Persiapan Sampel Analisis Analisis Isotop

6

2.2.3 Analisis Isotop

15 N Analisis Isotop 15 N dilakukan dengan metode standar berdasarkan IAEA 1990.

2.2.3.1 Persiapan Sampel

Persiapan sampel dilakukan dengan cara sampel dipanaskan dalam oven selama 24 jam pada suhu 70˚C. Setelah itu sampel digerus menggunakan mortar hingga menjadi tepung. 2.2.3.2 Analisis Nitrogen Total Analisa nitrogen total dilakukan dengan metode Kjeldahl Eviati dan Sulaeman, 2009 terdiri dari tiga tahap yaitu tahap destruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap Destruksi Tahap destruksi dilakukan dengan cara sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, selenium 1 g, dan H 2 SO 4 pekat 5 ml dimasukkan ke dalam tabung digest. Kemudian didestruksi pada suhu 350 ˚C selama 30 menit, hingga keluar asap putih atau cairan di dalam tabung digest berwarna hijau bening. Setelah itu, sampel didinginkan lalu diencerkan dengan air bebas ion akuades hingga volume 50 mL Larutan A. Tahap Destilasi Tahap destilasi dilakukan dengan cara HCl 0,1 N sebanyak 10 mL dan indikator tashiro sebanyak 1 tetes dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL Larutan B. Kemudian larutan A ditambahkan dengan NaOH 40 sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan didestilasi pemanasan dan kondensasi selama 15 menit dari tetesan Larutan B. Tahap Titrasi Tahap titrasi dilakukan dengan cara sampel hasil destilasi sebelumnya dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi hijau muda. Jumlah nitrogen total dihitung berdasarkan rumus di bawah ini: Nitrogen Total = ሺ୫୐ୌେ୪ି୫୐୒ୟ୓ୌሻൈ୒ୌେ୪ൈଵସ ୫୥ୗୟ୫୮ୣ୪ x 100 [1] 7

2.2.3.3 Analisis

15 N Pengukuran isotop 15 N dianalisa menggunakan alat FAN Fischer Analysen Instrumente NOI-6PC. Komposisi dari isotop stabil rasio perbandingan antara isotop bermassa ringan dengan berat berbagai materi biologi dapat diukur menggunakan spektrometer massa atau spektrometer emisi optikal IAEA, 1990. Analisis 15 N dilakukan di Badan Tenaga Atom Nasional, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Hasil analisis isotop 15 N diolah menggunakan perhitungan rumus berdasarkan IAEA 1990, seperti di bawah ini. 1. Perhitungan jumlah atom 15 N excess pada bioflok dan hewan uji Gambar 5 2. Perhitungan nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh bioflok berasal dari isotop 15 N Gambar 6 3. Perhitungan tingkat pemanfaatan nitrogen bioflok oleh hewan uji Gambar 7 Nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh bioflok berasal dari isotop 15 N = N dff [3] x Total N pada bioflok [4] Tingkat pemanfaatan N biofok oleh hewan uji = Ψଵହ ొሾ૞ሿൈ౐౥౪౗ౢొ౦౗ౚ౗౞౛౭౗౤౫ౠ౟ሾ૟ሿ ଵ଴଴ 15 N = Ψଵହ ొ౦౗ౚ౗ Ї™ƒ ౫ౠ౟ ሾ૛ሿ Ψଵହ ొ౦౗ౚ౗ౘ౟౥ϐౢ౥ౡ ሾ૛ሿ ൈ ͳͲͲ [5] Atom 15 N excess = a – a [2] N dff = Ψଵହ ొ౦౗ౚ౗ౘ౟౥ϐౢ౥ౡ ሾଶሿ Ψଵହ ొ౦౗ౚ౗౦౛౤౗౤ౚ౗౟౩౥౪౥౦ x [3] Total N pada bioflok gNKg = N Total pada bioflok [1] x ଵ଴଴଴ ଵ଴଴ [4] Total N pada hewan uji gNKg = N Total pada hewan uji [1] x ଵ଴଴଴ ଵ଴଴ [6] 8 Keterangan Rumus : A = total atom 15 N dalam suatu sampel, disebut juga kelimpahan 15 N 15 N abundance. Nilai a akan sama dengan a untuk kelimpahan alami, tetapi aa bila sampel diperkaya dengan 15 N. a = 15 N kelimpahan alami natural abundance atom 15 N nitrogen di alam. N dff = fraksi dari nitrogen N dalam sampel bioflok yang berasal dari penanda isotop yaitu 15 NH 4 2 SO 4 a.e 20. 2.3Analisis Data Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan dianalisis secara deskriptif. 9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil 3.1.1 Distribusi Ukuran Flok Pengukuran distribusi ukuran flok dilakukan setelah bioflok diberi penanda isotop 15 N. Distribusi ukuran flok dikelompokkan menjadi 4 yaitu distribusi ukuran flok tanpa penyaringan, 100 µm, 48-100 µm, dan 48 µm. Hasil pengukuran distribusi ukuran bioflok tersebut secara berurutan disajikan pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Gambar 1. Distribusi ukuran flok tanpa penyaringan Distribusi ukuran flok sebelum dilakukan penyaringan berdasarkan ukuran disajikan pada Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar flok memiliki ukuran lebih dari 40 µm. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata ukuran partikel flok sebelum disaring adalah sebesar 79,24 µm. Gambar 2. Distribusi ukuran flok 100 µm Distribusi ukuran flok yang tidak lolos dari saringan mesh 100 µm atau berukuran lebih dari 100 µm disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar ini terlihat bahwa sebagian besar flok berukuran lebih dari 100 µm. Hasil pengukuran didapatkan rata-rata ukuran partikel flok pada kelompok ini adalah 118,1 µm. Volum e Volum Volum e Diameter Partikel µm Diameter Partikel µm Diameter Partikel µm