuk mengembengkan
k{irikulum sesuai kebuluhan lokal
2, Mualan kurikulum lokal sesuaa
dengan kebutuhan pasardn kerja3 Pihak PT bisa menampung dan
mengrkut sertakan pendapat
mahasiswa dalam menyusun
kurikulum lokal, s€hinggE dapal
dilihat MK-MK yang diinginkan
pihek mahasiswa.

Konreluensi
1 Dengan memberi kesempalan
PerguruanTinggi menyusun
kurikulum lokal berarli diperlukan
anggaran yang cukup b€sar
karena akan melibatkan banyak
unsur dan tahapan proses yang
paniang. Kegiatan yang terjadi
dalam peny6unan kunkrlum
antara lain.
- pengumpulan ide gagasan
- pengajuan nama-nana MK
- Simposum Kudok
- p€netapan MK di lingkal jurusan
- penyesualan MK antar jurusan
dalam linokD Fatultas
- penyesuaian MK hti Fakultes di
lingtel Univergileg
- pengesahan di kopedis
Bila seliap k€glatan nieln€rluken
dana @ Rp 500 000,. dengan
demilian anggaran untuk I macan
kegiatan di atas diperlukan Rp 4
jul,a unluk salu Fakullrs dengan
jumlah ini tinggal [€ngalikan
jumlah Fakultas di masing-masinJ
Perouruan Tinggi
2. Diperlukan waklu ekslra unluyk
nrenyelesaikan k69iatan
penyu3Bnan kuaikulum lokal ini
Karena bila hanya clikeriakan saal
jam kerja saja menjadi sangal
lama- oengan waklu ekstra ini
dana yano dipedukan iuga

berlambah misaloya, untuk uang
sidang dsb. Bila diasumsikan uang
sidang konsumsi
transport
pero.dng Rp 40 000 dan
tiapturusan d kuli minrrnal 5 orang,
maka beiumlah Rp 200 db!
Jumlah ini lentusaia dikalikan
jumlah iutusan yang ada di
masing-masing Unive6ilas gila
ierdepal 10 jurwan maka
dbutuhkan dana ekrtra Rp 2luta

I

IDEA EDISI06 TAHUN 1420 H / 19S9 M

127

Alternatif

: Penyelenggaraan co-op educalion

L.ngkah Kebijakan
Dengan menyelenggarakan co-op
educaton melalui kerjasama industri

Konsekuensi

Alasan Positif

1 Dengan kegEtan co-op educ€lion

1 Tenggang waklu belajar

diharapakn mahasiswa lebih
mengenal dunia kerja sehingga
akan memperoleh pengalaman den
pengelahuan mengenai iklim kerja
di dunia induslri

dengen sebagran perguruan tinggi

2

3

Bagipihak indusl dapat
memanfaalkan leanage murah dan
bila perlu menididiknya sehingga
kalau mahasrswa lersebut potensial
ekhimya setelah lulus dapat
diangkal sebagai lenaga kerja di
iempal tersebut
Bagipihak PT yang melakukan
kerjasama dengan pihak industn
dapat menetapkan kegiatan
tersebul sebagi program diklat
s€c3l;l terus menerus

2

mahasiswa akan lebih lama
karena pogram iili menelapkan
2 x 1 semester untuk bekerja di
pihak induslri, dengan diselingi
satu semester pendidikan di
masing-masing PT
Dengan berlambah lamanya
waklu belajar mahasiswa, maka
akibatnya juga akan mengurengi
daya tampung di Perguruang
Tinggi setempat, karena
banyaknya mahasiswa lama
yang belum lulus Misalnya.
banyaknya mahasiswa yang
tertunda lulus seliap trahunnya
sebanyak 1 00-200 orang, maka
apabila pihak PT tidak dapat
menyediakan b€rlembhnya
daya tamFfi€ dan tasilrtas
poses belaiar mangajar yang
lam unluk mahasiSwa baru,
akibalnya jumlah penerimaan
mahasiswa baru setiap tahunya
juge harus dikurangi sejumlah
angka tersebut

Alternatif III: Reformasi Sistem Pendidikan Tinggi

Menyeirhbangkan perbandingan
lulusan bidang sains dan
teknologdengan bidang sosial/
humaniora sehingga lebih sesuai
dengan proporsi kebutuhan yang
ada

128

Konsekueftl

Alas.n Posluf

Langkah Kebljakan

I

L,ntuk memenuht kebutuhan pasar
kerja dibidang leknik dan industn
maka hendaknya dipebesar jumlah
lulusan sariana dibidang sains dan
teknologi, karena selama ini
kekorangan tenaga kerja justru di
bidang ini Angkanya akan
dilingkatkan dad 33:67 menjadr
70:30 unluk PTN.
2 Unluk mengurangi kejenuhan
luliusan dibdang sosial atau
humaniora maka sebaiknay
dikurangi juga jumlah program studi
yang non eksak, khususnya lntJk
PTS yang akan mambuke Fakullas
dan Program Studr baru. untuk
PTS drharapkan angak yang
dicapai adalahdari 25:75 meniadr
40:60
3 Menciptakan tenaga kela yang
prolesional dibdang nya dan belulbetuk dbutuhkan pasar ke.la
4 Menumbuhkan iklim persaingan
yang sehat antar Perguruan Tinggi
5 lrenimbuhkan motrvasi bagr
perguruan tinggi untuk mencapai
status yang baik
6 Tercapanya penyelenggaraan
tenaga keia yang lebih besar
dibanding saet ini

1

Diperlukan intelvensi dari
pemedntah untuk ikut
menga€hkan clan menyeleksi
Perguruan Tinggi menjadi
kelompok yang berkualitas
dengan instrumen seleksi yang
tebih ketiat.
2 Pembedan siatus muiai dan
terdattar, diakui sampai
disamakan harus benar-benar
didasarkan pada pe6yaratan
yang ada Sebagaiconloh. untuk
Program Studiyang akan
memp€oleh Slatus disamakan
herus mempunyai minrmal 10
orang dosen telap, dan minmal
50o/. harus sudah bertitei 523 Untuk PTS yang tidak mau
berupaya meningkalkan
statusnya, mak dapal dilaklJkan
penberian sanksidengan
mempoersulit urusan administrasi
civil,as akedemika dr kop€rtis,
sedangkan untuk PTS yang
berhasil nEluluskan saian yang
beftualilis dengan indikator
lulusannya tl€mpu diserap
bdang-bidang industri dan
manutaldur lerkemuka di negeri
inr, rnaka s€baiknya diberi rnsentif

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

5.3.

2

Eksternalitas

Kebij akan untuk mengurangi
terdidik dengan
ketiga alternatif yang d iu ngkapkan
dimuka tentunya akan be rpengaru h
terhadap pihak-pihak di luar rnasingrnasing perguruan tinggi baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Masing-masing pengaruh luar dan
eksternalitas yang terjadi te rh ad ap
kebijakan keb ij akan tersebut adalah

jurn lah pengangguran

sebagai berikut:

Alternatif I: Memberikan

otonom i

yang lebih besar pada Perguruan Tinggi

dalam menyusun kurikulum program

stud i yang ditawarkan. Pengaruh
eksternalitasnya adalah :
I
Masyarakat akan dihadapkan pada
kesewenang-kesewenangan pihak
perguruan tinggi. Dalam arti bahwa
pihak perguruan tinggi kemudian

bersangkutan karena sudah punya

jalinan kerja sama dengan pihakpihak industri tertentu. Dengan
demikian masyarakat berharap
calon nrahasiswa yang dimasukkan
di Perguruan Tinggi tersebut akan
cepat mendapatkan peke rj aan

karena memang punya keah lian
dan berpengalaman.

Alternatif III: Reformasi sistem
pendidikan tinggi. Pengaruh eksternalitasnya:

I

2

Masyarakat yang merasa terpenuhi

aspirasinya rnelalui penyusunan
kurikulum lokal dalarn program
studi yang diminati akan
berdampak pada ajakan kepada
teman, kenalarr dan saudara untuk

memasuki Perguruan Tinggi
tersebut.

Alternatif II:

statusnya baik.
Masyarakat industritidak perlu lagi

akan terjadi kekurangan tenaga
kerj a sarjana yang menguasai
bidang sains dan teknologi.

menyusun kurikulumlokal

2

Masyarakat akan lebih pandaipandai Perguruan Tinggi yang

benar-benar berkualias dan

akan dengan sekehendak hatinya
karena tidak ada atau kurangnya
kontrol dari pemerintah.

Masyarakat luas akan lebih
mempercayai kualitas lulusan
Perguruan Tinggi yang akan

5.4.

Kendala dan Kelayakan Politis

Alternatif I: Memberikan otonorni
yang lebih besar pada perguruan tinggi
dalam menyusun kurikulum program
studi yang ditawarkan.
Kendola:

Dengan pemberian porsi atau
persentase yang besar pada penyusunan

Kuriku lum Lokal perguruan Tinggi

Menyelenggarakan
co-op education melalui kerjasma industri

setempat pada akhirnya terbentur pada

dengan sebagian Perguruan Tirrggi.

pengajarnya. Hal ini terutama dihadapi
oleh PTS-PTS yang mayoritas dodendosennya masilr muda sehingga belum
berpengalaman, dan akibatnya mereka ini
masih mengandalkan dosen-dosen pada

Pengarulr eksternal itasnya adalah:

I

Dengan kegiatan

ini

maka

nrasvarakat bisa ikut merasakan
manfaatnya karena mahasiswa
yang ikut dalam kegiatan tersebut

kenrudian jugu

rnern bagi

kendala tentang kapabilitas staf

universitas pembina.

ketrampilan yang mereka peroleh,

Kelayakan politis:

kepada pernuda-pemuda di

Dengan pemberian otonomi yang
lebih besar. segenap civitas akadernika

I

ingkungan tempat tinggalnya.

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

129

dituntut untuk lebih meningkatkan
kernampuan selringga pada akhirnya nanti

bisa benar-benar mandiri tidak perlu lagi
intervensi dari pemerintah.
Alternatif II: Menyelenggarakan

co-op cducutior m elalu i kerjasama
industri dengan sebagian Pergu ruan
Tinggi.
Kendala:

I

Dilihat dari pihak pemilik industri,
untuk menyelenggarakan kegiatan
ini rnaka d iperlukan tenaga-tenaga
ahli yang benar-benar menguasai
bidang industri kerana akan

yang d ipromosikan

kepada
mahasiswa-malrasiswa di perguruan tinggi.
Dilihat dari pihak perguruan tinggi
akan diperlukan dosen pembimbing yang rnenguasai bidangbidang industri tersebut selain itu

juga mempunyai waktu

luan g

untuk bisa mengikuti kegiatan
malrasiswa tersebut.
Kelayakan

I

politis

Pendidikan Tinggi

Kendala:
Dengan menyeimbangkan jum lah
bidang sains dan teknologi dengan bidang
sosial/humaniora rnaka untuk tahun-talrun

yang akan datang jurnlah penerirnaan
mahasiswa bidang sosial harus dibatasi.
I

.

Kelayakan politis:

Karena masalah pengangguran
terdidik apabila tidak segera ditanggulangi

akan mengakibatkan keresahan sosial,
yang pada akhirnya akan berdampak pada
kestabilian politik maka keb ij aka n

reformasi ini dipandang tepat dan perlu
segera direalisir sehingga sepen u hnya
mendapat dukungan dari elit pemerintalr
untuk mewujudkannya.

Rekomendasi Kebijakan

6.1. Kriteria

Usulan

Alternatif

Agar penilaian dapat dilakukarr
alternatif

pemerintah, seperti IPTN, PT Inti

kebijakan yang diusulkan, maka dipakai
beberapa kriteria penilaian. Hal ini perlu
dilakukan sehingga nantinya alternatif
yang di laksanakan adalah alternatifyang
mencapai nilai terbaik dari berbagai
kriteria yang telah ditetapkan.
Adapun kriteria yang digunakan
untuk melakukan penilaian terhadap
masing-masing alternatif adalah sebagai
berikut:

dan BUMN

u)

Dengan kegiatut co-op educalion

ini rnaka akan memberi nilai
tambah pada rnahasiswa dalam
upaya memasuki pasar kerj a
perhatikan.
Untuk bidang-bidang industri

rrilik

la in nya sebaiknya
memberi kemudahan-kemudahan
bagi kegiatan-kegiatan kerja sama

seperti itu. Dalarn hal ini tidak perlLr

menggunakan perizinan yang
menyu litkan dan kemudahan
meminjam fasilitas apabila
diperlukan.

130

Reformasi Sisterr

secara obyektif terhadap ketiga

seh ingga pihak industri dan
pern e ritah akan lebih rnem-

2

III:

Bisa dibuat perbandingan penerimaan 3:

menyangkut nama baik perusahaan

2

Alternatif

Technical.feasibility

Kemampuan alternatif kebijakan
yang dikemukakan dalam rnemecahkan
masalah secara teknis.

b)

Economic and Financial

possibilitv
Pen ila ia

n

terhadap alternatif

IDEA EDISI 06 TAHUN 1420 H / 1999 M

kebijakan secara ekorromis

c)

kepada masing-masing a lternatif yang
diusulkan diberikan nilai dengan weight
ing atau pembobotan sebagai berikut :
a. Nilai I : tidak memadai
b. Nilai 2: kurang memadai
c. Nilai 3: cukup memadai
d. Nilai 4: rnemadai
Dari perhitungan yang d ilakukan,

Pol ical viubility

Kriteria yang di gunakan untuk
rnelihat resiko politis yang ditirnbulkan
oleh rnasing-masing alternatif
kebijakan.

d)

Adntinislraliveoperatebility

ana
dapat
.
laksanakan secara administrasr.
Kr i teria

u

ntu k rne

r

i

hat sejau hrn

masing-tnasing alternatif
d

i

e)

Legal viability
Kr

lil:il

il:Jjfl ffi'jj"i:?:]"ii"T #;:?

nilai alternatifyang tertinggi.

6.2. DeskripsiAlternatifTerpilih
Dengan memakai pedoma