Interferensi Fonologi Bahasa Indonesia Ke Dalam Bahasa Arab

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang
membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Ilmu yang mempelajari
hakekat dan ciri-ciri bahasa ini disebut linguistik. Linguistiklah yang mengkaji
unsur-unsur bahasa serta hubungan-hubungan unsur itu dalam memenuhi
fungsinya sebagai alat perhubungan antarmanusia (Nababan, 1984 : 1).
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bilingual bahkan
multilangual, yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau lebih dari dua
bahasa dalam berkomunikasi. Dalam tempo
(http://www.korantempo.com/news/2002/3/24/Idea24.html, 2002 : 1) disebutkan
ada 365 bahasa yang berbeda digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Bilingualisme atau multilangualisme di Indonesia ini disebabkan oleh kedudukan
yang istimewa dari bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara.
Dalam kehidupan sehari-hari, bangsa Indonesia selain menggunakan
bahasa Indonesia juga menggunakan bahasa daerah, di antaranya (1) yang
berpenutur lebih dari satu juta jiwa, seperti bahasa Jawa, Sunda, Madura,
Minangkabau, Bali, Batak, Bugis atau Aceh, (2) yang berpenutur seratus ribu
sampai satu juta jiwa seperti bahasa Komering, Manggarai, Minahasa, Dayak

Ngaju, Bima, Bajo, Tetum, Mandar, Kerinci, Nias, Alas, Gayo, Ot Danum atau
Manyaan, (3) yang berpenutur sepuluh ribu sampai seratus ribu jiwa, seperti
bahasa Buru, Tondano, Mongondow, Banda, Tolaki, Ogan, Katingan atau
Tanjung, dan (4) yang berpenutur kurang dari sepuluh ribu jiwa seperti bahasa
Ternate, Mentawi, Balantak, Hitu, Kaidipang, Abui, Cia-Cia, Kluet, Kalabra,
Enggano, Makian, Mori atau Tobelo.

13
Universitas Sumatera Utara

Di samping itu, bahasa asing seperti bahasa Inggris, Arab, Cina, Belanda
atau Jepang, juga digunakan menurut pola pemakaian bahasa yang sasuai dengan
fungsi kemasyarakatannya, situasi, serta konteksnya (Rikrik, 2012:1).
Menurut Harding dan Riley (1986:27), bahwa lebih dari setengah
penduduk dunia adalah dwibahasawan. Hal ini berarti bahwa sebagian besar
manusia di bumi ini menggunakan dua bahasa sebagai alat komunikasi. Orang
yang biasa menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian untuk tujuan
yang berbeda pada hakekatnya merupakan agen pengontak dua bahasa. Kontak
antara dua bahasa, yang mereka gunakan menimbulkan saling pengaruh, yang
manifestasinya terlihat pada penerapan kaidah bahasa pertama (bahasa ibu) di

dalam penggunaan bahasa kedua atau dapat pula terjadi sebaliknya. Penggunaan
dua bahasa secara bergantian dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam
pemakaian bahasa, hal seperti ini dikenal dengan istilah interferensi (Guntur dan
Djago, 1988:2).
Suwito (1983:55) menjelaskan, bahwa dalam interferensi dapat terjadi
dalam semua komponen kebahasaan, yaitu bidang tata bunyi, tata kalimat, tata
kata dan tata makna. Di samping itu Weinreich (1953:14-47) juga membagi
bentuk-bentuk interferensi atas tiga bagian, yaitu interferensi fonologi, interferensi
leksikal, dan interferensi gramatikal (Aslinda dan Syafyahya, 2007:67).
Menurut Weinreich (1953:14) interferensi fonologi terjadi pada tataran
bunyi. Interferensi jenis ini terjadi ketika dwibahasawan mengucapkan sebuah
fonem pada sistem bahasa asing dengan fonem pada sistem bahasa ibu dan
kemudian menggunakannya berdasarkan aturan bunyi fonem bahasa ibu (Ratih,
2010:10).
Dalam bahasa Indonesia interferensi pada sistem fonologi dilakukan,
misalnya, oleh para penutur bahasa Indonesia yang berasal dari Tapanuli. Fonem
/∂/ pada kata seperti dan dilafalkan menjadi [dƐngan] dan
[rƐmbes]. Penutur bahasa Indonesia yang berasal dari Jawa selalu menambahkan
bunyi nasal yang homorgan di muka kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/,


14
Universitas Sumatera Utara

/d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata [mBandung], [nDepok], [ngGombong], dan
[nyJambi] (Chaer dan Agustina, 2010:122).
Bahasa Arab merupakan salah satu dari sekian ribu bahasa yang ada di
dunia ini dan merupakan salah satu bahasa mayor di dunia yang dituturkan oleh
lebih dari 200.000.000 umat manusia. Bahasa ini digunakan secara resmi oleh
kurang lebih 20 negara. Karena ia merupakan bahasa kitab suci dan tuntunan
agama Islam sedunia, maka tentu saja ia merupakan bahasa paling besar
signifikansinya bagi ratusan juta muslim sedunia, baik yang berkebangsaan Arab
maupun bukan (Arsyad, 2004:1).
Allah SWT. Secara khusus meletakkan keutamaan bahasa Arab melalui
firman-Nya sebagai berikut :

  

  



/Innā anzalnāhu qur‘anan ‘arabiyyan la’allakum ta’qilūna/
“Sesungguhnya kami menurunkan Al-Qur’an berbahasa Arab agar kamu
memahaminya” (QS. Yusuf/ 12:2).
Al-Qur’an bagi ummat Islam merupakan wahyu Allah (Kalamullah) yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab.
Wahyu dalam konteks Islam juga berarti pembicaraan Allah dengan menggunakan
sarana komunikasi. Meski komunikasi tersebut berbeda dengan komunikasi yang
digunakan manusia dengan sesamanya, tidaklah berarti bahwa komunikasi Allah
dengan utusan-Nya tidak bisa diteliti dan dikaji sama sekali. Sebaliknya, wahyu
Allah merupakan bahan kajian keilmuan keislaman yang dapat dikaji secara terus
menerus, bahkan ilmu pengetahuan dapat meneliti dengan baik proses komunikasi
Allah dengan manusia tersebut (Wahid, 2010:6).
Dengan demikian, al-Qur’an bagi masyarakat Indonesia juga merupakan
kitab suci yang berfungsi sebagai pedoman hidup di dunia dan menuju akhirat.
15
Universitas Sumatera Utara

Sehingga al-Qur’an di Indonesia sudah mulai diajarkan sejak pendidikan TPA
hingga perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman.
Sebagai masyarakat dwibahasa, sering kita mendengar penutur bahasa

Indonesia dalam membaca al-Qur’an masih menggunakan sistem bunyi bahasa
Indonesia, khususnya dalam mengucapkan bunyi-bunyi konsonan. Seperti pada
contoh ayat berikut ini :





(Q.S Al-Zalzalah, Ayat 1)



 

/Iẕā zulzilati al-arḍu zilzālahā/
Pada contoh diatas, kata ‫?[ ﺍ ﺫﺍ‬iða:] “apabila” diucapkan oleh penutur bahasa
Indonesia menjadi ‫?[ ﺍ ﺯﺍ‬iᴣa:]. Kemudian kata ‫[ ﺍﻻﺭﺽ‬al-arᵭu] “bumi” diucapkan
menjadi ‫[ ﺍﻻﺭﺩ‬al-ardu]. Sehingga keadaan ini mengakibatkan kedua kata tersebut
menjadi tidak bermakna atau tidak terdapat dalam kosa kata bahasa Arab. Hal ini
menunjukkan bahwa penutur bahasa Indonesia yang berbahasa Arab telah

menggunakan sistem bunyi bahasa Indonesia sebagai bahasa pertamanya dalam
mengucapkan bunyi bahasa Arab sebagai bahasa kedua, sehingga penggunaan
sistem bahasa Indonesia ini mengakibatkan hilangnya makna kata dari bahasa
Arab al-Qur’an itu sendiri.
Berdasarkan adanya penggunaan bunyi-bunyi konsonan bahasa Indonesia
dalam membaca al-Qur’an oleh penutur bahasa Indonesia pada contoh di atas,
maka peneliti tertarik untuk menjadikan permasalahan ini sebagai suatu penelitian
untuk mencapai gelar kesarjanaan pada jenjang pendidikan strata 1 departemen
Sastra Arab FIB USU.
Dalam penelitian ini peneliti akan menjadikan mahasiswa departemen
Sastra Arab FIB USU sebagai sumber pengambilan data. Hal ini dilakukan, selain
memudahkan bagi peneliti untuk mengambil data, juga untuk melihat kualitas
mahasiswa yang sudah belajar fonologi bahasa Arab dalam menggunakan sistem
bunyi bahasa Arab dalam membaca al-Qur’an.

16
Universitas Sumatera Utara

Adapun beberapa faktor utama peneliti tertarik membahas interferensi
pada surah al-Fatihah dan surah al-Zalzalah ini di antaranya:

1. Surah al-Fatihah merupakan inti sari dari maarif al-Qur’an oleh karena
itu surah al-Fatihah disebut ummul qur’an
2.

Surah al-fatihah merupakan penentu shalat, kekeliruan membaca surat
al-Fatihah baik salah menyebutkan satu bunyi konsonan maupun satu
bunyi vokal akan membedakan arti. Ini berakibat bisa membatalkan
shalat seseorang karena surah ini adalah rukun/wajib dibaca dalam
setiap shalat.

3. Surah al-Fatihah dan al-Zalzalah memiliki beberapa bunyi konsonan
yang tidak ada dalam konsonan bahasa Indonesia seperti konsonan ‫ﺙ‬
‫ﺡ ﺥ ﺫ ﺵ ﺹ ﺽ ﻁ ﻉ ﻍ ﻕ‬
4. Pengalaman pribadi peneliti sebagai seorang nazir masjid dan pengajar
membaca al-Qur’an yang seringkali mendengar pengucapan bunyibunyi konsonan BA dalam surah al-Fatihah dan al-Zalzalah diucapkan
oleh penutur BI dengan bunyi-bunyi konsonan BI baik dikalangan
imam, para orang dewasa maupun remaja dan anak-anak.

17
Universitas Sumatera Utara


1.2 Batasan Masalah
Dalam penyajian suatu karya tulis ilmiah diperlukan adanya pembatasan
masalah. Manfaatnya agar penyajian suatu karya tulis menjadi terfokus dan tidak
menyimpang dari pokok pembahasan yang dikehendaki. Oleh sebab itu penulis
memberi batasan masalah sebagai berikut:
1. Bunyi konsonan apa saja yang mengalami interferensi fonologi bahasa
Indonesia dalam membaca Al-Qur’an oleh mahasiswa departemen Sastra
Arab FIB USU?
2. Di manakah distribusi (posisi) bunyi-bunyi konsonan bahasa Arab alQur’an yang mengalami interferensi oleh mahasiswa departemen Sastra
Arab FIB USU?
3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya interferensi fonologi
bahasa Indonesia dalam membaca Al-Qur’an oleh mahasiswa departemen
Sastra Arab FIB USU?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bunyi konsonan apa saja yang mengalami interferensi
fonologi bahasa Indonesia dalam membaca al-Qur’an oleh mahasiswa
departemen Sastra Arab FIB USU.
2. Mengetahui di mana distribusi (posisi) bunyi-bunyi konsonan bahasa Arab

al-Qur’an yang mengalami interferensi oleh mahasiswa departemen Sastra
Arab FIB USU.
3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabakan terjadinya interferensi
fonologi bahasa Indonesia dalam membaca Al-Qur’an oleh mahasiswa
departemen Sastra Arab FIB USU.

18
Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Mengetahui gambaran interferensi fonologi bahasa Indonesia dalam
bahasa Arab al-Qur’an pada mahasiswa departemen Sastra Arab FIB USU.
2. Menjadi bahan masukan bagi akademisi dan peneliti bahasa Arab
khususnya kajian tentang fonologi bahasa Arab.

1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian
yang mengambil data di lapangan. Objek penelitiannya adalah bahasa lisan yaitu
bahasa Arab al-Qur’an yang diucapkan oleh mahasiswa departemen Sastra Arab

FIB Universitas Sumatera Utara. Dengan demikian untuk memperoleh data yang
valid dalam kasus interferensi fonologi peneliti akan memberikan bahan bacaan
ayat-ayat al-Qur’an dalam berbagai surah yang diambil dan dapat mewakili bunyibunyi konsonan bahasa Arab yang tidak ada di dalam konsonan bahasa Indonesia.

1.5.1

Populasi dan Sampel

Populasi didefenisikan sebagai keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan
sampel bermakna sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan
penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian sampel (Arikunto, 2010:173-174).
Mahasiswa Departemen Sastra Arab FIB USU berjumlah 156 orang. Dari
jumlah ini peneliti memilih mahasiswa yang bahasa pertamanya adalah bahasa
Indonesia yang menjadi subjeknya yang berjumlah 53 orang diambil dari stambuk
2009 sampai stambuk 2012.
Selanjutnya untuk sampel, Arikunto (1992:102) mengatakan apabila subjek
kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar dapat diambil
antara 10% hingga 15% atau 20% hingga 35% saja.


19
Universitas Sumatera Utara

Oleh sebab itu, karena subjek berjumlah 53 orang dan dipilih dari stambuk
tertentu, serta kurang dari 100 orang maka subjek diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian sampel. Sedangkan populasinya adalah
mahasiswa penutur bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ibu.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam usaha pengumpulan data, metode dan teknik yang digunakan pada
penelitian ini adalah :
1. Metode Lapangan
Metode yang dimaksud dalam hal ini ialah data diperoleh melalui interaksi
langsung dilapangan dengan menggunakan tehnik-tehnik sebagai berikut :
a. Teknik rekam
Dalam teknik ini peneliti memberikan bahan bacaan berupa surah alFatihah dan surah al-Zalzalah kepada informan. Kemudian peneliti
meminta kepada informan untuk membaca surah tersebut sebanyak satu
kali, ketika informan membaca surah tersebut maka peneliti melakukan
perekaman menggunakan tape recorder. Dalam praktiknya, peneliti tidak
terlibat di dalam kegiatan perekaman.
b. Teknik simak
Disebut metode simak karena dilakukan dengan menyimak pengguna
bahasa. Setelah diperoleh data rekaman, peneliti menyimak hasil rekaman
bacaan ayat al-Qur’an informan secara berulang-ulang.
c. Teknik quesioner (angket)
Selain merekam, peneliti juga memberikan quesioner berupa beberapa
buah pertanyaan kepada informan. Dan ini juga dijadikan sumber data
untuk melihat fakta-fakta terjadinya interferensi bahasa Indonesia dalam
membaca al-Qur’an.

20
Universitas Sumatera Utara

2. Metode Kepustakan
Metode yang dimaksudkan dalam hal ini ialah membaca sejumlah buku atau
literature yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sebagai bahan acuan dalam
melaksanakan penelitian. Data tersebut merupakan data sekunder.

1.5.3 Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data ialah metode analisis
deskriftif.
Secara umum, langkah-langkah analisis data meliputi tahap pengolahan data,
tahap pengorganisasian, dan tahap penemuan hasil, (Ibnu : 2003) dalam Ainin
(2007:122-123). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis
data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mendengarkan rekaman bacaan al-Qur’an secara berulang-ulang.
b. Mengidentifikasi bunyi-bunyi konsonan yang mengalami interferensi
dalam membaca al-Qur’an.
c. Mengklasifikasi bunyi konsonan yang mengalami interferensi dalam
membaca al-Qur’an.
d. Menyusun hasil klasifikasi dan hasil quesioner ke dalam laporan karya
ilmiah menjadi skripsi.

21
Universitas Sumatera Utara