HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PERAWAT UNIT HEMODIALISIS RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

(1)

i

HEMODIALISIS RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

RIZKA KHARISMA PUTRI 20130310125

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PERAWAT UNIT

HEMODIALISIS RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

RIZKA KHARISMA PUTRI 20130310125

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PERAWAT UNIT

HEMODIALISIS RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Disusun Oleh:

RIZKA KHARISMA PUTRI 20130310125

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 17 Oktober 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. Ekorini Listiowati, MMR dr. Inayati Habib, M. Kes, Sp. MK NIK: 19700131200104173049 NIK: 19680113199708173025

Mengetahui,

Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG NIK: 1971102819971730


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rizka Kharisma Putri NIM : 20130310125

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 17 Oktober 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv

rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Perawat Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping ” ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk melanjutkan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan maupun bantuan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, antara lain:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Ekorini Listiowati, MMR selaku dokter pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran untuk menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Kedua orangtua penulis, Bapak AKP. Kustadi dan Ibu Any Suryandari atas segala kasih sayang, perhatian, dukungan, nasihat, motivasi dan doa yang tak pernah putus.

4. Kakak dan adik penulis, Lusiana Surya Kusuma Wardani dan Rizki Nugroho Pamungkas yang selalu menjadi motivasi penulis untuk tidak menyerah. 5. Sandi Riz Akbar yang setia mendokan dan memberikan dukungan terbaiknya

untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Teman-teman satu kelompok bimbingan, Nachtaya Bintang Irpawa, Dita Putri Hendriani, dan Anita Riau Chandra yang telah membantu dan memberi dukungan satu sama lain.


(6)

v

7. Teman sepermainan HAVERS, Anita, Bintang, Dita, Tasya, Winata, dan juga Bimo sebagai tempat berkeluh kesah dan memberikan dukungan serta semangat selama proses pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Keluargaku TBM ALERT yang selalu mendorong penulis untuk berusaha sebaik mungkin menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Teman-teman Medallion Pendidikan Dokter 2013 atas kerja sama, bantuan dan masukan serta dukungan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan penyelesainan Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat diucapkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis, agar dikemudian hari penulis dapat mempersembahkan hasil yang lebih baik lagi. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta menambah khazanah ilmu pengetahuan kedokteran.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 17 Oktober 2016


(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Landasan Teori ... 13

1. Pengetahuan ... 13

2. Kepatuhan ... 20

3. Unit Hemodialisis... 25

4. Alat Pelindung Diri ... 42

B. Kerangka Teori... 53

C. Kerangka Konsep ... 54

D. Hipotesis ... 54

BAB III METODE PENELITIAN... 55

A. Desain Penelitian ... 55

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 56

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57


(8)

vii

E. Definisi Operasional... 60

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 60

G. Jalannya Penelitian ... 61

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 62

I. Analisis Data ... 63

J. Kesulitan Penelitian ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Hasil Penelitian ... 64

B. Pembahasan... 71

C. Keterbatasan Penelitian……….76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN


(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori ... 53 Gambar 2. Kerangka Konsep ... 54 Gambar 3. Diagram Pengetahuan Penggunaan APD Perawat

Unit Hemodialisis... 67 Gambar 4. Diagram Kepatuhan Penggunaan APD Perawat Unit Hemodialisis 68


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelian ... 12

Tabel 2. Ketenagaan di Unit HD ... 26

Tabel 3. Time Table Kegiatan ... 57

Tabel 4. Definisi Operasional ... 59

Tabel 5. Karakteristik perawat unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping berdasarkan jenis kelamin. ... 65

Tabel 6. Karakteristik perawat unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping berdasarkan tingkat pendidikan. ... 65

Tabel 7. Hasil Kuesioner Pengetahuan Pengggunaan APD ... 66

Tabel 8. Hasil Observasi Kepatuhan Penggunaan APD ... 68


(11)

x INTISARI

Latar belakang: Healthcare Acquired Infections (HAIs) atau infeksi dapatan di pelayanan kesehatan sering menjadi efek samping dari perawatan kesehatan sehingga mengakibatkan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan biaya ekonomi untuk pasien rawat inap. Salah satu pencegahan HAIs yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang layak dan sesuai dengan prosedur.

Tujuan: Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping, sehingga memperkecil tingkat kejadian HAIs di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Metode penelitian: Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian non eksperimental. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan penelitian survei cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling.

Hasil Penelitian: Frekuensi pengetahuan terbanyak adalah kategori tinggi yaitu 80% dari total responden, dan 8 responden (80%) patuh. Dan terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan petugas medis dalam penggunaan alat pelindung diri di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan hasil statistic Fisher’s Exact Test (p = 0,022). Semakin tinggi pengetahuan petugas mengenai APD, maka semakin tinggi kepatuhan petugas terhadap penggunaan APD di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping (p=0,013) menggunakan Spearman correlation.

Kesimpulan: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri petugas unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping, dan semakin tinggi pengetahuan maka semakin tinggi kepatuhan penggunaan APD petugas hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping.


(12)

xi ABSTRACT

Background: Healthcare-Acquired Infections (HAIs) often be an adverse effect of health service that increase the morbidity, mortality, and cost in hospitalized patients. One of the ways to prevent HAIs is using a standardized personal protective equipment (PPE).

Purpose: To analyze the relations between knowledge and the adherence is using personal protective equipment (PPE) in hemodialysis employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital to lessen the number of HAIs in Hemodialysis unit PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

Methods: This is a quantitative with analytic-observational design and cross-sectional approach’s research. They are collected by a total sampling technique. Results and Discussion: 80% of all respondents have the highest level of knowledge while 7 respondents (70%) obey in using the PPE. There is a significant positive relation between knowledge and hemodialysis employees’ adherence in using PPE in Hemodialysis unit PKU Muhammadiyah Gamping Hospital with statistical calculation using Fisher’s Exact Test (p=0,022). The higher the knowledge about PPE, the higher the adherence in using PPE in Hemodialysis unit PKU Muhammadiyah Gamping Hospital (p=0,013) using Spearman’s correlation.

Conclusion: This research concluded that there is a relation between knowledge

and hemodialysis employees’ adherence in using PPE in Hemodialysis unit PKU

Muhammadiyah Gamping Hospital. The higher the knowledge about PPE, the higher the adherence.


(13)

(14)

x INTISARI

Latar belakang: Healthcare Acquired Infections (HAIs) atau infeksi dapatan di pelayanan kesehatan sering menjadi efek samping dari perawatan kesehatan sehingga mengakibatkan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan biaya ekonomi untuk pasien rawat inap. Salah satu pencegahan HAIs yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang layak dan sesuai dengan prosedur.

Tujuan: Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petugas hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping, sehingga memperkecil tingkat kejadian HAIs di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Metode penelitian: Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian non eksperimental. Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan penelitian survei cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling.

Hasil Penelitian: Frekuensi pengetahuan terbanyak adalah kategori tinggi yaitu 80% dari total responden, dan 8 responden (80%) patuh. Dan terdapat hubungan yang positif signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan petugas medis dalam penggunaan alat pelindung diri di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan hasil statistic Fisher’s Exact Test (p = 0,022). Semakin tinggi pengetahuan petugas mengenai APD, maka semakin tinggi kepatuhan petugas terhadap penggunaan APD di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping (p=0,013) menggunakan Spearman correlation.

Kesimpulan: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri petugas unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping, dan semakin tinggi pengetahuan maka semakin tinggi kepatuhan penggunaan APD petugas hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping.


(15)

xi ABSTRACT

Background: Healthcare-Acquired Infections (HAIs) often be an adverse effect of health service that increase the morbidity, mortality, and cost in hospitalized patients. One of the ways to prevent HAIs is using a standardized personal protective equipment (PPE).

Purpose: To analyze the relations between knowledge and the adherence is using personal protective equipment (PPE) in hemodialysis employees at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital to lessen the number of HAIs in Hemodialysis unit PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

Methods: This is a quantitative with analytic-observational design and cross-sectional approach’s research. They are collected by a total sampling technique. Results and Discussion: 80% of all respondents have the highest level of knowledge while 7 respondents (70%) obey in using the PPE. There is a significant positive relation between knowledge and hemodialysis employees’ adherence in using PPE in Hemodialysis unit PKU Muhammadiyah Gamping Hospital with statistical calculation using Fisher’s Exact Test (p=0,022). The higher the knowledge about PPE, the higher the adherence in using PPE in Hemodialysis unit PKU Muhammadiyah Gamping Hospital (p=0,013) using Spearman’s correlation.

Conclusion: This research concluded that there is a relation between knowledge

and hemodialysis employees’ adherence in using PPE in Hemodialysis unit PKU

Muhammadiyah Gamping Hospital. The higher the knowledge about PPE, the higher the adherence.


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Health Acquired Infections (HAIs) atau infeksi dapatan di pelayanan kesehatan sering menjadi efek samping dari perawatan kesehatan sehingga mengakibatkan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan biaya ekonomi untuk pasien rawat inap. Kejadian HAIs banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utamanya (Wagner, 2014).

Dalam beberapa waktu ini, prevalensi HAIs di negara maju bervariasi dari 3,5% sampai 12%. The European Centers for Diseases Control melaporkan rata-rata prevalensi di negara Eropa adalah 7,1%. Lembaga tersebut menyebutkan estimasi ada 4.131.000 pasien terpapar paling tidak 4.544.100 episode HAIs setiap tahunnya di Eropa. Prevalensi HAIs berada di rentang 5,7% dan 19,1% di negara dengan pendapatan perkapita rendah dan sedang (World Health Organization (WHO), 2011).

Menurut L.Gayani, dkk., (2014) mengungkapkan diperkirakan sekitar 1,7 juta pasien di Amerika Serikat dipengaruhi oleh HAIs setiap tahun, dengan sekitar 100.000 pasien meninggal akibat komplikasi terkait dengan infeksi. Sedangkan Ashish P, dkk., (2014) menyatakan bahwa, diperkirakan prevalensi global HAIs pada waktu tertentu mendekati 4 milyar dan umumnya adalah Surgical Site Infections (SSI) atau Infeksi Luka Pasca Operasi (ILO). Di India,


(17)

risiko tertular SSI cukup tinggi yaitu sekitar 4% -30%. Pada survei yang dilakukan di 183 rumah sakit yang ada di Amerika Serikat didapatkan 504 kasus HAIs dari 504 infeksi tersebut, terdeteksi 452 dari 11.282 pasien, oleh karena itu 4,0% dari total pasien mengalami satu atau lebih infeksi terkait dengan perawatan kesehatan. Pneumonia adalah jenis yang paling umum, yaitu sekitar 21,8%. Kemudian diikuti oleh infeksi pasca bedah dengan prosentase yang sama yaitu 21,8% dan berikutnya adalah infeksi gastrointestinal yaitu menyumbang sekitar 17,1% (Centers for Disease Control (CDC), 2014).

Menurut WHO (2011), angka kejadian HAIs di negara berpendapatan tinggi bervariasi antara 3,5-12%. Prevalensi kejadian HAIs di negara Eropa sekitar 7,1% dan di Amerika angka kejadian HAIs sekitar 4,5% pada tahun 2002. Sedangkan pada negara berpendapatan rendah, angka kejadian HAIs lebih tinggi dibandingkan dengan negara berpenghasilan tinggi berkisar antara 5,7-19,1%. Prevalensi HAIs di Indonesia yang termasuk ke dalam negara berpendapatan menengah sekitar 7,1%.

Di Indonesia, berdasarkan data yang diambil pada tahun 2011-2012 di RS Pertamina Jakarta 99 dari 897 pasien mendapatkan kasus HAIs dengan prosentase sebagai berikut: Ventilator Acquired Pneumonia (VAP) 42,43 %, Bloodstream Infection (BSI) 33,33 %, Urinary Tract Infection (UTI) 21,21 %, dan Surgical Site Infection (SSI) 3,03 % (Sugiarto, 2014). Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan kejadian HAIs dari tahun 2010-2011 dari 0,37% menjadi 1,48%


(18)

3

kasus. Prevalensi kejadian HAIs di RSUD Setjonegoro dari bulan Juli 2009 - Desember 2011, kejadian infeksi saluran kemih (ISK) sebesar 0,33 per 1000 pasien rawat inap, infeksi luka operasi (ILO) sebesar l,21 per 1000 pasien rawat inap, pneumonia sebesar 0 per 1000 pasien rawat inap, sepsis sebesar 0,12 per 1000 pasien rawat inap, dekubitus sebesar 1,12 per 1000 pasien rawat inap, dan phlebitis sebesar 5,02 per 1000 pasien rawat inap (Ratna, dkk., 2012).

Sedangkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau didapatkan jumlah pasien operasi bersih yang menderita ILO pada bulan Oktober - Desember 2013 yakni sebanyak 13 dari 192 orang atau dengan angka kejadian sebesar 6,8% (Andy, dkk., 2015). Berdasarkan data dari Tim Pencegahan dan Pengendali Infeksi (Tim PPI) RS. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2012 terjadi 70 kasus Hospital Acquired Pneumonia (HAP) dari populasi berisiko sebanyak 3.778 pasien (prevalensi 1,85%) dan 21.590 total pasien yang dirawat (0,32%) dan meningkat menjadi 0,34% pada tahun 2013. Sedangkan dari hasil observasi yang dilakukan penulis selama 6 bulan di ruang Dahlia IV angka kejadian HAP mencapai 0,4% yang seharusnya angka ini nol (Kardi, dkk., 2015). Sedangkan HAIs yang terjadi di RS PKU Muhammadiyah Gamping, berdasarkan survey yang dilakukan oleh pihak RS PKU Muhammadiyah Gamping bulan Januari hingga September 2015 didapatkan data phlebitis sebesar 0,014 per 1000 pasien rawat inap, ISK sebesar 0,006 per 1000 pasien rawat inap, infeksi post transfusi


(19)

sebesar 0%, dan ILO sebesar 0,19% (Komite PPI RS PKU Muhammadiyah Unit II, 2015).

Ada enam mata rantai yang membentuk rantai infeksi yaitu : 1) Infectious agent, yaitu penyebab pertama dari infeksi. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi pada host virulensi kuman atau mikroorganisme Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Perawat dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo cenderung meningkatkan proses terjadinya infeksi (Potter and Perry, 2007). 2) Reservoir (sumber mikroorganisme) contohnya manusia, hewan, tumbuhantumbuhan, lingkungan umum (Kozier, 2008). 3) Portal of exit, yaitu suatu media untuk mikroorganisme berpindah dari reservoir ke host. Perpindahan ini tidak akan terjadi bila tidak terjadi infeksi, misalnya kontak kulit dengan infeksi (Smith and Duell, 2008). 4) Cara penyebaran, setelah meninggalkan sumber mikroorganisme, mikroorganisme membutuhkan cara penyebaran yang terdiri dari penyebaran langsung contohnya melalui droplet nuclei yang berasal dari petugas, pengunjung, dan pasien lainnya atau dari darah saat transfusi darah, penyebaran tidak langsung dapat berupa a) Penyebaran lewat perantara contohnya penularan mikroba pathogen melalui benda-benda mati contohnya peralatan medis, penularan mikroba pathogen melalui makanan dan minuman, penularan mikroba pathogen melalui air, b) Penyebaran lewat vektor yaitu hewan atau serangga terbang yang bertindak sebagai media transportasi agen infeksi dan penularan terjadi secara eksternal melalui pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel


(20)

5

pada tubuh vektor contohnya salmonella oleh lalat dan penularan secara internal terjadi pada mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor sehingga dapat terjadi perubahan biologis, contohnya parasit malaria dalam nyamuk (Tietjen, 2004), c) Penyebaran lewat udara contohnya droplet atau debu, penularan terjadi apabila mikroorganisme mempunyai ukuran sangat kecil dan dapat mengenai penderita dalam jarak yang jauh dan melalui pernafasan, contohnya staphylococcus dan tuberculosis (Kozier, 2010). 5) Portal of entry , yaitu barier yang efektif terhadap transmisi mikroorganisme. Sebelum menginfeksi individu, mikroorganisme harus masuk ke tubuh individu, kulit adalah barier terhadap agen infeksi tetapi apabila ada kerusakan pada kulit maka mudah menjadi pintu masuk mikroorganisme (Potter and Perry, 2007). 6) Inang yang rentan yaitu individu yang berisiko mengalami infeksi, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan individu terhadap infeksi, contohnya usia (individu yang sangat muda dan individu yang sangat tua), klien yang menerima pengobatan kanker yang menekan sistem imun (Kozier, 2010). Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi sebagai berikut: contact, droplet, airborne, common vehicles, dan vector borne (Potter and Perry, 2007). Jenis-jenis pencegahan infeksi nosokomial sebagai berikut : a) Penerapan standar precaution meliputi : Mencuci tangan, Menggunakan alat pelindung diri, contohnya sarung tangan, masker wajah, baju pelindung dan pelindung mata, b) Kewaspadaan isolasi, c) Pembersih, desinfeksi dan sterilisasi, d) Antiseptik dan aseptik. Peran perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial yaitu perawat yang menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi


(21)

bertanggung jawab untuk mengidentifikasi infeksi nosokomial, melakukan penyelidikan terhadap jenis infeksi dan organisme yang menginfeksi, berpartisipasi dalam pelatihan, surveilans infeksi di rumah sakit, berpartisipasi dalam penelitian Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Perawat dengan Perilaku Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo dan praktik terkini dalam mencegah, medeteksi dan mengobati infeksi, memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan pengendalian infeksi (Kozier, 2010).

Dalam penelitian yang berdasarkan Healthcare Cost and Utilization

Project Nationwide Inpatient Sample, didapatkan bahwa HAIs dapat

meningkatkan resiko kematian, memperpanjang lamanya rawat inap, dan pengeluaran biaya rawat inap yang lebih tinggi. Pasien trauma dengan sepsis memiliki risiko kematian 6 kali lebih lebih tinggi dengan HAIs lainnya yang memiliki resiko kematian 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi dari pasien yang tidak mengalami HAIs. Selain itu, pasien dengan HAis memliki Length of Sick (LOS) dan biaya rawat inap yang kira kira 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa HAIs (Glance, 2011). Kelebihan biaya akibat HAIs terkait dengan tes tambahan diagnostik atau tambahan lamanya rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian oleh London School of Hygiene and Tropical Medicine HAIs diperkirakan menghabiskan biaya sekitar $1 miliar per tahun. Pasien mengeluarkan biaya 2,8 kali lebih tinggi daripada pasien tanpa HAIs, dengan rata-rata penambahan biaya sekitar $3000. Sehubungan dengan


(22)

7

lamanya rawat inap, pasien dengan HAIs menghabiskan waktu sekitar 2,5 kali lebih lama di rumah sakit dibanding pasien tanpa HAIs (Angelis, 2010).

HAIs merupakan infeksi yang didapat di rumah sakit yang terjadi selama perawatan kesehatan. HAIs dapat menimbulkan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan. Dari survei yang dilakukan di US didapatkan 440.000 pasien rawat inap dengan HAIs dan biaya tahunan mereka mencapai $9,8 milyar. Lebih dari sepertia biaya tersebut disebabkan karena SSI dan seperempatnya karena VAP dan Catheter-Associated Urinary Tract Infections (CAUTI) (Zimlichman, 2013). Meskipun terdapat kemajuan besar dalam intervensi pengendalian infeksi, HAIs tetap menjadi masalah kesehatan dan ancaman keselamatan pasien yang utama di dunia. SSI adalah yang paling umum. Untuk perawatan individu pasien, SSI terkait dengan rawat inap lebih lama, rasa sakit, ketidaknyamanan, penyembuhan luka tertunda, cacat yang lama atau menetap, dan dalam kasus terburuk hingga kematian. Selain itu, SSI menempatkan beban ekonomi yang signifikan pada sistem kesehatan, keuangan dan sumber daya pasien karena rawat inap yang panjang dan peningkatan biaya pengobatan (Ashish P, 2014).

Penggunaan kateter vena sentral memberi kontribusi besar terjadinya komplikasi infeksi pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK) hemodialisis, meskipun hanya digunakan pada sebagian kecil dari penderia PGK yang menjalani hemodialisis (Pisoni, 2002). Penggunaan kateter vena sentral saat hemodialisis yang menimbulkan reaksi panas pada pasien menunjukkan bahwa kateter tersebut mengalami bakterimia dan infeksi (Daugirdas, dkk.,


(23)

2007). Akses vaskuler yang rutin dialakukan setiap menjalani hemodialisis bisa mengakibatkan kondisi bakterimia dan infeksi yang akan meningkatkan komorbiditas pasien PGK yang berakhir pada kematian (Erika, dkk., 2000). Penggunaan AV fistula sebagai alat yang menghubungkan blood line dengan vaskuler pasien berkontribusi terhadap kejadian masuknya bakteri Staphylococcus aureus ke tubuh pasien. Kejadian ini bisa berupa bakterimia dengan tanpa gejala dan lebih lajut mengakibatkan endokarditis. Kondisi yang berlangsung lama dan berkelanjutkan akan mengakibatkan kerusakan pada tempat akses vaskuler atau AV shunt (Linnemann, dkk., 1978). Erika, dkk., (2000) menyebutkan kerentanan pasien terkena infeksi nosokomial dengan hemodialisis kronis diakibatkan karena kondisi komorbiditas, uremik toxisitas dan anemia kronis karena PGK yang semuanya diyakini berkontribusi terhadap penekanan atau penurunan sistem kekebalan tubuh. Loho & Pusparini (2000) menyebutkan bahwa hepatitis B dan HIV merupakan penyakit infeksi yang bisa menular pada pasien hemodialisis karena terjadi infeksi silang saat hemodialisis. Kadar ureum yang tinggi pada pasien hemodialisis akan mempengaruhi sistem imunologi yaitu berupa pembentukan antibodi yang tidak memadai, stimulataion peradangan, kerentanan terhadap kanker, mengakibatkan malnutrisi yang akan berdampak pada penurunan kadar Hemoglobin (Hb), mudah terinfeksi dan sistem kekebalan yang menurun (Glorieux, dkk., 2007; Daugirdas, dkk., 2007). Kondisi pasien ini tentunya akan rentan terhadap infeksi karena kadar ureumnya masih tinggi, maka dari itu diperlukan berbagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang


(24)

9

bersih agar meningkatkan derajat kesehatan pasien maupun pekerja, dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa :

ي طت لا بحي يبا تلا بحي ه إ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan

menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Q.S Al-Baqarah: 222)

ا ّ ه ا ُبحي ٌفيظ بّيّطلا ُبحي ٌبّيط لاعت د جلا ُبحي ٌداّ ج م كلا ُبحي ٌمي ك ةفاظّ ل

مكتي فاا فّظ ف م تلا ا

“Sesungguhnya Allah itu baik, mencintai kebaikan, bahwasanya Allah itu bersih, menyukai kebersihan, Dia Maha Mulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah menyukai keindahan, karena itu bersihkan

tempat-tempatmu” (HR. Turmudzi).

Mikroba/mikroorganisme yang menetap atau temporer normal terdapat pada kulit manusia. Flora yang menetap merupakan flora yang protective dan kurang terkait dengan HAIs, tapi dapat menyebabkan kontaminasi pada bagian tubuh yang steril, mata dan kulit yang tidak intak. Sedangkan flora yang temporer berkoloni di permukaan kulit dan biasanya sering menyebabkan HAIs jika mereka didapat dan diteruskan dari tenaga kerja medis ketika kontak langsung dengan pasien atau terkena lingkungan yang tercemar. Tangan tenaga kerja yang tercemar merupakan jalan yang paling mudah untuk mentransmisikan HAIs. Hand hygiene adalah cara paling efektif untuk menilai pencegahan HAIs. Sarung tangan mencegah kontaminasi dari tangan tenaga kerja, mengurangi transmisi dari patogen, dan membantu mengontrol wabah/outbreak. Bagaimanapun, sarung tangan tidak mencegah transmisi


(25)

mikroorganisme dan HAIs kecuali dikombinasikan dengan cara lain, termasuk hand hygiene. Sarung tangan harus digunakan sesuai dengan indikasi penggunaannya dan pelepasannya. Penggunaan alat pelindung diri (APD) memberikan penghalang fisik antara mikroorganisme dengan pamakai. Kadang hal itu memproteksi dengan mecegah mikroorganisme dari tangan yang terkontaminasi, mata, dan pakaian dan penularan kepada pasien lain dan Perawat kesehatan (International Federation of Infection Control, 2011). B. Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Perawat Unit Hemodialisis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Perawat Unit Hemodialisis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan penggunaan APD pada Perawat Unit Hemodialisis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.

b. Mengetahui kepatuhan pengunaan APD pada Perawat di Unit Hemodialisis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.


(26)

11

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Rumah Sakit

a. Meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan dalam penggunaan APD di Unit Hemodialisis PKU Muhammadiyah Gamping.

b. Memperkecil tingkat kejadian HAIs di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping .

2. Bagi praktisi kesehatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada tenaga medis khususnya dalam melakukan tindakan dengan menggunakan APD sesuai prosedur sehingga terhindar dari segala kemungkinan HAIs di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

3. Bagi lembaga atau institusi pendidikan

Sebagai pengembangan pengetahuan baik kalangan mahasiswa pendidikan sarjana profesi agar dapat melaksanakan pencegahan serta pengendalian HAIs yang berhubungan dengan penggunaan APD.

4. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan sarana belajar untuk menambah wawasan dan mengetahui lebih dalam tentang penggunaan APD di unit hemodialisis rumah sakit dan hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.


(27)

E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelian Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Esty

Mampuni Pangastut i, 2014

Evaluasi Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Perawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.

Kepatuhan Perawat tentang penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di

RS PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sebagaian besar adalah Patuh.

Rancangan penelitian dilakukan secara cross sectional. Penelitian dilkakukan di RS PKU Muhammadiya h Gamping.

Meneliti tentang hubungan

pengetahuan

dengan kepatuhan penggunaan APD di Unit Hemodialisa sedangkan

penelitian terdahulu meneliti tentang Evaluasi Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Perawat.

Nama Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan Karmila,

2014

Pengaruh

Pengetahuan, Sikap dan Kepatuhan Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Sari Mutiara Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang

berhubungan dengan

penggunaan alat pelindung diri adalah sikap dan kepatuhan. Variabel yang memberikan pengaruh paling besar adalah kepatuhan . Meneliti tentang penggunaan APD. Desain penelitian menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

Meneliti di Unit Hemodialisa

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping

sedangkan penelitian sebelumnya

meneliti di ruang rawat inap RS Sari Mutiara Medan.


(28)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pengetahuan

a. Definisi

Pada dasarnya manusia selalu mencari kebenaran untuk suatu pengetahuan yang baru dan pengetahuan inilah yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Adapun menurut Budiman dan Agus (2013) menjelaskan tentang definisi pengetahuan.

Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik langsung maupun tidak langsung (Budiman dan Agus, 2013).

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan dapat mempengaruhi prilaku dan sikap seseorang, namun banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan itu sendiri. Adapun menurut Budiman & Agus (2013) menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya sebagai berikut:


(29)

1) Pendidikan

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana diharapkan seseorang dengan pendididkan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh juga pada pendidikan nonformal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif terhadap objek yang diketahui, maka akan menumbuhkan sikap yang semakin positif terhadap objek tersebut.

Pendidikan dijelaskan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekoalah (baik formal maupun nonformal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar maka dari itu, semakin seseorang memiliki pendidikan yang tinggi, maka semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan yang tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa. Semakin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan tentang kesehatan.


(30)

15

2) Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek

(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau

peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa juga membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentukanya pengetahuan terhadap hal tersebut.

Informasi adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news.” (Oxford English Dictionary). Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Adanya perbedaan definisi informasi pada hakikatnya dikarenakan sifatnya yang tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan terhadap dunia sekitar kita, serta diteruskan melalui komunikasi. Informasi mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, dan basis data.


(31)

3) Sosial, budaya dan ekonomi

Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukannya baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.

4) Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

5) Pengalaman

Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang


(32)

17

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

6) Usia

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu utnuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia dini. Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

c. Jenis Pengetahuan

Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Penjelasan tentang jenis pengetahuan menurut Budiman & Agus (2013) di antaranya sebagai berikut:

1) Pengetahuan implisist

Pengetahuan implisist adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, prespektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit unuk


(33)

ditransfer ke orang lain baik secara tertulis maupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.

Contoh: seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan, namun ternyata dia merokok.

2) Pengetahuan eksplisit

Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

Contoh: seseorang yang telah mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan dan ternyata dia tidak merokok.

d. Tahapan Pengetahuan

Dibutuhkan tahapan kemampuan untuk memahami informasi agar mendapatkan pengetahuan. Tahapan pengetahuan menurut Benjamin S. Bloom (1956) dalam Budiman dan Agus (2013) ada enam tahapan, yaitu sebagai berikut:

1) Tahu

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Misalnya ketika seorang perawat diminta untuk menjelaskan tentang imunisasi campak, orang yang berada pada tahapan ini dapat menguraikan


(34)

19

dengan baik dari definisi campak, manfaat imunisasi campak, waktu yang tepat pemberian imusnisai campak, dan sebagainya. 2) Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut.

3) Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi tersebut secara benar.

4) Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis

Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.


(35)

e. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat diukur melalui kuesioner atau angket yang dijelaskan oleh Arikunto (2006) bahwa pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuesioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat juga disesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut di atas. Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan scoring.

f. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Budiman & Riyanto (2013) pengetahuan seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai prosentase sebagai berikut :

1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥75%. 2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56-74%. 3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤55%. 2. Kepatuhan

a. Definisi

Kepatuhan adalah ketaatan seseorang pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan meupakan suatu permasalahan bagi semua disiplin kesehatan, salah satunya pelayanan perawatan di rumah sakit. (Niven, 2008). Artinya kepatuhan penggunaan APD adalah ketaatan


(36)

21

seseorang atau perawat dalam menggunakan APD sesuai dengan prosedur, indikasi dan tujuan yang telah ditetapkan pihak rumah sakit. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut Nahampun, (2009) beberapa faktor berikut dapat mempengaruhi kepatuhan:

1) Pengetahuan

Notoatmojo, (2010) menyatakan pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya, diantaranya mata, hidung, telinga dan sebagainya. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

2) Sikap

Notoatmojo, (2010) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi atau respon emosional terhadap stimulus yang lebih bersifat penilaian atau evaluasi pribadi, dan akhirnya dilanjutkan dengan kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Robbin, (1996) menyatakan bahwa sikap cenderung merespon positif atau negatif terhadap suatu objek, dan perubahan sikap atau perilaku tersebut dimulai dari kepatuhan. Komponen pokok sikap terdiri dari beberapa tindakan diantaranya: menerima, merespon, mengahargai, dan bertanggung jawab.


(37)

3) Sarana (Peralatan)

Siagian, (1992) menyatakan bahwa sarana kerja adalah jenis peralatan yang dimiliki oleh organisasi dan dipergunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka mengembangkan misi organisasi yang bersangkutan. Unit Hemodialisis dilengkapi dengan berbagai sarana (peralatan) yang mendukung kelancaran pelaksanaan hemodialisis, komponen utamanya adalah mesin dialisis, dialyzer, dialysate, blood line dan fistula needles.

4) Prasarana (Fasilitas)

Juaran, (1995) berpendapat bahwa fasilitas merupakan salah satu dari sumber daya yang memungkinkan seseorang untuk berperilaku tertentu. Fasilitas dalam arti luas juga mencakup prasarana yang tersedia dalam fungsinya untuk mendukung pencapaian suatu tujuan suatu kegiatan.

5) Peraturan

Asshiddqie, (2009) pengertian peraturan dalam arti luas dapat pula mencakup putusan-putusan yang bersifat administratif yang meskipun tidak bersifat mengatur, tapi dapat dijadikan dasar bagi upaya mengatur kebijakan yang lebih teknis. Sedangkan menurut Komaruzaman, (2009) peraturan adalah suatu aturan yang bertujuan untuk menjadi beraturan secara struktur maupun sistematika dari suatu proses yang dijalani secara teratur dan berstruktur.


(38)

23

6) Pelatihan

Menurut Notoatmojo, (1989) pelatihan atau training adalah salah satu bentuk proses pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman belajar yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku mereka. Pelatihan menunjukan kepada penambahan penegtahuan dan keterampilan pegawai atau tenaga kerja yang sudah ada agar pegawai melaksanakan pekerjaan dengan baik dan efektif, serta menyiapkan mereka untuk pengembangan selanjutnya. Dengan demikian pelatihan dapat dipakai sebagai salah satu cara atau metode pendidikan khusus di dalam meningkatkan atau menambah pengetahuan atau keterampilan pegawai. Dengan pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan sehingga dapat terjadi peningkatan kerja.

7) Supervisi

Helen, (1980) supervisi adalah kegiatan mengawasi, meneliti, dan memerikas yang dipandang sebagai proses dinamis dengan memberikan dorongan dan partisipasi dalam pengembangan diri staf. Sedangkan menurut Kron, (1991) dalam makalah Ilyas (1995) supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap


(39)

personil dengan sabar, adil, merata serta bijaksana sehingga setiap personil dapat memberikan asuhan kepersonilan dengan baik, terampil, aman, cepat, dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari personil.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Penggunaan APD Menurut Niven (2008) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan, yaitu:

1) Ketidak nyamanan dalam penggunaan APD selama bekerja

Ini merupakan alasan yang paling banyak dikemukakan oleh para pekerja. Ketidak nyamanan disini diantaranya adalah panas, berat, berkeringat atau lembab, sakit, pusing, sesak dan sebagainya. APD menggangu kelancaran dan kecepatan pekerjaan dan juga susah menggunakan dan merawat APD.

2) Presepsi bahaya

Merasa bahwa pekerjaan tersebut tidak berbahaya atau berdampak pada kesehatannya. Terutama bagi para pekerja yang sudah bertahun-tahun melakukan pekerjaan tersebut.

3) Pemahaman dan pengetahuan yang belum memadai

Kesalah pahaman terhadap fungsi APD akibat kurangnya pengetahuan akan fungsi dan kegunaan APD.


(40)

25

3. Unit Hemodialisis a. Definisi

Unit hemodialisis (HD) merupakan salah satu bagian bentuk layanan kesehatan bagi masyarakat dari suatu rumah sakit. Hemodialisis merupakan salah satu terapi bagi penderita penyakit ginjal kronis disamping peritonial dialisis dan transplantasi ginjal. Hemodialisis merupakan prosedur yang cukup aman dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit ginjal kronis namun komplikasi akibat hemodialisis sering terjadi, dengan semakin lamanya penderita menjalani hemodialisis maka semakin sering terpapar oleh efek samping dari hemodialisis baik akut maupun kronis seperti dialysis disequilibrium syndrome, hipotensi, HAIs. Penjelasan menurut Dharmeizar (2012) terdapat organisasi dan pelayanan unit hemodialisa adalah sebagai berikut:

1) Fasilitas pelayanan hemodialisis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan dialisis, baik di dalam maupun diluar RS.

2) Unit pelayanan hemodialisis adalah pelayanan hemodialisis di rumah sakit.

3) Klinik hemodialisis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan hemodialisis kronik diluar rumah sakit secara rawat jalan dan mempunyai kerja sama dengan rumah


(41)

sakit yang menyelenggarakan pelayanan itu sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukannya.

b. Ketenagaan di Unit Hemodialisis

Menurut Dharmeizar (2012) menjelaskan tentang ketenagaan di Unit Hemodialisis (HD) sebagai berikut:

Tabel 2. Ketenagaan di Unit HD

Keterangan Kompetensi Jabatan dan Uraian Tugas Tenaga

medis

Dokter Sp.PD-KGH Supervisor/dokter penanggung jawab Dokter Sp.PD

bersertifikat HD

Dokter penanggung jawab/pelaksana

hemodialysis Dokter umum

bersertifikat HD

Dokter pelaksana hemodialysis

Perawat Perawat bersertifikat HD

Perawat mahir Perawat lulusan

Akademi Keperawatan

Perawat biasa yang membantu tugas perawat mahir

Teknisi Minimal SMU/STM Teknisi atau perawat dengan pelatihan khusus mesin dialisis perlengkapannya, menjalankan dan merawat mesin dialisis dan pengolah air, bekerja sama dengan teknisi pabrik pembuatnya. Tenaga

administrasi

Mengelola administrasi layanan hemodialisis.

Tenaga pendukung lain


(42)

27

c. Fasilitas Ruang HD

Unit hemodialisis (HD) merupakan salah satu bagian bentuk layanan kesehatan bagi masyarakat dari suatu rumah sakit yang memiliki fasilitas yang sangat kompleks. Penjelasan menurut Dharmeizar (2012) terdapat organisasi dan pelayanan unit hemodialisis adalah sebagai berikut:

1) Memenuhi standar keamanan gedung sesuai aturan pemerintah. 2) Tersedia generator listrik.

3) Tersedia fasilitas kebakaran (alat pemadam api ringan (APAR) / Hydrant).

4) Tersedia ruang Janitor & Disposal.

5) Tempat penyimpanan bahan berbahaya beracun (B3) (material safety data sheet (MSDS) & simbol).

6) Jalur evakuasi.

7) Emergency call system.

8) Tempat tidur/kursi pasien harus memiliki pengaman sesuai standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS).

9) Lingkungan aman, nyaman dan privasi pasien terjaga.

10) Alat medis standar seperti stetoskop, tensimeter, timbangan berat badan, termometer dan sebagainya dengan jumlah sesuai kebutuhan.

11) Troli emergensi dan perlengkapan resusitasi jantung paru (RJP) sekurang-kurangnya terdiri dari ambu viva, defibrillator, peralatan


(43)

suction, endotracheal tube, monitor elektrokardiogram (EKG), oksi meter.

12) Ruang reuse dan penyimpanan dialiser reuse. 13) Peralatan reuse dialiser manual atau otomatis.

14) Ruangan pengolahan air (Advancement of Medical Instrumentation (AAMI) standard).

15) Ruangan sterilisasi alat.

16) Ruangan penyimpanan obat & alat/bahan medis habis pakai (BMHP) (suhu terpantau).

17) Mempunyai sarana pembuangan dan pengolahan limbah medis. 18) Peralatan HD.

d. Alat Pelindung Diri

1) Pelayanan pasien dengan luka, tindakan menjahit, bedah minor, rawat luka pasien resiko rendah (pasien tanpa human immunodeficiency virus (HIV), Hepatitis B/C, dan penyakit menular berbahaya lainnya yang ditularkan lewat cairan tubuh): a) Pelindung pernafasan: masker bedah.

b) Pelindung tangan: sarung tangan bersih atau sarung tangan steril menyesuaikan dengan jenis tindakan dan kondisi luka. 2) Pelayanan pasien dengan luka, tindakan menjahit, bedah minor,

rawat luka pasien resiko tinggi (pasien dengan HIV, Hepatitis B/C, dan penyakit menular berbahaya lainnya yang ditularkan lewat, cairan tubuh):


(44)

29

a) Pelindung mata: spectacle google. b) Pelindung kepala: tutup kepala.

c) Pelindung respirasi/hidung/mulut: masker bedah. d) Pelindung tubuh: apron/scotch/celemek.

e) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih dipasang double dengan sarung tangan panjang bila ada. Bila tidak ada di double dengan sarung tangan sejenis.

f) Pelindung kaki: sepatu boot karet.

3) Pelayanan pasien dengan penyakit paru menular berbahaya (Tuberkulosis (TBC), pneumonia):

a) Pelindung pernafasan: masker respirator N95. b) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih.

4) Pelayanan pasien dengan kemungkinan sangat tinggi terpapar cairan tubuh baik pada pasien infeksius maupun tidak:

a) Pelindung mata pelindung mata: spectacle google. b) Pelindung kepala: tutup kepala.

c) Pelindung respirasi/hidung/mulut: masker bedah. d) Pelindung tubuh: apron/scotch/celemek.

e) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih dipasang double dengan sarung tangan panjang bila ada. Bila tidak ada di double dengan sarung tangan sejenis.

f) Pelindung kaki: sepatu boot karet.


(45)

a) Pelindung hidung/mulut: masker bedah. b) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih.

6) Pelayanan pasien dengan risiko terpapar cairan tubuh minimal: a) Pelindung hidung/mulut: masker bedah.

b) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih. e. Konsep Pelayanan Hemodialisis

1) Dilakukan secara komprehensif (mulai pengkajian – evaluasi). 2) Pelayanan dilakukan sesuai Standar Prosedur Operasional

Hemodialisis dan Intruksi Kerja.

3) Peralatan yang tersedia harus memenuhi kriteria standar (kalibrasi secara berkala oleh badan terakreditasi).

4) Semua tindakan harus terdokumentasi didalam form pemantauan HD dalam rekam medis pasien.

5) Harus ada sistem monitoring dan evaluasi. f. Pengendalian Infeksi di Unit HD

1) Seluruh Perawat medis dan perawat dilatih untuk dapat melaksanakan pencegahan umum (universal precaution) di unit dialisis.

2) Pencegahan umum dilaksanakan di unit dialisis pada segala tindakan perawatan pasien.

3) Tersedia sarana untuk mencuci tangan (wastafel/hand rub) di setiap area pelayanan pasien sehingga cuci tangan dapat dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.


(46)

31

4) Tersedia alat pelindung diri (APD).

5) Semua Perawat termasuk penjaga unit dialisis diajarkan dengan instruksi yang jelas dalam menangani tumpahan darah dan bahan kimia di alat–alat dan lantai.

6) Tersedia pembuangan sampah infeksi dan non infeksi.

7) Semua peralatan yang ternodai oleh darah harus di rendam dan dibersihkan dengan larutan sodium hipoklorit 1:100 jika peralatan itu tahan terhadap bahan kimia tersebut.

8) Semua pasien baru atau pasien yang kembali ke unit dialisis setelah menjalani dialisis di lokasi yang mempunyai risiko tinggi atau tidak diketahui derajat risikonya harus diperiksa kembali Hepatitis B surface Antigen (HbsAg) dan Anti-Hepatitis C Virus (Anti– HCV).

9) Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengidap virus Hepatitis B (HBV), tidak pada pengidap virus Hepatitis C (HCV) dan HIV.

10) Pemakaian dialiser proses ulang pada kasus infeksi hanya diperkenankan pada pasien pengidap HCV, akan tetapi dilarang pada pengidap HBV dan HIV.

11) Sebaiknya ruangan menggunakan tekanan negative. g. Infeksi Selama Hemodialisis

Proses hemodialisis memerlukan komponen utama agar proses bisa berjalan dengan sempurna yaitu mesin dialisis, dialyzer, dialysate,


(47)

blood line dan fistula needles. Ketersediaan akses yang baik merupakan syarat mutlak dilakukan tindakan dialisis. Sehingga prosedur yang tepat saat menyiapkan mesin, menyiapkan komponen hemodialisis dan akses vaskular mutlak harus benar dan tepat karena pasien penyakit ginjal kronis (PGK) sangat rentan terkena infeksi. Menurut Association for professionals in infection control and epidemiology (APIC) pasien PGK dengan hemodialisis sangat rentan terhadap perkembangan infeksi kesehatan terkait karena beberapa faktor termasuk paparan perangkat invasif, imunosupresi, komorbiditas pasien, kurangnya hambatan fisik antara pasien dalam lingkungan hemodialisis rawat jalan, dan sering kontak dengan Perawat layanan kesehatan dalam prosedur dan perawatan (APIC, 2010). Infeksi yang terjadi pada pasien hemodialisis dapat berasal dari sumber air yang dipakai, sistem pengolahan air pada pusat dialisis, sistem distribusi air, cairan dialysate, serta mesin dialisis. Komplikasi tersering kontaminasi cairan dialisis adalah reaksi pirogenik dan sepsis yang disebabkan bakteri gram negatif. Selain itu, infeksi dapat juga terjadi oleh mikroorganisme yang ditularkan melalui darah seperti virus hepatitis B (HBV), human immunodeficiency virus (HIV), dan lain-lain. Infeksi merupakan penyebab utama meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian pada pasien hemodialisis. Penyebab tingginya infeksi pada pasien PGK adalah menurunnya sistem imun, adanya penyebab sekunder (diabetes, penyakit jantung, dan lain-lain) yang pada


(48)

33

akhirnya memperberat risiko infeksi (Loho & Pusparini, 2000). Disisi lain menurut Sukandar (2006) febris selama atau sesudah hemodialisis mungkin berhubungan dengan reaksi pirogen dari prosedur hemodialisis atau infeksi mikroorganisme (bakteri, parasit, virus atau keganasan). Penyebab febris pasien PGK dengan hemodialisis adalah TB paru, keganasan saluran cerna, reaktivitas Systemic Lupus Erythematosus (SLE), endokarditis bakterial akut, devertikulosis, infeksi akses vaskuler, trombosisis pada Arteriovenosus Shunt (AV shunt) perikarditis, efusi pleura, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dan infeksi penyakit ginjal polikistik.

h. Beberapa Penyebab Infeksi pada Pasien Hemodialisis

Tindakan hemodialisis merupakan suatu tindakan invasif yang mempunyai risiko untuk terjadinya infeksi. Pada pasien PGK terjadi perubahan sistem imun yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, dan keadaan ini mempermudah terjadinya infeksi. Infeksi merupakan risiko utama pada pasien hemodialisis kronik (telah menjalani hemodialisis lebih dari 3 bulan). Pasien hemodialisis juga mengalami peningkatan risiko terhadap infeksi virus yang dapat ditularkan lewat darah (Blood Borne Virus/ BBV) seperti hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan Human T Lymphotropic Virus sel (HTLV) (Bhattacharyaa et al., 2009). Pasien hemodialisis kronik beresiko tinggi untuk terkena infeksi jika dibandingkan dengan pasien nonhemodialisis. Hal ini karena proses


(49)

hemodialisis memerlukan akses vaskular untuk waktu yang lama. Dalam sebuah lingkungan di mana beberapa pasien menerima dialisis bersamaan, terjadi kesempatan berulang untuk transmisi antar pasien, secara langsung maupun tidak langsung melalui perangkat yang terkontaminasi, peralatan dan perlengkapan, atau melalui tangan petugas. Selain itu, pada pasien hemodialisis yang mengalami imunosupresi terjadi peningkatan kerentanan terkena infeksi, dan mereka yang sering memerlukan rawat inap sehingga meningkatkan peluang mereka untuk paparan infeksi nosokomial. Berdasarkan pengkajian retrospektif yang dilakukan pada lima instalasi hemodialisis di kota Tabriz yang terletak di negara Iran pada tahun 2012, didapatkan ada tiga faktor risiko utama yang mempengaruhi terjadinya penularan infeksi BBV yaitu, riwayat transfusi darah, riwayat transplantasi ginjal, dan durasi dari terapi hemodialisis. Prevalensi BBV pada populasi pasien hemodialisis sangat bervariasi antara satu negara dan negara lain. Laporan dari berbagai negara menunjukkan prevalensi berkisar 12-29% pada kelompok pasien HD. Blood Borne Virus telah diketahui sebagai salah satu bahaya yang dapat mengancam bagi pasien dan petugas di instalasi hemodialisis. Berikut ini adalah prosedur yang dapat menyebabkan penyebaran infeksi melalui hemodialysis:


(50)

35

1) Prosedur pemasangan dan insersi akses vaskuler hemodialisis Minga, Flanagan dan Allon (2001) melaporkan bahwa terjadi 8,2/100 pemasangan AV graff setiap tahunnya dan mempengaruhi kadar albumin menjadi rendah (<3,5 g/dl). Infeksi ini terjadi di bawah satu bulan pemasanagan sebesar 15%, 1 – 12 bulan 44% dan diatas satu tahun 41%. Penyebab inifeksi ini karena patogen gram positif sebesar 97 % kasus, terutama Staphylococcu aureus (60%) dan Staphylococcus epidermidis (22%).

Penggunaan kateter vena sentral memberi kontribusi besar terjadinya komplikasi infeksi pada pasien PGK hemodialisis, meskipun hanya digunakan pada sebagian kecil dari penderia PGK yang menjalani hemodialisis (Pisoni, 2002). Penggunaan kateter vena sentral saat hemodialisis dan menimbulkan reaksi panas pada pasien menunjukkan bahwa kateter tersebut mengalami bakterimia dan infeksi (Daugirdas, dkk., 2007). Terjadinya infeksi merupakan alasan utama untuk penghapusan kateter ini, dan serangan infeksi aliran darah yang terkait dengan kateter mengakibatkan perawatan yang membutuhkan biaya besar dan peningkatan mortalitas (Moist, 2008).

Akses vaskuler yang rutin dialakukan setiap menjalani hemodialisis bisa mengakibatkan kondisi bakterimia dan infeksi yang akan meningkatkan komorbiditas pasien PGK yang berakhir pada kematian (Erika, dkk., 2000). Penggunaan AV fistula sebagai


(51)

alat yang menghubungkan blood line dengan vaskuler pasien berkontribusi terhadap kejadian masuknya bakteri Staphylococcus aureus ke tubuh pasien. Kejadian ini bisa berupa bakterimia dengan tanpa gejala dan lebih lajut mengakibatkan endokarditis. Kondisi yang berlangsung lama dan berkelanjutkan akan mengakibatkan kerusakan pada tempat akses vaskuler atau AV shunt. Tindakan penghapusan AV shunt adalah salah satu tindakan untuk mengatasi masalah ini dan menggantinya di vaskuler yang lain (Linnemann, dkk., 1978).

2) Infeksi karena kerentanan pasien PGK

Erika, dkk., (2000) menyebutkan kerentanan pasien terkena infeksi nosokomial dengan hemodialisis kronis diakibatkan karena kondisi komorbiditas, uremik toxisitas dan anemia kronis karena PGK yang semuanya diyakini berkontribusi terhadap penekanan atau penurunan sistem kekebalan tubuh. Erika, dkk., (2000) melaporkan bahwa infeksi nosokomial yang sering terjadi adalah ISK, infeksi vaskuler, pneumonia dan diare karena infeksi. Loho & Pusparini (2000) menyebutkan bahwa hepatitis B dan HIV merupakan penyakit infeksi yang bisa menular pada pasien hemodialisis karena terjadi infeksi silang saat hemodialisis. Kadar ureum yang tinggi pada pasien hemodialisis akan mempengaruhi sistem imunologi yaitu berupa pembentukan antibodi yang tidak memadai, stimulataion peradangan, kerentanan terhadap kanker,


(52)

37

mengakibatkan malnutrisi yang akan berdampak pada penurunan kadar Hemoglobin (Hb), mudah terinfeksi dan sistem kekebalan yang menurun (Glorieux, dkk., 2007; Daugirdas, dkk., 2007). Kondisi pasien ini tentunya akan rentan terhadap infeksi karena kadar ureumnya masih tinggi.

3) Infeksi karena komponen Hemodialisis

Komponen hemodialisis terdiri dari mesin hemodialisis, dialyzer, dialysate, blood line dan AV fistula. Pada proses hemodialisis yang adekuat dan berdasarkan prosedur yang benar akan meminimalkan terjadinya infeksi dan reaksi inflamsi pada pasien hemodialisis. Reaksi pirogen, terkait dengan cairan dialysate, manifestasi klinis sama dengan infeksi yaitu demam, tetapi yang membedakan adalah deman karena reaksi pirogen akan berhenti seiring dengan berhentinya proses hemodialisis (Daugirdas, dkk., 2007). Reaksi inflamasi tidak hanya dari dialysate saja akan tetapi bisa dari dialyzer, blood line dan perangkat mesin hemodialisis. Kebocoran dialyzer, priming yang tidak baik, reuse dialyzer, desinfectan mesin yang tidak sesuai dan insersi vena tidak memperhatikan septic aseptic merupakan faktor yangbisa mengakibatkan reaksi infeksi pada pasien hemodialisis.

Secara umum manifestasi gejala inflamasi karena faktor tersebut sama. Kontaminasi pada mesin hemodialisis bisa mengakibatkan infeksi oleh gram negatif dan jamur. Kejadian ini


(53)

dikarenakan proses desinfectan mesin yang kurang baik dan pengelolaan air reverse osmosis sebagai water tretement yang tidak sesuai dengan prosedur yang baik (Daugirdas, dkk., 2007).

i. Pengelolaan Infeksi Hemodialisis

Keterlambatan penanganan infeksi pada pasien hemodialisis merupakan penyebab utama tingginya angka morbiditas (Daugirdas, dkk., 2007). Pencegahan infeksi merupakan tanggung jawab bersama dan melibatkan semua yang berhubungan dengan proses dan prosedur teknis atau administratif hemodialisis yang meliputi tenaga medis, para medis, tenaga administratif, Perawat kebersihan, keluarga pasien, pengunjung pasien dan pasien (APIC, 2010). Semua Perawat paramedis, medis, administrtif dan Perawat kebersihan harus pernah di beri pelatihan tentang cara dan tehnik pencegahan infeksi. Program ini dilakukan agar pencegahan infeksi bisa berjalan denagan baik dan semua bisa terlibat didalamnya.

j. Cara Pencegahan Infeksi di Unit Hemodialisis (APIC, 2010) 1) Kebersihan lingkungan HD

a) Gunakan desinfectan yang sesuai dengan standar dan ketersediaannya di setiap unit hemodialisis.

b) Jaga kebersihan alat-alat hemodialisis yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya kursi, mesin hemodialisis, tempat tidur dan lainnya.


(54)

39

c) Desinfectan dan jaga kebersihan alat yang dipakai bersama seperti tensimeter, agar tidak terjadi infeksi silang antar pasien. d) Bila alat yang dipakai adalah disposible maka buanglah pada

tempat yang telah disediakan, tapi bila alat ini akan dipakai lagi pada waktu yang lain, bersihkan dan desinfectan alat ini sesuai dengan prosedur yang ada.

e) Alat disposible tidak boleh dipakai ke pasien yang lain.

f) Mesin hemodialisis harus dilakukan desinfectan panas sebelum diapakai pasien lain.

g) Bila ada darah yang menempel pada mesin harus segera dibersihkan.

2) Kebersihan tangan

a) Membersihkan tangan setelah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.

b) Lepaskan sarung tangan setelah merawat pasien. Jangan memakai sepasang sarung tangan yang sama untuk perawatan lebih dari satu pasien, dan tidak mencuci sarung tangan antara menggunakan dengan berbeda pasien.

c) Bersihkan tangan setelah melepas sarung tangan.

d) Jika tangan tidak tampak kotor, menggunakan cuci tangan berbasis alkohol untuk membersihkan tangan bukan sabun dan air.


(55)

e) Jangan memakai artificial fingernails atau extender ketika berhubungan langsung dengan pasien.

3) Imunisasi dan skrining tuberkulosis (TB)

a) Identifikasi status imunisasi pasien, pasien yang akan menjalani hemodialisis diimunisasi HBV, tetanus, penyakit pneumokokus dan influenza.

b) Karyawan dalam pengaturan HD harus menerima imunisasi pertusis, difteri, tetanus, Measles, Mumps, Rubella (MMR), akan ditawarkan HBV dan imunisasi influenza, dan melakukan skrining TB sesuai dengan peraturan rumah sakit.

4) Obat-obatan

a) Botol dosis tunggal harus didedikasikan untuk satu pasien saja dan tidak boleh kembali masuk.

b) Obat parenteral harus disiapkan di area yang bersih dan jauh dari ruang perawatan pasien.

c) Jangan menggunakan gerobak untuk mengangkut obat-obat ke ruang perawatan pasien.

d) Bersihkan botol dengan desinfectan ketika mengambil obat dari dalamnnya.

e) Gunakan teknik aseptik ketika mempersiapkan/penanganan obat parenteral/fluid.


(56)

41

f) Jangan pernah menggunakan persediaan infus seperti jarum, jarum suntik, flush solusision, instrumen tindakan, atau cairan intravena pada lebih dari satu pasien.

5) Pencegahan berbasisi transmisi

a) Alat-alat bantu pernafasan dan selang oksigen harus dalam keadaan steril atau bersih, jika memungkinkan satu pasien satu selang oksigen.

b) Waspada dalam tindakan dan meminimalkan terjadinya luka pada Perawat agar tidak terinfeksi.

c) Pakailah APD yang sesuai standar.

d) Pisahkan pasien yang menularakan penyakit lewat pernafasan/udara.

e) HBV isolasi harus digunakan secara rutin pada semua pasien yang diketahui HBsAg positif.

6) Akses Vaskuler

a) Lakukan tindakan yang benar dan berdasarkan prinsip steril dan tidak steril.

b) Anjurkan pasien untuk pemasangan akses vaskuler sementara dan permanen atau pemasangan AV graff bila memungkinkan. 7) Water Treatment

a) Cek mesin reverse osmosis sesuai dengan standar untuk keamanan distribusi air pada proses hemodialisis.


(57)

c) Desinfectan air denagn sinar ultrafiolet. 4. Alat Pelindung Diri

a. Definisi

Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri dari sumber bahan tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja dan berguna dalam usaha untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan cedera atau cacat, dan terdiri dari berbagai jenis APD di rumah sakit yaitu sarung tangan, masker, penutup kepala, gaun pelindung, dan sepatu pelindung.

APD digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir Perawat dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, esksreta kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Jenis tindakan yang berisiko mencakup tindakan rutin, tindakan bedah tulang, otopsi, dan perawatan gigi dimana menggunakan bor dengan kecepatan putar yang tinggi.

APD telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada Perawat yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan. Akhir-akhir ini, dengan timbulnya

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dan HCV juga

munculnya kembali TBC di beberapa negara, penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi Perawat dan pasien lain. Kesadaran Perawat untuk menggunakan APD sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan Perawat terhadap penularan penyakit dari satu


(58)

43

orang ke orang lain. Demi efektifitasnya, semua APD harus digunakan dengan tepat.

b. Jenis Alat Pelindung Diri dan Cara Penggunaannya 1) Sarung tangan

a) Pengertian Sarung Tangan

Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penularan infeksi. Sarung tangan harus diganti setiap melakukan kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah penularan/pencemaran silang. Sarung tangan harus dipakai bila Perawat menangani darah, cairan tubuh, sekresi, dan eksresi (kecuali keringat), alat atau permukaan tercemar, menyentuh kulit yang tidak utuh, dan selaput lendir.

b) Pentingnya sarung tangan bagi Perawat kesehatan

Terdapat beberapa kepentingan yang mengharuskan Perawat kesehatan menggunakan sarung tangan yaitu dapat mengurangi risiko Perawat terkena infeksi dari pasien, mencegah penularan flora kulit Perawat kepada pasien, mengurangi pencemaran tangan Perawat kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya (pencemaran silang).

c) Tindakan yang harus menggunakan sarung tangan

Perawat harus menggunakan sarung tangan pada pada saat melakukan tindakan, diantaranya adalah pada saat kontak


(59)

tangan pemeriksa dengan darah atau cairan tubuh lainnya, selaput lendir, atau kulit yang terluka, ketika akan melakukan tindakan medis invasif, membersihkan limbah tercemar atau memegang permukaan yang tercemar, dipakai setiap pasien untuk mencegah pencemaran atau penularan silang.

Sarung tangan tidak dapat menggantikan perlunya cuci tangan. Sarung tangan kualitas terbaik pun mempunyai kemungkinan kerusakan kecil yang tidak terlihat oleh mata. Untuk itu lakukan cuci tangan atau menggososkkan antiseptik sebelum dan sesudah melepas sarung tangan. Sarung tangan pemeriksaan harus segera diganti jika kotor, robek atau berlubang. Sarung tangan tidak boleh dipergunakan kembali karena tidak aman. Kerusakan kecil pada sarung tangan tidak dapat dilihat oleh mata Perawat sehingga sarung tangan tidak berfungsi sebagai alat pelindung. Proses pencucian dan suci hama tidak dapat menjamin kesterilan sarung tangan. Pemakaian ulang sarung tangan dihubungkan dengan penularan beberapa agen yang resisten terhadap obat antibiotik dan bakteri gram negatif.

d) Jenis sarung tangan (1) Sarung tangan bedah

Dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan.


(60)

45

(2) Sarung tangan pemeriksaaan

Dipakai untuk melindungi Perawat kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.

(3) Sarung tangan rumah tangga.

Dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan-bahan tercemar, dan membersihkan permukaan yang tercemar.

Walaupun sarung tangan dapat mengurangi volume darah di permukaan luar benda tajam sebesar 46-86%, sisa darah yang berada di rongga atau lumen jarunm tidak akan terpengaruh. Oleh karena itu, efek risiko penularan tidak diketahui.

e) Cara penggunaan sarung tangan steril

(1) Cuci tangan dan keringkan tangan secara steril.

(2) Ambil sarung tangan dan tempatnya lalu letakkan pada tempat yang bersih, kering, dan rata setinggi di atas pinggang.

(3) Buka pembungkus sebelah luar secara hati-hati dengan hanya menyentuh bagian luarnya. Tentukan sarung tangan kanan dan kiri.

(4) Menggunakan tangan yang tidak dominan, ambil ujung sarung tangan steril di bagian ujung pergelangan dan angkat dengan hati-hati menggunakan ujung jari, sarung tangan


(61)

menghadap ke bawah. Hindarkan sarung tangan bersentuhan dengan tangan yang tidak steril.

(5) Masukkan tangan yang dominan ke dalam sarung tangan secara hati-hati, masukkan semua jari pada masing-masing bagian jari dan tangan sampai ke pergelangan tangan. Biarkan lipatan sarung tangan yang lain memakai sarung tangan juga.

(6) Masukkan jari-jari tangan (kecuali ibu jari) yang bersarung ke dalam lipatan dan ibu jari di sebelah luar sarung tangan yang belum terpasang dan angkat ke atas.

(7) Masukkan tangan yang tidak dominan ke dalam sarung tangan. Rapikan hanya dengan menyentuh daerah steril. f) Cara melepas sarung tangan (pemeriksaan maupun steril)

(1) Gunakan tangan yang dominan, pegang ujung pergelangan tangan sarung tangan bagian luar tangan yang tidak dominan hingga sarung tangan terlepas dalam posisi terbalik.

(2) Letakkan sarung tangan yang sudah terlepas di kepalan tangan kedua, lalu lepaskan sarung tangan kedua dengan memasukkan satu jari di bawah ujuang sarung tangan dengan menarik ke bawah dan ke luar sehingga sarung tangan menjadi terbalik dan sarung tangan pertama ada di dalamnya.


(62)

47

(3) Buang kedua sarung tangan tersebut di tempat limbah infeksius, bukan di samping tempat tidur.

(4) Cuci tangan.

g) Hal yang harus diperhatikan

Tangan yang tidak memakai sarung tangan tidak boleh menyentuh apapun yang lembap, yang berasal dari permukaan tubuh. Kelembapan yang berasal dari permukaan tubuh harus dianggap berpotensi tercemar.

2) Kap/topi.

Kap dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Kap memberikan perlindungan kepada pasien dan melindungi Perawat dari percikan darah, cairan tubuh dan bahan berbahaya lainnya. 3) Masker

a) Pengertian Masker

Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang, dan semua rambut/bulu di wajah (kumis, jambang, jenggot). Masker yang efektif terbuat dari bahan yang dapat menahan cairan. Masker terbuat dari berbagai bahan, antara lain katun ringan, kasa, kertas sampai bahan sintetis yang lebih tahan cairan. Masker yang terbuat dari katun atau kertas sangat nyaman, tapi sebagai filter tidak tahan cairan


(1)

baik adalah patuh dan sebagian petugas dengan pengetahuan cukup adalah tidak patuh. Data yang penulis gunakan berdistribusi tidak normal, maka dari itu penulis menggunakan spearman corelation. Dari analisis tersebut didapatkan nilai signifikansi = 0,013, oleh karena nilai signifikansi <0,05 maka hipotesis kedua diterima yaitu semakin tinggi pengetahuan petugas mengenai APD, maka semakin tinggi kepatuhan petugas terhadap penggunaan APD di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Diskusi

Pada tabel 3, berdasarkan hasil analisis menggunakan Fisher’s Exact Test didapatkan nilai signifikansi = 0,022. Oleh karena nilai signifikansi <0,05 maka hipotesis pertama diterima yaitu terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD pada petugas unit hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Pada tabel tersebut, dapat diamati bahwa sebagian besar petugas dengan pengetahuan baik adalah patuh dan sebagian petugas dengan pengetahuan cukup adalah tidak patuh. Data yang penulis gunakan berdistribusi tidak normal, maka dari itu penulis menggunakan spearman corelation. Dari analisis tersebut didapatkan nilai signifikansi = 0,013, oleh karena nilai signifikansi <0,05 maka hipotesis kedua diterima yaitu semakin tinggi pengetahuan petugas mengenai APD, maka semakin tinggi kepatuhan petugas terhadap penggunaan APD di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asti (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan kepatuhan


(2)

penggunaan alat pelindung diri dengan signifikansi 0,000. Pengetahuan memegang pemeran penting dalam mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi apa manfaat penggunaan alat pelindung diri bagi diri sendiri dan orang lain. Pada penelitian yang dilakukan oleh Anawati dkk (2013) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri dengan nilai signifikansi 0,008. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Lulu (2013) hasil analisis membuktikan ada korelasi yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan keselamatan kerja dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri yaitu p = 0,026.

Namun pengetahuan responden yang baik belum tentu menyebabkan individu tersebut patuh, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2012) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD dengan Signifikansi 0,465. Hal ini disebabkan karena terdapat faktor lain selain pengetahuan yang dapat mempengaruhi kepatuhan penggunaan APD.

Kesimpulan

1. Dari hasil analisis pengetahuan diperoleh sebanyak 8 responden (80%) mempunyai pengetahuan baik, 2 responden (20%) mempunyai pengetahuan cukup, dan tidak ada responden yang mempunyai pengetahuan kurang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada perawat unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah baik.


(3)

2. Dari hasil analisis kepatuhan diperoleh sebanyak 2 responden (20%) tidak patuh dan 8 responden (80%) patuh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepatuhan penggunan APD pada perawat unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping sebagian besar adalah patuh.

3. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan penggunaan APD pada perawat unit hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Gamping, dengan nilai signifikansi = 0,022.

4. Semakin tinggi pengetahuan petugas mengenai APD, maka semakin tinggi kepatuhan perawat terhadap penggunaan APD di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Gamping, yaitu sebanyak 8 responden (80%) dengan

pengetahuan baik adalah patuh dan 2 responden (20%) dengan pengetahuan cukup adalah tidak patuh. Dengan nilai signifikansi adalah 0,013.

Saran

1. Saran bagi petugas unit hemodialisis

Agar tercipta lingkungan kerja yang aman dan terhindar dari HAIs, sebaiknya setiap petugas di unit hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Gamping selalu menggunakan APD pada saat bekerja sesuai dengan indikasi pekerjaan yang akan dilakukan ataupun sesuai SOP yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit.

2. Saran bagi pihak Rumah Sakit

Sebaiknya bagi pihak rumah sakit perlu diperhatikan penyediaan alat pelindung diri yang lengkap bagi petugas medis untuk menekan angka


(4)

kejadian HAIs. Selain itu pihak rumah sakit lebih memperhatikan lagi mengenai peraturan penggunaan alat pelindung diri serta perlu dilakukan pengawasan pada saat petugas unit hemodialisis sedang bertugas. Hal ini karena berhubungan dengan keselamatan petugas, pengunjung, maupun masyarakat sekitar RS PKU Muhammadiyah Gamping. Selain itu juga perlu diperhatikan penyediaan alat pelindung diri yang lengkap bagi petugas medis untuk menekan angka kejadian HAIs.

3. Saran bagi Institusi Pendidikan

Bagi Institusi pendidikan terkait, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan atau materi pembelajaran baik kalangan mahasiswa pendidikan sarjana maupun profesi agar dapat melaksanakan pencegahan serta pengendalian HAIs yang berhubungan dengan penggunaan APD. 4. Saran bagi peneliti selanjutnya

Agar lebih baik, peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan variabel lain yang berhubungan dengan kepatuhan penggunaan APD untuk mencegah terjadinya HAIs.


(5)

Daftar Pustaka

Anawati, dkk. (2012). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Kepatuhan Perawat Dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Diakses pada 21 September 2016 dari http://perpusnwu.web.id/repositorynwu/documents/19.docx

Asti, H. (2012). Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Petugas Cleaning Service Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. thesis.umy.ac.id/datapublik/t24460.pdf Diunduh pada tanggal 21 September 2016 pukul: 18.00 WIB

Daugirdas, J, T.,Blake, P, G.,& Ing, T, S. (2007) Handbook Of Dialysis 4th Edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.

Erika M.C. D’Agata., David B. Mount., Valerie T., & William S. (2000). Hospital-Acquired Infections Among Chronic Hemodialysis Patients. American Journal of Kidney Diseases, Vol 35, No 6 : pp 1083-1088. Glorieux. G., Schepers E.,& Vanholder R.C.(2007) Uremic Toxins in Chronic

Renal Failure.Sec. Biol. Med Sci XXVIII/1: 173–204.

Linnemann .CC Jr, McKee. E,& Laver (1978) Staphylococcal infections in a hemodialysis unit. Am J Med Sci. 1978 Jul-Aug;276(1):67-75.

Loho, T.,& Pusparini. (2000). Infeksi nosokomial pada hemodialisis. Majalah Kedokteran Indonesia, 50 (3), 132-144.

Lulu, V. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Keselamatan Kerja Dengan Kepatuhan Dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Karyawan Di Pt. Abg Surabaya. http://repository.wima.ac.id/2149/1/Abstrak.pdf. Diunduh pada tanggal 21 September 2016 pukul 18.00 WIB

Pisoni, R. L. et al.(2002) Vascular access use in Europe and the United States: results from the DOPPS. Kidney Int. 61, 305-316.

Putra, M. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Prilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Mahasisw Profesi Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.lib.ui.ac.id/file?file=digital/20301537-S42026-Moch.UdinKurnia%20Putra.pdf. Diunduh pada tanggal 21 September 2016 pukul: 18.00 WIB

Wagner, L. 2014 . Impact of infection preventionists on Centers for Medicare and Medicaid quality measures in Maryland nursing homes)

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24388467 diunduh pada tanggal 28


(6)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

2 10 10

GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI BANGSAL RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING SLEMAN

4 46 111

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

4 15 105

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG NON MEDIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

5 30 117

KETEPATAN DAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PERAWAT DI BANGSAL AR-ROYAN RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

19 161 109

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI UNIT KERJA PRODUKSI PENGECORAN LOGAM.

0 4 15

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI UNIT KERJA PRODUKSI PENGECORAN LOGAM.

1 5 16

Implementasi penggunaan alat pelindung diri (apd) di central sterile supply departement (cssd) rs pku Muhammadiyah Surakarta COVER

1 1 11

Alat pelindung diri

0 0 1

HUBUNGAN LAMA HEMODIALISIS DENGAN KEPATUHAN PEMBATASAN ASUPAN CAIRAN PADA KLIEN HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH UNIT I YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Lama Hemodialisis dengan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan pada Klien Hemodialisis di RS PKU

0 0 13