Pengertian Anak Yatim TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK YATIM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK YATIM

A. Pengertian Anak Yatim

Jumlah anak yatim semakin bertambah dalam masyarakat. Hal ini bukan semata sebagai proses alamiah- seperti karena ayah atau orang tuanya meninggal dunia, sakit, atau sebab semacamnya- tapi juga sebagai akibat dari ulah dan rekayasa manusia sendiri yang telah menimbulkan penderitaan pada sejumlah anak-anak yang kemudian menjadi yatim. Diantaranya adalah pembunuhan massal dan peperangaan. Di dunia Islam banyak anak menjadi yatim lantaran rekayasa, pembunuhan, dan peperangan yang diciptakan penjajah Barat. 1 Islam adalah agama universal yang ajarannya meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam ajaran Islam, terdapat keberpihakan yang besar dan jelas kepada nasib kaum dhuafa dan anak yatim. Keberpihakan Islam ini secara nyata dapat dilihat dan dikaji dalam kitab suci Al-Qur’an dan As- Sunnah, dalam realitas sejarah masa Khulafaur Rasyidin, dan generasi seterusnya. Keberpihakan Islam ini bukan sebatas pada aktivitas yang memecahkan berbagai masalah sosial dan kemanusiaan bagi kaum dhuafa dan anak yatim, melainkan lebih dari itu bagaimana menyelamatkan mereka dari bahaya kesesatan dan kekafiran, kemudian membawa mereka menuju keselamatan, kedamaian dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 2 Yatim menurut bahasa adalah orang yang ditinggal mati ayahnya. Sedangkan menurut istilah, yatim dikhususkan bagi seseorang yang ditinggal mati ayahnya dalam keadaan belum dewasa. Seperti disebutkan dalam hadits Nabi yang artinya: “Tidak disebut yatim jika sudah dewasa”. 1 . Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Mari Mencintai Anak Yatim, Jakarta : Gema Insani Press, 2003 , Cet. I, Mei. hlm. 23 2 . Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Menyayangi Dhuafa, Jakarta : Gema Insani Press, 2004 , Cet. I, Januari, hlm. 9 Kata yatim yang digunakan untuk menamakan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan. Seperti kata syair : ا ﺑ ﻩ ﺪ او ت ﺎ ﺪ ﻰ ا ا باد او ﻌ ا ﻻا “Orang yatim itu bukanlah orang yang tidak memiliki ayah dan ibu, tetapi orang yatim itu adalah orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dan budi pekerti”. Orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan disebut juga yatim karena orang-orang bodoh selalu dalam kesulitan dan kesusahan. Ilmu pengetahuan akan menjadi penolong bagi seseorang layaknya seorang ayah menjadi penolong anaknya. 3 Anak yatim tercatat dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Mereka disebut- sebut, baik dengan sebutan yatim tunggal, maupun yatama jamak. Mereka mendapatkan perhatian yang begitu besar dari Allah swt. begitu pula, nama mereka banyak tertera di dalam hadits. 4 Allah dan Rasul-Nya memang tidak menjelaskan dan memberikan definisi secara khusus tentang anak yatim. Namun dari berbagai keterangan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan dalam Sunnah Rasulullah saw. dapat dijumpai beberapa makna dan arti anak yatim. Salah satunya, seperti yang dinyatakan dalam firman Allah sehubungan dengan kisah Nabi Khidir a.s. ketika memberikan penjelasan kepada Nabi Musa a.s. yang berguru kepadanya. 5 ﺎ ﻬ ﺰْآ ْﺤ نﺎآو ﺔ ﺪ ْا ﻦْ ﻦْ ﺎ نﺎﻜ راﺪﺠْا ﺎ أو ﺎ هﺰْآ ﺎﺝﺮْﺨ ْﺴ و ﺎ هﺪ أ ﺎ ْ ْنأ ﻚ ر دارﺄ ﺎﺤ ﺎ ﺎ هﻮ أ نﺎآو يﺮْ أ ْﻦ ْ ﺎ و ﻚ ر ْﻦ ﺔ ْﺡر ْ ْ ْﺴ ْ ﺎ وْﺄ ﻚ ذ ﺮْ ا “Adapun dinding itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya itu ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan 3 . Khozin, Refleksi Keberagamaan, Dari Kepekaan Teologis Menuju Kepakaan Sosial, Malang : UMM Press, 2004 , Cet. I., Agustus, hlm : 107 4 . Drs. Muhsin M.K., S.Ag., M.Sc., Mari Mencintai………., op.cit, Jakarta : Gema Insani Press, 2003 , Cet. I, Mei. hlm. 1 5 . Ibid., hlm : 24 simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kami tidak dapat sabar terhadapnya.” al- Kahfi : 82 6 Tafsir dari ayat ini yakni harta yang terpendam berupa emas dan perak, bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang shaleh maka dengan keshalehannya itu ia dapat memelihara kedua anaknya dan harta benda bagi keduanya, maka Rabbmu menghendaki agar mereka berdua sampai kedewasaannya sampai kepada usia dewasa. Dan mengeluarkan simpanannya itu , sebagai rahmat dari Rabbmu. Semua hal yang telah disebutkan tadi, yakni melobangi perahu, membunuh anak muda dan mendirikan tembok yang hampir roboh berdasarkan keinginanku sendiri, tetapi hal itu kulakukan berdasarkan perintah dan ilham dari Allah. 7 Dari ayat ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang disebut anak yatim adalah anak-anak yang ayahnya mereka telah meninggal dunia. Sementara itu dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang lain dijelaskan bahwa yatim itu bukan hanya terbatas pada anak-anak yang tidak mempunyai ayah saja, tetapi juga mereka tidak memiliki dua orang tua. 8 Salah satu firman Allah yang berkaitan dengan masalah ini menerangkan, اﻮ ْدﺎ اﺪْ ر ْ ﻬْ ْ ْﺴﻥاء ْنﺈ حﺎﻜ ا اﻮ اذإ ﻰ ﺡ ﻰ ﺎ ْا اﻮ ْاو ﺎ نﺎآ ْﻦ و اوﺮ ْﻜ ْنأ اراﺪ و ﺎ اﺮْﺱإ ﺎهﻮ آْﺄ ﺎ و ْ ﻬ اﻮْ أ ْ ﻬْ إ ْﺄ ْ اﺮ نﺎآ ْﻦ و ْ ْ ْﺴ ْ ْ ﻬ اﻮْ أ ْ ﻬْ إ ْ ْ د اذﺈ فوﺮْ ْﺎ ْ آ ﺎ ﺴﺡ ﺎ ﻰ آو ْ ﻬْ اوﺪﻬْ ﺄ 6 “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas pandai memelihara harta, maka serehkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan janganlah kamu tergesa-gesa membelanjakannya sebelum mereka dewasa.Barangsiapa di antara pemelihara itu mampu, maka hendaklah ia menahan diri dari makan harta anak yatim itu dan barangsiapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila 6 . Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al Jumatul Ali Mutiara Yang Maha Luhur , Jakarta : CV. J-ART, 2004 , hlm. 303 7 . Imam JaLaluddin Al Mahally, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Penerjemah, Bahrun Abu Bakar, LC.,Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun Nuzul 3, Bandung, C.V. Sinar Baru, 1990 , Cet. I., hlm. 1224 – 1225 8 . Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai…….,loc.cit., hlm. 24 kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi tentang penyerahan itu bagi mereka.Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas atas persaksian itu” an-Nisaa : 6 9 Ayat ini menegaskan bahwa wali hendaknya memperhatikan keadaan mereka anak yatim , sehingga bila para pemilik itu telah dinilai mampu mengelola harta dengan baik, maka harta mereka harus segera diserahkan. Selanjutnya, karena dalam rangkaian ayat-ayat yang lalu anak yatim yang pertama disebut ayat 2 sebab merekalah yang paling lemah, maka disini mereka pun yang pertama disebut. Kepada para wali diperintahkan : ujilah anak yatim itu dengan memperhatikan keadaan mereka dalam hal penggunaan harta, serta latihlah mereka sampai hampir mencapai umur yang menjadikan mereka mampu memasuki gerbang perkawinan. Maka ketika itu, jika kamu telah mengetahui, yakni pengetahuan yang menjadikan kamu tenang karena adanya pada mereka kecerdasan, yakni kepandaian memelihara harta serta kestabilan mental, maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka, karena ketika itu tidak ada lagi alasan untuk menahan harta mereka. Boleh jadi ada diantara wali yang tamak, maka ayat ini melanjutkan tuntunannya dengan menegaskan bahwa janganlah kamu, para wali, memakan, yakni memanfaatkan untuk kepentingan kamu harta anak yatim dengan kamu yang mengelolanya sehingga memanfaatkannya lebih dari batas kepatutan, dan jangan juga kamu membelanjakan harta itu dalam keadaan tergesa-gesa sebelum mereka dewasa, karena kamu khawatir bila mereka dewasa kamu tidak dapat mengelak untuk tidak menyerahkannya. Barang siapa diantara para pemelihara itu yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri, yakni tidak menggunakan harta anak yatim itu dan mencukupkan dengan anugerah Allah yang diperolehnya, dan siapa yang miskin hendaklah boleh ia makan dan memanfaatkan harta itu, bahkan mengambil upah atau imbalan menurut yang patut. Lalu apabila kamu menyerahkan harta mereka yang sebelumnya ada dalam kekuasaan kamu kepada mereka, maka hendaklah kamu 9 . Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya…………, op.cit., hlm. 78 mempersaksikan atas mereka tentang penyerahan itu bagi mereka. Dan cukuplah Allah menjadi Pengawas atas persaksian itu. Ulama sepakat bahwa ujian yang dimaksud adalah dalam soal pengelolaan harta, misalnya dengan memberi yang diuji itu sedikit harta sebagai modal. Jika dia berhasil memelihara dan mengembangkannya, maka ia dapat dinilai telah lulus dan wali berkewajiban menyerahkan harta miliknya itu kepadanya. Ujian itu dilaksanakan sebelum yang bersangkutan dewasa. Ada yang berpendapat sesudahnya. Sebagian Ulama menambahkan diuji yakni diamati juga pengamalan agamanya. Mayoritas Ulama berpendapat bahwa anak yatim yang telah dewasa tidak otomatis diserahkan kepadanya hartanya, kecuali setelah terbukti kemampuannya mengelola harta. Ini berdasar ayat ini dan ayat sebelumya. Imam Abu Hanifah menolak pendapat ini. Menurutnya, apa dan bagaimana pun keadaan anak yatim, bila dia telah mencapai usia dua puluh lima tahun, maka wali harus menyerahkan harta itu kepadanya, walaupun dia fasik atau boros. Pendapatnya didasarkan pada pertimbangan bahwa usia dewasa adalah delapan belas tahun. Tujuh tahun setelah dewasa, yang menggenapkan usia menjadi dua puluh lima tahun adalah waktu yang cukup untuk terjadinya perubahan-perubahan dalam diri manusia. 10 Secara tersirat ayat ini menunjukkan makna yatim ialah anak-anak yang kedua orang tua mereka telah meninggal dunia. jika hanya bapak yang meninggal dunia, berarti masih ada ibu yang mengasuh dan merawat mereka dengan menggunakan harta peninggalan bapak mereka. Namun dalam ayat ini diisyaratkan bagi orang-orang yang mampu dan berkecukupan dalam mengasuh dan merawat anak-anak yatim tidak boleh mempergunakan dan memakan harta kaum dhuafa itu, kecuali jika mereka miskin. Ketentuan ini diisyaratkan pada orang lain yang mengurus dan mengasuh anak-anak yatim dan bukan untuk ibunya. Dengan demikian dari kedua makna di atas dapat 10 . M. Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah. Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Volume 2, Jakarta, Lentera Hati, 2000 , Cet. I., November, hlm.333 - 334 ditarik suatu kesimpulan tentang defenisi yatim adalah anak-anak yang bapak atau orang tua mereka telah meninggal dunia. Defenisi ini lebih diperkuat lagi dengan kenyataan sejarah sebagaimana dialami oleh Rasulullah saw. sendiri. Beliau telah menjadi anak yatim ketika masih dalam perut ibunya, karena ayahnya, Abdullah, telah meninggal dunia dalam perjalanan berniaga. Begitu lahir beliau tidak mengenal siapa bapaknya. Ibunya sendiri yang mengasuh dan merawatnya ketika masih bayi dan anak-anak. Setelah ibunya meninggal, beliau telah bersama kakeknya, Abdullah Muthalib. Jadi, pada masa kecil, beliau tergolong sebagai anak yatim yang sudah tidak memiliki orang tua. Dengan demikian defenisi yatim adalah anak-anak yang bapak atau orang tuanya meninggal dunia dan membutuhkan perlakuan serta perawatan yang sebaik-baiknya dari orang lain. Muhammadiyah, sebuah organisasi modern besar di Indonesia, telah menyatakan bahwa anak-anak yatim itu termasuk dalam golongan anak-anak terlantar. Menurutnya yang dimaksud anak-anak terlantar adalah seebagai berikut: Pertama, yatim piatu, anak yang ayah dan ibu orang tua-nya sudah tidak ada. Kedua, yatim piatu, anak-anak yang memiliki orang tua tetapi tidak lengkap. Ketiga, anak-anak yang oleh suatu sebab menjadi terlantar. Keempat, anak-anak yang hidup dalam suatu keluarga yang mengalami gangguan sosial dan psikologis. Penjalasan ini berarti yang perlu mendapat perhatian dan pertolongan bukan hanya yatim saja, melainkan juga anak-anak yang terlantar lainnya, termasuk di dalamnya anak-anak jalanan. 11 Allah, melalui serangkaian peraturan dalam Al-Qur’an, telah mewajibkan kepada kita, khususnya orang-orang yang berpunya untuk meringankan dan bersimpati terhadap penderitaan mereka. Al-Qur’an sendiri 11 . Drs. Muhsin M.K., S.Ag., Mari Mencintai….., op.cit., hlm. 25 - 26 secara tegas menyatakan bahwa faktor utama kecemburuan sosial adalah jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Karena itulah perintah mengulurkan tangan kepada mereka yang tidak berpunya merupakan suatu petunjuk yang selalu diulang-ulang dalam Al-Qur’an, di samping kecaman bahkan ancaman kepada mereka yang tidak mengindahkannya. Menurut Islam, segala sesuatu termasuk harta benda adalah milik Tuhan. Manusia yang beruntung mendapatkannya pada hakikatnya dia menerima titipan dari Tuhan. 12 Menurut ajaran Islam, setiap orang miskin, anak yatim patut memperoleh pertolongan, dan tentu saja merupakan tanggung jawab orang berada untuk memberikan pertolongan itu.

B. Ayat- ayat Yang Berhubungan Dengan Anak Yatim