I. PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Abses intrakranial jarang dijumpai. Merupakan penyakit yang serius dan mengancam jiwa
1
. Abses serebri dapat terjadi pada semua usia, lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita 2 : 1. Daerah frontoparietalis dan temporalis merupakan lokasi yang paling sering
dikenai
2
. Abses serebri terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan hampir selalu merupakan akibat sekunder dari infeksi dari fokus di tempat lain
2,3
. Organisme penyebab yang sering adalah Streptococcus, Staphylococcus, dan jarang akibat
Pneumococcus, Meningococcus, dan Haemophylus Influenza.
Ada 3 mekanisme bahan-bahan infeksius bisa masuk ke otak, yang pertama dengan perluasan langsung dari infeksi yang berdekatan seperti otitis media, mastoiditis, atau
sinusitis paranasal, kemudian dengan cara melalui aliran darah biasanya berasal dari infeksi yang jauh seperti infeksi paru dan lain-lain serta terakhir melalui luka setelah trauma
kepala.
1,3,4
Penatalaksanaan dari abses serebri ini meliputi tindakan bedah dan medikamentosa seperti antibiotik dan anti konvulsan
1,2,5,6
2,5
. Prognosa abses serebri ini umumnya baik, prognosa menjadi buruk jika penegakkan diagnosis terlambat atau salah diagnosis, lokasi yang dalam,
multiple, koma, penyebabnya jamur, serta adanya ruptur ventrikel.
1,5,6
I.2. Tujuan Penulisan
Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinik, penegakan diagnosa, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita Abses
serebri multipel
I.3. Manfaat Penulisan
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan lebih lanjut mengenai patogenesa dan penanganan bagi penderita abses serebri multipel sehingga akan
dapat dipahami perjalanan penyakit serta penanganan yang lebih baik bagi penderita di kemudian hari.
Universitas Sumatera Utara
II. LAPORAN KASUS
II.1. ANAMNESE PRIBADI
Seorang wanita L, umur 22, suku Jawa, pekerjaan ibu rumah tangga , menikah, alamat Kompleks PT. Pandawa, masuk ke RS H.Adam Malik pada tanggal
16 Agustus 2008.
II.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Telaah :
Hal ini dialami os sejak 7 hari sebelum masuk RS.HAM, terjadi secara perlahan-lahan. Diawali dengan adanya nyeri kepala sejak
3 bulan yang lalu dan memberat dalam 2 minggu ini tidak berkurang dengan pemberian obat penghilang rasa sakit. Nyeri
kepala pada mulanya bersifat hilang timbul pada seluruh kepala, terasa menekan. Kejang juga dialami oleh os sebanyak 3 kali,
bersifat kaku dan menyentak pada seluruh tubuh, lamanya kejang ± 5 menit. Riwayat sakit gigi pada rahang bawah dijumpai.
Selain itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan sejak ± 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah menyembur tidak
dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai. Riwayat sakit telinga, tenggorokan serta trauma tidak dijumpai. Riwayat sakit paru
tidak dijumpai. Sebelumnya os dirawat di RS Rantau Prapat selama ± 5 hari.
RPT :
- RPO
:
tidak jelas
II.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum :
Sensorium :
Somnolen
Tekanan Darah :
110 80 mmHg
Nadi :
68 x menit, reguler
Pernapasan :
24 x i
Temperatur :
36,5 ° C
Universitas Sumatera Utara
Kepala :
normosefalik
Thoraks :
Simetris fusiform
Jantung : Bunyi jantung normal, Desah - Paru-paru : Pernapasan vesikuler, suara tambahan -
Abdomen :
Soepel, peristaltik normal
LeherAksilaInguinal : Dalam batas normal
II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Sensorium : Somnolen
Tanda perangsangan meningeal : Kaku kuduk - Brudzinsky I : -
Kernig - Brudzinsky II : -
Tanda peninggian TIK : Sakit kepala -
Kejang + Muntah -
NERVUS KRANIALIS : N I
: Sulit dinilai N II, III
: Refleks cahaya + +, pupil isokor, Ø 3 mm Pemeriksaan funduskopi
Optik disc Kanan
Kiri Warna
: Jingga
Jingga Batas
: Tidak tegas
Tidak tegas Ekskavasio
: Cembung
Cembung Pembuluh darah AV:
23 23
Perdarahan retina :
- -
Kesan :
Papil edema
N III, IV, VI : Doll’s eye phenomenon +
N V : Refleks kornea +
N VII : Sudut mulut jatuh di kanan
N VIII : Sulit dinilai
N IX, X : Refleks muntah +
N XI : Sulit dinilai
N XII : Lidah istirahat medial
Universitas Sumatera Utara
Sistem Motorik Trofi
: Eutrofi Tonus
: Normotonus Kekuatan Otot
: Sulit dinilai. Kesan : Lateralisasi ke kanan Refleks Fisiologis
: kanan
kiri Biceps Triceps
: +
↑ +↑ + +
KPR APR :
+ ↑ +↑
+ + Refleks Patologis
: -
Sistem sensibiltas : Sulit dinilai
Vegetatif : Tidak terganggu
Gejala serebellar : Sulit dinilai
Fungsi Luhur : Sulit dinilai
II.5. DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional : Somnolen + Konvulsi + Hemiparese dextra + Parese
N.VII UMN dextra
Diagnosa Anatomis : Intrakranial
Diagnosa Etiologis : Infeksi
Diagnosa Banding : 1. SOL Intrakranial ec Abses Serebri
2. SOL Intrakranial ec Tumor Serebri 3. Stroke Iskemik
Diagnosa Kerja : SOL Intrakranial ec Abses Serebri
II.6. PENATALAKSANAAN
• IVFD Ringer Solution 20 gtti • O2 2-3 Li
• NGT, Kateter • Diet SV
• Inj Ceftiraxone 2 gr 12 jam skin test • Inj. Deksamethasone 2 ampul,lanjut 1 amp6 jam tapering off
• Inj.Ranitidin 1 amp 12 jam • Fenitoin 2 x 100 mg
Universitas Sumatera Utara
II.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
II.7.1. Hasil Laboratorium tgl 16 Agustus 2008
Hb : 11,8 g dl
Ureum : 20 mgdl
Ht : 36,4
Kreatinin : 0,7 mgdl
Leukosit : 15500 mm
3
Trombosit : 356.000 mm3
Natrium : 141 mEq L
Asam urat : 5,0 mgdl
LED : 10 mmjam
Kalium : 3,6 mEq L
KGD ad : 116 mgdl
Chlorida : 107 mEq L
SGOT : 20 UL
SGPT : 28 UL
II.7.2. Hasil Foto Thoraks 16 Agustus 2008
Kesimpulan : Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo
II.7.3. Hasil EKG 20 Agustus 2008
Kesan : Penyakit jantung katub ec 1. Bawaan 2. Didapat ec RHD
Anjuran : 1. ASTO, CRP, LED 2. Ekokardiografi
II.7.4. Hasil Konsul Gigi dan Mulut 22 Agustus 2008
Kesimpulan : Gangren radiks dan impaksi Anjuran
: Bila keadaan umum memungkinkan, os dapat dikonsul ulang untuk dilakukan pencabutan dengan anatesi lokal
II.7.5. Hasil Konsul THT 22 Agustus 2008
Kesimpulan : Sinusitis Ethmoidalis + sphenoidalis bilateral Terapi : sesuai TS
II.7.6. Head CT-scan 13 Agustus 2008 RS Rantau Prapat
NCCT : Tampak lesi hipodens multiple pada lobus frontal kiri dengan edema finger like disekitarnya yang mendorong midline anterior ke kiri dan
mengobliterasi ventrikel lateral kiri. Sulci kedua hemisfer serebri sempit terutama sisi kiri
Universitas Sumatera Utara
Sisterna ambient dan quadrigemina agak sempit Tampak perselubungan pada sinus frontal, ethmoid, dan sphenoid
bilateral Mastoid air cell bersih
CECT : Tampak lesi hipodens multiple pada lobus frontal kanan yang enhance pada tepi, tipis, dan reguler
Kesan : Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi supra callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans
tentorial desenden sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis bilateral.
II.7.7. Head CT-scan 29 Agustus 2008 RS HAM
NCCT : Infratentorial cerebellum dan ventrikel IV tampak normal Supratentorial tampak lesi hyperdense berbatas teratur pada frontal kiri
dengan mass effect dan midline shift ke kanan Ventrikel lateralis kiri tertekan
Cortical sulci obliterated CECT : -
Kesan : Abses pada frontal kiri dengan perifokal edema DD : Mass
Anjuran : Head CT-scan dengan pemberian contras intravena untuk konfirmasi lebih lanjut
II.7.8 Hasil laboratorium 27 Agustus 2008
LED : 10 mmjam CRP : Negatif
ASTO : 200
II.7.9 Hasil Konsul Bedah saraf 30 Agustus 2008
Diagnosa Banding : Multiple Brain Abscess Glioblastoma multiform
Anjuran : Tindakan operasi
Universitas Sumatera Utara
II.8. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Telah diperiksa seorang wanita L, 22 tahun, Jawa, Islam, Ibu rumah tangga, dengan keluhan utama penurunan kesadaran.
Dari anamnese didapati Hal ini dialami os sejak 7 hari sebelum masuk RS.HAM, terjadi secara perlahan-lahan. Tiga bulan sebelum masuk RS HAM os
mengeluhkan nyeri kepala dan dalam 2 minggu ini tidak berkurang dengan pemberian obat penghilang rasa sakit. Nyeri kepala pada mulanya bersifat hilang timbul pada
seluruh kepala, terasa menekan. Kejang dialami oleh os sebanyak 3 kali, bersifat kaku dan menyentak pada seluruh tubuh, lamanya kejang ± 5 menit. Riwayat sakit gigi
pada rahang bawah +. Selain itu os sering mengeluhkan pilek yang berkepanjangan sejak ± 6 bulan yang lalu. Riwayat muntah menyembur -. Riwayat demam -.
Riwayat sakit telinga, tenggorokan serta trauma -. Riwayat sakit paru - Sebelumnya os dirawat di RS Rantau Prapat selama ± 5 hari.
Dari hasil pemeriksaan fisik dijumpai sensorium somnolen, vital sign dalam batas normal. Hasil pemeriksaan neurologis parese N.VII UMN dextra, papil edema,
hemiparese dextra dan peningkatan refleks fisiologis ekstremitas dextra. Dari hasil pemeriksaan penunjang dijumpai Head CT-scan di RS Rantau Prapat
menunjukkan kesan Abses multiple pada lobus frontal kiri dengan edema + Herniasi supra callosal ke kiri + brain swelling diffuse terutama kiri + ancaman herniasi trans
tentorial desenden sentralis + sinusitis frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis bilateral. Head CT-scan di RS HAM dengan kesan Abses pada frontal kiri dengan
perifokal edema.
II.9. DIAGNOSA AKHIR
SOL Intrakranial ec Abses Serebri
II.10. PROGNOSA
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam - Ad sanationam : dubia ad bonam
Universitas Sumatera Utara
III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1 DEFENISI
Abses serebri adalah suatu penumpukan bahan piogenik yang terlokalisir di dalam parenkim otak.
2
III.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden abses serebri diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 penduduk per tahun dimana perbandingan pria dan wanita yaitu 2:1 sampai 3:1
6
. Di Amerika Serikat didapati sekitar 1500-2500 kasus setiap tahunnya. Abses serebri jarang dijumpai di negara berkembang tetapi
merupakan masalah yang sulit di Negara berkembang
1
. Pada umumnya dapat terjadi pada setiap usia, sering pada dekade pertama sampai ketiga karena tingginya insiden penyakit mastoid dan
sinus paranasal.
4
Tabel 1. Penderita dengan peningkatan resiko munculnya abses serebri
Ket: AVM : Arteriovenous Malformation; BMT : Bone Marrow Transplant; SCT : Stem Cell Transplant Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM,
Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3
rd
edition. Philadelphia : Lippincott Williams Wilkins ; 2004. P. 479-501
Universitas Sumatera Utara
III.3 ETIOLOGI
Pada era preantibiotika, dari hasil analisa pus intrakranial didapati bahwa Staphylococcus Aureus
terdapat pada 25-30 penderita, Streptococcus pada 30, Coliform pada 12 dan tidak adanya pertumbuhan kuman dijumpai sekitar 50 kasus.
Organisme yang sering menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus Aureus, Streptococcus, Enterobacteriaceae, Pseudomonas
dan Bacteroides, sementara penyebab yang jarang adalah Pneumococcus, Meningococcus dan Haemophilus Influenza.
6
Lokasi dari abses serebri atau faktor predisposisinya sering memberikan gambaran kemungkinan besar agen penyebab terjadinya abses serebri Tabel 2
3,4
Tabel 2. Lokasi dan flora mikroba abses serebri
Dikutip dari : Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous
System, 3
rd
edition. Philadelphia : Lippincott Williams Wilkins ; 2004. P. 479-501
Universitas Sumatera Utara
III.4 PATOGENESIS
Abses serebri selalu bersifat sekunder terhadap fokus infeksi purulen di tempat lain pada tubuh manusia
3
. Abses serebri dapat disebabkan oleh inflamasi intrakranial.
Kira-kira 15 daripada kasus ini tidak dapat diketahui sumber infeksinya
1
. Infeksi ini terjadi melalui 3 cara, yaitu:
1. Infeksi fokus yang berdekatan
1,5,6
Perluasan secara langsung terjadi melalui daerah nekrosis osteomielitis di dinding posterior sinus frontal melalui sinus sphenoid dan ethmoid. Jalur
perluasan langsung ke intrakranial pada umumnya disebabkan oleh otitis kronik, mastoiditis, dibandingkan dengan sinusitis. Infeksi gigi dapat meluas
ke intrakranial melalui jalur langsung atau secara hematogen. Perluasan daerah yang berdekatan dapat menyebar ke beberapa tempat di sistem saraf
pusat, menyebabkan trombosis sinus kavernosus, meningitis, epidural abses, subdural abses dan abses serebri.
2. Penyebaran hematogen dari fokus yang jauh
1
Penyebaran abses serebri secara hematogen memberikan beberapa karakteristik, yaitu
6
• Fokus infeksi jauh, paling sering berasal dari daerah rongga dada :
• Berlokasi pada area distribusi arteri serebri media • Lokasi awal pada daerah gray matter-white matter junction
• Poor encapsulation • Mortalitas tinggi
Umunya dijumpai lesi multipel dan multilokulated dan biasanya ditemukan didistribusi daerah arteri serebri media. Infeksi ini berhubungan dengan
cyanotic heart disease, endocarditis, infeksi paru, kulit dan juga Human
Immunodeficiency Virus HIV.
3. Trauma kranial
1,6
Pada trauma kranial dengan fraktur terbuka, menyebabkan pertumbuhan organisme di otak. Selain itu abses otak juga dapat disebabkan oleh
pembedahan intrakranial.
1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Penyebaran hematogen pada susunan saraf pusat
Dikutip dari : Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. 2
nd
ed. New York : Thieme ;2004
Untuk membatasi perluasan dari infeksi, respon imun memegang peranan penting dalam pembentukan abses dan juga merusak sekitar jaringan otak yang normal. Oleh karena itu,
membatasi intensitas dan atau durasi respon imun anti bacterial dapat meminimalkan kerusakan disekitar jaringan otak. Mekanisme yang menjelaskan imunopatogenesa abses otak dapat dilihat
pada gambar 2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Imunopatogenesis Abses Serebri
Dikutip dari : Kielian T. Immunopathogenesis of Brain Abcess. Available From: http:www.jneuroinflammation.com-content111
III.5 PATOLOGI
Perkembangan abses serebri berlangsung dalam empat tahap yaitu : 1.
Stadium serebritis dini early cerebritis stage Stadium serebritis dini berlangsung mulai dari hari 1-3 dan ditandai dengan
penumpukan neutrofil, jaringan nekrosis dan edema disekeliling white matter serta dijumpai aktivasi mikroglia dan astrosit.
6,8
2. Stadium serebritis lanjut late cerebritis stage
Stadium ini berlangsung dari hari ke 4-9 dan ditandai dengan adanya infiltrasi makrofag dan limfosit
8
. Inti dari serebritis menjadi nekrosis serta meluas dan mulai terbentuk kapsul fibroblast.
Infeksi menjadi lebih fokal dengan daerah nekrosis. Pembuluh darah mengelilingi proliferasi infeksi. Bagian tengah infeksi mengalami nekrosis, dikelilingi sel
inflamasi berbentuk cincin, makrofage, jaringan granulasi dan fibroblast.
2,3,6
9
Universitas Sumatera Utara
3. Stadium formasi kapsul dini early capsule stage
Berlangsung mulai dari hari ke 10-13 ditandai dengan penurunan ukuran inti nekrosis. Kapsul sudah terbentuk dengan proliferasi fibroblast, dikelilingi proliferasi astrosit
dan edema. Ketika stadium pembentukan kapsul dimulai, kolagen dan reticulum membentuk
kapsul berbatas jelas. Bagian inti tengah terdiri dari jaringan nekrotik dan debris inflamasi. Kapsul semakin menebal dengan bertambahnya kolagen. Pembentukan
kapsul yang semakin tegas, efek massa dan edema yang mengelilinginya mulai berkurang. Selanjutnya gliosis di sekitar pinggir abses mempertegas area ini.
2,6
4. Stadium formasi kapsul lanjut late capsule stage
9
Stadium ini berlangsung pada hari ke 14. Kapsul yang matang dan tebal mengelilingi bagian tengah yang berongga yang mengandung sel debris dan sel-sel
polimorfnuklear
2
. Secara patologi dinding dari kapsul abses disusun dari tiga lapisan yaitu lapisan sebelah dalam yang merupakan suatu jaringan granulasi, lapisan tengah
yang relative tebal terdiri dari kolagen dan lapisan paling luar yang membentuk jaringan glial.
10
III.6 GAMBARAN KLINIS
Sakit kepala merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada abses serebri. Trias klasik dari abses serebri berupa sakit kepala, demam dan defisit neurologi fokal
ditemukan pada kurang dari 50 penderita. Edema yang berada disekitar jaringan otak dapat meningkat tekanan intrakranial dengan cepat sehingga memperberat sakit kepala, mual dan
muntah merupakan gejala awalnya.Sakit kepala yang memberat dengan tiba-tiba dengan kaku kuduk menunjukkan terjadinya ruptus abses otak ke ruang ventrikel. Kejang baik fokal maupun
umum sering dijumpai.
1,2,3,4,5
Gejala fokal seperti gangguan mental dan hemiparesis tampak pada 50 penderita abses tergantung dari lokasinya. Pada abses serebellar gejala yang muncul adalah
nistagmus, ataksia dan intention tremor. Pada pemeriksaan neurologis bisa dijumpai papil edema dan tanda neurologi fokal
tergantung dari lokasi abses. Pasien dengan abses serebri multipel lebih cepat terjadi peningkatan intrakranial dengan sakit kepala, drowsinnes dengan cepat menjadi stupor.
4
2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Gejala dan tanda penderita abses serebri
Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3
rd
edition. Philadelphia : Lippincott Williams Wilkins ; 2004. P. 479-501
Tabel 4. Gejala-gejala fokal yang tampak pada abses otak
Dikutip dari : Lombardo MC. Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain pada Sistem Saraf. Dalam : Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Edisi Keempat. Jakarta : EGC ; 1995. Hal. 1006-1007
III.7 PROSEDUR DIAGNOSTIK
Secara klinis abses serebri dapat diduga bila dijumpai nyeri kepala, kejang, tanda neurologis fokal atau peningkatan tekanan intrakranial TIK pada penderita dengan penyakit
jantung kongenital atau dengan infeksi akut atau kronik pada telinga tengah, sinus nasalis, jantung dan paru.
4
Universitas Sumatera Utara
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah pada abses serebri jarang membantu dalam menegakkan diagnosis
6
. Dijumpai peningkatan lekosit dan Laju Endap Darah LED
1,2,4,5
. Nilai serum C Reaktif Protein CRP pada umumnya meningkat
6
. Pada kultur darah hanya positif pada 30 penderita. Hasil kultur darah ini sebagai dasar dalam menentukan antibiotik yang sesuai
5
. Kultur darah menunjukkan organism pada penderita endokarditis.
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal CSS
12
Lumbal pungsi sebaiknya tidak dilakukan pada kasus dengan dugaan abses serebri dengan peningkatan TIK karena dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan
kematian
1,2,4,6
. Prosedur ini jarang memberikan informasi tambahan yang signifikan dan dikaitkan dengan resiko herniasi pada sejumlah kasus.
3
Perubahan CSS tidak spesifik, dan harus dihindari.
4
Pada CSS dijumpai sejumlah sel berkisar 0-100.000 selUl, didominasi oleh PMN, protein mulai dari normal sampai lebih dari 500 mgdl dan konsentrasi gula darah normal
atau menurun
4,6
. Kultur CSS positif hanya dilaporkan sekitar 6 kecuali ditemukan
ruptur abses ke sistem ventrikel atau ruang subarachnoid maka dijumpai lebih dari 20 kasus dengan kultur CSS positif.
3. Computed Tomography CT Scan
6
Pemeriksaan CT Scan baik dalam menentukan ukuran, jumlah dan lokasi abses dan juga untuk memantau keberhasilan terapi
1,4,5
. Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan abses dengan tumor.
Pada pemeriksaan CT Scan tanpa kontras, stadium serebritis pada awalnya terlihat sebagai suatu area hipodens di white matter dengan batas yang tidak jelas dengan efek
suatu massa regional atau tersebar luas yang mencerminkan kongesti vaskular dan edema. Pada pemberian kontras dapat dijumpai sedikit atau tidak dijumpai kontras enhancement
pada stadium ini.
13
Pada kontras dijumpai oval atau circular peripheral ringlike contrast enhancement yang menggambarkan kapsul abses. Dinding kapsul biasanya tipis 3-6 mm dan ketebalannya
sama meskipun beberapa abses memperlihatkan dinding tebal irregular yang mirip dengan dinding suatu glioblastoma.
2,10
10
Universitas Sumatera Utara
4. Magnetic Resonance Imaging MRI
Pemeriksaan MRI paling sensitif untuk abses. Menunjukkan adanya hypointense pada area nekrosis abses dikelilingi sinyal hyperintense edema pada T2-weighted atau fluid
attenuated inversion recovery FLAIR images. Pemeriksaan ini lebih baik dalam menunjukkan stadium serebritis serta perluasan
inflamasi ke ruang ventrikel dan subarachnoid.
11
Pada stadium serebritis awal, dapat dilihat hyperintense pada subkortikal pada T2- weighted imaging. Lesi yang tampak hyperintense pada diffusion-weighted imaging
DWI dengan apparent-diffusion-coefficient ADC, dengan nilai 0.9 menunjukkan abses serebri, dimana lesi hypointense pada DWI dengan ADC 2 menunjukkan lesi
kistik nonabses.
1
Pada stadium serebritis lanjut, menunjukkan area nekrosis sentral yang hyperintense pada jaringan otak dan rangkaian T2-weighted. Penebalan irregular di pinggir lingkaran
tampak isointense menuju mild hyperintense pada spin-echo T1-weighted images dan isointense serta hypointense pada T2-weighted. Edema perifer dan lesi satelit tampak.
9
Pada stadium formasi kapsul dini dan lanjut, kapsul abses kolagen lebih jelas dengan gambaran penebalan dinding cincin isointense sampai hyperintense ringan dan menjadi
hypointense pada T2-weighted. Diffusion Weighted Imaging menunjukkan gambaran khas. Bila terjadi rupture abses ke sistem ventricular, DWI menunjukkan gambaran
spesifik. Bahan purulen di dalam ventrikel tampak sama dengan kavitas abses sentral, dengan sinyal hyperintense pada DWI.
9
Pada saat ini DWI dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi abses. Adanya pengurangan sinyal
9
intensitas dari DWI dan peningkatan nilai ADC pada kavitas abses dihubungkan dengan keberhasilan terapi.
5. Biopsi Otak
14
Terkadang hanya tindakan operatif yang dapat menegakkan diagnosa
3
. Biopsi otak aman dilakukan jika lokasi abses di permukaan otak. Jika abses dalam, aspirasi jarum dengan
bantuan stereotactic mungkin diperlukan.
12
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Pendekatan dalam diagnosis abses serebri
Dikutip dari : Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In : Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3
rd
edition. Philadelphia : Lippincott Williams Wilkins ; 2004. P. 479-501
III.8 DIAGNOSA BANDING
1. Tumor Intrakranial
Abses serebri dapat menyerupai suatu tumor intrakranial dalam hal progresifitas dan tanda-tanda neurologi fokal. Adanya riwayat infeksi serta gambaran CT Scan dan MRI
dapat membedakan kedua keadaan ini. 2.
Meningitis
2
Infeksi otak stadium awal memberikan gambaran serebritis fokal yang menyerupai meningitis dengan adanya demam, nyeri kepala dan menigismus akan tetapi abses yang
telah terbentuk lengkap biasanya memberikan gambaran sebagai suatu lesi massa dengan tanda-tanda fokal dan papil edema.
2
Universitas Sumatera Utara
3. Hematoma subdural kronik
Adanya riwayat trauma, tidak ada tanda-tanda infeksi serta gambaran CT Scan dan MRI dapat menegakkan diagnosis hematoma subdural.
4. Empyema subdural
2
Empiema subdural biasanya merupakan komplikasi dari sinusitis paranasalis dan dapat sangat mirip dengan suatu abses serebri. Pemeriksaan CT Scan atau MRI dapat
membedakan kedua keadaan ini. 5.
Infark Serebri Onset infark serebri lebih bersifat tiba-tiba dan dari pemeriksaan CT Scan terdapat
gambaran abses berupa typical ring. 6.
Tuberkuloma
2
Adanya riwayat tuberculosis dan gambaran CT Scan dapat membedakan abses dan tuberkuloma.
2
III.9 PENATALAKSANAAN A.
Terapi Konservatif Sebelum abses terbentuk kapsul dan terlokalisasi, pengobatan konservatif bermanfaat
pada penderita abses
1
. Pengobatan segera dengan antibiotika intravena pada saat infeksi masih stadium serebritis dapat menyebabkan terjadi resolusi total tanpa perlu tindakan
intervensi. 1.
Antibiotika
2
• Abses dengan ukuran lebih kecil dari 2,5 cm secara umum respon dengan terapi antimikrobial, sementara abses dengan ukuran lebih dari 2,5 cm tidak
memberikan respon terhadap terapi tersebut. • Pasien dengan gejala kurang dari 1 minggu memiliki respon yang baik
terhadap terapi medis dibandingkan dengan gejala menetap lebih dari 1 minggu.
1
• Sebagai terapi empiris awal untuk abses serebri :
1
- Penicillin G 10-20 juta unithariiv ditambah
3,15
- Chloramphenicol 3 grhariiv diberikan setiap 8 jam, ditambah
- Metronidazole 2 grhariiv, diberikan setiap 6 jam
Universitas Sumatera Utara
• Terapi antimikrobial pada abses serebri biasanya lama 6-8 minggu dikarenakan dibutuhkan waktu yang panjang untuk perbaikan jaringan otak
dan ruang abses yang tertutup. Perjalanan awal melalui rute intravena, sering diikuti dengan tambahan 2-6 bulan pemberian oral.
• Jika abses serebri berasal dari prosedur operasi :
1
- Vancomycin 1 gr12 jamiv
3
• Computed Tomography Scanning dan MRI menunjukkan pengurangan dari ukuran lesi, pengurangan edema, serta berkurangnya enhancement ring.
Perbaikan pada CT Scan secara umum dan dapat dilihat dalam 1-4 minggu rata-rata 2.5 minggu dan resolusi yang komplit dalam 1-11 bulan rata-rata
3.5 bulan.
Tabel.6 Pemberian Antibiotika pada Abses Serebri
1
Dikutip dari : Koppel BS. Bacterial, Fungal and Parasitic Infections of The Nervous System. In : Brust JC, editor. Current Diagnosis and Treatment. New York : Mc-Graw Hill ; 2007.P.408-411
2. Anti Edema Serebri
Penggunaan dari kortikosteroid ini masih kontroversial. Dimana steroid dapat memperlambat proses encapsulation, meningkatkan nekrosis, mengurangi penetrasi
antibiotika ke tempat abses, meningkatkan resiko rupture ventrikel
1
. Penggunaan jangka panjang dari kortikosteroid tidak dianjurkan, dikarenakan steroid dapat
mengganggu pembentukan jaringan granulasi
4
. Sehingga bila untuk mengurangi edema serebri, terapi harus dalam durasi yang singkat, dosis yang tepat dan waktu
yang tepat.
1
Universitas Sumatera Utara
Pemberian kortikosteroid untuk dewasa, dosis awal : 10-12 mg IV dan dosis lanjutan 4 mg IV6 jam. Sedangkan untuk anak-anak, dosis awal : 1-2 mgkgdosis IV dan
dosis lanjutan 1-1,5 mgkg IV. 3.
Anti Konvulsan
1
Antikonvulsan yang digunakan seperi diphenylhidantoin atau karbamazepin untuk profilaksis ataupun untuk mencegah berulangnya kejang. Umumnya, obat ini
diberikan sampai 3 bulan setelah operasi abses. B.
Terapi Operatif
4
Indikasi dilakukan operasi pada abses serebri, yaitu : • Penekanan pada otak dan gejala bertambah buruk
1
• Ukuran dari abses serebri tidak berkurang dengan terapi konservatif Penanganan dengan terapi operatif berupa : stereotactic-guided aspiration dan eksisi
1
. Aspirasi menyebabkan sedikit kerusakan dari jaringan otak dibandingkan dengan eksisi,
CT atau MRI –guided aspirasi streotaksik melalui burr hole dipertimbangkan menjadi pilihan
6
. Beberapa keuntungan dari aspirasi streotaktik yaitu : • Dapat dilakukan secara cepat dan aman melalui single burr hole dengan
pasien dalam anestesi lokal
16
• Aspirasi dari abses memungkinkan konfirmasi patologis dari diagnosis, dimana sangat membantu dalam membedakannya dengan tumor
• Prosedur dasar dari sterotaksik dengan tindakan invasif yang minimal • Kultur bakteri dari sampel diambil secara langsung dari abses yang diaspirasi
• Aspirasi tambahan dapat memberikan keuntungan dan secara mudah dapat
dilakukan prosedur streotaksik berulang dengan anestesi lokal Tindakan eksisi abses dilakukan pada sejumlah keadaan seperti:
• Multiloculated abses
1,12
• Abses yang meluas dengan pemberian antibiotika • Herniasi
• Lesi unencapsulated akibat infeksi jamur dan helminthes • Infeksi yang diakibatkan trauma kepala untuk mengeluarkan benda asing
• Penurunan kesadaran • Tidak ada perbaikan dalam 7 hari, dan atau terjadi progresifitas dari
perkembangan abses
Universitas Sumatera Utara
III.10 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling penting pada abses serebri : 1.
Herniasi
5,6
2. Ruptur abses ke ruang ventrikel dan subarachnoid
3. Rekuren abses
4. Hidrosefalus obstruktif
5. Sekuele defisit neurologi kejang, hemiparesis
III.11 PROGNOSIS
Survival rate untuk abses serebri baik. Prognosis baik berkaitan dengan :
1. Usia muda
5
2. Tidak dijumpai defisit neurologi pada awal penyakit
3. Tidak dijumpai perburukan klinis
4. Tidak dijumpai penyakit komorbid
Sementara prognosis buruk pada abses serebri berhubungan dengan : 1.
Dijumpai gambaran herniasi pada awal penyakit
1,5,6,12
2. Diagnosis terlambat atau salah diagnosis
3. Gambaran perluasan lesi pada radiologi peningkatan ukuran, lokasi berbahaya, lesi
multipel, perluasan edemamidline shift 4.
Ruptur ventrikel 5.
Penyebabnya infeksi jamur 6.
Usia 60 tahun
IV. DISKUSI KASUS