BAB IV PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN
A. Peranan Sektor Pertanian dalam Kerangka Analisis
Menurut analisis klasik dari Kuznets 1964, pertanian di LDCs dapat dilihat sebagai suatu sector ekonomi yang sangat potensial dalam empat 4 bentuk kontribusinya terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu : 1. Ekspansi sector-sektor ekonomi lain sangat tergantung pada produk-produk dari sector
pertanian, bukan saja untuk suatu kelangsungan pertumbuhan suplai makanan mengikuti pertumbuhan penduduk, melainkan untuk penyediaan bahan baku yang digunakan oleh
sector industry manufaktur, seperti industry tekstil, industry barang-barang dari kulit, dan industry makanan dan minuman. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.
2. Karena bias agraris yang sangat kuat dari ekonomi selama tahap awal proses pembangunan ekonomi, populasi di sector pertanian pedesaan membentuk suatu
proporsi yang sangat besar dalam pasar domestic untuk produk-produk dari industry dalam negeri, termasuk pasar untuk barang-barang produsen maupun barang-barang
konsumsi. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.
3. Karena pentingnya pertanian secara relative menurun dengan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, sector ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk investasi di
dalam ekonomi. Jadi pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus capital dari pertanian ke sector-sektor non pertanian. Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor
produksi.
4. Sektor pertanian mampu berperan sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran sumber devisa, baik lewat ekspor hasil-hasil
pertanian atau dengan ekspansi produksi dari komoditi-komoditi pertanian yang menggantikan impor substitusi impor. Ini bisa disebut kontribusi devisa.
B. Nilai tukar Petani NTP
Pengertian nilai tukar petani terms of trade adalah nilai tukar suatu barang dengan barang lain atau suatu rasio harga nominal atau indeks dari dua barang yang berbeda.
Contoh dari nilai tukar: Ada dua jenis barang, A dan B, dengan harga masing-masing PA = 10 dan PB = 20. Dengan demikian nilai tukar barang A terhadap barang B adalah rasio
PAPB x 100 = ½. Rasio ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan ½ unit B harus ditukar dengan 1 unit A atau 1 unit B ditukar dengan 2 unit A.
Rasio ini dapat diartikan juga sebagai berikut. Di dalam suatu ekonomi dengan sumber daya alam SDA, sumber daya manusia, modal, teknologi, energy, dan input-input produksi
lainnya yang ada tetap tidak berubah, biaya alternative opportunity cost membuat 12 unit B adalah harus mengorbankan tidak membuat 1 unit A. Semakin kuat posisi tawar barang A
misalnya PA naik dengan laju lebih tinggi daripada kenaikan PB, semakin tinggi nilai rasio tersebut dan sebaliknya.
Sedangkan pengertian nilai tukar petani NTP yang lain dapat diartikan sebagai rasio antara indeks harga yang diterima petani , yakni indeks harga jual outputnya terhadap indeks
harga yang dibayar petani, yakni indeks harga input-input yang digunakan untuk bertani, misalnya pupuk.
C. Penyebab Lemahnya Nilai Tambah Petani NTP
Penyebab lemahnya nilai tambah petani NTP dapat dilihat dari dua 2 sisi faktor penyebab, yaitu :
1. Perubahan dari sisi IT Misalnya: Komoditas beras dan jeruk berbeda dalam pola persaingannya. Di
Indonesia, petani beras di dalam negeri mengalami persaingan yang sangat ketat termasuk dengan beras impor. Karena beras merupakan makanan pokok masyarakat
Indonesia, yang artinya selalu ada permintaan dalam jumlah yang besar, maka semua petani berusaha untuk menanam padi atau memproduksi beras saja. Hal ini membuat
harga beras di pasar domestic cenderung menurun hingga pada titik equilibrium jangka panjang sama dengan biaya marjinal atau sama dengan biaya rata-rata per unit output.
Ini artinya IT akan sama dengan IB dan berarti keuntungan petani nol. Sedangkan jeruk bukan merupakan bahan kebutuhan pokok sepenting beras sehingga walaupun
harganya naik, tidak semua petani ingin menanam jeruk. Jadi jelas diversifikasi output di sector pertanian sangat menentukan baik tidaknya NTP di Indonesia.
Selain itu, karena beras adalah makanan pokok, maka permintaan beras lebih dipengaruhi oleh jumlah manusia dan pendapatan masyarakat pembeli bukan oleh
harga. Oleh karena itu , permintaan beras tidak elastic. Akibatnya jika penawaran beras terlalu besar pada saat musim panen, sementara permintaan relative sama atau
berkembang dengan laju yang tidak terlalu tinggi, maka harga beras bisa jatuh drastis.
2. Perubahan dari sisi IB, faktor utama adalah harga pupuk yang bagi banyak petani padi terlalu mahal. Hal ini tidak terlalu disebabkan oleh volume produksi atau suplai pupuk
termasuk pupuk impor di dalam negeri yang terbatas, tetapi oleh adanya distorsi di dalam system pendistribusiannya. Harga pupuk yang mahal bisa juga merupakan salah
satu instrument pemerintah untuk mengalihkan surplus di sector pertanian ke sector industry, seperti yang dikutip dari Colman dan Nixson 1994,
“The surplus could be extracted trough the following means:… By turning the terms of trade against agriculture, thus farmes forcing to pay more for domestically produced
manufactured inputs and to receive less for their produce than would otherwise be the case hal.210.
Di dalam studi mereka dijelaskan bahwa tingginya harga input untuk pertanian misalnya pupuk dikarenakan pemerintah menerapkan tariff impor untuk melindungi
industry pupuk dalam negeri. Selain itu, belakangan ini naiknya harga bahan bakar minyak BBM dan tariff listrik juga mempunyai suatu kontribusi yang besar terhadap
peningkatan biaya produksi petani, sementara harga gabah atau beras di pasar bebas rendah.
D. Investasi di Sektor Pertanian