. Strict Liability dan Vicarious Liability

68 atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anaknya sendiri; f. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampu atas anaknya sendiri; danatau g. hak menjalankan profesi tertentu. 2 Jika terpidana adalah korporasi, maka hak yang dicabut adalah segala hak yang diperoleh korporasi.

a. . Strict Liability dan Vicarious Liability

Dalam konteks pertanggungjawaban pidana, maka pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi tidak bisa lepas dari pengaturan pertanggungjawaban pidana di pasal lain dalam RKUHP. Dalam Pasal 38 ayat 1 dan 2 diatur tentang kesalahan yang erat kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana korporasi. Pasal 38 berbunyi sebagai berikut: “1 Bagi tindak pidana tertentu, undang-undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana semata- mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan adanya kesalahan. 2 Dalam hal ditentukan oleh undang-undang, setiap orang dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain.” Berdasarkan pasal ini, dapat dikatakan bahwa RKUHP menganut ajaran strict liability dan vicarious liability yang erat kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana korporasi, terutama Pasal 49 dan 51 RKUHP. Pasal 38 ayat 1 sebenarnya menjawab banyak perdebatan mengenai pertanggungjawaban pidana. Perdebatan tersebut terkait dengan asas actus non facit reum, nisi mens sit rea atau tiada pidana tanpa kesalahan. Berkaitan dengan itu, korporasi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena tidak ada unsur kesalahan di dalamnya, karena korporasi itu tidak bisa berbuat apa-apa. Yang dapat dikenai pertanggungjawaban pidana adalah manusia, yang punya kemampuan untuk berbuat dan melakukan kesalahan. Rumusan Pasal 38 ayat 1 ini dapat dikatakan mengadopsi doktrin strict liability. Menurut doktrin ini, pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak pidana yang bersangkutan tanpa perlu membuktikan adanya kesalahan kesengajaan atau kelalaian pada pelakunya. Oleh karena menurut ajaran strict liability, pertanggungjawaban 69 pidana bagi pelakunya tidak dipermasalahkan, sehingga strict liability juga disebut sebagai absolute liability atau “pertanggungjawaban mutlak” 49 Sedangkan Pasal 38 ayat 2 merupakan adopsi dari ajaran pertanggungjawaban pidana korporasi vicarious liability. Menurut ajaran atau doktrin ini, pembebanan pertanggungjawaban pidana dari tindak pidana yang dilakukan, misalnya oleh A kepada B. Doktrin ini sendiri sebenarnya diambil dari pertanggungjawaban dalam hukum perdata. Dalam perbuatan-perbuatan perdata, seorang pemberi kerja bertanggung-jawab atas kesalahan- kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya sepanjang hal itu terjadi dalam rangka pekerjaannya. Hal ini memberikan kemungkinan kepada pihak yang dirugikan untuk menggugat pemberi kerjanya agar membayar ganti rugi sepanjang dapat dibuktikan pertanggungjawabannya. Apabila teori ini diterapkan pada korporasi, berarti korporasi dimungkinkan harus bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para pegawainya, kuasanya, atau mandatarisnya, atau siapa saja yang bertanggung-jawab kepada korporasi tersebut. 50

a. . Kesengajaan dan Kelalaian