BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK YATIM

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK YATIM

A. Pengertian Anak Yatim

Jumlah anak yatim semakin bertambah dalam masyarakat. Hal ini bukan semata sebagai proses alamiah- seperti karena ayah atau orang tuanya meninggal dunia, sakit, atau sebab semacamnya- tapi juga sebagai akibat dari ulah dan rekayasa manusia sendiri yang telah menimbulkan penderitaan pada sejumlah anak-anak yang kemudian menjadi yatim. Diantaranya adalah pembunuhan massal dan peperangaan. Di dunia Islam banyak anak menjadi yatim lantaran rekayasa, pembunuhan, dan peperangan yang diciptakan penjajah Barat.1

Islam adalah agama universal yang ajarannya meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam ajaran Islam, terdapat keberpihakan yang besar dan jelas kepada nasib kaum dhuafa dan anak yatim. Keberpihakan Islam ini secara nyata dapat dilihat dan dikaji dalam kitab suci Al-Qur’an dan As-Sunnah, dalam realitas sejarah masa Khulafaur Rasyidin, dan generasi seterusnya. Keberpihakan Islam ini bukan sebatas pada aktivitas yang memecahkan berbagai masalah sosial dan kemanusiaan bagi kaum dhuafa dan anak yatim, melainkan lebih dari itu bagaimana menyelamatkan mereka dari bahaya kesesatan dan kekafiran, kemudian membawa mereka menuju keselamatan, kedamaian dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.2

Yatim menurut bahasa adalah orang yang ditinggal mati ayahnya. Sedangkan menurut istilah, yatim dikhususkan bagi seseorang yang ditinggal mati ayahnya dalam keadaan belum dewasa. Seperti disebutkan dalam hadits Nabi yang artinya: “Tidak disebut yatim jika sudah dewasa”.

1

. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Mari Mencintai Anak Yatim, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2003 ), Cet. I, Mei. hlm. 23

2

. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Menyayangi Dhuafa, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2004 ), Cet. I, Januari, hlm. 9


(2)

Kata yatim yang digunakan untuk menamakan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan. Seperti kata syair :

ا ﺑﻩﺪ اوتﺎ ﻰ ا ا باد او ﻌ اﻻا

“Orang yatim itu bukanlah orang yang tidak memiliki ayah dan ibu, tetapi orang yatim itu adalah orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dan budi pekerti”.

Orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan disebut juga yatim karena orang-orang bodoh selalu dalam kesulitan dan kesusahan. Ilmu pengetahuan akan menjadi penolong bagi seseorang layaknya seorang ayah menjadi penolong anaknya.3

Anak yatim tercatat dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Mereka disebut-sebut, baik dengan sebutan yatim (tunggal), maupun yatama (jamak). Mereka mendapatkan perhatian yang begitu besar dari Allah swt. begitu pula, nama mereka banyak tertera di dalam hadits.4

Allah dan Rasul-Nya memang tidak menjelaskan dan memberikan definisi secara khusus tentang anak yatim. Namun dari berbagai keterangan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan dalam Sunnah Rasulullah saw. dapat dijumpai beberapa makna dan arti anak yatim. Salah satunya, seperti yang dinyatakan dalam firman Allah sehubungan dengan kisah Nabi Khidir a.s. ketika memberikan penjelasan kepada Nabi Musa a.s. yang berguru kepadanya.5

ﺎ ﻬ

ﺰْآ

ْﺤ

نﺎآو

ﺔ ﺪ ْا

ﻦْ

ﻦْ ﺎ

نﺎﻜ

راﺪﺠْا

ﺎ أو

ﺎ هﺰْآ

ﺎﺝﺮْﺨ ْﺴ و

ﺎ هﺪ أ

ﺎ ْ

ْنأ

ﻚ ر

دارﺄ

ﺎﺤ ﺎ

ﺎ هﻮ أ

نﺎآو

يﺮْ أ

ْﻦ

ْ

ﺎ و

ﻚ ر

ْﻦ

ﺔ ْﺡر

ْ

ْ ْﺴ

ْ

وْﺄ

ﻚ ذ

ﺮْ

ا

“Adapun dinding itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya itu ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan

3

. Khozin, Refleksi Keberagamaan, Dari Kepekaan Teologis Menuju Kepakaan Sosial, ( Malang : UMM Press, 2004 ), Cet. I., Agustus, hlm : 107

4

. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Mari Mencintai………., op.cit, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2003 ), Cet. I, Mei. hlm. 1

5


(3)

simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kami tidak dapat sabar terhadapnya.” ( al- Kahfi : 82)6

Tafsir dari ayat ini yakni harta yang terpendam berupa emas dan perak, bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang shaleh maka dengan keshalehannya itu ia dapat memelihara kedua anaknya dan harta benda bagi keduanya, maka Rabbmu menghendaki agar mereka berdua sampai kedewasaannya (sampai kepada usia dewasa). Dan mengeluarkan simpanannya itu , sebagai rahmat dari Rabbmu. Semua hal yang telah disebutkan tadi, yakni melobangi perahu, membunuh anak muda dan mendirikan tembok yang hampir roboh berdasarkan keinginanku sendiri, tetapi hal itu kulakukan berdasarkan perintah dan ilham dari Allah. 7

Dari ayat ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang disebut anak yatim adalah anak-anak yang ayahnya mereka telah meninggal dunia.

Sementara itu dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang lain dijelaskan bahwa yatim itu bukan hanya terbatas pada anak-anak yang tidak mempunyai ayah saja, tetapi juga mereka tidak memiliki dua orang tua.8 Salah satu firman Allah yang berkaitan dengan masalah ini menerangkan,

اﻮ ْدﺎ

اﺪْ ر

ْ ﻬْ

ْ ْﺴﻥاء

ْنﺈ

حﺎﻜ ا

اﻮ

اذإ

ﻰ ﺡ

ﻰ ﺎ ْا

اﻮ ْاو

ﺎ

نﺎآ

ْﻦ و

اوﺮ ْﻜ

ْنأ

اراﺪ و

ﺎ اﺮْﺱإ

ﺎهﻮ آْﺄ

ﺎ و

ْ ﻬ اﻮْ أ

ْ ﻬْ إ

ْﺄ ْ

اﺮ

نﺎآ

ْﻦ و

ْ ْ ْﺴ ْ

ْ ﻬ اﻮْ أ

ْ ﻬْ إ

ْ ْ د

اذﺈ

فوﺮْ ْﺎ

ْ آ

ﺎ ﺴﺡ

ﻰ آو

ْ ﻬْ

اوﺪﻬْ ﺄ

)

6

(

“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serehkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari makan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila

6

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al Jumatul Ali ( Mutiara Yang Maha Luhur ), ( Jakarta : CV. J-ART, 2004 ), hlm. 303

7

. Imam JaLaluddin Al Mahally, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Penerjemah, Bahrun Abu Bakar, LC.,Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul 3, ( Bandung, C.V. Sinar Baru, 1990 ), Cet. I., hlm. 1224 – 1225

8


(4)

kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka.Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”( an-Nisaa : 6)9

Ayat ini menegaskan bahwa wali hendaknya memperhatikan keadaan mereka ( anak yatim ), sehingga bila para pemilik itu telah dinilai mampu mengelola harta dengan baik, maka harta mereka harus segera diserahkan. Selanjutnya, karena dalam rangkaian ayat-ayat yang lalu anak yatim yang pertama disebut ( ayat 2 )sebab merekalah yang paling lemah, maka disini mereka pun yang pertama disebut. Kepada para wali diperintahkan : ujilah anak yatim itu dengan memperhatikan keadaan mereka dalam hal penggunaan harta, serta latihlah mereka sampai hampir mencapai umur yang menjadikan mereka mampu memasuki gerbang perkawinan. Maka ketika itu, jika kamu telah mengetahui, yakni pengetahuan yang menjadikan kamu tenang karena adanya pada mereka kecerdasan, yakni kepandaian memelihara harta serta kestabilan mental, maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka, karena ketika itu tidak ada lagi alasan untuk menahan harta mereka.

Boleh jadi ada diantara wali yang tamak, maka ayat ini melanjutkan tuntunannya dengan menegaskan bahwa janganlah kamu, para wali, memakan, yakni memanfaatkan untuk kepentingan kamu harta anak yatim dengan kamu yang mengelolanya sehingga memanfaatkannya lebih dari batas kepatutan, dan jangan juga kamu membelanjakan harta itu dalam keadaan tergesa-gesa sebelum mereka dewasa, karena kamu khawatir bila mereka dewasa kamu tidak dapat mengelak untuk tidak menyerahkannya. Barang siapa diantara para pemelihara itu yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri, yakni tidak menggunakan harta anak yatim itu dan mencukupkan dengan anugerah Allah yang diperolehnya, dan siapa yang miskin hendaklah boleh ia makan dan memanfaatkan harta itu, bahkan mengambil upah atau imbalan menurut yang patut. Lalu apabila kamu menyerahkan harta mereka yang sebelumnya ada dalam kekuasaan kamu kepada mereka, maka hendaklah kamu

9

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya…………,op.cit.,


(5)

mempersaksikan atas mereka tentang penyerahan itu bagi mereka. Dan cukuplah Allah menjadi Pengawas atas persaksian itu.

Ulama sepakat bahwa ujian yang dimaksud adalah dalam soal pengelolaan harta, misalnya dengan memberi yang diuji itu sedikit harta sebagai modal. Jika dia berhasil memelihara dan mengembangkannya, maka ia dapat dinilai telah lulus dan wali berkewajiban menyerahkan harta miliknya itu kepadanya. Ujian itu dilaksanakan sebelum yang bersangkutan dewasa. Ada yang berpendapat sesudahnya. Sebagian Ulama menambahkan diuji yakni diamati juga pengamalan agamanya.

Mayoritas Ulama berpendapat bahwa anak yatim yang telah dewasa tidak otomatis diserahkan kepadanya hartanya, kecuali setelah terbukti kemampuannya mengelola harta. Ini berdasar ayat ini dan ayat sebelumya. Imam Abu Hanifah menolak pendapat ini. Menurutnya, apa dan bagaimana pun keadaan anak yatim, bila dia telah mencapai usia dua puluh lima tahun, maka wali harus menyerahkan harta itu kepadanya, walaupun dia fasik atau boros. Pendapatnya didasarkan pada pertimbangan bahwa usia dewasa adalah delapan belas tahun. Tujuh tahun setelah dewasa, yang menggenapkan usia menjadi dua puluh lima tahun adalah waktu yang cukup untuk terjadinya perubahan-perubahan dalam diri manusia.10

Secara tersirat ayat ini menunjukkan makna yatim ialah anak-anak yang kedua orang tua mereka telah meninggal dunia. jika hanya bapak yang meninggal dunia, berarti masih ada ibu yang mengasuh dan merawat mereka dengan menggunakan harta peninggalan bapak mereka. Namun dalam ayat ini diisyaratkan bagi orang-orang yang mampu dan berkecukupan dalam mengasuh dan merawat anak-anak yatim tidak boleh mempergunakan dan memakan harta kaum dhuafa itu, kecuali jika mereka miskin. Ketentuan ini diisyaratkan pada orang lain yang mengurus dan mengasuh anak-anak yatim dan bukan untuk ibunya. Dengan demikian dari kedua makna di atas dapat

10

. M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 2, ( Jakarta, Lentera Hati, 2000 ), Cet. I., November, hlm.333 - 334


(6)

ditarik suatu kesimpulan tentang defenisi yatim adalah anak-anak yang bapak atau orang tua mereka telah meninggal dunia.

Defenisi ini lebih diperkuat lagi dengan kenyataan sejarah sebagaimana dialami oleh Rasulullah saw. sendiri. Beliau telah menjadi anak yatim ketika masih dalam perut ibunya, karena ayahnya, Abdullah, telah meninggal dunia dalam perjalanan berniaga. Begitu lahir beliau tidak mengenal siapa bapaknya. Ibunya sendiri yang mengasuh dan merawatnya ketika masih bayi dan anak-anak. Setelah ibunya meninggal, beliau telah bersama kakeknya, Abdullah Muthalib. Jadi, pada masa kecil, beliau tergolong sebagai anak yatim yang sudah tidak memiliki orang tua.

Dengan demikian defenisi yatim adalah anak-anak yang bapak atau orang tuanya meninggal dunia dan membutuhkan perlakuan serta perawatan yang sebaik-baiknya dari orang lain.

Muhammadiyah, sebuah organisasi modern besar di Indonesia, telah menyatakan bahwa anak-anak yatim itu termasuk dalam golongan anak-anak terlantar. Menurutnya yang dimaksud anak-anak terlantar adalah seebagai berikut:

Pertama, yatim / piatu, anak yang ayah dan ibu (orang tua)-nya sudah tidak ada.

Kedua, yatim / piatu, anak-anak yang memiliki orang tua tetapi tidak lengkap.

Ketiga, anak-anak yang oleh suatu sebab menjadi terlantar.

Keempat, anak-anak yang hidup dalam suatu keluarga yang mengalami gangguan sosial dan psikologis.

Penjalasan ini berarti yang perlu mendapat perhatian dan pertolongan bukan hanya yatim saja, melainkan juga anak-anak yang terlantar lainnya, termasuk di dalamnya anak-anak jalanan.11

Allah, melalui serangkaian peraturan dalam Al-Qur’an, telah mewajibkan kepada kita, khususnya orang-orang yang berpunya untuk meringankan dan bersimpati terhadap penderitaan mereka. Al-Qur’an sendiri

11


(7)

secara tegas menyatakan bahwa faktor utama kecemburuan sosial adalah jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Karena itulah perintah mengulurkan tangan kepada mereka yang tidak berpunya merupakan suatu petunjuk yang selalu diulang-ulang dalam Al-Qur’an, di samping kecaman bahkan ancaman kepada mereka yang tidak mengindahkannya.

Menurut Islam, segala sesuatu termasuk harta benda adalah milik Tuhan. Manusia yang beruntung mendapatkannya pada hakikatnya dia menerima titipan dari Tuhan.12

Menurut ajaran Islam, setiap orang miskin, anak yatim patut memperoleh pertolongan, dan tentu saja merupakan tanggung jawab orang berada untuk memberikan pertolongan itu.

B. Ayat- ayat Yang Berhubungan Dengan Anak Yatim

Mengingat perhatian Al-Qur’an pada “manusia” secara umum dan kaum tertindas yang juga meliputi anak yatim secara khusus, maka dalam kontek penindasan, bentuk tertinggi kebenaran adalah praktis untuk membentuk mereka dieksploitasi dan dizalimi. Ide mengenai solidaritas yang katif dan terorganisasi dengan kaum tertindas itu telah tampak dalam kehidupan Nabi Muhammad saw, lama sebelum kenabiannya.13

Islam bertujuan membentuk masyarakat ideal, yaitu sosok masyarakat yang diwarnai oleh jalinan solidaritas sosial yang tinggi, rasa persaudaraan yang solid antarmanusia. Ini bukan khayalan.

Bila diamati, untuk mencapai sasaran mulia itu, Islam telah mempersiapkan alatnya. Di antaranya puasa. Melalui ibadah ini, si kaya dapat merasakan langsung pahitnya kelaparan dan penderitaan yang ditanggungnya bertahun-tahun. Juga ambisi dunia yang menggebu-gebu, yang merupakan cikal bakal sifat egoisme, individualisme, dan mau senang sendiri itu, menjadi lunak dan cair. Dari sini diharapkan muncul rasa sayang dan kasihan pada

12

. Alwi Shahab, Memilih Bersama Rasulullah, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. II., hlm. 145

13

. Farid Esack, Membebaskan Yang Tertindas, Al-Qur’an, Liberalisme, Pluralisme,


(8)

orang yang lemah. Apalagi dilanjutkan dengan perenungan bahwa sewaktu-waktu si kaya dapat mengalami nasib dan penderitaan si miskin.14

Anak yatim adalah sosok manusia yang mendapat kedudukan khusus dan mulia di sisi Allah swt. perhatian Allah swt. begitu besar kepada mereka, sebagaimana tercermin dari banyaknya ayat dalam Al-Qur’anul Karim yang membicarakan masalah yatim. Bahkan, bila Al-Qur;an menyebutkan nama-nama kaum dhuafa, maka anak yatim menduduki urutan pertama. Bahkan kata

yatim (tunggal) atau yatama (jamak) disebut kurang lebih 23 kali dalam Al-Qur’an. Adalah wajar jika mereka mendapat perhatian yang besar dari Allah swt. sebab, selain dhuafa, sejak kecil mereka telah merasakan penderitaan lahir batin.

Al-Qur’an menjelaskan tentang anak-anak yatim dalam berbagai kaitan antara lain, dengan agama, keimanan, harta, warisan, rampasan perang, perkawinan, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan anak yatim dalam Al-Qur’an bukan semata-mata masalah sosial dan kemanusiaan, tapi juga berhubungan dengan persoalan keagamaan dan keimanan yang berpengaruh kelak di alam akhirat. Oleh karena masalah anak yatim dalam Islam termasuk hal yang sangat penting, sehingga memerlukan perhatian dan penanganan yang serius dari orang-orang yang memiliki kepedulian dan kecukupan. Allah memerintahkan orang –orang yang beriman dan bertakwa agar memperhatikan, memelihara, membantu, menolong dan melindungi anak-anak yatim dengan cara-cara yang telah ditetapkan-Nya.15

1. Berbuat Baik Kepada Anak Yatim

Al-Qur’an menjelaskan keharusan berbuat baik kepada anak-anak yatim, Allah berfirman:

ﻮْﺎ و ﺎﺌْ

اﻮآﺮْ

ﺎ و

ا

اوﺪ ْ او

ﻰ ْﺮ ْا

يﺬ و

ﺎﻥﺎﺴْﺡإ

ﻦْﺪ ا

ﺡﺎ او

ﺠْا رﺎﺠْاو ﻰ ْﺮ ْا يذ رﺎﺠْاو ﻦ آﺎﺴ ْاو ﻰ ﺎ ْاو

14

. Dr. Daud Rasyid, M.A., Islam dalam Berbagai Dimensi, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2000), Cet. II., April, hlm. 238 - 239

15


(9)

نﺎآ

ْﻦ

ا

نإ

ْ ﻜﻥﺎ ْأ

ْ ﻜ

ﺎ و

ﺴ ا

ﻦْاو

ْﺠْﺎ

ارﻮﺨ

ﺎ ﺎ ْﺨ

)

36

(

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah terhadap kedua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri “. ( an- Nisaa : 36)16

Al- Biqa'i menilai ayat ini sebagai penekanan terhadap tuntunan dan bimbingan ayat-ayat yang lalu. Dia menulis bahwa : “Cukup banyak nasehat yang dikandung surah ini sejak awal, yang semuanya mengarahkan kepada ketakwaan, keutamaan, serta anjuran meraih dan ancaman mengabaikannya”.

Maka sangat wajar jika nasehat pertama pada awal surah ini diulangi lagi di sini untuk memulai petunjuk-petunjuk baru. Nasehat tersebut tidak hanya ditujukan kepada orang-orang mukmin, maka ayat ini tidak dimulai dengan memanggil mereka. Ayat ini juga ditujukan kepada semua manusia ( walau dalam ayat ini tidak disebut lagi ), karena pada ayat pertama surah ini telah disebutkan, yaitu : Hai sekalian manusia, sembahlah Allah yang Maha Esa dan Yang menciptakan kamu serta pasangan kamu, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun selain-Nya, dan jangan juga mempersekutukan-Nya dengan sedikit persekutuan pun. Dan dengan dua orang ibu-baapak, persembahkanlah kebajikan yang sempurna, dan jangan abai berbuat baik dengan karib-kerabat dan anak-anak yatim, yakni mereka yang meninggalkan ayahnya sedang ia belum dewasa, serta orang-orang miskin, tetangga yang dekat hubungan kekerabatannya atau yang dekat rumahnya denganmu, tetangga yang jauh kekerabatannya atau rumahnya, demikian juga dengan teman sejawat dalam perjalanan maupun dalam kehidupan sehari-hari, serta ibnu sabil, yakni anak-anak jalanan dan orang-orang yang

16

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,………,loc.cit.,


(10)

habis bekalnya sedang ia dalam perjalanan, dan hamba sahaya kamu, baik lelaki maupun perempuan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai, yakni tidak melimpahkan rahmat kasih sayang-Nya, tidak juga menganugerahkan ganjaran-Nyaa kepada orang-orang yang sombong, yang merasa diri tinggi, sehingga enggan membantu dan bergaul dengan orang-orang lemah, apalagi yang menggabungkan keangkuhan itu dengan membangga-banggakan diri.17

Ayat ini memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada anak-anak yatim dalam berbagai hal yang dapat menjadikan hidup mereka menjadi tenang, sejahtera, dan bahagia. Jika tidak begitu, kehidupan mereka semakin menderita dan sengsara. Berbuat baik kepada mereka dapat meringankan atau menghilangkan kesengsaraan dan penderitaan yang dialami sejak kecil; mengangkat harkat dan martabat mereka, serta dapat meningkatkan semangat mereka untuk menghadapi hidup dan masa depan.

Dalam hadits Nabi juga dijelaskan:

ا

و

نأ

س

ا

ا

و

ل

:

ا

ا

ﺥد

ا

اﺮ

و

ا

ﻦ ﺴ

ا ﺔ ﺠ

,

ن أ

إ

ﺎ ﻥ ذ

)

ا

اور

يﺬ ﺮ

اودو اد ﻮ

(

Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang merawat anak yatim, kaum muslimin dengan memberikan makanan dan minumannya, maka Allah akan memasukkannya ke adalam surga dengan secara langsung, kecuali jika ia berbuat dosa yang tidak terampuni “.

(HR. Turmudzi)18

17

. M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah 2, op.cit., hlm. 414 - 415 18

. Abdul Qadir Ahmad Atha’, 99 Pahala Besar ( 176 hadits Tentang Pahala Amal-amal Shaleh ), Penerjemah : Zainur-Ridlo Buyan, H. Ali tsauri Abdul Jalil, Lc., ( Surabaya : Pustaka Progessif, 1991 ), Cet. I., Maret, hlm. 126


(11)

2. Memuliakan Anak Yatim

Hidup anak-anak yatim juga harus dimuliakan dan dihormati. Mereka yang tidak mau memuliakan anak-anak yatim mendapat teguran dan peringatan dari Allah swt. Al-Qur’an menegaskan :

ْا نﻮ ﺮْﻜ

ﺎ آ

)

17

(

“ Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim”. ( al Fajr : 17 )19

Allah mengingatkan manusia jangan sampai mengira bahwa kemuliaan di sisi Allah itu hanya ditentukan oleh kaya atau miskin dalam harta benda atau banyak dan sedikit makanannya, gendut atau kurusnya perut, bukan itu sekali-kali bukan itu, tetapi semata-mata karena kerakusanmu terhadap harta kekayaan yang berlebihan sehingga kalian tidak ada kasih sayang kepada anak yatim, dan tidak suka membantu pada fakir miskin.20

ْﺮﻬْ

ﺎ ﻓ

ْا

ﺎﱠ ﺄﻓ

)

9

(

“Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang”. ( Ad- Dhuha : 9 )21

Rasulullah juga telah menjelaskan melalui sabdanya yang di keluarkan dari Umar, agar kita selalu memuliakan anak yatim:

أ

مﺮﻜ

ا

ا

)

ا

اور

(

“Rumah yang disukai Allah ialah rumah yang di situ ada anak yatim yang dimuliakan”. ( HR. Baihaqi )22

19

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya…………,op.cit.,

hlm. 594 20

. Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsier Al Dimasyqi, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier , Jilid 8, ( Surabaya, Bina Ilmu, 1993 ), Cet. II., hlm. 327

21

. Ibid., hlm. 597 22

. Pilihan Sabda Rasul ( Hadits – hadits Pilihan ), Penerjemah : Fachruddin HS, Irfan Fachruddin, S.H. ( Jakarta : Bumi Aksara, 2001 ), Cet. II., November, hlm. 15


(12)

إ

ﻦﺴﺨ

ﻦ ﺴ

ا

ﺮ ﺥ

,

ا

ﺮ و

ا ءﺎﺴ

ﻦ ﺴ

)

ﺝ ﺎ

ا

اور

(

“Sebaik-baik rumah dikalangan kaum Muslimin adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan sangat baik, dan sejelek-jelek rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diperlakukan sangat buruk “. ( HR. Ibnu Majah)23

Memuliakan dan menghormati anak-anak yatim dapat membesarkan hati dan mengangkat harga diri mereka, sehingga mereka menjadi tegar dan bersemangat dalam menghadapi hidup dan masa depan. Mereka tidak boleh dihina dan direndahkan. Perasaan mereka yang sensitif perlu dijaga. Jangan sampai kita mengucapkan kata-kata kasar yang menyinggung, apalagi sampai memukul.24

3. Mengurus Mereka Secara Patut dan Adil

Mereka yang mengurus anak-anak yatim di rumah atau di dalam panti asuhan perlu menjaga diri dan berusaha merawat anak-anak itu secara patut dan bersikap adil. Firman Allah :

ْنإو ﺮْﺥ ْ ﻬ

حﺎ ْ إ ْ

ﻰ ﺎ ْا ﻦ

ﻚﻥﻮ ﺄْﺴ و ةﺮﺥﺂْاو ﺎ ْﻥﺪ ا

ا

ءﺎ

ْﻮ و

ﺢ ْ ْا

ﺪﺴْ ْا

ْ

او

ْ ﻜﻥاﻮْﺥﺈ

ْ هﻮ ﺎﺨ

ْ ﺄ

ﻜﺡ

ﺰ ﺰ

ا

نإ

ْ ﻜ

)

220

(

Tentang dunia dan akhirat, dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik”, dan jika bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Al Baqarah : 220 )25

23

. Ali Husaini Musthafa Ar-Ris, Tujuh Golongan Yang Dinaungi Allah, Penerjemah : Adi Imran Amrullah, S.Ag., Amir Hamzah, Lc., ( Jakarta : Najla Press, 2003), Cet. I., Juli, hlm. 110

24

. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., op.cit., hlm. 7 25

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya………..


(13)

Tentang dunia dan akhirat. Inilah yang harus menjadi renungan. Perhatian kepada dunia menghasilkan upaya meraih keuntungan dini. Sedang ganjaran ukhrawi tidak diraih di sini. Jika hanya berfikir tentang dunia anak yatim dan orang lemah tidak akan terbantu, karena tidak ada imbalan duniawi yang akan diperoleh dari mereka. Tetapi jika berfikir tentang akhirat, pasti anak yatim termasuk yang dipikirkan nasibnya dan diperhatikan keadaannya.

Untuk mengingatkan agar manusia, khususnya para pengasuh anak yatim, selalu mencurahkan kasih sayang dan tidak menyulitkan orang lain, apalagi anak-anak yatim yang tidak berdaya, Allah mengingatkan kasih sayang-Nya yang sedemikian luas pada manusia.26

ْ ﻜْ

ﻰ ْ

ﺎ و

ﻦﻬ

ْ ﻜ ْ

ا

ءﺎﺴ ا

ﻚﻥﻮ ْ ْﺴ و

نﻮ ْﺮ و

ﻦﻬ

آ

ﻦﻬﻥﻮ ْﺆ

ﺎ ا

ءﺎﺴ ا

ﻰ ﺎ

بﺎ ﻜْا

أو

ناﺪْﻮْا

ﻦ ْﻀ ْﺴ ْاو

ﻦهﻮﺤﻜْ

ْنأ

ﻰ ﺎ ْ

اﻮ ﻮ

ْن

نﺎآ

ا

نﺈ

ﺮْﺥ

ْﻦ

اﻮ ْ

ﺎ و

ْﺴ ْﺎ

)

127

(

Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur’an (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka, dan (fatwa) tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya ( An Nisaa : 127 ) 27

Setelah menyebutkan sisi keimanan yang hakikatnya tidak tampak, ayat ini melanjutkan penjelasan tentang contoh-contah kebajikan sempurna dari sisi yang lahir ke permukaan. Contoh-contoh itu antara lain berupa kesediaan mengorbankan kepentingan peribadi demi orang lain, sehingga bukan hanya memberi harta yang sudah tidak disenangi atau tidak dibutuhkan , walaupun ini tidak dilarang, tetapi memberikan harta yang dicintainya secara tulus dan demi meraih cinta-Nya kepada kerabat,

26

. M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 1, ( Jakarta, Lentera Hati, 2000 ), Cet. I., November. hlm. 439 -440

27


(14)

anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta; dan juga memberi untuk tujuan memerdekakan sahaya, yakni manusia yang diperjualbelikan dan atau ditawan oleh musuh, maupun yang hilang kebebasannya akibat penganiayaan, melaksanakan shalat secara benar sesuai syarat, rukun, dan sunnah-sunnahnya, dan menunaikan zakat sesuai ketentuan tanpa menunda-nunda, setelah sebelumnya memberikan harta yang dicintainya selain zakat. Adapun yang amat terpuji adalah orang-orang yang sabar yakni tabah, menahan diri, dan berjuang dalam mengatasi kesempitan, yakni kesulitan hidup seperti krisis ekonomi; penderitaan, seperti penyakit atau cobaan; dan dalam peperangan, yakni ketika perang sedang berkecamuk. Mereka itulah orang-orang yang benar, dalam arti sesuai sikap, ucapan, dan perbuatannya dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.28

Beramal shaleh terhadap anak-anak yatim dan anak-anak yang tidak mempunyai orang tua tidak hanya menguntungkan sang pemberi dan sang penerima semata. Tindakan ini juga dapat mengembangkan komunitas dan masyarakat. Dunia adalah satu bangsa besar yang terdiri dari kumpulan komunitas, yang mana komunitas itu terdiri dari individu dan keluarga. Jika setiap individu dapat menjadikan diri mereka sendiri baik, maka dunia akan menjadi cerminan fisik dari surga.29

ﺱو

ا

ا

لﻮﺱر

ن

أ

ةﺮ ﺮه

ا

ﻦ و

ل

:

ﺎﻥ

ا

أ

ﻰﻥأ

إ

ﺔ ﺠ

ا

ب

لو

ا

ﻰﻥردﺎ

ةاﺮ ا

ىر

,

لﻮ

:

؟

ﻥ ا ﻦ

لﻮ

:

م ﺎ

ا ﻰ

تﺪ

ةأﺮ ا ﺎﻥ ا

) .

ا

اور

(

“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Aku adalah orang yang pertama kali akan membuka pintu surga, hanya saja aku melihat wanita telah mendahuluiku sehingga aku bertanya: “ Siapakah

28

. M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah,……….., Volume 2, loc.cit., hlm. 364 29

. Syekh Fadhlullah Haeri, Jiwa Al-Qur’an, Tafsir Sural Al-Baqarah, Penerjemah : Satrio Wahono, ( Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2001 ), Cet. I., Juni, hlm. 153


(15)

kamu?”. Ia menjawab: “Aku seorang wanita yang tabah merawat anak-anak yatimku “. ( HR. Abu Ya’la)30

Mengurus dan mengasuh anak-anak yatim secara patut akan memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang secara wajar dan lebih baik. Hidup mereka tidak akan terlantar dan terabaikan. Mereka dapat menikmati hidup dengan sebaik-baiknya layaknya anak-anak lain yang masih memiliki orang tua kandung. 31

4. Bergaul Dengan Mereka Sebagai Saudara

Setiap muslim termasuk anak-anak mereka sudah seharusnya bergaul dengan atau mengajak anak-anak yatim bergaul dengan mereka. Bila mereka bergaul atau mengajak anak-anak dhuafa itu bergaul dengan baik, maka mereka akan mendapatkan kebaikan dan pahala yang berlipat ganda dari Allah swt.

Allah juga memerintahkan kaum muslimin agar tidak bersikap masa bodoh dan tak acuh terhadap anak-anak yatim. Mereka yang tidak dapat memelihara dan mengurus anak-anak itu di rumah sekurang-kurangnya dapat berbuat baik kepada mereka, diantaranya menghormati mereka dengan cara mengajak anak-anak itu bergaul dan memandangnya sebagai saudara sendiri.32 Firman Allah :

ْنإو ﺮْﺥ ْ ﻬ

حﺎ ْ إ ْ

ﻰ ﺎ ْا ﻦ

ﻚﻥﻮ ﺄْﺴ و ةﺮﺥﺂْاو ﺎ ْﻥﺪ ا

ﺎﺨ

ا

ءﺎ

ْﻮ و

ﺢ ْ ْا

ﺪﺴْ ْا

ْ

او

ْ ﻜﻥاﻮْﺥﺈ

ْ هﻮ

ﻜﺡ ﺰ ﺰ

ا نإ ْ ﻜ ْ ﺄ

)

220

(

Tentang dunia dan akhirat, dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik”, dan jika bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat

30

. Abdul Qadir Ahmad Atha’, 99 Pahala Besar ……..,, loc.cit hlm. 127 31

. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., loc.cit., hlm. 7 32


(16)

mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Al Baqarah : 220 )33

Mengajak bergaul dan menganggap sebagai saudara dapat membantu anak-anak yatim merasa tidak kesepian dan terasing dalam hidup mereka, selain juga dapat menggembirakan dan membahagiakan hidup mereka di dunia ini.

Cinta sebagai salah satu ideal manusia menuntut manusia agar mencintai Tuhan sebagai pengejawantahan sempurna dari semua nilai moral, yang lebih penting dari segala sesuatu yang lain. Cinta menuntut agar manusia berlaku baik dan mencintai orang tua, terutama kepada ibu yang telah mengandung dan telah melahirkannya dengan susah payah. Kewajiban mencintai itu diperluas lebih jauh hingga meliputi kerabat, anak-anak yatim, orang-orang yang membutuhkan, musafir, dan fakir miskin. Nabi yang mengasihi orang-orang yang beriman, dan semua ciptaan selalu ramah dalam bergaul dengan masyarakat.34

Bertentangan dengan nilai cinta, adalah kebencian, kekerasan atau kekasaran, terhadap yang lain. Manusia dilarang berbicara yang menyakitkan kepada orang tua, anak-anak yatim, dan peminta-minta.35

Sesungguhnya orang yang berbuat zhalim kepada anak yatim, menghinakannya, menyepelekannya, meremehkannya, berbuat sesuatu yang menyakitkan jiwanya dan menyelipkan rasa sedih dan sakit hati kepadanya, maka sebenarnya ia telah kafir kepada ajaran-ajaran Allah dan tidak mempedulikan dan memperhatikan terjadinya hari Kiamat, Kebangkitan dan perhitungan amal atas segala keburukan yang telah ia perbuat.

Orang yang berbuat demikian terhadap anak yatim adalah orang yang mendustakan terhadap hari Pembalasan. Walaupun ia tidak

33

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,………, loc.cit., hlm. 36

34

. Abu A’la Al-Maududi, M.M. Syarif, M.A., B.A. Dar, M.A., Esensi Al-Qur’an: Filsafat, Politik, Ekonomi, Etika, Penerjemah : Ahmad Muslim, ( Bandung : Mizan, 1994), Cet. VI., Mei, hlm. 43

35


(17)

mengucapkan kedustaannya itu secara terang-terangan, tetapi gambaran tingkah lakunya membuktikan akan kedustaannya itu.36 Allah berfirman:

ﻦ ﺪ ﺎ

بﺬﻜ

يﺬ ا

ْأرأ

)

1

(

ْا عﺪ

يﺬ ا ﻚ ﺬ

)

2

(

ﺾﺤ

ﺎ و

ﻦ ﻜْﺴ ْا مﺎ

)

3

(

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. Al Maa’un : 1 – 3 )37

Setiap muslim termasuk anak-anak mereka perlu menanamkan pada diri mereka, bahwa sesungguhnya anak-anak yatim itu adalah saudara yang perlu digauli atau diajak bergaul. Sebab, antara orang dan anak-anak lain yang mau bergaul dengan mereka dalam pandangan Allah swt. adalah bersaudara.

5. Memberi Harta dan Makanan Kepada Mereka

Manusia tidak akan hidup bermasyarakat dengan normal dan tidak akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka inginkan kecuali jika mereka berinteraksi antar sesamanya dengan baik dan benar. Interaksi antar anggota masyarakat hanya dapat terwujud jika dalam masyarakat itu terdapat aktivitas sosial dan ekonomi, sehingga mereka dapat saling memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat.38

Allah juga mengajarkan kepada hamba-hamba-Nya agar anak-anak yatim yang miskin dan sengsara yang tidak memiliki harta waris peninggalan dan orang tua perlu diberikan bantuan harta dan makanan.39 Al-Qur’an menerangkan :

ْﻦ

ﺮ ْا ﻦﻜ و بﺮْ ْاو قﺮْ ْا

ْ ﻜهﻮﺝو اﻮ ﻮ

ْنأ ﺮ ْا ﺲْ

لﺎ ْا

ﻰ اءو

ﻦ او

بﺎ ﻜْاو

ﺔﻜﺉﺎ ْاو

ﺮﺥﺂْا

مْﻮ ْاو

ﻦ اء

ﺴ ْاو ﻰ ﺎ ْاو ﻰ ْﺮ ْا يوذ

ﺡ ﻰ

ﻦ ﺉﺎﺴ او

ﺴ ا ﻦْاو ﻦ آﺎ

36

. Ali Husaini Musthafa Ar-Ris, Tujuh Golongan……….,loc.cit., hlm. 111 37

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya,………,

loc.cit., hlm. 603 38

. DR. Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, Penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2004 ), Cet. I., Juli, hlm. 96

39


(18)

اذإ

ْ هﺪْﻬ

نﻮ ﻮ ْاو

ةﺎآﺰ ا

ﻰ اءو

ةﺎ ا

مﺎ أو

بﺎ ﺮ ا

و

ﻦ ﺬ ا ﻚﺌ وأ سْﺄ ْا ﻦ ﺡو ءاﺮﻀ او ءﺎﺱْﺄ ْا ﻦ ﺮ ﺎ او اوﺪهﺎ

ا

ه ﻚﺌ وأو اﻮ ﺪ

نﻮ ْ

)

177

(

Bukanlah menghadap wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-Nabi, dan memeberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir ( yang memerlukaan pertolongan ), dan orang-orang yang meminta-minta, dan ( memerdekakan ) hamba sahaya. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar ( imannnya ), dan mereka itulah orang-orang-orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al Baqarah : 177 )40

Maksudnya, kebajikan atau ketaatan yang mengantar kepada kedekatan kepada Allah bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam sholat ke arah timur dan barat tanpa makna, tetapi kebajikan yang seharusnya mendapat perhatian semua pihak adalah yang mengantar kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu keimanan kepada Allah, dan lain-lain yang disebut oleh ayat ini.

Redaksi ayat tersebut juga dapat bermakna: Bukannya menghadapkan wajah ke arah timur dan barat yang merupakan semua kebajikan, atau bukannya semua kebajikan merupakan sikap menghadapkan wajah ke arah timur dan barat. Menghadap ke timur atau ke barat bukanlah sesuatu yang sulit atau membutuhkan perjuangan, dan disanalah kebajikan sejati ditemukan.

Kepada siapa ayat ini ditujukan? Kalau melihat konteks ayat-ayat sebelumnya, tidak keliru jika dikatakan bahwa ia ditujukan kepada Ahl al Kitab. Mereka bukan saja berkeras untuk menghadapi ke al-Quds Yerussalem di mana terdapat Dinding Ratap, tetapi juga tidak henti-hentinya mengecam dan mencemoohkan kaum muslimin yang beralih ke Makkah.

40

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya………, op.cit., hlm. 28


(19)

Namun demikian, pendapat yang lebih baik adalah yang memahami redaksi ayat tersebut ditujukan kepada seluruh pemeluk agama, karena tujuannya adalah menggarisbawahi kekeliruan banyak di antara mereka yang mengandalkan shalat atau sembahyang saja. Ayat ini bermaksud menegaskan bahwa yang demikian itu bukan kebajikan yang sempurna, atau bukan satu-satunya kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan sempurna itu ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dengan sebenar-benarnya iman sehingga meresap dalam jiwa dan membuahkan amal-amal shaleh, percaya juga kepada malaikat-malaikat sebagai makhluk-makhluk yang ditugaskan Allah dengan aneka tugas, lagi amat taat dan sedikit pun tidak membangkang perintah-Nya, juga percaya kepada semua kitab-kitab suci yang diturunkan, khususnya Al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur yang disampaikan melalui para malaikat dan diterima para Nabi, juga percaya kepada seluruh Nabi-Nabi, yang merupakan manusia-manusia pilihan Tuhan yang diberi wahyu untuk membimbing manusia.41 Dalam firman yang lain Allah juga menjelaskan:

أ

ﺔ ْﺴ

يذ

مْﻮ

مﺎ ْ إ

ْو

)

14

(

ﺔ ﺮْ

اذ

)

15

(

Atau memberikan makan pada Hari Kelaparan ( kepada ) anak yatim yang ada hubungan kerabat. ( QS. Al Balad : 14 –15 )42

Dalam hadits Nabi juga diterangkan :

ن

ا

ا

,

ﻚ ﺝﺎﺡ

كرﺪ و

:

ا

ﺡر

ا

ا

ار

ﺢﺴ

,

ﻚ ﺎ

أو

,

ﻚ ﺝﺎﺡ

كرﺪ و

)

اور

ا

ا

ﻰﻥ

اﺮ ا

ءادرﺪ

(

“Adakah kamu menyukai supaya lembut hatimu dan tercapai keperluanmu? Kasihanilah anak yatim, sapulah kepalanya dan berilah dia makanan ( yang biasa ) kamu makan, nanti hatimu menjadi lembut dan keperluanmu tercapai “. ( HR. Thabrani dari Abu Darda’ )43

41

. M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah………., op.cit., hlm. 364 42

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya……….., loc.cit., hlm. 595

43


(20)

Dalam hadits yang lain juga telah diterangkan. Hadits yang diterima dari Abu Hurairah menyebutkan bahwasanya seseorang mengadu kepada Rasulullah saw tentang kekerasan hatinya, lalu beliau menjawab.

ةﻮﺴ

ﺱو

ﷲا ﻰ

ﻰ ا ﻰ ا ﺎﻜ

ﻰ ا

ﺝر نا

و

.

لﺎ

.

ﻦ ﻜﺴ

ا

أو

ا س أر ﺢﺴ إ

)

ﺪ ﺡا

اور

(

“Dari Abu hurairah r.a, bahwa ada seorang laki-laki mengeluh kepada Rosulullah saw tentang kekerasan hatinya, maka sabda Nab saw: “i Eluslah kepala ( sayangilah ) anak yatim dan berilah makan orang miskin”. ( HR. Ahmad )44

Dengan demikian, menjadi kewajiban orang yang berharta dan berkecukupan hidupnya untuk membantu dhuafa, termasuk memberi harta dan makanan kepada anak-anak yatim yang terlantar, agar mereka dapat hidup layak dan tidak kelaparan.

6. Memperbaiki Rumah Mereka

Hal ini dilakukan oleh Nabi Khidir as. Ketika Nabi Musa as. Mengikutinya untuk berguru, sebagaimana di jelaskan Allah dalam Al-Qur’an.

ﺎ ﻬ

ﺰْآ

ْﺤ

نﺎآو

ﺔ ﺪ ْا

ﻦْ

ﻦْ ﺎ

نﺎﻜ

راﺪﺠْا

ﺎ أو

ﺎﺝﺮْﺨ ْﺴ و

ﺎ هﺪ أ

ﺎ ْ

ْنأ

ﻚ ر

دارﺄ

ﺎﺤ ﺎ

ﺎ هﻮ أ

نﺎآو

يﺮْ أ

ْﻦ

ْ

ﺎ و

ﻚ ر

ْﻦ

ﺔ ْﺡر

ﺎ هﺰْآ

ْ

وْﺄ

ﻚ ذ

اﺮْ

ْ

ْ ْﺴ

)

82

(

Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-Mu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhan-Mu, dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri. Demikianlah itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. ( QS. Al Kahfi : 82 )45

44

. Abu Ahmad Muhammad Naufal, Menguak Rahasia Amal Shaleh, ( Solo : Hazanah Ilmu, 1994), Cet. I., Des., hlm. 150-151

45

. Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an dan Terjemahnya………., op.cit., hlm. 303


(21)

Oleh sebab itu, hamba-hamba-Nya diharapkan agar memperhatikan keadaan rumah anak-anak yatim yang ditinggalkan orang tua mereka. Apabila rumah mereka itu mengalami kerusakan-kerusakan, hendaknya umat Islam berusaha memperbaiki dan membangunnya kembali. Selain agar mereka dapat tinggal dan berteduh dengan lebih aman dan nyaman, juga dalam rangka memelihara harta-benda peninggalan orang tua.46

7. Melindungi Harta Mereka

Supaya makanan kita halal, kita harus waspada terhadap hal-hal yang mencemari kehalalan makanan kita dari dan menjaganya dari hal-hal yang berbau syubhat. Lebih-lebih kita harus menghindari memakan harta anak yatim, yang mana Allah telah peringatkan dan menjadikan perbuatan itu sebagi puncak kezaliman.47 Allah swt telah berfirman :

ْ ﻬ ﻮﻄﺑ

نﻮ آْﺄ

ﺎ ﱠإ

ﺎً ْﻇ

ﻰ ﺎ ْا

لاﻮْ أ

نﻮ آْﺄ

ﺬﱠا

ﱠنإ

اًﺮ ﻌ

نْﻮ ْﺼ و

اًرﺎ

)

10

(

Sesungguhnya orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sesungguhnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala ( neraka ). (QS. An Nisaa : 10 )48

Maksudnya ayat ini adalah, dia memakan apa yang menghantarkannya masuk ke dalam neraka Jahannam di akhirat nanti. Azab ini terkadang juga terjadi di dunia, yaitu orang yang memakan harta anak yatim perutnya terkena berbagai penyakit yang membakar ususnya. Pada hari Kiamat nanti, orang-orang mukmin akan melihat golongan manusia yang telah memakan harta anak yatim itu, dan mereka mempunyai tanda tersendiri, yaitu dari mulut mereka keluar asap. Dan, jangan dipahami bahwa hanya perut saja yang akan dipenuhi dengan api

46

. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., loc.cit., hlm. 9 47

. Muhammad Ash-Shayim, Rumah Yang Tidak Dimasuki Setan, Penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani, Atik Fikri Ilyas, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2002 ), Cet., I, Juni, hlm. 65

48


(22)

neraka, sementara sekujur tubuh mereka tidak dibakar api. Namun, nanti perut mereka akan dibakar oleh api neraka yang berkobar di dalam tubuhnya, dan tubuh mereka juga akan dipanggang dengan api neraka yang menyala-nyala.49

Hal ini juga dilakukan oleh Nabi Khidir as. Yang berkaitan dengan peristiwa di atas dalam rangka melindungi harta anak yatim dari peninggalan orang tua mereka. Sebagaimana telah dijelaskan dalam (QS. al Kahfi ayat 82). Dalam hadits yang di bawa oleh Abu Hurairah juga dijelaskan:

ﺱو

ﷲا ﻰ

ﻰ ا ﻦ

ﷲا ﻰﺽر ةﺮ ﺮه ﻰ ا ﻦ و

لﺎ

.

تﺎ

ا

ﺴ ا

اﻮ ﺝ

إ

,

اﻮ

:

ﷲا

لﻮﺱر

؟ﻦهﺎ و

ل

:

ﺮﺤﺴ

او

ﷲﺎ

كﺮ ا

ﻰ ا

ﺲ ا

و

و

إ

ا

مﺮﺡ

ا

آاو

لﺎ

آاو

ﺎ ﺮ

ا

مﻮ

ﻰ ﻮ

او

أ

ت

ﺎ ا

تﺎ ﺆ

ا

ت

ﺎ ﺤ ا

ف

ﺬ و

ﺡﺰ

)

اور

ا

نﺎﺤ

(

Jauhilah olehmu tujuh yang membinasakan:”Mereka bertanya: “Ya Rasulullah! Apakah semua itu?”Beliau menjawab: “Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang dilarang Allah membunuhnya, selain menurut haknya ( qisas ), memakan riba, memakan harta anak yatim, mundur di hari pertempuran dan menuduh berbuat jahat perempuan-perempuan sopan yang beriman dan lengah ( dari kejahatan ). “ ( HR. Bukhari dan Muslim )50

Sudah seharusnya orang yang memiliki kesadaran yang tinggi, terlebih lagi bagi yang mendapat amanah, untuk memelihara dan berkewajiban melindungi harta benda anak-anak yatim itu. Selain itu, keamanan dan keutuhan harta benda mereka juga perlu dijaga untuk kepentingan hidup mereka sendiri.51

49

. Prof. DR.M. Mutawalli Asy-Aya’rawi, Dosa-Dosa Besar, Penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2000 ), Cet. I., Oktober, hlm. 132

50

. H. Salim Bahreij, Terjamah Riadhus Shalihin II, ( Bandung: Al Ma’arif, 1977), Cet. III., hlm 475

51


(23)

Keberpihakan Allah swt kepada kaum dhuafa sedemikian detail dan terperinci. Hal ini juga memberi gambaran bahwa sedemikian besar perhatian, pembelaan dan perlindungan yang Allah berikan kepada mereka. Semuanya memperkuat dan memperjelaskan konsepsi ajaran Islam dalam mengatasi masalah sosial kemanusiaan, khususnya pengentasan dan pemberdayaan kaum dhuafa. Di sini, Allah selain telah memberikan batasan yang jelas tentang dhuafa dan anak yatim yang biasanya dilakukan oleh manusia, juga telah memberikan cara-cara konkret dalam memberi bantuan serta pertolongan kepada mereka. Disamping itu, Allah juga memberikan penghargaan kepada orang-orang yang memiliki keberpihakan dan kepedulian atas nasib dhuafa dan menentukan sanki kepada mereka yang tidak mau membantu, menolong, mempedulikan, membela, dan melindungi golongan dhuafa ini di dunia dan akhirat.52

52


(1)

اذإ

ْ هﺪْﻬ

نﻮ ﻮ ْاو

ةﺎآﺰ ا

ﻰ اءو

ةﺎ ا

مﺎ أو

بﺎ ﺮ ا

و

ﻦ ﺬ ا ﻚﺌ وأ سْﺄ ْا ﻦ ﺡو ءاﺮﻀ او ءﺎﺱْﺄ ْا ﻦ ﺮ ﺎ او اوﺪهﺎ

ا

ه ﻚﺌ وأو اﻮ ﺪ

نﻮ ْ

)

177

(

Bukanlah menghadap wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-Nabi, dan memeberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir ( yang memerlukaan pertolongan ), dan orang-orang yang meminta-minta, dan ( memerdekakan ) hamba sahaya. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar ( imannnya ), dan mereka itulah orang-orang-orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al Baqarah : 177 )40

Maksudnya, kebajikan atau ketaatan yang mengantar kepada kedekatan kepada Allah bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam sholat ke arah timur dan barat tanpa makna, tetapi kebajikan yang seharusnya mendapat perhatian semua pihak adalah yang mengantar kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu keimanan kepada Allah, dan lain-lain yang disebut oleh ayat ini.

Redaksi ayat tersebut juga dapat bermakna: Bukannya menghadapkan wajah ke arah timur dan barat yang merupakan semua kebajikan, atau bukannya semua kebajikan merupakan sikap menghadapkan wajah ke arah timur dan barat. Menghadap ke timur atau ke barat bukanlah sesuatu yang sulit atau membutuhkan perjuangan, dan disanalah kebajikan sejati ditemukan.

Kepada siapa ayat ini ditujukan? Kalau melihat konteks ayat-ayat sebelumnya, tidak keliru jika dikatakan bahwa ia ditujukan kepada Ahl al Kitab. Mereka bukan saja berkeras untuk menghadapi ke al-Quds Yerussalem di mana terdapat Dinding Ratap, tetapi juga tidak henti-hentinya mengecam dan mencemoohkan kaum muslimin yang beralih ke Makkah.

40

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya………, op.cit., hlm. 28


(2)

Namun demikian, pendapat yang lebih baik adalah yang memahami redaksi ayat tersebut ditujukan kepada seluruh pemeluk agama, karena tujuannya adalah menggarisbawahi kekeliruan banyak di antara mereka yang mengandalkan shalat atau sembahyang saja. Ayat ini bermaksud menegaskan bahwa yang demikian itu bukan kebajikan yang sempurna, atau bukan satu-satunya kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan sempurna itu ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dengan sebenar-benarnya iman sehingga meresap dalam jiwa dan membuahkan amal-amal shaleh, percaya juga kepada malaikat-malaikat sebagai makhluk-makhluk yang ditugaskan Allah dengan aneka tugas, lagi amat taat dan sedikit pun tidak membangkang perintah-Nya, juga percaya kepada semua kitab-kitab suci yang diturunkan, khususnya Al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur yang disampaikan melalui para malaikat dan diterima para Nabi, juga percaya kepada seluruh Nabi-Nabi, yang merupakan manusia-manusia pilihan Tuhan yang diberi wahyu untuk membimbing manusia.41 Dalam firman yang lain Allah juga menjelaskan:

أ

ﺔ ْﺴ

يذ

مْﻮ

مﺎ ْ إ

ْو

)

14

(

ﺔ ﺮْ

اذ

)

15

(

Atau memberikan makan pada Hari Kelaparan ( kepada ) anak yatim yang ada hubungan kerabat. ( QS. Al Balad : 14 –15 )42

Dalam hadits Nabi juga diterangkan :

ن

ا

ا

,

ﻚ ﺝﺎﺡ

كرﺪ و

:

ا

ﺡر

ا

ا

ار

ﺢﺴ

,

ﻚ ﺎ

أو

,

ﻚ ﺝﺎﺡ

كرﺪ و

)

اور

ا

ا

ﻰﻥ

اﺮ ا

ءادرﺪ

(

“Adakah kamu menyukai supaya lembut hatimu dan tercapai keperluanmu? Kasihanilah anak yatim, sapulah kepalanya dan berilah dia makanan ( yang biasa ) kamu makan, nanti hatimu menjadi lembut dan keperluanmu tercapai “. ( HR. Thabrani dari Abu Darda’ )43

41

. M. Quraish Shihab, Tafsir Misbah………., op.cit., hlm. 364 42

. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya……….., loc.cit., hlm. 595

43


(3)

Dalam hadits yang lain juga telah diterangkan. Hadits yang diterima dari Abu Hurairah menyebutkan bahwasanya seseorang mengadu kepada Rasulullah saw tentang kekerasan hatinya, lalu beliau menjawab.

ةﻮﺴ

ﺱو

ﷲا ﻰ

ﻰ ا ﻰ ا ﺎﻜ

ﻰ ا

ﺝر نا

و

.

لﺎ

.

ﻦ ﻜﺴ

ا

أو

ا س أر ﺢﺴ إ

)

ﺪ ﺡا

اور

(

“Dari Abu hurairah r.a, bahwa ada seorang laki-laki mengeluh kepada Rosulullah saw tentang kekerasan hatinya, maka sabda Nab saw: “i Eluslah kepala ( sayangilah ) anak yatim dan berilah makan orang miskin”. ( HR. Ahmad )44

Dengan demikian, menjadi kewajiban orang yang berharta dan berkecukupan hidupnya untuk membantu dhuafa, termasuk memberi harta dan makanan kepada anak-anak yatim yang terlantar, agar mereka dapat hidup layak dan tidak kelaparan.

6. Memperbaiki Rumah Mereka

Hal ini dilakukan oleh Nabi Khidir as. Ketika Nabi Musa as. Mengikutinya untuk berguru, sebagaimana di jelaskan Allah dalam Al-Qur’an.

ﺎ ﻬ

ﺰْآ

ْﺤ

نﺎآو

ﺔ ﺪ ْا

ﻦْ

ﻦْ ﺎ

نﺎﻜ

راﺪﺠْا

ﺎ أو

ﺎﺝﺮْﺨ ْﺴ و

ﺎ هﺪ أ

ﺎ ْ

ْنأ

ﻚ ر

دارﺄ

ﺎﺤ ﺎ

ﺎ هﻮ أ

نﺎآو

يﺮْ أ

ْﻦ

ْ

ﺎ و

ﻚ ر

ْﻦ

ﺔ ْﺡر

ﺎ هﺰْآ

ْ

وْﺄ

ﻚ ذ

اﺮْ

ْ

ْ ْﺴ

)

82

(

Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhan-Mu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhan-Mu, dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri. Demikianlah itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. ( QS. Al Kahfi : 82 )45

44

. Abu Ahmad Muhammad Naufal, Menguak Rahasia Amal Shaleh, ( Solo : Hazanah Ilmu, 1994), Cet. I., Des., hlm. 150-151

45

. Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an dan Terjemahnya………., op.cit., hlm. 303


(4)

Oleh sebab itu, hamba-hamba-Nya diharapkan agar memperhatikan keadaan rumah anak-anak yatim yang ditinggalkan orang tua mereka. Apabila rumah mereka itu mengalami kerusakan-kerusakan, hendaknya umat Islam berusaha memperbaiki dan membangunnya kembali. Selain agar mereka dapat tinggal dan berteduh dengan lebih aman dan nyaman, juga dalam rangka memelihara harta-benda peninggalan orang tua.46

7. Melindungi Harta Mereka

Supaya makanan kita halal, kita harus waspada terhadap hal-hal yang mencemari kehalalan makanan kita dari dan menjaganya dari hal-hal yang berbau syubhat. Lebih-lebih kita harus menghindari memakan harta anak yatim, yang mana Allah telah peringatkan dan menjadikan perbuatan itu sebagi puncak kezaliman.47 Allah swt telah berfirman :

ْ ﻬ ﻮﻄﺑ

نﻮ آْﺄ

ﺎ ﱠإ

ﺎً ْﻇ

ﻰ ﺎ ْا

لاﻮْ أ

نﻮ آْﺄ

ﺬﱠا

ﱠنإ

اًﺮ ﻌ

نْﻮ ْﺼ و

اًرﺎ

)

10

(

Sesungguhnya orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sesungguhnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala ( neraka ). (QS. An Nisaa : 10 )48

Maksudnya ayat ini adalah, dia memakan apa yang menghantarkannya masuk ke dalam neraka Jahannam di akhirat nanti. Azab ini terkadang juga terjadi di dunia, yaitu orang yang memakan harta anak yatim perutnya terkena berbagai penyakit yang membakar ususnya. Pada hari Kiamat nanti, orang-orang mukmin akan melihat golongan manusia yang telah memakan harta anak yatim itu, dan mereka mempunyai tanda tersendiri, yaitu dari mulut mereka keluar asap. Dan, jangan dipahami bahwa hanya perut saja yang akan dipenuhi dengan api

46

. Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…., loc.cit., hlm. 9 47

. Muhammad Ash-Shayim, Rumah Yang Tidak Dimasuki Setan, Penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani, Atik Fikri Ilyas, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2002 ), Cet., I, Juni, hlm. 65

48


(5)

neraka, sementara sekujur tubuh mereka tidak dibakar api. Namun, nanti perut mereka akan dibakar oleh api neraka yang berkobar di dalam tubuhnya, dan tubuh mereka juga akan dipanggang dengan api neraka yang menyala-nyala.49

Hal ini juga dilakukan oleh Nabi Khidir as. Yang berkaitan dengan peristiwa di atas dalam rangka melindungi harta anak yatim dari peninggalan orang tua mereka. Sebagaimana telah dijelaskan dalam (QS. al Kahfi ayat 82). Dalam hadits yang di bawa oleh Abu Hurairah juga dijelaskan:

ﺱو

ﷲا ﻰ

ﻰ ا ﻦ

ﷲا ﻰﺽر ةﺮ ﺮه ﻰ ا ﻦ و

لﺎ

.

تﺎ

ا

ﺴ ا

اﻮ ﺝ

إ

,

اﻮ

:

ﷲا

لﻮﺱر

؟ﻦهﺎ و

ل

:

ﺮﺤﺴ

او

ﷲﺎ

كﺮ ا

ﻰ ا

ﺲ ا

و

و

إ

ا

مﺮﺡ

ا

آاو

لﺎ

آاو

ﺎ ﺮ

ا

مﻮ

ﻰ ﻮ

او

أ

ت

ﺎ ا

تﺎ ﺆ

ا

ت

ﺎ ﺤ ا

ف

ﺬ و

ﺡﺰ

)

اور

ا

نﺎﺤ

(

Jauhilah olehmu tujuh yang membinasakan:”Mereka bertanya: “Ya Rasulullah! Apakah semua itu?”Beliau menjawab: “Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang dilarang Allah membunuhnya, selain menurut haknya ( qisas ), memakan riba, memakan harta anak yatim, mundur di hari pertempuran dan menuduh berbuat jahat perempuan-perempuan sopan yang beriman dan lengah ( dari kejahatan ). “ ( HR. Bukhari dan Muslim )50

Sudah seharusnya orang yang memiliki kesadaran yang tinggi, terlebih lagi bagi yang mendapat amanah, untuk memelihara dan berkewajiban melindungi harta benda anak-anak yatim itu. Selain itu, keamanan dan keutuhan harta benda mereka juga perlu dijaga untuk kepentingan hidup mereka sendiri.51

49

. Prof. DR.M. Mutawalli Asy-Aya’rawi, Dosa-Dosa Besar, Penerjemah : Abdul Hayyie al-Kattani, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2000 ), Cet. I., Oktober, hlm. 132

50

. H. Salim Bahreij, Terjamah Riadhus Shalihin II, ( Bandung: Al Ma’arif, 1977), Cet. III., hlm 475

51


(6)

Keberpihakan Allah swt kepada kaum dhuafa sedemikian detail dan terperinci. Hal ini juga memberi gambaran bahwa sedemikian besar perhatian, pembelaan dan perlindungan yang Allah berikan kepada mereka. Semuanya memperkuat dan memperjelaskan konsepsi ajaran Islam dalam mengatasi masalah sosial kemanusiaan, khususnya pengentasan dan pemberdayaan kaum dhuafa. Di sini, Allah selain telah memberikan batasan yang jelas tentang dhuafa dan anak yatim yang biasanya dilakukan oleh manusia, juga telah memberikan cara-cara konkret dalam memberi bantuan serta pertolongan kepada mereka. Disamping itu, Allah juga memberikan penghargaan kepada orang-orang yang memiliki keberpihakan dan kepedulian atas nasib dhuafa dan menentukan sanki kepada mereka yang tidak mau membantu, menolong, mempedulikan, membela, dan melindungi golongan dhuafa ini di dunia dan akhirat.52

52