Konflik antara UU No. 41 Tahun 1999 dengan UU No. 5 Tahun 1960 Konflik UU No. 11 Tahun 1967 dengan UU No. 5 Tahun 1960

84 pendekatan: pertama, konsep tunggal tertentu; kedua, aturan yang jamak; ketiga, teks-teks yang berlaku umum; keempat, hukum nasional dan kebiasaan internasional. 60 Selama ini, pemerintah sering kali mengacu pada asas lex specialis derogat lex generalis, 61 untuk menunjukkan bahwa undang-undang sektoral-lah yang berlaku. Namun pertanyaannya adalah apakah asas tersebut masih berlaku jika masing-masing aturan tentang sumber daya alam bertentangan satu sama lain, bahkan di dalam satu aturan juga terjadi pertentangan. Asas tersebut juga memiliki kelemahan karena sistem hukum di Indonesia tidak pernah menunjuk lembaga mana yang menentukan satu aturan tertentu bersifat khusus ketika eksekutif akan melaksanakan aturan tersebut. 62

a. Konflik antara UU No. 41 Tahun 1999 dengan UU No. 5 Tahun 1960

Konflik terutama berfokus pada kewenangan institusional di kawasan hutan. Dalam UU Kehutanan, kawasan hutan berada di bawah kewenangan Menteri Kehutanan Pasal 17, 33, 38, 50. Persoalannya, definisi agraria yang terdapat dalam UU No. 5 tahun 1960 atau UUPA mencakup bumi, air dan ruang angkasa sehingga mencakup kawasan hutan. Di sana kewenangan mengeluarkan jenis hak atas tanah, baik di kawasan hutan maupun bukan kawasan hutan berada di bawah kewenangan Menteri Agraria Pasal 19, Pasal I, II, III, IV, VII, IX ketentuan-ketentuan konversi. Konflik ini juga bermuara pada perumusan pasal-pasal pidana. UU Kehutanan menyatakan bahwa perbuatan tertentu di dan atas kawasan hutan seperti pembukaan kawasan harus dilakukan berdasarkan izin pejabat yang berwenang atau Menteri Kehutanan Pasal 50. Artinya, secara implisit undang-undang ini telah membatasi kewenangan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional saat ini untuk mengeluarkan jenis hak di kawasan hutan.

b. Konflik UU No. 11 Tahun 1967 dengan UU No. 5 Tahun 1960

Konflik yang muncul antara kedua undang-undang ini adalah menyangkut pengakuan atas masyarakat hukum adat. UU No. 5 Tahun 1960 mengakui hak-hak adat atas tanah Pasal 2 dan 60 Lihat di Source: http:www.lectlaw.comdefc278.htm 61 Asas ini berarti jika ada dua peraturan atas satu hal yang sama maka aturan yang lebih khusus mengalahkan aturan yang lebih umum. 62 Wawancara dengan Benny Danang Setiono, LL.M, Dosen Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang, 6 September 2006. 85 5. Namun UU No. 11 Tahun 1967 tidak mengakui hak-hak adat. Sehingga wilayah-wilayah adat juga bisa diberikan kuasa pertambangan Pasal 16. Risiko yang muncul dari perbedaan ini adalah bahwa masyarakat yang mempertahankan hak adatnya boleh jadi diakui oleh UUPA tetapi disangkal oleh UU Pertambangan. Konflik antara berbagai undang-undang adalah persoalan tersendiri yang mengganggu konsep hukum sebagai sistem. Jika oleh UU No. 5 Tahun 1960 hak masyarakat adat atas tanah termasuk di kawasan hutan diakui sementara dalam UU No. 41 Tahun 1999 tidak diakui maka persoalan pidana yang potensial muncul adalah konflik dalam penegakan hukum, termasuk hukum pidana. Ketika masyarakat yang haknya diakui oleh undang-undang yang satu memanfaatkan hak tersebut, undang-undang yang lain justru mempidana mereka karena memanfaatkan hak tersebut. Pertanyaannya adalah apakah RKUHP akan mengkodifikasi pasal-pasal pidana tersebut meskipun secara sistemik berkonflik satu sama lain.

4.4. Risiko Kodifikasi atas Bermacam-macam Undang-Undang