Analisis kualitas air sumur sekitar wilayah tempat pembuangan akhir sampah (studi kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor)

(1)

ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR

SEKITAR WILAYAH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH

(Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor)

Oleh

BAMBANG KURNIAWAN F34101004

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR

SEKITAR WILAYAH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH

(Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

BAMBANG KURNIAWAN F34101004

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR

SEKITAR WILAYAH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH

(Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

BAMBANG KURNIAWAN F34101004

Dilahirkan pada tanggal 05 Nopember 1982 Di Bogor

Tanggal Kelulusan : Maret 2006

Menyetujui Bogor, Maret 2006

Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Pembimbing Akademik


(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul :

“ Analisis Kualitas Air Sumur

Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor) ”

adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.

Bogor, Maret 2006

Bambang Kurniawan F34101004


(5)

Bambang Kurniawan. F34101004. Analisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah : Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor. Di bawah bimbingan : Nastiti Siswi Indrasti

RINGKASAN

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Galuga berbatasan langsung dengan areal pemukiman masyarakat, dengan luas areal 9,6 Ha. TPA ini menampung sampah Kota Bogor mencapai 2.208 m3 per hari. Komposisi sampah terdiri dari sekitar 75 % sampah organik dan sisanya sampah anorganik dengan kondisi tercampur atau belum ada pemilahan dari sumber timbulan sampah. Pengelolaan TPA dilakukan dengan sistem landfill terkontrol dan pengomposan. Sistem ini menghasilkan air buangan yang disebut lindi (leachate) yang kemudian dibuang melalui saluran terbuka ke sungai. Hal ini memudahkan penyebaran lindi oleh air hujan sehingga mengakibatkan pencemaran air tanah dan air sumur di sekitarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas air sumur gali milik penduduk yang tinggal di sekitar TPA sampah Galuga dengan melihat Indeks Kualitas Air (IKA) sumur sebagai pengaruh pengelolaan TPA.

Sampel air sumur diambil pada empat lokasi yaitu dengan jarak 5, 400, 600, dan 700 m dari TPA. Analisis air dilakukan secara langsung di lapangan (in situ) dan di laboratorium. Standar kualitas air minum (fisika, kimia, dan mikrobiologi) ditentukan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Indeks Kualitas Air sumur ditentukan dengan Metode Delphi yang dikembangkan oleh US National Sanitation Foundation, dengan kriteria : sangat buruk (0 – 25), buruk (26 – 50), sedang (51 – 70), baik (71 – 90), dan sangat baik (91 – 100) (Suprihatin, 1992).

Hasil pengukuran parameter fisik, kima, dan mikrobiologi air sumur di wilayah sekitar TPA Galuga menunjukkan ada 11 parameter yang telah melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut persyaratan Baku Mutu air kelas I, yaitu bau, rasa, pH, DO, BOD5, COD, amonia, nitrit, seng,

bakteri coliform dan fecal coli (E. coli). Indeks Kualitas Air sumur pada jarak 5 m tergolong sedang (57,98), sementara air sumur pada jarak 400, 600 dan 700 m tergolong buruk dengan kisaran indeks 41,03 – 48,36. Nilai indeks kualitas air rata-rata untuk seluruh lokasi pengamatan adalah 48,65 (buruk).

Hasil penelitian menemukan fenomena yang menarik dimana air sumur dengan jarak yang paling dekat dengan sumber pencemar (TPA) ternyata memiliki kualitas air yang lebih baik berdasarkan nilai Indeks Kualitas Air daripada air sumur yang jaraknya lebih jauh pada wilayah penelitian. Kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor geologis, geografis, dan juga faktor konstruksi pembatas TPA, saluran air lindi dan sumur itu sendiri dan juga perilaku masyarakat.

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa secara umum kualitas air sumur wilayah sekitar TPA tergolong buruk dan tidak layak dikonsumsi untuk air minum namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.


(6)

Bambang Kurniawan. F34101004. The Analysis of the Well Water Quality Around the Final Disposal Area of Garbage : Case Study at Final Disposal Area (FDA) of Galuga Cibungbulang Bogor. Under supervising : Nastiti Siswi Indrasti

ABSTRACT

Final Disposal Area (FDA) at Galuga uses an controlled landfill and composting system to collect garbage up to 2.208 m3 per day. The garbage composition is 75,27 % organic garbage and 24,73 % inorganic garbage in mixed condition from the garbage source. The system has a negative effect because of leachate, the resulting substance of garbage decomposition is easily absorved in to the groundwater. Thus polluting it including the well water in the nearby area.

This research’s aim is to assess the dug well water quality around FDA because of the effect of garbage management, with checking Water Quality Index (WQI).

The well water sample was taken at four location with far 5, 400, 600, and 700 m from FDA.Water analysis is doing in site and in the lab. The quality standar of drinking water was used on the basis of water quality standar 1st level according to the regulation of Indonesian goverment No. 82/2001 on the water quality management and controlling of water pollution. The water quality index of the well water was determined by the Delphi Method was developed by US National Sanitation Foundation.

The result of the analysis of physics, chemical, and microbiology parameters show that there are 11 parameters of the dug well water quality that exceed the acceptable maximum limit : odor, taste, pH, disolved oxygen, BOD, COD, ammonia, nitrite, zinc (Zn), coliform bacteria, and fecal coli bacteria. The water quality index of the dug well water was found between poor and sufficient. The average of water quality index of the dug well water around research area was poor (WQI value 48,65).

The result of research was found interesting phenomena which nearest well water from pollut resource had water quality index better than well water which farer from FDA. This condition may be possible bevause of geological factor, geographic, and factor of construction of FDA buffer, leachate water line, well construction, and so public behaviour.

Based on the requirements of drinking water quality, the water quality standar of 1st level, and the water quality index, it can be concluded that the quality of the dug well water at Galuga is not acceptable for drinking water, however it can be used for agricultur needed.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai laporan akhir dari penelitian yang berjudul “Analisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah : Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, sebagai Dosen Pembimbing Akademik, 2. Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng, Drs. Purwoko, sebagai Dosen Penguji. 3. Ir. Andes Ismayana, MT. atas bimbingan dan bantuannya dalam

penulisan skripsi,

4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

5. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor,

6. Pemerintah Desa Galuga, Yayasan Tumaritis, serta seluruh staf dan karyawan pabrik kompos,

7. Teman-teman Departemen Teknologi Industri Pertanian Angkatan 2001 khususnya Rasbin dan Wiguna Abdi, yang banyak membantu dalam penelitian.

8. Istri tercinta Adinda Hesty Setiawaty, atas segala dukungan dan do’anya.

9. Bapak dan Ibu yang telah memberikan segala-galanya, ananda persembahkan terima kasih yang tulus dan juga untuk adik-adikku tercinta.


(8)

Tidak ada orang yang tak luput dari kesalahan dan kekeliruan dan hanya kepada-Nya kita mohon petunjuk dan perlindungan. Pada kesempatan ini penulis juga memohon maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan yang telah diperbuat oleh penulis.

Hanya Allah SWT yang Maha Sempurna dengan karya-Nya, segala kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kebaikan penulis dan karya ini, sangat diharapkan. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat untuk semua yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2006 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. SAMPAH, PENGELOLAAN DAN PERMASALAHANNYA ... 4

B. PENCEMARAN AIR ... 9

C. BAKU MUTU AIR ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 15

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 15

B. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN ... 15

C. PENGUMPULAN DATA ... 18

1. Cara Pengambilan Air Sumur ... 18

2. Cara Pengambilan Air Sumur Untuk Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi ... 18

3. Penetapan Parameter dan Cara Pemeriksaan Sampel Air ... 19

D. ANALISIS DATA ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

KUALITAS AIR SUMUR GALI WILAYAH SEKITAR TPA GALUGA ... 22


(10)

2. Sifat Kimia ... 26

3. Sifat Mikrobiologi ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. KESIMPULAN ... 43

B. SARAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 48


(11)

ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR

SEKITAR WILAYAH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH

(Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor)

Oleh

BAMBANG KURNIAWAN F34101004

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR

SEKITAR WILAYAH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH

(Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

BAMBANG KURNIAWAN F34101004

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR

SEKITAR WILAYAH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH

(Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

BAMBANG KURNIAWAN F34101004

Dilahirkan pada tanggal 05 Nopember 1982 Di Bogor

Tanggal Kelulusan : Maret 2006

Menyetujui Bogor, Maret 2006

Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Pembimbing Akademik


(14)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul :

“ Analisis Kualitas Air Sumur

Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor) ”

adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.

Bogor, Maret 2006

Bambang Kurniawan F34101004


(15)

Bambang Kurniawan. F34101004. Analisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah : Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor. Di bawah bimbingan : Nastiti Siswi Indrasti

RINGKASAN

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Galuga berbatasan langsung dengan areal pemukiman masyarakat, dengan luas areal 9,6 Ha. TPA ini menampung sampah Kota Bogor mencapai 2.208 m3 per hari. Komposisi sampah terdiri dari sekitar 75 % sampah organik dan sisanya sampah anorganik dengan kondisi tercampur atau belum ada pemilahan dari sumber timbulan sampah. Pengelolaan TPA dilakukan dengan sistem landfill terkontrol dan pengomposan. Sistem ini menghasilkan air buangan yang disebut lindi (leachate) yang kemudian dibuang melalui saluran terbuka ke sungai. Hal ini memudahkan penyebaran lindi oleh air hujan sehingga mengakibatkan pencemaran air tanah dan air sumur di sekitarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas air sumur gali milik penduduk yang tinggal di sekitar TPA sampah Galuga dengan melihat Indeks Kualitas Air (IKA) sumur sebagai pengaruh pengelolaan TPA.

Sampel air sumur diambil pada empat lokasi yaitu dengan jarak 5, 400, 600, dan 700 m dari TPA. Analisis air dilakukan secara langsung di lapangan (in situ) dan di laboratorium. Standar kualitas air minum (fisika, kimia, dan mikrobiologi) ditentukan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Indeks Kualitas Air sumur ditentukan dengan Metode Delphi yang dikembangkan oleh US National Sanitation Foundation, dengan kriteria : sangat buruk (0 – 25), buruk (26 – 50), sedang (51 – 70), baik (71 – 90), dan sangat baik (91 – 100) (Suprihatin, 1992).

Hasil pengukuran parameter fisik, kima, dan mikrobiologi air sumur di wilayah sekitar TPA Galuga menunjukkan ada 11 parameter yang telah melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut persyaratan Baku Mutu air kelas I, yaitu bau, rasa, pH, DO, BOD5, COD, amonia, nitrit, seng,

bakteri coliform dan fecal coli (E. coli). Indeks Kualitas Air sumur pada jarak 5 m tergolong sedang (57,98), sementara air sumur pada jarak 400, 600 dan 700 m tergolong buruk dengan kisaran indeks 41,03 – 48,36. Nilai indeks kualitas air rata-rata untuk seluruh lokasi pengamatan adalah 48,65 (buruk).

Hasil penelitian menemukan fenomena yang menarik dimana air sumur dengan jarak yang paling dekat dengan sumber pencemar (TPA) ternyata memiliki kualitas air yang lebih baik berdasarkan nilai Indeks Kualitas Air daripada air sumur yang jaraknya lebih jauh pada wilayah penelitian. Kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor geologis, geografis, dan juga faktor konstruksi pembatas TPA, saluran air lindi dan sumur itu sendiri dan juga perilaku masyarakat.

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa secara umum kualitas air sumur wilayah sekitar TPA tergolong buruk dan tidak layak dikonsumsi untuk air minum namun masih bisa digunakan untuk keperluan perikanan dan pertanian.


(16)

Bambang Kurniawan. F34101004. The Analysis of the Well Water Quality Around the Final Disposal Area of Garbage : Case Study at Final Disposal Area (FDA) of Galuga Cibungbulang Bogor. Under supervising : Nastiti Siswi Indrasti

ABSTRACT

Final Disposal Area (FDA) at Galuga uses an controlled landfill and composting system to collect garbage up to 2.208 m3 per day. The garbage composition is 75,27 % organic garbage and 24,73 % inorganic garbage in mixed condition from the garbage source. The system has a negative effect because of leachate, the resulting substance of garbage decomposition is easily absorved in to the groundwater. Thus polluting it including the well water in the nearby area.

This research’s aim is to assess the dug well water quality around FDA because of the effect of garbage management, with checking Water Quality Index (WQI).

The well water sample was taken at four location with far 5, 400, 600, and 700 m from FDA.Water analysis is doing in site and in the lab. The quality standar of drinking water was used on the basis of water quality standar 1st level according to the regulation of Indonesian goverment No. 82/2001 on the water quality management and controlling of water pollution. The water quality index of the well water was determined by the Delphi Method was developed by US National Sanitation Foundation.

The result of the analysis of physics, chemical, and microbiology parameters show that there are 11 parameters of the dug well water quality that exceed the acceptable maximum limit : odor, taste, pH, disolved oxygen, BOD, COD, ammonia, nitrite, zinc (Zn), coliform bacteria, and fecal coli bacteria. The water quality index of the dug well water was found between poor and sufficient. The average of water quality index of the dug well water around research area was poor (WQI value 48,65).

The result of research was found interesting phenomena which nearest well water from pollut resource had water quality index better than well water which farer from FDA. This condition may be possible bevause of geological factor, geographic, and factor of construction of FDA buffer, leachate water line, well construction, and so public behaviour.

Based on the requirements of drinking water quality, the water quality standar of 1st level, and the water quality index, it can be concluded that the quality of the dug well water at Galuga is not acceptable for drinking water, however it can be used for agricultur needed.


(17)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai laporan akhir dari penelitian yang berjudul “Analisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah : Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, sebagai Dosen Pembimbing Akademik, 2. Dr. Ir. Moh. Yani, M.Eng, Drs. Purwoko, sebagai Dosen Penguji. 3. Ir. Andes Ismayana, MT. atas bimbingan dan bantuannya dalam

penulisan skripsi,

4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

5. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor,

6. Pemerintah Desa Galuga, Yayasan Tumaritis, serta seluruh staf dan karyawan pabrik kompos,

7. Teman-teman Departemen Teknologi Industri Pertanian Angkatan 2001 khususnya Rasbin dan Wiguna Abdi, yang banyak membantu dalam penelitian.

8. Istri tercinta Adinda Hesty Setiawaty, atas segala dukungan dan do’anya.

9. Bapak dan Ibu yang telah memberikan segala-galanya, ananda persembahkan terima kasih yang tulus dan juga untuk adik-adikku tercinta.


(18)

Tidak ada orang yang tak luput dari kesalahan dan kekeliruan dan hanya kepada-Nya kita mohon petunjuk dan perlindungan. Pada kesempatan ini penulis juga memohon maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan yang telah diperbuat oleh penulis.

Hanya Allah SWT yang Maha Sempurna dengan karya-Nya, segala kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kebaikan penulis dan karya ini, sangat diharapkan. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat untuk semua yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2006 Penulis


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. SAMPAH, PENGELOLAAN DAN PERMASALAHANNYA ... 4

B. PENCEMARAN AIR ... 9

C. BAKU MUTU AIR ... 13

III. METODE PENELITIAN ... 15

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ... 15

B. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN ... 15

C. PENGUMPULAN DATA ... 18

1. Cara Pengambilan Air Sumur ... 18

2. Cara Pengambilan Air Sumur Untuk Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi ... 18

3. Penetapan Parameter dan Cara Pemeriksaan Sampel Air ... 19

D. ANALISIS DATA ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

KUALITAS AIR SUMUR GALI WILAYAH SEKITAR TPA GALUGA ... 22


(20)

2. Sifat Kimia ... 26

3. Sifat Mikrobiologi ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

A. KESIMPULAN ... 43

B. SARAN ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 48


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jumlah Timbulan Sampah Kota Bogor Berdasarkan Sumber

Sampahnya Tahun 2004 ... 5

Tabel 2. Penanganan Timbulan Sampah ... 6

Tabel 3. Hasil Analisis Lindi Sistem Sanitary Landfill ... 7

Tabel 4. Hasil Analisis Karakteristik Lindi dari TPA Galuga ... 7

Tabel 5. Komposisi Sampah Kota Bogor ... 8

Tabel 6. Parameter Kualitas Air Yang Diukur, Metode Analisis, dan Alat-alat Pengukuran ... 16

Tabel 7. Kriteria Mutu Lingkungan Perairan ... 21

Tabel 8. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali Wilayah Sekitar TPA Galuga ... 23

Tabel 9. Rata-rata Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali Wilayah Sekitar TPA Galuga ... 24

Tabel 10. Indeks Kualitas Air Sumur Wilayah Sekitar TPA Galuga ... 37

Tabel 11. Indeks Kualitas Air Sumur Rata-rata Wilayah Sekitar TPA Galuga ... 37


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran tentang Status Kualitas Air sebagai

Pengaruh TPA Sampah Galuga ... 2 Gambar 2. Skema Lokasi Pengambilan Sampel Air Sumur ... 17 Gambar 3. Kandungan Oksigen Terlarut Rata-rata ... 27 Gambar 4. Nilai pH ... 29 Gambar 5. Kebutuhan Oksigen Biokimia ... 30 Gambar 6. Kandungan Nitrat ... 33 Gambar 7. Kandungan Senyawa Fosfat ... 34 Gambar 8. Kandungan Bakteri Fecal coli ... 35 Gambar 9. Konstruksi Dinding Pembatas Areal TPA dengan Wilayah

Sekitarnya ... 40 Gambar 10. Konstruksi Sumur Gali Lokasi Pengamatan S1 ... 40 Gambar 11. Kondisi Saluran Pembuangan Air Lindi ... 41 Gambar 12. Timbunan Sampah di Halaman/Belakang Rumah Penduduk ... 42


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas, PP RI No. 82 Tahun

2001 ... 48 Lampiran 2. Nilai Bobot Parameter Kualitas Air Pada Sistem IKA–NSF 51 Lampiran 3. Indeks Kualitas Air Sumur Wilayah Sekitar TPA ... 51 Lampiran 4. Kurva Sub-Indeks Oksigen Terlarut ... 52 Lampiran 5 Kurva Sub-Indeks Fecal coliform ... 52 Lampiran 6 Kurva Sub-Indeks pH ... 53 Lampiran 7 Kurva Sub-Indeks BOD5 ... 53

Lampiran 8 Kurva Sub-Indeks Nitrat ... 54 Lampiran 9 Kurva Sub-Indeks Fosfat ... 54 Lampiran 10. Kurva Sub-Indeks Temperatur ... 55 Lampiran 11. Kurva Sub-Indeks Kekeruhan ... 55 Lampiran 12. Kurva Sub-Indeks Padatan Total ... 56 Lampiran 13. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali Wilayah Sekitar


(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelestarian lingkungan dan pencemaran adalah dua istilah populer. Keduanya selalu menjadi perhatian khusus setiap negara. Masalah kelestarian lingkungan biasanya selalu dikaitkan dengan pencemaran, sebaliknya berbicara mengenai masalah pencemaran tidak akan terlepas dari masalah kelestarian lingkungan.

Kondisi lingkungan dan sumber daya alam Indonesia sekarang ini sudah banyak yang mengalami kerusakan sehingga menjadi tidak nyaman bagi kehidupan disekitarnya. Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar yang terjadi akibat adanya sampah yang menyebabkan pemandangan tidak sedap, bau busuk, dan juga menjadi media perkembangan penyakit menular, dan lain-lain.

Masalah sampah bukan saja merupakan masalah regional dan nasional, tetapi menyangkut masalah internasional karena terkait dengan masalah pencemaran dan kelestarian lingkungan. Berkembangnya suatu kota yang diikuti laju pertumbuhan penduduk yang pesat serta perubahan perilaku dan standar hidup masyarakat, maka akan berakibat pula meningkatnya volume sampah terutama sampah padat. Dengan meningkatnya volume sampah secara periodik, akan menambah beban bagi TPA untuk melakukan sistem pengelolaannya secara tepat sehingga dapat mengurangi tingkat pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Galuga yang berlokasi di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor memanfaatkan tanah seluas 9,6 Ha dikelola dengan sistem timbun terkendali (controlled landfill) dan pengomposan (composting). Dengan sistem timbun terkendali sampah ditimbun dalam keadaan terbuka namun dikendalikan penempatannya, agar merata sehingga tidak menumpuk pada satu titik. Pengendalian dilakukan dengan alat berat. Menurut EPA (1973), sampah yang terbuka lebih dari 24 jam, mulai terjadi perombakan oleh mikroba, menghasilkan bahan-bahan organik berupa padatan terlarut bersifat toksik yang disebut lindi (leachate). Lindi tersebut mudah disebarkan melalui limpasan air hujan dan meresap mencemari air tanah termasuk


(25)

air sumur yang ada di sekitarnya. Air sumur yang terkontaminasi lindi berakibat terjadinya penurunan kualitas air secara fisik, kimia, dan mikrobiologi. Pengomposan dengan sistem open widrow juga menghasilkan leachate dari salah satu tahapan prosesnya sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan terutama terhadap air tanah. Secara skematis kerangka pemikiran tentang pengelolaan TPA sampah dan dampak yang ditimbulkannya dapat dilihat pada Gambar 1.

Proses degradasi dan akumulasi

Fisik Kimia Mikrobiologi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tentang Status Kualitas Air sebagai Pengaruh TPA Sampah Galuga

Sampah Volume : 2.208 m3

Pengelolaan

Controlled Landfill Composting

Leachate

Limpasan dan resapan

Air sumur penduduk


(26)

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas air sumur gali milik penduduk yang tinggal disekitar TPA sampah Galuga dengan melihat Indeks Kualitas Air (IKA) sumur sebagai pengaruh pengelolaan TPA.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, terutama bagi masyarakat di sekitar TPA Galuga yang memanfaatkan air sumur gali untuk keperluan air minum, mandi, cuci, kakus (MCK) dan sebagainya. Data ini juga diperlukan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam hal pengelolaan dan pengendalian TPA sampah Galuga secara tepat, sehingga dapat mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan sampai sekecil mungkin.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SAMPAH, PENGELOLAAN, DAN PERMASALAHANNYA

Kerusakan lingkungan dan sumber daya alam yang terjadi selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan penduduk dan pola penyebarannya yang kurang seimbang dengan penyebaran sumber daya alam dan daya dukung lingkungan hidup yang ada. Kerusakan ini diperparah dengan tidak adanya dukungan dari pemerintah berupa penerapan kebijakan yang kurang tepat dalam pengaturan penggunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa meningkatnya biaya sosial karena terjadinya kemacetan, kebisingan, ketidakteraturan, kerawanan ekonomi dan keamanan, serta kekumuhan.

Sampah merupakan segala bentuk buangan padat yang sebagian besar berasal dari aktivitas manusia (domestik). Sampah domestik lebih banyak didominasi oleh bahan organik, meskipun tipe dan komposisinya bervariasi dari satu kota ke kota lainnya, bahkan dari hari ke hari ( Hadiwiyoto, 1983). Sampah merupakan penyebab terjadinya pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran karena sampah dapat membawa akibat-akibat negatif, baik terhadap kehidupan di sekitarnya, maupun terhadap kehidupan manusia. Pencemaran tersebut mungkin dapat berbentuk rusaknya tanah-tanah pertanian, perikanan, gangguan kehidupan mikroorganisme dan organisme-organisme lainnya di sekitar lokasi sampah.

Limbah domestik merupakan campuran yang rumit dari zat-zat bahan mineral dan organik dalam banyak bentuk, termasuk partikel-partikel besar dan kecil benda padat, sisa bahan-bahan larutan dalam keadaan terapung dan dalam bentuk koloid dan setengah koloid. Sampah mengandung zat-zat hidup, khususnya bakteri, virus, dan protozoa, dan dengan demikian merupakan wadah yang baik sekali untuk pembiakan jasad-jasad renik. Kebanyakan daripada bakteri itu secara relatif tidak berbahaya namun sebagian dari mereka secara positif berbahaya karena pathogenik (Mahida, 1997).

Kadar air sampah adalah sangat tinggi. Benda-benda padat dalam sampah dapat berbentuk organik maupun anorganik. Zat organik dalam sampah terdiri dari bahan-bahan nitrogen, karbohidrat, lemak, dan sabun. Mereka bersifat tidak tetap


(28)

dan menjadi busuk, mengeluarkan bau tidak sedap. Sifat-sifat khas sampah inilah yang membuat perlunya pembenahan sampah dan menyebabkan kesulitan-kesulitan yang maha besar dalam pembuangannya. Benda-benda padat anorganik biasanya tidak merugikan (Mahida, 1997).

Peningkatan penggunaan bahan-bahan kimia dalam kegiatan rumah tangga, seperti bahan pembersih, obat-obatan dan deterjen, sangat mempengaruhi proses-proses yang terjadi pada sampah. Peningkatan berbagai jenis plastik telah meningkatkan berbagai bahan padat yang tidak dapat terurai dalam sampah (Torrey, 1979).

Jumlah sampah yang dihasilkan oleh Kota Bogor tahun 2004 mencapai 2.208 m3/hari. Sampah tersebut bersumber dari pemukiman (sampah rumah tangga), pasar, pertokoan/restoran/hotel, fasilitas umum dan sosial, sapuan jalan, dan kawasan industri (DLHK, 2005). Jumlah dan sumber sampah Kota Bogor dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Timbulan Sampah Kota Bogor Berdasarkan Sumber Sampahnya Tahun 2004

Sumber Sampah Timbulan (m3)

% timbulan per sumber sampah

Pemukiman 1.418 64,2%

Pasar 276 12,5%

Pertokoan, restoran, dan hotel 157 7,1% Fasilitas umum dan sosial 93 4,2%

Sapuan jalan 161 7,3%

Kawasan industri 104 4,7%

J u m l a h 2.208 100,0%

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor

Apriadji (2004) menjelaskan bahwa untuk melakukan penanganan masalah sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya penimbunan tanah


(29)

(landfill), penimbunan tanah secara cepat (sanitary landfill), pembakaran (inceneration), penghancuran (pulverisation), pengomposan (composting), untuk makanan ternak (hogfeeding), pemanfaatan ulang (recycling), dan pembuatan briket arang sampah. Ini menjadi alternatif untuk mengatasi masalah sampah dan keterbatasan lahan untuk TPA (Tabel 2).

Tabel 2. Penanganan Timbulan Sampah

No. Cara Penanganan Persentase (%)

1. Diangkut ke TPA 40,09

2. Dibakar 35,49

3. Ditimbun 7,54

4. Diolah 1,61

5. Lainnya (dibuang ke sungai, jalan, taman, dsb)

15,27

Sumber : Tan (2005)

Tujuan pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu, dan menekan volume sehingga mudah diatur. Menurut Clark (1977) banyak cara dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah diantaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah sistem penimbunan dan pemadatan secara berlapis (Sanitary Landfill), sehingga sampah tidak terbuka lebih dari 24 jam. Apabila air permukaan terserap ke dalam lapisan tanah, melalui lapisan sampah akan terbentuk cairan, yang disebut lindi (leachate), yang mengandung padatan terlarut dan zat lain sebagai hasil perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Lindi tersebut mengalir bersama-sama air hujan meresap ke lapisan tanah atas dan akhirnya masuk ke dalam air tanah.

Lindi yang bersifat toksik perlu dikendalikan secara baik, untuk menghindari kontaminasi air tanah serta efeknya terhadap menurunnya kualitaas air sumur gali di sekitarnya. Kontaminasi sering terjadi lebih cepat jika TPA sampah terletak di atas kantong air, porositas tanah tinggi dan teksturnya berpasir, maka hal ini baik kontaminasi kimia maupun biologi akan cepat terjadi terhadap


(30)

kantong air tersebut. Bahan pencemar kimia umumnya mengalami proses perpindahan lebih cepat daripada pencemar-pencemar lainnya. (Dept. of Public Health USA, 1972). Hasil analisis lindi dapat dilihat pada Tabel 3 dan hasil analisis karakteristik lindi dari TPA Galuga dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Analisis Lindi Sistem Sanitary Landfill (ppm)

Parameter Umur Lindi

2 Tahun 6 Tahun 17 Tahun

BOD5 COD Jumlah padatan Klor Natrium Besi Sulfat Kesadahan Logam-logam berat 3968.0 54610.0 9144.0 1697.0 900.0 5500.0 680.0 7830.0 15.8 8000.0 14080.0 6795.0 1330.0 810.0 6.3 2.0 2200.0 1.6 40.0 225.0 1198.0 135.0 74.0 0.6 2.0 540.0 5.4

Sumber : Department of Public Health USA (1972)

Tabel 4. Hasil Analisis Karakteristik Lindi TPA Sampah Galuga

Parameter Satuan Nilai

pH Kekeruhan TSS COD BOD5 NH3–N NO3 –N NO2 –N PO4 3-Zn Cu - NTU mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 8.05 730.00 343.00 2,373.00 293.00 297.00 21.17 0.17 0.39 0.07 0.01


(31)

Handojo (1993) dalam Supardi (2001) menyatakan bahwa jumlah dan komposisi sampah yang dihasilkan suatu kota ditentukan oleh faktor-faktor berikut :

1. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya 2. Tingkat pendapatan dan pola konsumsi masyarakat 3. Pola penyediaan kebutuhan hidup penduduknya 4. Iklim dan musim

Komposisi umum sampah kota dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi sampah kota Bogor (1999)

No Komposisi Sampah Nilai (%)

1. Organik 82.6

2. Kertas 5.2

3. Kayu 2.4

4. Tekstil 0.9

5. Plastik 6.5

6. Logam 1.1

7. Kaca 1.2

8. Batu <1

9. Lain-lain 0.1

10. Jumlah (1-9) 100.0

11. Fraksi yang dapat difermentasi (1) 82.6

12. Fraksi yang dapat dikomposkan (1 + 2 + 3) 90.1

13. Bahan Daur Ulang (4 + 5 + 6 + 7) 9.6

14. Densitas (t/m3) 0.25 (t/m3)

Sumber : Indrasti (2003)

Pembuangan sampah secara rutin setiap hari ke TPA merupakan bentuk pengisian kembali (recharge), baik secara infiltrasi maupun perlokasi, sehingga peluang untuk terjadi kontaminasi air, terutama air tanah dangkal maupun air sumur gali menjadi gejala yang wajar. Penambahan sampah ke TPA secara kontinyu, mengakibatkan proses degradasi juga berlangsung secara kumulatif. Hal tersebut mengakibatkan berbagai tingkat degradasi sampah dapat terjadi secara


(32)

bersamaan. Menurut Mason (1981) dalam Sundra (1997), umur sampah akan menentukan tingkat penguraian yang terjadi hingga tercapai kestabilan. Pada penguraian sampah organik dapat menghasilkan zat-zat hara, zat-zat kimia bersifat toksik dan bahan-bahan organik terlarut. Semua zat tersebut akan mempengaruhi kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah, dan perubahan tersebut berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan mikrobiologinya.

Pengaruh sampah terhadap kesehatan lingkungan dapat terjadi melalui pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi akibat kontak langsung dengan sampah, dimana sampah tersebut ada yang bersifat racun (sampah B3), korosif terhadap tubuh, karsinogenik, teratogenik dan ada juga yang mengandung kuman patogen yang langsung dapat menularkan penyakit. Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan oleh manusia terutama akibat pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, bahkan terjadi secara anaerobik jika kehabisan O2. Dekomposisi secara aerobik menghasilkan lindi dan gas. Lindi

merupakan cairan yang mengandung zat padat terlarut sangat halus terdiri atas Ca2+, Mg2+, Na+, K+, Fe2+, Cl-, SO42-, PO43- terlarut, Zn, Ni, dan gas H2S yang

berbau busuk. Semua unsur, senyawa dan gas tersebut secara tidak langsung terakumulasi dan tercampur dengan air hujan dan masuk ke lapisan tanah, sehingga dapat mencemari air permukaan maupun air tanah di sekitarnya (Slamet, 1994).

B. PENCEMARAN AIR

Pencemaran perairan didefinisikan sebagai segala proses yang menyebabkan atau mempengaruhi kondisi perairan, sehingga dapat merusak lingkungan dan nilai guna airnya (Zajic, 1971 dalam Syahmin, 1994). Secara umum air yang tercemar dapat dicirikan berdasarkan penampakannya, misalnya kekeruhan, buih, bau busuk, dan sebagainya.

Pembuangan sampah secara rutin setiap hari ke TPA merupakan bentuk pengisian kembali (recharge), baik secara infiltrasi maupun perlokasi, sehingga peluang untuk terjadi kontaminasi air, terutama air tanah dangkal maupun air sumur gali menjadi gejala yang wajar.


(33)

Air lindi yang berasal akibat proses degradasi sampah dari TPA, merupakan sumber utama yang mempengaruhi perubahan sifat-sifat fisik air, terutama suhu, rasa bau, dan kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari lindi umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air penerima. Hal ini dapat mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam air, mengurangi kelarutan gas dalam air, mempercepat pengaruh rasa dan bau (Husin dan Kustaman, 1992).

Sampah yang baru hanya sedikit berwarna keruh tetapi kemudian menjadi semakin kelam dan tidak terlampau tidak menyenangkan meskipun agak tajam. Sampah yang baru berisi sedikit oksigen larut dan kadang-kadang sejumlah kecil nitrit dan nitrat, khususnya setelah hujan. Sampah yang basi menyebarkan bau-bauan yang memuakkan yang bersumber pada hidrogen sulfida dan gas-gas lainnya. Biasanya ini tidak mengandung oksigen yang telah terurai. Apabila sampah membusuk, gelembung-gelembung gas dapat terlihat memancar keluar dari permukaan (Mahida, 1997).

Rasa dan bau timbul akibat penguraian bahan-bahan organik dan anorganik. Penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri akan memerlukan banyak oksigen (O2), sehingga oksigen terlarut dalam air bisa habis sampai 0

ppm. Situasi seperti ini dapat menimbulkan bau busuk, mengakibatkan terjadinya perubahan warna air menjadi kehitam-hitaman (Saeni, 1989). Mahida (1997) menambahkan bahwa banyak dari bau yang tidak sedap itu disebabkan karena adanya campuran dari nitrogen, sulfur, fosfor, dan juga berasal dari pembusukan protein dan bahan-bahan organik lain yang terdapat dalam limbah, bau yang paling menyerang adalah bau yang berasal dari hidrogen sulfida.

Untuk air normal tidak berasa dan berbau. Air yang berbeda dari keadaan normal (asin, pahit, dan lain-lain) dapat menimbulkan bau (busuk, tengik). Air berbau logam karena air mengandung logam besi (Fe2+), sehingga air tampak keruh (Fardiaz, 1992).

Sifat-sifat kimia air yang penting berkaitan dengan air minum adalah : oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD5), kebutuhan oksigen

kimiawi (COD), pH, senyawa-senyawa nitrogen (amonia bebas, nitrit, nitrat), sulfida, fenol, minyak nabati, logam dan logam-logam transisi yaitu ; Fe, Cd, Cu, Zn, Pb, Cr, Hg, Ni, As, Sn (Slamet, 1994). Unsur-unsur dan senyawa-senyawa


(34)

tersebut di dalam air sangat kompleks, dapat bereaksi satu dengan yang lainnya. Air tanah yang kena limpasan air lindi sampah akan dipengaruhi sifat-sifat toksik dari senyawa-senyawa, baik organik maupun anorganik.

Indikator pencemaran air tanah oleh sampah organik ditandai dengan tingginya kadar zat organik (BOD, COD), nitrat, deterjen, dan terdapatnya bakteri coli tinja. Tingginya bahan organik dalam air tanah memerlukan oksigen untuk membantu mikroorganisme dalam proses oksidasi, melalui proses :

mikroorganisme

CHO2 + O2 CO2 + H2O

Jika kekurangan oksigen, maka air perlu diaerasi agar kadar oksigen dapat mendukung kembali untuk keperluan air minum atau untuk kebutuhan hidup suatu organisme air. Oksigen sangat diperlukan pula di dalam proses biooksidasi bahan-bahan bernitrogen :

NH4+ + 2O2 2H+ + NO3- + H2O

Oksigen juga dapat mengoksidasi secara kimia dan biokimia zat-zat pereduksi :

4Fe2+ + O2 + 4H+ 4 Fe3+ + 2H2O

2SO32- + O2 2SO42-

Semua proses tersebut mengakibatkan deoksigenasi dalam perairan. Derajat konsumsi oksigen kontaminan yang dikatalis secara mikrobial di dalam air, disebut kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD). Parameter ini diukur oleh jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme perairan yang cocok untuk periode waktu lima hari pada suhu 20 oC, yang dalam pengukuran kualitas air dikenal dengan BOD5. Meskipun pengukuran sangat

realistis, tetapi dianggap kurang praktis, karena harus menunggu waktu lima hari, oleh karena itu COD (Chemical Oxygen Demand) lebih praktis dilakukan.

Uji COD merupakan analisis kimia yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan organik yang sukar dipecah secara biologi seperti yang terukur pada BOD5 ( Jenie dan Rahayu, 1990). Saeni (1989) , memambahkan bahwa nilai COD


(35)

umumnya lebih besar dari nilai BOD5, karena jumlah senyawa kimia yang dapat

dioksidasi secara kimiawi lebih besar dari oksidasi secara biologi.

Pencemaran air tanah sekunder dapat berasal dari sampah-sampah industri, dengan indikator meningkatnya kadar logam berat (Hg, Pb, Cd) di dalam air. Unsur-unsur tersebut termasuk unsur hara mikro, yang dibutuhkan oleh manusia atau organisme air dalam jumlah sangat sedikit ( < 0,05 ppm ), dan bila melebihi kadar tersebut merupakan racun yang sangat berbahaya, dapat menyerang ikatan-ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim-enzim tersebut bersifat terikat dan tidak aktif (Clark, 1977).

Limbah pertanian padat maupun cair yang berasal dari perembesan saluran drainase, dapat mencemari air tanah melalui infiltrasi dan perkolasi. Pencemaran oleh limbah pertanian ini ditandai oleh tingginya kadar nitrat, fosfat, dan terdapatnya pestisida dalam air tanah (Nana dan Ratna, 1991)

Kualitas air sumur juga dipengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung oleh proses mikrobiologi, yang mentransformasikan zat-zat anorganik dan organik dalam air. Transformasi biologis ini biasanya mempengaruhi proses kimia tanah (Chapelle, 1993). Matthess (1982) menambahkan bahwa mikroorganisme menggunakan material terlarut atau yang tersuspensi dalam air untuk proses metabolismenya, dan kemudian mereka melepas kembali produk metaboliknya ke dalam air.

Semua senyawa organik merupakan sumber energi potensial untuk organisme. Sebagian besar organisme membutuhkan oksigen untuk respirasi (respirasi aerobik) dan pemecahan zat organik, tetapi ketika konsentrasi oksigen tidak memadai beberapa bakteri dapat menggunakan beberapa alternatif seperti nitrat, sulfat, dan karbon dioksida (respirasi anaerobik) (Chapman, 2000).

Golongan mikroorganisme penting di air permukaan maupun air buangan yaitu ; bakteri, cendawan (fungi), protozoa, ganggang dan virus (Saeni, 1989). Secara umum mikroorganisme patogen berperan sebagai indikator untuk mengetahui kualitas perairan (air permukaan maupun air tanah), terutama virus dan bakteri. Jenis virus yang tergolong patogen yaitu dari genus Rotavirus, Hepatitis A, Poliomyelitis dan Trachoma (Slamet, 1994).


(36)

Secara umum sumber pencemaran air tanah berasal dari tempat-tempat pembuangan sampah, mudah meresap ke dalam tanah, sehingga sampah organik merupakan sumber primer pencemaran bakteriologik (Wuryadi, 1990). Bakteri patogen yang biasanya disebarkan melalui air adalah bakteri disentri, kholera dan tipus. Jumlah bakteri patogen dalam air umumnya sedikit dibandingkan dengan bakteri coli (coliform), sehingga bakteri ini dipakai sebagai bakteri indikator terhadap kualitas perairan karena jumlahnya banyak dan mudah diukur (Diana, 1992).

C. BAKU MUTU AIR

Air merupakan sumber daya alam yang menjadi hajat hidup orang banyak, sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat untuk manusia serta mahluk hidup lainnya. Agar air dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan, terutama untuk keperluan air minum dan rumah tangga lainnya, maka kita perlu memelihara dan meningkatkan kualitasnya. Penetapan baku mutu air didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Sesuai PP RI Nomor 82 Tahun 2001 disebutkan bahwa Baku Mutu Air adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau macam unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Sesuai peraturan ini, air yang dimaksud adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk air laut dan air bawah tanah. Dalam PP RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pasal 8 ayat 1 ditetapkan pengkelasan air sesuai dengan peruntukannya, yaitu :

1. Kelas I : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut


(37)

2. Kelas II : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

3. Kelas III : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut

4. Kelas IV : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Beberapa hasil penelitian terhadap kualitas air yang mengacu pada dasar ketetapan yang ada, bahwa kualitas air minum di Indonesia lebih banyak masuk sebagai air baku air minum, yaitu air yang perlu melalui pengolahan sebelum dimanfaatkan sebagai air minum maupun keperluan rumah tangga lainnya. Air yang dapat langsung dikonsumsi sebagai air minum adalah relatif sedikit, karena banyak kualitas air menurun akibat pencemaran yang sebagian besar akibat aktivitas manusia, baik akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan juga industri.

Dasar yang digunakan untuk penetapan parameter kualitas air, khususnya untuk keperluan air minum adalah :

1. Parameter-parameter yang berhubungan dengan sifat-sifat keamanan bagi suatu peruntukan domestik (rumah tangga).

2. Parameter-parameter yang dapat dijadikan indikator terjadinya pencemaran sampah domestik yang berhubungan dengan kesehatan manusia.


(38)

III. METODE PENELITIAN

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada sumur gali penduduk di sekitar wilayah TPA sampah Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Lokasi ini jaraknya ± 25 km dari pusat kota Bogor dan berjarak 3 km dari ibukota kecamatan dengan luas area ± 9,6 Ha. Kawasan TPA Galuga terletak antara tiga dusun yaitu Dusun Lalamping, Dusun Moyan, dan Dusun Cimangir.

Topografi wilayah penelitian sebagian besar berada pada bentang wilayah pegunungan, dengan ketinggian 250 m di atas permukaan laut (dpl), sehingga beriklim sejuk. Desa Galuga memiliki curah hujan yang cukup banyak sekitar 2.000 mm/tahun, dengan jumlah bulan hujan sebanyak 4 bulan. Suhu rata-rata harian Desa Galuga sekitar 230 – 320 C (Potensi Galuga, 2004). Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, dari bulan Pebruari sampai April 2005. Pengambilan sampel air dilakukan pada bulan Maret 2005.

B. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

Alat pengambilan sampel air sumur untuk empat titik pengambilan sampel menggunakan 4 buah jerigen plastik ukuran 2 liter. Untuk pengambilan sampel air keperluan pemeriksaan bakteri, digunakan botol steril berukuran 250 ml. Peralatan lain yang digunakan untuk mengukur parameter kualitas air secara langsung di lokasi penelitian (in situ) digunakan DO meter untuk mengukur kandungan oksigen terlarut. Peralatan untuk analisis sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi air yang dilakukan di laboratorium disajikan pada Tabel 6.

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air sumur dari sumur penduduk yang bermukim di sekitar TPA (jarak 5 m, 400 m, 600 m dan 700 m dari TPA) seperti terlihat pada Gambar 2.


(39)

Tabel 6. Parameter Kualitas Air yang Diukur, Metode Analisis dan Alat-alat Pengukuran

No. Parameter Satuan Metode Analisis Peralatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 FISIKA Suhu Bau Rasa

Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi KIMIA

pH DO BOD5

COD

Amonia (N-NH3)

Nitrit (N-NO2)

Nitrat (N-NO3)

Fosfat (PO43-)

Besi (Fe) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Krom (Cr) Kadnium (Cd) Seng (Zn) MIKROBIOLOGI Fecal Coli (E. Coli) Coliform o C - - mg/l mg/l - mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l MPN/ 100 ml MPN/ 100 ml

APHA ed 20th, 1998 -

-

APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998

APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998 APHA ed 20th, 1998

MPN MPN Termometer Timbangan analitik pH-meter DO-meter Buret Buret Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Spektofotometer Tabel MPN Tabel MPN


(40)

Gambar 2. Skema Lokasi Pengambilan Sampel Air Sumur (Sumber : Potensi Galuga, 2004)


(41)

C. PENGUMPULAN DATA

1. Cara Pengambilan Sampel Air Sumur

Pengambilan sampel air dilakukan pada sumur gali penduduk yang bermukim di sekitar TPA sampah Galuga dengan kedalaman sumur bervariasi dari 2 sampai 12 meter. Tempat dan jarak sumur dengan TPA telah ditentukan, seperti tercantum pada Gambar 2. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan pengambilan sampel sesaat (grab sample), dengan perincian sebagai berikut :

a. Pengambilan sampel air sumur gali pada jarak 5 m (S-1) di luar TPA

b. Pengambilan air sumur gali penduduk sepanjang aliran saluran pembuangan lindi dengan ketentuan :

1. Dua buah sumur gali penduduk, diambil pada jarak rata-rata 400 m dari TPA dengan jarak sumur ke saluran air lindi sekitar 50 m

2. Dua buah sumur gali penduduk, diambil pada jarak rata-rata 700 m dari TPA dengan jarak sumur ke saluran air lindi sekitar 10 m

c. Pengambilan air sumur gali penduduk yang tidak dilewati aliran saluran pembuangan lindi dengan jarak 600 m dari TPA.

2. Cara Pengambilan Sampel Air Sumur Untuk Analisis Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi

Cara pengambilan sampel air untuk analisis sifat fisik, kimia dan mikrobiologi dilakukan dengan proses yang sama yaitu dengan menurunkan timba ke dalam sumur. Sampel air diambil pada empat titik pada jarak yang berbeda. Pada masing-masing titik diambil dua sumur, kemudian airnya dicampur dalam satu jerigen untuk mengetahui tingkat rata-rata kualitas airnya. Analisis sampel air dilakukan langsung di lokasi (in situ) untuk parameter air yang tidak bisa diawetkan (pH, suhu, bau, rasa), dan dianalisis di laboratorium untuk parameter yang dapat diawetkan.


(42)

Pengambilan sampel air untuk pemeriksaan bakteri dilakukan secara khusus dengan menggunakan botol steril berukuran 250 ml. Setelah pengambilan sampel air, mulut botol segera disterilkan dan ditutup dengan tutup steril untuk kemudian segera dikirim ke laboratorium. Analisis kualitas air untuk parameter yang diawetkan dilakukan di laboratorium Teknik dan Manajemen Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

3. Penetapan Parameter dan Cara Pemeriksaan Sampel Air

Fair, et al. (1966) menyatakan bahwa pada suatu penelitian terhadap kualitas air, tidak semua parameter dan sifat-sifat air harus diteliti. Hal ini sangat bergantung dari tujuan penelitian tersebut. Tetapi lebih ditekankan terhadap parameter yang berhubungan dengan keamanan, penerimaan dan fungsi perairan tersebut. Untuk analisis kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung di lokasi (in situ) dan cara pengawetan yang dilakukan di Laboratorium, terutama untuk sifat-sifat air yang dapat bertahan lama dalam kondisi yang sudah diawetkan. Parameter pengukuran secara in situ dan laboratorium ditentukan sesuai pada Tabel 6.

Sementara untuk pengumpulan data sekunder yaitu data yang dapat menunjang dan melengkapi penelitian antara lain : jumlah sampah kumulatif, luas areal TPA yang dipakai, lama penggunaan TPA, semuanya diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor.

D. ANALISIS DATA

Untuk menetapkan kelayakan air sumur sebagai bahan baku air minum, maka hasil analisis di laboratorium dan secara in situ dapat ditetapkan berdasarkan PP Republik Indonesia Nomor 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1). Ketetapan tersebut mengacu pada kadar maksimum parameter kualitas air yang diperbolehkan.


(43)

Mutu lingkungan khususnya lingkungan perairan, secara umum dapat ditentukan dengan Indeks Kualitas Air (IKA). Indeks ini secara umum ditentukan berdasarkan Metode Delphi yang dikembangkan oleh US National Sanitation Foundation - Water Quality Index (NSF – WQI) (Suprihatin, 1992)

Menurut Suprihatin (1992), IKA didasarkan atas bobot (wi) dan sub indeks (Ii) dari 9 parameter penting kualitas air, yaitu : oksigen terlarut (DO), koliform tinja (E. coli), pH, BOD5, NO3-, PO43-, suhu, kekeruhan dan padatan

total. Selain itu terdapat dua kelompok parameter yang digunakan untuk penentuan status kualitas air yaitu kelompok senyawa-senyawa toksik dan pestisida. Pembobotan untuk setiap parameter tersebut dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2.

Dua kelompok parameter kualitas air yaitu kelompok senyawa-senyawa toksik dan kelompok pestisida tidak diberi nilai bobot, tetapi ditetapkan secara khusus yaitu jika konsentrasi pestisida (untuk semua jenis pestisida) yang melebihi 0,1 mg/l maka nilai indeks kualitas perairan adalah nol. Demikian juga apabila di dalam suatu air terdapat salah satu jenis senyawa toksik dengan konsentrasi melampaui nilai ambang batas nilai baku (nilai standar) maka nilai indeks kualitas air adalah nol (Suprihatin, 1992). Untuk penelitian ini diasumsikan bahwa lingkungan perairan yang diteliti tidak memiliki kandungan senyawa toksik dan pestisida yang melebihi nilai ambang batas.

Tata cara penghitungan nilai indeks kualitas air, IKA adalah sebagai berikut :

1. Penentuan nilai sub indeks Ii dari kurva parameter ke-i. Nilai sub indeks Ii tergantung pada nilai parameter ke-I (Lampiran 3)

2. Pengalian nilai sub indeks Ii dengan nilai bobot parameter ke-I (wi) 3. Penjumlahan nilai hasil perkalian untuk semua parameter.


(44)

Indeks Kualitas Air ditentukan berdasarkan rumus :

Keterangan :

n : jumlah parameter (=9)

IKA : indeks kualitas air, berskala 0 – 100

wi : nilai bobot untuk parameter ke-i, untuk skala 0 – 1,0 Ii : nilai dari kurva baku sub indeks untuk parameter ke-i,

pada skala 0 – 100 (Lampiran 4 - 12)

Hasil yang diperoleh dari perhitungan IKA, kemudian dibandingkan dengan kriteria mutu lingkungan perairan menurut NSF-WQI (Suprihatin, 1992) seperti tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria Mutu Lingkungan Perairan (NSF-WQI; Suprihatin 1992)

Indeks Kualitas Air Keterangan

0 - 25 26 - 50 51 - 70 71 - 90 91 - 100

Sangat buruk Buruk Sedang

Baik Sangat baik n

IKA =

( wi x Ii ) i:1


(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KUALITAS AIR SUMUR GALI WILAYAH SEKITAR TPA GALUGA Kualitas air khususnya untuk air minum dan keperluan rumah tangga lainnya (mandi, cuci dan kakus), secara ideal harus memenuhi standar, baik sifat fisik, kimia maupun mikrobiologinya. Jika kualitas air melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan maupun Keputusan Pemerintah, maka kualitas air tersebut menurun sesuai peruntukkannya, sehingga digolongkan sebagai air tercemar (Fardiaz, 1992).

Wilayah Desa Galuga sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, terletak di Kabupaten Bogor bagian barat. Sekitar wilayah ini merupakan pemukiman dengan penduduknya sebagian besar memanfaatkan air sumur gali untuk keperluan minum, masak, mandi, cuci, kakus (MCK) dan juga keperluan rumah tangga lainnya. Oleh karena itu kualitas airnya ditetapkan berdasarkan Baku Mutu Lingkungan air minum. Baku Mutu air minum ditetapkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001.

Limpasan air hujan (run off) yang masuk ke TPA sampah dapat melarutkan zat organik dan anorganik dengan konsentrasi tinggi yang disebut sebagai lindi (leachate). Lindi tersebut timbul akibat adanya perombakan sampah oleh mikroorganisme secara aerob. Lindi akan mudah terangkut bersama-sama limpasan air hujan dan dapat merembes masuk ke sumur-sumur penduduk yang di sekitarnya. Perembesan lindi yang bersifat toksik, mengakibatkan menurunnya kualitas air sumur sesuai dengan peruntukannya.

Hasil penelitian kualitas air sumur gali di wilayah sekitar TPA Galuga baik sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13.


(46)

Tabel 8. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali, Wilayah Sekitar TPA Sampah Galuga

No Parameter Satuan

Titik Sampling Kriteria Mutu

Air Kelas I PP No. 82/2001 S1 S2 S3 S4

I 1 2 3 4 5 II 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 III 20 21 FISIKA Suhu Bau Rasa

Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi KIMIA

pH DO BOD5 COD

Amonia (N-NH3) Nitrit (N-NO2) Nitrat (N-NO3) Fosfat (PO43-) Besi (Fe) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Krom (Cr) Kadnium (Cd) Seng (Zn) MIKROBIOLOGI Fecal Coli (E. Coli) Coliform o C - - mg/l mg/l - mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l MPN/ 100 ml MPN/ 100 ml 27,6 - Agak asam 183,33 1 4,74 1,96 317 952 1,13 0,001 0,21 0,0005 ttd ttd 0,014 ttd ttd ttd - - 27,8 - - 116,67 1,8 5,11 2,35 83,2 208,25 4,08 0,009 0,001 0,0005 ttd ttd 0,012 ttd ttd 0,002 1500 7000 27,3 busuk Agak pahit 270 6 6,24 0,98 214 646 6,88 0,014 0,001 0,503 ttd ttd 0,018 ttd ttd 0,129 3500 10000 27,6 - - 586,67 2,67 5,13 2,00 29,7 119 4,15 0,375 0,042 0,0005 ttd ttd ttd ttd ttd ttd 120 300 Suhu air normal - - 1000 50 6-9 ≥6 2 10 0,5 0,06 10 0,2 0,3 0,03 0,02 0,05 0,01 0,05 100 1000 Keterangan :

S1 : Pengambilan sample air sumur jarak 5 m dari TPA S2 : Pengambilan sample air sumur jarak 400 m dari TPA S3 : Pengambilan sample air sumur jarak 700 m dari TPA S4 : Pengambilan sample air sumur jarak 600 m dari TPA ttd : tidak terdeteksi


(47)

Tabel 9. Rata-rata Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Wilayah Sekitar TPA Sampah Galuga

No Parameter Satuan Nilai Rata-rata

Kriteria Mutu Air Kelas I PP No.

82/2001 I 1 2 3 4 5 II 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 III 20 21 FISIKA Suhu Bau Rasa

Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi KIMIA

pH DO BOD5 COD

Amonia (N-NH3) Nitrit (N-NO2) Nitrat (N-NO3) Fosfat (PO43-) Besi (Fe) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Krom (Cr) Kadnium (Cd) Seng (Zn) MIKROBIOLOGI Fecal coli (E. coli) Coliform o C - - mg/l mg/l - mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

MPN/ 100 ml MPN/ 100 ml

27,58 - - 289,17 2,87 5,31* 1,82* 160,98* 481,31* 4,06* 0,10* 0,06 0,13 - - 0,01 - - 0,07* 1706* 5766*

Suhu air normal - - 1000 50 6-9 ≥6 2 10 0,5 0,06 10 0,2 0,3 0,03 0,02 0,05 0,01 0,05 100 1000 Keterangan :


(48)

1. Sifat Fisik 1.1. Suhu

Suhu mempengaruhi reaksi kimia perairan dan juga kelarutan dari berbagai zat di dalam air, oleh karena itu pengukuran suhu diperlukan. Hasil pengukuran suhu secara langsung di lapangan (in situ) untuk keseluruh lokasi pengambilan sampel didapat bahwa perbedaan fluktasi suhu sangat rendah. Dari keempat lokasi pengambilan sampel didapat rata-rata suhu 27,6 oC dengan waktu pengukuran jam 8 – 10 wib. Hasil pengukuran secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 13.

Berdasarkan baku mutu air Kelas I (PP No 82 Tahun 2001 ), suhu rata-rata air sumur masih berada pada kisaran suhu maksimum yang diperbolehkan (26 – 29 oC) dan tergolong suhu air normal, sehingga dari parameter ini tidak terlihat adanya indikasi pencemaran air. Menurut Odum (1971) dalam Sundra (1997), fluktuasi suhu perairan diakibatkan oleh komposisi substrat, kekeruhan, curah hujan, angin dan reaksi-reaksi kimia dari penguraian sampah di dalam air. 1.2. Bau dan Rasa

Bau dan rasa merupakan parameter penting dalam kualitas air minum. Kedua parameter tersebut merupakan sifat fisik yang secara langsung berpengaruh terhadap konsumen.

Hasil analisis secara langsung (in situ ) terhadap beberapa lokasi secara kualitatif ada yang berbau busuk yakni pada lokasi sampel ke tiga. Demikian pula rasa air secara kualitatif, pada lokasi pertama berasa agak asam dan lokasi ke tiga rasanya agak pahit (Tabel 8). Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa pada lokasi tersebut bau dan rasa air sumur gali telah melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut PP RI Nomor 82 tahun 2001 untuk air Kelas I yang seharusnya tidak berbau dan tidak berasa.

Bau yang timbul pada air sumur adalah akibat adanya hasil perombakan sampah yang menghasilkan H2S yang berbau busuk, dan


(49)

1.3. Zat Padat Terlarut

Zat padat terlarut merupakan padatan yang terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya (Fardiaz, 1992). Zat padat terlarut dapat dihasilkan dari penguraian sampah oleh mikroorganisme, sehingga fluktuasi kegiatan mikroorganisme mengakibatkan fluktuasi zat padat di dalam air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat padat terlarut air sumur sekitar wilayah TPA berkisar antara 116 - 586 mg/l, nilai ini masih di bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut Baku Mutu Air Kelas I PP RI Nomor 82/2001 (≤ 1000 mg/l). Dari parameter ini, air sumur gali wilayah Galuga masih layak dikonsumsi untuk air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

2. Sifat Kimia

2.1. Oksigen Terlarut (DO)

Semua organisme hidup termasuk manusia sangat memerlukan oksigen dalam berbagai bentuk untuk memelihara proses metabolisme yang menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Oksigen yang larut dalam air tergantung dari suhu air, difusi gas dari udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil yang hidup di perairan (Sundra, 1997).

Semua gas di atmosfir larut dalam air, tetapi oksigen dikelompokkan sebagai gas yang mempunyai tingkat kelarutan rendah, karena secara kimia tidak bereaksi dengan air dan kelarutannya sebanding dengan tekanan parsial (Fardiaz, 1992). Mahida (1997) menambahkan bahwa oksigen susah dilarutkan dalam air; ia tidak bereaksi dengan air secara kimiawi. Dapat tidaknya oksigen larut di dalam air berbeda banyak sesuai dengan keadaan suhu. Faktor-faktor lain yang menguasai kadar oksigen larut dalam air alamiah ialah : pergolakan di permukaan air, luasnya daerah permukaan air yang


(50)

terbuka bagi atmosfer, tekanan atmosfer dan prosentase oksigen dalam udara di sekelilingnya.

Berdasarkan kriteria mutu air PP RI Nomor 82 Tahun 2001, bahwa oksigen terlarut tidak tercantum pada ketentuan air tanah (air sumur), tetapi persyaratan untuk air permukaan dianjurkan ≥ 4 mg/l. Jika air sumur di wilayah penelitian memiliki kedalaman 2 – 7 m atau meningkat 0,5 – 1 m pada musim hujan, maka dapat dikategorikan sebagai air permukaan.

Hasil pengukuran secara langsung di lapangan (in situ) untuk semua lokasi pengamatan menunjukkan kadar oksigen terlarut yang rendah, yaitu berkisar antara 0,98 – 2,35 mg O2/l (Gambar 3). Rata-rata

kandungan oksigen terlarut untuk semua wilayah penelitian adalah 1,82 mg O2/l. Nilai ini masih di bawah ambang batas yang dianjurkan

atau tidak memenuhi standar air minum.

Gambar 3. Kandungan Oksigen Terlarut Rata-rata

Dari gambar terlihat bahwa meski air sumur berada semakin jauh dari TPA, namun parameter DO tidak meningkat seiring dengan bertambahnya jarak.

Rendahnya kandungan oksigen terlarut pada air sumur terutama pada lokasi pengamatan ke-3 akibat tingginya kekeruhan maupun zat padat terlarut dalam air, sehingga kedua parameter ini dapat menghambat penetrasi cahaya. Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan algae, yang mampu mencukupi kebutuhan

0 1 2 3 4 5 6

1 2 3 4

Lokasi pengamatan

Ni

la

i DO

Rata-rata

Kriteria Mutu Air Kelas III PP RI No 82/2001


(51)

oksigen untuk organisme lain di dalam air (Riyadi, 1984). Kondisi ini ditambah karena tidak ada arus yang mengalir sehingga mengurangi difusi oksigen pada permukaan air. Ditinjau dari segi higiene, air dengan tingkat oksigen terlarut yang rendah, kurang atau tidak baik dipakai sebagai bahan baku air minum, serta kurang efisien, karena memerlukan biaya banyak untuk proses purifikasi (pemurnian).

2.2. pH

pH, menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH merupakan parameter penting dalam analisis kualitas air karena pengaruhnya terhadap proses-proses biologis dan kimia di dalamnya (Chapman, 2000).

Air yang diperuntukkan sebagai air minum sebaiknya memiliki pH netral (+ 7) karena nilai pH berhubungan dengan efektifitas klorinasi. Air dengan pH tinggi (basa) mengakibatkan daya bunuh klor terhadap mikroba berkurang, dan sebaliknya air dengan pH rendah cenderung meningkatkan korosi (Yani et al., 1994). pH pada prinsipnya dapat mengontrol keseimbangan proporsi kandungan antara karbon dioksida, karbonat dan bikarbonat (Chapman, 2000). Lebih jauh Wardoyo (1982) menambahkan perubahan nilai pH sebesar 0,3 unit seringkali diikuti dengan perubahan yang besar dari parameter mutu air yang lain, misalnya tingkat kelarutan Fe, Cu, Ca, Mg dan proporsi kandungan karbon dioksida, bikarbonat dan karbonat.

Hasil pengukuran pH air sumur dari lokasi pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar nilainya berada di bawah ambang batas kriteia mutu air yang ditentukan, yakni berkisar antara 4,74 – 6,24 dengan pH rata-rata 5,31. Gambar 4 memperlihatkan perbedaan nilai-nilai pH dari air sumur wilayah penelitian.


(52)

0 2 4 6 8 10

1 2 3 4

Titik sampling

nila

i pH

Kriteria Mutu Air Kelas III PP RI No 82/2001

Gambar 4. Nilai pH

Nilai pH yang rendah pada lokasi pengamatan 1 (sumur dengan jarak 5 m dari TPA) menyebabkan minimnya kehidupan mikroorganisme sehingga pada lokasi ini tidak ditemukan adanya kandungan bakteri coliform tinja. Hal ini menyebabkan meningkatnya nilai Indeks Kualitas Air sehingga air sumur pada lokasi ini termasuk sedang. Rendahnya nilai pH diduga lebih disebabkan karena faktor geologis dari lokasi yang bersangkutan, karena karakteristik lindi sendiri yang dianggap sebagai sumber pencemar pada air sumur yang ada di sekitarnya memiliki nilai pH yang berada pada kisaran yang netral (Tabel 4). Namun secara umum berdasarkan parameter pH, air sumur di wilayah penelitian termasuk tidak layak untuk air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

2.3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD5)

Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi zat-zat organik menjadi bentuk anorganik yang stabil (Chapman, 2000). BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air. Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau


(53)

0 50 100 150 200 250 300 350

1 2 3 4

Lokasi pengam atan

BO

D

5

industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut (Alaerts dan Santika, 1987).

Kandungan BOD dalam air sangat berkaitan dengan kandungan oksigen terlarut (DO) dan bahan-bahan organik yang ada dalam air, yaitu semakin tinggi kandungan DO maka semakin rendah kandungan BOD, sehingga limbah dan sampah yang masuk ke perairan akan semakin cepat diuraikan oleh mikroba (Wuryadi, 1981).

Hasil pengukuran BOD5 untuk seluruh contoh air sumur berkisar

antara 29,7 – 317 mg/l dengan nilai rata-rata 160,98 mg/l. Nilai ini sangat jauh di atas ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut kriteria mutu air Kelas III PP RI Nomor 82/2001. Perbedaan serta dinamika nilai BOD5 dan hubungannya dengan Kriteria Mutu Air

menurut PP RI Nomor 82/2001 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD5)

Kriteria Mutu Air Kelas III PP RI No 82/2001 Rata-rata


(54)

2.4. Amonia, Nitrit dan Nitrat

Nitrogen adalah nutrien penting dalam sistem biologis mahluk hidup. Nitrogen akan berupa nitrogen organik dan nitrogen amonia dalam air limbah, proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung. Senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi menjadi nitrogen amonium dan dioksidasi menjadi nitrogen nitrit dan nitrat dalam sistem biologis mahluk hidup (Saeni, 1989).

Amonia (NH3), nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-) merupakan

senyawa-senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N). Unsur N sebagai salah satu unsur makro yang penting dibutuhkan untuk petumbuhan suatu organisme. Di dalam perairan, kebanyakan senyawa-senyawa nitrogen dijumpai dalam bentuk organik dan anorganik (Mahida, 1997).

Hasil pengukuran kandungan amonia pada seluruh lokasi pengamatan didapat kisaran nilai 1,13 – 6,88 mg/l dengan nilai rata-rata 4,06 mg/l. Nilai ini melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut Baku Mutu Air Kelas I berdasarkan PP RI Nomor 82 Tahun 2001.

Tingginya kandungan amonia hingga melebihi ambang batas karena kelebihan bahan organik hasil penguraian sampah oleh bakteri yang tidak dapat teroksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga bersama-sama air hujan senyawa amonia ini terangkut dan meresap ke lapisan tanah atas mencemari air sumur yang ada di sekitarnya.

Konsentrasi amonia yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan kematian biota air. Hal ini dikarenakan amonia menyebabkan keadaan kekurangan oksigen pada perairan, konversi amonia menjadi nitrat membutuhkan oksigen 4,5 bagian oksigen untuk setiap bagian amonia, sehingga mengakibatkan kadar oksigen terlarut turun (Saeni, 1989).

Senyawa nitrit dalam jumlah tertentu ( < 1 mg/l ), sangat berguna untuk pertumbuhan tubuh, terutama untuk mahluk nabati perairan. Kandungan nitrit dalam jumlah berlebihan, maka di dalam tubuh dapat


(55)

sebagai racun yang dapat membentuk methemoglobin (hemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen), sehingga hemoglobin di dalam darah tidak dapat mengedarkan oksigen yang diperlukan oleh jaringan tubuh. Pembentukan methemoglobin dapat mengakibatkan methemoglobinemia. Methemoglobin yang terjadi pada bayi akan tampak tubuhnya berwarna biru, disebut sebagai blue baby disease (Melanby, 1972 di dalam Sundra, 1997).

Nitrit merupakan turunan dari amonia. Dari amonia ini, oleh bantuan bakteri Nitrosomonas sp, diubah menjadi nitrit. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan biasanya merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amonia dan nitrat. Keadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat (Eilbeck, WJ dan Mattock, 1992).

Hasil pengukuran kandungan nitrit pada lokasi penelitian berkisar antara 0,001 – 0,375 mg/l dengan kandungan nitrit rata-rata 0,1 mg/l. Nilai ini melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut Kriteria Mutu Air Kelas I. Hal ini menandakan bahwa aktivitas proses biologis dalam perombakan bahan organik cukup tinggi dan kandungan nitrit yang melebihi 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Saeni, 1989), meski menurut Hammer (1986) kandungan nitrit sebesar 0,06 ppm dianggap tidak membuat kualitas air tercemar.

Tinggi rendahnya nilai kandungan nitrit ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti kandungan oksigen terlarut, suhu, pH, konsentrasi amonia/nitrat itu sendiri dan waktu retensi. Waktu retensi menunjukkan waktu yang dibutuhkan bakteri untuk merombak amonia. Semakin banyak jumlah bakteri nitrifikasi maka semakin banyak kandungan nitrit yang terbentuk. Begitu juga dengan kandungan O2 terlarut, suhu, pH dan konsentrasi amonia/nitrit.


(56)

Semakin optimum faktor-faktor tersebut maka kandungan nitrit yang terbentuk akan semakin bertambah (Hammer, 1986).

Senyawa nitrat (NO3-) merupakan produk akhir hasil oksidasi zat

bernitrogen. Nitrat dibutuhkan dalam jumlah lebih besar dari nitrit untuk keperluan biologis dan nutrien tubuh (Dahuri et al., 1993). Menurut PP RI Nomor 82 Tahun 2001, batas maksimum nitrat diperbolehkan dalam air minum adalah ≤ 10 mg/l. Tood (1980) menambahkan, kadar nitrat dalam air minum lebih dari 45 mg/l dapat mengakibatkan methemoglobinemia.

Kandungan nitrat berdasarkan hasil analisis laboratorium dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kandungan Nitrat

Kandungan nitrat rata-rata pada air sumur di wilayah penelitian 0,06 mg/l. Nilai ini masih berada dalam kisaran ambang batas maksimum yang diperbolehkan berdasarkan kriteria mutu air.

2.5. Fosfat

Senyawa fosfat merupakan salah satu senyawa esensial untuk pembentuk protein, pertumbuhan algae dan pertumbuhan organisme biologi perairan lainnya. Kelebihan unsur fosfat dalam perairan dapat menyebabkan eutrofikasi dan dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut. Akibat eutrofikasi akan memacu pertumbuhan populasi algae, mengakibatkan kondisi perairan bersifat anaerob. Kondisi ini

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

1 2 3 4

lok as i pe ngam atan

Ni

tr

a

t


(57)

mengakibatkan terjadinya kematian masal organisme perairan, yang diikuti terbentuknya senyawa-senyawa beracun, seperti H2S (berbau

tengik) dan amonia (NH3) (Saeni, 1991) Kandungan senyawa-senyawa

tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas air sumur, sehingga tidak layak diperuntukkan sebagai air sumur.

Kandungan senyawa fosfat pada air sumur di wilayah penelitian berkisar antara 0,0005 – 0,503 mg/l (Gambar 7). Secara umum air sumur di wilayah penelitian memiliki kandungan senyawa fosfat di bawah ambang batas maksimum, namun pada lokasi pengamatan S3 terdapat kandungan senyawa fosfat yang melebihi ambang batas maksimum yakni 0,503 mg/l. Kondisi ini menyebabkan air sumur tersebut berbau tengik akibat terbentuknya senyawa H2S.

Gambar 7. Kandungan Senyawa Fosfat

3. Sifat Mikrobiologis

Bakteri Coliform dan Fecal coli (Escherichia coli)

Analisa mikrobiologi dilakukan berdasarkan organisme petunjuk (indicator organism) terhadap pencemaran air. Dalam hal ini yang sering digunakan adalah bakteri. Jika dalam air minum ditemukan adanya bakteri, hal ini mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bakteri coliform tinja (E. coli), atau kemungkinan mengandung bakteri patogen (Alaerts dan Santika, 1987).

0 0 .1 0 .2 0 .3 0 .4 0 .5 0 .6

1 2 3 4 Rata-rata

Kriteria Mutu Air Kelas I PP RI No 82/2001


(58)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

1 2 3 4

Bakteri coliform adalah jenis bakteri coli yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu coliform fecal, yaitu bakteri yang hidup secara normal pada usus manusia dan hewan, contohnya Escherichia coli, dan coliform non fecal yaitu bakteri yang hidup pada hewan dan tanaman yang sudah mati, contohnya Enterobacter aerogenes (Fardiaz, 1992).

Air sumur pada wilayah penelitian memiliki kandungan bakteri Fecal coli yang sangat tinggi seperti terlihat pada Gambar 14. (Selengkapnya pada Lampiran 13).

Hasil pengamatan terhadap sampel air sumur dari wilayah penelitian kandungan Fecal coli berkisar antara 0 – 3500 MPN/100 ml dengan kandungan rata-rata 1706,67 MPN/100 ml. Sementara kandungan total coliformnya berkisar antara 0 – 10000 MPN/100 ml (rata-rata kandungan 5766,67 MPN/100 ml).

Kandungan bakteri coliform dan fecal coli rata-rata untuk seluruh wilayah penelitian menunjukkan telah melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut kriteria mutu air berdasarkan PP RI Nomor 82 Tahun 2001 seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kandungan Bakteri Fecal coli

Hasil analisis menunjukkan, kandungan bakteri coliform pada air sumur lebih tinggi daripada bakteri fecal coli. Kondisi ini mengindikasikan pada lokasi pengamatan lebih banyak sampah yang

Kriteria Mutu Air Kelas I

PP RI No 82/2001

Rata-rata

Kriteria Mutu Air Kelas III


(1)

Lampiran 1. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas, PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air

No. Parameter

Satuan

Kelas

Keterangan

I II

III IV

I. FISIKA

1. Temperatur

o

C

Deviasi 3

Deviasi 3

Deviasi 3

Deviasi 3

Deviasi temperatur dari

keadaan alamiahnya

2. Residu

Terlarut

mg/L

1000 1000

1000

2000

3.

Residu

Tersuspensi

mg/L 50 50 400 400

Bagi pengelola air minum

secara konvensional, residu

tersuspensi

5000 mg/L

II. KIMIA ANORGANIK

4 pH

6 – 9

6 – 9

6 – 9

5 – 9

Apabila secara alamiah

diluar rentang tersebut,

maka ditentukan

berdasarkan kondisi

alamiah

5. BOD

mg/L 2

3

6

12

6. COD

mg/L 10 25 50 100

7. DO

mg/L 6 4 3 0 Angka

batas

minimum

8.

Total Fosfat

sebagai P

mg/L 0.2 0.2 1

5

9. NO

3

Sebagai N

mg/L

10

10

20

20

10. NH

3

- N

mg/L

0.5

(-)

(-)

(-)

Bagi Perikanan, Kandungan

Amonia bebas untuk ikan

yang peka

0,02 mg/L

sebagai NH

3

11. Arsen

mg/L 0.05 1

1

1


(2)

13.

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

14. Boron

mg/L 1

1

1

1

15. Selenium

mg/L 0.01 0.05

0.05

0.05

16. Kadmium

mg/L

0.01 0.01

0.01

0.01

17. Khrom

(VI)

mg/L

0.05

0.05

0.05

0.05

18. Tembaga

mg/L 0.02 0.02

0.02

0.2

Bagi Pengolahan air minum

secara konvensional, Cu

1

mg/L

19. Besi

mg/L 0.3 (-) (-) (-)

Bagi pengoalahan air

minum secara

konvensional, Fe

5 mg/L

20. Timbal

mg/L 0.03 0.03 0.03

1

Bagi pengolahan air minum

secara konvensional, Pb

0.1 mg/L

21. Mangan mg/L

0.1

(-)

(-)

(-)

22. Air

raksa mg/L

0.001 0.001 0.002 0.005

23. Seng

mg/L 0.05 0.05 0.05 2

Bagi pengolahan air minum

secara konvensional, Zn

5

mg/L

24. Khlorida mg/L

600

(-)

(-)

(-)

25. Sianida mg/L

0.02 0.02 0.02

(-)

26. Florida mg/L

0.5 1.5

1.5

(-)

27. Nitrit

sebagai

N

mg/L

0.06

0.06

0.06

(-)

Bagi pengolahan air

minum secara

konvensional, NO

2

-N

mg/L

28. Sulfat mg/L

400 (-)

(-)

(-)

29. Khlorin

bebas

mg/L

0.03

0.03

0.03

(-)

Bagi ABAM tidak

dipersyaratkan

30.

Belerang sebagai

H

2

S

mg/L 0.002 0.002 0.002 (-)

Bagi pengolahan air minum

secara konvensional, S

sebagai H

2

S

0.1 mg/L


(3)

III. MIKROBIOLOGI

31.

Fecal

Coliform

Jml/100

ml

100 1000 2000 2000

Bagi pengolahan air minum

secara konvensional, Fecal

Coliform 2000 Jml/100 ml,

total Coliform

1000

Jml/100 ml

32. Total

Coliform Jml/100

ml 1000

5000

10000

10000

IV. RADIOAKTIVITAS

33. Gross

– A

Bg/L

0.1

0.1

0.1 0.1

34. Gross

B

Bg/L

1

1

1

1

V. KIMIA ORGANIK

35. Minyak

Dan

Lemak

µg/L 1000

1000 1000 (-)

36. Detergen

Sebagai

MBAS

µg/L 200

200 200 (-)

37. Senyawa

Fenol

Sebagai Fenol

µg/L 1

1 1 (-)

38. BHC

µg/L 210 210 210 (-)

39. Aldrin/Dieldrin

µg/L

17

(-)

(-)

(-)

40.

Chlordane

µg/L 3 (-) (-) (-)

41. DDT

µg/L 2

2

2

2

42. Heptachlor

dan

heptachlor

epoxide

µg/L 18

(-) (-) (-)

43. Lindane

µg/L

56

(-)

(-)

(-)

44. Methoxylor

µg/L

35

(-)

(-)

(-)

45. Endrin

µg/L

1

4

4 (-)

46.

Toxaphan

µg/L 5 (-) (-) (-)

Keterangan :


(4)

57

Lampiran 13. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali, Wilayah Sekitar TPA

Sampah Galuga

No Parameter Satuan

Titik Sampling

S1 S2 S3 S4

I

1

2

3

4

5

II

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

III

20

21

FISIKA

Suhu

Bau

Rasa

Zat Padat Terlarut

Zat Padat Tersuspensi

KIMIA

pH

DO

BOD

5

COD

Amonia (N-NH

3

)

Nitrit (N-NO

2

)

Nitrat (N-NO

3

)

Fosfat (PO

43-

)

Besi (Fe)

Timbal (Pb)

Tembaga (Cu)

Krom (Cr)

Kadnium (Cd)

Seng (Zn)

MIKROBIOLOGI

Fecal Coli (E. Coli)

Coliform

o

C

-

-

mg/l

mg/l

-

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

mg/l

MPN/

100 ml

MPN/

100 ml

27,6

-

Agak

asam

183,33

1

4,74

1,96

317

952

1,13

0,001

0,21

0,0005

ttd

ttd

0,014

ttd

ttd

ttd

-

-

27,8

-

-

116,67

1,8

5,11

2,35

83,2

208,25

4,08

0,009

0,001

0,0005

ttd

ttd

0,012

ttd

ttd

0,002

1500

7000

27,3

busuk

Agak

pahit

270

6

6,24

0,98

214

646

6,88

0,014

0,001

0,503

ttd

ttd

0,018

ttd

ttd

0,129

3500

10000

27,6

-

-

586,67

2,67

5,13

2,00

29,7

119

4,15

0,375

0,042

0,0005

ttd

ttd

ttd

ttd

ttd

ttd

120

300

Keterangan :

S1 : Pengambilan sample air sumur jarak 5 m dari TPA

S2 : Pengambilan sample air sumur jarak 400 m dari TPA

S3 : Pengambilan sample air sumur jarak 700 m dari TPA

S4 : Pengambilan sample air sumur jarak 600 m dari TPA


(5)

(6)