Gambaran Gejala Klinis dan Pola Mikrobiologis Pasien Tuberkulosis yang Dirawat Inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Juli 2010-Juni 2012

Gambaran Gejala Klinis Dan Pola Mikrobiologis Pasien Tuberkulosis Paru Yang Dirawat Inap Di Ruang Rawat Penyakit Dalam Rsup Haji Adam Malik Medan Juli 2010-
Juni 2012 Oleh: Erica
100100080
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

Gambaran Gejala Klinis dan Pola Mikrobiologis Pasien Tuberkulosis yang Dirawat Inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan Juli 2010-Juni 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah Ini Dianjurkan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh: ERICA 100100080
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tinggi untuk penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru memiliki manifestasi bervariasi sehingga membutuhkan penunjang diagnosis seperti pemeriksaan basil tahan asam, yang bila diterapkan dengan benar memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Mengetahui gambaran gejala klinis dan pola mikrobiologis pasien tuberkulosis paru yang dirawat inap di ruang raawat penyakit dalam RSUP HAM Medan Juli 2010-Juni 2012.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi crosssectional yang menggunakan rekam medis penderita tuberkulosis paru yang menjalani rawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM Medan Juli 2010-Juni 2012.
Dari 193 pasien, terdapat 118 (61,1%) laki-laki dan 75 (38,9%) perempuan. Rentang usia 20-29 tahun (26,4%), pendidikan SLTA (46,1%), pekerjaan wiraswasta (31,6%) adalah yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini. Dijumpai gejala klinis batuk pada 183 sampel (94,8%), dahak pada 160 sampel (82,9%), demam pada 159 sampel (82,4%), penurunan berat badan pada 134 sampel (69,4%), keringat malam pada 90 sampel (46,6%), sesak nafas pada 86 sampel (44,6%), batuk darah pada 36 sampel (18,7%) dan nyeri dada pada 26 sampel (13,5%). Dari 33 penderita yang memiliki hasil pemeriksaan basil tahan asam, 14 pasien (42,4%) positif dan 19 lainnya negatif (57,6%).

Gejala klinis yang dominan adalah batuk. Hasil positif pemeriksaan basil tahan asam ditemukan sedikit lebih rendah daripada hasil negatif. Hal ini mungkin disebabkan kriteria sputum yang baik belum terpenuhi. Peningkatan pengawasan dan penggunaan pemeriksaan basil tahan asam diperlukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi diagnosis tuberkulosis paru.
Universitas Sumatera Utara

Kata kunci: gejala klinis, tuberkulosis paru, rawat inap, basil tahan asam
ABSTRACT Indonesia is a high-prevalence tuberculosis country. Because pulmonary tuberculosis has a wide manifestation so diagnostic approach such as acid-fast smear, which has a high sensitivity and specificity if well implemented, is needed. This study aimed to determine clinical features and microbiological pattern of pulmonary tuberculosis patients hospitalized in internal medicine wards of Adam Malik Central Hospital Medan on July 2010-June 2012. This study was a descriptive study with cross-sectional design which used medical records of pulmonary tuberculosis patients hospitalized in internal medicine wards of Adam Malik Central Hospital Medan on July 2010-June 2012.
Out of 193 patients, 118 (61,1%) was male and 75 (38,9%) was female. The other dominance characteristics were 20-29 year age range (26,4%), senior high school background education (46,1%) and entrepreneur (31,6%). Cough was found in 183 samples (94,8%), phlegm in 160 samples (82,9%), fever in 159 samples (82,4%), weight loss in 134 samples (69,4%), night sweat in 90 samples (46,6%), breathing difficulty in 86 samples (44,6%), haemoptysis in 36 samples (18,7%) and chest pain in 26 samples (13,5%). The acid-fast bacilli was examined in 33 patients, with 14 (42,4%) positive results and 19 (57,6%) negative results.
The dominance clinical feature is cough. The positive result is slightly lower than the negative one. The good sputum criteria that has not yet been made might be the cause. Increased surveillance and the use of acid-fast bacilli examination is needed to improve the effectiveness and efficiency of pulmonary tuberculosis diagnosis.
Key words: clinical features, pulmonary tuberculosis, hospitalized, acid-fast bacilli
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Yang telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya serta telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini.
Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan tugas akhir semester VII pendidikan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Peneliti menyadari dalam penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran atau masukan yang membangun dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pembimbing utama dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD (KAI) yang telah memberikan bimbingan, saran-saran, yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan proposal karya tulis ilmiah ini.
2. Kepada para dosen penguji, dr. Ariyati Yosi, M.Ked, Sp.KK dan dr. Johny Marpaung, Sp.OG yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun dalam penyelesaian laporan hasil penelitian ini.
3. Staf dan pegawai bagian litbang, rekam medis dan administrasi ruang rawat inap penyakit dalam RSUP-HAM yang telah memberikan bantuan serta izin sehingga survey penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
4. Teman-teman seangkatan yang telah membantu, memberi saran, dan sebagai teman diskusi.
Universitas Sumatera Utara


Kepada yang terkasih orang tua, yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, serta bantuan baik moril maupun materil dalam pelaksanaan dan penulisan karya tulis ilmiah ini. Kiranya Tuhan selalu memberkati kita semua.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Medan, 9 Desember 2013 Erica
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... i ABSTRAK ................................................................................................. ii ABSTRACT .............................................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................... iv DAFTAR ISI ............................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ x BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................ 2 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 3 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 5 2.1. Definisi dan etiologi ............................................................... 5 2.2. Epidemiologi .......................................................................... 5 2.3. Klasifikasi .............................................................................. 6 2.4. Patogenesis ............................................................................. 8 2.5. Diagnosis ................................................................................ 10
2.5.1. Manifestasi klinis........................................................... 10 2.5.2. Pemeriksaan fisik........................................................... 13 2.5.3. Pemeriksaan radiologis .................................................. 14 2.5.4. Pemeriksaan bakteriologis.............................................. 14
Universitas Sumatera Utara

2.5.5. Pemeriksaan khusus ....................................................... 20 BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .......... 22
3.1. Kerangka Konsep ................................................................... 22 3.2. Definisi Operasional ................................................................ 24 BAB 4. METODE PENELITIAN .............................................................. 27 4.1. Jenis Penelitian........................................................................ 27 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 27 4.3. Populasi dan Sampel................................................................ 27 4.4. Teknik Pengumpulan Data....................................................... 28 4.5. Pengolahan dan Analisa Data .................................................. 28 BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 29 5.1. Hasil Penelitian ....................................................................... 29
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................... 29 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Penelitian ................................. 29 5.1.3.Deskripsi Gejala Klinis pada Pasien Tuberkulosis
Paru yang Dirawat Inap................................................. 31 5.1.4. Deskripsi Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA).......... 32 5.1.5. Deskripsi Pemeriksaan BTA Berdasarkan Jenis
Kelamin ........................................................................ 33 5.2. Pembahasan ............................................................................ 33 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 41 6.1. Kesimpulan ............................................................................ 41 6.2. Saran ..................................................................................... 42 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 43 LAMPIRAN Persetujuan Komisi Etik Izin Penelitian Data Induk Penelitian Daftar Riwayat Hidup Hasil Analisis Data Secara Komputerisasi
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR


Nomor

Judul

Halaman

Gambar 2.1 Contoh Hasil Pewarnaan dengan Ziehl-Neelsen Staining 19

Gambar 2.2 Skema Alur Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa

21

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

22

Bagan 3.2 Kerangka Penelitian

23


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel 2.1 Tabel 2.2
Tabel 2.3 Tabel 3.1 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7

Judul

Halaman

Klasifikasi TB Berdasarkan Patogenesis

6

Bartlett’s Grading System untuk Menilai Kualitas 17

Sampel Sputum


Interpretasi Hasil Pewarnaan BTA

20

Definisi Operasional

24

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

30

Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Usia 30

Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan 30

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Pekerjaan 31

Distribusi Sampel Berdasarkan Gejala Klinis


32

Distribusi Pemeriksaan Basil Tahan Asam

32

Distribusi Pemeriksaan BTA Berdasarkan

33

Jenis Kelamin

Universitas Sumatera Utara

AIDS BAL BJH BTA CDC ELISA GM-CSF HIV ICT IFN-γ IgG IGRA IL-1 IL-2 IL-3 IL-4 IL-5 IL-6 IL-10 IUATLD lp MHC MOTT NK OAT PAP PCR

DAFTAR SINGKATAN
: Acquired Immunodeficiency Syndrome : Bronchoalveolar lavage : Biopsi Jarum Halus : Basil Tahan Asam : Centers for Disease Control : Enzyme linked immunosorbent assay : Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor : Human Immunodeficiency Virus : Immunochromatographic : Interferon gamma : Immunoglobulin G : Interferon Gamma Release Assay : Interleukin-1 : Interleukin-2 : Interleukin-3 : Interleukin-4 : Interleukin-5 : Interleukin-6 : Interleukin-10 : International Union Against Tuberculosis and Lung Disease : lapangan pandang : Major Histocompatibility Complex : Mycobacterium other than tuberculosis : Natural Killer : Obat Anti Tuberkulosis : Peroksidase Anti Peroksidase : Polymerase chain reaction

Universitas Sumatera Utara


PDPI SD SLTA SMP SPS TB TGF-β Th1 Th2 TNF TNF-α TST

: Perkumpulan Dokter Paru Indonesia : Sekolah Dasar : Sekolah Lanjutan Menengah Atas : Sekolah Menengah Pertama : Sewaktu, Pagi, Sewaktu : Tuberkulosis : Transforming Growth Factor beta : T-helper 1 : T-helper 2 : Tumor Necrosis Factor : Tumor Necrosis Factor alfa : Tuberculin Skin Test

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tinggi untuk penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru memiliki manifestasi bervariasi sehingga membutuhkan penunjang diagnosis seperti pemeriksaan basil tahan asam, yang bila diterapkan dengan benar memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Mengetahui gambaran gejala klinis dan pola mikrobiologis pasien tuberkulosis paru yang dirawat inap di ruang raawat penyakit dalam RSUP HAM Medan Juli 2010-Juni 2012.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain studi crosssectional yang menggunakan rekam medis penderita tuberkulosis paru yang menjalani rawat inap di bagian penyakit dalam RSUP HAM Medan Juli 2010-Juni 2012.
Dari 193 pasien, terdapat 118 (61,1%) laki-laki dan 75 (38,9%) perempuan. Rentang usia 20-29 tahun (26,4%), pendidikan SLTA (46,1%), pekerjaan wiraswasta (31,6%) adalah yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini. Dijumpai gejala klinis batuk pada 183 sampel (94,8%), dahak pada 160 sampel (82,9%), demam pada 159 sampel (82,4%), penurunan berat badan pada 134 sampel (69,4%), keringat malam pada 90 sampel (46,6%), sesak nafas pada 86 sampel (44,6%), batuk darah pada 36 sampel (18,7%) dan nyeri dada pada 26 sampel (13,5%). Dari 33 penderita yang memiliki hasil pemeriksaan basil tahan asam, 14 pasien (42,4%) positif dan 19 lainnya negatif (57,6%).
Gejala klinis yang dominan adalah batuk. Hasil positif pemeriksaan basil tahan asam ditemukan sedikit lebih rendah daripada hasil negatif. Hal ini mungkin disebabkan kriteria sputum yang baik belum terpenuhi. Peningkatan pengawasan dan penggunaan pemeriksaan basil tahan asam diperlukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi diagnosis tuberkulosis paru.
Universitas Sumatera Utara

Kata kunci: gejala klinis, tuberkulosis paru, rawat inap, basil tahan asam
ABSTRACT Indonesia is a high-prevalence tuberculosis country. Because pulmonary tuberculosis has a wide manifestation so diagnostic approach such as acid-fast smear, which has a high sensitivity and specificity if well implemented, is needed. This study aimed to determine clinical features and microbiological pattern of pulmonary tuberculosis patients hospitalized in internal medicine wards of Adam Malik Central Hospital Medan on July 2010-June 2012. This study was a descriptive study with cross-sectional design which used medical records of pulmonary tuberculosis patients hospitalized in internal medicine wards of Adam Malik Central Hospital Medan on July 2010-June 2012.
Out of 193 patients, 118 (61,1%) was male and 75 (38,9%) was female. The other dominance characteristics were 20-29 year age range (26,4%), senior high school background education (46,1%) and entrepreneur (31,6%). Cough was found in 183 samples (94,8%), phlegm in 160 samples (82,9%), fever in 159 samples (82,4%), weight loss in 134 samples (69,4%), night sweat in 90 samples (46,6%), breathing difficulty in 86 samples (44,6%), haemoptysis in 36 samples (18,7%) and chest pain in 26 samples (13,5%). The acid-fast bacilli was examined in 33 patients, with 14 (42,4%) positive results and 19 (57,6%) negative results.
The dominance clinical feature is cough. The positive result is slightly lower than the negative one. The good sputum criteria that has not yet been made might be the cause. Increased surveillance and the use of acid-fast bacilli examination is needed to improve the effectiveness and efficiency of pulmonary tuberculosis diagnosis.
Key words: clinical features, pulmonary tuberculosis, hospitalized, acid-fast bacilli
Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi paru yang masih menjadi beban negara. Indonesia berada di peringkat kelima dengan penderita tuberkulosis terbanyak dan termasuk dalam negara dengan high tuberculosis burden (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Prevalensi kasus TB adalah 680.000 (281 per 100.000 populasi) dengan insidensi TB sebesar 450.000 kasus (187 per 100.000 populasi) (World Helath Organization, 2013). Provinsi Sumatera Utara, menurut hasil survey Depkes RI, merupakan provinsi dengan angka prevalensi tetinggi ke-4 setelah Sulawesi utara, Gorontalo dan Sulawesi tenggara (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Penemuan penderita dan pengobatannya merupakan suatu kunci penting dalam menangani tuberkulosis paru, oleh karena itu kedua fase ini harus ditangani dengan seksama. Proses penemuan penderita (case finding) tidaklah sederhana sebagaimana kelihatannya. Kegiatan penemuan pasien tuberkulosis terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan kasus tuberkulosis pada tahap klinis terdiri dari beberapa tahap seperti mengenali gejala klinis penderita TB, pemeriksaan dahak/sputum mikroskopis, pemeriksaan biakan, dan foto thoraks (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Gejala klinis tuberkulosis paru dapat meliputi batuk, batuk darah, demam, keringat malam, sesak nafas, malaise, anoreksia, penurunan berat badan, dll. Gejala klinis tuberkulosis dapat sulit dibedakan dari penyakit saluran pernafasan lainnya. Selain itu, gejala klinis pada pasien tuberkulosis dapat bervariasi tergantung dari beberapa faktor. Faktor usia dan komorbid adalah salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi manifestasi klinis. Misalnya pada orang tua
Universitas Sumatera Utara

lebih banyak ditemukan gejala sesak nafas (Smiljić & Radović, 2012). Sedangkan pada anak-anak, gejala sistemik lebih dominan tampak daripada gejala respirasi. (Mahdi, Setyanto & Irfan, 2007). Menurut Dewanti (2012) masalah yang terutama tampak justru adalah batuk. Pada TB paru dengan koinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), manifestasi klinis yang dominan adalah demam, sedangkan pada HIV negatif, gejala TB yang dominan adalah dahak (Liberato et al., 2004).
Pada case finding tuberkulosis paru, hanya manifestasi gejala klinis tidak dapat menegakkan diagnosis tuberkulosis paru. Oleh karena itu, penegakkan diagnosis membutuhkan pemeriksaan lain. Penemuan Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan dahak mikroskopik adalah diagnosis utama menurut Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Pemeriksaan dahak mikroskopis dapat memberikan hasil BTA positif atau negatif pada pasien yang terbukti menderita tuberkulosis setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan penunjang lainnya, yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Pemeriksaan BTA merupakan tonggak diagnosis terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi, sering kali pemeriksaan ini tidak dilaksanakan dengan akurat sehingga memunculkan hasil yang tidak akurat pula. Contohnya adalah volume sputum yang dikumpulkan. Penelitian membuktikkan volume sputum minimal 5 ml akan meningkatkan sensitivitas uji BTA (Warren et al., 2000). Menurut Darmawati & Dewi (2004) hasil BTA positif dapat ditingkatkan sebanyak 10% dengan homogenisasi daripada pemeriksaan secara langsung.
1.2. Rumusan Masalah Dari uraian diatas, rumusan masalah yang didapat adalah “ Bagaimana
Gambaran Gejala Klinis dan Pola Mikrobiologis Pasien Tuberkulosis Paru yang Dirawat Inap di Ruang Rawat Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik Medan Juli 2010-Juni 2012 ?”
Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran gejala klinis dan pola mikrobiologis pasien tuberkulosis paru yang dirawat inap di ruang rawat penyakit dalam Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan pada Juli 2010-Juni 2012
1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus pada penelitian ini adalah
1. Mengetahui proporsi gejala tuberkulosis paru pada pasien yang dirawat inap di ruang rawat penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik pada Juli 2010-Juni 2012

2. Mengetahui proporsi hasil pemeriksaan BTA penderita tuberkulosis paru yang dirawat inap di ruang rawat penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik pada Juli 2010-Juni 2012
3. Mengetahui proporsi penderita tuberkulosis paru yang dirawat inap di ruang rawat penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik pada Juli 2010-Juni 2012
4. Mengetahui karakteristik penderita tuberkulosis paru yang dirawat inap di ruang rawat penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik pada Juli 2010-Juni 2012
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Dapat digunakan informasi dan masukan bagi diagnosis tuberkulosis paru baik dari gejala klinis maupun uji mikroskopis bagi pasien yang dirawat inap di ruang rawat penyakit dalam RSUP H. Adam Malik Medan
2. Bagi masyarakat, penelitian ini bermanfaat dalam menyediakan berbagai informasi tentang tuberkulosis paru
Universitas Sumatera Utara

3. Bagi instansi rumah sakit, penelitian ini dapat berfungsi sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan dan penanganan lebih baik lagi kepada penderita tuberkulosis
4. Bagi peneliti dapat memberikan pengalaman di bidang penelitian serta informasi yang sangat berguna untuk peneliti lainnya dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Etiologi Tuberkulosis paru
Tuberkulosis (TB) paru (pulmonary tuberculosis) adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Infeksi pertama biasanya tidak memiliki gejala atau hanya gejala yang ringan, tetapi hal ini dapat berkembang menjadi tuberculous pneumonia atau kondisi serius lainnya (W.B. Saunders company, 1998). Menurut pedoman nasional TB, tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 µm, bersifat aerob non-spora. Bakteri ini dikenal juga Basil Tahan Asam (BTA) yaitu, 95% etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat (asamalkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri, kecuali mikobakterium. Sifat tahan asam ini karena dinding bakteri tersusun dari asam lemak terutama peptidoglikan dan arabinomannan (Sudoyo et al., 2009). M. tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Brooks, Butel & Morse, 2007).TB juga dapat disebabkan oleh mikobakterium lainnya seperti: M. bovis, M. africanum, M. microti, and M. canetti (Centers for Disease Control and Prevention, 2010).Istilah tuberkulosis dipakai secara eksklusif untuk TB oleh M.tuberculosis (Goldman & Ausiello, 2008).
2.2. Epidemiologi
Tuberkulosis adalah penyebab kematian kedua terbesar yang disebabkan oleh satu jenis agen infeksi sesudah Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Indonesia sekarang berada di peringkat kelima dengan jumlah kasus tuberkulosis terbanyak. Estimasi prevalensi semua kasus TB tahun 2011 di Indonesia adalah 680.000 (281 per 100.000 populasi), sedangkan estimasi
Universitas Sumatera Utara


insidensi semua kasus TB adalah 450.000 (187 per 100.000 populasi). Jumlah kematian akibat TB pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 65.000 jiwa dengan rate 27 per 100.000 populasi (World Health Organization, 2013).

Pada case notification rate tahun 2011 di Indonesia, jumlah kasus TB dengan BTA positif ada sekitar 197.797 (63%) dan BTA negatif sekitar 101.750 (32%). Total kasus yang terdeteksi pada tahun 2011 adalah 321.308 dengan total semua kasus TB baru adalah 313.601 dan sisanya adalah pasien yang mengalami kekambuhan (relapse) atau yang menjalani pengobatan ulang (retreatment). Pada pemeriksaan dengan hasil BTA positif ditemukan juga ratio pria : wanita adalah 1,5, sedangkan untuk BTA negatif, rasionya adalah 1,3. Meskipun penemuan BTA positif pada pemeriksaan dahak mikroskopis dijadikan sebagai diagnosis utama, di Indonesia hanya tercatat 2,3 per 100.000 populasi yang melakukan pemeriksaan tersebut. Kultur lebih jarang dilakukan dengan 0,9 per 5 juta populasi, dan uji resistensi hanya 0,1 per 5 juta populasi (World Health Organization, 2013).

Indonesia juga termasuk negara dimana AIDS berkembang dengan pesat. Secara nasional, angka estimasi prevalensi AIDS pada populasi dewasa adalah 0,2%. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2,8% (World Health Organization, 2013).

2.3. Klasifikasi Tuberkulosis

Tabel 2.1 Klasifikasi TB Berdasarkan Patogenesis

Kelas Tipe

Deskripsi

0 Tidak terpapar TB

Tidak ada riwayat terpapar TB

Tidak terinfeksi


Hasil negatif pada Tuberculin Skin Test (TST) atau Interferon Gamma Release Assay (IGRA)

1 Terpapar TB

Ada riwayat terpapar TB

Universitas Sumatera Utara

Tidak ada bukti infeksi

Hasil negatif pada TST (paling sedikit 810 minggu setelah paparan) atau IGRA

2 Infeksi TB

Hasil positif TST atau IGRA

Tidak ada penyakit TB

Hasil negatif TST atau IGRA

Tidak ada bukti klinis atau radiologis TB aktif

3 TB, secara klinis bersifat Hasil positif untuk TST atau IGRA, kultur, aktif klinis, bakteriologis atau bukti foto rontgen sebagai bukti TB

4 Sebelumnya TB aktif Riwayat pengobatan TB (tidak aktif secara klinis) Abnormal tetapi ada penemuan stabil foto rontgen

5 Tersangka TB

Tanda dan gejala TB, tetapi evaluasi tidak lengkap

(Centers for Disease Control and Prevention, 2010)

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis: (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
1) Tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria diganostik tuberkulosis paru BTA positif harus memenuhi salah satu syarat berikut, yaitu: a) Sekurang-kurangnya dua dari tiga spesimen dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif. b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen/ toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

Universitas Sumatera Utara

d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non Obat Anti Tuberkulosis (OAT). 2) Tuberkulosis paru BTA negatif Tuberkulosis paru BTA negatif adalah kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a) Paling tidak tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negatif. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. Catatan: · Pasien TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat diklasifikasikan sebagai BTA negatif, lebih baik dicatat sebagai “pemeriksaaan dahak tidak dilakukan”. · Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. · Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
2.4. Patogenesis Tuberkulosis Paru Pertahanan anti mikobakteri adalah makrofag dan limfosit T. Sel fagosit
mononuklear atau makrofag berperan sebagai efektor utama sedangkan limfosit T sebagai pendukung proteksi atau kekebalan. Aktivasi anti mikrobial dikontrol oleh limfosit T melalui mediator terlarut yang dikenal sebagai sitokin. Sel lain seperti netrofil dan sel Natural Killer (NK) dapat menunjukkan efek mikobakteristatik secara in vitro. Sedangkan sel eosinofil dapat memakan mikobakteri akan tetapi peranannya sebagai pertahanan imunitas secara in vivo belum
Universitas Sumatera Utara

diketahui. M. tuberculosis yang terhirup dan masuk ke paru akan ditelan makrofag alveolar, selanjutnya makrofag akan melakukan 3 fungsi penting, yaitu; 1) menghasilkan enzim proteolitik dan metabolit lain yang mempunyai efek mikobakterisidal; 2) menghasilkan mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap M. tuberculosis berupa Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6), Tumor Necrosis Factor alfa (TNF-α), Transforming Growth Factor beta (TGF-β ) dan 3) memproses dan mempresentasikan antigen mikobakteri pada limfosit T (Handayani, 2002).

Sitokin yang dihasilkan makrofag memiliki efek supresi imunoregulator

sehingga timbul manifestasi klinis. IL-1 merupakan pirogen endogen yang

menyebabkan demam sebagai karakteristik tuberkulosis. IL-6 akan meningkatkan

produksi imunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi, menyebabkan

hiperglobulinemia

yang banyak dijumpai pada pasien tuberkulosis. TGF-β

berfungsi sama dengan Interferon gamma (IFN-γ) untuk meningkatkan produksi

metabolit nitrit oksida dan membunuh bakteri serta diperlukan

untuk pembentukan granuloma untuk mengatasi infeksi mikobakteri. Selain itu

Tumor Necrosis Factor (TNF) dapat menyebabkan efek patogenesis seperti

demam, menurunnya berat badan dan nekrosis jaringan yang merupakan ciri khas

tuberkulosis. Pada pasien tuberkulosis, TNF-α juga berperan untuk meningkatkan

kerentanan sel T melakukan apoptosis baik secara spontan maupun oleh stimulasi

M. tuberculosis secara in vitro. Interleukin-10 (IL-10) menghambat produksi

sitokin oleh monosit dan limfosit sedangkan TGF-β menekan proliferasi sel T dan

menghambat fungsi efektor makrofag (Handayani, 2002).

Lipoarbinomanan, suatu polisakarida yang ada di membran sel bakteri akan menekan respons proliferasi bakteri melalui pelepasan IL-10 oleh makrofag. Polisakarida ini juga menghambat aktivasi makrofag oleh IFN-γ dan akan mengambil radikal bebas oksigen serta menghambat kerusakan oleh patogen intraseluler. Dengan menhindari aktivasi makrofag, lipoarabinomanan berperan sebagai faktor virulen sehingga bakteri lolos dari kerja sitokin yang ada (Handayani, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Semua populasi sel T (CD4 α/β, CD8 α/β dan sel γ/δ) berperan dalam

proteksi. Sel limfosit T dapat dibagi menjadi sel T CD4 yang mengenal peptida

antigenik yang dipresentasikan oleh molekul Major Histocompatibility Complex

(MHC) kelas II dan sel T CD8 yang mengenal peptida antigenik yang

dipresentasikan oleh molekul MHC kelas I. Berdasarkan fungsinya Sel T CD4

dibedakan menjadi 2 sub populasi yaitu sel T-helper 1 (Th1) dan T-helper 2 (Th2).

Sel Th1 menghasilkan IFN-γ, Interleukin-2 (IL-2) dan limfotoksin yang berfungsi

meningkatkan

aktivitas

mikrobisidal

makrofag

serta

menimbulkan hipersensitifitas tipe lambat. Sedangkan sel Th2 menghasilkan

Interleukin-4 (IL-4), Interleukin-5 (IL-5), IL-6 dan IL-10 yang berfungsi

merangsang diferensiasi dan pertumbuhan sel B. Sel Th1 dan sel Th2

menghasilkan Interleukin-3 (IL-3), Granulocyte Macrophage–Colony Stimulating

Factor (GM-CSF) dan TNF. Sel Th1 memberikan resistensi imunologi terhadap

infeksi melalui produksi interferon gamma, sedangkan sel Th2 akan memperburuk

penyakit melalui IL-4. Selain mengeluarkan sitokin dan aktivasi makrofag, sel T

juga melisis makrofag dan sel fagosit lain yang terinfeksi. Selain itu sel T sitolitik

dapat berperan sebagai scavenger dengan melisis makrofag yang mati sehingga

dapat dikatabolis oleh sel mononuklear sekitar. Sel CD8 yang reaktif

mikobakterium juga bekerja dengan melisis makrofag yang terinfeksi atau yang

telah disensitisasi antigen mikobakterium (Handayani, 2002).

Sel NK maupun sel T γ/δ juga menghasilkan IFN-γ dan melisis sel target yang tersensitisasi mikobakterium. Sel T γ/δ juga menghasilkan Interleukin-2 (IL2, IL-4, IL-5 dan IL-10 sama dengan sitokin yang dihasilkan oleh sel T α/β. Selain itu supernatan dari sel T γ/δ yang dirangsang oleh M. tuberculosis akan meningkatkan agregasi makrofag dan selanjutnya berperan pada pembentukan granuloma (Handayani, 2002).

2.5. Diagnosis tuberkulosis paru 2.5.1. Manifestasi Klinis

Universitas Sumatera Utara

Ada perbedaan pada tuberculous infection dan tuberculous disease. Tuberculous infection adalah konsekuensi dari pemaparan primer, dimana basilus telah ada di tubuh penderita; tetapi pertahanan inang mencegah munculnya manifestasi klinis. Pada tuberculous infection, tidak ada proliferasi bakteri atau pelibatan jaringan akibat penyakit, sehingga pasien dengan infeksi tidak akan menular. Sedangkan, tuberculous disease berhubungan dengan proliferasi organisme yang diikuti oleh respon jaringan dan secara umum gejala klinis yang disadari pasien (Weinberger, Cockrill & Mandel, 2008).
Penderira TB paru dapat memiliki manifestasi sebagai berikut:
1. Gejala sistemik
2. Gejala yang berhubungan dengan saluran pernafasan 3. Penemuan abnormal pada radiografi tanpa gejala klinis (Weinberger,
Cockrill & Mandel, 2008).
Beberapa gejala pernafasan yang merupakan karakteristik TB paru akan diuraikan sebagai berikut:
Batuk
Pada tahap awal muncul batuk ringan yang disertai sekret. Jika proses destruksi berlanjut, sekret terus dikeluarkan sehingga batuk menjadi lebih dalam dan mengganggu penderitia. Bila trakea dan/atau bronkus terkena, batuk akan terdengar lebih keras dan berulang. Bila mengenai laring, batuk terdengar sebagai hollow sounding cough yaitu batuk tanpa tenaga dan disertai suara serak (Alsagaff & Mukty, 2010).
Dahak / Sputum
Pada awalnya dahak bersifat mukoid dan sedikit, kemudian menjadi mukopurulen dan menjadi kental bila terjadi pengejuan dan perlunakan. Berbau bila terkena infeksi anaerob (Alsagaff & Mukty, 2010).
Universitas Sumatera Utara

Batuk darah
Batuk darah jarang merupakan tanda awal tuberkulosis paru karena batuk darah merupakan tanda terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Batuk darah yang dikeluarkan mungkin berupa garis-garis atau bercak-bercak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah banyak (Alsagaff & Mukty, 2010). Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula, dll.) (Alsagaff & Mukty, 2010).
Dyspnea
Dyspnea merupakan late symptom dari proses lanjut TB paru akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernafasan serta hilangnya pembuluh darah atau trombosis pembuluh darah yang dapat mengganggu difusi, menyebabkan hipertensi pulmonal dan korpulmonal (Alsagaff & Mukty, 2010).
Gejala gejala umum
Demam
Demam biasanya bersifat low-grade dan intermiten (Longo et al., 2012). Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas (Alsagaff & Mukty, 2010).
Menggigil
Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat. Mual, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas (Alsagaff & Mukty, 2010).
Universitas Sumatera Utara

Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini (Alsagaff & Mukty, 2010). Keringat dan demam merupakan gejala yang penting pada TB paru setelah batuk dan dahak (Crofton et al., 1992).
Anoreksia
Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif (Alsagaff & Mukty, 2010).
Lemah Badan
Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Karena itu harus dianalisis dengan baik dan harus lebih hati-hati apabila dijumpai perubahan sikap dan temperamen (misalnya penderita yang mudah tersinggung), perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, anak yang tidak suka bermain, atau penderita yang kelihatan neurotik (Alsagaff & Mukty, 2010).
2.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum mungkin ditemukan konjungtivitis atau kulit pucat karena anemia, suhu tubuh subfebris, badan kurus dan berat badan menurun (Sudoyo et al., 2009).
Pada pemeriksaan fisik sering tidak diteukan kelainan, terutama pada kasus dini. Bila terdapat infiltrat luas, maka didapatkan perkusi redup (bila kavitas besar akan terdapat timpani) dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan suara tambahan ronki basah, kasar dan amforik. Bila infiltrat meliputi penebalan pleura, suara nafas menjadi vesikuler melemah. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terllihat tertinggal dalam pernafasan.
Universitas Sumatera Utara

Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas lemah sampai tidak terdengar sama sekali (Sudoyo et al., 2009).
Pada TB paru lanjut dengan fibrosis luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan aliran daerah paru dan meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Akan terdapat gejala gagal jantung kanan seperti: takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis meningkat, hepatomegali, asites dan edema (Sudoyo et al., 2009).
2.5.3. Pemeriksaan radiologis
Pada radiologi, tuberkulosis primer bermanifestasi menjadi 4 hal: parenchymal disease, limfadenopati, miliary disease, dan efusi pleura. Sedangkan radiologi TB pascaprimer dapat bermanifestasi berupa parenchymal disease, pelibatan jalan nafas (airway involvement), dan ekstensi ke pleura (pleural extension). TB pascaprimer juga memiliki predileksi lobus atas, absennya limfadenopati dan kavitasi. Parenchymal disease bermanifestasi sebagai konsolidasi parenkim hingga kavitasi. Miliary disease memiliki gambaran klasik berupa nodul 2-3 mm yang terdistribusi rata pada seluruh paru. Pelibatan jalan nafas yang ditemui adalah stenosis bronkial (Burrill et al., 2007).
2.5.4. Pemeriksaan Bakteriologi
Bahan Pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak, cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (Bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Universitas Sumatera Utara

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali dengan sistem SPS dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa: (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
• S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua.
• P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasilitas layanan kesehatan
• S (Sewaktu): dahak dikumpulkan di fasilitas layanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Berdasarkan Pedoman Nasional TB tahun 2011 pengambilan dahak 3 spesimen masih diutamakan, sama halnya seperti rekomendasi Centers for Disease Control (CDC), dibanding dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal laboratorium (Centers for Disease Control and Prevention, 2010).
Prosedur Pengumpulan Sputum (Centers for Disease Control and Prevention, 2010):
a. Sputum harus dikumpulkan dalam tempat penampungan yang bebas parafin dan bahan berminyak lainnya. Tempat penampungan sputum memiliki bukaan setidaknya 2 cm dan memiliki kapasitas 20 cc. Tempat penampungan harus jernih sehingga spesimen dapat dinilai tanpa membuka tempat penampungan dan harus terbukti tidak bocor.
b. Tempat penampungan sputum harus dilabel disamping dengan nama atau nomor indentifikasi pasien.
c. Instruksikan pasien sebagai berikut • Sputum dikumpulkan pada pagi hari, sebelum pasien makan.
Universitas Sumatera Utara

• Pasien membersihkan mulut dengan air sebelum memulai

pengumpulan spesimen untuk mengeliminasi kontaminasi seperti

partikel makanan dan bakteri. Pasien dengan postnasal discharge

harus membebaskan pasasenya sebeluim memulai pengumpulan.

• Batuk dengan dalam. Air ludah dari mulut atau mukus dari hidung

atau tenggorokan tidak dapat diterima.

• Ambil nafas dalam, tahanlah nafas selama beberapa detik, dan

kemudian buanglah udara secara perlahan. Lakukan hal ini

sebanyak dua kali. Pada kali ketiga, tarik nafas dalam, tahan dan

mengeluarkan udara secara paksa melalui mulut. Pada kali keempat,

tarik nafas dalam dan batukkan.

• Peganglah tempat penampungan sputum di bibir bawah dan

tempatkan sputum pada tempat tersebut.

d. Orang yang mengawasi pengumpulan sputum bisa menepuk secara

perlahan pada punggung pasien untuk menginduksi batuk dan produksi

sputum.

e. Pasien harus diinstruksikan untuk melanjutkan batuk hingga terkumpul 5

ml spesimen. Pasien dapat diistirahatkan selama batuk untuk menghindari

pusing

f. Orang yang membantu pengumpulan harus memastikan spesimen berupa

sputum dan bukan saliva. Sputum biasanya kental dan mukoid, tetapi bisa

berupa cairan dengan gumpalan jaringan mati. Warnanya dapat berupa

keputihan atau kehijauan. Spesimen yang mengandung darah dapat

berwarna merah atau coklat. Saliva biasanya cair, jernih dan tidak dapat

digunakan sebagai spesimen.

g. Tempat penampungan harus ditutup rapat dan dilabel sebelum dikirim ke

laboratorium.

Cara membedakan sputum dan saliva

Tabel 2.2 Bartlett’s Grading System untuk Menilai Kualitas Sampel Sputum

Jenis Sel

Jumlah Sel

Skor Interpretasi: Jika total skor

Universitas Sumatera Utara

Sel neutrofil

25

Beserta mucus

Sel epitel

10-25

>25

(Winn et al., 2006)

0 +1 +2 +1 -1 -2

yang diperoleh nol atau kurang, maka tidak terdapat inflamasi aktif pada sputum atau sputum telah terkontaminasi oleh saliva. Sampel sputum sebaiknya diambil ulang.

Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: mikroskop dan biakan. Pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan dengan 2 cara menurut konsensus Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI), yaitu mikroskopik biasa dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen dan mikroskopik fluoresens dengan pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen (Ait-Khaled & Enarson 2003)
Larutan yang dibutuhkan 1. Larutan A (3% fuchsin alkohol), yang terdiri dari basil fuchsin 3 gram dan alkohol 95% hingga 100 ml. 2. Larutan B (Aqueous Phenol Solution), terdiri dari kristal phenol 5 gram dan air hingga 90 ml 3. Agen dekolorisasi, terdiri dari 95% alkohol sekitar 970 ml dengan konsentrasi asam HCl 30 ml, atau jika alkohol tidak tersedia dapat dipakai larutan aqua asam sulfur 25% (air 300 ml yang dikombinasikan dengan asam sulfur terkonsentrasi 100 ml) 4. Larutan methylene blue 0,3%, terdiri dari methylene blue chloride 0,3 gram dan air hingga 100 ml.

Universitas Sumatera Utara

(Ait-Khaled & Enarson, 2003)
Langkah Langkah melakukan pewarnaan Ziehl Neelsen: (Ait-Khaled & Enarson, 2003)
• Melabel Slide - Ambil slide yang baru dan beri nomor indentifikasi pada tiap slide spesimen sputum
• Mempersiapkan Apusan - Ambil slide dengan pemegang slide (slide holder) - Pijarkan sengkelit diatas api dan biarkan dingin - Ambil sedikit sputum dengan sengkelit dan pilihlah yang purulen. - Sebarkan apusan setipis mungkin (2 cm x 1 cm) pada slide. - Tempatkan slide hingga mengering. - Sterilkan sengkelit dengan memijarkan kembali di atas api, sebelum melanjutkan mewarnai slide lainnya.
• Mengeringkan - Biarkan apusan kering di udara selama 15 menit (15-30 menit).
• Fiksasi - Layangkan slide 3 kali (3-5 detik) diatas lampu bunsen.
• Pewarnaan (Staining) - Tutupi slide dengan larutan carbol fuchsin. - Layangkan kembali slide diatas api hingga larutan menguap, tetapi slide tidak mendidih atau kering, diamkan selama 3 menit. - Ulangi pemanasan stain 2 kali.
• Destaining - Bilas slide dibawah air mengalir hingga tidak ada larutan yang berlebih. - Tutupi tiap slide dengan asam sulfat selama 3 menit. - Bilas dengan air mengalir.
Universitas Sumatera Utara

- Tutupi slide dengan alkohol 70% selama 5 menit. - Bilas lagi dengan air mengalir. - Ulangi proses destaining hingga seluruh warna hilang. • Counter-staining - Tutupi slide dengan methylene blue 0,3% selama 1 menit, bilas
dan biarkan mongering. (Ait-Khaled & Enarson, 2003).

Gambar 2.1 Contoh Hasil Pewarnaan dengan Ziehl-Neelsen Staining (Kayser et al., 2005)

Cara membaca hasil pewarnaan dengan mikroskop (lensa imersi x 100)

mengikuti kriteria International Union Against Tuberculosis and Lung Disease

(IUATLD) adalah

Tabel 2.3 Interpretasi Hasil Pewarnaan BTA

Hitung BTA

KODE

Universitas Sumatera Utara

Tidak ada BTA paling tidak 100 lapangan pandang (lp) Negatif/0

1-9 BTA dalam 100 lp

Hitung BTA aktual

10-99 BTA dalam 100 lp

+

1-10 per lp paling tidak 50 lp

++

>10 BTA per lp paling tidak 20 lp

+++

(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2000)

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ada 2 cara yaitu egg-base media dan agar-base media. Contoh egg-base media adalah Loweinstein-Jensen, Ogawa, Kudoh; sedangkan contoh agar-base media adalah Middle brook. Pemeriksaan biakan dimaksudkan juga untuk mendapat diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

2.5.5. Pemeriksaan khusus Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis pasti tuberkulosis dengan lebih cepat, selain dengan metode konvensional, yaitu: (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006) 1. Pemeriksaaan BACTEC 2. Polymerase chain reaction (PCR) 3. Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu
Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis), mycodot, uji peroksidase anti peroksidase (PAP), uji serologi yang baru / IgG TB 4. Pemeriksaan penunjang lain berupa analisis cairan pleura, pemeriksaan histopatologi jaringan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Skema Alur Diagnosis TB paru pada Orang Dewasa (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006)
Universitas Sumatera Utara

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian tentang gambaran gejala klinis dan pola mikrobiologi penyakit tuberkulosis paru pada pasien rawat inap di penyakit dalam RSUP H. Adam Malik adalah

Diagnosis TB paru

Gejala Klinis Uji BTA

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Diagnosis tuberkulosis paru

Gejala Klinis 1. Batuk 2. Batuk darah 3. Dahak 4. Nyeri dada 5. Sesak nafas 6. Demam 7. Keringat malam 8. Penurunan Berat
badan

Uji BTA

BTA +

BTA -

BTA tidak diketahui

Bagan 3.2 Kerangka Penelitian

Universitas Sumatera Utara

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel

Definisi

Cara ukur

Alat ukur

Skala ukur

Hasil ukur

Pasien tuberkulosis paru

Pasien yang telah Observasi Rekam

dibuktikan secara

medis

mikroskopis atau

didiagnosis oleh

dokter

Nominal

Pasien TB paru
Bukan pasien TB paru

Gambaran gejala klinis

Gejala klinis yang Observasi Rekam

berhubungan

medis

dengan TB paru

berupa batuk,

batuk

darah,

dahak,

nyeri

dada, sesak nafas,

wheezing,

demam, keringat

malam,

penurunan berat

badan

Nominal

Ada Tidak

Pola mikrobiologi

Hasil

Observasi Rekam

pemeriksaan BTA

medis

(Basil Tahan

Asam)

Nominal

Positif Negatif

Batuk

Ekspulsi udara Observasi Rekam Nominal Ada dari paru paru

Universitas Sumatera Utara

yang berlangsung lebih dari 3 minggu

medis

Tidak

Batuk darah

Batuk diserti darah

yang Observasi Rekam Nominal Ada

bercak

medis

Tidak

Dahak

Mukus

yang Observasi Rekam

disekresikan

medis

dalam jumlah

besar

yang

abnormal oleh

saluran

pernafasan

Nominal

Ada Tidak

Nyeri dada

Rasa sakit yang Observasi Rekam

mengganggu

medis

aktivitas normal

dan terletak pada

bagian dada

Nominal

Ada Tidak

Sesak nafas

Kesulitan

Observasi Rekam

bernafas yang

medis

tampak dengan

peningkatan laju

dan/atau usaha

bernafas

Nominal

Ada Tidak

Demam

Suhu

tubuh Observasi Rekam

subfebris

medis

(37,5°C-38°C)

Nominal

Ada Tidak

Universitas Sumatera Utara

Keringat malam