Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
3
dengan kaidah – kaidah agama Nasrani
bagi umat Nasrani, atau yang bertentangan dengan kaidah
– kaidah agama Hindu-Bali bagi orang
– orang Hindu-Bali atau yang bertentangan dengan kesusilaan agama
Budha bagi orang – orang Budha. Ini
berarti bahwa Negara Republik Indonesia tidak boleh berlaku atau diberlakukan
hukum yang bertentangan dengan norma –
norma hukum
agama dan
norma kesusilaan bangsa Indonesia;
2. Negara
Republik Indonesia
wajib menjalankan syariat Islam bagi orang
Islam, syariat Nasrani bagi orang Nasrani dan syariat Hindu bagi orang Hindu-Bali
bagi orang Bali, sekadar menjalankan syariat tersebut memerlukan perantaraan
kekuasaan negara; c Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan untuk
melaksanakannya karena dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama yang
bersangkutan, menjadi kewajiban pribadi pemeluk agama itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok bahasan tulisan ini, bermuara pada masalah sebagai
berikut berikut : 1.
Bagaimana jenis pemidanaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana? 2.
Bagaimanakah jenis hukuman dalam hukum pidana islam Fikih Jinayah?
3. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan
dari jenis – jenis pemidanaan yang diatur
dalam Hukum Pidana Positif Indonesia dengan Hukum Pidana Islam.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Penggolongan Hukum
Pidana
1. Pengertian Hukum Pidana.
4
Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana”
berarti hal yang dipidanakan yaitu yang oleh instansi berkuasa dilimpahkan kepada
seorang oknum sebagai hal yang tidak enak
4
Prodjodikoro Wirdjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung,1989,hlm.1
dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
Perlu penguraian secara sistematik pengertian hukum pidana itu. Pengertian
hukum pidana sebagai obyek studi, dapat dikutip pendapat Enschde
– Heijder yang mengatakan bahwa menurut metodenya,
maka hukum pidana dapat dibedakan :
5
a. Ilmu – ilmu hukum pidana sistematik
b. Ilmu hukum pidana berdasarkan
pengalaman 2.
Penggolongan Hukum Pidana. Istilah
hukum pidana
mulai dipergunakan pada zaman pendudukan
Jepang untuk pengertian strafrecht dari bahasa
Belanda, dan
untuk membedakannya
dari istilah
hukum perdata.
B. Pengertian Pidana Hukuman.
Hukum Sanksi adalah hukum yang mengatur tentang susunan pidana dan cara
pemidanaan. Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman. Hukuman
adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu yang menderitakan atau nestapa yang sengaja
ditimpahkan kepada seseorang.
Sedangkan pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan
hukum pidana. Sebagai suatu pengertian khusus, masih juga ada persamaannya dengan
pengertian umum, sebagai suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan.
Menurut Andi Hamzah, istilah pidana harus dikaitkan dengan ketentuan yang
tercantum di dalam pasal 1 ayat 1 KUHP atau yang biasa disebut asas nullum delictum nulla
poena sine praevia lege poenali yang diperkenalkan oleh Anselm von Feurbach,
yang berbunyi sebagai berikut:
“Tiada suatu perbuatan
dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana
yang telah
ada sebelumnya.”
6
Belanda, karena mereka hanya memiliki satu istilah baik sebagai padanan istilah
5
Andi Hamsah. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Cet III, 2008,hlm.1
6
Andi Hamsah.Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia.
revisi Paradnya
Paramitha, Jakarta,1993,hlm.1
Edisi 6, Volume 2, Tahun 2014
4
hukuman maupun pidana yaitu straf. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih
khusus, maka
perlu ada
pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat
menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. Untuk memberikan gambaran yang lebih
luas, berukut ini dikemukakan beberapa pendapat dari para sarjana sebagai berikut:
1.
Sudarto
7
Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang segaja dibebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2. Roeslan Saleh
8
Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan
sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu.
Dari beberapa definisi di atas Muladi menyimpulkan bahwa pidana mengandung
unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut:
9
a. pidana itu pada hakekatnya nerupakan
suatu pengenaan
penderitaan atau
nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
b. pidana itu diberikan dengan sengaja oleh
orang atau badan yang mempunyai kekuasaan oleh yang berwenang;
c. pidana itu dikenakan kepada seseorang
yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang;
Sedangkan Ted
Honderich berpendapat bahwa pemidanaan harus
memuat 3 tiga unsur berikut:
10
Pertama, pemidanaan
harus mengandung
semacam kehilangan
deprivation atau kesengsaraan distress yang biasa secara wajar dirumuskan
sebagai sasaran
dari tindakan
pemidanaan.Kedua, setiap
pemidanaan
7
Sudarto, Hukum
dan Pidana.
Alumni, Bandung,1977,hlm.109-110.
8
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Di Indonesia. Bina Aksara, Jakarta,1987,hal.5
9
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana. Edisi Revisi. Alumni,
Bandung,1998,hlm.4
10
Sholehuddin,M. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana : Ide Dasar Double Track System dan
Implementasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta,2007.
harus datang dari institusi yang berwenang secara hukum pula. Ketiga, penguasa yang
berwenang berhak untuk menjatuhkan pemidanaan hanya kepada subjek yang
telah terbukti secara sengaja melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalam
masyarakatnya.
Unsur ketiga
ini memang
mengundang pertanyaan tentang “hukuman kolektif”, misalnya embargo ekonomi yang
dirasakan juga oleh orang-orang yang tidak bersalah. Meskipun demikian, secara umum
pemidanaan dapat dirumuskan terbuka sebagai denda penalty yang diberikan
oleh instansi yang berwenang kepada pelanggar hukum atau peraturan.
C. Pengertian Fikih dan Syariah.