bahasa arab dalam bahasa Indonesia

Bahasa Arab dalam Bahasa Indonesia: Kajian Integrasi Bahasa
(Muhammad Ridwan)
Pendahuluan
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi
(Koentjaraningrat, 1983:146). Interaksi antaranggota masyarakat dilakaukan dengan
perantara bahasa. Demi kelangsungan interaksi, bahasa berperan sebagai alat komunikasi.
Bahasa adalah satu sistem simbol vokal yang arbitrer, memungkinkan satu orang dalam
satu kebudayaan tertentu atau orang lain yang telah mempelajari sistem kebudayaan
tersebut untuk berkomunikasi atau berinteraksi (Finnochiaro dalam Alwasilah, 1985:2).
Simbol linguistik mencakup kaidah-kaidah kompleks yang mengatur bunyi, kata, kalimat,
makna dan penggunaannya (Ridwan, 2008:1). Bahasa juga biasa didefinisikan sebagai
alat komunikasi manusia.
Komunikasi adalah proses di mana individu-individu bertukar informasi dan saling
menyampaikan buah pikirannya. Komunikasi menurut Kridalaksana (1983:89)
didefinisikan sebagai sebuah proses penyampaian amanat dari sumber atau pengirim ke
penerima melalui sebuah pikiran. Dengan menguasai bahasa, masing-masing individu
akan mampu bekerjasama, dan berinteraksi. Komunikasi merupakan proses aktif yang
menuntut adanya pengirim yang menyandikan atau merumuskan pesan (Ridwan, 2008:1).
Komunikasi di dalam masyarakat menimbulkan maujud kontak bahasa.
Kontak bahasa yang terjadi antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain
akan berpengaruh pada bahasa yang bersangkutan. Kontak bahasa itu tidak dapat

dipisahkan dengan kontak budaya yang terjadi, bahkan dipandang sebagai salah satu
aspek kontak budaya. Menurut Weinreich (1953:5) pengaruh bahasa lain ke bahasa
tertentu merupakan difusi dan akulturasi budaya. Menurut Schuchardt, sebagaimana
dikutip Haugen (1992:198) pengaruh tersebut terlihat pada kosa kata yang dipungut oleh
bahasa tertentu. Hal itu merupakan ciri keuniversalan bahasa. Bahasa Inggris yang
merupakan bahasa terkemuka, misalnya, memungut tidak kurang dari separuh
kosakatanya dari bahasa Latin, Yunani, Skandinavia, dan Prancis (Gonda, 1973:26).
Bahkan, bahasa Inggris salah satu bahasa Eropa yang terbuka terhadap pungutan.
Broselow (1991:200-201) mengatakan bahwa masalah pemungutan ke dalam suatu
bahasa berkaitan dengan tingkat kedwibahasawan masyarakat yang melakukan
pemungutan itu. Pemungutan pada awalnya terbatas pada penutur dwibahasawan.
Penutur ekabahasawan memanfaatkannya menjadi kata sehari-hari setelah menjadi
pungutan (Samsuri, 1980:58). Hal itu ditandai pula oleh penggunaan dua bahasa secara
bergantian dan berturut oleh penutur dwibahasawan (Haugen, 1992:198). Penggunaan ini
akan menambah khazanah baru dalam perbendaharaan bahasanya.
Kondisi ini dialami juga oleh bahasa Indonesia. Indonesia merupakan sebuah
negara yang multibahasa. Keragaman bahasa ini mengakibatkan adanya alih kode. Alih
kode ini akan menghasilkan pemungutan bahasa. Hal itu terlihat dengan cukup
banyaknya pungutan dari berbagai bahasa, baik bahasa asing maupun bahasa daerah.
Salah satu pungutan itu berasal dari bahasa Arab.

Pengaruh bahasa Arab dalam bahasa Indonesia bersamaan dengan masuknya
agama Islam ke Nusantara. Melalui para pedagang, musafir, dan mubalig Arab, Persia,

dan Gujarat agama Islam diterima oleh penduduk asli melalui kontak bahasa. Pengaruh
bahasa Arab itu tampak pada pungutan kata-kata Arab ke dalam bahasa sehari-hari
terutama dalam laras keagamaan. Misalnya, taqwa, zikir, tasbih, dan insya Allah.
Secara kuantitatif, jumlah pungutan laras keagamaan belum diketahui. Penggunaan
kosakata pungutan itu mengalami pergeseran makna. Pergeseran makna ini erat
hubungannya dengan budaya bahasa penerima. Oleh karena itu, penelitian mengenai
pergesaran makna kosakata serapan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab
dalam laras keagamaan perlu dilakukan.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pergesaran makna
kosakata serapan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab dalam laras keagamaan
dan bagaimana wujud pertalian pergeseran itu dengan budaya masyarakat Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pergeseran makna kosakata serapan bahasa
Indonesia yang berasal dari bahasa Arab dalam laras keagamaan dan menemukan wujud
pertalian pergeseran itu dengan budaya masyarakat Indonesia.
Penelitian mengenai pengaruh bahsa Arab yang pernah dilakukan adalah penelitian
kosakata yang digunakan secara umum tentang pengaruh struktur sintaksis dan tinjauan
tentang makna. Van Ronkel (1977) meneliti pengaruh tata kalimat bahasa Arab terhadap

tata kalimat bahasa Melayu yang pada umumnya akibat penerjemahan kalimat ke dalam
bahasa Melayu. Sayang, analisisnya kurang mendalam, hanya sebatas contoh dan jenis
sintaksis yang mendapat pengaruh itu. Jones (1978) pernah mengadakan penelitian
berupa daftar pungutan kata bahasa Arab dalam bahasa Indonesia. Di dalam daftar itu
terdapat 4.275 entri. Penelitian ini belum membahas mengenai pergeseran makna. Baried
(1982) untuk pidato pengukuhannya menjadi guru besar menyinggung mengenai unsur
pungutan dalam bahasa Indonesia dari bahasa Arab dengan sudut pandang kelas kata
bahasa Arab.
Isu yang kurang mendapat perhatian peneliti mengenai kedwibahasaan adalah
kontak bahasa. Kedua istilah ini mempunyai pengertian yang bertalian erat. Weinreich
(1970:1) mengatakan bahwa dua bahasa atau lebih disebut berada dalam kontak apabila
bahasa-bahasa itu dipergunakan secara bergantian oleh orang yang sama. Kontak itu
terjadi baik dalam diri perseorangan maupun situasi kemasyarakatan. Situasi
kemasyarakatan yang dimaksud disini adalah tempat seseorang mempelajari bahasa
kedua. Oleh karena itu, kontak bahasa sering pula disebut sebagai kontak yang lebih luas,
yaitu kontak budaya.
Kontak budaya merupakan proses pemilihan kosakata (bahasa) yang berlandaskan
budaya lokal pemakai bahasa dalam kontak bahasa. Unsur-unsur bahasa lain yang
sebelumnya mempengaruhi dwibahasawan secara perseorangan, kemudian menyebar
lebih meluas, sehingga pengaruh itu mendapat penguatan bersama. Para ekabahasawan

menerima pengaruh itu, kemudian menggunakannya. Dengan demikian, pengaruh tadi
diterima dan dimasukkan menjadi bagian dari sistem bahasa itu. Pada tingkat ini,
dapatlah dikatakan telah terjadi kontak bahasa.
Kontak bahasa merupakan peristiwa yang sudah terjadi sejak lama dan terus
berlangsung hingga saat ini maupun mendatang. Bahasa Indonesia sudah mengalami
kontak dengan bahasa lain sejak dulu hingga sekarang. Salah satu bahasa yang menjadi
lawan kontak bahasa Indonesia adalah bahasa Arab. Bahasa Arab masuk Indonesia
banyak dibawa oleh para mubalig agama Islam. Oleh karena itu, penelitian ini
menfokuskan pada kontak bahasa pada laras keagamaan.

Ada beberapa pendapat tentang laras yang dapat dijadikan pegangan. Laras
mengacu pada variasi situasional yang terjadi jika suatu topik dibicarakan orang dengan
latar pengetahuan dan asumsi yang dimiliki tentang topik itu. Laras dicirikan dengan
penggunaan kata tertentu atau kata bermakna khusus. Topik dalam laras khususnya
berkaitan dengan bidang kegiatan atau profesi. Salah satu jenis kegiatan adalah bidang
keagamaan.
Keagamaan merupakan suatu kegiatan yang erat kaitannya dengan aspek agama.
Kegiatan ini menggunakan register yang berhubungan dengan bidang keagamaan. Hal ini
sesuai dengan fungsi bahasa, yaitu berfungsi untuk mengungkapkan tujuan khusus.
Fungsi ini berkaitan dengan bidang kehidupan yang khas. Bahasa yang digunakan dalam

bidang agama dan ibadat disebut laras keagamaan.
Laras keagamaan adalah variasi khusus yang digunakan masyarakat agama dalam
upacara keagamaan yang dibedakan dari bahasa konvemsional biasa atau bahasa formal
non keagamaan. Ihwal penting dalam laras keagamaan yaitu variasi khusus keagamaan
sehingga membedakannya dari bahasa sehari-hari dan bahasa formal lainnya.
Pembahasan
Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang berkontak dengan bahasa
lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Kontak bahasa ini berakibat semakin
bertambahnya kosakata bahasa Indonesia dari bahasa lain. Di dalam kenyataannya, cukup
banyak kosakata serapan tersebut maknanya mengalami pergeseran. Pergeseran makna
ini terjadi dikarenakan perubahan wilayah makna (Ullmann, 1983:228). Salah satu bahasa
yang berkontak dengan bahasa Indonesia adalah bahasa Arab. Pergeseran makna kata
serapan dari bahasa Arab akan menghilangkan kekhasan dari bahasa sumber itu.
Perubahan ini akan mengakibatkan integrasi butir asing dengan bahasa pemungut.
Sebagaimana disebutkan di atas, makna dapat dilihat dengan cara bagaimana
makna pungutan bahasa Arab laras keagamaan itu menyesuaikan diri dengan makna yang
diperlukan dalam bahasa Indonesia. Hal ini terjadi melalui integrasi pungutan itu yang
terlihat dalam perubahan makna pungutan bahasa Arab. Berikut ini akan dipaparkan
mengenai perubahan makna kata serapan bahasa Indonesia dari bahasa Arab dengan
analisis sosiolinguistik berdasarkan data dibawah ini.

1) Sebelumnya marilah kita zikir atau eling
2) Marilah kita menghadiri acara sedekah bumi dengan memperbanyak sedekah
dan lain sebagainya.
3) Sebagai umat beragama, kita harus menjadi orang yang takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
4) Wahyu bukan ajaran, bukan petunjuk, bukan pemberitahuan, melainkan Allah
sendiri yang menyatakan sendiri rahasia penyelamatan-Nya.
5) K.H Abdurrahman Wahid adalah seorang ulama.
Leksem zikir pada data (1) dipungut dari zikr. Leksem itu mengandung makna
‘pujian dan doa kepada Allah’ (Dar al-Masriq, 1986:237) dan ‘ingat kepada Allah’
(Djoefri, 1988:778). Namun, di dalam bahasa Indonesia pungutan kata zikir mengandung
makna sebagai berikut.

Zikir 1. Pujian-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang. 2. Doa dan
pujian berlagu (dilakukan dalam perayaan maulid Nabi. 3. Perbuatan mengucapkan zikir
(KBBI, 2007:1280).
Berdasarkan bahasa Arab, makna zikir adalah ‘ingat, pujian, dan doa kepada
Allah’. Namun, dalam bahasa Indonesia maknanya sudah berkembang seperti poin tiga di
atas. Jika data (1) diamati terlihat adnya perubahan makna yang tidak ada lagi
hubungannya dengan objek puji-pujian atau doa. Perubahan maknanya mencakup makna

eling yang merupakan wujud ingat penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan YME.
Dengan demikian, zikir itu tidak lagi terbatas maknanya di dalam konteks pemakaian
bagi umat Islam, tetapi juga wujud ingat bagi penganut aliran kepercayaan.
Leksem sedekah dalam data (2) merupukan pungutan dari sadaqah. Sadaqah
bermakna ‘pemberian yang bernilai (dimaksudkan untuk memperoleh pahala bukan
kehormatan)’ (Dar al-Masriq’ 1986:420) atau ‘bantuan, pertolongan, atau dana sosial di
luar kewajiban zakat dan zakat fitrah menurut kekuatan atau kemampuan si pemberi’
(Djoefri, 1988:651). Makna itu mengalami perubahan seperti dapat dipahami dari data
(2). Makna sedekah dalam bahasa Indonesia yaitu
1, pemberian kepada faqir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar
kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan si opemberi; derma. 2.
Selamatan; kenduri; 3. Makanan (bunga-bunga dsb) yang disajikan kepada orang halus
(ruh penunggu dsb) (KBBI, 2007:1008).
Perubahan makna sedeqah itu terlihat pada makna polisemi kedua dan ketiga.
Makna kedua dan ketiga dapat dipahami berdasarkan data (2). Terjadinya perubahan ini
tentu ada kaitannya dengan budaya yang berlaku di dalam masyarakat penerima.
Walaupun pemberian saji-sajian itu tidak berasal dari agama Islam, kepercayaan terhadap
makhluk halus atau roh penunggu sudah ada sebelum masyarakat penerima mengenal
ajaran agama Islam. Terjadinya akulturasi budaya animisme dengan ajaran Islam dalam
hal ini sedekah, mengakibatkan bahwa leksem sedekah juga digunakan sebahagai

makanan yang disajikan kepada roh halus.
Leksem takwa pada data (3) yang dipungut dari leksem taqwa bermakna
‘keinsafan mengikuti dengan kepatuhan dan ketaatan, melaksakan perintah Allah serta
menjahui larangan-larangan-Nya’ (Djoefri, 1988:707). Leksem takwa dalam bahasa
Indonesia
bermakna
sebagaimana
berikut
ini.
Takwa 1. Terpeliharanya sifat diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan
menjahui larangan-Nya; 2. Keinsafan yang diikuti kepatuhan dan ketaatan dalam
melaksanakan perintah Allah dan menjahui larangan-Nya; 3. Kesalehan hidup (KBBI,
2007:1280).
Berdasarkan arti takwa dalam bahasa Indonesia terlihat adanya perubahan wilayah
maknanya, yakni pada makna yang ketiga. Makna ini lebih umum daripada makna yang
pertama dan kedua yang tidak berbeda dengan makna dari bahasa Arab. Taqwa dalam
bahasa Arab lebih ditekankan pada penganut Islam yang taat melaksanakan perintah
Allah dan menjahui larangan-Nya. Namun makna ketiga ‘kesalehan hidup’dapat saja
terjadi pada semua umat, baik umat Islam maupun non-Islam. Perubahan makna ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia menganut falsafah Pancasila. Salah satu silanya,

yakni sila pertama itu, antara lain adalah bahwa setiap warga negara Indonesia percaya
dan takwa kepada Tuhan YME sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan demikian, semua warga

negara Indonesia baik beragama Islam maupun non-Islam wajib bertakwa kepada Tuhan
YME.
Leksem wahyu dalam data (4) memungut dari leksem wahyu. Lelsem wahyu
dalam bahasa Arab bermakna ‘isyarat; ilham; pemberitahuan secara rahasia; apa yang
diberikan Allah kepada para nabi; kitab suci; dan risalah’ (Dar al-Masriq, 1986:891-892).
Wahyu dalam agama Islam bermakna firman Allah yang disampaikanNya kepada para
nabi dan rasul, baik secara langsung mapun dengan perantara untuk dijadikan pedoman
bagi hidup manusia (Amir, 1988:85). Dari makana di atas dapat disimpulkan bahwa kitab
suci yang diturunkan kepada para nabi dan rasul adalah wahyu. Makna demikian juga
berlaku di kalangan umat Nasrani.
Leksem wahyu dalam bahasa Indonesia bermakna petunjuk dari Allah yang
diturunkan hanya kepada para nabi dan rasul melalui mimpi dsb (KBBI, 2007:1265-66).
Apabila makna wahyu ditinjau ulang, konsep makna wahyu akan berhubungan dengan
konsep agama masing-masing. Wahyu bagi umat Islam adalah kitab suci. Namun, makna
wahyu menurut konsepsi agama Kristen adalah pribadi Allah yang bersatu dalam diri
Allah. Makna itu sudah berkaitan dengan iman umat Kristen. Dengan adanya perbedaan

makna itu, leksem wahyu dapat dikatakan sebagai leksem yang mengalami perubahan
makna.
Leksem ulama pada data (5) dipungut dari kata ‘ulama. Kata itu adalah bentuk
jamak dari ‘alim yang bermakna orang yang berilmu pengetahuan; para ilmuwan (Dar alMasriq, 1986:527). Leksem ulama dalam bahasa Indonesia bermakna ‘orang yang ahli di
hal atau di pengetahuan agama Islam’ (KBBI, 2007:1239). Dari kedua makna dari dua
bahasa itu leksem ulama mengalami perubahan makna. Perubahan ini dikarenakan
leksem ulama dalam pemakaian pada bahasa Indonesia digunakan pada ihwal yang
berkonsep agama Islam.
Kesimpulan
Bahasa Indonesia merupakan tamsil dari sekian bahasa di dunia yang mengalami
kontak bahasa dengan bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Dari uraian
di atas, tergambar mengenai pergesaran makna kosakata serapan bahasa Indonesia yang
berasal dari bahasa Arab dalam laras keagamaan. Kosakata itu antara lain yaitu zikir,
sedekah, taqwa, wahyu, dan ulama. Kosakata laras keagamaan itu mengalami perubahan
makna dari makna sumber ke makna bahasa pemungut.
Perubahan makna pada leksem zikir, yaitu zikir itu tidak lagi terbatas maknanya di
dalam konteks pemakaian bagi umat Islam, tetapi juga wujud ingat bagi penganut aliran
kepercayaan. Perubahan makna pada leksem sedekah, yaitu leksem sedekah juga
digunakan sebahagai makanan yang disajikan kepada roh halus. Perubahan makna pada
leksem takwa, yaitu kesalehan hidup. Perubahan makna pada leksem wahyu, yaitu

konsep wahyu dari masing-masing agama dan kepercayaan. Perubahan makna pada
leksem ulama, yaitu orang yang ahli di hal atau di pengetahuan agama Islam.
Perubahan makna pada leksem zikir, sedekah, taqwa, wahyu, dan ulama dalam bahasa
Indonesia dipengaruhi oleh budaya di Indonesia. Oleh karena kontak bahasa dapat
dikatakan sebagai kontak budaya.

Dadftar Pustaka
Al-Wasilah, A.Chaedar. 1985.Beberapa Madzhab dan Dikotomi Teori Linguistik.
Bandung: Angkasa.
Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Baried, Siti Baroroh. 1982. “Bahasa Arab dan Perkembangan Bahasa Indonesia”.
Pidato pengukuhan jabatan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Broselow, Ellen. 1992. “Loanword Phonology”. Dalam William Bright (Ed).
Oxford: Oxford University Press.
Dar al-Masriq. 1986. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Bairut: Darul sl-Fikr.
Gonda, J. Sankrit in Indonesia. Edisi ke-2. New Delhi: International Academy of
Indian Culture.
Haugen, Einer. 1992. International Encyclopedia of Linguistics. Oxford: Oxford
University Press.
Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu Antropolgi. Jakarta: Aksara Baru.
Jones, Russell. 1978. Arabic Loan-Words in Indonesian. London: School of
Oriental and African Studies.
Ridwan, Muhammad. 2008. “Kesantunan Kalimat Perintah dalam Masyarakat
Indonesia Keturuan Arab di Pasar Kliwon Surakarta Jawa Tengah: Analisis Pragmatik”.
Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Ronkel, Ph. S. van. Mengenai pengaruh tatkalimat Arab terhadap Tatakalimat
Melayu. Jakarta: Bhratara.
Samsuri. 1980. Analisa Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Ullmann, Stephen. 1983. Semantics: An Introduction to the Science of Meaning.
Oxford: Basil Blackwell.
Weinreich, Uriel. 1953. Language in Contact: Findings and Problem. The Hgue:
Mouton.