KEPUASAN KLIEN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI OBAT SECARA SWAMEDIKASI (Studi Beberapa Apotek di Wilayah Kecamatan Belimbing Kota Malang)
SKRIPSI
RIZAL AFFANDI
KEPUASAN KLIEN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI
OBAT SECARA SWAMEDIKASI
(Studi Beberapa Apotek di Wilayah Kecamatan Belimbing Kota
Malang)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MALANG
(2)
Lembar Pengesahan
KEPUASAN KLIEN TERHADAP PELAYANAN
INFORMASI OBAT SECARA SWAMEDIKASI
(Studi Beberapa Apotek di Wilayah Kecamatan Belimbing
Kota Malang)
SKRIPSI
Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang
2010
Oleh:
RIZAL AFFANDI
NIM: 06040034
Disetujui oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
Hidajah Rachmawati,SSi.Apt,Sp.FRS Dra.Liza Pristianty,M.Si,MM,Apt
(3)
Lembar Pengujian
KEPUASAN KLIEN TERHADAP PELAYANAN
INFORMASI OBAT SECARA SWAMEDIKASI
(Studi Beberapa Apotek di Wilayah Kecamatan Belimbing
Kota Malang)
SKRIPSI
Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal
27 Juli 2010
Oleh:
RIZAL AFFANDI
NIM: 06040034
Tim Penguji:
Penguji I
Penguji II
Hidajah Rachmawati,S.Si.Apt,Sp.FRS Dra.LizaPristianty,M.Si,MM,Apt
NIP.UMM: 114.0609.0449
NIP.131801630
Penguji III
Penguji IV
Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS.
Siti rofida,S.Si.Apt
(4)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas rahmat,
hidayah dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik –
baiknya. Dengan selesainya skripsi yang berjudul Kepuasan Klien Terhadap
Pelayanan Informasi Obat Secara Swamedikasi ( Studi Beberapa Apotek di
Wilayah Kecamatan Belimbing Kota Malang) ini, perkenankanlah untuk
mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada:
1.
Tri Lestari Handayani, M.Kep., Sp.Mat., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti program sarjana
farmasi.
2.
Drs. H. Achmad Inoni, Apt ., selaku Ketua Program Studi Farmasi yang
senantiasa dengan sabar memberikan bimbingan, nasehat dan semangat
kepada penulis untuk lebih baik lagi dalam menimba ilmu.
3.
Hidajah Rachmawati,S.Si.,Apt.,Sp.FRS., sebagai Pembimbing I dan Dra.Liza
Pristianty,M.Si,MM,Apt., sebagai Pembimbing II yang dengan tulus ikhlas
dan penuh kesabaran, membimbing dan memberi dorongan moral maupun
materi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4.
Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS., dan Siti Rofida,S.Si.Apt., sebagai Tim
Penguji yang memberikan saran, masukan, dan kritik yang membangun
terhadap skripsi yang telah kerjakan ini.
5.
Apoteker Pengelola Apotek dan Pemilik Sarana Apotek yang telah
memberikan ijin dan bersedia menjadi sampel penelitian ini.
6.
Dra. Uswatun Chasanah, Apt., sebagai Dosen Wali yang telah memberikan
bimbingan dan nasehat selama mengikuti pendidikan di Program Studi
Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.
7.
Seluruh staf pengajar Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah
Malang yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan hingga
dapat menyelesaikan pendidikan sarjana.
(5)
8.
Bu Siti Rofida, Bu Sovia A.B., Bu Arin S., dan Pak Luqman, terimakasih
yang sebesar – besarnya atas masukan, nasehat, bimbingan dan semangat
dalam perkuliahan sampai saat menyelesaikan skripsi ini.
9.
Keluarga, kedua orang tua tercinta Zainudin dan R,Riastuti, adik-adik
tersayang Kiky, Exta, Deny dan Nia Wd yang dengan penuh kasih sayang
dan kesabaran selalu memberikan semangat, nasehat, dukungan moral dan
materi, serta doa sehingga dapat menjalani studi dengan baik dan
menyelesaikan skripsi ini.
10.
Teman-teman skripsi Kepuasan Klien: Heru, Suhud, Aci dan Nining atas
semangat, saran, masukan, bantuan dan kerjasamanya.
11.
Teman-teman Farmasi 2006 terimakasih atas persahabatan dan kebersamaan
yang telah terjalin selama ini, semoga hubungan ini tidak pernah putus
walaupun saling berjauhan.
12.
Teman-teman terbaikku: Moetq, Nesap, Henry k, Eqi, terimakasih atas cinta,
motivasi dan semua bantuan yang tak ternilai harganya , karena semua itulah
studi dan skripsi ini dapat diselesaikan, dan tetaplah menjadi sahabat terbaik,
saat suka maupun duka.
13.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terimaksih atas
bantuan, dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, semoga Allah S.W.T. membalas kebaikan Bapak, Ibu, dan
Saudara sekalian. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian. Amin.
Malang, 26 Juli 2010
Penyusun
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGUJIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
RINGKASAN ... vi
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB1 PENDAHULUAN
...
1
1.1 ... Latar Belakang ... 1
1.2 ... Rumu san Masalah... 4
1.3 ... Tujua n ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1
Tinjauan Tentang Swamedikasi ... 6
2.1.1
Definisi
self care
dan Swamedikasi ... 6
2.1.2
Penggunaan Obat yang Rasional dalam Swamedikasi ... 6
2.1.3
Tanggung jawab swamedikasi ... 7
2.2
Tinjauan tentang peran Farmasis dalam Swamedikasi ... 8
2.3
Tinjauan tentang Informasi Obat ... 12
2.3.1
Informasi Obat dalam Swamedikasi ... 12
2.3.2
Masalah yang berhubungan dengan obat ... 13
2.4
...
Tinja
uan tentang Kepuasan ... 15
2.4.1
...
Defin
isi Kepuasan ... 15
2.4.2
...
Kons
ep Pengukuran Kepuasan ... 16
(7)
2.4.3
...
Tolo
k ukur Kualitas Jasa ... 17
2.5
Tinjauan tentang Obat ... 18
2.5.1
...
Defin
isi Obat ... 18
2.5.2
...
Peng
golongan obat ... 19
(1)
...
Obat
Bebas ... 19
(2)
...
Obat
Bebas Terbatas ... 20
(3)
...
Obat
Keras ... 21
(4)
...
Obat
Golongan Narkotik ... 21
(5)
...
Obat
Golongan Psikotropika ... 21
2.5.3 Obat-Obat Yang Diijinkan Untuk Swamedikasi ... 22
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 23
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24
4.1 Jenis dan pendekatan Penelitian ... 24
4.1.1 Jenis
Penelitian
...
24
4.1.2 Penelitian
Survei
...
24
4.1.3 Wawancara
...
24
4.2 Variable Penelitian
... 25
4.3 Definisi Operasional ... 27
4.4 Teknik Sampling ... 28
4.4.1 Populasi
Penelitian
...
28
4.4.2 Sample
Penelitian
...
28
4.4.3 Teknik Pengambilan Sample Penelitian ... 29
4.4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30
4.5 Lokasi dan Pelaksanaan Penelitian ... 30
(8)
4.7 Metode Pengumpulan Data ... 33
4.7.1 Kuisioner
...
33
4.8 Pengujian Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 33
4.8.1 Uji
Validitas
...
33
4.8.2 Uji
Reabilitas...
35
4.9 Teknik Analisa Data ... 36
4.9.1 Analisa
Deskriptif
...
36
4.9.2 Analisa
Importance
dan
Performance Matriks
... 36
BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 39
5.1 Gambaran Umum Penelitian ... 39
5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39
5.3 Demografi Klien ... 41
5.3.1 Usia ... 41
5.3.2 Tingkat Pendidikan ... 42
5.3.3 Jenis Kelamin ... 42
5.3.4 Pekerjaan ... 43
5.4 Analisa Deskriptif ... 44
5.4.1 Dimensi Kehandalan (Reliability) ... 44
(1) Informasi Nama Obat ... 44
(2) Informasi Kekuatan Obat ... 45
(3) Informasi Kegunaan Obat ... 46
(4) Informasi efek samping obat ... 47
(5) Informasi Aturan Pakai Obat ... 48
(6) Informasi Cara Kerja Obat ... 49
(7) Informasi Cara Penyimpanan Obat ... 50
(8) Informasi Aktifitas yang Harus Dihindari Selama Minum Obat ... 51
(9) Informasi Obat Lain yang Harus Dihindari Selama Meminum Obat ... 52
(10) Informasi Makanan yang Harus Dihindari Selama Meminum Obat ... 53
(11) Informasi Kapan Obat Harus Segera Dibuang/Tidak Boleh Digunakan Lagi ... 54
(12) Informasi Menyarankan Kapan Harus ke Dokter ... 55
(9)
(1) Petugas Apotek Menanggapi/Menjawab Pertanyaan
dengan Baik ... 56
(2) Petugas Apotek Memberikan Informasi Sebelum Klien Bertanya ... 57
5.4.3 Dimensi Jaminan ... 58
(1) Petugas Apotek Mengkonfirmasi Lagi Tentang Informasi Yang Diberikan ... 58
(2) Petugas Apotek Memberikan Kesempatan Bertanya Apabila ada Hal-Hal yang Kurang Dimengerti ... 59
5.4.4 Dimensi Emphati ... 61
(1) Petugas Apotek Melayani dengan sopan ... 61
(2) Petugas Apotek Melayani dengan Ramah ... 62
(3) Petugas Apotek memberikan Informasi yang dapat Dipercaya ... 63
(4) Petugas Apotek Memcerikan Informasi dengan Bahasa yang Mudah Dimengerti ... 64
5.4.5 Dimensi Bukti Fisik ... 65
(1) Tersedianya Area yang Cukup Pribadi Untuk Memberikan Informasi Obat ... 65
(2) Petugas Apotek Melayani Berpenampilan Rapi ... 66
5.5 Analisa Importance dan Performance Matriks ... 67
BAB 6 PEMBAHASAN ... 73
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Bagan kerangka konseptual ... 23
4.1 Diagram Importance and Performance Matrik ... 37
5.1
Distribusi frekuensi usia sampel klien ... 41
5.2 Distribusi frekuensi tingkat pendidikan sampel klien ... 42
5.3 Distribusi frekuensi jenis kelamin sampel klien ... 43
5.4 Distribusi frekuensi pekerjaan sampel klien ... 43
5.5
Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
tingkat kepentingan dan tingkat kinerja pada pelayanan
informasi obat mengenai nama obat di beberapa apotek
wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 45
5.6 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai kekuatan obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 46
5.7 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai kegunan obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 47
5.8 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai Efek yang ditimbulkan akibat penggunaan obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 48
5.9 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
(11)
mengenai aturan pakai obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 49
5.10 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai cara kerja obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 50
5.11 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai cara penyimpanan obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 51
5.12 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai aktifitas yang harus di hindari selama minum obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 52
5.13 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai obat lain yang harus dihindari selama meminum obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 53
5.14 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai makanan yang harus di hindari selama meminum obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 54
5.15 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai kapan obat harus segera dibuang / tidak boleh digunakan lagi di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 55
5.16 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
(12)
menyarankan kapan harus ke dokter di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 56
5.17 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai petugas apotek menjawab pertanyaan dengan baik di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 57
5.18 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai petugas apotek memberikan informasi sebelum klien bertanya di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 58
5.19 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai petugas apotek mengkonfirmasi lagi tentang kejelasan informasi yang diberikan di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 59
5.20 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai petugas apotek memberikan kesempatan bertanya apabila ada hal – hal yang kurang dimengerti klien di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 60
5.21 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai petugas apotek melayani dengan sopan di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 61
5.22 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai petugas apotek melayani dengan ramah di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 62
5.23 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
(13)
mengenai Petugas memberikan informasi yang dapat dipercaya di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 63
5.24 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai petugas memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dimengerti di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 64
5.25 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai tersedianya area yang cukup pribadi untuk memberikan informasi obat di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 65
5.26 Penilaian klien yang melakukan swamedikasi terhadap
kepentingan dan kinerja pada pelayanan informasi obat mengenai Petugas apotek melayani dengan berpenampilan rapi di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 66
5.27 Diagram Importance performance matriks klien yang
melakukan secara swamedikasi di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang ... 71
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
IV.1 Variabel Penelitian dan Indikator – Indikatornya ... 26
V.1 Jumlah Sampel Klien Pada Tiap Apotek ... 39
V.2 Hasil dari Validitas dari Kinerja dan Kepentingan ... 40
V.3 Distribusi Frekuensi Usia Sampel Klien ... 41
V.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Sampel Klien ... 42
V.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Sampel Klien ... 42
V.6 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Sampel Klien ... 43
V.7 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Informasi Nama Obat ... 44
V.8 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Informasi Kekuatan Obat ... 45
V.9 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Informasi Kegunaan Obat/Khasiat Obat ... 46
V.10 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Informasi Efek Samping Obat Yang Digunakan ... 47
V.11 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Infomasi Aturan Pakai Obat ... 48
V.12 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Informasi Cara Kerja Obat ... 49
V.13 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Informasi Cara Penyimpanan Obat ... 50
(15)
V.14 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Informasi Aktifitas Yang Harus Dihindari Selama Minum Obat ... 51 V.15 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Informasi Obat Lain Yang Harus Dihindari Selama Meminum Obat ... 52 V.16 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Informasi Makanan Yang Harus Dihindari Selama Meminum Obat ... 53 V.17 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Informasi Kapan Obat Harus Segera Dibuang/Tidak Boleh Digunakan Lagi ... 54 V.18 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Informasi Petugas Menyarankan Kapan Harus Ke Dokter ... 55 V.19 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Petugas Apotek Menanggapi/Menjawab Pertanyaan Dengan Baik ... 56 V.20 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Petugas Apotek Memberikan Informasi Sebelum Klien Bertanya ... 57 V.21 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Petugas Apotek Mengkonfirmasi Lagi Tentang Kejelasan Informasi Yang Diberikan ... 59 V.22 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Petugas Apotek Memberikan Kesempatan Bertanya Apabila Ada Hal – Hal Yang Kurang Dimengerti Klien ... 60 V.23 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Petugas Apotek Melayani Dengan Sopan ... 61 V.24 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
(16)
V.25 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator Petugas Memberikan Informasi Yang Dapat Dipercaya ... 63 V.26 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Petugas Memberikan Informasi Dengan Bahasa Yang Mudah Dimengerti ... 64 V.27 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Tersedianya Area Yang Cukup Pribadi Untuk Memberikan Informasi Obat ... 65 V.28 Distribusi Frekuensi Pelayanan Dan Kinerja Atas Indikator
Petugas Apotek Melayani Dengan Berpenampilan Rapi ... 66
V.29 Perhitungan Nilai Indeks Kepentingan Pelayanan Informasi
Obat Secara Swamedikasi Di Beberapa Apotek Wilayah Kecamatan Belimbing Kota Malang ... 67 V.30 Perhitungan Nilai Indeks Kinerja Pelayanan Informasi Obat
Secara Swamedikasi Di Beberapa Apotek Wilayah Kecamatan Belimbing Kota Malang ... 68 V.31 Nilai Rata – Rata Indeks Kepentingan (Importance) Dan Nilai
Rata – Rata Indeks Kinerja (Performance) Pada Pelayanan Informasi Obat Secara Swamedikasi Di Beberapa Apotek Wilayah Kecamatan Belimbing Kota Malang ... 70 V.32 Perbedaan Nilai Indeks Kinerja Dan Nilai Indeks Kepentingan
Pada Pelayanan Informasi Obat Secara Swamedikasi Di Beberapa Apotek Wilayah Kecamatan Belimbing Kota Malang ... 72
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 : Daftar Riwayat Hidup ... 86
2 : Surat Pernyataan Bebas Plagiasi ... 87
3 : Kuisioner ... 88
4 : Surat Ijin Penelitian ... 82
(18)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2002.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
. Edisi
revisi V. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Arikunto, S., 2006.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
. Edisi
revisi VI. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Blenkinsopp, A. and Paxton, P., 2002.
Symptoms in The Pharmacy
. 4
thEd.,
United Kingdom : Blackwell Science Ltd., p. 1-5.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998
. Pharmaceutical Care Practice
.
USA : The McGraw-Hill Companies, Inc., p.73-119.
Departemen Kesehatan RI, 1996.
Kompendia Obat Bebas
. Jilid I. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan, p.8-11
FIP, 1999.
Join Statement By The International Pharmaceutical Federation
and The Word self-Medication Industry : Responsible Self Medication
.
P. 1-2.
Gipson, M.R., 1970. Pharmacist in Practice. In : Hoover, J.E (Ed).
Remington’s
Pharmaceutical Sciences
, 14
thEd. Easer Pensnsylvania: Mack Publishing
Company, P.28-29.
ISFI, 2004.
Standart Kompetensi Farmasis Indonesia
. Jakarta: Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia.
Khasanah, N.K., Supardi, S., Harianto., 2005. Kepuasan pasien terhadap
pelayanan resep di apotek kopkar rumah sakit Budhi Asih Jakarta.
Majalah
Ilmu Kefarmasian
, Vol. II No.I, p. 12-21.
Lwanga, S.K., Lemeshow, S. 1991.
Sample Size Determination in Health
Studies
, Genewa : WHO,
M. Singarimbun dan S. Effendi., 1989.
Metode Penelitian Survei
. Edisi revisi,
jakarta : LP3ES.
Notoatmodjo, S., 2002.
Metodologi Penelitian Kesehatan
. Jakarta: PT Rineka
Cipta, p. 79 -115.
PAHO, 2004.
Drug Classification : Prescription and OTC Drugs
. PAHO, p.
1-2.
(19)
Sukasedati, N., 1997.
Peningkatan Mutu Pengobatan Sendiri Menuju
Kesehatan Untuk Semua
. Puslitbang Farmasi: Badan litbangkes Depkes.
P.21-27.
Suryawati, S., 1997.
Menuju Swamedikasi Yang Rasional
. Jogyakarta : Pusat
Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada.
Thomas, S.A. and Polgar, S., 1995.
Introduction to Researech in the Health
Science
. 3’th Edition., Melbourne : Churchill Livingstone, p 127-133.
Umar, H., 2003.
Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa.
Jakarta: Ghalia
Indonesia, p. 8-9, 14-15, 80-111.
WHO, 1998.
The Role of The Pharmacist In Self –Care and Self-Medication
.
The Hague, The Netherlands, p. 1-11.
Zaman-joenoes, N., 2001.
Ars prescribendi Resep yang Rasional
. Edisi 2,
Surabaya : Airlangga University Press, p. 27-48
(20)
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat. Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan kesehatan masyarakat(ISFI,2004).
Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan oleh farmasi di Apotek kini didasarkan pada filosofi “Pharmaceutical care”. Definisi Pharmaceutical care
menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup klien (ISFI,2004).
Dalam kompetensi farmasis dibidang asuhan kefarmasian salah satunya adalah memberikan pelayanan kepada klien atas permintaan klien itu sendiri dalam rangka ingin melakukan pengobatan mandiri(ISFI,2004)
Self care merupakan tindakan yang dilakukan seseorang bagi dirinya sendiri untuk mendapatkan dan menjaga kesehatannya, mencegah serta mengatasi gejala penyakit yang disarankannya (WHO, 1998). Semenjak menjadi bagian dari gaya hidup pada awal tahun 80’an, self care berkembang pesat dimasyarakat. Saat ini, masyarakat cenderung mengatasi sendiri masalah kesehatannya, tanpa meminta bantuan tenaga kesehatan.
Fakta menunjukan, kebanyakan gejala penyakit yang dirasakan orang pertama kali akan diatasinya dengan melakukan self Care. Dari semua keluhan yang dialami seseorang, hanya sebagian kecil yang dikonsultasikan dengan tenaga kesehatan, 70 sampai 95% gejala diatasi tanpa intervensi dokter.
Peranan self care memperoleh penekanan pada Deklarasi Alma-Ata pada tahun 1978, dimana individu memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi
(21)
2
secara personal maupun kolektif dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan kesehatan (Anonim, 1998). Indonesia merupakan salah satu Negara penandatangan deklarasi tersebut.
Swamedikasi merupakan aspek yang paling sering tampak dari self care,
dengan definisi yang beragam. Salah satu definisi yang luas adalah penggunaan obat bebas (Hedvall, 1990). Seiring dengan meningkatnya peran swamedikasi, penggunaan obat bebas pun mengalami peningkatan, Sebuah survey yang diadakan didaerah Istimewa Yogyakarta menunjukan bahwa dorongan untuk mengobati sendiri penyakit pada masyarakat mencapai 78,3% (anief,1983 ).
Peran farmasis dalam pelayanan kesehatan mandiri (swamedikasi) adalah sebagai komunikator, sebagai penyalur obat-obatan yang berkualitas, sebagai pelatih dan pengawas (supervisor),sebagai kolaborator, dan sebagai penyelenggara kesehatan(WHO,1998).
Berdasarkan tingkat keamanan penggunaannya, obat digolongkan menjadi obat yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter, dan obat yang dapat diperoleh dengan bebas,Obat dibedakan menjadi obat bebas terbatas, dan obat bebas.Obat bebas relatif aman bila digunakan dengan benar(Anonim,1992).
Agar obat dapat memenuhi dua paradigma utamanya, yaitu keamanan, dan keefektifan, kualitas obat dan informasi yang terkait dengan penggunaan obat haruslah memenuhi persyaratan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan penggunaannya (Anonim,1992). Informasi tentang obat akan membantu konsumen untuk dapat menggunakan obat secara tepat.
Penelitian tentang pemahaman mengenai obat oleh pelaku swamedikasi menunjukan bahwa dari skor 10, umumnya skor rata-rata yang dicapai oleh pelaku swamedikasi hanya berkisar 3,5-5,5, artinya sedikit sekali pelaku swamedikasi yang mengetahui isi obat yang digunakan apalagi mengenai efek samping maupun kontraindikasi, padahal semua informasi telah tersedia didalam kemasan obat atau pada brosur yang disertakan dalam kemasan(Suryawati,1993). Ketidaktahuan tentang obat itu sendiri dapat mengakibatkan kesalahan medikasi
(medication error) yang malah merugikan pelaku swamedikasi. Medication error
yang dapat terjadi antara lain penyakit yang tak kunjung sembuh atau malah semakin parah, timbulnya efek samping,alergi atau interaksi obat yang dapat
(22)
3
menurunkan efek kerja dari obat tersebut jika digunakan dengan obat lain akibat dari ketidaktahuan. Oleh karena itu untuk malakukan swamedikasi secara benar, masyarakat mutlak membutuhkan informasi yang jelas dan dapat dipercaya agar penentuan jumlah obat yang dapat diambil berdasarkan alas an yang rasional(Suryawati, 1993).
Fakta-fakta diatas menunjukan rendahnya pelaksanaan swamedikasi yang benar oleh masyarakat dan pemahaman yang kurang mengenai obat yang dikonsumsinya. Penelitian yang akan dilakukuan ini akan memberikan fakta terbaru dan lebih detail mengenai swamedikasi yang ditinjau dari tingkat pengetahuan dan ekonomi konsumen.
Seorang farmasis yang memiliki kompetensi dalam memberikan pelayanan kepada klien atas permintaan klien itu sendiri dalam rangka ingin melakukan pengobatan mandiri di apotek memerlukan data yang menyangkut profil klien, profil penyakit, dan profil obatnya yang dapat dilakukan dengan ”history taking”
(Kolopaking,1999). Untuk mendapatkan informasi tersebut, farmasis dapat melakukan responding to symtoms. Kewajiban farmasis ketika melakukan
responding to symtoms adalah menjamin diberikannya tindakan yang tepat pada seseorang yang meminta saran terhadap suatu gejala seperti memberikan saran terapi non obat, terapi dengan obat non resep yang sesuai atau menyarankan untuk mengunjungi dokter (Kennedy, 1998).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menggali informasi klien adalah metode WWHAM (Kennedy,1998). Who is patient?; What are the symptom?;How lonh have the symptoms?; Action already taken, what medicines have been tried?; Medication being taken for other problem?. Setelah mendapatkan informasi tersebut maka apoteker dapat memilihkan obat yang tepat sesuai keluhan disertai dengan pemberian informasi mengenai aturan pakai, bila perlu cara pemakaian, efek samping, cara pemakaian, kapan harus berhenti menggunakan obat tersebut, dan saran-saran menyangkut keluhan meliputi cara keluhan-keluhan tersebut tidak terulang dan saran untuk pergi ke dokter jika keluhan tidak berkurang setelah meminum obat.
Kepuasan didefinisikan sebagai evaluasi purnabeli, dimana presepsi terhadap kinerja alternative produk/jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi
(23)
4
harapan sebelum pembelian. Apabila presepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan (umar,2003). Tingkat kepuasan konsumen adalah salah satu indicator yang digunakan untuk mengevaluasi pelayanan. Tingkat kepuasan konsumen dilakukan survey berupa angket atau wawancara langsung terhadap klien (MENKES,2004).
Pelayanan konsumen dapat berupa produk dan jasa, atau campuran produk dan jasa. Apotek merupakan pelayanan produk dan jasa yang dikaitkan dengan kepuasan klien. Model yang komperhensif dengan focus utama pada pelayanan produk dan jasa meliputi lima dimensi penilaian yaitu reliability (kehandalan),
responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan), emphaty (empati), dan
tangibles (bukti langsung) (Khasanah et al,2003).
Dalam penelitian kali ini menggunakan wilayah kotamadya malang di Kecamatan Belimbing. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Belimbing kecamatan cukup padat penduduknya yang terdiri dari berbagai tingkat pendidikan dan ekonomi. Dilokasi ini juga belum pernah dilakukan penelitian yang serupa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah kepuasan klien terhadap pelayanan informasi obat secara swamedikasi pada beberapa apotek yang ada di wilayah kecamatan Belimbing kota Malang.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kepuasan klien yang melakukan swamedikasi dengan menggunakan analisa kesesuaian antara kepentingan unsur-unsur pelayanan informasi obat terhadap kinerja yang telah dilakukan di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang.
(24)
5
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
x Peneliti dapat mengetahui tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan informasi obat secara swamedikasi pada beberapa apotek di wilayah Kecamatan Belimbing Kota Malang.
x Sebagai salah satu prasyarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan pendidikan sarjana farmasi di Universitas Muhammadiyah Malang. 2. Bagi apotek dan institusi pendidikan
x Sebagai bahan evaluasi bagi apotek-apotek di wilayah Kecamatan Belimbing khususnya dan wilayah Kota Malang umunya, untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian yang berkaitan dengan pengobatan secara swamedikasi.
x Sebagai bahan referensi ilmiah bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian selanjutnya.
3. Bagi masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya profesi Apoteker di Apotek untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang berkaitan dengan pengobatan klien khususnya pada pelayanan secara swamedikasi.
(1)
Sukasedati, N., 1997.
Peningkatan Mutu Pengobatan Sendiri Menuju
Kesehatan Untuk Semua
. Puslitbang Farmasi: Badan litbangkes Depkes.
P.21-27.
Suryawati, S., 1997.
Menuju Swamedikasi Yang Rasional
. Jogyakarta : Pusat
Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada.
Thomas, S.A. and Polgar, S., 1995.
Introduction to Researech in the Health
Science
. 3’th Edition., Melbourne : Churchill Livingstone, p 127-133.
Umar, H., 2003.
Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa.
Jakarta: Ghalia
Indonesia, p. 8-9, 14-15, 80-111.
WHO, 1998.
The Role of The Pharmacist In Self –Care and Self-Medication
.
The Hague, The Netherlands, p. 1-11.
Zaman-joenoes, N., 2001.
Ars prescribendi Resep yang Rasional
. Edisi 2,
Surabaya : Airlangga University Press, p. 27-48
(2)
1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat. Pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan kesehatan masyarakat(ISFI,2004).
Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan oleh farmasi di Apotek kini didasarkan pada filosofi “Pharmaceutical care”. Definisi Pharmaceutical care
menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup klien (ISFI,2004).
Dalam kompetensi farmasis dibidang asuhan kefarmasian salah satunya adalah memberikan pelayanan kepada klien atas permintaan klien itu sendiri dalam rangka ingin melakukan pengobatan mandiri(ISFI,2004)
Self care merupakan tindakan yang dilakukan seseorang bagi dirinya sendiri untuk mendapatkan dan menjaga kesehatannya, mencegah serta mengatasi gejala penyakit yang disarankannya (WHO, 1998). Semenjak menjadi bagian dari gaya hidup pada awal tahun 80’an, self care berkembang pesat dimasyarakat. Saat ini, masyarakat cenderung mengatasi sendiri masalah kesehatannya, tanpa meminta bantuan tenaga kesehatan.
Fakta menunjukan, kebanyakan gejala penyakit yang dirasakan orang pertama kali akan diatasinya dengan melakukan self Care. Dari semua keluhan yang dialami seseorang, hanya sebagian kecil yang dikonsultasikan dengan tenaga kesehatan, 70 sampai 95% gejala diatasi tanpa intervensi dokter.
Peranan self care memperoleh penekanan pada Deklarasi Alma-Ata pada tahun 1978, dimana individu memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi
(3)
secara personal maupun kolektif dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan kesehatan (Anonim, 1998). Indonesia merupakan salah satu Negara penandatangan deklarasi tersebut.
Swamedikasi merupakan aspek yang paling sering tampak dari self care,
dengan definisi yang beragam. Salah satu definisi yang luas adalah penggunaan obat bebas (Hedvall, 1990). Seiring dengan meningkatnya peran swamedikasi, penggunaan obat bebas pun mengalami peningkatan, Sebuah survey yang diadakan didaerah Istimewa Yogyakarta menunjukan bahwa dorongan untuk mengobati sendiri penyakit pada masyarakat mencapai 78,3% (anief,1983 ).
Peran farmasis dalam pelayanan kesehatan mandiri (swamedikasi) adalah sebagai komunikator, sebagai penyalur obat-obatan yang berkualitas, sebagai pelatih dan pengawas (supervisor),sebagai kolaborator, dan sebagai penyelenggara kesehatan(WHO,1998).
Berdasarkan tingkat keamanan penggunaannya, obat digolongkan menjadi obat yang hanya bisa diperoleh dengan resep dokter, dan obat yang dapat diperoleh dengan bebas,Obat dibedakan menjadi obat bebas terbatas, dan obat bebas.Obat bebas relatif aman bila digunakan dengan benar(Anonim,1992).
Agar obat dapat memenuhi dua paradigma utamanya, yaitu keamanan, dan keefektifan, kualitas obat dan informasi yang terkait dengan penggunaan obat haruslah memenuhi persyaratan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan penggunaannya (Anonim,1992). Informasi tentang obat akan membantu konsumen untuk dapat menggunakan obat secara tepat.
Penelitian tentang pemahaman mengenai obat oleh pelaku swamedikasi menunjukan bahwa dari skor 10, umumnya skor rata-rata yang dicapai oleh pelaku swamedikasi hanya berkisar 3,5-5,5, artinya sedikit sekali pelaku swamedikasi yang mengetahui isi obat yang digunakan apalagi mengenai efek samping maupun kontraindikasi, padahal semua informasi telah tersedia didalam kemasan obat atau pada brosur yang disertakan dalam kemasan(Suryawati,1993). Ketidaktahuan tentang obat itu sendiri dapat mengakibatkan kesalahan medikasi
(medication error) yang malah merugikan pelaku swamedikasi. Medication error
yang dapat terjadi antara lain penyakit yang tak kunjung sembuh atau malah semakin parah, timbulnya efek samping,alergi atau interaksi obat yang dapat
(4)
menurunkan efek kerja dari obat tersebut jika digunakan dengan obat lain akibat dari ketidaktahuan. Oleh karena itu untuk malakukan swamedikasi secara benar, masyarakat mutlak membutuhkan informasi yang jelas dan dapat dipercaya agar penentuan jumlah obat yang dapat diambil berdasarkan alas an yang rasional(Suryawati, 1993).
Fakta-fakta diatas menunjukan rendahnya pelaksanaan swamedikasi yang benar oleh masyarakat dan pemahaman yang kurang mengenai obat yang dikonsumsinya. Penelitian yang akan dilakukuan ini akan memberikan fakta terbaru dan lebih detail mengenai swamedikasi yang ditinjau dari tingkat pengetahuan dan ekonomi konsumen.
Seorang farmasis yang memiliki kompetensi dalam memberikan pelayanan kepada klien atas permintaan klien itu sendiri dalam rangka ingin melakukan pengobatan mandiri di apotek memerlukan data yang menyangkut profil klien, profil penyakit, dan profil obatnya yang dapat dilakukan dengan ”history taking”
(Kolopaking,1999). Untuk mendapatkan informasi tersebut, farmasis dapat melakukan responding to symtoms. Kewajiban farmasis ketika melakukan
responding to symtoms adalah menjamin diberikannya tindakan yang tepat pada seseorang yang meminta saran terhadap suatu gejala seperti memberikan saran terapi non obat, terapi dengan obat non resep yang sesuai atau menyarankan untuk mengunjungi dokter (Kennedy, 1998).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menggali informasi klien adalah metode WWHAM (Kennedy,1998). Who is patient?; What are the symptom?;How lonh have the symptoms?; Action already taken, what medicines
have been tried?; Medication being taken for other problem?. Setelah
mendapatkan informasi tersebut maka apoteker dapat memilihkan obat yang tepat sesuai keluhan disertai dengan pemberian informasi mengenai aturan pakai, bila perlu cara pemakaian, efek samping, cara pemakaian, kapan harus berhenti menggunakan obat tersebut, dan saran-saran menyangkut keluhan meliputi cara keluhan-keluhan tersebut tidak terulang dan saran untuk pergi ke dokter jika keluhan tidak berkurang setelah meminum obat.
Kepuasan didefinisikan sebagai evaluasi purnabeli, dimana presepsi terhadap kinerja alternative produk/jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi
(5)
harapan sebelum pembelian. Apabila presepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan (umar,2003). Tingkat kepuasan konsumen adalah salah satu indicator yang digunakan untuk mengevaluasi pelayanan. Tingkat kepuasan konsumen dilakukan survey berupa angket atau wawancara langsung terhadap klien (MENKES,2004).
Pelayanan konsumen dapat berupa produk dan jasa, atau campuran produk dan jasa. Apotek merupakan pelayanan produk dan jasa yang dikaitkan dengan kepuasan klien. Model yang komperhensif dengan focus utama pada pelayanan produk dan jasa meliputi lima dimensi penilaian yaitu reliability (kehandalan),
responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan), emphaty (empati), dan
tangibles (bukti langsung) (Khasanah et al,2003).
Dalam penelitian kali ini menggunakan wilayah kotamadya malang di Kecamatan Belimbing. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Belimbing kecamatan cukup padat penduduknya yang terdiri dari berbagai tingkat pendidikan dan ekonomi. Dilokasi ini juga belum pernah dilakukan penelitian yang serupa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah kepuasan klien terhadap pelayanan informasi obat secara swamedikasi pada beberapa apotek yang ada di wilayah kecamatan Belimbing kota Malang.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kepuasan klien yang melakukan swamedikasi dengan menggunakan analisa kesesuaian antara kepentingan unsur-unsur pelayanan informasi obat terhadap kinerja yang telah dilakukan di beberapa apotek wilayah kecamatan Belimbing kota Malang.
(6)
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti
x Peneliti dapat mengetahui tingkat kepuasan klien terhadap pelayanan informasi obat secara swamedikasi pada beberapa apotek di wilayah Kecamatan Belimbing Kota Malang.
x Sebagai salah satu prasyarat yang harus ditempuh untuk menyelesaikan pendidikan sarjana farmasi di Universitas Muhammadiyah Malang. 2. Bagi apotek dan institusi pendidikan
x Sebagai bahan evaluasi bagi apotek-apotek di wilayah Kecamatan Belimbing khususnya dan wilayah Kota Malang umunya, untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian yang berkaitan dengan pengobatan secara swamedikasi.
x Sebagai bahan referensi ilmiah bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian selanjutnya.
3. Bagi masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya profesi Apoteker di Apotek untuk memberikan pelayanan kefarmasian yang berkaitan dengan pengobatan klien khususnya pada pelayanan secara swamedikasi.