HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
DITA PUTRI HENDRIYANI 20130310086
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
DITA PUTRI HENDRIYANI 20130310086
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(3)
DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
Disusun Oleh:
DITA PUTRI HENDRIYANI 20130310086
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 17 Oktober 2016
Dosen pembimbing Dosen Penguji
dr. Ekorini Listiowati, MMR dr. Inayati, M.Kes, Sp.MK NIK : 19700131200104173049 NIK : 19680113199708173025
Mengetahui
Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG., M.Kes
(4)
NIM : 20130310086 Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis laintelah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Yogyakarta, September 2016 Yang membuat pertanyaan,
(5)
rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada Petugas Penunjang Medis di RS PKU
Muhammadiyah Gamping” ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa
tercurah kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis mengucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan maupun bantuan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, antara lain:
1. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. dr. Ekorini Listiowati, MMR selaku dokter pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. dr. Inayati, M. Kes, Sp. Mikro selaku dokter penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan serta arahan kepada penulis.
4. Kedua orangtua penulis, Bapak Darmuji dan Ibu Endang Suryani atas segala kasih sayang, perhatian, dukungan, nasihat, motivasi dan doa yang tak pernah putus.
5. Teman-teman satu kelompok bimbingan, Nachtaya Bintang Irpawa, Rizka Kharisma Putri, dan Anita Riau Chandra yang telah membantu dan memberi dukungan satu sama lain.
6. Teman sepermainan HAVERS, Anita, Bintang, Rizka, Tasya, Winata, dan juga Bimo sebagai tempat berkeluh kesah dan memberikan dukungan serta semangat selama proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
(6)
9. Teman-teman Medallion Pendidikan Dokter UMY 2013 yang telah memberikan dukungan dan membantu selama pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini.
10.Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan penyelesainan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat diucapkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan oleh penulis. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca serta menambah khazanah ilmu pengetahuan Kedokteran Indonesia
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yogyakarta, September 2016
Penulis
(7)
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
INTISARI ... ix
ABSTRACT ... x
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Keaslian Penelitian ... 7
BAB II ... 9
TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Landasan Teori ... 9
1. Pengetahuan ... 9
2. Kepatuhan ... 14
3. Alat Pelindung Diri (Depkes, 2008) ... 22
4. Unit Penunjang Medis ... 30
B. Kerangka Teori ... 40
C. Kerangka Konsep ... 41
D. Hipotesis ... 41
BAB III ... 42
METODE PENELITIAN ... 42
A. Desain Penelitian ... 42
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
D. Variable Penelitian ... 45
E. Definisi Operasional ... 46
F. Alat dan Bahan Penelitian ... 47
G. Jalannya Penelitian ... 47
H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 48
I. Analisis Data ... 50
J. Kesulitan Penelitian ... 50
K. Etika Penelitian ... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52
A. Hasil Penelitian ... 52
(8)
(9)
Gambar 3. Hasil kuesioner tingkat pengetahuan petugas penunjang medis RS PKU Muhamamdiyah Gamping ... 55 Gambar 4. Hasil kuesioner tingkat kepatuhan penggunaan APD pada
(10)
Tabel 2. Waktu Penelitian ... 44 Tabel 3. Definisi Operasional ... 46 Tabel 4. Karakteristik petugas penunjang medis RS PKU muhammadiyah
Gamping berdasarkan jenis kelamin ... 53 Tabel 5. Karakteristik petugas penunjang medis RS PKU muhammadiyah
Gamping berdasarkan tingkat pendidikan ... 53 Tabel 6. Hasil kuesioner tingkat pengetahuan petugas penunjang medis RS PKU Muhamamdiyah Gamping ... 54 Tabel 7. Rata-rata nilai pengetahuan tiap instalasi………..55 Tabel 8. Hasil kuesioner tingkat kepatuhan penggunaan APD pada petugas
penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping ... 56 Tabel 9. Rata-rata nilai kepatuhan tiap instalasi………...57 Tabel 10. Hasil uji statistik chi-square dan Spearman Correlation ... 58
(11)
terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan saat atau sebelum pasien masuk ke rumah sakit. Menurut WHO (2010) prevalensi HAIs di Indonesia mencapai 7,1%. HAIs dapat meningkatkan resiko kematian, memperpanjang lamanya rawat inap, dan pengeluaran biaya rawat inap yang lebih tinggi. penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk melindungi mukosa - mulut, hidung dan mata dari tetesan dan cairan yang terkontaminasi.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain observasional atau non eksperimental yang merupakan metode penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Menggunakan 38 responden yang diambil teknik total sampling. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunan APD dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Testdan spearman correlation. Hasil dan Pembahasan: dari penelitian ini didapatkan sebanyak 31 responden (81%) mempunyai pengetahuan baik dan 26 responden (68%) patuh dalam penggunaan APD. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD dengan nilai signifikansi 0,022. Tingginya pengetahuan mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD dengan nilai signikansi 0,094.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas penunjang medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping dan tingginya pengetahuan petugas mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.
Kata Kunci: Healthcare Acquired Infections (HAIs), Pengetahuan, Kepatuhan, Alat Pelindung Diri (APD).
(12)
World Health Organization (WHO) IN 2010, the prevalence of HAIs in Indonesia is about 7,1%. HAIs increase the risk of death, length of stay, and hospital costs.
The use of Personal Protective Equipment (PPE) is important to protect mouth –
mucosae, nose, and eyes from the contaminated liquid.
Purpose: To discover the relations of knowledge and the adherence to use PPE in medical service employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.
Methods: This is a quantitative with analytic-observational design and cross-sectional approach’s research . Using 38 respondents from total sampling technique. Fisher’s Exact Test and Spearman Correlation Test are used to analyze the relations between both variables.
Results and Discussion: From this research, 31 respondents (81%) have a good knowledge and 26 respondents (68%) obey the use of PPE. There is a significant relations between knowledge and the adherence to use PPE with p value = 0,022. The level of knowledge about PPE did not related to the level of adherence with to use PPE with p value = 0,094.
Conclusion: There is a relation between knowledge and adherence in using PPE in medical employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital. The level of knowledge did not related to the level of adherence to use PPE in medical employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.
Keywords: Healthcare Acquired Infections (HAIs), Knowledge, Adherence, Personal Protective Equipment (PPE).
(13)
(14)
terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan saat atau sebelum pasien masuk ke rumah sakit. Menurut WHO (2010) prevalensi HAIs di Indonesia mencapai 7,1%. HAIs dapat meningkatkan resiko kematian, memperpanjang lamanya rawat inap, dan pengeluaran biaya rawat inap yang lebih tinggi. penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk melindungi mukosa - mulut, hidung dan mata dari tetesan dan cairan yang terkontaminasi.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain observasional atau non eksperimental yang merupakan metode penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Menggunakan 38 responden yang diambil teknik total sampling. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunan APD dengan menggunakan uji Fisher’s Exact Testdan spearman correlation. Hasil dan Pembahasan: dari penelitian ini didapatkan sebanyak 31 responden (81%) mempunyai pengetahuan baik dan 26 responden (68%) patuh dalam penggunaan APD. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD dengan nilai signifikansi 0,022. Tingginya pengetahuan mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD dengan nilai signikansi 0,094.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas penunjang medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping dan tingginya pengetahuan petugas mengenai APD tidak berhubungan dengan tingginya kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.
Kata Kunci: Healthcare Acquired Infections (HAIs), Pengetahuan, Kepatuhan, Alat Pelindung Diri (APD).
(15)
World Health Organization (WHO) IN 2010, the prevalence of HAIs in Indonesia is about 7,1%. HAIs increase the risk of death, length of stay, and hospital costs.
The use of Personal Protective Equipment (PPE) is important to protect mouth –
mucosae, nose, and eyes from the contaminated liquid.
Purpose: To discover the relations of knowledge and the adherence to use PPE in medical service employees in PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.
Methods: This is a quantitative with analytic-observational design and cross-sectional approach’s research . Using 38 respondents from total sampling technique. Fisher’s Exact Test and Spearman Correlation Test are used to analyze the relations between both variables.
Results and Discussion: From this research, 31 respondents (81%) have a good knowledge and 26 respondents (68%) obey the use of PPE. There is a significant relations between knowledge and the adherence to use PPE with p value = 0,022. The level of knowledge about PPE did not related to the level of adherence with to use PPE with p value = 0,094.
Conclusion: There is a relation between knowledge and adherence in using PPE in medical employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital. The level of knowledge did not related to the level of adherence to use PPE in medical employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.
Keywords: Healthcare Acquired Infections (HAIs), Knowledge, Adherence, Personal Protective Equipment (PPE).
(16)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Healthcare Acquired Infections (HAIs) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang tidak didapatkan saat atau sebelum pasien masuk ke rumah sakit (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris, prevalensi keseluruhan HAIs di Inggirs sekitar 6,4%, dimana 22,8% diantaranya infeksi saluran pernapasan (pneumonia dan infeksi pernapasan lainnya), Urinary Tract Infections (UTI) atau di Indonesia lebih dikenal sebagai infeksi saluran kemih (ISK) sebesar 17.2%, Surgical Site Infections (SSI) atau infeksi luka oprasi (ILO) berkisar 15.7%, clinical sepsis sebesar 10.5%, infeksi saluran pencernaan sebesar 8.8% dan Bloodstream Infections (BSI) atau infeksi aliran darah primer (IADP) sebesar 7.3% (Health Protection
Agency, 2012).
Sedangkan survei yang dilakukan di 183 rumah sakit yang berada di U.S. didapatkan 504 kasus HAIs dari 11.282 pasien, berarti 452 mendapatkan 1 atau lebih infeksi di rumah sakit atau sekitar 4.0%. Pasien dengan pneumonia sebesar 21,8%, ILO sebesar 21,8%, infeksi saluran pencernaan sebesar 17,1%, infeksi saluran kemih 12,9% dan IADP sebesar 9,9%. Sebanyak 43 pasien pneumonia atau sekitar 39,1% disebabkan oleh pemasangan ventilator, sebanyak 44 kasus infeksi saluran kemih atau sekitar 67,7% dikaitkan dengan
(17)
pemasangan kateter dan sebanyak 42 kasus infeksi aliran darah primer atau sekitar 84% dikaitkan kateter sentral (Shelley, dkk., 2014)
Prevalensi HAIs di negara-negara berpendapatan rendah lebih tinggi dari negara-negara berpendapatan tinggi. Beberapa penelitian pada tahun 1995-2010, prevalensi HAIs di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah berkisar antara 5,7-19,1%, sementara prevalensi di negara-negara berpendapatan tinggi berkisar antara 3,5-12%. Prevalensi HAIs di Indonesia yang merupakan bagian dari negara-negara berpendapatan menengah yaitu mencapai 7,1% (WHO, 2011).
Kejadian HAIs di Indonesia, berdasarkan data yang diambil pada tahun 2011-2012 di RS Pertamina Jakarta 99 dari 897 pasien mendapatkan kasus HAIs dengan prosentase sebagai berikut: Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) 42,43 %, BSI 33,33 %, UTI 21,21 %, dan SSI 3,03 % (Sugiarto, 2014). Berdasarkan data dari Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RS. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2012 terjadi 70 kasus Hospital Acquired
Pneumonia (HAP) dari populasi berisiko sebanyak 3.778 pasien (prevalensi
1,85%) dan 21.590 total pasien yang dirawat (0,32%) dan meningkat menjadi 0,34% pada tahun 2013. Sedangkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti selama 6 bulan di ruang Dahlia IV angka kejadian HAP mencapai 0,4% yang seharusnya angka ini nol (Kardi, dkk., 2015).
Sedangkan infeksi nosokomial yang terjadi di RS PKU Muhammadiyah Gamping, berdasarkan survei yang dilakukan oleh pihak RS PKU Muhammadiyah Gamping bulan Januari hingga September 2015 didapatkan
(18)
data phlebitis sebesar 0,014 per 1000 pasien rawat inap, ISK sebesar 0,006 per 1000 pasien rawat inap, infeksi post transfusi sebesar 0%, dan ILO sebesar 0,19% (Komite PPI RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015). HAIs dapat meningkatkan resiko kematian, memperpanjang lamanya rawat inap, dan pengeluaran biaya rawat inap yang lebih tinggi (Glance, 2011). HAIs juga dapat menyebabkan disabilitas dalam jangka waktu lama, meningkatkan resistensi antimikroba, menambah biaya yang tinggi untuk dibayarkan pada pasien dan keluarganya dan menyebabkan kematian yang tidak seharusnya. Infeksi tersebut setiap tahunnya menyebabkan 37.000 kematian di Eropa dan 99.000 kematian di USA. Tiap tahunnya HAIs menyebabkan kerugian finansial yang signifikan dengan estimasi paling tidak 7 juta euro yang langsung dibayarkan untuk sekali perawatan di Eropa, dan paling tidak 16 juta untuk tambahan hari untuk tinggal di rumah sakit, dan sekitar 6,5 juta dollar di USA (WHO, 2011).
Para ahli setuju bahwa penggunaan alat pelindung diri (APD) sangat penting untuk melindungi mukosa - mulut, hidung dan mata dari tetesan dan cairan yang terkontaminasi. Mengingat bahwa tangan dikenal untuk mengirimkan patogen ke bagian lain dari tubuh ataupun individu lainnya. Kebersihan tangan dan sarung tangan sangat penting baik untuk melindungi pekerja kesehatan dan untuk mencegah penularan kepada orang lain. Penutup wajah, pelindung kaki, gaun atau baju, dan penutup kepala yang juga dianggap penting untuk mencegah penularan ke petugas kesehatan (WHO, 2014).
(19)
Integrasi ayat Al-Qur‟an yang berhubungan dengan topik penelitian :
Artinya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah Kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan“. (QS. Al-Qoshosh; 77)
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa manusia tidak boleh berbuat kerusakan di muka bumi. Ini berarti bahwa manusia diutus untuk menjaga lingkungan, tidak mencemarinya, berbuat dan berperilaku sehat. Karena Allah tidak menyukai orang-orang yang merusak alam ciptaanNya. Dengan demikian penggunaan alat pelindung diri merupakan salah satu upaya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit agar tercipta lingkungan yang aman dan pekerja maupun pasien di Rumah Sakit terhindar dari resiko bahaya yang ditimbulkan.
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping merupakan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang mempunyai beberapa fasilitas pelayanan yaitu Intalasi Gawat Darurat, pelayanan medis, pelayanan penunjang, pelayanan pemeliharaan kesehatan, dan pelayanan unggulan. Pelayanan penunjang meliputi pelayanan penunjang medis dan non medis. Pelayanan penunjang medis berupa pelayanan gizi, farmasi, radiologi, fisioterapi, dan laboratorium. Petugas pelayanan penunjang medis berkontak
(20)
langsung dengan pasien, sehingga kemungkinan terjadinya HAIs tinggi karena kontaminasi silang antara pasien dengan petugas. Kontaminasi tersebut bisa disebabkan oleh cedera perkutan (misalnya, jarum suntik atau tertusuk benda tajam) atau kontak dengan membran mukosa (mata, mulut, hidung) atau kulit yang tidak utuh (misalnya kulit yang pecah-pecah, terkelupas, atau menderita dermatitis) serta darah, jaringan, atau cairan tubuh lain yang berpotensi menular (Singhal, dkk., 2009). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan penggunaan Alat Pelindung Diri pada Petugas Penunjang Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan mengenai APD pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
(21)
b. Mengetahui kepatuhan pengunaan APD pada petugas penunjang medis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Rumah Sakit
Memberikan data mengenai bagaimana pengetahuan dan kepatuhan penggunaan APD pada petugas penunjang medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
2. Bagi praktisi kesehatan
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada tenaga medis khususnya dalam melakukan tindakan dengan menggunakan APD sesuai prosedur sehingga terhindar dari segala kemungkinan HAIs di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
3. Bagi lembaga atau institusi pendidikan
Sebagai pengembangan pengetahuan baik kalangan mahasiswa pendidikan sarjana maupun profesi agar dapat melaksanakan pencegahan serta pengendalian HAIs yang berhubungan dengan penggunaan APD. 4. Bagi peneliti
Penelitian ini merupakan sarana belajar untuk menambah wawasan dan mengetahui lebih dalam tentang penggunaan APD di rumah sakit dan hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.
(22)
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama
Peneliti Judul Penelitian
Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan Mufida K., 2015 Analisis Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Instalasi Gizi di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Penggunaan APD telah sesuai dengan kebutuhan kerja pegawai namun APD hanya digunakan oleh sebagian pegawai saja. Meneliti penggunaan APD. Meneliti tentang pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD, penelitian sebelumnya meneliti tentang analisis penggunaan APD. Penelitian dilakukan pada petugas penunjang medis (instalasi gizi, farmasi, radiologi, laboraturium, dan fisioterapi), pada penelitian sebelumnyapenelit ian dilakukan pada petugas di unit gizi.
Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping, penelitian sebelumnya dilakukan di Rumah Sakit Anutapura Palu.
(23)
Nama
Peneliti Judul Penelitian
Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan M. Anggi Asnet Pratama, 2014 Efektivitas Sosialisasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Terhadap Pengetahuan dan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Karyawan Penunjang Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Terdapat peningkatan pengetahuan dari sebagia berkategori tinggi menjadi sangat tinggi, begitu pula pada variabel kepatuhan juga terjadi peningkatan dari sebagian berkategori tidak patuh menjadi kategori patuh. Meneliti penggunaan APD pada karyawan penunjang medis. Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Meneliti hubungan pegetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD, penelitian sebelumnya meneliti efektivitas sosialisasi. Data diambil secara cross
sectional yaitu
data diambil pada satu waktu, sedangkan pada penelitian sebelumnya pengambilan data secara pretest
postest yaitu data
diambil dalam dua waktu yang telah ditentukan.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pengetahuan
a. Definisi pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil „tahu‟, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,2007).
b. Jenis pengetahuan
Menurut Budiman dan Agus (2013), Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam bidang kesehatan sangat bervariasi. Pengetahuan merupakan bagian dari perilaku kesehatan. Adapun jenis pengetahuan diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Contoh sederhananya adalah seseorang
(25)
mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan, namun dia tetap merokok.
2) Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang disimpan dalam wujud nyata. Pengetahuan yang nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Contoh sederhananya adalah seseorang yang telah mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan, dan dia tidak merokok.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1) Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan baik formal maupun nonformal yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, dimana semakin tinggi pendidikan maka akan semakin mudah seseorang tersebut dalam menerima sebuah informasi. Semakin banyak informasi yang diterima, maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berati mutlak berpengetahuan rendah.
2) Informasi/media massa
Informasi dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik berupa data ataupun pengamatan terhadap lingkungan sekitar. Informasi mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program
(26)
komputer, dan basis data. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat mempengeruhi pengetahuan masyarakat. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, ataupun majalah mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang.
3) Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang secara tidak langsung. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk suatu kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi seseorang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang tersebut.
4) Lingkungan
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal i ni disebabkan karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
(27)
5) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah satu cara memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lampau.
6) Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh juga semakin banyak.
d. Tingkatan pengetahuan 1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang telah dipelajari
sebelumnya. Oleh karena itu, “tahu” merupakan tingkatan
pengetahuan yang pealing rendah. Untuk mengukur tahu atau tidaknya seseorang terdapat sesuatu yang telah dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan, ataupun mengidentifikasi. 2) Memahami (comprehention)
Memahami yang dimaksud disini adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dengan menginterprestasikan secara benar. Seseorang yang telah
(28)
paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, dan menyimpulkan terhadap suatu objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi yang sebenarnya.
4) Analisis (analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menyatakan suatu materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan unrtuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
e. Cara mengukur tingkat pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuesioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat juga
(29)
disesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut diatas. Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan scoring.
f. Kriteria tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai prosentase sebagai berikut : (Budiman dan Riyanto, 2013)
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥75%. 2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%. 3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤55%.
Dapat pula dikelompokkan menjadi dua kategori jika yang diteliti adalah masyarakat umum, yaitu:
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya >50%.
2) Tingkat pengetahuan kategori Kurang baik jika nilainya ≤50%. Namun apabila yang diteliti adalah petugas kesehatan, maka persentasenya sebagai berikut:
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya >75%.
2) Tingkat pengetahuan kategori Kurang baik jika nilainya ≤75%. 2. Kepatuhan
a. Definisi kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh. Definisi patuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menuruti perintah, taat kepada perintah, atau aturan dan disiplin. Sedangkan menurut Niven
(30)
(2008) kepatuhan adalah ketaatan seseorang pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan meupakan suatu permasalahan bagi semua disiplin kesehatan, salah satunya pelayanan perawatan di rumah sakit. Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (G Notoatmodjo, 2003).
Menurut Bastable (2002) kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan menyiratkan adanya suatu upaya untuk mengendalikan. Kepatuhan dalam program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat langsung diukur. Karakteristik pribadi dan situasi memainkan suatu peran penting dalam menentuka kepatuhan.
b. Jenis-jenis kepatuhan
Menurut Gulo (2002) jenis-jenis kepatuhan meliputi : 1) Otoritarian
Otoriatian adalah kepatuhan yang ikut-ikutan atau sering
disebut “bebekisme”.
2) Konformis
Kepatuhan tipe ini memiliki 2 bentuk yaitu:
a) Konformis hedonis adalah kepatuhan yang berorientasi pada
(31)
b) Konformis integral adalah kepatuhan yang menyesuaikan kepentingan diri sendiri dengan masyarakat.
3) Compulsive deviant
Compulsive deviant adalah kepatuhan yang tidak konsisten
atau yang disebut “plinplan”.
4) Hedonik psikopatik
Hedonik psikopatik adalah kepatuhan kepada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain.
5) Supramoralis
Supramoralis adalah kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Carpenito (2000) berpendapat bahawa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhannya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :
1) Pemahaman tentang instruksi
Tidak seorang pun mematuhi instruksi jiaka ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya.
(32)
2) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mental nya bertambah baik, akan tetapi pada umur-umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur-umur tertentu dan akan menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah.
3) Keyakinan, sikap dan kepribadian
Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal, orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan sosial yang lebih, memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan kurangnya penguasaan terhadap lingkungannya.
(33)
4) Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga atau teman merupakan faktor penting dalam kepatuhan.
Kepatuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang adalah :
1) Faktor Intrinsik a) Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk tebentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku, dalam diri seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
(1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
(2) Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap sudah mulai timbul.
(3) Evaluation (meimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
(34)
(4) Trial, subjek mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki oleh stimulus.
(5) Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
b) Masa Kerja
Masa kerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan perkembangannya dalam pekerjaan dan jabatan. Kreitner dan Kinichi (2005) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi, hal ini disebabkan karena ia telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam pekerjaannya.
Kinerja dan kualitas kerja dari seseorang berkembang dan bertambah melalui pengalaman kerja yang mendewasakan seseorang dari proses latihan dan juga pendidikan (Notoatmodjo,2003).
c) Pendidikan formal
Menurut Budiman dan Agus (2013), Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, dimana semakin tinggi
(35)
pendidikan maka akan semakin mudah seseorang tersebut dalam menerima sebuah informasi.
d) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo,2007). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Allport (1854) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
(1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
(2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
(3) Kecenderungan untuk bertindak. e) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo,2007).
(36)
2) Faktor Ekstrinsik a) Pengawasan
Perubahan perilaku individu pada tahap kepatuhan
(compliance) adalah mula-mula individu melakukan sesuatu
atas instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman atau sanksi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi aturan tersebut.
Pengawasan berfungsi untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan berjalan sesuai rencana. Proses pengawasan pada dasarnya dikarenakan oleh administrasi dan manajemen dengan menggunakan dua teknik yaitu (1) pengawasan langsung apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yaitu dengan melakukan observasi langsung; dan (2) pengawasan tidak langsung, yaitu pengawasan dari jarak jauh yang dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh bawahan (Notoadmodjo, 2003).
b) Beban kerja
Beban kerja merupakan tanggungan kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai bentuk dari tanggung jawab. Beban kerja berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam melakukan pekerjaaannya. Pekerja yang mempunyai beban kerja berlebih akan menurunkan kualitas hasil kerja (Notoadmodjo, 2003).
(37)
c) Faktor organisasi
Adanya kesepakatan untuk membuat suasana lingkungan kerja yang aman, adanya dukungan rekan kerja, dan adanya pelatihan (Saefudin, dkk., 2006).
3. Alat Pelindung Diri (Depkes, 2008) a. Definisi APD
APD merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan
Personal Protective Equipment (PPE). Dengan melihat kata "personal"
pada kata PPE terebut, maka setiap peralatan yang dikenakan harus mampu memperoteksi pemakainya. APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap. APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia.
Alat Pelindugan Diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor fisik berupa suara, suhu, getaran,dan radiasi. faktor kimia berupa debu, uap, gas, dan larutan. Serta faktor biologis berupa Hepatitis B, Tubercolosis (TBC), ataupun Human Immunodeviciency virus (HIV).
(38)
APD terdiri dari sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi, gaun, apron, dan pelindung kaki. APD yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan seperti darah dan cairan tubuh. Bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian bedah (masker, topi, dan gaun) adalah kain katun ringan, namun kain ini kurang efektif karena karena cairan masih dapat menembusnya sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Warna bahan kain yang digunakan untuk bahan APD sebaiknya bewarna putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat dengan mudah (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015).
b. Pedoman umum APD
1) Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD. 2) Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat
digunakan kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal.
3) Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan hindari kontaminasi:
a) Lingkungan di luar ruang isolasi b) Para pasien atau pekerja lain, dan c) Diri Anda sendiri.
4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan.
(39)
a) Perkirakan risiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum melakukan
b) Kegiatan perawatan kesehatan.
c) Pilih APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan. d) Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk
dipakai. c. Jenis-jenis APD
1) Sarung tangan
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang. Penggunaan sarung tangan bukan berarti menghilangkan tindakan cuci tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.
Pemakaian sarung tangan diperlukan pada saat:
a) Perlu untuk menciptakan barier protektif dan cegah kontaminasi yang berat. Disinfeksi tangan tidak cukup untuk memblok transmisi kontak bila kontaminasi berat. misal menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi, mukus membran, kulit yang tidak utuh.
(40)
b) Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas ke pada pasien saat dilakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mukus membran.
c) Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien transmisi kepada pasien lain. Perlu kepatuhan petugas untuk pemakaian sarung tangan sesuai standar. Memakai sarung tangan tidak menggantikan perlunya cuci tangan, karena sarung tangan dapat berlubang walaupun kecil, tidak nampak selama melepasnya sehingga tangan terkontaminasi.
Hal yang perlu diperhatikan ketika memakai sarung tangan :
a) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat menggangu ketrampilan dan mudah robek.
b) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek.
c) Tarik sarung tangan ke atas manset untuk melindungi pergelangan tangan.
d) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk mencegah kulit tangan kering/berkerut.
e) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.
(41)
f) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
g) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sa rung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.
2) Masker
Masker harus cukup besar agar menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar (>5
(42)
μm) yang tersebar melalui batuk atu bersin ke orang yang berada di
dekat pasien (kurang dari 1 meter). Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.
3) Alat pelindung mata
Alat pelindung mata melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah, dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas ayang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.
4) Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi
(43)
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
5) Gaun pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui dropletlairborne. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah ntuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi, espirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengangan sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme.
6) Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko
(44)
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Apron ini penting untuk mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju ataupun kulit petugas kesehatan jika gaun pelindung tidak tahan air.
7) Pelindung kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal, "sandal jepit" atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit terlutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah.
d. Penggunaan APD di rumah sakit
1) Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD
a) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
b) Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi. c) Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat limbah infeksius
yang telah disediakan di ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
(45)
d) Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihankan tangan sesuai pedoman.
2) Cara Mengenakan APD
Langkah-langkah mengenakan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne adalah sebagai berikut :
a) Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.
b) Kenakan pelindung kaki.
c) Kenakan sepasang sarung tangan pertama. d) Kenakan gaun luar.
e) Kenakan celemek plastik.
f) Kenakan sepasang sarung tangan kedua. g) Kenakan masker.
h) Kenakan penutup kepala. i) Kenakan pelindung mata. 4. Unit Penunjang Medis
Macam-macam unit penunjang medis: a. Instalasi gizi
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit (Depkes, 2013). Upaya untuk menunjang pelayanan medis bagi pasien yang
(46)
diselenggarakan oleh rumah sakit, diperlukan pengolahan makanan yang baik dan memenuhi syarat hygiene sanitasi makanan, yaitu dengan pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan mempengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit, agar tidak menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan (Djarismawati dkk, 2004).
Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross
infection) atau infeksi nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah
sakit), yang di antaranya dapat melalui makanan (Iskak, 2006). Terdapat 4 (empat) faktor yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit di rumah sakit melalui makanan yakni perilaku yang tidak higienis, adanya sumber penyakit menular, adanya media (makanan, minuman) dan resipien yang kurang baik (Triatmodjo, 2003). Pekerja memegang peranan yang penting dalam kelancaran proses produksi karena pekerja merupakan perencana, pelaksana dan pengelola dalam suatu penyelenggaraan makanan. Pekerjaan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya apabila dalam diri pekerja memiliki sikap positif yaitu sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, hati-hati, cermat dan teliti, senang akan kebersihan serta menjaga kesehatan.
(47)
APD yang digunakan oleh petugas instalasi gizi (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015):
1) Pelindung kepala: topi/tutup kepala.
2) Pelindung mata: spectackle goggle bila menangani alat makan dari pasien dengan penyakit menular berbahaya.
3) Pelindung pernafasan: masker bedah, terutama bila pekerja gizi sedang batuk atau pilek ringan, dan apabila sedang menangani alat makan dari pasien dengan penyakit menular berbahaya.
4) Pelindung tangan: sarung tangan karet, terutama bila mencuci alat makan dan menangani alat makan dari pasien dengan infeksi berbahaya.
5) Pelindung kaki: sepatu boot bila berada di area yang basah. b. Instalasi farmasi
Pelayanan farmasi meliputi penyediaan dan distribusi semua perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik, serta membuat informasi dan menjamin kualitas pelayanan yang berhubungan dengan penggunaan obat. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang apoteker (Depkes, 2011). Kelompok kerja dengan risiko tinggi infeksi antara lain dokter dan ahli bedah, petugas ruang medis dan bedah, teknisi laboratorium, pekerja bank darah, asisten bedah dan patologi, dan perawat ahli anestesi. Sedangkan pada instalasi farmasi, yaitu apoteker ataupun petugas peyananan farmasi lainnya merupakan kelompok
(48)
dengan resiko rendah infeksi yaitu mungkin memiliki banyak kontak dengan pasien, tetapi jarang berpaparan dengan darah ataupun jarum suntik (Singhal, dkk., 2009).
APD yang digunakan oleh petugas instalasi farmasi (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015):
1) Pelindung pernafasan: masker bedah, atau masker N95 bila menghadapi pasien dengan penyakit pernafasan berbahaya.
2) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bila menghadapi resiko terpapar cairan tubuh pasien.
c. Instalasi radiologi
Instalasi radiologi memberikan pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknk pencitraan dan penggunaan radiasi dengan sinar X, radioaktif, ultrasonografi, dan radasi radio frekuensi elektromagnetik. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1014/Menkes/SK/XI?2008 twntang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan, pelayanan radiologi diagnostik meliputi : pelayanan radiodiagnostik, pelayanan imaging diagnostik, dan pelayanan radilogi intervensional. Pelayanan radiodiagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion, meliputi antara lain pelayanan X-Ray konvensional, Computed Tomography Scan/ CT Scan, dan
(49)
Mammografi. Pelayanan imaging diagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis denga menggunakan radiasi non pengion, antara lain pemeriksaan dengan magnetic resonance imanging (MRI), dan
Ultrasonografi (USG). Pelayanan radiologi intervensional adalah
pelayanan untuk melakukan diagnosis dan terapi intervensi dengan menggunakan peralatan radiologi X-Ray (angiografi, CT). Pelayanan ini menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Pimpinan instalasi radiologi diutamakan seorang spesialis radiologi.
Pelayanan radiologi wajib menjamin kemanan bagi pasien dan petugas di radiologi dengan cara pemeriksaan periodik terhadap peralatan radiologi dan pemeriksaan tingkat paparan radiasi terhadap petugas. Untuk melakukan kegiatan penyelenggaraan pelayanan radiologi diharuskan mempunyai peralatan proteksi radiasi yang cukup memadai baik kualitas maupun kuantitas (Depkes,2011).
Infeksi TB dan penyakit infeksi lainnya merupakan risiko penyakit bagi petugas kesehatan, begitu pula pada petugas radiologi. Instalasi radiologi menerima berbagai pasien mulai dari anak-anak hingga kelompok usia geriatri, dan dari non-immunocompromised maupun immunocompromised untuk berbagai prosedur diagnostik dan terapi, beberapa pasien dengan TB baik yang sudah didiagnosis atau tidak terdiagnosis. Oleh karena itu, petugas kesehatan yang bekerja dalam unit radiologi ini juga berisiko untuk transmisi TB. Petugas kesehatan harus menerapkan perlindungan pernapasan selama prosedur
(50)
radiologi yang dapat menyebabkan batuk atau menghasilkan aerosol dari pasien dengan TB menular seperti prosedur ini dapat meningkatkan kemungkinan droplet nuklei ke udara (Tan, dkk., 2006).
APD yang dibutuhkan pada instalasi radiologi (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015):
1) Pelindung kepala: topi/tutup kepala bila ada resiko terpapar cairan tubuh pasien.
2) Pelindung mata: spectackle goggle bila ada resiko terpapar cairan tubuh pasien.
3) Pelindung mulut: masker bedah, bila menangani pasien dengan penyakit pernafasan berbahaya menggunakan masker respirator N95.
4) Pelindung tangan: sarung tangan bedah, dapat didobel bila menangani pasien dengan infeksi berbahaya.
5) Pelindung badan: apron berlapis timbal bila berisiko terpapar sinar radiasi.
6) Pelindung kaki: sepatu boot karet bila ada resiko tinggi terpapar cairan tubuh pasien.
d. Instalasi fisioterapi
Instalasi fisioterapi bagian dari instalasi rehabilitas medik yang merupakan pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi sakit, penyakit, atau cidera
(51)
melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik, dan atau rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal. Layanan fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan denga menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan, pelatihan fungsi, dan komunikasi (Depkes, 2011).
Fisioterapis beresiko tekena penularan penyakit yang berada dilingkungan rumah sakit, seperti misalnya HAIs. HAIs merupakan infeksi yang diakibatkan adanya interaksi antara pasien dengan petugas medis, pasien satu dengan pasien lainnya, atau pasien dengan orang yang menjenguk. HAIs bisa menyebar melalui udara saat berbicara, batuk, atau bersin dan kontak langsung. Penularan akan dengan cepat terjadi jika terjadi interaksi dalam jarak antara 60 cm sampai 1 meter. Fisioterapi yang memberikan pelayanan secara kontak langsung dengan tiap pasien, memiliki resiko terkena penularan penyakit lebih besar, apalagi penanganan pasien yang berada di ruang isolasi (Alfajri, dkk., 2014).
APD yang dibutuhkan oleh petugas pada instalasi fisioterapi:
1) Pelindung pernapasan: masker. Ketika menangani pasien dengan penyakit airborne.
2) Pelindung tangan: sarung tangan non steril. Ketika menangangi pasien dengan penyakit kulit ataupun gangren.
(52)
e. Instalasi laboratorium
Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan, atau faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang atau masyarakat. Pelayanan laboratirium kesehatan adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup perencanaan, pemeriksaan, evaluasi dan laporan hasil pemeriksaan, pelayanan konsultasi, pwmwecahan masalah, penanganan peralatan dan barang penunjang, pemantapan kualitas dan pembinaan teknis dalam bilang laboratorium kesehatan. Sedangkan laboratorium klinik merupakan laboratorium kesehatan yang melaksanakan pemeriksaan di bidang hematologi, kimia klinik, mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi, atau bidang lain yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang atau menentukan diagnosis, pemantauan perjalanan penyakit, dan terapi serta prognosis. Penyelenggaraan pelayanan laboratorium dipimpin oleh seorang dokter spesialis patologi, atau apabila tidak memungkinkan, pelayanan laboratorium dipimpin oleh seorang dokter umum yang telah mendapat pelatihan mengenai manajemen dan teknis di bidang laboratorium klinik (Depkes, 2011).
(53)
Hal - hal yang dapat menyebabkan petugas kesehatan beresiko untuk terkena infeksi antara lain cedera perkutan (misalnya, jarum suntik atau tertusuk benda tajam) atau kontak dengan membran mukosa (mata, mulut, hidung) atau kulit yang tidak utuh (misalnya kulit yang pecah-pecah, terkelupas, atau menderita dermatitis) serta darah, jaringan, atau cairan tubuh lain yang berpotensi menular. Infeksi HBV adalah risiko pekerjaan yang diakui untuk petugas kesehatan. Risiko petugas kesehatan tertular infeksi Hepatitis B Virus (HBV) terkait occupationally telah terbukti berhubungan dengan beberapa faktor. Dua faktor penting adalah tingkat paparan cairan tubuh yang terinfeksi atau benda tajam darah yang terkontaminasi seperti jarum dan peralatan medis lainnya, dan durasi kerja di kategori risiko pekerjaandalam sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat, petugas kesehatan dengan kontak darah yang sering atau dengan sering berpaparan dengan jarum suntik memiliki sekitar dua kali lipat lebih tinggi prevalensi infeksi HBV daripada petugas kesehatan lainnya (Singhal, dkk., 2009).
APD yang dibutuhkan oleh petugas pada instalasi laboratorium (Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2015):
(54)
1) Saat pengambilan spesimen dari tubuh pasien:
a) Pelindung penafasan: masker bedah, atau masker respirator N95 bila menghadapi pasien dengan penyakit pernafasan menular seperti TBC dan Pneumonea.
b) Pelindung mata: spectackle google bila menghadapi pasien dengan resiko terpapar cairan tubuh tinggi.
c) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih, dapat di dobel bila pasien memiliki penyakit menular resiko tinggi seperti HIV atau hepatitis B dan C.
d) Pelindung tubuh: jas lab dan apron/celemek bila ada resiko tinggi terpapar cairan tubuh pasien.
e) Pelindung kaki: sepatu boot karet bila ada resiko tinggi terpapar cairan tubuh pasien.
2) Saat mengolah dan mengerjakan spesimen:
a) Pelindung pernafasan: masker bedah, atau masker respiraot N95 bila menangani spesimen dahak TBC.
b) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih, dapat di dobel bila menangani spesimen dari pasien dengan penyakit menular berbahaya seperti HIV, Hepatitis B dan C.
(55)
B. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka teori APD (Depkes,2008):
1. Sarung tangan 2. Masker
3. Alat pelindung mata 4. Topi
5. Gaun pelindung 6. Apron
7. Pelindung kaki
Kepatuhan penggunaan APD di unit penunjang medis
Kepatuhan (Carpenito, 2000): 1. Pemahaman instruksi 2. Tingkat pendidikan 3. Keyakinan, sikap, keprinadian 4. Dukungan sosial
Kepatuhan
(Notoatmodjo, 2003) 1. Instrinsik
Pengetahuan Masa kerja Pendidikan Sikap Tanggung jawab 2. Ekstrinsik Pengawasan Beban kerja Faktor
organisasi
Pengetahuan (Budiman dan Agus, 2013):
1. Pendidikan 2. Informasi / media
masa
3. Sosial, budaya, ekonomi 4. Lingkungan 5. Pengalaman 6. usia
(56)
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian teori dalam tinjauan pustaka diatas, maka penulis mengembangkan kerangka konsep sebagai berikut:
Variable Independen Variable Dependen
Keterangan:
= variabel diteliti = variabel tidak diteliti
Gambar 2. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.
2. Semakin tinggi pengetahuan petugas mengenai Alat Pelindung Diri, maka semakin tinggi pula kepatuhan petugas terhadap penggunaan Alat Pelindung Diri pada petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.
Pengetahuan petugas tentang APD
Kepatuhan petugas dalam penggunaan
APD
Variabel Pengganggu 1. Masa kerja
2. Pendidikan 3. Sikap
4. Tanggungjawab 5. Pengawasan 6. Beban kerja 7. Faktor organisasi
(57)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain observasional atau non eksperimental yang merupakan metode penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional untuk menilai hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri. Data diambil dengan membagikan kuesioner dan melakukan observasi pada sejumlah responden.
Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang menekankan pada data-data numerik (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar,2007). Dilihat dari tujuannya, penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta, mendiskripsikan statistik, ataupun untuk menunjukkan hubungan antar variabel (Sabana dan Sudrajat, 2005).
Desain penelitian observasional atau non eksperimental yaitu suatu penelitian yang dilakukan tanpa memberikan intervensi terhadap subjek penelitian. Peneliti hanya melakukan pengamatan terhadap kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri sesuai dengan indikasi pada responden ketika bertugas dan mencari hubungan kepatuhan dengan faktor yang mempengaruhinya yaitu pengetahuan. Metode observasional analitik yaitu penelitian observasional yang diarahkan untuk menjelaskan bagaimana hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional yaitu penelitian dimana variabel
(58)
independen yaitu pengetahuan dan variabel dependen yaitu kepatuhan penggunaan APD diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo,2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan pada unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan total 38 petugas yang terdiri dari 10 petugas instalasi farmasi, 7 petugas instalasi radiologi, 3 petugas instalasi fisioterapi, 7 petugas instalasi laboratorium, dan 11 petugas instalasi gizi.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dilibatkan dalam penelitian yang merupakan bagian yang representatif dan mempresentasikan karakter atau ciri-ciri populasi (Neuman, 2000). Metode sampling pada penelitian ini adalah total sampling, yaitu seluruh petugas kesehatan yang bekerja pada unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping yang berjumlah 38 responden dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi:
1) Semua petugas kesehatan pada unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.
(59)
b. Kriteria eksklusi:
1) Petugas yang cuti atau sakit pada saat pengambilan data.
2) Responden yang tidak mengikuti pengambilan data hingga selesai. C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah RS PKU Muhammadiyah Gamping. Sementara waktu penelitiannya pada bulan Februari hingga September 2016.
Tabel 2. Waktu Penelitian
Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Pembuatan
Proposal Membuat Instrumen Penelitian Sidang Proposal Mengurus Perizinan Menggandakan Instrumen Uji Coba Instrumen Uji Validitas dan Reliabilitas Mendapatkan Instrumen Jadi Menyebarkan Instrumen Jadi Melakukan Observasi Pengumpulan Hasil
Pengolahan Data Pengetikan Hasil Penelitian
Persiapan Sidang Sidang KTI
(60)
D. Variable Penelitian
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimilki kelompok lain (Notoatmodjo, 2010).
1. Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel ini juga disebut sebagai variabel prediktor, risiko, atau kausa (Hidayat, 2007). Variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan mengenai alat pelindung diri. 2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat dari variabel bebas. Variabel ini juga disebut sebagai variabel efek, outcome, hasil, atau event (Hidayat, 2007). Variabel terikat pada penelitian ini adalah kepatuhan penggunaan alat pelindung diri petugas kesehatan pada unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.
3. Variabel penggangu merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi variabel terikat yaitu masa kerja, pendidikan, sikap, tanggungjawab, pengawasan, beban kerja, dan faktor organisasi. Variabel tersebut tidak akan diteliti dan tidak dikendalikan.
(61)
E. Definisi Operasional
Tabel 3. Definisi Operasional Variabel Definisi
Operasional Alat Ukur Cara Ukur
Hasil
Ukur Skala Pengetahuan tentang penggunaan alat pelindung diri Segala
sesuatu yang diketahui petugas tentang pengertian, macam, kegunaan, dan dampak negative bila tidak menggunakan APD Mengukur pengetahuan dengan menggunakan lembar kuesioner yang terdiri dari 15 soal pilihan ganda dan terdapat 1 jawaban benar
Responden diminta untuk menjawab soal yang ada pada lembar kuesioner Berupa data kuantitatif . Pengetahu an kategori Baik (≥75%), kategori Cukup (56-74%), dan Kurang (≤55%) (Budiman dan Riyanto, 2013) Ordinal Kepatuhan penggunaan alat pelindung diri Petugas penunjang medis dalam menggunakan APD sesuai SOP ketika sedang bertugas Mengukur kepatuhan dengan menggunakan ceklis observasi seperti tertera pada lampiran
Peneliti mengamati berbagai macam APD yang digunakan, cara
penggunaan APD, dan ketepatan waktu penggunaan APD. Observasi dilakukan sebanyak satu kali. Berupa data Kuantitatif . Kriteria Patuh
(≥75%)
dan Tidak Patuh (<75%) (Faiza, 2015)
(62)
F. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar kuesioner untuk penilaian kuantitatif yaitu penilaian pengetahuan penggunaan APD dan ceklis observasi untuk penilaian kuantitatif terhadap kepatuhan petugas dalam menggunakan APD.
G. Jalannya Penelitian 1. Prosedur Persiapan
Peneliti menyusun proposal penelitian dan melakukan survei mengenai kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas medis dan menentukan lokasi penelitian di Unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping.
2. Prosedur Administrasi
Peneliti mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Dekan Fakultas Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang diajukan kepada Direktur RS PKU Muhammadiyah Gamping.
3. Prosedur Teknis
a. Peneliti meminta persetujuan dari kepala RS PKU Muhammadiyah Gamping untuk melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Gamping yaitu dengan memberikan surat permohonan izin sebagai tempat dilakukannya penelitian.
b. Peneliti menemui kepala masing-masing unit penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping untuk menginformasikan dan menjelaskan bahwa akan melakukan pengambilan data kuantitatif.
(63)
c. Peneliti menemui calon responden dan meminta kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi lembar informed
consent apabila responden bersedia.
d. Peneliti menyebarkan lembar kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada responden secara bertahap menyesuaikan dengan jadwal kerja responden. Pengisian kuesioner dilakukan dalam waktu maksimal 30 menit (termasuk pengisian identitas responden). e. Setelah kuesioner diisi oleh responden, peneliti langsung mengambil
kembali kuesioner tersebut dan selanjutnya dicek kelengkapan data, jika ada yang tidak lengkap, maka peneliti akan meminta kepada responden untuk melengkapi kembali, jika responden berserdia.
f. Peneliti melakukan observasi mengenai penggunaan APD pada responden saat bertugas secara bertahap menyesuaikan dengan jadwal kerja responden. Observasi dilakukan secara diam-diam sehingga responden tidak mengetahui apabila sedang dinilai kepatuhannya dalam menggunakan APD. Penilaian dilakukan berdasarkan ceklis observasi yang tertera pada lampiran.
g. Peneliti mengumpulkan dan mencatat data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data. H. Uji Validitas dan Reliabilitas
Alat ukur untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini belum pernah digunakan sebelumnya. Maka dari itu perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji
(64)
validitas adalah kesesuaian antara alat ukur dengan sesuatu yang akan diukur, sehingga hasil ukur yang didapat akan mewakili dimensi ukuran yang sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan (Herdiansyah, 2010). Uji validitas kuesioner akan diujicobakan pada 30 responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian yaitu petugas yang bekerja pada unit penunjang di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Setelah itu dilakukan uji korelasi product moment untuk menghitung korelasi antar masing-masing pertanyaan dengan skor total. Hasil tiap-tiap item dibandingkan dengan tabel nilai product moment.
Dari uji validitas yang dilakukan pada 30 petugas penunjang medis dan non medis di RS PKU Muhammadiyah Bantul, di mana kuesioner yang diberikan berisikan tentang pengetahuan menganai penggunaan alat pelindung diri yang terdiri dari 20 item soal. Berdasarkan hasil uji korelasi
product moment, didapatkan 15 soal valid dan 5 soal tidak valid.
Reliabilitas adalah kekonsistenan, keajegan, dan ketetapan. Artinya, jika kita mengukur sesuatu secara berulang-ulang dengan kondisi yang sama atau relatif sama, maka kita akan mendapatkan hasil yang sama atau relatif sama pula antara pengukuran pertama dan pengukuran berikutnya. Dapat pula berarti hasil yang didapat antara peneliti satu dengan peneliti lainnya, sama atau relatif tidak jauh berbeda, sehingga memunculkan suatu kesepakatan atau suatu kesepahaman sudut pandang yang akan melahirkan kepercayaan terhadap hasil tersebut (Herdiansyah, 2010). Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach.
(65)
Dari uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach yang dilakukan pada kuesioner yang berisikan mengenai pengetahuan penggunaan alat pelindung diri menyakan bahwa kuesioner tersebut reliable.
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk menganalisa secara deskriptif yaitu menghitung frekuensi dan prosentase masing-masing variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu pengetahuan dengan variabel dependen yaitu kepatuhan penggunan APD dengan menggunakan uji Chi-Square dan spearman correlation.
J. Kesulitan Penelitian
Penelitian ini terlah dilakukan pembatasan masalah agar permasalahan menjadi focus dan tidak melebar luas, namun demikian dalam penulisan karya tulis ilmiah tentu saja terdapat kekurangan, kesulitan danketerbatasan penelitian. Kesulitan dan keterbatasan penelitian yang dialami penulis selama melakukan penelitian ini adalah peneliti tidak bisa mengawasi secara langsung ketika responden menjawab pertanyaan pada kuesioner, maka dimungkinkan adanya bias di dalam pengisian kuesioner. Sampel penelitian ini hanya petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping sehingga perlu ditambah jumlah sampelnya agar hasil lebih akurat.
(66)
K. Etika Penelitian Etik penelitian meliputi:
1. Lembar persetujuan (informed consent)
Peneliti membuat surat pernyataan yang berisi penjelasan tentang penelitian meliputi topik penelitian, tujuan, dan cara pengambilan data. Setelah calon responden memahami atas penjelasan peneliti terkait penelitian ini, calon responden sebagai sampel penelitian kemudian menandatangani
imformed consent tersebut.
2. Tanpa nama (Anomity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner hanya dengan menggunakan kode atau angka.
3. Kerahasiaan Informasi (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
(67)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan salah satu Rumah Sakit Umum milik yayasan Muhammadiyah yang terletak di jl. Wates Km 5,5, Sleman, Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Gamping merupakan rumah sakit pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Rumah sakit pendidikan tipe c ini mempunyai beberapa fasilitas peyanan diantaranya berupa instalasi gawat darurat, pelayanan medis, pelayanan penunjang, pelayanan pemeliharaan kesehatan, dan pelayanan unggulan. Pelayanan penunjang berupa pelayanan medis dan non medis.
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Unit Penunjang Medis RS PKU Muhammadiyah Gamping. Unit Penunjang Medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping terdiri dari 5 Instalasi yaitu Instalasi Farmasi, Instalasi Radiologi, Instalasi Fisioterapi, Instalasi Laboratorium, dan Instalasi Gizi.
Pada Instalasi Farmasi terdapat 10 orang petugas, Instalasi Radiologi 7 orang petugas, Instalasi Fisioterapi 3 orang petugas, Instalasi Laboratorium 7 orang petugas, dan Instalasi Gizi 11 orang petugas. Setiap Instalasi dipimpin oleh 1 kepala instalasi sebagai penanggungjawab. Pada
(68)
terbagi dalam shift. Berbeda dengan Instalasi Fisioterapi yaitu petugas bekerja dari pukul 07.00 sampai 17.00 WIB.
2. Deskripsi Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan total sampling sehingga seluruh petugas penunjang medis yang di RS PKU Muhammadiyah Gamping yang memenuhi kriteria inkluasi merupakan subjek penelitian. Subyek penelitian sebanyak 38 petugas penunjang medis yang terdiri dari 10 orang dari Instalasi Farmasi, 7 orang dari Instalasi Radiologi, 3 orang dari Instalasi Fisioterapi, 7 orang dari Instalasi Laboratorium, dan 11 orang dari Instalasi Gizi. Data tersebut didapatkan dari survey secara langsung di RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan karakteristik sebagai berikut:
Tabel 4. Karakteristik petugas penunjang medis RS PKU muhammadiyah Gamping berdasarkan jenis kelamin
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-laki 12 31,6 %
2 Perempuan 26 68,4 %
Total 38 100 %
Karakteristik jenis kelamin petugas penunjang medis pada penelitian berdasarkan tabel 4 terdiri dari 12 orang laki-laki (31,6%) dan 26 orang perempuan (68,4%).
Tabel 5. Karakteristik petugas penunjang medis RS PKU muhammadiyah Gamping berdasarkan tingkat pendidikan
No. Tingkat
Pendidikan
Frekuensi Persentase
1 SMA/SMK 12 31,6%
2 D1-D3 23 60,5%
3 D4/S1 3 7,9%
(69)
Karakteristik tingkat pendidikan petugas penunjang medis pada penelitian berdasarkan tabel 5 terdapat 12 orang (31,6%) pendidikan terakhirnya adalah SMA/SMK, 23 orang (60,5%) adalah D1-D3, dan 3 orang (7,9%) adalah D4/S1.
3. Deskripsi Data Penelitian
a. Pengetahuan Penggunaan APD
Data penelitian ini diperoleh dari 38 responden yang merupakan seluruh petugas penunjang medis RS PKU Muhammadiyah Gamping yang terdiri dari 5 instalasi yaitu 10 orang dari Instalasi Farmasi, 7 orang dari Instalasi Radiologi, 3 orang dari Instalasi Fisioterapi, 7 orang dari Instalasi Laboratorium, dan 11 orang dari Instalasi Gizi. Data pengetahuan penggunan APD yang diperoleh dari kuesioner yang berisi 15 pertanyaan mengenai APD secara umum.
Dari hasil kuesioner didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil kuesioner tingkat pengetahuan petugas penunjang medis RS PKU Muhamamdiyah Gamping
No. Interval Skor Kategori Frekuensi Persentase
1 X ≤ 55 % KURANG 0 0
2 56% ≤ X ≤
74%
CUKUP 7 18%
3 X ≥ 75% BAIK 31 81%
Apabila digambarkan dalam diagram, maka diperoleh gambar diagram batang pengetahuan penggunaan APD petugas penunjang medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping sebagai berikut:
(1)
Lembar Observasi Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Petugas Penunjang Medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping Unit Kerja/Instalasi: Laboratorium
No. Nama
Petugas Tindakan
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan
Nilai Sarung
Tangan Topi Sepatu Masker Gaun/Apron Goggles
Y T Y T Y T Y T Y T Y T
1 21 Mengambil dan
mengolah spesimen
1 1 1 1 50%
2 22 Mengambil dan
mengolah spesimen
1 1 1 1 25%
3 23 Mengolah spesimen 1 1 1 1 50%
4 24 Mengolah spesimen 1 1 1 1 50%
5 25 Mengolah spesimen 1 1 1 1 75%
6 26 Mengolah spesimen 1 1 1 1 75%
7 27 Mengolah spesimen 1 1 1 1 75%
8 9 10
(2)
Lembar Observasi Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Petugas Penunjang Medis di RS PKU Muhammadiyah Gamping Unit Kerja/Instalasi: Gizi
No. Nama
Petugas Tindakan
Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan
Nilai Sarung
Tangan Topi Sepatu Masker Gaun/Apron Goggles
Y T Y T Y T Y T Y T Y T
1 1 Mencuci peralatan 1 1 1 1 1 80%
2 2 Mencuci peralatan 1 1 1 1 1 80%
3 3 Mencuci peralatan 1 1 1 1 1 80%
4 4 Mencuci peralatan 1 1 1 1 1 80%
5 5 Pemorsian makan 1 1 1 1 1 80%
6 6 Pemorsian makan 1 1 1 1 1 80%
7 7 Pemorsian makan 1 1 1 1 1 40%
8 8 Pemorsian makan 1 1 1 1 1 80%
9 9 Menyajikan buah 1 1 1 1 1 40%
10 10 Memotong buah 1 1 1 1 1 80%
(3)
Responden Nomor Soal Jumlah
Benar Nilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 12 80%
2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 12 80%
3 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 12 80%
4 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 12 80%
5 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 11 73%
6 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 12 80%
7 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 11 73%
8 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 13 87%
9 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 13 80%
10 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 11 73%
11 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 12 80%
12 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 14 93%
13 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 12 80%
14 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 11 73%
15 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 13 87%
16 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 11 73%
(4)
24 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 11 73%
25 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 12 80%
26 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 13 87%
27 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 13 87%
28 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 12 80%
29 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 12 80%
30 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 12 80%
31 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 12 80%
32 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 12 80%
33 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 12 80%
34 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 12 80%
35 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 12 80%
36 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 12 80%
37 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 12 80%
(5)
(6)