BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Demam Haemorhagic Fever DHF adalah suatu penyakit yang oleh virus dengue arbovirus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti. Demam berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictu. Demam yang terjadi akibat penyakit ini bersifat mendadak
dan berlangsung selama 5-7 hari. Biasanya terlihat lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri pada daerah bola mata, punggung, dan
persendian. Timbul pula bercak-bercak merah pada pada tubuh petekie terutama di daerah muka dan dada. Gejala lanjut yang terjadi adalah
timbulnya keriput kulit di kening, perut, lengan, paha, dan anggota tubuh lainnya Suriadi, 2010.
Menurut data WHO, di antara 358 orang penderita DHF 128 orang anak termasuk dalam kelompok DHF derajat II, 138 orang anak dalam golongan
DHF derajat III, dan 92 orang anak dalam golongan derajat DHF IV. Di Amerika Demam Haemorhagic Fever pada tahun 2000 mengalami
peningkatan sebanyak 4 kali lipat. Berdasarkan penelitian pada tahun 2007, Peningkatan kasus secara besar-besaran terjadi dalam kurun waktu 5 tahunan
dan dianggap yang paling besar terjadi dengan jumlah kasus sebanyak 10.362 – 22.807 jiwa tiap tahunnya Sigarlaki, 2007.
1
Penyakit Demam Berdarah sejak ditemukan di Jakarta dan di Surabaya pada tahun 1968, jumlah kasus terus menyebar dan meningkat secara
sentrifugal ke semua daerah di indonesia. Daerah istimewa Yogyakarta DIY merupakan salah satu propinsi yang dinyatakan sebagai daerah endemis
DBD. Angka insidensi DBD pada tahun 2003 dihitung rata-ratanya sebesar 28,2 per-10.000 penduduk dengan jumlah kasus sebesar 4.857 dan 75 jiwa
diantaranya meninggal dunia, dan sampai akhir bulan Mei tahun 2004 jumlah kasus sudah mencapai 1.820 jiwa dengan sebanyak 29 jiwa meninggal dunia
Subargus, 2004. Setiap manusia memiliki kebutuhan yang mendasar yang harus
dipenuhi untuk mencapai kebutuhan tertinggi, dan kebutuhan – kebutuhan ini seperti berupa hirarki yang pada setiap pemenuhannya akan diikuti
pemenuhan kebutuhan lainnya. Kebutuhan itu di antaranya yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan rasa cinta,
memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri, serta aktualisasi diri Maslow dalam Mubarok, 2007.
Hipertemia merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi yaitu kebutuhan keselamatan dan keamanan. Hipertemia adalah
peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin-1 pada keadaan ini tidak
terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan normal IDAI, 2002.
Hipertermia adalah bentuk mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit, apabila ada suatu kuman penyakit yang masuk ke dalam
tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan terhadap kuman penyakit itu dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi
yang lebih banyak daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin berat penyakit yang menyerang, semakin banyak pula antibodi yang
dikeluarkan, dan akhirnya semakin tinggi pula suhu badan yang terjadi Widjaja, 2003.
Ada banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami hipertermia. Biasanya setiap penyebab hipertermia menimbulkan gejala yang
berbeda-beda namun pada umumnya hipertermia yang diderita oleh anak diikuti dengan perubahan sifat atau sikap, misalnya menurunnya gairah
bermain, lesu, pandangan mata meredup rewel, cengeng atau sering menangis, dan cenderung bermalas-malasan. Secara garis besar, ada dua
kategori hipertermia yang seringkali diderita oleh anak yaitu hipertermia noninfeksi adalah hipertermia yang bukan disebabkan masuknya bibit
penyakit ke dalam tubuh. Contohnya hipertermia karena stres, sedangkan hipertermia infeksi adalah hipertermia yang disebabkan oleh masuknya
patogen misalnya kuman, bakteri, atau virus Widjaja, 2003. Masalah hipertermia sudah menjadi fokus perhatian tersendiri pada
berbagai profesi kesehatan baik itu dokter, perawat, dan bidan. Bagi pofesi perawat masalah gangguan suhu tubuh atau perubahan suhu tubuh termasuk
demam sudah dirumuskan secara jelas pada North American Nursing Diagnosis Association NANDA Sodikin, 2012.
Hasil observasi penulis di ruang Anggrek pada tanggal 22 April 2013 diperoleh data subyektif An.R panas sudah 4 hari, sedangkan data obyektif
suhu 38,9
o
C nadi 88 kali permenit respirasi 88 kali permenit, An.R tampak lemah, kulit tampak kemerahan, badan teraba hangat, mukosa bibir kering,
dan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2013 terjadi penurunan Trombosit, Hemaglobin, Leukosit dan Hematokrit. Hipertermia pada anak
yang tidak segera diatasi atau berkepanjangan akan berakibat seperti halnya bisa menyebabkan kejang demam pada anak, dehidrasi bahkan terjadi syok,
dan gangguan tumbuh kembang pada anak Ngastiyah, 2005. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan studi kasus tentang Asuhan Keperawatan Hipertemia pada An.R dengan Obs.DHF di ruang Anggrek RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.
B. Tujuan Penulisan