Proses validasi pada penelitian kali ini dikaji di sepuluh wilayah dengan karakter
iklim yang berbeda satu sama lain. Hal ini bertujuan untuk mengetahui akurasi model di
berbagai tempat dan jenis iklim yang berbeda berdasarkan data yang tersedia. Dalam tahap
ini, data produktivitas hasil tanaman yang dihasilkan model dibandingkan dengan data
aktual produktivitas padi yang diwakili data BPS Badan Pusat Statistik. Agar
mendapatkan nilai kuantitatif keeratan hubungan antar variabel,
dilakukan pembuatan grafik scatter plot yang
selanjutnya akan menghasilkan nilai keeratan antara model dan data aktual BPS.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam produktivitas tanaman, secara umum tiga komponen utama yang saling
berkaitan yang perlu diperlakukan yaitu atmosfer, tanah dan tanaman. Tanaman tidak
akan tumbuh baik bila cuacaiklim atmosfer serta tanah tidak menunjang Handoko 1994.
4.1. Data Iklim
Penelitian ini dilakukan berdasarkan data iklim yang tersedia, dengan data series yang
berbeda pada setiap tempat. Terdapat 10 wilayah kajian yang akan dibahas, yakni Pacet
Cianjur, Jawa Barat, Baranangsiang Bogor, Jawa Barat, Darmaga Bogor, Jawa Barat,
Karawang Jawa Barat, Aceh DI Aceh, Bau-Bau Sulawesi Tenggara, Japura Riau,
Jatiroto Jawa Timur, Tabing Sumatera Barat.
4.1.1. Curah Hujan
Air sangat diperlukan untuk proses pertumbuhan tanaman padi. Sumber utama air
berasal dari air hujan atau lelehan salju Sjamsudin dan Karama 1997. Curah hujan
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pertumbuhan dan produktivitas
tanaman padi, sehingga budidaya tanaman padi perlu disesuaikan terhadap fluktuasi
curah hujan Pramudia et al. 2008.
Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel
5, secara keseluruhan wilayah Tabing Sumatera Barat merupakan wilayah yang
memiliki rata-rata curah hujan yang paling tinggi
dibandingkan dengan curah hujan wilayah lain yang digunakan dalam validasi
model ini. Wilayah yang memiliki curah hujan paling rendah berdasarkan data tersebut
adalah Aceh, bahkan pada bulan Agustus curah hujan total bernilai hanya 3,8 mm.
Secara umum, pola curah hujan yang terjadi di setiap wilayah kajian hampir sama. Hal ini
dipengaruhi oleh dua musim utama yang terjadi di Indonesia yakni musim hujan yang
terjadi akhir tahun hingga awal tahun berikutnya, dan musim kemarau yang terjadi
pada tengah tahun. 4.1.2. Kelembaban
Besaran yang sering dipakai untuk menyatakan kelembaban udara adalah
kelembaban nisbi RH Tjasyono 2004. Kelembaban relatif atau relative humidity
dapat pula diartikan sebagai rasio antara kelembaban aktual dan kemampuan udara
untuk menampung uap air tersebut Anonim 2009. Pada Tabel 6 disajikan nilai
kelembaban relatif yang secara umum menunjukkan data kelembaban yang tidak
memiliki variasi terlalu tinggi. Nilai kelembaban udara yang terendah
bernilai 64,5 yang terjadi di daerah Karawang pada
bulan September. Hal ini disebabkan pengaruh musim kemarau yang meyebabkan
supply utama air, yakni curah hujan sangat rendah. Nilai kelembaban relatif terbesar
bernilai 93,8 pada wilayah Japura Riau pada bulan Desember yang merupakan musim
hujan. 4.1.3. Suhu Udara
Secara fisis suhu dapat didefinisikan sebagai tingkat gerakan molekul benda, makin
cepat gerakan molekul, makin tinggi suhunya Tjasyono 2004. Pada masa tanam awal, suhu
memberikan pengaruh yang besar, dan menentukan waktu yang dibutuhkan dari
tahap penanaman benih hingga munculnya semai Petr 1991.
Pada Tabel 7, terlihat bahwa suhu rata- rata bulanan mengalami perbedaan baik
menurut waktu ataupun tempat. Nilai suhu minimum dari sepuluh wilayah kajian tersebut
adalah sebesar 21°C pada wilayah Pacet yang disebabkan oleh karakteristik iklim dan
ketinggian wilayah yang mencapai 1275 mdpl. Nilai suhu udara maksimum
berdasarkan data suhu bulanan adalah sebesar 27,9°C pada wilayah Aceh yang disebabkan
oleh altitude yang rendah dan letak wilayah yang dekat dengan pesisir pantai.
4.1.4. Radiasi Surya