DEMOKRATISASI THAILAND (Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand)

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki sejarah tidak pernah dijajah, Siam1 berdiri dengan mengusung sistem monarki absolut. Pada tahun 1932, sejarah kerajaan Ayuthaya Thailand berakhir karena dipengaruhi oleh proses kolonialisasi barat di negara-negara Indocina lainnya selain Thailand. Walaupun Thailand tidak pernah mengalami penjajahan oleh negara-negara barat, namun penjajahan yang terjadi terhadap negara-negara di sekitar Thailand, khususnya Indocina dan kolonialisasi di Asia Tenggara secara umum mempengaruhi pembentukan wacana untuk menerapkan sistem pemerintahan modern di Thailand yang secara tidak langsung memunculkan momentum kudeta untuk menjatuhkan pemerintahan monarki absolut dan menetapkan konstitusi demokrasi sebagai sistem pemerintahan.2

Kudeta pertama ini dipelopori oleh kaum militer dan sipil yang didorong kuat oleh rasa ketidakpuasan rakyat atas proses penyelenggaraan negara dibawah kekuasaan Dinasti Chakri yang notabene telah melakukan reformasi besar-besaran di sektor keuangan dan administrasi yang justru menghadirkan dominasi dan kekuasaan negara beserta perangkat state aparatus-nya atas rakyat Thailand. Keadaan ini menyulut aksi kelompok militer Thailand yang mengatasnamakan ketidakpuasan

1

Nama awal sebelum berganti menjadi Thailand pada 11 Mei 1949 (www.siam.com) di akses 4 Oktober 2012

2

R. Siti Zuhro,1995, “Kepemimpinan Politik Baru, Civil Society dan Demokratisasi di Thailand” dalam Analisis CSIS, 1995-3, hal 234.


(2)

masyarakat sipil untuk melakukan gerakan perlawanan meruntuhkan rezim yang berkuasa yang disebut dengan kudeta.3

Pasca terjadinya kudeta pertama, dibentuklah pemerintahan baru dengan mengusung sistem pemerintahan monarki konstitusional dengan struktur pemerintahan didalamnya didominasi oleh kelompok militer.4 Dalam perjalanan pemerintahannya, pemerintahan awal yang dibentuk pasca kudeta hanyalah menghasilkan perang kepentingan politik di kalangan kaum elit birokrat semata karena roda pemerintahan Thailand dikuasai oleh kalangan militer, terutama Angkatan Darat. Perebutan kekuasaan dengan jalan kudeta pun mewarnai dinamika politik di Thailand.

Sejarah pemerintahan Thailand mencatat, telah terjadi aksi kudeta militer sebanyak 23 kali,5 terhadap pemerintahan yang dianggap korup dan tidak berjalan sesuai keinginan kelompok militer. Kajian-kajian tentang demokrasi menjelaskan, militer tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam urusan politik (sipil). Keterlibatan militer dalam ranah sipil membuat militer menjadi tidak terspesialisasi (tidak profesional). Berperannya militer dalam ranah politik sipil ini dikenal dengan istilah pretorianisme,6 pretorianisme sendiri telah melekat erat dan menjadi tradisi pada

3

Lihat Kevin Hewison, 1997, Political Change in Thailand: Democracy and Participation,

Routledge, London, hal 11; Lihat pula R. Siti Zuhro, Kepemimpinan Politik Baru, Civil Society dan Demokrasi di Thailand, dalam Analisis CSIS, 1995-3, hal. 234

4

Dalam sistem pemerintah Thailand, secara konstitusional raja merupakan kepala negara. kedudukan raja sebagai kepala negara tidak bersifat politis, namun lebih sebagai simbol budaya dan agama. Pasca runtuhnya dinasti monarki Chakri, Thailand tetap mempertahankan sistem monarkinya dengan raja sebagai kepala negara saja yang berfungsi sebagai pemersatu dan menjaga kebudayaan Thailand. Untuk pemegang urusan kepemerintahan ditunjuk seorang perdana menteri melalui Pemilihan umum. Dengan begitu, walaupun sistem monarki masih dipertahankan namun tetap ada pembatasan kekuasaan seorang raja, dalam arti kekuasaan raja tidaklah bersifat absolut. Baca, Neil Schlager and Jayne Weisblatt, World Encyclopedia of Political Systems and Parties, hal 1379

5

Ludiro Madu, S.IP, M.Si., 2003, Keajaiban Thailand: Analisis Deskriptif Tentang Asal-Usul dan Pemulihan Krisis Ekonomi, JP Press, Surabaya, hal 149

6

Pretorianisme adalah militer yang keahlian dan pengetahuannya tidak terspesialisasikan sehingga cenderung melakukan intervensi pada pemerintahan sebagai wujud pengabdian kepada bangsa dan negara dengan bentuk dominasi kelompok. Lihat, Dra. Junita S. Ginting, Pretorian dalam

Perkembangan Politik Negara Berkembang


(3)

pemerintahan di Thailand. Setidaknya hal tersebut ditunjukan dengan peristiwa kudeta yang terakhir terjadi Thailand pada tahun 2006, ketika militer Thailand menurunkan rezim pemerintahan Thaksin Sinawatra yang sempat menimbulkan perpecahan dan krisis politik di Thailand.

Menurut Giles Ji Ungpakorn dalam bukunya menjelaskan, kudeta militer terhadap pemerintahan Thaksin ternyata mendapat restu dari kerajaan.7 Militer dibawah Jenderal Sonthi Boyoratkalin mendapat dukungan dari raja Bhumibol, karena gerakan oposisi memang secara terang-terangan menyerukan “Kekuasaan di kembalikan pada Raja”, untuk selanjutnya Raja-lah yang menunjuk pemerintahan baru berdasarkan Pasal 7 UUD 1997 milik Thailand. Sehingga kudeta terhadap Thaksin yang dilakukan oleh Sonthi di anggap Raja sebagai cara yang tepat untuk menurunkan rezim berkuasa dan selanjutnya Raja akan menunjuk rezim baru untuk melanjutkan pemerintahan.

Sangat tidak bisa di pungkiri peran Raja sebagai simbol monarki di Thailand sangatlah kuat walaupun secara konstitusional sudah tidak lagi absolut. Walaupun kekuasaan Bhumibol secara konstitusional bersifat simbolik, namun karena budaya masyarakat Thailand bersifat patron-Client,dimana raja sebagai simbol budaya dan agama berposisi menjadi sangat sakral dan segala keputusan raja menjadi terlegitimasi. Hal inilah yang membuat posisi raja menjadi sangat berpengaruh.

Sebagai kunci utama, Raja memiliki kekuatan mutlak yang patut dipatuhi segala yang dikatakannya, sekali lagi bukti demokratisasi di Thailand memang masih sekedar embrio yang memang menunggu momen yang tepat untuk pecah menjadi demokrasi yang matang sesuai sistem yang ada di Thailand. Pelaksanaan demokrasi memang bukanlah hanya sekedar pemilihan wakil rakyat di pemerintahan saja,

7

Lihat ulasan mengenai kudeta terhadap Thaksin dalam Giles Ji Ungpakorn, 2007, A coup for the Rich


(4)

masih banyak aspek-aspek penunjang yang harus dipenuhi untuk dapat berjalan dengan baik seperti adanya kebebasan dalam memberikan kritik kepada pemerintah jika terjadi kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan undang-undang negara sebagai wujud kontrol terhadap pemerintahan.

Giles Ji Ungpakorn memandang, Thailand dibawah pemerintahan Thaksin telah menunjukan perkembangan ke arah demokrasi yang lebih baik dari pemerintahan sebelumnya dengan demokratisasi yang dilakukan oleh Thaksin. Namun peristiwa kudeta terakhir di Thailand menimbulkan pandangan skeptis terhadap perkembangan demokratisasi di Thailand.

Melalui skripsi ini penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai perkembangan dan dinamika demokrasi yang terjadi di Thailand secara lebih mendalam. Penulis memberi judul pada penelitian ini dengan:


(5)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menjelaskan demokratisasi yang terjadi di Thailand pada masa pemerintahan Thaksin Shinawatra dengan rumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah dinamika dan proses demokrasi di Thailand?”

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1. TUJUAN PENELITIAN

Penulisan ini dibuat dengan harapan agar dapat memberikan penjelasan mengenai demokratisasi di Thailand, dimana sering terjadi kudeta dan intervensi militer dalam pemerintahan serta perkembangan transisi demokrasi khususnya pasca krisis ekonomi 1997.

1.3.2. MANFAAT PENELITIAN

A. MANFAAT PRAKTIS

Dapat membantu memberikan wawasan serta pengetahuan bagi mahasiswa dan mahasiswi yang membaca penelitian ini, mengenai demokratisasi yang terjadi di Thailand serta sejarah panjang politik Thailand.

B. MANFAAT AKADEMIS

Secara teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan studi Ilmu Hubungan Internasional, khususnya kajian demokratisasi. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding dalam meneliti demokratisasi negara lain.

1.4. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian terdahulu sebagai bahan pertimbangan dan penulisan ini, yang berkaitan dengan demokratisasi di Thailand, yaitu penelitian milik R. Siti Zuhro pada tahun 1995, “Kepemimpinan Politik Baru, Civil Society dan Demokratisasi di


(6)

Thailand” yang dalam penelitinya menjelaskan bagaimana perubahan sistem pemerintahan Thailand yang berawal dari monarki absolut lalu berubah menjadi konstitusi demokrasi akibat reformasi oleh gabungan kelompok militer dan kaum sipil8, perjalanan politik Thailand di bawah kepemimpinan militer hingga tumbangnya junta militer tersebut pada 1992. Di jelaskan pula bagaimana kekuatan civil society menjadi penentu utama keberadaan pro-demokrasi di negara tersebut dan analisis mengenai sebuah kepemimpinan baru pasca perubahan sistem pemerintahan yang lebih demokrasi dari sebelumnya justru akan memunculkan tantangan baru, bagaimana sebuah negara pro-demokrasi baru dalam menentukan kepemimpinannya untuk mengawali sebuah perubahan di tengah-tengah kekhawatiran akan kemungkinan kembali terjadinya kudeta yang sering terjadi pada rezim junta militer.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian penulis disini, yaitu menganalisa demokratisasi Thailand, sedangkan perbedaannya adalah penulis disini menganalisa dinamika demokrasi yang terjadi pada tahun 1997 hingga 2011, yang bisa dikatakan sebagai lanjutan dari penelitian di atas yang dibuat 1995 dengan titik berat kepemimpinan baru pasca pergantian sistem monarki.

Pembanding yang kedua adalah skripsi yang berjudul “Perbandingan Demokratisasi Vietnam dan China (Efek Doi-Moi Vietnam 1987 dan Reformasi Ekonomi China 1978)”9

, yang mana menjelaskan aspek demokratisasi oleh rakyat di lihat dari tingkat legitimasinya terhadap pemerintahan yang basicly menganut sistem

8

Pada tahun 1932 kelompok militer dan kaum sipil bergabung menggulingkan monarki absolut dan menetapkan konstitusi demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Tapi naiknya kelompok militer dan sipil pada taun 1932 tak membuat konstitusi demokrasi yang dibentuk berjalan baik, karena revolusi 1932 itu membatasi kepentingan publik dan kaum revolusioner pun enggan menyerahkan kekuasaan sepenuhnya pada rakyat.

9 Helmia, S.IP., Skripsi. “

Perbandingan Demokratisasi Vietnam dan China (Efek Doi-Moi Vietnam 1987 dan Reformasi Ekonomi China 1978)” Hubungan Internasional – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu


(7)

authoritarian, baik Vietnam maupun China, kedua negara tersebut jelas dipimpin oleh rezim authoritarian, namun mereka mampu mendapat kepercayaan dari rakyat karena mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berbanding lurus dengan meningkatnya kesejahteraan rakyatnya, sehingga rakyat pun seakan tidak lagi memperdulikan sistem pemerintahan yang digunakan. Strategi politik dalam negeri yang cukup baik, mengingat saat itu negara-negara barat sedang gencar-gencarnya meneriakkan demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang mampu membawa perbaikan nasib rakyat karena adanya suara rakyat dalam pemerintahan. Kenyataannya di Vietnam dan China, legitimasi rakyat terhadap pemerintahan yang ada dapat diperoleh dari sebuah kesejahteraan secara merata yang berhasil diwujudkan rezim berkuasa.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penulis, dimana sama-sama membahas demokratisasi, namun perbedaannya adalah penulis hanya meneliti pada satu negara dan tidak terfokus pada aspek ekonomi saja, melainkan ada pula aspek lainnya seperti hukum, sosial dan konflik yang terjadi di Thailand.


(8)

TABEL 1.1 POSISI PENELITIAN

NO JUDUL DAN NAMA

PENELITI JENIS PENELITIAN DAN ALAT ANALISA HASIL

1 Artikel:

“Kepemimpinan Politik Baru, Civil Society dan Demokratisasi di Thailand”

Oleh: R. Siti Zuhro

Deskriptif

Pendekatan: Civil Society, Demokratisasi

Terjadinya perubahan sistem dari monarki absolut menjadi

monarki konstitusional

membawa tantangan baru yaitu sosok pemimpin yang ideal dengan sistem demokrasi yang baru di bentuk.

2 Skripsi:

Perbandingan Demokratisasi Vietnam dan China (Efek Doi-Moi Vietnam 1987 dan Reformasi Ekonomi China 1978)

Oleh: Helmia Asyathri

Eksplanatif

Pendekatan: Demokrasi, Pembangunan

Ekonomi

Sebagai negara authoritarian, Vietnam dan China tidak

menutup mata akan

kesejahteraan dan kemerataan ekonomi di negaranya, yang mana kedua aspek tersebut termasuk aspek pendukung demokrasi di bidang ekonomi.

3 Skripsi :

Demokratisasi Thailand: Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand

Oleh: Reza Wirananto

Deskriptif Pendekatan:

Demokrasi, Kudeta dan Pretorianisme

Dinamika demokratisasi di Thailand sejak tahun 1997 sampai tahun 2010 yang masih di dominasi oleh intervensi militer, sehingga dapat diketahui posisi militer di Thailand.


(9)

1.5 LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL

Untuk membantu penulis dalam menggambarkan fenomena yang akan dibahas, maka diperlukan suatu konsep10 untuk menyusun argumen dasar yang tepat serta sebagai kerangka pemikiran yang akan membantu penulis untuk lebih fokus terhadap analisa fenomena tersebut yang terdiri dari:

1.5.1. Demokrasi

Berbicara mengenai teori demokrasi, banyak sekali macam-macam definisi-nya sesuai dengan perkembangannya dari tahun ke tahun yang di mulai pada abad ke-18. Di awali pada tahun 1942 dengan teori demokrasi klasik menurut Joseph Schumpeter, yang mendefinisikan demokrasi dengan istilah-istilah “kehendak rakyat [the will of the people]” (sumber) dan “kebaikan bersama [the common good]” (tujuan) yang kemudian berubah menjadi “metode demokratis” yang artinya “adalah prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang didalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangka memperoleh suara rakyat.11”

Kemudian, Robert Dahl muncul dengan argumennya sendiri yang menyatakan bahwa demokrasi mengandung dua dimensi yaitu kontes dan partisipasi, dan menjelaskan bahwa demokrasi mengimplikasikan adanya kebebasan sipil dan politik, yaitu kebebasan untuk berbicara, menerbitkan, berkumpul, dan berorganisasi, yang dibutuhkan bagi perdebatan politik dan pelaksanaan kampanye-kampanye pemilihan itu.12 Di sisi lain Seymor Martin Lipset beragumen bahwa proses demokrasi di dorong oleh modernisasi sosial-ekonomi, demokratisasi di pandang

10

Konsep adalah suatu absstraksi yang mewakili suatu objek, sifat suatu objek atau fenomena tertentu. Konsep adalah sebuah kata yang melambangkan suatu gagasan. Dalam Mochtar Mas’oed,

Ilmu Hubungan Internasional ; Disiplin dan Metodologi (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES. 1994) hal 93 11

Samuel P. Huntington, 1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hal 4-5.

12


(10)

sebagai tujuan dalam sebuah continuum suatu proses sosial-ekonomi.13 Sedangkan menurut Fukuyama dalam teorinya berjudul “End of History” mendefiniskan demokrasi sebagai suatu bentuk akhir dari sebuah pemerintahan yang berdasarkan rakyat dengan mencampurkan unsur liberalisme di dalamnya.

Berbicara mengenai demokrasi setidaknya kita harus mengenal dua pendekatan utama yang lazim digunakan dalam memahami demokrasi itu sendiri, yaitu14:

1. Demokrasi Prosedural adalah berdasarkan gagasan Joseph Schumpeter bahwa demokrasi sebagai metode politik.

2. Demokrasi Substantif adalah mengukur demokrasi secara maksimal dengan memasukkan dimensi non-politik seperti sosial, ekonomi dan budaya.

Sedangkan untuk menilai sebuah sistem itu demokratis atau tidak, terdapat beberapa parameter tertentu yang dapat membantu kita menilai, seperti15; Kontrol terhadap negara, dimana keputusan-keputusannya dan alokasi-alokasi sumber daya dilakukan secara faktual dan teoritik terhadap para pejabat publik yang terpilih; Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional oleh kekuasaan otonom institusi-institusi pemerintahan lain (seperti peradilan yang independen); Hasil pemilu tidak bisa diprediksi, suara oposisi yang signifikan dan peluang bagi setiap partai untuk memerintah, mengakui hak kelompok yang tunduk pada prinsip-prinsip konstitusionalisme untuk membentuk partai dan mengikuti pemilu; Tidak melarang kelompok-kelompok minoritas kultural, etnis, agama dan lainnya untuk mengungkapkan kepentingannya dalam proses politik; Di luar pemilu dan partai, warga negara mempunyai berbagai saluran artikulasi dan representasi kepentingan

13

Ludiro Madu, S.IP, M.Si., 2003, Keajaiban Thailand: Analisis Deskriptif Tentang Asal-Usul dan Pemulihan Krisis Ekonomi, JP Press, Surabaya, hal 2.

14

Dr. Suyatno, M.Si, 2008, Menjelajah Demokrasi, Humaniora, Bandung,hal 38-40. 15

Ibid., hal 47-48. Ukuran ini juga digunakan oleh lembaga Freedom House untuk mengukur demokrasi negara-negara di dunia.


(11)

dan nilai, termasuk membentuk dan bergabung dengan beragam asosiasi dan gerakan independen; Menyediakan sumber-sumber informasi alternatif agar setiap warga negara memiliki akses yang tidak terkekang secara politik; Setiap warga negara memiliki kedaulatan yang setara di hadapan hukum; Kebebasan individu dan kelompok dilindungi secara efektif oleh sebuah peradilan yang independen dan tidak diskriminatif yang keputusannya ditegakkan dan dihormati oleh pusat-pusat kekuasaan lainnya; The rule of law melindungi warga negara terhadap penahanan yang tidak sah, pengucilan, teror, penyiksaan dan campur tangan yang tidak sepantasnya dalam kehidupan pribadi, baik oleh negara maupun kekuatan terorganisir non-negara dan anti-negara.

Selain parameter, terdapat pula prinsip-prinsip demokrasi yaitu16; Adanya pembagian kekuasaan dalam negara, dapat mengacu pada pendapat John Locke mengenai trias politica; Pemilihan umum yang bebas dimana kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Kedaulatan tersebut menjadi aspirasi seluruh rakyat melalui wakil-wakil rakyat dalam lembaga legislatif; Manajemen yang terbuka ditujukan untuk mencegah terciptanya negara yang kaku dan otoriter, sehingga rakyat perlu diikutsertakan dalam menilai pemerintahan; Kebebasan Individu, dimana negaraa harus menjamin kebebasan warga negara dalam berbagai bidang misalnya, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan berusaha dan sebagainya. Namun kebebasan tersebut harus dijam in undang-undang yang tidak merugikan kepentingan orang lain; Peradilan yang bebas, dimana melalui pembagian kekuasaan, lembaga yudikatif memiliki kebebasan dalam menjalankan perannya. Dalam praktik kenegaraan, hukum berada dalm kedudukan tertinggi dan tidak dapat dipengaruhi

16

Menurut Inu Kencana Syafiie dalam http://budisma.web.id/prinsip-prinsip-demokrasi.html diakses 2 Juli 2013.


(12)

lembaga negara yang lain; Pengakuan hak minoritas, setiap negara memiliki keanekaragaman masyarakat yang dapat dilihat dari suku, agama, ras maupun golongan. Keberagaman menciptakan adanya kelompok mayoritas dan minoritas, dimana keduan kelompok memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara, untuk itu negara wajib melindungi warga negara tanpa membeda-bedakan satu sama lain; Pemerintahan yang berdasarkan hukum, hukum memiliki kedudukan tertinggi sehingga hukum menjadi instrumen untuk mengatur kehidupan negara, dengan demikian negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan; Supremasi Hukum, dimana penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh pemerintahan dan rakyat, sehingga tidak terdapat kesewenang-wenangan yang bisa dilakukan atas nama hukum, sehingga pemerintahan harus didasari oleh hukum yang berpihak pada keadilan; Pers yang bebas, dimana dalam sebuah negara demokrasi, kehidupan dan kebebasan pers harus dijamin oleh negara. Pers harus bebas menyuarakan hati nuraninya terhadap pemerintahan maupun diri seorang pejabat; Partai Politik, parpol menjadi wadah bagi warga negara untuk menyalurkan aspirasi politiknya.

Tidak hanya parameter, demokrasi juga mempunyai tahapan-tahapan khusus dalam proses perkembangannya menuju demokrasi yang penuh (fully democracy) yaitu:

1. Liberalisasi, yang mana dibutuhkan sebuah kebijakan yang heterogen dengan perubahan sosial, seperti pengendoran kontrol terhadap pers, pelonggaran ruang bagi organisasi aktivitas-aktivitas kelas pekerja yang lebih otonom, memperkenalkan jaminan-jaminan perlindungan hukum bagi individu-individu semacam habeas corpus, pembebasan tahanan politik, terbukanya peluang


(13)

bagi kepulangan para pelarian dari luar negeri, dan yang sangat penting yaitu adanya toleransi terhadap oposisi.17

2. Transisi, merupakan titik awal atau selang waktu antara rezim otoriter dan rezim demokratis. Masa transisi mulai bergulir atau dimulai dari ambruknya rezim otoriter lama yang kemudian diikuti atau berakhir dengan pengesahan (instalasi) lembaga-lembaga politik dan aturan politik baru di bawah payung demokrasi.18

3. Konsolidasi, adalah bentuk pemantapan rezim otoriter baru dan instalasi demokrasi, dalam hal ini, rezim demokratis yang baru dilembagakan dan dikonsolidasikan. Konsolidasi merupakan sebuah proses yang mengurangi kemungkinan pembalikan demokratisasi. Konsolidasi demokrasi mencakup stabilisasi, rutinisasi, institusionalisasi dan atau legitimasi terhadap bentuk-bentuk perilaku yang relevan secara politik.19

Linz dan Stephan menjelaskan lima arena utama untuk melakukan konsolidasi demokrasi modern yaitu: (1). Masyarakat sipil (civil society); (2) Masyarakat politik (political society); (3) Supremasi hukum (rule of law); (4) Aparatus negara (state apparatus); (5) Masyarakat ekonomi (economic society)20

Konsep demokrasi ini dibutuhkan dalam membantu menentukan jenis dan pendekatan demokrasi yang terjadi di Thailand, didukung pula dengan parameter-parameter dalam menentukan seberapa jauh demokrasi telah ditempuh oleh Thailand dan ada pula tahapan-tahapan dalam membangun sebuah demokrasi secara penuh.

17

Ibid., hal 117-118 18

Ibid., hal 118-119 19

Ibid., hal 119-121 20

Juan J. Linz dan Alfred Stephen, 1996, Problems of Democratic Transition and Consolidation: Southern Europe, South America, and Post-Communist Europe, The Johns Hopkins University Press, Baltimore and London, hal 14.


(14)

Faktanya, sesuai dengan teori Seymor Martin Lipset, demokrasi Thailand merupakan hasil dari modernisasi sosial-ekonomi pasca krisis ekonomi 1997, yang mana saat ini lebih cenderung mengarah pada demokrasi substansial dengan didukung perekonomian yang bebas dan berkembang, kebebasan sosial seperti, kebebasan pers, berserikat dan berbicara, walaupun dalam tataran tertentu masih dilarangnya pembicaraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sang Raja. Kebebasan pemilu dan pihak oposisi juga masih dalam kondisi baik. Hanya saja dalam tahapan demokrasi, Thailand masih dalam tahap konsolidasi dengan permasalahan posisi state aparatus dalam hal ini militer yang masih dalam kondisi rawan memasuki arena politik dengan seringnya terjadi fenomena kudeta oleh pihak militer, dan posisi Raja dengan pengaruhnya yang kuat masih juga sering menentukan alur pemerintahan yang disahkan dalam konstitusi negara.

1.5.2. Demokratisasi

Demokratisasi bisa dikatakan sebagai pasangan sejati dari demokrasi, karena dimana ada kata demokrasi pasti akan terselip pula kata “demokratisasi”. Menurut Georg Sorensen, demokratisasi adalah suatu perubahan sebuah sistem politik dari nondemokratis menuju ke arah demokratis, yang merujuk kalimat berikut ini:

“..the process of democratization—the change of a political system from nondemocratic toward more democratic—can take place in different ways.”21

Sedangkan dalam pandangan Samuel Huntington, gelombang demokratisasi adalah sekelompok transisi dari rezim-rezim nondemokratis ke rezim-rezim demokratis, yang terjadi di dalam kurun waktu tertentu dan jumlahnya secara

21

Georg Sorensen, 2008, Democracy and Democratization: Processes and Prospects in a Changing World (Third Edition), Westview, Colorado, hal 15.


(15)

signifikan lebih banyak daripada transisi menuju ke arah sebaliknya.22 Sehingga dapat kita ambil kesimpulan dari dua definisi tersebut bahwa demokratisasi adalah sebuah proses terjadinya transisi dalam perubahan sistem politik menuju ke arah demokrasi.

Konsep ini digunakan sebagai pedoman dalam memahami makna dari demokratisasi, sehingga kita dapat menjelaskan dengan benar dan jelas apa itu demokratisasi. Thailand sudah beberapa sekali melalui tahap demokratisasi, yang pertama pada tahun 1932, dimana monarki absolut di jatuhkan oleh kaum revolusioner dan yang kedua pada 1997 yang disebut sebagai demokratisasi pasca kejatuhan ekonomi Thailand akibat krisis yang melanda negara tersebut yang masih berlangsung hingga saat ini.

1.5.3. Kudeta & Pretorianisme

Kudeta adalah sebuah gerakan penyusupan kecil ke dalam sebuah sistem pemerintahan yang sedang genting untuk melakukan pergantian pemerintahan dari rezim yang sedang berkuasa.23

Sedangkan, Pretorianisme adalah militer yang keahlian dan pengetahuannya tidak terspesialisasikan sehingga cenderung melakukan intervensi pada pemerintahan sebagai wujud pengabdian kepada bangsa dan negara dengan bentuk dominasi kelompok atau grup.

Pretorian bisa juga disebut campur tangan militer dalam politik. Pretorian dapat diklasifikasikan sebagai: 24

22

Samuel P. Huntington, 1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Pustaka UtamaGrafiti, Jakarta, hal 13.

23 Edward Luttwak, 1969, Coup d’Etat: A Practical Handbook, Alfred A. Knopf Inc, New York, hal 12.

24

Dra. Junita Setiana Ginting, 2003, Pretorian dalam Perkembangan Politik Negara Berkembang,

Fakultas Sastra-Universitas Sumatera Utara (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1698/1/sejarah-junita.pdf diakses 4 Oktober 2012)


(16)

1. Pretorian Moderator : Pretorian yang mengawasi jalannya pemerintahan pihak sipil, namun tidak menerima adanya supremasi sipil

2. Pretorian Pengawal : Pretorian yang menggulingkan pemerintahan sipil kemudian menjalankan pemerintahan baru dalam kurun waktu dua hingga empat tahun.

3. Pretorian Pemerintah : Pretorian yang menguasai pemerintahan dan mendominasi rejim tersebut.

Konsep ini digunakan untuk menjelaskan dua aspek di atas yang mana keduanya merupakan bagian negatif dari sebuah demokrasi. Kudeta dan pretorianisme saling terhubung, karena hampir semua kudeta dilakukan oleh kalangan militer, padahal dalam demokrasi militer haram hukumnya untuk masuk dalam politik terkecuali purnawirawan (anggota militer yang telah pensiun dari jabatannya) militer.

Thailand yang dikenal sebagai “negara 1001 kudeta” hingga saat ini masih sering diliputi kekhawatiran akan masuknya pihak militer dalam pemerintahan yang dianggap korup dan tidak sesuai dengan konstitusi sehingga memberikan semacam legitimasi untuk menghancurkan atau meruntuhkan pemerintahan tersebut dan membangun kembali sebuah pemerintahan baru melalui cara pretorian pengawal seperti yang terjadi pada kudeta 200625.

1.5.4. Hubungan Sipil-Militer

Dalam mewujudkan sistem politik yang demokratis perlu adanya penataan hubungan sipil-militer karena kontrol terhadap militer yang bertugas sebagai state apparatus sepenuhnya dipegang oleh pemerintahan sipil yang mengacu pada konsep

25

Setelah kejatuhan Thaksin Sinawatra dari pemerintahannya, militer membangun sebuah pemerintahan baru yang dipimpin oleh sipil yaitu Abhisit Vejajijva, namun pemerintahannya masih dalam pengawasan pihak militer.


(17)

supremasi sipil atas militer (civilian supremacy upon the military)26 . Samuel Huntington menjelaskan bahwa terdapat dua konsep yang menjelaskan bagaimana kontrol sipil itu dilakukan, yaitu27:

1. Subjective civilian control yaitu memaksimalkan kekuasaan sipil. Model ini diartikan terdapat upaya meminimalkan kekuasaan militer dan memaksimalkan kekuasaan kelompok-kelompok sipil.

2. Objective civilian control yaitu memaksimalkan profesionalisme militer. Model ini diartikan adanya pembagian kekuasaan politik antara kelompok militer dan kelompok sipil yang kondusif menuju perilaku profesional.

Menurut Hutington, penegakan paradigma supremasi sipil identik dengan adanya kontrol efektif dari sipil terhadap militer. Kesimpulan dari kontrol sipil objektif adalah adanya pengakuan otonomi militer profesional sedangkan kontrol sipil subjektif adalah pengingkaran sebuah independensi militer. Kontrol sipil objektif akan menghasilkan hubungan sipil-militer yang sehat dan lebih berpeluang menciptakan supremasi sipil, sebaliknya kontrol sipil subjektif akan membuat hubungan sipil-militer menjadi tidak sehat.

1.6 METODOLOGI PENELITIAN

1.6.1 METODE PENELITIAN

Pada penulisan ini, akan diterapkan jenis penelitian yang bersifat deskriptif. Penulis berusaha untuk menjelaskan dinamika dan proses demokrasi yang terjadi di Thailand.

26

Civilian supremacy bukanlah sekedar supremasi orang-orang sipil terhadap personel-personel militer karena prinsip ini menjunjung tinggi keputusan-keputusan politik dari the elected politicians

sebagai pelaksana dari asas kedaulatan rakyat. 27


(18)

1.6.2 JENIS DATA

Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang penulis dapat dari buku, majalah, artikel, internet serta surat kabar yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

1.6.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Penulis menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat studi pustaka untuk lebih mengakuratkan penelitian dari sisi keilmuan. Metode ini dilaksanakan dengan cara mencari data-data yang berkaitan dengan topik permasalahan yang diangkat melalui penelitian, yang bersumber dari buku, tulisan, artikel, dan berita baik media cetak maupun elektronik serta jurnal- jurnal yang ada.

1.6.4 TEKNIK ANALISA DATA

Analisis data dilakukan secara kualitatif analisis isi, yaitu analisis menggunakan penggambaran persoalan berdasarkan fakta-fakta yang ada kemudian menarik suatu kesimpulan. Angka statistik hanya digunakan sebagai data pendukung dari semua fakta yang hendak di jelaskan.

1.6.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

1.6.5.1 BATASAN WAKTU

Penelitian ini menjelaskan demokratisasi pada pemerintahan Thailand yang terjadi pada pasca krisis ekonomi (pada tahun 1997) hingga masa pemerintahan yang baru saja berakhir yaitu pada masa Abhisit Vejjajiva (pada tahun 2010).

1.6.5.2 BATASAN MATERI

Penelitian ini fokus pada penjelasan yang berkaitan dengan demokratisasi Thailand, seperti fenomena-fenomena politik yang terjadi dan transisi demokrasi pasca terjadinya krisis ekonomi 1997, perjalanan pemilu


(19)

Thailand, konflik Kaus Merah hingga akhir dari penelitian ini adalah menemukan peran dan posisi militer dalam pasang surut demokrasi Thailand.

1.7 ARGUMENTASI DASAR

Argumentasi dasar penulis dalam penelitian ini adalah seringnya terjadi kudeta militer dalam sejarah pemerintahan Thailand dari tahun 1932 hingga 2006, mengindikasikan besarnya pengaruh militer di negara ini. Hal ini pula yang membuat transisi demokrasi setelah dimulainya Konstitusi Rakyat 1997 kembali menemui kegagalan. Besarnya pengaruh militer yang terlihat selama ini memberikan kecenderungan intervensi militer yang tinggi pada pemerintahan Thailand serta besarnya pengaruh Raja dalam kehidupan bermasyarakat juga menjadi salah satu faktor penghambat demokratisasi di Thailand.

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian A. Manfaat Praktis B. Manfaat Akademis 1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Landasan Teori dan Konseptual 1.5.1 Demokrasi

1.5.2 Demokratisasi

1.5.3 Kudeta dan Pretorianisme 1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian 1.6.2 Jenis Data

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data 1.6.4 Teknik Analisa Data

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.5.1 Batasan Waktu


(20)

1.7 Argumentasi Dasar 1.8 Sistematika Penulisan

BAB II Sejarah Politik dan

Pemerintahan Thailand:

2.1 Sistem Politik dan Pemerintahan Thailand 2.2 Dinamika Politik dan Pemerintahan Thailand 2.2.1 Junta Militer dan Kudeta Politik

2.2.2 Hubungan Sipil-Militer BAB III

Pasang Surut Demokrasi di Thailand

3.1 Transisi Demokrasi di Thailand 3.1.1 Masa Chuan Leekpai 3.1.2 Masa Thaksin Sinawatra

3.2 Gelombang Surut Demokrasi Thailand 3.2.1 Konflik Kaos Merah dan Kaos Kuning 3.2.2 Posisi Militer

BAB IV


(21)

92

DEMOKRATISASI THAILAND

(Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand)

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Strata-1

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Disusun oleh:

Reza Wirananto Gunarso

08260019

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013


(22)

93

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Reza Wirananto Gunarso

NIM : 08260019

Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Judul Skripsi : DEMOKRATISASI THAILAND

(Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand)

Disetujui,

DOSEN PEMBIMBING

Pembimbing I Pembimbing II

Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si. Hevi Kurnia Hardini, M.Gov

Mengetahui,

Dekan FISIP UMM Ketua Jurusan Hubungan Internasional

DR. Wahyudi, M.Si Tonny Dian Effendi, M.Si


(23)

94

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Reza Wirananto Gunarso

NIM : 08260019

Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Judul Skripsi : DEMOKRATISASI THAILAND

(Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand)

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Hubungan Internasional Dan dinyatakan LULUS Pada hari: Rabu, 19 Juni 2013

Tempat: Laboratorium Hubungan Internasional UMM

Mengesahkan, Dekan FISIP- UMM

DR. Wahyudi, M.Si.

Dewan Penguji:

1. Ayusia Sabhita Kusuma, M.Soc.Sc ( )

2. Drs. Abdullah Masmuh, M.Si ( )

3. Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si ( )


(24)

95

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

1. Nama : Reza Wirananto Gunarso

2. NIM : 08260019

3. Fakultas : Ilmu Sosial dan ilmu Politik

4. Jurusan : Hubungan Internasional

5. Judul Skripsi : DEMOKRATISASI THAILAND

(Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand)

6. Pembimbing : 1. Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si 2. Hevi Kurnia Hardini, M.Gov 7. Kronologi Bimbingan :

Tanggal

Paraf Pembimbing

1

Keterangan Tanggal

Paraf Pembimbing 2 Keterangan 1 Oktober 2012 Pengajuan Judul Skripsi 1 Oktober 2012 Pengajuan Judul Skripsi 18 Oktober 2012 ACC Judul Skripsi 18 Oktober 2012 ACC Judul Skripsi 14 Desember 2012 ACC Ujian Proposal Skripsi 23 Oktober 2012 ACC Ujian Proposal Skripsi 25 Januari

2013 ACC Bab I

25 Januari

2013 ACC Bab I

15 Maret

2013 ACC Bab II

20 Maret

2013 ACC Bab II

3 Mei 2013

ACC Bab III dan IV

7 Mei 2013

ACC Bab III dan IV

3 Juni 2013 ACC Ujian Skripsi 3 Juni 2013 ACC Ujian Skripsi


(25)

96

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Reza Wirananto Gunarso

Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 23 Januari 1989

NIM : 08260019

Jurusan : Hubungan Internasional

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul :

DEMOKRATISASI THAILAND

(Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand)

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 6 Juli 2013 Yang menyatakan,


(26)

97

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum warahmatullahhi wa barakatuh.

Thailand selama ini dikenal sebagai negara yang sering dilanda kudeta militer. Hingga kudeta terakhir, Thailand tercatat telah mengalami dua belas kali kudeta militer dan tiga kali percobaan kudeta yang gagal. Kudeta telah menggagalkan demokratisasi di Thailand yang dibangun pada tahun 1932 dan tahun 1973. Kudeta di Thailand tersebut dikarenakan besarnya pengaruh militer dan seringnya militer mengintervensi pemerintahan sipil yang dikenal dengan istilah “Pretorianisme”. Sehingga di Thailand sering terjadi pasang-surut demokratisasi.

Penulis menyadari dalam proses pengerjaan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan masukan, agar dapat membangun skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sedikit kontribusi, bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta memberikan keberagaman dalam penelitian-penelitian yang telah ada pada jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

Amienya Rabbal Alamien

Wassalamu’alaikum warahmatullahhi wa barakatuh.

Malang,6 Juli 2013 Penulis,


(27)

98

LEMBAR PERSEMBAHAN

Sebagai rasa syukur atas terselesaikannya skripsi ini maka penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT atas ridho serta limpahan rahmat kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

2. Kedua orang tua yang begitu setia memberikan semangat, do’a serta kerja keras mereka demi anaknya agar bisa sekolah setinggi mungkin dan dengan sabarnya terus memantau perkembangan skripsi saya hingga dapat terselesaikan.

3. Kedua pembimbing saya yang terhormat: Bapak Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si. dan Bu Hevi Kurnia Hardini, M.Gov yang dengan sabar mengarahkan serta membimbing saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Victory Pradhitama, M.Si dan Bapak Dr. Suyatno yang dulu pernah menjadi pembimbing saya. Saya hanya dapat berdoa semoga Allah SWT membalas segala kesabaran dan ilmu yang bapak dan ibu bagikan kepada saya, dengan limpahan rahmat, rezeki dan kasih sayangnya kepada Bapak dan Ibu. Terima kasih pula kepada seluruh dosen jurusan Hubungan Internasional atas segala ilmu yang telah diberikan.

4. Terima kasih juga tak lupa saya haturkan kepada dosen-dosen Jurusan Hubungan Internasional, terutama kepada Ibu Ayusia Sabhita Kusuma, M.Soc.Sc dan Bapak Drs. Abdullah Masmuh, M.Si selaku penguji saya. Terima kasih banyak atas kritik dan masukannya.

5. Terima kasih banyak saya ucapkan juga untuk istri saya Putri Adenin yang selalu memberikan semangat, menemani dalam mengerjakan revisi dan bimbingan hingga skripsi ini dapat terselesaikan serta terima kasih untuk anak


(28)

99

saya Arvaraja Januaraafi Wirananto yang memberikan kecerian dan semangat untuk terus berusaha menyelesaikan skripsi ini.

6. Terima kasih pula saya ucapkan buat adek kandung saya, Reno Herwanto Gunarso yang sedang menyelesaikan kuliah D-2 dan Eyang putri Dewi Gunawan yang terus memberikan nasehat dan do’a.

7. Terima Kasih juga buat Pakde Soeroso dan Budhe Emmy atas izinnya untuk tinggal di Bukit Cemara Tujuh dan selalu saya repoti mulai saat awal pendaftaran kuliah hingga wisuda.

8. Terima kasih banyak buat teman-teman seperjuangan HI 2008, buat Junaedi yang selalu mau direpotin setiap saat, Gina Monika yang makin lama makin galau (cepet nikah sono), Atika Candra Larasati teman debat kuliah yang sudah mau selesai kuliah S2-nya (paling cilik tapi paling mangkelno gara-gara kuliah S2 duluan), Hafid teman sekampung yang selalu bercanda ^_^, Ricky Saputro yang selalu mbulet ae, Wisnu Ario teman seperguruan, Yuddit Indra dan Fery Fadli teman begadang dan berjihad dalam mengerjakan skripsi dimanapun ada wifi, Mustikasari yang selalu membantu dalam segala hal terutama administrasi dan birokrasi, serta Riska Safrina dan Nurlita teman seperguruan dibawah bimbingan Pak Yatno dan teman-teman lain yang tidak dapat disebut satu persatu. Terima kasih buat Amin part-timer junior Lab HI, dan semangat untuk Dwi Afriyanti, Octarianes dan Nicho (ayo cepet lulus).


(29)

100 ABSTRAKSI

Reza Wirananto Gunarso, 2013, 08260019, Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Hubungan Internasional, Demokratisasi Thailand (Kajian Dinamika dan Proses Demokrasi di Thailand), Pembimbing I: Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si, Pembimbing II: Hevi Kurnia Hardini, M.Gov

Thailand selama ini dikenal sebagai negara yang sering dilanda kudeta militer. Hingga kudeta terakhir, Thailand tercatat telah mengalami dua belas kali kudeta militer dan tiga kali percobaan kudeta yang gagal. Kudeta telah menggagalkan demokratisasi di Thailand yang dibangun pada tahun 1932 dan tahun 1973. Kudeta di Thailand tersebut dikarenakan besarnya pengaruh militer dan seringnya militer mengintervensi pemerintahan

sipil yang dikenal dengan istilah “Pretorianisme”.

Penelitian ini mengkaji secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan konsep Demokrasi digunakan untuk menentukan jenis dan pendekatan demokrasi yang terjadi di Thailand serta menentukan seberapa jauh demokrasi telah ditempuh oleh Thailand. Konsep Kudeta dan Pretorian digunakan untuk menjelaskan dua aspek di atas yang mana keduanya merupakan hal yang mempengaruhi jatuh bangunnya demokrasi di Thailand .

Hasil dari penelitian ini adalah Thailand sebenarnya berhasil membangun demokrasinya yang dapat ditandai mulai masa Pridi Phanomyong hingga masa pemerintahan Thaksin Sinawatra. Namun demokrasi terbangun di Thailand selalu diwarnai dengan terjadinya kudeta militer. Jatuh bangunnya proses demokrasi di Thailand ini dikarenakan tidak adanya pemisahan sipil-militer baik secara konstitusional maupun secara institusional serta masih besarnya pengaruh Raja dalam pemerintahan Thailand menjadi salah satu unsur mengapa militer masih sering bertindak melampaui batas-batas yuridiksi sipil sebagaimana yang dijelaskan dalam kajian mengenai demokrasi.

Kata kunci : Demokrasi, Kudeta dan Pretorian.

Malang, 3 Juni 2013 Penulis,

Reza Wirananto Gunarso Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(30)

101 ABSTRACT

Reza Wirananto Gunarso, 2013, 08260019, University of Muhammadiyah Malang, Faculty of Social and Political Science, Departement of International Relations,

Thailand Democratization (Study of the dynamics and processes of democracy in Thailand) Advisor I: Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si, Advisor II: Hevi Kurnia Hardini, M.Gov

Thailand is known as a country are often hit by a military coup. Until the last coup, Thailand has experienced record twelve times and a military coup three failed coup attempts. Democratization has foiled coup in Thailand was built in 1932 and 1973. The coup in Thailand due to the influence of the military and the civilian government to intervene military often known as "pretorianism".

This study is descriptive qualitative study using the concept of democracy is used to determine the type and approach of democracy in Thailand as well as determine how far democracy has been pursued by Thailand. Praetorian coup and used the concept to explain the above two aspects which affect both the rise and fall of democracy in Thailand.

Results from this study is Thailand actually managed to build a democratic future that can be characterized begin Pridi Phanomyong until the reign of Thaksin Shinawatra. But democracy in Thailand woke always tainted by a military coup. Rise and fall of the democratic process in Thailand is due to the lack of civil-military separation both constitutionally and institutionally as well as the magnitude of the effect is still king in the government of Thailand to be one element of why the military is still often act beyond the limits of civil jurisdiction as described in the study of democracy .

Keywords: Democracy, Coup d’etat, and Pretorian.

Malang, June 3rd 2013 Author,

Reza Wirananto Gunarso Approved,

Advisor I Advisor II

Ruli Inayah Ramadhoan, M.Si Hevi Kurnia Hardini,


(31)

102

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Skripsi... i

Lembar Pengesahan ... ii

Berita Acara Bimbingan Skripsi ... iii

Lembar Pernyataan Orisinalitas ... iv

Kata Pengantar ... v

Lembar Persembahan ... vi

Abstraksi ... viii

Abstract ... ix

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Tabel ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

A. Manfaat Praktis ... 5

B. Manfaat Akademis ... 5

1.4Penelitian Terdahulu ... 5

1.5Landasan Teori dan Konseptual ... 9

1.5.1 Demokrasi ... 9

1.5.2 Demokratisasi ... 14

1.5.3 Kudeta dan Pretorianisme ... 15

1.5.4 Hubungan Sipil-Militer ... 16

1.6Metodologi Penelitian ... 17

1.6.1 Metode Penelitian ... 17

1.6.2 Jenis Data ... 17

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 18


(32)

103

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 18

1.6.5.1Batasan Waktu ... 18

1.6.5.2Batasan Materi ... 18

1.7Argumentasi Dasar ... 19

1.8Sistematika Penulisan ... 20

BAB II SEJARAH POLITIK DAN PEMERINTAHAN THAILAND 2.1 Sistem Politik dan Pemerintahan Thailand ... 21

2.2 Dinamika Politik dan Pemerintahan Thailand ... 25

2.2.1 Junta Militer dan Kudeta Politik ... 26

2.2.1.A Sejarah Junta Militer Thailand ... 26

2.2.1.B Kudeta Politik ... 45

2.2.2 Hubungan Sipil-Militer ... 50

BAB III KRISIS EKONOMI DAN PASANG SURUT DEMOKRASI 3.1 Transisi Demokrasi di Thailand ... 54

3.1.1 Masa Pemerintahan Chuan Leekpai ... 54

A Awal Pemerintahan Chuan Leekpai ... 55

A.1 Kabinet Koalisi ... 55

A.2 Legitimasi Masyarakat Terhadap Pemerintah ... 59

B Kebijakan-kebijakan Pemerintahan Chuan Leekpai ... 61

C Upaya Pemerintahan Chuan Leekpai Mengatasi Krisis Ekonomi ... 64

D Akhir Pemerintahan Chuan Leekpai ... 69

E Indikator Pencapaian Demokrasi Pada Masa Chuan Leekpai ... 70

3.1.2 Masa Pemerintahan Thaksin Shinawatra ... 71

A Awal Pemerintahan Thaksin Shinawatra ... 71

B Kebijakan-kebijakan Pemerintahan Thaksin Shinawatra ... 74

C Pemerintahan Thaksin Shinawatra (Periode Kedua) ... 76

D Akhir Pemerintahan Thaksin Shinawatra ... 78

E Indikator Pencapaian Demokrasi Pada Masa Thaksin Shinawatra ... 79

3.2 Analisa Pencapaian Dempkrasi di Thailand ... 81

3.2.1 Gelombang Pasang Demokrasi Thailand ... 81

3.2.2 Gelombang Surut Demokrasi Thailand ... 83


(33)

104

B. Konflik Kaos Merah dan Kaos Kuning ... 84

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 88 4.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(34)

105

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Posisi Penelitian ... 9 TABEL 3.1 Daftar Kabinet Pemerintahan Koalisi PM Chuan Leekpai ... 58 TABEL 3.2 Tingkat Inflasi ... 68

... TABEL 3.3 Arus Masuk Penanaman Modal Asing ... 69 TABEL 3.3 Pertumbuhan Investasi Negara-Negara Asia Timur ... 7


(35)

106

DAFTAR GAMBAR


(36)

107

DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku:

Hewison, Kevin. 1997. Political Change in Thailand: Democracy and Participation.

Routledge. London.

Huntington, Samuel P. 1995. Gelombang Demokratisasi Ketiga. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.

Luttwak, Edward. 1969. Coup d’Etat: A Practical Handbook.

Alfred A. Knopf Inc. New York.

Suyatno. 2008. Menjelajah Demokrasi. Humaniora. Bandung.

Ungpakorn, Giles Ji. 2007. A coup for the Rich Thailand’s Political Crisis. Workers Democracy Publishing. Bangkok.

Patit Paban Mishra, 2010, The History of Thailand. Greenwood, California.

Neil Schlager and Jayne Weisblatt, 2006, World Encyclopedia of Political Systems and Parties.

Infobase, New York.

Ludiro Madu, S.IP, M.Si., 2003, Keajaiban Thailand: Analisis Deskriptif Tentang Asal-Usul dan Pemulihan Krisis Ekonomi.

JP Press, Surabaya

Sumber skripsi:

Helmia. 2009. Perbandingan Demokratisasi Vietnam dan China (Efek Doi-Moi Vietnam 1987 dan Reformasi Ekonomi China 1978). Skripsi Jurusan Hubungan Internasional. Universitas Muhammadiyah Malang.


(37)

108

Sumber artikel dan jurnal elektronik:

Ginting, Junita Setiana. 2003. Pretorian dalam Perkembangan Politik Negara

Berkembang. Fakultas Sastra-Universitas Sumatera Utara

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1698/1/sejarah-junita.pdf diakses 4

Oktober 2012)

Zuhro, R. Siti. 1995-3. Kepemimpinan Politik Baru, Civil Society dan Demokrasi di


(1)

103

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 18

1.6.5.1Batasan Waktu ... 18

1.6.5.2Batasan Materi ... 18

1.7Argumentasi Dasar ... 19

1.8Sistematika Penulisan ... 20

BAB II SEJARAH POLITIK DAN PEMERINTAHAN THAILAND 2.1 Sistem Politik dan Pemerintahan Thailand ... 21

2.2 Dinamika Politik dan Pemerintahan Thailand ... 25

2.2.1 Junta Militer dan Kudeta Politik ... 26

2.2.1.A Sejarah Junta Militer Thailand ... 26

2.2.1.B Kudeta Politik ... 45

2.2.2 Hubungan Sipil-Militer ... 50

BAB III KRISIS EKONOMI DAN PASANG SURUT DEMOKRASI 3.1 Transisi Demokrasi di Thailand ... 54

3.1.1 Masa Pemerintahan Chuan Leekpai ... 54

A Awal Pemerintahan Chuan Leekpai ... 55

A.1 Kabinet Koalisi ... 55

A.2 Legitimasi Masyarakat Terhadap Pemerintah ... 59

B Kebijakan-kebijakan Pemerintahan Chuan Leekpai ... 61

C Upaya Pemerintahan Chuan Leekpai Mengatasi Krisis Ekonomi ... 64

D Akhir Pemerintahan Chuan Leekpai ... 69

E Indikator Pencapaian Demokrasi Pada Masa Chuan Leekpai ... 70

3.1.2 Masa Pemerintahan Thaksin Shinawatra ... 71

A Awal Pemerintahan Thaksin Shinawatra ... 71

B Kebijakan-kebijakan Pemerintahan Thaksin Shinawatra ... 74

C Pemerintahan Thaksin Shinawatra (Periode Kedua) ... 76

D Akhir Pemerintahan Thaksin Shinawatra ... 78

E Indikator Pencapaian Demokrasi Pada Masa Thaksin Shinawatra ... 79

3.2 Analisa Pencapaian Dempkrasi di Thailand ... 81

3.2.1 Gelombang Pasang Demokrasi Thailand ... 81

3.2.2 Gelombang Surut Demokrasi Thailand ... 83


(2)

104

B. Konflik Kaos Merah dan Kaos Kuning ... 84

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 88 4.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(3)

105

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Posisi Penelitian ... 9 TABEL 3.1 Daftar Kabinet Pemerintahan Koalisi PM Chuan Leekpai ... 58 TABEL 3.2 Tingkat Inflasi ... 68

... TABEL 3.3 Arus Masuk Penanaman Modal Asing ... 69 TABEL 3.3 Pertumbuhan Investasi Negara-Negara Asia Timur ... 7


(4)

106

DAFTAR GAMBAR


(5)

107

DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku:

Hewison, Kevin. 1997. Political Change in Thailand: Democracy and Participation. Routledge. London.

Huntington, Samuel P. 1995. Gelombang Demokratisasi Ketiga. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.

Luttwak, Edward. 1969. Coup d’Etat: A Practical Handbook. Alfred A. Knopf Inc. New York.

Suyatno. 2008. Menjelajah Demokrasi. Humaniora. Bandung.

Ungpakorn, Giles Ji. 2007. A coup for the Rich Thailand’s Political Crisis. Workers Democracy Publishing. Bangkok.

Patit Paban Mishra, 2010, The History of Thailand. Greenwood, California.

Neil Schlager and Jayne Weisblatt, 2006, World Encyclopedia of Political Systems and Parties.

Infobase, New York.

Ludiro Madu, S.IP, M.Si., 2003, Keajaiban Thailand: Analisis Deskriptif Tentang Asal-Usul dan Pemulihan Krisis Ekonomi.

JP Press, Surabaya

Sumber skripsi:

Helmia. 2009. Perbandingan Demokratisasi Vietnam dan China (Efek Doi-Moi

Vietnam 1987 dan Reformasi Ekonomi China 1978). Skripsi Jurusan


(6)

108

Sumber artikel dan jurnal elektronik

:

Ginting, Junita Setiana. 2003. Pretorian dalam Perkembangan Politik Negara

Berkembang. Fakultas Sastra-Universitas Sumatera Utara

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1698/1/sejarah-junita.pdf diakses 4

Oktober 2012)

Zuhro, R. Siti. 1995-3. Kepemimpinan Politik Baru, Civil Society dan Demokrasi di Thailand. Analisis CSIS.