Penyisipan Gen Fitase Pada Tebu (Saccharum officinarum) Varietas PS 851 dan PA 198 Dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens GV 2260

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU
(Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851
DAN PA 198 DENGAN PERANTARA
Agrobacterium tumefaciens GV 2260

ADE NENA NURHASANAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Penyisipan Gen Fitase Pada Tebu (Saccharum officinarum)
Varietas PS 851 dan PA 198 Dengan Perantara Agrobacterium
tumefaciens GV 2260
ABSTRAK
ADE NENA NURHASANAH. Penyisipan Gen Fitase pada Tebu (Saccharum
officinarum)
PS 851 dan PA 198 Dengan Perantara Agrobacterium
tumefaciens GV 2260. Dibimbing oleh AGUS PURWITO dan DWI
ANDREAS SANTOSA.
Fitase mampu mengkatalisis hidrolisis senyawa fitat (myo-inositol

hexakisphosphate) menjadi myo-inositol dan fosfat inorganik. Fitat merupakan
bentuk penyimpanan fosfat yang paling banyak dalam tanah dan tanaman dan
tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Transfromasi pada tebu (Saccharum
officinarum) dengan gen fitase diharapkan mampu meningkatkan penggunaan P
oleh tanaman dan meningkatkan hasil. Regenerasi merupakan tahapan penting
dalam transformasi. PS 851 and PA 198 menunjukan pertumbuhan tunas dan daun
yang baik pada media MS dengan penambahan 1 ppm NAA + 1 ppm BAP. Media
terbaik untuk induksi dan pertumbuhan akar PS 851 adalah media MS dengan
penambahan auksin 0.5 ppm NAA + 0.5 ppm IBA dan arang aktif, sedangkan
untuk PA 198 pada media MS dengan auksin 0.2 ppm NAA + 0.25 ppm IBA dan
arang aktif. Transformasi ini dilakukan pada kalus embriogenik tebu dengan
metode modifikasi Santosa (2004). PS 851 menghasilkan sekitar 140 kalus yang
dapat tumbuh pada media seleksi, sementara PA 198 hanya 20 kalus. Regenerasi
kalus PS 851 yang telah ditransfromasi tumbuh menjadi planlet sekitar 129 dan
hanya 105 planlet yang dapat dipindah ke media tanah. Beberapa tanaman
transforman tersebut memiliki aktifitas fitase yang tinggi dibanding dengan
tanaman nontransforman. Gen fitase terdeteksi pada klon PST 851-5 dengan
menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).
Key word: Sugarcane, phytase, tranformation, Agrobacterium tumefaciens


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI

...........................................................

iii

DAFTAR TABEL

...........................................................

iv

DAFTAR GAMBAR

...........................................................

v


DAFTAR LAMPIRAN

...........................................................

vi

PENDAHULUAN

...........................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
TanamanTebu
Gen Fiatse
Agrobacterium tumefaciens
Vektor Plasmid
Kultur in-vitro
Analisis Molekuler


...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................

3
4
6
9
10
12

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan ...........................................................
Bahan dan Alat
...........................................................
Metode Penelitian

...........................................................
Sterilisasi Eksplan
...........................................................
Percobaan 1. Regenerasi Tebu ...........................................................
Optimasi Media Tunas
...........................................................
Optimasi Media Akar
...........................................................
Percobaan 2. Transformasi Tebu ...........................................................
Uji Aktifitas Enzim Fitase ...........................................................
Isolasi Total DNA dan Analisis PCR ...............................................

14
14
15
15
15
15
16
17

18
19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sterilisasi Eksplan
...........................................................
Percobaan 1. Regenerasi Kalus ...........................................................
Optimasi Media tunas
...........................................................
Optimasi Media Akar
...........................................................
Percobaan 2. Transformasi Kalus Tebu .................................................
Uji Aktifitas Fitase
...........................................................
Analisis PCR
...........................................................

20
21
21

27
30
33
34

SIMPULAN DAN SARAN

...........................................................

36

DAFTAR PUSTAKA

...........................................................

37

LAMPIRAN

...........................................................


41

DAFTAR TABEL
No.

Halaman
Rata-rata jumlah tunas kultur in- vitro tebu varietas PS 851 pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5 .....................................................

21

Rata-rata jumlah tunas kultur in- vitro tebu varietas PA198 pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5.....................................................

22

Rata-rata jumlah daun kultur in- vitro tebu varietas PS 851 pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5.....................................................


23

Rata-rata jumlah daun kultur in-vitro tebu varietas PA198 pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5 .....................................................

24

5.

Rata-rata jumlah akar kultur in-vitro tebu varietas PS 851...............

27

6.

Rata-rata panjang (cm) akar kultur in-vitro tebu varietas PS 851.....

27

7.


Rata-rata jumlah akar kultur in-vitro tebu varietas PA 198.........

8.

Rata-rata Panjang (cm) akar kultur in- vitro tebu varietas PA 198 28

9.

Hasil transformasi tebu dengan gen fitase... ............................... ...

30

10.

Hasil uji aktifitas fitase tebu transforman dan nontransforman

33

1.


2.

3.

4.

28

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1.

Komposisi Media LB ...................................................................

41

2.

Komposisi Media MS untuk Induksi Kalus dan Regenerasi .......

42

3.

Komposisi Media Transformasi Metode Modifikasi ...................

43

PENDAHULUAN
Latar belakang
Tebu merupakan salah satu komoditas penting pada bidang perkebunan di
wilayah tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Hampir sekitar 65% produksi
gula di dunia berasal dari tebu. Selain untuk produksi gula, tebu juga dapat
dimanfaatkan untuk industri farmasi, industri pangan, industri lain yang
menggunakan bahan dari hasil industri gula seperti untuk pakan ternak, pabrik
kertas dan sebagai bahan baku produksi biofuel (etanol).
Prospek pasar gula di Indonesia cukup baik karena permintaan gula dalam
negeri cukup tinggi. Hal ini dapat diketahui dari semakin tingginya impor gula
yang dilakukan pemerintah. Meskipun produksi gula nasional mengalami
peningkatan pada tahun terakhir yaitu dari 1.63 juta ton pada tahu 2003 menjadi
2.01 juta ton hingga akhir giling 2004 namun produksi tersebut tidak mampu
mencukupi kebutuhan gula nasional sekitar 3.4 juta ton (Wiliarto, 2005).
Adanya ketidakseimbangan antara konsumsi dan produksi gula disebabkan
oleh rendahnya produktifitas tebu dan ketidakefisienan industri gula nasional serta
peningkatan jumlah penduduk yang mengkonsumsi gula. Akibat lain dari
peningkatan jumlah penduduk adalah terjadinya pergeseran pertanaman tebu dan
pertanaman lainnya.
Penanaman tebu pada lahan yang produktifitasnya rendah menimbulkan
ketidakefisienan pemupukan terutama P. P yang diberikan pada tanaman biasanya
tidak semuanya diserap dan digunakan dalam proses metabolisme. Beberapa
bagian P tersebut akan disimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat). Dan jika
pemupukan P terjadi secara berlebiham maka akumulasi senyawa fitat pun akan
tinggi sehingga tanah tidak mampu lagi menyediakan P untuk diserap tanaman.
Penggunaan varietas yang efisien dalam pemanfaatan P dapat dilakukan agar
produktifitas tebu tinggi meskipun ditanam pada lahan yang relatif miskin hara P.
Perakitan varietas secara konvensional melalui program persilangan telah
banyak dilakukan. Namun hasil yang diperoleh sulit untuk diperkirakan dan
waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil silangan cukup lama. Proses
perakitan lain yang dapat dilakukan adalah penyisipan gen asing yang berguna ke

2

dalam sel tanaman. Pada tanaman tebu, dengan proses ini diharapkan gen yang
disisipkan tersebut terekspresi sehingga diperoleh varietas baru dengan
produktifitas tinggi dan mampu meningkatkan bobot tebu dan rendemen gula.
Fitase merupakan suatu enzim yang mampu merombak fitat – senyawa
organik yang menyimpan unsur fosfat dalam sel tanaman – menjadi ester yang
berfosfat rendah dan melepaskan unsur fosfat inorganik. Unsur tersebut dapat
dimanfaatkan tanaman untuk sintesis klorofil sehingga dapat meningkatkan
fotosintesis dan metabolisme dalam tanaman yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan rendemen tebu. Fitase juga mampu meningkatkan ketersediaan hara
mineral lain di dalam jaringan tanaman. Jika fitase dilepaskan ke lingkungan
perakaran, akan terjadi peningkatan persediaan hara mineral di perakaran dan
tanaman menjadi lebih efisien dalam pemanfaatan pupuk.
Proses transfer fitase ke dalam tanaman tebu dilakukan secara tidak
langsung dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Telah banyak
diketahui strain dari Agrobacterium tumefaciens yang dapat digunakan untuk
memasukkan gen tunggal yang ada pada T-DNA dari plasmid Ti menuju genom
tanaman. Cara ini banyak dilakukan karena tingkat keberhasilan dan kestabilan
gen yang tinggi.
Dalam proses transformasi genetik penumbuhan jaringan tanaman tebu
secara in-vitro untuk memperoleh kalus merupakan hal yang penting. Dalam
metode kultur in-vitro ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
diantaranya komposisi media tumbuh, eksplan (genotipe tanaman) dan
perimbangan zat pengatur tumbuh.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tebu transforman yang
mengandung gen fitase dan mendapatkan media yang sesuai untuk regenerasi tebu
baik yang transforman ataupun tidak transforman.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tebu
Tebu (Saccharum officinarum) diduga berasal dari Papua Nugini.
Budidaya tebu pertama kali dilakukan di India dan kemudian menyebar ke China,
Arab dan Eropa. Selanjutnya tebu yang termasuk famili Gramineae ini
dibudidayakan sebagai tanaman budidaya komersial di hampir 60 negara yang
menyebar luas di lima benua. Tebu merupakan bahan baku penting dan
mendukung pertumbuhan produksi gula, alkohol, furfural dextrans dan lainnya.
Beberapa senyawa farmasi alami berasal dari tebu, selain itu bidang pertanian dan
industri yang membutuhkan produk dari proses produksi gula juga sering
memanfaatkan tebu misalnya untuk pakan ternak, pembuatan makanan, produksi
kertas dan bahan bakar (Gustavo et al., 1998).
Produktifitas tanaman tebu tergantung pada rendemen yang akan diolah
menjadi gula atau produk lainnya. Rendemen ini merupakan glukosa yang
dihasilkan dari proses fotosintesis di daun dan ditranslokasikan ke seluruh bagian
batang tebu (Wiliarto, 2005). Peningkatan rendemen ini dapat dilakukan melalui
pemanfaatan teknologi dalam budidaya tanaman dan penggunaan bibit yang baik.
Sementara itu, ploidi tebu yang tinggi (2n = 36-170), fertilitas yang
rendah, luasnya interaksi genotipe tanaman dengan lingkungan membuat
pemuliaan tradisional dan penelitian genetik menjadi sulit (Gallo-Meagher dan
Irvine, 1996). Kultivar tebu komersial, hibrida poliploidi yang kompleks,
merupakan tanaman utama yang banyak terdapat di wilayah tropis (Blanco et al.,
1997). Sebenarnya teknik pemuliaan tanaman tradisional, bersamaan dengan
pendekatan bioteknologi klasik secara ekstensif telah digunakan untuk
meningkatkan produksi tanaman dengan menyeleksi varietas yang telah diperbaiki
yang lebih produktif dan resisten terhadap hama dan penyakit (Gustavo et al.
1998).
PS 851 merupakan varietas unggul merupakan hasil persilangan antara PS
57 (varietas unggul yang dilepas P3GI tahun 1985) dengan B 37172 (varietas
introduksi dari Barbados, Amerika Latin). PS 851 mempunyai perkecambahan
baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak,

4

berbatang tegak, diameter sedang, berbunga jarang, kadar sabut sekitar 14%.
Daun tua mudah lepas dan tanaman tegak memberikan tingkat potensi rendemen
tinggi. Kondisi tanah subur dengan kecukupan air sangat membantu pertumbuhan
pemanjangan batang yang normal (Sugiyarta, 5 Januari 2007, komunikasi
pribadi).
Teknik perbanyakan tanaman secara aseksual merupakan suatu pendekatan
yang mempunyai potensi dalam memanipulasi sistem tanaman pada tingkat sel.
Beberapa spesies merespon terhadap satu atau lebih dari pendekatan-pendekatan
ini, sementara tanaman lain, termasuk tebu, lebih sulit (Heinz et al., 1977). Selain
itu tebu mempunyai karakteristik monokotil yang menarik untuk proses perbaikan
sifat melalui transformasi genetik.
Pada awal perkembangannya, gen yang ditransfer ke dalam tanaman
adalah gen-gen yang berfungsi dalam teknik transfer atau memiliki kemampuan
sebagai sekuen pengendali (promotor) dalam mengendalikan ekspresi suatu gen di
dalam sel tanaman. Dalam perkembangannya selanjutnya, gen yang ditransfer
adalah gen-gen yang mengendalikan karakter-karakter yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi pada tanaman (Aswidinoor, 1990). Perkembangan sistem transfer
gen ini akan sangat mendukung usaha untuk mengintroduksi gen agronomik yang
penting sehingga menghasilkan kultivar tebu yang unggul (Gallo-Meagher dan
Irvine, 1996).

Gen Fitase
Gen fitase yang akan disisipkan ke dalam tanaman tebu merupakan gen
yang menghasilkan enzim fitase. Enzim ini secara alamiah dapat ditemukan dalam
tanaman dan mikroorganisme, khususnya fungi. Peranan fitase dalam setiap
organisme

berbeda-beda.

Di

dalam

tanaman,

fitase

terinduksi

selama

perkecambahan untuk membantu pertumbuhan benih dengan Pi dan tanaman
dengan myo-inosotol bebas, yang merupakan faktor penting untuk pertumbuhan.
Fitase mampu mengkatalisis hidrolisis monoester fosfat dari asam fitat (myoinositol heksa fosfat) (Wyss et al., 1999). Hidrolisis fitat oleh fitase akan
menghasilkan myo-inositol fosfat yang rendah dan fosfat in-organik (Andrea et
al., 2000). Hidrolisis fosfomonoester dalam sistem biologi merupakan proses

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU
(Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851
DAN PA 198 DENGAN PERANTARA
Agrobacterium tumefaciens GV 2260

ADE NENA NURHASANAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Penyisipan Gen Fitase Pada Tebu (Saccharum officinarum)
Varietas PS 851 dan PA 198 Dengan Perantara Agrobacterium
tumefaciens GV 2260
ABSTRAK
ADE NENA NURHASANAH. Penyisipan Gen Fitase pada Tebu (Saccharum
officinarum)
PS 851 dan PA 198 Dengan Perantara Agrobacterium
tumefaciens GV 2260. Dibimbing oleh AGUS PURWITO dan DWI
ANDREAS SANTOSA.
Fitase mampu mengkatalisis hidrolisis senyawa fitat (myo-inositol
hexakisphosphate) menjadi myo-inositol dan fosfat inorganik. Fitat merupakan
bentuk penyimpanan fosfat yang paling banyak dalam tanah dan tanaman dan
tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Transfromasi pada tebu (Saccharum
officinarum) dengan gen fitase diharapkan mampu meningkatkan penggunaan P
oleh tanaman dan meningkatkan hasil. Regenerasi merupakan tahapan penting
dalam transformasi. PS 851 and PA 198 menunjukan pertumbuhan tunas dan daun
yang baik pada media MS dengan penambahan 1 ppm NAA + 1 ppm BAP. Media
terbaik untuk induksi dan pertumbuhan akar PS 851 adalah media MS dengan
penambahan auksin 0.5 ppm NAA + 0.5 ppm IBA dan arang aktif, sedangkan
untuk PA 198 pada media MS dengan auksin 0.2 ppm NAA + 0.25 ppm IBA dan
arang aktif. Transformasi ini dilakukan pada kalus embriogenik tebu dengan
metode modifikasi Santosa (2004). PS 851 menghasilkan sekitar 140 kalus yang
dapat tumbuh pada media seleksi, sementara PA 198 hanya 20 kalus. Regenerasi
kalus PS 851 yang telah ditransfromasi tumbuh menjadi planlet sekitar 129 dan
hanya 105 planlet yang dapat dipindah ke media tanah. Beberapa tanaman
transforman tersebut memiliki aktifitas fitase yang tinggi dibanding dengan
tanaman nontransforman. Gen fitase terdeteksi pada klon PST 851-5 dengan
menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).
Key word: Sugarcane, phytase, tranformation, Agrobacterium tumefaciens

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI

...........................................................

iii

DAFTAR TABEL

...........................................................

iv

DAFTAR GAMBAR

...........................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN

...........................................................

vi

PENDAHULUAN

...........................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
TanamanTebu
Gen Fiatse
Agrobacterium tumefaciens
Vektor Plasmid
Kultur in-vitro
Analisis Molekuler

...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................
...........................................................

3
4
6
9
10
12

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan ...........................................................
Bahan dan Alat
...........................................................
Metode Penelitian
...........................................................
Sterilisasi Eksplan
...........................................................
Percobaan 1. Regenerasi Tebu ...........................................................
Optimasi Media Tunas
...........................................................
Optimasi Media Akar
...........................................................
Percobaan 2. Transformasi Tebu ...........................................................
Uji Aktifitas Enzim Fitase ...........................................................
Isolasi Total DNA dan Analisis PCR ...............................................

14
14
15
15
15
15
16
17
18
19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sterilisasi Eksplan
...........................................................
Percobaan 1. Regenerasi Kalus ...........................................................
Optimasi Media tunas
...........................................................
Optimasi Media Akar
...........................................................
Percobaan 2. Transformasi Kalus Tebu .................................................
Uji Aktifitas Fitase
...........................................................
Analisis PCR
...........................................................

20
21
21
27
30
33
34

SIMPULAN DAN SARAN

...........................................................

36

DAFTAR PUSTAKA

...........................................................

37

LAMPIRAN

...........................................................

41

DAFTAR TABEL
No.

Halaman
Rata-rata jumlah tunas kultur in- vitro tebu varietas PS 851 pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5 .....................................................

21

Rata-rata jumlah tunas kultur in- vitro tebu varietas PA198 pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5.....................................................

22

Rata-rata jumlah daun kultur in- vitro tebu varietas PS 851 pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5.....................................................

23

Rata-rata jumlah daun kultur in-vitro tebu varietas PA198 pada
minggu ke-3 sampai minggu ke-5 .....................................................

24

5.

Rata-rata jumlah akar kultur in-vitro tebu varietas PS 851...............

27

6.

Rata-rata panjang (cm) akar kultur in-vitro tebu varietas PS 851.....

27

7.

Rata-rata jumlah akar kultur in-vitro tebu varietas PA 198.........

8.

Rata-rata Panjang (cm) akar kultur in- vitro tebu varietas PA 198 28

9.

Hasil transformasi tebu dengan gen fitase... ............................... ...

30

10.

Hasil uji aktifitas fitase tebu transforman dan nontransforman

33

1.

2.

3.

4.

28

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Halaman

1.

Komposisi Media LB ...................................................................

41

2.

Komposisi Media MS untuk Induksi Kalus dan Regenerasi .......

42

3.

Komposisi Media Transformasi Metode Modifikasi ...................

43

PENDAHULUAN
Latar belakang
Tebu merupakan salah satu komoditas penting pada bidang perkebunan di
wilayah tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Hampir sekitar 65% produksi
gula di dunia berasal dari tebu. Selain untuk produksi gula, tebu juga dapat
dimanfaatkan untuk industri farmasi, industri pangan, industri lain yang
menggunakan bahan dari hasil industri gula seperti untuk pakan ternak, pabrik
kertas dan sebagai bahan baku produksi biofuel (etanol).
Prospek pasar gula di Indonesia cukup baik karena permintaan gula dalam
negeri cukup tinggi. Hal ini dapat diketahui dari semakin tingginya impor gula
yang dilakukan pemerintah. Meskipun produksi gula nasional mengalami
peningkatan pada tahun terakhir yaitu dari 1.63 juta ton pada tahu 2003 menjadi
2.01 juta ton hingga akhir giling 2004 namun produksi tersebut tidak mampu
mencukupi kebutuhan gula nasional sekitar 3.4 juta ton (Wiliarto, 2005).
Adanya ketidakseimbangan antara konsumsi dan produksi gula disebabkan
oleh rendahnya produktifitas tebu dan ketidakefisienan industri gula nasional serta
peningkatan jumlah penduduk yang mengkonsumsi gula. Akibat lain dari
peningkatan jumlah penduduk adalah terjadinya pergeseran pertanaman tebu dan
pertanaman lainnya.
Penanaman tebu pada lahan yang produktifitasnya rendah menimbulkan
ketidakefisienan pemupukan terutama P. P yang diberikan pada tanaman biasanya
tidak semuanya diserap dan digunakan dalam proses metabolisme. Beberapa
bagian P tersebut akan disimpan dalam bentuk P organik (senyawa fitat). Dan jika
pemupukan P terjadi secara berlebiham maka akumulasi senyawa fitat pun akan
tinggi sehingga tanah tidak mampu lagi menyediakan P untuk diserap tanaman.
Penggunaan varietas yang efisien dalam pemanfaatan P dapat dilakukan agar
produktifitas tebu tinggi meskipun ditanam pada lahan yang relatif miskin hara P.
Perakitan varietas secara konvensional melalui program persilangan telah
banyak dilakukan. Namun hasil yang diperoleh sulit untuk diperkirakan dan
waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil silangan cukup lama. Proses
perakitan lain yang dapat dilakukan adalah penyisipan gen asing yang berguna ke

2

dalam sel tanaman. Pada tanaman tebu, dengan proses ini diharapkan gen yang
disisipkan tersebut terekspresi sehingga diperoleh varietas baru dengan
produktifitas tinggi dan mampu meningkatkan bobot tebu dan rendemen gula.
Fitase merupakan suatu enzim yang mampu merombak fitat – senyawa
organik yang menyimpan unsur fosfat dalam sel tanaman – menjadi ester yang
berfosfat rendah dan melepaskan unsur fosfat inorganik. Unsur tersebut dapat
dimanfaatkan tanaman untuk sintesis klorofil sehingga dapat meningkatkan
fotosintesis dan metabolisme dalam tanaman yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan rendemen tebu. Fitase juga mampu meningkatkan ketersediaan hara
mineral lain di dalam jaringan tanaman. Jika fitase dilepaskan ke lingkungan
perakaran, akan terjadi peningkatan persediaan hara mineral di perakaran dan
tanaman menjadi lebih efisien dalam pemanfaatan pupuk.
Proses transfer fitase ke dalam tanaman tebu dilakukan secara tidak
langsung dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Telah banyak
diketahui strain dari Agrobacterium tumefaciens yang dapat digunakan untuk
memasukkan gen tunggal yang ada pada T-DNA dari plasmid Ti menuju genom
tanaman. Cara ini banyak dilakukan karena tingkat keberhasilan dan kestabilan
gen yang tinggi.
Dalam proses transformasi genetik penumbuhan jaringan tanaman tebu
secara in-vitro untuk memperoleh kalus merupakan hal yang penting. Dalam
metode kultur in-vitro ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
diantaranya komposisi media tumbuh, eksplan (genotipe tanaman) dan
perimbangan zat pengatur tumbuh.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tebu transforman yang
mengandung gen fitase dan mendapatkan media yang sesuai untuk regenerasi tebu
baik yang transforman ataupun tidak transforman.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Tebu
Tebu (Saccharum officinarum) diduga berasal dari Papua Nugini.
Budidaya tebu pertama kali dilakukan di India dan kemudian menyebar ke China,
Arab dan Eropa. Selanjutnya tebu yang termasuk famili Gramineae ini
dibudidayakan sebagai tanaman budidaya komersial di hampir 60 negara yang
menyebar luas di lima benua. Tebu merupakan bahan baku penting dan
mendukung pertumbuhan produksi gula, alkohol, furfural dextrans dan lainnya.
Beberapa senyawa farmasi alami berasal dari tebu, selain itu bidang pertanian dan
industri yang membutuhkan produk dari proses produksi gula juga sering
memanfaatkan tebu misalnya untuk pakan ternak, pembuatan makanan, produksi
kertas dan bahan bakar (Gustavo et al., 1998).
Produktifitas tanaman tebu tergantung pada rendemen yang akan diolah
menjadi gula atau produk lainnya. Rendemen ini merupakan glukosa yang
dihasilkan dari proses fotosintesis di daun dan ditranslokasikan ke seluruh bagian
batang tebu (Wiliarto, 2005). Peningkatan rendemen ini dapat dilakukan melalui
pemanfaatan teknologi dalam budidaya tanaman dan penggunaan bibit yang baik.
Sementara itu, ploidi tebu yang tinggi (2n = 36-170), fertilitas yang
rendah, luasnya interaksi genotipe tanaman dengan lingkungan membuat
pemuliaan tradisional dan penelitian genetik menjadi sulit (Gallo-Meagher dan
Irvine, 1996). Kultivar tebu komersial, hibrida poliploidi yang kompleks,
merupakan tanaman utama yang banyak terdapat di wilayah tropis (Blanco et al.,
1997). Sebenarnya teknik pemuliaan tanaman tradisional, bersamaan dengan
pendekatan bioteknologi klasik secara ekstensif telah digunakan untuk
meningkatkan produksi tanaman dengan menyeleksi varietas yang telah diperbaiki
yang lebih produktif dan resisten terhadap hama dan penyakit (Gustavo et al.
1998).
PS 851 merupakan varietas unggul merupakan hasil persilangan antara PS
57 (varietas unggul yang dilepas P3GI tahun 1985) dengan B 37172 (varietas
introduksi dari Barbados, Amerika Latin). PS 851 mempunyai perkecambahan
baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak,

4

berbatang tegak, diameter sedang, berbunga jarang, kadar sabut sekitar 14%.
Daun tua mudah lepas dan tanaman tegak memberikan tingkat potensi rendemen
tinggi. Kondisi tanah subur dengan kecukupan air sangat membantu pertumbuhan
pemanjangan batang yang normal (Sugiyarta, 5 Januari 2007, komunikasi
pribadi).
Teknik perbanyakan tanaman secara aseksual merupakan suatu pendekatan
yang mempunyai potensi dalam memanipulasi sistem tanaman pada tingkat sel.
Beberapa spesies merespon terhadap satu atau lebih dari pendekatan-pendekatan
ini, sementara tanaman lain, termasuk tebu, lebih sulit (Heinz et al., 1977). Selain
itu tebu mempunyai karakteristik monokotil yang menarik untuk proses perbaikan
sifat melalui transformasi genetik.
Pada awal perkembangannya, gen yang ditransfer ke dalam tanaman
adalah gen-gen yang berfungsi dalam teknik transfer atau memiliki kemampuan
sebagai sekuen pengendali (promotor) dalam mengendalikan ekspresi suatu gen di
dalam sel tanaman. Dalam perkembangannya selanjutnya, gen yang ditransfer
adalah gen-gen yang mengendalikan karakter-karakter yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi pada tanaman (Aswidinoor, 1990). Perkembangan sistem transfer
gen ini akan sangat mendukung usaha untuk mengintroduksi gen agronomik yang
penting sehingga menghasilkan kultivar tebu yang unggul (Gallo-Meagher dan
Irvine, 1996).

Gen Fitase
Gen fitase yang akan disisipkan ke dalam tanaman tebu merupakan gen
yang menghasilkan enzim fitase. Enzim ini secara alamiah dapat ditemukan dalam
tanaman dan mikroorganisme, khususnya fungi. Peranan fitase dalam setiap
organisme

berbeda-beda.

Di

dalam

tanaman,

fitase

terinduksi

selama

perkecambahan untuk membantu pertumbuhan benih dengan Pi dan tanaman
dengan myo-inosotol bebas, yang merupakan faktor penting untuk pertumbuhan.
Fitase mampu mengkatalisis hidrolisis monoester fosfat dari asam fitat (myoinositol heksa fosfat) (Wyss et al., 1999). Hidrolisis fitat oleh fitase akan
menghasilkan myo-inositol fosfat yang rendah dan fosfat in-organik (Andrea et
al., 2000). Hidrolisis fosfomonoester dalam sistem biologi merupakan proses

5

yang penting. Hal ini berkaitan dengan metabolisme energi, regulasi metabolit dan
berbagai signal transduksi. Selain itu hidrolisis fitat juga dapat melepaskan kation
seperti K+, Mg2+, Zn2+ dan Ca2+ yang terikat pada asam fitat (Kerovuo et al.,
2000).
Menurut IUPAC-IUB (Cole, 2001), terdapat dua jenis enzim fitase, yaitu :
a. 3-fitase

(EC3.1.3.8)

yang

mengkatalisis

reaksi

myo-inosotol

heksakisfosfat + H2O → myo-inositol – 1, 2, 4, 5, 6 – pentakisfosfat + Pi
b. 6-fiates (EC3.13.26) yang mengkatalisis reaksi myo-inositolheksakisfosfat
+ H2O → myo-inositol – 1, 2, 3, 4, 5, – pentakisfosfat + Pi
Jenis 3-fitase umumnya terdapat pada mikrob, 6-fitase dapat dijumpai pada bijibijian (Cosgrove, 1980) tapi 6- fitase juga dapat dihasilkan oleh E. coli (Greiner et
al., 1993).
Sumber fitase sangat beragam, mulai dari berbagai jenis mikrob, tanaman,
hingga jaringan hewan mamalia. Beberapa jenis tanaman yang sudah diketahui
memproduksi fitase diantaranya adalah kacang hijau (Phaseolus vulgaris),
kedelai, gandum, padi, cickpea (Cicer artricum) dan vicia faba. Pada legum dan
sereal, fitase dapat ditemukan dalam benih atau biji (Kyriakidis et al., 1998;
Rutgersson et al., 1997; Platt dan Cook, 1991; Lolas dan Markakis, 1997;
Cosgrove, 1980). Fitase yang terdapat pada kedelai tidak sama dengan fitase pada
jagung dan mikrob (Carla et al., 2001).
Beberapa fitase telah diperbanyak dan dikarakterisasi termasuk fitase fungi
dari Aspergillus niger, fitase bakteri dari Escherichia coli dan fitase mamalian
(Kerovuo et al., 2000). Fitase lain yang telah ditemukan antara lain dari
Pseudomonas sp (Irving dan Cosgrove, 1970), Enterobacter sp (Fraon et al.,
1996), Aspergillus oryzae (Schimizu, 1993) dan Bacillus subtilis (natto) N-77
(Schimizu, 1992). Produksi fitase yang telah banyak diteliti secara mendalam
adalah pada E. coli dan Saccharomyces cerevisiae (Grainer, 2004).
Menurut Maga (1982) fitat merupakan bentuk utama fosfat yang tersimpan
dan jumlahnya lebih dari 80% total fosfor yang terdapat dalam sereal dan legum.
Banyaknya senyawa fitat dalam tanaman berpengaruh langsung terhadap fosfor
yang tersedia bagi tanaman. Kelebihan fosfat akan disimpan dalam bentuk asam
fitat, sehingga pemupukan yang berlebihan dapat meningkatkan kadar fitat dalam

6

tanaman. Walaupun sumber fosfor dalam tanah mineral cukup banyak namun
tanaman masih mengalami kekurangan fosfor. Pasalnya, sebagian besar fosfor
terikat secara kimia oleh untsur lainmenjadi senyawa yang sulit larut dalam air.
Mungkin hanya 1 % fosfor yang dapat dimanfaatkan tanaman (Novizan, 2002).
Bentuk P dalam tanah umumnya berupa P organik dan P inorganik. P
organik dalam tanah terdiri dari residu yang tidak terdekomposisi, mikrob, dan
bahan organik. Sementara P inorganik biasanya berikatan dengan Al, Fe dan Ca,
merupakan senyawa yang mudah larut dan tersedia bagi tanaman. Fosfor harus
ditambahkan ke dalam tanah sehingga mampu memenuhi kebutuhan P untuk
pertumbuhan dan produksi yang optimum. Umumnya P cepat berubah menjadi
bentuk yang tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Perubahan bentuk P ini
sangat tergantung dari pH dan unsur yang terikat seperti Al, Fe dan Ca (Sharpley
et.al., 2003). Ketersediaan fosfor dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor,
tetapi yang paling penting adalah pH tanah.
Menurut Santosa (2004) ekspresi gen fitase pada tebu diharapkan mampu
membuat tebu lebih efisien dalam memanfaatkan fosfat, sehingga menurunkan
penggunaan P, sedang jaringan tebu dan produk samping industri gulanya dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Agrobacterium tumefaciens
Pada tahun 1992, Bower dan Birch telah berhasil membuat tanaman tebu
transgenik dari sel suspensi dan kalus embriogenik yang ditransformasi dengan
teknik biolistik. Metode lain untuk transformasi tebu yang stabil melalui
elektroporasi

dari

jaringan

meristematik

dan

sel

kalus

embriogenik.

Pengembangan tanaman resisten herbisida yang mengandung gen bar dan berasal
dari varietas komersial Nco. 310 melalui transformasi biolistik juga telah berhasil
dilakukan (Gallo-Meagher dan Irvine, 1996).
Transformasi tanaman dengan bantuan Agrobacterium tumefaciens,
bakteri patogen tanaman yang hidup dalam tanah, adalah metode yang paling
banyak digunakan untuk menyisipkan gen asing ke dalam sel tanaman dan
kemudian meregenerasikannya menjadi tanaman transgenik (Gustavo et al.,
1998). Agrobacterium tumefaciens merupakan penyebab crown gall, suatu

7

penyakit pada tanaman dikotil yang ditandai dengan fenotipe tumor pada bagian
tanaman yang terinfeksi. (Zupan dan Zambryski, 1995). Kemampuan untuk
menyebabkan penyakit ini berhubungan dengan gen penginduksi tumor (tumor
inducing/Ti) dalam sel bakteri (Sheng dan Citovsky, 1996).
Tumor yang tumbuh tersebut menunjukan hasil ekspresi dari gen yang
disandi oleh suatu segmen DNA bakteri yang ditransfer dan terintegrasi secara
stabil ke dalam genom tanaman. Segmen DNA tersebut merupakan suatu segmen
kopi yang disebut T (transfer) -DNA. T-DNA ini mengandung 2 tipe gen :
pertama, gen onkogenik yang menyandi enzim yang terlibat dalam sintesis auksin
dan sitokinin dan bertanggungjawab terhadap pembentukan tumor. Kedua, gen
yang menyandi enzim untuk sintesis opin (Gustavo et al., 1998). Opin
dipergunakan sebagai bahan makanan bagi bakteri penyebab tumor ini. Dengan
demikian, bakteri ini membuat manipulasi genetik alamiah untuk menciptakan
niche ekologi yang tergantung pada tanaman yang ditumpanginya. Dalam hal ini
opin dapat disebut sebagai mediator kimiawi parasitisme bagi tanaman (Megia,
1993).
Agrobacterium memiliki tiga komponen utama yang berperanan dalam
proses transfer DNA ke dalam sel tanaman (Sheng dan Citovsky, 1996).
Komponen pertama adalah daerah T-DNA, yaitu fragmen yang ditransfer ke
dalam sel tanaman. T-DNA terletak dalam plasmid Ti (200 kb) dari
Agrobacterium. Menurut Gustavo et al. (1998) T-DNA diapit oleh 25 bp sekuen
berulang yang bertindak sebagai suatu sinyal elemen cis pada alat transfer.
Menurut Zupan dan Zambrisky (1995) elemen cis ini disebut sebagai border.
Bagian yang berada di antara border tersebut akan ditransfer ke sel tanaman.
Karena itu, coding region dari wild type T-DNA dapat diganti dengan sekuen
DNA lain tanpa mempengaruhi proses transfer T-DNA dari Agrobacterium ke
tanaman (Sheng and Citovsky, 1996).
Proses transfer T-DNA yang dimediasi oleh produk yang disandi oleh
bagian dari daerah virulen (vir) yang juga berada dalam plasmid Ti. Daerah vir ini
merupakan komponen kedua dari Agrobacterium dan berukuran 35 kb. Gen-gen
vir ini merupakan produk yang secara langsung terlibat

dalam proses

8

pembentukan T-DNA dan transfer gen, yang diatur sehingga ekspresi hanya
terjadi pada sel tanaman yang memiliki jaringan luka, dari target yang diinfeksi.
Pada daerah vir terdapat suatu regulon yang terorganisir dalam 6 operon
yang sangat esensial selama transfer T-DNA berlangsung (vir A, vir B, vir D, vir
G) atau untuk peningkatan efisiensi transfer (vir C dan vir E) (Zupan dan
Zambryski, 1995) dan 2 operon yang tidak esensial (vir F dan vir H) (Gustavo et
al., 1998). Jumlah gen pada setiap operon berbeda-beda. Vir A, vir G dan vir F
hanya mempunyai satu gen, vir E, vir C dan vir H mempunyai 2 gen, sementara
vir D dan vir B mempunyai 4 dan 11 gen secara berurutan. Operon yang
terekspresi secara konstitutif adalah vir A dan vir G (Gustavo et al., 1998). Jika
ada induser, vir A dan vir G terekspresi secara konstitutif dan mengaktifkan
operon lainnya. Induser yang telah dikarakterisasi dan paling efektif adalah
fenolik monosiklik seperti asetosiringon (Sheng and Citovsky, 1996). Vir A akan
mendeteksi senyawa fenolik kecil yang dilepaskan oleh bagian luka pada tanaman
yang dihasilkan dari proses autofosforilasi. Proses fosforilasi vir A terhadap vir G
mengarah pada aktifasi transkripsi dari gen vir (Zupan dan Zambryski, 1995).
Selain induser, kondisi pH juga dapat mempengaruhi ekspresi dari gen vir. pH
optimum untuk gen vir berkisar antara 5-5.8.
Komponen ketiga dari Agrobacterium adalah gen chromosomal virulence
(chv) yang terdiri atas chvA, chvB, pscA (atau exoC) dan att. Perbedaan
kromosom ini menentukan elemen genetik yang ditunjukan dengan peranan
fungsional dalam pelekatan A. tumefaciens ke dalam sel tanaman dan koloni
bakteri. Loki chvA dan chvB, terlibat dalam sintesis dan sekresi B-1.2 glukan,
chvE dibutuhkan untuk peningkatan gula pada induksi gen vir dan kemotaksis
bakteri, lokus pscA (exoC) berperanan dalam sintesis siklus glukan dan asam
sukinoglikan dan lokus att terlibat dalam protein yang berada di permukaan sel
(Gustavo et al., 1998).
Berdasarkan sifat alamiah Agrobacterium tersebut, pada dasawarsa
terakhir telah diupayakan pemindahan gen komersial untuk tanaman monokotil
dengan cara menyisipkan gen tersebut ke daerah T-DNA. Biasanya proses transfer
gen dilakukan dengan menambahkan senyawa-senyawa
asetosiringon.

fenolik seperti

9

Vektor Plasmid
Plasmid merupakan fragmen DNA independen yang membawa sebagian
informasi genetik tertentu, seperti resisten terhadap antibiotik tertentu atau
karakter genetik lainnya. Banyak bakteri yang mengandung plasmid. Plasmid
dapat ditransmisikan dari satu bakteri ke bakteri lain atau dari lingkungan ke
bakteri inang, dan proses ini disebut sebagai transformasi. Plasmid juga dapat
menggabungkan sekuen DNA-nya dengan sekuen DNA dari organisme lain, dan
menghasilkan sebuah “plasmid rekombinan”. Rekombinan ini digunakan dalam
bioteknologi untuk membawa DNA yang menyandi subtansi tertentu, misalnya
pengatur pertumbuhan, ke dalam bakteri.
Plasmid Ti yang berukuran sangat besar sekitar 200 kb menjadi masalah
utama dalam penyisipan T-DNA. Ukuran yang besar tersebut menyulitkan dalam
manipulasi dan menentukan tempat pemotongan yang khas pada plasmid Ti.
Secara umum terdapat 2 macam strategi dalam menyisipkan DNA, yaitu sistem
vektor co-integrasi dan vektor ganda (Cramer dan Radin, 1990).
Pada umumnya vektor yang digunakan untuk tanaman dikotil maupun
monokotil adalah vektor ganda. Dengan menggunakan vektor ganda penyisipan
gen lebih mudah, karena vektor mengandung batas T-DNA berukuran jauh lebih
kecil dari plasmid Ti yang sesungguhnya. Ukuran plasmid yang kecil ini
memungkinkan adanya sisi enzim restriksi yang unik dan penyisipan gen yang
lebih banyak (Loedin, 1994).
Plasmid yang akan digunakan adalah plasmid pBINPI-IIECS yang
merupakan hasil kontruksi dan modifikasi. Plasmid ini didapatkan melalui
kerjasama antara Federal Research Centre for Nutrition, Centre for Molecular
Biology Jerman dan Fakultas Pertanian IPB. pBINPI-IIECS dapat digunakan
sebagai vektor bagi tanaman tebu dengan ukuran 900 pasang basa (bp) (Santosa,
in press) dengan konstruk gen kaset sebagai berikut:
CaMV 35S

EcoRI

SP

phy
ECL03375

Asp7 18 BamHI/BglII

OSC

Salt

nptII
Kan R

HindIII

10

Plasmid ini mempunyai beberapa kelebihan diantaranya jumlah salinan
dalam E. coli besar, mempunyai ori sehingga plasmid dapat bereplikasi pada E.
coli dan Agrobacterium serta membawa gen penyeleksi antibiotik nptII yang
menyandi enzim neomysin phosphotransferase yang resisten terhadap kanamisin.
Kanamisin berguna sebagai penyeleksi di tingkat tanaman (Brown, 1996).
BamHI/BgIII
Asp718
EcoRI

Salt HindIII

SP Phy OCS
CaMV35S

RB
Npt II Kan

LB

Kultur In-vitro
Dalam metode transformasi untuk memperoleh tanaman transgenik
umumnya dilakukan regenerasi dari jaringan atau sel yang diisolasi dan telah
ditransfromasi. Regenerasi ini dilakukan secara in-vitro sehingga media dan
lingkungan pertumbuhannya dapat dimanipualsi untuk menjamin tingginya
frekuensi regenerasi. Tingginya frekuensi regenerasi memudahkan proses transfer
genetik. Tujuan utamanya untuk menghasilkan sejumlah sel yang dapat
beregenerasi

sehingga dapat diakses untuk transfer gen. Rendahnya tingkat

regenerasi dapat menghambat produksi tanaman transgenik tebu dengan
pendekatan-pendekatan tersebut. Proses regenerasi ini merupakan tahapan yang
sulit dalam transformasi.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, Gallo-Meagher dan Irvine (1996)
menyatakan

bahwa beberapa tanaman kelompok Poaceae, dalam proses

regenerasinya tergantung pada genotip, namun setiap kultivar tebu yang
digunakan dalam penelitiannya dapat diregenerasikan dari kalus in-vitro. Kultur
kalus tebu juga dapat menjaga kemampuan regenerasinya untuk waktu yang
cukup lama. Meskipun demikian, pengkulturan kalus yang berulang-ulang dapat
menyebabkan terjadinya variasi somaklonal. Pendapat yang sama dikatakan
Ingelbrecht et al. (1999) bahwa beberapa anggota Poaceae sulit diregenerasikan,

11

namun beberapa kultivar tebu yang telah diuji mampu menghasilkan kalus yang
dapat diregenerasikan. Transformasi untuk memperbaiki tanaman tebu dengan gen
tertentu, seperti resistensi terhadap virus, dapat dilakukan dengan bantuan teknik
kultur in-vitro.
Ketika dikulturkan secara in-vitro, kebutuhan kimia dan fisika tanaman
harus dipenuhi melalui pengaturan media pertumbuhan dan lingkungan eksternal
(cahaya, suhu dan lain-lain). Media tumbuh menyediakan semua ion mineral yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pada beberapa kasus, media
juga harus menyediakan bahan organik tambahan seperti asam amino dan vitamin.
Beberapa kultur sel tanaman, karena tidak berfotosinetsis, juga membutuhkan
tambahan sumber karbon dalam bentuk gula (terutama sukrosa).
Susunan media yang dibutuhkan dalam kultur jaringan berbeda-beda,
tergantung pada sumber eksplan dan tahap perbanyakan dari bahan tanaman yang
dikulturkan. Demikian pula, pemilihan media cair dan media padat tergantung
pada sumber dan tujuan dari kultur. Media kultur jaringan umumnya terdiri dari
garam-garam mineral, sumber karbohidrat, vitamin, zat pengatur tumbuh dan
senyawa-senyawa organik komplek seperti air kelapa, sari tomat, ekstrak ragi dan
lain-lain (Beyl, 2000).
Kemampuan kalus untuk beregenerasi sangat ditentukan oleh media dan
komposisi zat pengatur tumbuh dalam media. Zat pengatur tumbuh merupakan
komponen kritikal dalam menentukan alur perkembangan sel tanaman. Zat
pengatur tumbuh yang biasa digunakan adalah hormon tanaman atau hormon
sintetik yang sesuai. Auksin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang
dapat mempengaruhi tingkat pembelahan dan perluasan sel. Pada konsentrasi
yang rendah auksin dapat menstimulasi proses tersebut, tetapi pada konsentrasi
yang tinggi pengaruh auksin dapat menghambat proses tersebut. Zat pengatur
tumbuh lain yang banyak digunakan dalam kultur sel atau jaringan adalah
sitokinin. Sitokinin lebih berperan dalam pembelahan sel daripada perpanjangan
sel, dan dapat menghambat senesen (Forbes and Watson, 1992).
Terdapat bukti bahwa pemberian sitokinin eksogen dapat meningkatkan
pembuatan protein tanaman. Pemberian sitokinin akan meningkatkan kecepatan
pembuatan RNA (tRNA, rRNA dan mRNA), melalui pengaruhnya terhadap

12

peningkatan enzim chromatin bound RNA polymerase. Sitokinin juga bekerja
pada pasca transkripsi dengan mendorong pembentukan polisom dan/atau
mengaktifkan polisom sedemikian rupa sehingga dapat mengaktifkan mRNA
yang tidak ditranslasi (Wattimena, 1990).
Dalam kultur tanaman tebu, hampir semua laboratorium menggunakan
media modifikasi Murashige and Skoog (MS)

dengan 3 mg/l 2.4-

dichlorpphenoxy acetic acid (2.4-D) untuk induksi kalus. Penambahan air kelapa
dan mio-inositol pada media merupakan hal yang esensial untuk stimulasi
pembentukan kalus yang efisien. Sementara modifikasi dengan penambahan 1
mg/l kinetin, 1 mg/l naphthalene acetic acid (NAA) dan 400 mg/l kasein hidrolisat
(CH) mendukung induksi diferensiasi tanaman dari kalus (Naik, 2001).
Untuk membantu regenerasi tebu transgenik yang mengandung gen bar
Gallo-Meagher dan Irvine (1996) menggunakan media MS yang mengandung
1mg/l 2.4-dichlorpphenoxy acetic acid dan 1 mg/l bialaphos [2-amino4(Hydroxymethylphosphinyl butanoic acid)]. Media perakarannya menggunakan
2 mg/l indole-3-butyric acid (IBA) dengan 3 mg/l bialaphos.
Penelitian lain yang dilakukan Ananda (2004) menunjukan bahwa media
optimum untuk regenerasi kalus tebu yang telah ditransformasi dengan gen fitase
adalah media MS dengan penambahan NAA 2 ppm, 1.3 ppm kinetin dan vitamin
(thiamin-hydrochloride, biotin, pyridoxine- hydrochloride dan myo-inositol) 0.3
ppm.

Analisis Molekuler Tanaman Transgenik
Integrasi gen sisipan pada tanaman transgenik dapat dianalisis secara
molekular dengan menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Sejak
ditemukannya teknik ini pada tahun 1980-an, PCR banyak digunakan untuk
berbagai keperluan. Keuntungan analisis ini antara lain; cepat, DNA yang
diperlukan sedikit, dapat dilakukan pada tahap dini dan teknik isolasi DNA-nya
sederhana (Brown, 1996).
Kinerja PCR didasarkan pada penggunaan sepasang primer (primer
forward dan reserve), yang akan didisain berdasarkan sekuen arbitrary atau
sekuen spesifik yang mengapit segmen DNA yang akan diamplifikasi. Kadang-

13

kadang sekuen arbitrary atau sekuen spesifik yang sama dapat digunakan untuk
primer forward dan primer reserve. PCR yang berdasarkan markernya dapat
diklasifikasi menjadi dua tipe, yaitu menggunakan satu primer dan menggunakan
sepasang primer (Gupta et al., 2002).
Amplifikasi DNA terjadi karena adanya enzim polimerase tahan panas
yang dihasilkan oleh bakteri thermofilik, Thermus aquaticus. Hal-hal yang
menentukan keberhasilan amplifikasi antara lain desain primer dan suhu yang
digunakan. Sekuen primer yang tepat memungkinkan amplifikasi hanya terjadi
pada fragmen spesifik dan tepat. Primer khusus bersifat komplemen terhadap
DNA target. Semakin pendek ukuran primer (8-mer) maka semakin tidak spesifik
fragmen yang dihasilkan. Sebaliknya jika primer semakin panjang (20-mer) maka
fragmen yang akan dihasilkan semakin spesifik. Ukuran primer yang lebih besar
dari 30-mer jarang sekali digunakan. DNA target yang diamplifikasi biasanya
tidak lebih dari 3 kb, dengan ukuran ideal kurang dari 1 kb (Brown, 1996).
Tahap awal amplifikasi, utas ganda yang akan digunakan sebagai cetakan
didenaturasi dengan suhu 94°C agar ikatan hidrogen pada utas ganda terlepas dan
menjadi utas tunggal. Kemudian suhu diturunkan untuk proses annealing.
Penurunan suhu dilakukan supaya primer menempel pada cetakan DNA. Suhu
yang dibutuhkan untuk annealing ini tergantung pada sekuen dan panjang primer.
Jika pasangan G-C pada primer lebih banyak daripada A-T maka suhu yang
digunakan bisa lebih tinggi. Umumnya suhu annealing berkisar antara 40-60°C.
Setelah tahap annealing ini suhu dinaikkan menjadi 72-74°C untuk proses
pemanjangan (ekstensi) sehingga memungkinkan enzim polimerase bekerja (Dale
dan Malcolm, 2002).
Selain PCR, aktifitas enzim fitase dapat diukur dengan menggunakan
metode Greiner (unpublish). Uji aktifitas enzim ini dilakukan untuk memperkuat
hasil analisis PCR. Pengukuran aktifitas fitase melalui besarnya ortofosfat yang
lepas dari senyawa fitat dilakukan pada ekstrak kalus atau jaringan tanaman
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 355 nm.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen
Budidaya

Pertanian

dan

Laboratorium

Mikrobiologi

dan

Bioteknologi

Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor,
Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) dan Saraswanti
Indo Genetech (SIG). Pelaksanaan penelitian dimulai September 2004.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan untuk transformasi dan regenerasi adalah
kalus tebu dengan varietas PS 851 dan PA198. Plasmid rekombinan yang
digunakan adalah pBIN PI-IIEC yang membawa gen fitase dan marka seleksi
kanamisin yang telah ditransfer ke dalam Agrobacterium tumefaciens GV 2260
(Santosa et al., in press).
Bahan untuk media tanam antara lain media induksi kalus dan media
regenerasi yang komposisi medianya terdapat pada lampiran 2. Media untuk
pertumbuhan kultur A. tumefaciens adalah media LB dengan komposisi terdapat
pada lampiran 1. Sementara komposisi media transformasi yang terdiri dari MS
yang ditambah kasein hidrolisat, MS dengan anti oksidan dan media seleksi
terdapat pada lampiran 3. Bahan lain yang digunakan adalah bahan untuk isolasi
DNA, antara lain 250 mM NaOH, 250 mM HCl dan sampel buffer (500 mM TrisHCl, 0.25% (v/v) Triton X-100.
Alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya pinset, botol kultur,
skalpel, laminar air flow, pisau, bunsen, autoklaf, rak kultur, lemari es, plastik,
karet, inkubator, sentrifuse, tabung eppendorf, mikropipet, mikrofilter, tip, mortar
dan penumbuk, sarung tangan, perangkat elektroforesis, alat PCR, air steril dan
spektrofotometer.

15

Metode Penelitian
Sterilisasi Eksplan
Pada percobaan ini digunakan eksplan dari bagian daun muda yang masih
menggulung dari tanaman tebu yang berumur 3 bulan. Eksplan tersebut
dicelupkan atau disemprot dengan alkohol 70% kemudian dibakar di atas nyala
api. Pembakaran dilakukan sambil membuka dan membuang lapisan daun hingga
diperoleh bagian yang berwarna merah muda. Selanjutnya eksplan dipotong
dengan ukuran 2-3 mm. Potongan eksplan tersebut ditanam pada media MS I,
modifikasi dengan penambahan 2.4-D 3 mg/L, kinetin 0.2 mg/L dan vitamin,
dengan menggunakan pinset steril, masing-masing botol diisi 5-6 potong eksplan.
Kemudian ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet. Proses sterilisasi ini
dilakukan dalam laminar air flow yang aseptik. Botol-botol yang telah diisi
eksplan disimpan di ruang inkubasi yang gelap.
Selama

inkubasi

(1

bulan)

dilakukan

pemeliharaan

dengan

menyemprotkan alkohol pada botol-botol tersebut untuk mencegah kontaminasi.
Setelah masa inkubasi diharapkan terbentuk kalus dengan struktur yang kompak
dan mampu berproliferasi sehingga dapat disubkulturkan pada media MS I yang
lain atau media dif