II. DISTRIBUSI SPASIAL HUJAN ASAM DI WILAYAH INDUSTRI CIBINONG-CITEUREUP BOGOR
2.1. Pendahuluan
Deposisi asam adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan turunnya zat asam dari atmosfir ke permukaan bumi. Zat asam turun ke bumi
melalui dua cara: pertama, melalui deposisi kering dry deposition yaitu zat asam di udara terserap oleh partikel debu partikulat dan karena gaya beratnya partikel
turun ke bumi. Kedua, melalui deposisi basah wet deposition yaitu polutan di udara bereaksi dengan oksidan dan uap air membentuk asam dalam air hujan
sehingga air hujan memiliki pH5,6 dan dikenal sebagai hujan asam. Dua polutan penting yang berperan dalam pembentukan hujan asam adalah gas
SOx dan NOx. Kedua polutan ini tersebar dari sumbernya berdasarkan arah dan kecepatan angin, besarnya sumber, dan ketinggian sumber emisi polutan, besarnya
curah hujan, serta ada tidaknya partikel debu halus aerosol sebagai penyerap yang membatasi gerak polutan. Partikel debu memiliki kemampuan menyerap polutan dan
uap air Manahan, 2005. Partikel debu PM
10
Polutan gas SOx dan NOx menyebabkan hujan asam dengan pH5,6 tergantung kepada konsentrasi keduanya di atmosfer. Kadar NO
memiliki gaya berat yang menyebabkan penyebaran dari sumbernya dalam jarak yang terbatas. Selain itu
curah hujan, sinar matahari, dan suhu menjadi faktor penting deposisi asam. Jumlah asam terdeposisi melalui hujan asam wet deposition merupakan perkalian faktor
deposisi Fd dengan curah hujan CH. Sinar matahari berperan dalam reaksi fotokimia di atmosfir termasuk didalamnya reaksi pembentukan ozon latar belakang
yang menjadi oksidan bagi gas NOx dan SOx menjadi nitrat dan sulfat, sedangkan suhu berpengaruh terhadap tetapan kelarutan gas dalam air.
2
di udara sebesar 300 ug m
-3
, dengan konstanta Henry 3,5 mol L
-1
atm
-1
Calpuff, 2000 tentang kelarutan gas NO
2
dalam air, dapat menurunkan pH air hujan menjadi 4,26. Kadar SO
2
di udara sebesar 300 µg m
-3
, dengan mengambil konstanta Henry 4 x 10
-2
mol L
-1
atm
-1
Calpuff, 2000 untuk kelarutan SO
2
dalam air, dapat menurunkan pH air hujan menjadi 4,06.
SOx bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil minyak bumi dan batubara khususnya pada kegiatan PLTU batubara. Namun demikian semakin
berkembangnya teknologi desulfurisasi pada berbagai industri deposisi sulfur semakin menurun mencapai sekitar 16,57 kg ha
-1
tahun
-1
, sehingga diramalkan pada tahun 2010 deposisi sulfur tak lagi berdampak pada lingkungan. Perkembangan
pertumbuhan lalu lintas di Czhech dapat menaikkan kecenderungan deposisi nitrogen dari 15,4 kg ha
-1
tahun
-1
pada tahun 1990 menjadi 25,7 kg ha
-1
tahun
-1
pada tahun 2001. Jika kecenderungan ini berlangsung terus maka deposisi nitrogen akan
mencapai 37,8 kg ha
-1
tahun
-1
Pada tahun 1999 hujan asam di wilayah industri Cibinong-Cireureup Bogor dalam kisaran pH 4,0–5,40 dengan rata-rata kadar nitrat 0,550 ppm dan kadar sulfat
4,50 ppm Sutanto et al., 2000. Pada tahun 2001 air hujan terukur pH 3,75–5,50 dengan rata-rata kadar nitrat 3,33 ppm dan rata-rata kadar sulfat 3,58 ppm Iryani,
pada tahun 2015 yang berarti nitrogen memegang peran penting dalam hujan asam Hrkal et al., 2006.
Di kota-kota besar di Indonesia, tingkat polusi udara yang tinggi ditimbulkan oleh kegiatan transportasi dan industri, karena didomidasi penggunakan bahan
bakar minyak BBM dengan mesin berbasis motor bakar. Kontribusi transportasi terhadap turunnya kualitas udara di berbagai kota besar mencapai 70 atau lebih
Tietenberg, 2003. Konsumsi bahan bakar untuk kendaraan bermotor semakin hari akan semakin meningkat sehubungan dengan peningkatan jumlah penduduk di
Indonesia. Pada tahun 1980 penduduk Indonesia sebanyak 151,02 juta jiwa dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 231,82 juta jiwa Anonim, 2008
.
Jumlah kendaraan bermotor berbagai jenis terus meningkat, dari 18.224.149 unit pada tahun
1999 menjadi 65.273.451 unit pada tahun 2009. Komsumsi bahan bakar minyak di Indonesia tahun 2009 mencapai 38,5 Juta kiloliter BPS, 2009.
Pemantauan kualitas air hujan di tiga stasiun: Bandung, Serpong, dan Jakarta, menunjukkan kecenderungan penurunan nilai pH air hujan. Di Jakarta, nilai pH air
hujan menurun dari 5,46 pada tahun 2001 menjadi 4,56 pada tahun 2007. Serpong mengalami hujan asam dengan intensitas paling tinggi pH 4,63 pada tahun 2001
menjadi 4,62 pada tahun 2008 tetapi tidak menunjukkan perubahan pH yang berarti selama 5 tahun. Kota Bandung memiliki pH air hujan selama 7 tahun sekitar 4,99
Eanet, 2007.
2002. Data ini membuktikan bahwa kondisi udara setempat semakin lama semakin buruk dan menyebabkan intensitas hujan asam semakin tinggi.
Penelitian ini bertujuan: 1 identifikasi ikllim di wilayah penelitian; 2 monitoring dan evaluasi hujan asam; 3 memetakan intensitas hujan asam di
wilayah penelitian dan menetukan atau mengidentifikasi daerah yang sering atau secara terus menerus mengalami hujan asam; 4 menentukan pola perubahan
intensitas hujan asam pada kedua daerah tersebut di wilayah industri Cibinong- Citeureup Kabupaten Bogor.
2.2. Metoda Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian.