BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bermula dari semakin banyaknya individu yang mencari beberapa penjelasan untuk rasa depresi, isolasi dan kesedihan mereka. Kontemporer kerja, dengan penekanan pada
gencarnya pembangunan teknologi, persaingan tajam dan individualisme telah membuat korban tak terhitung. Mereka hadir dari hilangnya eksistensial karena keprihatinan yang
dramatis atas  racun di lingkungan pekerjaan. Secara tradisional, orang-orang ini  telah dirawat dengan baik namun belum cukup. Melalui hubungan yang saling menerima dan
melalui upaya bersama antara antara klien dan terapis dalam menggali semua pengalaman dan  perasaan   klien   untuk   pencapaian   keseimbangan   antara   berbagai  pengalaman   dan
perasaan yang sesungguhnya terjadi pada diri klien. Berdasarkan hal tersebut diatas, muncul prosedur terapi yang memandang manusia
sebagai suatu kesatuan dan eksistensial diri, salah satunya yang dibahas dalam makalah ini   yaitu   bentuk   psikoterapi  humanistik-eksistensial   yang   didasarkan   atas   pengalaman
unik yg dimiliki klien dan bagaimana klien memaknai pengalaman tsb. Perbedaan konsep dari aliran psikologis manapun, baik secara konsep dan praktek, asumsi alur psikoterapi
mengarah pada paham bahwa tingkah laku manusia dapat diubah. Kepribadian individu dan   kapasitasnya   untuk   menghadapi   sesama   dan   lingkungan,   secara   adaptif   atau
maladaptif, menghadirkan suatu pelajaran yang membekas seumur hidup. Perasaannya pada   diri   sendiri   dan   orang   yang   lain,   sikap   pribadinya,   nilai-nilai,   ketrampilan,
kebiasaan,   kemampuan   dan   kekurangan,   yang   bersama-sama   menjadi   anggota kepribadian   saat   ini.   Menjadi   satu   kesatuan   yang   telah   dipelajari   dan   saling
mempengaruhi pada individu tersebut. Pemahaman   tentang   manusia   dalam   psikologi   humanistic   berdasarkan   kepada
keyakinan bahwa nilai-nilai etika merupakan daya psikologi yang kuat dan ia merupakan penentu asas kelakuan manusia. Keyakinan ini membawa kepada usaha meningkatkan
kualitas   manusia   seperti   pilihan,   kreativitas,   interaksi   fisik,   mental   dan   jiwa,   dan keperluan  untuk  menjadi  lebih  bebas Psikologi  humanistik  juga  didefinisikan  sebagai
sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan kepada berbagai nilai, sifat, dan tindak tanduk yang dipercayai terbaik bagi manusia. Sehingga terwujudlah satu nilai yang baru sebagai
pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia secara holistik.
1.2. Rumusan Masalah
1
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep gerakan humanistik – eksistensial dalam melakukan psikoterapi? 2. Apa tujuan dari gerakan humanistik – eksistensial dalam melakukan psikoterapi?
3. Bagaimana hakikat manusia dalam gerakan humanistik – eksistensial? 4. Bagaimana pandangan gerakan humanistik – eksistensial terhadap masalah?
5. Bagaimana hubungan klien dan therapist dalam gerakan humanistik – eksistensial? 6. Apa saja teknik-teknik terapi dalam gerakan humanistik – eksistensial?
7. Bagaimana konsep Experiential Process dalam melakukan psikoterapi?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan   umum   penulisan  makalah  ini   yaitu   mengkaji  psikoterapi  berbasis fenomenologi dan humanistik-eksistensial. Secara khusus, tujuan penulisan  makalah  ini
sebagai berikut: 1. Mengkaji konsep gerakan humanistik – eksistensial dalam melakukan psikoterapi.
2. Membahas tujuan gerakan humanistik – eksistensial dalam melakukan psikoterapi. 3. Mengkaji hakikat manusia dalam gerakan humanistik – eksistensial .
4. Membahas pandangan gerakan humanistik – eksistensial terhadap masalah. 5. Mengkaji hubungan klien dan therapist dalam gerakan humanistik – eksistensial.
6. Mengkaji teknik-teknik terapi dalam gerakan humanistik – eksistensial. 7. Membahas konsep Experiential Process dalam melakukan psikoterapi.
BAB II
2
PSIKOTERAPI : PERSPEKTIF FENOMENOLOGI DAN HUMANISTIK- EKSISTENSIAL
2.1. Client Centered Therapy Terapi berpusat pada klien
Psikoterapi   tradisional   memiliki   latar   belakang   yang   berasal   dari   perspektif psikoanalitik   yang   berkenaan   dengan   patologi   dan   ketidakmampuan   seseorang   untuk
mencapai potensi sebagai hasil dari kegagalan dalam memahamai masa lalu. Kegagalan tersebut   berasal   dari   konflik   intrapsikis.   Melalui   terapi,   seseorang   akan   belajar   untuk
memahami semua hal tersebut. Pada awal tahun 1940an, sebuah alternatif lain selain terapi psikoanalitik muncul,
yaitu nondirective counseling, yang selanjutnya dikenal sebagai client-centered therapy, dari Carl Rogers. Perspektif  dari Carl Rogers ini bertentangan dengan psikoanalisis, baik
dari segi teori maupun terapi.
Latar Belakang
Sebelumnya psikoanalisis dan turunannya adalah teori yang sangat berpengaruh, baik dari segi praktek maupun teori, sampai akhir tahun 1930an. Pada waktu tersebut Carl
Rogers  sedang  bergelut  dengan   anak  yang   mengalami   masalah   klinis  di   kliniknya   di Rochester,   New   York.   Sebagaimana   kebanyakan   terapis,   Rogers   juga   mengungkap
mempelajari   psikoanalisis.   Setelah   meraih   gelar   doktor   dari   universitas   Columbia. Rogers memulai bekerja pada sebuah klinik anak  di Rochester. Di sana Rogers bertemu
dengan   Otto   rank   dan   Jessie   Taft.   Rank   percaya   bahwa   pasien   sebaiknya   diberi kebebebasan   dalam   melakukan   keinginannya   dan   mendominasi   terapis.   Taft,   seorang
pekerja sosial, mengembangkan hubungan antara terapis dan pasien. Taft yakin bahwa hubungan tersebut lebih penting dari pada penjelasan-penjelasan intelektual dari masalah
pasien. Rogers setuju dengan pandangan rekan-rekannya tersebut. Pandangan mereka sesuai
dengan keyakinan religius dan keyakinan demokratisnya berkenaan dengan sifat alamiah manusia dalam bermasyarakat. Rogers yakin bahwa tidak ada seorang pun yang berhak
mencampuri kehidupan orang lain.
The Phenomenological World
3
Fenomenologi   menjelaskan  bahwa  seluruh   perilaku   ditentukan  oleh  phenomenal field yang dimiliki seseorang. Phenomenal field adalah seluruh pengalaman yang dialami
seseorang. Maka dari itu, untuk memahami perilaku manusia harus mengetahui tentang phenomenal field yang dimilikinya.
Konsep yang paling penting dalam teori fenomenologis adalah  phenomenal self, yaitu bagian dari phenomenal field, dimana seseorang mempersepsikan dirinya sebagai ‘I’
Bahasa Inggris yang artinya  saya sebagai  subjek. Fenomenologi  menyatakan  bahwa kebutuhan dasar manusia adalah mempertahankan dan meningkatkan  phenomenal self.
Dalam beberapa hal, self esteem menjadi dasarsumber dari tingkah laku. Masalah   dalam   penyesuaian   muncul   ketika  phenomenal   self    terancam.
Mempersepsikan   ancaman   antara   seseorang   dengan   yang   lainnya   akan   berbeda. Seseorang akan merasa terancam jika phenomenal field dalam bahaya. Seorang laki-laki
yang merasa dirinya menarik secara fisik akan menjadi  cemas jika cintanya ditolak wanita,  karena   hal  tersebut  seolah   mengancam  konsep  dirinya.  Menghadapi  ancaman
tersebut, laki-laki tersebut mungkin melakukan beberapa postur tubuh yang defensif. Dia akan merasionalisasi kegagalannya atau memepersempit perceptual field.
Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan benar adalah seseorang yang dapat mengintegrasikan   semua   pengalamannya   agar   konsistensesuai   dengan   konsep   diri.
Misalnya, siswa yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, ketika dia gagal dalam suatu tes ujian tidak  akan menyatakan  ketidakadilan  dalam  tes atau  menderita  sakit fisik.
Tetapi   mungkin   siswa   tersebut   akan   mengintegrasikan   pengalamannya   itu   dengan memperbaharui self-concept : “Mungkin saya tidak bagus dalam kimia, tetapi saya akan
bagus dalam pelajaran yang lain, dan saya memiliki social skill yang baik. Maka dari itu, siswa tersebut  tidak  akan menjadi  orang yang pesimis  dan merendahkan  diri  sendiri,
tetapi   berusaha   berpikir   bahwa   dia   bisa   melakukannya   atau   berpikir   bahwa   dia   akan mencoba hal-hal lain yang membuatnya lebih berkembnag dari pada menggeluti hal yang
dia tidak mampu untuk melakukannya.
Teori
Rogers   menyatakan   bahwa   manusia   berada   di   dunia   ini   karena   memiliki pengalaman. Pengalaman ini hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan. Sehingga
orang   tersebut   merupakan   sumber   informasi   bagi   dirinya   sendiri.   Sehingga  client- centered sangat menghargai self-report laporan mengenai diri sendiri dari pada sumber-
sumber informasi yang berasal dari tes atau obsservasi sebagai informasi utama. Karena
4
seseorang   akan   berperilaku   menurut  perceptual   field  yang   dimiliki.   Sehingga pengetahuan objektif tidak cukup untuk memahami dan memprediksi perilaku. Klinisi
harus mengetahui kesadaran seseorang dalam menghadapi rangsangan. Psikologi objektif menolak laporan Subjek mengenai pengalaman dirinya.
Kecenderungan dasar manusia adalah memelihara dan meninggikan experiencing self atau yang kita kenal sebagai  self actualization.  self actualization  akan bisa diraih
ketika pilihan-pilahan idup telah nyata dirasakan dan disimbolisasikan secara adekuat. Pada   dasarnya,   perilaku  adalah  suatu  set   tujuan   yang  diarahkan   oleh   organisme
dalam memuaskan keinginan-keinginannya. Semua keinginan pada akhirnya digolongkan dalam satu keinginan untuk meninggikan  phenomenal self. Semua ini akan menyatakan
semacam   teori   belajar,   tetapi   sulit   untuk   menemukan   konsep-konsep   belajar   di   teori Rogers.
Konsep yang paling utama adalah  the self,  yaitu kesadaran akan keberadaan dan kebermaknaan seseorang. Struktur self terbentuk dari interaksi dengan lingkungan dan
evalusiresponketerangan yang diberikan orang lain.  The self  adalah sebuah organisasi, berubah-rubah, pola persepsi yang konsisten dari karakteristik atau hubungan ‘I’ saya
sebagai subjek atau ‘Me’ saya sebagai objek, selama dekat dengan nilai-nilai yang ada. Selama   manusia   hidup   terdapat   banyak   pengalaman   yang   dialami.   Berdasarkan
pengalaman   tersebut,   ada   3   kemungkinan   yang   menampilkan   individu   yang bersangkutan   :   a   pengalaman   akan   disimbolisasi   atau   diorganisasikan   ke   dalam
beberapa hubungan dengan  the self; b pengalaman tersebut akan diabaikan karena tidak merasakan hubungannya dengan  the self;  c pengalaman tersebut akan ditolak karena
tidak konsisten dengan struktur the self. Di bawah keadaan tersebut, pengalaman-pengalaman yang tidak konsisten dengan
the self  mungkin akan diuji dan coba untuk dirasakan, dan struktur  the self    diperbaiki agar   dapat   memahami   pengalaman-pengalaman   tersebut.   Kondisi   yang   utama   adalah
tidak adanya ancaman bagi the self. Sehingga kehangatan, penerimaan, dan suasana yang tidak menyudutkan penting dalam client centered therapy.
Istilah-istilah Inti
5
Psikoterapi menurut Rogers 1959 adalah mengembangkanmemunculkan potensi yang sebenarnya dimiliki individu, bukan memanipulasi kepribadian seseorang. Rogers
menyebutnya growth potential. Semua orang memiliki potensi untuk berkembang, dan cara ini adalah untuk mengembangkan memunculkan potensi tersebut.
Pada  client   centered   therapy,   memunculkan   potensi   itu   berpengaruh,   sehingga seseorang  yang self-actualizing cenderung untuk menghargai faktor-faktor internal untuk
mencapai kebermaknaan personal. Ada 3 karakteristik terapis :
1. Empati 2. Unconditional Positive Regard
3. Congruence
Unconditional Positive Regards
Dalam   banyak   hubungan   dengan   orang   tua,   teman-teman,   pasangan,   atau   yang lainnya, klien telah mempelajari bahwa penerimaan adalah suatu kondisi yang terjadi jika
ada suatu kriteria yang dapat diterima. Orang tua menerima anak-anaknya jika mereka patuh, seorang karyawan menjadi diterima apabila mereka efisien dan lain sebagainya.
Penerimaan   diberikan   tanpa   menyembunyikan   jika   ada   suatu   penolakan   dalam   diri. Unconditional Positive Regards  tidak lebih dan tidak kurang dari sebuah sikap  respect
terhadap klien sebagai seorang manusia biasa. Seorang terapis harus mengesampingkan semua dugaan dan menjadi perhatian terhadap kliennya, menjadi menerima, dan di atas
semua itu, sampaikan pada klien bahwa disini ada seseorang yang yakin dan percaya pada kemampuan klien dan kekuatannya untuk menerima potensi diri klien. Kualitas seperti
itu,   sesuai   dengan   penilaian   evaluasi   yang   lengkap   yang   menjadi   bagian   dalam kemampuan   terapi,   yang   akan   membentuk   suatu   suasana   dimana   klien   merasa   bebas
untuk tidak lagi memakai defense dan dapat keluar dari ancaman, memulai kembali untuk tumbuh sebagai manusia.
Melihat kualitas tersebut dengan seseorang yang bertugas sebagai ahli terapi akan membuat lebih mudah menemukan kesenangan dan selaras dengan latar belakang dan
nilai-nilai   yang   dianutnya.   Ujian   sesungguhnya   pada   terapis  Unconditional   Positive Regards datang dari klien yang memiliki tingkah laku yang benar-benar dapat mengubah
kepercayaan   ahli   terapi.   Orang   yang   tidak   paham   agama,   orang   yang  tidak   memiliki motivasi atau malas, atau klien yang mendeskripsikan bahwa ia memiliki pengalaman
berhubungan   seks   dengan   keponakannya   dapat   memutuskan   sebuah   tes   yang sesungguhnya terhadap toleransi dan penerimaan ahli terapi. Tetapi sama halnya seperti
6
setiap  warga  negara   berhak  memilih,  setiap  klien   pun  berhak  memilih  pengaruh   dari Unconditional Positive Regard, yang sesuai dengan Rogers.
Kongruen
Kongruen dianggap seperti berlawanan dengan kualitas dari empati dan penerimaan positif. Terapis yang kongruen adalah seseorang yang dapat mengekspresikan tingkah
laku, perasaan, atau sikap yang di stimulasikan oleh klien kepada mereka. Yang satu tidak tersenyum  ketika  yang  satu  lainnya  sedang marah.  Jika komentar  klien  mengganggu,
seorang  terapis  tidak  boleh   bersembunyi   di  balik   ketenangan  Rogers,  1961.  Rogers percaya bahwa sejauh ini klien akan merespon sesuatu yang menyenangkan dengan jujur
dan kongruen, mengetahui bahwa di hadapannya ada orang yang sungguh-sungguh ingin berdedikasi demi kesejahteraannya. Ini menjadi satu hal yang menentramkan hati dan
dapat   merangsang   rasa   harga   diri   pribadi   dan   sebuah   keinginan   untuk   memunculkan sebuah potensi tersembunyinya.
Sikap versus Teknik
Dalam   beberapa   cara,   inti   dari   terapi   yang   berpusat   pada   klien   tampak   lebih dinyatakan pada nilai-nilai dan sikap yang dimiliki seseorang dibandingkan metode yang
lebih spesifik. Sampai sejauh itu,  client-centered  terapi adalah mementingkan keadaan pikiran   daripada   seperangkat   teknik. Client-centered  terapi   adalah   terapi   non   direktif
dimana terapis hanya mengarahkan klien untuk menemukan solusi dari permasalahannya. Pada kenyataannya, terapis akan berpendapat bahwa beberapa resep tersebut tidak
perlu karena pelepasan sumber daya klien atau potensial akan mengatasi masalah dalam pertanyaan. Kongruensi diberikan oleh terapis, kondisi positif yang tak bersyarat, dan
pemahaman   empatik   yang   akurat,   sehingga   klien   akan   menemukan   kapasitas   mereka sendiri   untuk   pertumbuhan   dan   pengarahan   diri   sendiri. Kontras   dengan   psikoanalis,
Rogers   melihat   orang-orang   bukan   sebagai   perusak   tetapi   sebagai   memiliki   kekuatan konstruktif   dalam   mencapai   ke   arah   kesehatan   dan   pemenuhan   diri. Di   samping   itu,
rogerians melupakan penekanan pada masa lalu demi kesadaran dari pengalaman saat ini. Untuk interpretasi terapi psikoanalisis mengganti terapi yang tenang dan dalam keadaan
diam   dengan   mendengarkan yang   memfasilitasi   klien   untuk   menemukan   kekuatan pribadinya dan pengalaman nyata pribadinya.
Ada   beberapa   perbedaan   yang   jelas   antara   terapi   Rogers   dengan   terapi menggunakan   pendekatan   behavioral.   Rogers   menyatakan   bahwa   pengalaman   batin
7
individu adalah hal yang penting, mengabaikan hal tersebut berarti mengabaikan data dasar   dalam   mengidentifikasi   seseorang.   Sedangkan   pendekatan   behavioral   perilaku
kadang-kadang   berfokus   pada   bagaimana   memanipulasi   atau   mengontrol   lingkungan untuk merubah efek yang didapatkan,  sementara terapi Rogerian berpusat pada klien,
pada   perubahan   yang   terjadi   pada   klien   berdasarkan   potensi   yang   dimilikinya   dan kesadarannya sendiri.
Proses Terapeutik
Tampaknya hampir lebih mudah untuk menggambarkan terapi Roger dalam hal apa yang tidak  terjadi.  Sebuah rangkaian  panjang jangan termasuk  memberikan informasi
atau saran, menggunakan jaminan   atau   bujukan,   mengajukan   pertanyaan,   menawarkan interpretasi, dan   membuat kritik. Mungkin kegiatan utama   terapi adalah pengakuan
dan klarifikasi pernyataan   perasaan   yang   berhubungan   dengan klien. Sebagai   contoh, Greenberg dkk. 1994   melaporkan bahwa   sekitar 75   dari   semua terapi   “client-
centered” adalah refleksi dari apa yang klien telah katakan. Komentar jugadibuat yang menyampaikan ke klien penerimaan terapistotal dan tanpa syarat. Kadang-kadang, terapis
akan   merasa   perlu untuk   menjelaskan peran masing-masing   baik   itu   klien   maupun terapis. Disebut penataan, ini juga termasuk unsur penerimaan.
Biasanya, baik   peyakinan   atau   penafsiran   tidak   digunakan. Hal   ini   diasumsikan karena pengakuan perasaan dan penerimaan akan muncul sendiri. Hal ini ditentukan juga
oleh nada suara terapis, pilihan katanya, ekspresi wajah, dan sikap terapis secara umum. Pemberian interpretasi dan pemberian saran adalah hal yang dihindari karena ini seolah-
olah menyiratkan bahwa terapis-lah yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk klien. Dalam beeberapa kasus, mungkin perlu memberi rujukan pada klien melalui beberapa
sumber   informasi   misalnya   buku   atau   website.   Secara   umum,   bagaimanapun,   idenya adalah untuk menempatkan tanggung jawab untuk kemajuan proses terapi pada pundak
klien,   bukan   pada   ahli   terapinya.   Demikian   pula   halnya   untuk   interpretasi   dengan memberi   tahu   klien   mengapa   ia   berperilaku   dengan   cara   tertentu.   Interpretasi   berarti
bahwa   terapis   telah   mendahului   tanggung   jawab   yang   harusnya  diemban   klien   untuk menemukan penjelasan mereka sendiri.
Dalam   beberapa   kasus   mengenai   penerimaan,   ada   lebih   sedikit   teknik   daripada seluruh sikap yang ditampakkan. Kepercayaan yang lama adalah ketika  klien mampu
sampai pada titik dimana ia puas ketika menggapai sebuah solusi dari masalah dalam kehidupannya. Penerimaan memberikan sebuah suasana dimana klien merasa bahwa ia
8
berkembang   dan   dapat   mengaktualisasikan   dirinya.   Dengan   merespon   perasaan   klien kemudian   menerimanya,   seorang   terapis   memberikan   suatu   kehangatan   yang   akan
membimbing dari perasaan menjadi sebuah pengertian. Sesi terapi biasanya dijadwalkan sekali dalam seminggu. Lebih banyak frekuensi
sesi,   sesi   ekstra,   dan   hubungan   telepon   dikhawatirkan   karena   dapat   membimbing kemandiriannya menjadi tertekan dari berbagai perasaan untuk berkembang.
Urutan yang biasa terjadi atau proses dari terapi telah di deskripsikan oleh Roger yang melibatkan tujuh tingkatan yaitu :
1. Keengganan   untuk   mengungkapkan   tentang   dirinya,   perasaan   pribadi   yang   tidak tergambarkan, suasana yang kaku, hubungan dekat yang dianggap membahayakan.
2. Perasaan   terkadang   dapat   digambarkan,   tetapi   masih   terarahkan   oleh   pengalaman pribadinya. Masih tertutup, tetapi sudah mulai memperlihatkan beberapa masalah dan
konflik yang terjadi. 3. Menggambarkan perasaan di masa lalu yang tidak bisa diterima, perasaan bebas untuk
mengekspresikan   diri   yang   kurang,   mulai   bertanya   mengenai   pikirannya   sendiri, masih dalam permulaan untuk mengenalkan bahwa masalahnya lebih banyak di dalam
dirinya daripada di luar dirinya. 4. Bebas   mengekspresikan   perasaan   pribadinya   sebagai   apa   yang   dia   miliki   dalam
dirinya sendiri, pengakuan bahwa ia tidak diterima di masa sekarang mulai hilang, kehilangan konstruk pribadinya, beberapa ekspresi akan tanggung jawab, memulai
untuk menerima resiko berhubungan dengan orang lain dalam perasaaan yang masih standar.
5. Bebas   mengekspresikan   perasaan   dan   menerimanya,   perasaan   menghindar   yang sebelumnya   termasuk   ketakutan   lebih   jelas   diterima   dalam   dirinya,   mengenalkan
konflik antara intelektual dan emosi, penerimaan diri untuk tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah, dan keinginan untuk menjadi sesuatu.
6. Penerimaan akan perasaan tanpa perlu menghindar, adanya perasaan yang hidup dari pengalamannya,   mau   menerima   resiko   dengan   berhubungan   dengan   orang   lain,
percaya kepada orang lain hingga memberi penerimaan. 7. Individu   sekarang   merasa   nyaman   dengan   pengalaman   dirinya,   mengalami   suatu
perasaan   baru,   sedikit   inkongruensi,   mampu   mengukur   kebenaran   dari pengalamannya.
Diagnosis
Biasanya, diagnosis atau asesmen dihindari dalam terapi yang berpusat pada klien ini. Kebanyakan Rogerian mempercayai bahwa asesmen formal tidak hanya tidak penting
9
tapi   juga   merugikan   klien.   Berdasarkan   hal   tersebut,   asesmen   menempatkan   seorang psikolog   dalam   kategori   superior,   memiliki   kewenangan   yang   dapat   mengahalangi
perkembangan   kemandirian   dan   aktualisasi   diri.   Menunda   melakukan   asesmen memperlihatkan   bahwa  kita  menganggap  klien  memiliki  potensi   dan  menjadi   metode
efektif   yang   bekerja   pada   semua   klien,   tanpa   melihat   masalah   mereka   dari   keadaan tertentu   dimana   mereka   menemukan   diri   mereka   sendiri.  Tidak   terlalu   penting   untuk
mengatakan,   kegunaan   asumsi   tidak   begitu   kuat   dan   berpengaruh   Greenberg   et   al., 1994.
Yang paling penting dalam terapi ini adalah perasaan, bukan kesalahan yang berasal dari  dirinya   maupun  dari  situasi  rumah  yang  tidak  sehat.  Terapis   menerima  perasaan
dengan   sebuah   etika   yang   diberikan   bukan   menerima   atau   tidak   menerima,   hanya memahami. Hal ini dipahami dan sesekali mengklarifikasi izin untuk berpindah menjadi
lebih dekat kepada latihan yang cukup hati-hati dan kepada apa yang dapat dilakukan untuk mengubah hal tersebut. Hanya dengan suasana penerimaan yang dapat berpotensi
untuk tumbuh tertanam dan muncul. Beberapa tahun yang lalu, pada suatu masa, terapi yang berpusat pada klien ini telah
berubah.   Keduanya,   metode   dan   teori   telah   dimodifikasi   dan   meluas.   Ringkasan mengenai perkembangan terapi ini dapat ditemukan di Greenberg et al. 2003.
Aplikasi Lainnya
Pendekatan   terapi   ini   telah   berkembang   secara   primer   dalam   konteks   konseling psikoterapi   dan   ini   menyisakan   sebuah   aplikasi.   Bagaimanapun,   perubahan   telah
menemukan  sebuah aplikasi  yang baik. Contohnya, terapi  ini kerap digunakan  dalam training yang bertemakan hubungan manusia. Penekanan pada hubungan, penerimaan,
dan   kehangatan   sering   menjadi   bagian   dari   program   training   yang   digunakan   untuk bekerja dalam pusat masalah, untuk para profesional yang telah berkecimpung  dalam
konseling, dan para sukarelawan dalam organisasi  amal atau agen. Dengan demikian, telah   ada   kesepakatan   dengan   profesional   seperti   ahli   pengobatan   dan   perawat,   ahli
psikologi teknis, atau sebuah kesatuan tenaga sukarela, training yang mereka lakukan mengenai hubungan manusia seringkali mengandung filosofi dari terapi ini. Ketika terapi
ini   diaplikasikan   untuk   penyelesaian   masalah   diluar   ruang   terapi,   ini   sering   disebut pendekatan yang berpusat pada orang.
Kesimpulan
10
Positif.   Pendekatan  clien-centered  memiliki   banyak   keuntungan.   Pendekatan   ini
menawarkan   alternatif   bagi   terapi   psikoanalitis   tradisional.   Lalu,   pendekatan   ini   juga menawarkan   fokus   alternatif   pada  self-determination  dan  inner   directedness  daripada
dorongan   biologis   dan   insting   menurut   Freud.   Kemudian,   orang   berkembang   dicatat dalam   sejarah.   Kebebasan   untuk   memilih   sudah   digantikan   secara   mekanisitis
berdasarkan tingkahlaku. Rogers mengemukakan penggalian masa lalu tidak tepat pada psikoterapi. Perhatian
utama lebih kepada hubungan antara klien dan terapis, dan aplikasi dari teknik menjadi perhatian kedua. Walaupun “klien” mengandung sesuatu yang penting.
Sejarah umum dari Roger menunjukkan bahwa bentuk terapi lebih pendek daripada psikoanalisis  yang tak  berkesudahan.  Peniadaan  dari panjangnya  resolusi  pemindahan
hubungan, rekonstruksi detail masa lalu, dan ekspresi katartik sangat pendek daripada proses   terapeutik.   Dengan   tambahan,   peran   aktif   yang   diperankan   oleh   terapis
membutuhkan banyak training atau pelatihan. Pemberian kesehatan mental membutuhkan peran nation, berbagai disiplin terapeutik mampu menyediakan sesuatu yang lebih cepat
dan ekonomis yang akan selalu dipertimbangkan penggunaannya dengan serius. Walau bagaimanapun,  clien-centered   therapy  dapat   menjadi   pedang   tajam   di   kedua   sisinya.
Beberapa merasa, pandangan humanistik telah menghasilkan generasi  pseudotherapists yang tidak cukup mengalami training yang tidak akan pernah bisa memenuhinya walau
dengan antusiasme dan keaslian. Kontribusi   utama   Roger   didasarkan   pada   penelitian.   Dia   bertanggungjawab   atas
penggunaan   penelitian   pada   proses   terapeutik.   Dia   yang   pertama   kali   menggunakan rekaman pada terapi untuk mempelajari proses dan menyelidiki keefektifannya. Sekarang
penggunaan rekaman menjadi bahan utama dari training dan penelitian. Sebelum Roger, kesucian ruang terapi dijaga dengan sungguh-sungguh tidak ada proses rekaman dan lain
sebagainya.   Roger   mengeksplor   terapi   dan   membuatnya   menjadi   sebuah   objek pembelajaran. Agar rekaman dan catatan sesuai dengan sesi terapinya, ia memperlihatkan
tingkat keberanian yang tidak biasa pada saat itu walaupun sudah tidak sesuai dengan saat ini.
Upaya Roger dan teman-teman dalam mempelopori rekaman dan catatan interview ternyata menjadi inspirasi dalam upaya yang sama untuk menyelidiki hasil terapi. Sebagai
contoh, Roger dan kawan-kawan meningkatkan daftar hasil terapeutik berdasarkan rating klien terhadap  ideal self-concept  mereka, berbagai indikator dari sesi konseling, seperti
rasio   klien   terhadap   pembicaraan   terapis   dan   respons   mereka   terhadap   pembicaraan
11
tersebut Cartwright, 1956; Rogers  Dymond, 1954; Rogers, Gendlin, Kiesler,  Truax, 1967; W. U. Snyder, 1961; Truax  Carkhuff, 1967; Truax  Mitchell, 1971.
Meta-analisis dari penyelidikan menyatakan bahwa kondisi treatment clien-centered mempunyai efek indikasi sebesar 0.62 yang mengindikasikan bahwa klien dalam terapi
tersebut berfungsi 73 lebih baik dari yang tidak menerima treatment. Untuk menyelidiki apakah ini merupakan penelitian baru pada  clien-centered therapy, dua tambahan meta-
analisis lainnya sedang dibentuk. Greenberg   dan   kawan-kawan   1994   membentuk   sebuah   meta-analisis   dari
penyelidikan   yang   dipublikasikan   antara   1978   dan   1992.   Patut   diperhatikan   bahwa penyelidik hanya mampu mengidentifikasi delapan penyelidikan selama rentang waktu
tersebut yang menyelidiki keefektifan clien-centered therapy dan juga kontrol kelompok. Efek tersebut sebesar 88, yang mengindikasikan klien pada penyelidikan ini berfungsi
81 lebih baik dari yang tidak menerima  treatment. Greenberg dan kawan-kawan juga mengevaluasi  keefektifan  relatif dari  clien-centered  therapy  jika dibandingkan dengan
bentuk  treatment  psikologis   lainnya.   Dari   tujuh   perbandingan,   hanya   satu   yang menunjukkan   bahwa  clien-centered   therapy  lebih   baik   dari  treatment  lainnnya   pada
kasus ini, short-term dynamic therapy, A. E. Meyer, 1981. Baru-baru   saja,   Elliott,   Greenberg,      Lietaer   2004   menampilkan   hasil   dari
penyelidikan   meta-analisis   yang   dipublikasikan   sejak   1992.   Mereka   mempelajari keefektifan  clien-centered   therapy  dari   11   penyelidikan   kontrol   kelompok   juga
dievaluasi dan melaporkan efek sebesar 0.78. Dibandingkan dengan  treatment  lainnya, sebanyak   28   penyelidikan,  clien-centered   therapy  tidak   lebih   efektif   dari  treatment
manapun. Kesimpulannya,   bukti-bukti   penyelidikan   menyatakan   bahwa  clien-centered
therapy cukup efektif, tapi tidak lebih efektif dari treatment psikologis lainnya.
Negatif.   Terapis  clien-centered  berpendapat   bahwa   upaya   mereka   bukan   untuk
mengubah klien. Malah, menurut mereka,  potensi diri klien-lah yang harus dieksplor. Apakah pandangan ini berdasar pada pendirian atau kesederhanaan, ini kelihatan tidak
komplit. Terapi ialah stimulus yang mengatur reaksi menjadi gerakan. Apakah reaksi itu positif, negatif, maupun netral, dalam hal pengukuran mereka diakibatkan oleh stimulus
dan metode terapis. Terapis clien-centered mengklaim bahwa untuk mengerti klien, harus melompat ke
belakang   bola   mata   klien   untuk   mengalami   fenomenologis   dunia   yang   sama.   Tapi bagaimana   caranya?   Dengan   intuisi?   Apakah   pernah   ada   pendekatan   yang   dengan
12
lengkap menyatakan bias keistimewaan dari sudut pandang seseorang? Pengkritik akan setuju   jika   menghindari   pengukuran   dan   memberikan  short   shrift  yang   mungkin
menghalangi kemampuan terapis untuk mengerti dan masuk ke dalam sudut pandang klien.
Clien-centered  therapy  kelihatannya hanya terlibat  dengan satu pendekatan,  atau sekurangnya satu sikap umum: empati, penerimaan, dan  unconditional positive regard.
Dengan demikian, setiap klien mengalami  treatment  yang sama. Terapis tidak menilai klien   untuk   memilih   terapi   mana   yang   paling   efektif   atau   teknik   spesifik   yang   akan
digunakan untuk menemukan karakteristik unik dari klien tersebut. Demikian, dari kasus- kasus yang ada menyatakan bahwa clien-centered therapy ialah teknik yang sebenarnya
Bagaimanapun, baru-baru ini, pengenalan masalah dengan pendekatan terapi  one-size- fits-all untuk mengembangkan teknik spesifik dan metode yang tepat untuk masalah klien
Greenberg et al., 2003. Pada   banyak   kasus,   walau   bagaimanapun   peliknya   masalah   klien   atau
menyimpangnya nilai yang klien yakini, hal ini akan ditangani dengan suatu prosedur yang lebih aktif dan langsung. Ada beberapa alasan yang meragukan kearifan dan sumber
daya dari klien  psychopatic  atau  schizophrenic. Walaupun itu benar, dengan pemberian waktu   yang   tidak   terbatas   atau   keadaan   maksimum,   setiap   klien   dapat   membuat
keputusan tepat atau mencapai kesimpulan yang cukup baik, hal ini menunjukkan metode tersebut   tidak   efektif   untuk   dijalankan.  Terapis  clien-centered,   suatu   waktu,   mencoba
untuk mengubah klien tanpa mengumpulkan diagnosa dan atau data historis yang cukup. Mereka   hanya   memperhatikan   laporan   verbal   klien,   dan   informasi   itu   sering   bersifat
defensif, berubah dan tidak lengkap. Banyak   penelitian   yang   menunjukkan   keefektifan  clien-centered   therapy  yang
menyandarkan  pada kriteria  internal. Klien dikatakan sedang mengembangkan  dirinya ketika mereka responsif terhadap percakapan selama terapi berlangsung atau berbicara
lebih banyak dari terapis. Beberapa pendapat menyatakan, bahwa kriteria kemajuan klien harus   berasal   dari   luar   ruang   terapi   seperti   observasi,   laporan   teman   sebaya   dan
pasangan, dan lainnya. Tanpa pengesahan dari sumber luar, mungkin saja ada beberapa klien yang akan mengubah hal-hal yang ingin diobservasi dalam ruang terapi.
Seringkali, deskripsi filosofi dan prosedur dari  treatment  clien-centered  diartikan unik   dan   menyangkut   terminologi   yang   tidak   dapat   diterangkan   artinya.   Seperti   kata
being, becoming, actualizing, dan congruency yang tidak dapat diartikan atau susah untuk dikomunikasikan   artinya.   Tapi,   di   lain   waktu,   kata-kata   tersebut   dapat   memunculkan
13
makna yang lebih sederhana. Sebagai contoh, Rogers berpendapat 1951, “Terapi ialah pokok kehidupan”.
Kata  nondirective  dan  clien-centered  tidak   kelihatan   menyampaikan   sesuatu   hal positif tapi pada implikasinya menggambarkan bahwa pendekatan lain sebagai  directive
atau  therapist-centered. Terminologi  mencakup   kata-kata   seperti  freedom,  democratic, genuine,  warm,   dan  authentic  yang   biasanya   memerlukan   pendekatan   lain   untuk
memahami   kata-kata   tersebut.   Sebelum   mereka   menjelaskan   seperti   apa   pendekatan mereka, mereka harus menjawab pertanyaan mengenai authoritarian, technique-centered,
controlling, dan without common humanistic values. Akhirnya,   pendekatan  clien-centered  tumbuh   dan   datang   sesuai   dengan
perkembangan kampus. Klien pada tahun 1940 dan 1950 ialah mahasiswa yang sering terlihat pada pusat konseling kampus. Terapis yang dilatih sesuai dengan ajaran Roger
pada pusat konseling ini menjadi anggota staf pada pusat konseling kampus lainnya. Jika dibandingkan dengan orang-orang pada populasi umum, mahasiswa ialah kelompok yang
lebih   cerdas,  lebih  baik  secara  pendidikan,   dan  jarang  tidak  dapat   menyesuaikan   diri ketika sedang menghadapi masalah, dan mereka memiliki metode coping yang baik. Ini
disebut  nondirective, metode  clien-centered  mungkin lebih efektif pada populasi seperti ini, sebagai contoh ialah mereka yang mengalami gangguan kejiwaan, kemampuan verbal
yang sedikit, atau berasal dari latar belakang pendidikan yang terbatas.
2.2. Gerakan Humanistik – Eksistensial