Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea Arabica L) Pada Aplikasi Pupuk Anorganik Organik Dan Taraf Intensitas Naungan

PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.)
PADA APLIKASI PUPUK ANORGANIK-ORGANIK DAN
TARAF INTENSITAS NAUNGAN

ADE ASTRI MULIASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pertumbuhan Bibit
Kopi Arabika (Coffea arabica L.) pada Aplikasi Pupuk Anorganik-organik dan
Taraf Intensitas Naungan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa apun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Ade Astri Muliasari
NIM A252120211

RINGKASAN
ADE ASTRI MULIASARI. Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica L.)
pada Aplikasi Pupuk Anorganik-organik dan Taraf Intensitas Naungan.
Dibimbing oleh ADE WACHJAR dan SUPIJATNO.
Rendahnya produktivitas kopi dapat disebabkan oleh penggunaan bahan
tanam asalan, pemupukan dan pengelolaan intensitas naungan yang belum
optimal. Pemupukan yang tepat menjadi satu keharusan untuk menghasilkan
tanaman yang berproduktivitas tinggi mengingat kopi tergolong tanaman yang
membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang banyak. Penggunaan intensitas
naungan dengan paranet atau naungan alami harus dikelola dengan baik supaya
memberi manfaat optimal bagi pertumbuhan kopi. Penelitian ini bertujuan untuk
(1) mendapatkan kombinasi pupuk anorganik-organik yang terbaik untuk

pertumbuhan bibit kopi Arabika, (2) mendapatkan intensitas naungan optimum
untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika, (3) mempelajari interaksi naungan dan
kombinasi pupuk anorganik-organik terhadap pertumbuhan bibit kopi Arabika, (4)
mendapatkan dosis pupuk organik yang dapat mereduksi penggunaan pupuk
anorganik minimal 50%, (5) mendapatkan jenis pupuk organik terbaik untuk
pertumbuhan bibit kopi Arabika.
Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan mulai bulan Mei 2013 sampai
dengan Februari 2014 di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Dramaga, Bogor.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan petak terpisah (Split Plot
Design) dengan 2 faktor perlakuan. Intensitas naungan ditempatkan sebagai petak
utama terdiri atas 4 taraf, yaitu intensitas naungan 25% (N1), intensitas naungan
50% (N2), intensitas naungan 75% (N3) dan intensitas naungan 95% (N4).
Aplikasi pupuk anorganik-organik ditempatkan sebagai anak petak, terdiri atas 5
jenis, yaitu 100% pupuk anorganik (P1), 50% pupuk anorganik + 50% kompos
kulit kopi (P2), 25% pupuk anorganik + 75% kompos kulit kopi (P3), 50% pupuk
anorganik + 50% kompos kotoran sapi (P4), serta 25% pupuk anorganik + 75%
pupuk kompos kotoran sapi (P5). Dengan demikian terdapat 20 kombinasi
perlakuan dan masing-masing terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 60 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 11 bibit kopi yang diatur dengan
jarak antar polybag 30 cm x 30 cm. Dari 11 bibit kopi ditetapkan 3 bibit sampel.

Hasil penelitian menunjukkan aplikasi pupuk anorganik-organik
berpengaruh nyata meningkatkan tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang,
bobot basah dan kering akar, bobot basah dan kering tajuk, panjang akar, volume
akar, luas daun, klorofil a, klorofil b, total klorofil, nilai SPAD, jumlah stomata,
stomata menutup, kerapatan stomata, kandungan N, P, K dan serapan hara N P K.
Intensitas naungan berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah
daun, diameter batang, bobot basah tajuk dan panjang akar 4 BSP, bobot basah
dan bobot kering akar, bobot basah dan kering tajuk umur bibit 7 BSP, luas daun,
nisbah bobot basah dan kering akar/tajuk 7 BSP, klorofil a, klorofil b, total
klorofil, nilai SPAD, jumlah stomata, stomata menutup, kerapatan stomata,
kandungan unsur N, P, dan serapan hara N, P. Aplikasi pupuk anorganik-organik
terbaik yaitu 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk organik kompos kotoran
sapi. Pupuk organik terbaik yaitu kompos kotoran sapi. Aplikasi pupuk organik

kompos kotoran sapi mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik hingga
75%.
Aplikasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun (6 BSP), diameter batang (6-7 BSP), panjang akar,
ketebalan, luas daun dan kandungan P daun bibit kopi Arabika. Aplikasi pupuk
anorganik-organik yang terbaik yaitu 25% dosis pupuk anorganik + 75% pupuk

organik kompos kotoran sapi dengan intensitas naungan 75%. Peubah yang
menunjukkan respon kuadratik terhadap intensitas naungan yaitu tinggi bibit
(7BSP), jumlah daun (5 BSP), diameter batang (6 BSP), bobot basah akar, bobot
basah daun, bobot kering akar, nisbah bobot basah akar/tajuk, nisbah bobot kering
akar/tajuk, volume akar, luas daun, dan serapan P. Naungan optimum yang
diperoleh dari penelitian ini yaitu 65.79 %.

Kata kunci: Intensitas cahaya, kompos kulit kopi, kopi Arabika.

SUMMARY
ADE ASTRI MULIASARI. The Growth of Arabica Coffee (Coffea arabica L.)
Seedling based on Application of Inorganic-organic Fertilizers and Shading
Level. Supervised by ADE WACHJAR and SUPIJATNO.
Low productivity of coffee is caused by several factors such as nonhomogeneous seeds variety, improper fertilzer application and shade intensity
management. Improper application of fertilizer is one of the examples miss
management which causes low yield of coffee. Application of shade such as,
artificial net, natural shade or trees shade should be well managed for optimum
coffee growing.
The objectives of this study are: (1) to find out the best proportion of
organic and inorganic fertilizer combination for Arabica seedling, (2) to find out

the optimum shade intensity for Arabica seedling growth, (3) to study the
interaction between shading and organic-inorganic fertilizer combination to the
growth of Arabica seedling, (4) to find out a dose of organic fetilizer that can
reduce the use of inorganic fertilizers al least 50%, and (5) to find out the most
suitable organic fertilizer for growing Arabica coffee seedlings.
The research was conducted in Bogor Agricultural University
Experimental Station, Cikabayan, Darmaga-Bogor, from May 2013 to February
2014. Split plot design with two factor of treatments was used in this experiment.
Shade intensity was placed as the main plot. It consisted of 4 standard shade
intensities, those four levels were 25 % (N1), 50 % (N2), 75 % (N3), and 95 %
(N4). Light intensity was measured by using Lux meter. The combination of
organic and inorganic fertilizer ( N, P, K) was placed as sub-plot. It consisted of
5 levels of fertilizers at sub-plot i.e., 100% inorganic fertilizer (P1), 50%
inorganic fertilizer + 50% coffee pulp compost (P2), 25% inorganic fertilizer +
75% coffee pulp compost (P3), 50% inorganic fertilizer + 50% cow manure (P4),
and 25% inorganic fertilizer + 75% cow manure (P5). There were 20 treatment
combinations and each combination consisted of 3 replicates. Therefore, there
were 60 units of trial. Each units of trial consisted of 11 seedlings of coffee.
They were arranged 30 cm x 30 cm away among the polybags. Three seedlings
out of eleven were set as samplings.

The results showed that application of inorganic and organic significantly
increased plant height, leaf number, steam diameter, fresh weight and dry weight
of roots, fresh weight and dry canopy, root length, root volume, leaf area,
chlorophyll a, chlorophyll b, total chlorophyll, the value of SPAD, number of
stomatal, closed stomatal, stomatal density, the content of N , P , K and nutrient
uptake N, P K. Shade intensity significantly affected plant height, leaf number,
stem diameter of 2-7 age month after treatment (MAT), the fresh weight of the
canopy and root length 4 MAT, wet weight and dry root weight, dry and wet
weight canopy seedling age 7 MAT, thickness and leaf area of Arabica coffee
seedling, chlorophyll a, chlorophyll b, total chlorophyll, SPAD value, stomatal
number, closed stomatal, stomatal density , the content of N, P, and nutrient
uptake of N, P. The best applications of inorganic-organic fertilizer is 25%
inorganic fertilizer + 75 % organic manure. The best organic fertilizer is manure.
Organic manure application reduces inorganic fertilizer up to 75%.

Applications of inorganic-organic fertilizers and intensity of shade effect
significantly affected leaf number (6 MAT), stem diameter (6-7 MAT), root
length, thickness, leaf area and leaf P content of Arabica coffee seedlings. The
best applications of inorganic-organic fertilizer is 25 % inorganic fertilizer + 75 %
organic manure and 75 % of shade intensity. Variables that showed quadratic

response that plant height (7 MAT), leaf number (5 MAT), stem diameter (6
MAT), leaf area (7 MAT), wet root weight, wet leaf weight, dry root weight, wet
weight ratio of root/shoot, dry weight ratio of root/shoot, root volume, leaf area
and uptake of P. The optimum shade obtained from this study is 65.79 %.

Keywords: Arabica coffee, coffee pulp compost, light intensity.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PERTUMBUHAN BIBIT KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.)
PADA APLIKASI PUPUK ANORGANIK-ORGANIK DAN
TARAF INTENSITAS NAUNGAN


ADE ASTRI MULIASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Edi Santoso SP, MSi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas segala nikmat dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil

diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini berjudul
“Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica L.) pada Aplikasi Pupuk
Anorganik-organik dan Taraf Intensitas Naungan” dan telah dipublikasikan di
jurnal internasional Asian Journal of Applied Sciences dengan judul “ The Growth
of Arabica Coffee (Coffea arabica L.) Seedling on Combination of Inorganicorganic Fertilizers and Shading Level” Volume 03, 6 Desember 2015. Penelitian
ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Darmaga, Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Dr Ir Ade Wachjar, MS dan Dr Ir Supijatno, MSi selaku dosen pembimbing atas
arahan dan bimbingan selama proses penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia yang telah memberikan Beasiswa Unggulan selama penulis
menyelesaikan pendidikan. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis
sampaikan kepada Direktur Program Diploma IPB yang telah memberikan dana
penelitian sehingga tulisan ilmiah ini bisa terwujud. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada orang tua dan keluarga atas segala do’a dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

Ade Astri Muliasari


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
vi
vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis

1
1
2
3


TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Kopi
Lingkungan Tumbuh Kopi Arabika
Pembibitan Kopi
Pemupukan
Pupuk Organik
Pupuk Anorganik
Intensitas Naungan

3
3
4
4
5
6
7
8

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Bahan dan Alat
Metode Percobaan
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Areal Percobaan
Pembuatan Bangunan Naungan
Persemaian Benih Kopi
Persiapan Media Tanam
Penanaman Bibit
Pemupukan
Pemeliharaan
Pengamatan
Analisis Data

9
9
9
10
10
10
11
11
11
12
12
13
13
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum
Rekapitulasi Sidik Ragam
Respon Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika terhadap Aplikasi Pupuk
Anorganik-organik
Respon Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika terhadap Intensitas
Naungan
Respon Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika terhadap Aplikasi
Pupuk Anorganik-organik dan Intensitas Naungan
Penentuan Intensitas Naungan Optimum
Pembahasan

16
16
16
18
19
28
37
41
42

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

49
49
49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

49
55
64

DAFTAR TABEL
Halaman
5
7
7
12
13
17

1
2
3
4
5
6
7

Kriteria bibit kopi siap salur
Komposisi kimia kompos kulit kopi
Perbandingan kandungan berbagai sumber pupuk organik
Komposisi perlakuan jenis dan volume pupuk yang digunakan
Dosis dan waktu aplikasi pupuk anorganik
Keadaan iklim mikro di lokasi penelitian pada bulan Agustus 2014
Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap tinggi bibit kopi
Arabika
20
8 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap jumlah daun bibit
kopi Arabika
21
9 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap diameter batang
Bibit kopi Arabika
21
10 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap bobot basah dan kering
akar, bobot basah dan kering tajuk, panjang akar dan volume akar
umur bibit kopi Arabika 4 dan 7 BSP
22
11 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap ketebalan, luas
daun dan nisbah bobot akar tajukbibit kopi Arabika
24
12 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap kandungan
klorofil a, klorofil b, total klorofil, nisbah klorofil b/a, nilai SPAD dan
laju fotosintesis bibit kopi Arabika
25
13 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik terhadap jumlah stomata,
stomata menutup, stomata membuka, dan kerapatan stomata bibit kopi
Arabika
26
14 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik terhadap kandungan hara
daun bibit kopi Arabika
26
15 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik terhadap serapan hara
NPK
27
16 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik terhadap laju tumbuh
relatif
28
17 Pengaruh intensitas naungan terhadap tinggi bibit, jumlah daun dan
diameter batang kopi Arabika
29
18 Pengaruh intensitas naungan terhadap bobot basah akar dan tajuk, bobot
kering akar dan tajuk, panjang akar, dan volume akar bibit kopi Arabika
4 dan 7 BSP

19 Pengaruh intensitas naungan terhadap ketebalan, luas daun dan nisbah
bobot akar tajuk bibit kopi Arabika

30
32

20 Pengaruh intensitas naungan terhadap kandungan klorofil a, klorofil b,
total klorofil, nisbah klorofil b/a, nilai SPAD dan laju fotosintesis bibit
kopi Arabika
21 Pengaruh intensitas naungan terhadap jumlah stomata, stomata menutup,
stomata membuka dan kerapatan stomata
22 Pengaruh intensitas naungan terhadap kandungan unsur hara daun bibit
kopi Arabika
23 Pengaruh intensitas naungan terhadap serapan hara N, P dan K
24 Pengaruh intensitas naungan terhadap laju tumbuh relatif
25 Pengaruh aplikasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan
terhadap jumlah daun dan diameter batang pada saat bibit kopi Arabika
umur 6-7 BSP
26 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan
terhadap panjang akar, ketebalan, luas daun dan kandungan P bibit kopi
Arabika
27 Penentuan intensitas naungan optimum pada bibit kopi Arabika

33
34
35
36
37

38
39
41

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tata letak tanaman contoh pada setiap satuan percobaan
12
2 Kondisi awal bibit kopi Arabika pada aplikasi pupuk anorganik-organik
dan intensitas naungan
18
3 Keragaan akar bibit kopi Arabika pada berbagai aplikasi pupuk
anorganik-organik
23
4 Pola hubungan intensitas naungan terhadap pertumbuhan bibit kopi
Arabika
29
5 Pola hubungan intensitas naungan terhadap panjang akar kopi Arabika
30
6 Pola hubungan intensitas naungan terhadap (a) bobot basah akar, (b) bobot
basah tajuk dan (c) bobot kering akar bibit kopi Arabika
31
7 Pola hubungan intensitas naungan terhadap ketebalan, luas daun dan bibit
nisbah bobot akar tajuk kopi Arabika
32
8 Pola hubungan intensitas naungan terhadap nilai SPAD
33
9 Kerapatan stomata daun bibit kopi Arabika pada intensitas naungan
34
10 Pola hubungan intensitas naungan terhadap kandungan N
35
11 Pengaruh intensitas naungan terhadap serapan P
36
12 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan
terhadap jumlah daun dan diameter bibit kopi Arabika
38
13 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan
terhadap panjang akar, ketebalan dan luas daun bibit kopi Arabika
40
14 Pengaruh intensitas naungan terhadap ketebalan daun bibit kopi Arabika
40
15 Pengaruh kombinasi pupuk anorganik-organik dan intensitas naungan
terhadap kandungan P daun bibit kopi Arabika
41

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Halaman
Layout percobaan
56
Hasil analisis tanah sebelum dan sesudah penelitian
57
Hasil analisis kandungan kompos kulit kopi dan kompos kotoran sapi
59
Keadaan iklim selama penelitian
60
Intensitas cahaya matahari (lux) selama penelitian
61
Rekapitulasi sidik ragam
62

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil kopi ketiga di dunia setelah Brazil
dan Vietnam. Produksi kopi di Indonesia mengalami penurunan, yaitu dari 698
016 ton pada tahun 2008 menjadi 685 089 ton pada tahun 2014. Produktivitas
kopi Arabika pada tahun 2008 sekitar 783 kg/ha/tahun meningkat menjadi 920 kg
ha/tahun pada tahun 2014. Produktivitas tersebut masih tergolong rendah
dibandingkan dengan potensi hasil yang mampu dicapai yaitu di atas 1 500
kg/ha/tahun (Ditjenbun 2014). Potensi produktivitas dapat dicapai apabila sejak
bibit kopi di pembibitan mendapatkan keseimbangan unsur hara, air dan cahaya
matahari (Pujiyanto et al.1998).
Salah satu yang harus diperhatikan dalam usaha perkebunan kopi adalah
saat menyiapkan bibit kopi. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh
rangkaian kegiatan budidaya kopi yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas
tanaman dan umur produktif. Kopi Arabika merupakan tanaman menyerbuk
sendiri sehingga diperbanyak dengan benih. Penggunaan benih yang unggul
untuk komoditas kopi masih sangat terbatas (Supriadi et al. 2012). Kebutuhan
bibit kopi sangat besar, mengingat banyak tanaman kopi yang rusak, sudah tua
dan terserang penyakit. Di samping itu bibit kopi unggul diperlukan untuk
mendukung program rehabilitasi dan perluasan sehingga penyediaan bibit kopi
berkualitas memerlukan dukungan program pemupukan yang tepat (Saefudin
2012). Pemupukan yang tepat menjadi satu keharusan untuk menghasilkan
tanaman yang berproduktivitas tinggi mengingat kopi tergolong tanaman yang
membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang banyak. Tanaman kopi
membutuhkan unsur hara berkisar 53.2-172 kg N, 10.5-36 kg P2O5, 80.7-180 kg
K2O (Malavolta 1990).
Sumber unsur hara dapat berupa pupuk organik dan pupuk anorganik.
Sumber bahan organik pada umumnya berasal dari sisa-sisa jaringan tanaman dan
kotoran hewan. Kopi termasuk tanaman yang menghasilkan limbah hasil
sampingan yang cukup besar, diantaranya sisa-sisa tanaman, hasil pemangkasan,
pohon penaung dan limbah pengolahan berupa kulit kopi. Limbah kulit kopi
jumlahnya cukup melimpah berkisar 50-60% dari hasil panen. Bila hasil panen 1
000 kg kopi segar, maka yang menjadi biji kopi beras hanya sekitar 400-500 kg
dan sisanya berupa kulit kopi yang bisa dijadikan sebagai bahan dasar untuk
pembuatan pupuk kompos (Puslitkoka 2005). Menurut Abdoellah (2013)
pengembalian kulit tanduk dan kulit buah akan membantu mengurangi
penggunaan pupuk anorganik. Pemberian pupuk organik berupa kompos (daun
glirisidia, lamtoro, kulit kopi dan kakao) dapat meningkatkan produksi kopi
Robusta 66% (Erwiyono et al. 2000) dan campuran limbah kopi (kulit buah dan
kulit tanduk) dengan pupuk kandang kambing mampu memperbaiki pertumbuhan
dan produksi kopi (Kadir dan kanro 2006).
Tanaman kopi secara alami memperoleh unsur hara dari tanah dan pupuk
organik tetapi jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan tanaman. Pupuk anorganik
diperlukan untuk mencukupi kebutuhan unsur hara selama pertumbuhan dan
mengganti unsur hara yang hilang. Penggunaan pupuk anorganik secara terus
menerus tanpa diimbangi oleh pupuk organik dapat menyebabkan kesuburan
tanah semakin rendah. Kesuburan tanah yang rendah menyebabkan tanah menjadi

2
cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan menurunkan pH tanah.
Pemberian pupuk anorganik tanpa diimbangi dengan pupuk organik dapat
menurunkan sifat fisik seperti struktur tanah, kimia seperti Kapasitas Tukar
Kation (KTK), dan biologi seperti menurunnya aktivitas mikroorganisme tanah.
Pemberian pupuk anorganik terus menerus juga mengurangi unsur hara mikro
seperti Zn, Fe, Mn, dan Mo. Pemupukan yang ideal yaitu jika unsur hara yang
diberikan dapat melengkapi unsur hara yang tersedia dalam tanah sehingga jumlah
unsur hara yang tersedia menjadi tepat (Saefudin 2012). Penggunaan pupuk
anorganik dan pupuk organik yang dikombinasikan begitu penting dalam
pertanian berkelanjutan karena setiap jenis pupuk memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing yang dapat saling melengkapi dan memperbaiki
sehingga didapatkan hasil usaha tani yang tinggi namun lingkungan tetap terjaga.
Oleh karena itu kombinasi pupuk anorganik-organik diharapkan mampu mencapai
pertumbuhan dan produktivitas kopi yang maksimal serta aman bagi lingkungan.
Selain unsur hara, intensitas naungan juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan bibit kopi. Di perkebunan kopi, pembibitan dilakukan dengan
memanfaatkan pohon penaung sementara sehingga tingkat intensitas cahaya
matahari yang diterima tidak selalu memenuhi standar kebutuhan bibit kopi. Bagi
tanaman kopi, intensitas naungan diperlukan untuk mengurangi pengaruh buruk
sinar matahari yang telalu terik dan suhu yang ekstrim (Beer et al. 1998).
Pembibitan tanpa naungan atau dalam keadaan intensitas cahaya matahari yang
kuat menyebabkan daun-daun layu bahkan terbakar terutama daun-daun muda.
Sistem perakaran bibit kopi juga belum berkembang dengan baik sehingga tidak
mampu menyerap air dalam jumlah yang memadai dalam mengimbangi
evapotranspirasi. Naungan diperlukan untuk mengurangi pengaruh buruk akibat
cahaya matahari yang terik dan panas sehingga dengan memberikan naungan
dengan intensitas tertentu akan tercipta kondisi optimum bagi pertumbuhan kopi.
Intensitas naungan yang dikombinasikan dengan aplikasi kombinasi pupuk
anorganik-organik diharapkan mampu menghasilkan pertumbuhan bibit kopi yang
optimal. Peningkatan intensitas naungan sampai batas tertentu dapat
meningkatkan laju proses fotosintesis. Keadaan ini perlu diimbangi dengan
peningkatan ketersediaan unsur hara. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh antara intensitas naungan dan kombinasi pupuk anorganikorganik. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh jenis dan dosis pupuk
organik terbaik yang dapat mengurangi dosis pupuk anorganik. Informasi
mengenai kombinasi pupuk anorganik-organik serta taraf intensitas naungan yang
dirancang dalam penelitian ini nantinya akan sangat bermanfaat untuk mendukung
perkebunan kopi rakyat.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1) Mendapatkan aplikasi pupuk anorganik-organik yang terbaik untuk
pertumbuhan bibit kopi Arabika.
2) Mendapatkan intensitas naungan optimum untuk pertumbuhan bibit kopi
Arabika.
3) Mempelajari interaksi naungan dan apliaksi pupuk anorganik-organik
terhadap pertumbuhan bibit kopi Arabika.

3
4) Mendapatkan dosis pupuk organik yang dapat mereduksi penggunaan
pupuk anorganik minimal 50%.
5) Mendapatkan jenis pupuk organik terbaik untuk pertumbuhan bibit kopi
Arabika.
Hipotesis
1) Terdapat pengaruh aplikasi pupuk anorganik dan organik yang terbaik
untuk pertumbuhan bibit kopi Arabika.
2) Terdapat intensitas naungan optimum yang dapat menghasilkan
pertumbuhan bibit kopi Arabika yang paling baik.
3) Respon pertumbuhan bibit kopi Arabika terhadap pemberian pupuk
anorganik dan organik dipengaruhi oleh intensitas naungan.
4) Penambahan pupuk organik dapat mengurangi penggunaan pupuk
anorganik.
5) Kompos kulit kopi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
pertumbuhan bibit kopi Arabika dengan pupuk kompos kotoran sapi.

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Kopi
Kopi memiliki dua arah pertumbuhan (dimorfisma) yaitu cabang orthotrop
yang memiliki pertumbuhan ke arah vertikal dan cabang plagiotrop yang tumbuh
ke arah horizontal. Batang merupakan bagian yang tumbuh secara orthotrop.
Sistem perakaran kopi relatif dangkal dan menyebar serta memiliki tudung akar
yang berfungsi untuk melindungi akar ketika mengabsorpsi unsur hara dari tanah.
Jenis kopi Arabika memiliki bentuk daun yang memanjang dan tebal serta warna
hijau pekat dan bergaris gelombang, sedangkan kopi Robusta memiliki bentuk
daun lebih bulat dengan warna agak terang, sisi daun bergelombang dan
meruncing di bagian ujungnya (Kuit et al. 2004).
Bunga kopi terbentuk pada akhir musim hujan dan akan menjadi buah
hingga siap petik pada awal musim kemarau. Setelah penyerbukan kopi akan
menghasilkan kuntum bunga. Buah kopi mentah berwarna hijau muda kemudian
berubah menjadi hijau tua lalu kuning. Buah kopi matang berwarna merah sampai
merah tua. Ukuran panjang buah kopi jenis Arabika sekita 12 sampai 18 mm,
sedangkan kopi jenis Robusta 8 sampai 16 mm. Susunan buah kopi terdiri atas
lapisan paling luar disebut eksokarp, lapisan daging buah atau mesokarp, lapisan
kulit tanduk (endokarp), lalu biji yang masih dibungkus kulit ari. Daging buah
kopi yang sudah matang penuh mengandung lendir dan senyawa gula yang
rasanya manis. Kulit tanduk buah kopi memiliki tekstur agak keras dan
membungkus sepasang biji kopi. Kulit ari merupakan kulit halus yang
menyelimuti biji kopi. Bagian dalam yang terakhir dari buah kopi adalah biji kopi.
Susunan biji kopi terdiri atas kulit ari, lembaga dan celah (center nut). Biji kopi
Arabika berukuran cukup besar, dengan bobot 18-22 g tiap 100 biji. Warna biji
agak cokelat dan biji yang terolah dengan baik akan mengandung warna agak
kebiruan dan kehijauan.

4
Kopi Arabika yang bermutu baik dengan rasa khas kopi Arabika yang kuat
dan sedikit asam, kandungan kafein 1-1.3%. Kopi Arabika yang terkenal dari
Indonesia yaitu kopi Arabika asal Toraja dan asal Takengon (Aceh) yang
memperoleh citra mutu prima dengan harga yang cukup baik di pasaran dunia.
Penyerbukan pada bunga kopi umumnya terjadi setelah musim hujan. Bunga
muncul ketika tanaman kopi berumur sekitar 2 - 2.5 tahun. Lama waktu
perubahan bunga menjadi buah bergantung pada jenis kopi yang ditanam. Kopi
Arabika membutuhkan waktu 7-10 bulan sedangkan Robusta memerlukan waktu
sekitar 9-12 bulan (Panggabean 2011).
Lingkungan Tumbuh Kopi Arabika
Lingkungan tumbuh kopi Arabika umumnya di dataran tinggi, hal ini
disebabkan oleh kurang intensifnya tingkat serangan jamur Hemileia vastatrix B
et Br. pada elevasi di atas 1 000 m di atas permukaan laut (dpl). Kopi dapat
tumbuh dengan baik pada lahan dengan aerasi dan drainase yang baik, hal ini
terkait dengan pertumbuhan akar tanaman kopi yang dapat berkembang dengan
baik pada lahan tersebut. Lahan untuk tanaman kopi harus kaya akan humus,
unsur hara, sedikit asam serta tumbuh sangat baik pada tanah-tanah vulkanik
dengan solum dalam, tekstrur lempung berpasir, tetapi tidak banyak mengandung
kapur, pH optimum yang cocok untuk kopi Arabika antara 5-7. Kopi Arabika
dapat ditanam pada ketinggian 1 000 m sampai 2 100 m dpl, dengan kisaran suhu
antara 18 °C sampai 21°C. Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi Arabika, rasa
atau karakter kopi yang dihasilkan menjadi semakin baik. Umumnya kopi Arabika
tumbuh pada tempat-tempat dengan curah hujan tahunan sekitar 1 500 - 1 900
mm. Kopi Arabika menghendaki masa bulan kering pendek untuk
pembungaannya.
Tanaman kopi menyukai naungan sehingga hanya sekitar 1 % saja cahaya
matahari yang diserap dan digunakan untuk proses fotosintesis dari rata-rata 1 500
jam per tahun penyinaran cahaya matahari. Pada suhu daun kopi di atas 34 °C
proses asimilasi terhenti yang artinya bahwa laju fotosintesis pada tanaman yang
ternaungi lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang memperoleh cahaya
matahari penuh (Augstburger et al. 2000).
Pembibitan Kopi
Pembibitan bertujuan menyediakan bibit kopi yang berkualitas tinggi.
Bibit yang berkualitas merupakan investasi utama dalam menentukan
produktivitas tanaman. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembibitan
kopi, diantaranya adalah penggunaan bahan tanam yang unggul, penentuan lokasi
dan tempat pembibitan, wadah dan media tumbuh, pemindahan kecambah ke
tempat pembibitan dan pemeliharaan bibit. Beberapa syarat lokasi pembibitan
yaitu dekat dengan sumber air, relatif datar, dekat dengan kebun tempat
penanaman, drainase baik, bukan daerah angin kencang, aman serta mudah
diawasi (Rahardjo 2012).
Penyiapan lahan pembibitan dilakukan dengan membuat bedengan
penyemaian. Bedengan dibuat dengan arah utara-selatan. Ukuran bedengan sesuai
kebutuhan tetapi pada umumnya dibuat dengan ukuran 100-120 m dan panjang 10
m. Adapun jumlah bedengan juga dibuat sesuai kebutuhan pembibitan. Bedengan

5
pembibitan diberi naungan baik naungan alami maupun buatan. Naungan alami
berupa pohon Lamtoro atau Gamal. Sementara naungan buatan dapat berupa
paranet atau dedaunan (Rahardjo 2012).
Pembibitan di bedengan berlangsung selama 1-2 bulan, sedangkan
pembibitan di polybag berlangsung antara 4–9 bulan dari saat dipindahkan ke
media dalam polybag atau umur 12 bulan dari saat benih disemaikan (Rahardjo
2012). Benih yang telah berkecambah dipindahkan ke media polybag biasanya
dilakukan saat fase bibit stadium serdadu atau stadium kepel. Stadium serdadu
dimana keping biji terangkat berdiri di atas permukaan tanah. Fase stadium
kepelan dimana terbentuk satu pasang seperti daun akan tetapi bukan daun
sebenarnya dan merupakan fase perkembangan dari kotiledon (Rahardjo 2012).
Polybag yang digunakan berwarna hitam, berukuran 40 cm x 30 cm dengan
ketebalan 0.02 mm. Media tanam terdiri atas campuran top soil berstruktur remah
dengan pasir atau pupuk kandang. Polybag yang telah diisi media tanam ditata
dalam bedengan pembibitan. Pemeliharaan bibit kopi meliputi kegiatan
penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit.
Kegiatan tersebut dilakukan hingga bibit siap tanam. Kriteria bibit yang berasal
dari benih kopi seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria bibit kopi siap salur
No. Tolak Ukur
Satuan
1.
Umur tanaman
2.
Tinggi bibit
cm
3.
Jumlah daun
pasang
4.
Diameter batang
mm
5.
Warna daun
6.
Bebas Organisme Pengganggu Tanaman
Sumber: (Permentan 2013)

Persyaratan
Minimal 5 bulan
25-30
Minimal 5
≥8
Hijau segar

Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan penambahan bahan organik dan
anorganik ke dalam tanah dengan tujuan untuk menyediakan unsur-unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman kopi. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman kopi
meliputi unsur hara makro dan unsur hara mikro. Adapun yang termasuk unsur
hara makro yaitu karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O2), nitrogen (N), fosfor (P),
kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan sulfur (S). Sedangkan yang
termasuk ke dalam unsur hara mikro terdiri atas boron (B), molibdenum (Mo),
mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan besi (Fe). Unsur hara
makro dibutuhkan dalam jumlah relatif lebih banyak dibandingkan unsur hara
mikro, tetapi kedua unsur tersebut dibutuhkan dan memiliki arti sama penting bagi
pertumbuhan tanaman kopi (Rahardjo 2012).
Pemupukan bermanfaat untuk memperbaiki kondisi tanaman,
meningkatkan produksi dan mutu hasil, serta menstabilkan produksi. Jumlah
penambahan pupuk ditentukan oleh dua faktor, yaitu pengambilan hara oleh
tanaman kopi dan persediaan kandungan hara dalam tanah. Kekurangan salah satu
unsur atau lebih di dalam tanah dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Selanjutnya akan mempengaruhi produktivitas tanaman kopi. Kekurangan di

6
dalam tanah perlu dipenuhi melalui pemupukan agar ketersediaannya di dalam
tanah tidak menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan produktivitas tanaman
kopi.
Berdasarkan pembuatan atau asal bahannya, pupuk dibagi menjadi pupuk
organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari
tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik
lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat
diperkaya dengan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk
meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses
rekayasa secara kimia, fisika dan atau biologi, dan merupakan hasil industri atau
pabrik pembuat pupuk (Hardjowigeno 2003).
Pupuk Organik
Berdasarkan definisinya menunjukkan bahwa pupuk organik lebih
ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik dibandingkan kadar
haranya. Kandungan C-organik tersebut menjadi pembeda dengan pupuk
anorganik. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk
kandang, limbah ternak dan sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, sabut
kelapa, kulit kopi). Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran primer
menjadi butiran sekunder tanah dalam pembentukan agregat tanah. Hal ini
bermanfaat terhadap porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi dan suhu
tanah. Pupuk organik dengan C/N tinggi seperti cangkang kopi, jerami atau sekam
lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibandingkan bahan
organik yang terdekomposisi seperti kompos. Pupuk organik memiliki fungsi
yaitu: penyediaan hara makro dan mikro walaupun dalam jumlah sedikit,
meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan membentuk senyawa
kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe dan Mn
(Simanungkalit et al. 2006). Selain itu pupuk organik juga dapat meningkatkan
jumlah maupun aktivitas organisme tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan
akar, meningkatkan penyerapan air pada akhirnya tanaman dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik (Kadir dan Kanro 2006).
Bahan organik cukup banyak terdapat di dalam kebun kopi berupa sisa
jaringan tanaman pokok, tanaman pelindung dan kulit kopi. Salah satu sumber
pupuk untuk tanaman kopi dapat berasal dari limbah kulit kopi. Kulit kopi
merupakan sumber bahan organik yang memiliki potensi yang sangat besar.
Secara kimiawi kulit kopi mengandung bahan organik seperti karbon (C),
hidrogen (H) dan oksigen (O) yang terikat dalam senyawa selulosa (45%), hemi
selulosa (25%), lignin (25%), resin (4.5%), abu (0.5%) (Yusianto 1996).
Komposisi kimia kompos kulit kopi tercantum pada Tabel 2.
Pupuk organik yang berasal dari kompos kulit kopi memiliki kandungan
bahan organik yang tinggi dibandingkan sumber pupuk organik lainnya (Tabel 3).
Limbah kopi yang sudah dikomposkan mengandung C-organik 7.21%, N total
2.22, C/N rasio 3.24, P2O5 1.30%, K2O 1.64%. Pupuk kompos dengan rasio C/N <
15 tergolong kompos yang baik, jika diberikan ke dalam tanah maka akan segera
diikuti dengan pelepasan unsur N ke dalam tanah yang dapat segera dimanfaatkan
oleh tanaman.

7
Tabel 2. Komposisi kimia kompos kulit kopi
Komposisi
Bahan kering
Nitrogen
Kalsium
Fosfor
P2O5
Kalium
K2O
Magnesium
Na
Fe
Mg
Cu
Zn
Bo
Sumber: (Berecha et al. 2011)

Satuan
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)

Kandungan
95.813
2.635
0.980
0.153
0.350
0.664
0.804
0.214
0.018
8810.991
636.498
24.834
40.968
23.314

Tabel 3. Perbandingan kandungan berbagai sumber pupuk organik
Komposisi
Kulit kopi Kotoran sapi Limbah pertanian
Bahan organik (%) 91.20
15.60
Nitrogen (%)
1.94
0.50
1.20
P2O5 (%)
0.28
0.25
0.83
K2O (%)
3.61
0.50
0.98
Sumber: Braham dan Bressani (1975)

Kotoran ayam
1.6
1.5
0.8

Pemberian pupuk organik berpengaruh terhadap perbaikan komponen
pertumbuhan, produksi kopi dan estimasi produksi, selain itu juga pupuk organik
dengan bahan baku limbah kopi dicampur dengan kotoran kambing memberi
pengaruh terbaik pada komponen pertumbuhan dan produksi kopi Arabika (Kadir
dan Kanro 2006). Penggunaan pupuk organik dapat mengendalikan nematoda
secara hayati, karena bahan organik dapat memacu perkembangan
mikroorganisme antagonis tanah seperti jamur, bakteri dan predator nematoda.
Wiryadiputra (1997) melaporkan bahwa bahan organik seperti kulit kopi, pupuk
kandang, kompos mampu menekan populasi nematoda parasit di pembibitan dan
dipertanaman kopi. Tingkat penekanan populasi nematoda mencapai 80%.
Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik merupakan pupuk yang dibuat oleh pabrik pupuk dengan
menggunakan bahan-bahan kimia anorganik berkadar hara yang tinggi.
Pemakaian pupuk anorganik dalam kegiatan budidaya sangat berpengaruh
terhadap peningkatan produktivitas suatu lahan. Keungulan pupuk anorganik yang
cepat terlihat hasilnya pada tanaman, kandungan unsur hara tinggi, mudah untuk
diangkut dan diaplikasikan pada tanaman. Penggunaan pupuk anorganik terus
menerus tanpa disertai aplikasi pupuk organik dapat menyebabkan
ketidakberimbangan unsur hara dalam tanah, rendahnya efisiensi pemupukan,

8
rusaknya struktur tanah, dan rendahnya mikrobiologi tanah. Menurut Lingga dan
Marsono (2007), pupuk anorganik sangat sedikit atau hampir tidak mengandung
unsur hara mikro atau kebanyakan merupakan pupuk makro sehingga tanah dapat
kekurangan unsur hara mikro. Selain itu, penggunaan pupuk anorganik secara
terus menerus dapat merusak tanah sehingga perlu diimbangi dengan pemberian
pupuk kandang.
Pengaruh perlakuan pupuk anorganik maupun pupuk organik memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit tanaman kopi, untuk itu perlu
dilakukan penelitian mengenai pengaruh berbagai jenis pupuk baik pupuk
anorganik, pupuk kandang, serta pupuk yang berasal dari limbah kopi itu sendiri
di bawah berbagai tingkatan intensitas naungan serta interaksinya terhadap
pertumbuhan bibit kopi.
Intensitas Naungan
Pada pembibitan faktor iklim dan kesuburan tanah sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan. Bibit tanpa naungan dan dalam keadaan
intensitas cahaya matahari yang kuat menyebabkan daun-daun layu bahkan
terbakar terutama daun-daun yang muda. Penyinaran yang tinggi menyebabkan
bibit tumbuh kerdil, daun kerdil dan gugur bahkan dapat berakibat kematian pada
bibit tanaman kopi. Sedangkan persentase naungan yang tinggi juga menimbulkan
pengaruh yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman kopi.
Secara fisiologis cahaya mempunyai pengaruh baik langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh secara langsung melalui fotosintesis dan secara tidak
langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman akibat respon
metabolik yang langsung (Fitter dan Hay 1991).
Kebutuhan tanaman akan cahaya berbeda-beda bergantung pada jenis dan
umur tanaman. Pada intensitas cahaya matahari yang tinggi fotosintesis tertekan
dan laju asimilasi bersih dari tanaman tidak maksimal. Hal ini disebabkan
menutupnya stomata sejalan dengan meningkatnya suhu daun. Intensitas cahaya
matahari yang terlalu tinggi disamping dapat mengganggu proses metabolisme,
juga bisa merusak jaringan tanaman. Pemberian naungan dapat dilakukan untuk
mengatasi kerugian yang mungkin terjadi akibat intensitas cahaya matahari yang
terlalu tinggi. Pada kondisi kekurangan cahaya, tanaman berupaya untuk
mempertahankan agar fotosintesis tetap berlangsung dalam kondisi intensitas
cahaya rendah. Keadaan ini dapat dicapai apabila respirasi juga efisien (Sopandie
et al. 2003). Dwijoseputro (1994) menyatakan bahwa pada tingkat naungan
ekstrim untuk tanaman tertentu bisa menghambat pertumbuhan dan
mengakibatkan kematian.
Tanggap bibit kopi terhadap pemberian naungan sangat beragam,
bergantung pada kondisi kesuburan tanah, iklim dan jenis kopi yang dinaungi.
Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan kemampuan tanaman untuk beradaptasi
terhadap lingkungan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Tanaman yang toleran
terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
perubahan lingkungan. Pemberian naungan tidak hanya berpengaruh terhadap
intensitas cahaya matahari saja, tetapi berpengaruh terhadap suhu udara, suhu
daun, suhu dan kelembaban tanah, kelembaban udara serta status air daun
tanaman. Peningkatan suhu daun sampai batas-batas tertentu dapat meningkatkan
serapan CO2 sehingga menambah laju fotosintesis. Wiryadiputra (1994)

9
menyatakan bahwa penggunaan naungan berupa pohon-pohon penaung
(Theprosia sp, Gliricidia maculata, Erythrina lithospermum, Cajanus cajan)
dapat menekan nematoda pada tanaman kopi.
Intensitas cahaya yang sesuai untuk proses fotosintesis tanaman kopi
berkisar 2 000 – 6000 fc. Pengurangan intensitas cahaya matahari melalui
pemberian naungan berhubungan langsung dengan asimilasi karbohidrat dan
pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi tingkat naungan maka tanaman akan
melakukan adaptasi atau penghindaran terhadap cekaman naungan dengan cara
meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya tiap unit area fotosintetik yaitu
dengan meningkatkan jumlah klorofil per unit luas daun dan rasio klorofil b/a.
Semakin tinggi tingkat naungan yang diberikan maka daun menjadi semakin tipis,
Penipisan daun terjadi karena adanya pengurangan jumlah lapisan jaringan
palisade dan sel-sel mesofil (Taiz dan Zeiger 2006). Daun yang tipis dimaksudkan
agar lebih banyak radiasi matahari yang diteruskan ke bawah sehingga distribusi
cahaya merata sampai pada bagian daun bagian bawah. Penurunan tebal daun
diiringi dengan pelebaran atau penambahan luas daun mengakibatkan penerimaan
cahaya matahari lebih banyak. Semakin tinggi tingkat naungan maka semakin
besar luas daun yang merupakan salah satu mekanisme adaptasi tanaman terhadap
cekaman intensitas cahaya rendah yang berfungsi untuk memperbesar area
penangkapan cahaya.
Kelembaban tanah perlu dipertahankan untuk menjaga agar penyerapan
unsur hara oleh akar tanaman berjalan dengan baik dan efisien. Pengaruh
pemupukan umumnya terlihat nyata pada kondisi kelembaban tanah yang tinggi.
Pada kondisi tanaman di pembibitan, besarnya intensitas naungan semakin
dikurangi dengan bertambahnya umur bibit kopi tersebut. Tingkat naungan lebih
tinggi memiliki kandungan air tanah lebih tinggi berpengaruh terhadap
translokasi hara ke permukaan akar. Kandungan air tanah yang rendah pada
lapisan top soil akan menghambat pemanjangan akar yang akan menurunkan
serapan hara oleh tanaman (Marschner 1995).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan mulai bulan Mei 2013 sampai
dengan Februari 2014 di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Dramaga, Bogor.
Analisis jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Departemen Agronomi
dan Hortikultura dan Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian IPB, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah benih kopi Arabika varietas Catimor
hasil persilangan Catura vs Hibrido De Timor asal dari Pangalengan dengan
ketinggian tempat 1 800 m di atas permukaan laut (dpl). Kombinasi pupuk yang
digunakan sesuai dengan perlakuan yang diaplikasikan yaitu pupuk anorganik,
pupuk kompos kulit kopi, dan pupuk kompos kotoran sapi. Pupuk anorganik
terdiri atas Urea, SP 36, dan KCl. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan

10
insektisida dengan bahan aktif Endosulfan konsentrasi 0.2% dan Mankozeb 80%
dengan konsentrasi 2 g l-1. Bahan naungan yang digunakan yaitu paranet 25%,
50%, 75% dan 95%. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi
penggaris, oven, Chlorophyll meter (SPAD), luxmeter, licor, mikroskop,
timbangan analitik, dan alat-alat pertanian lainnya.
Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan petak terpisah
(Split Plot Design) dengan 2 faktor perlakuan. Intensitas naungan ditempatkan
sebagai petak utama terdiri atas 4 taraf, yaitu intensitas naungan 25% (N1),
intensitas naungan 50% (N2), intensitas naungan 75% (N3) dan intensitas
naungan 95% (N4). Hasil pengukuran light meter menunjukkan intensitas
naungan sebagai pembanding ~26, ~54, ~78 dan ~96% berturut-turut untuk
perlakuan 25, 50, 75, dan 95%. Kombinasi pupuk anorganik-organik ditempatkan
sebagai anak petak, terdiri atas 5 jenis, yaitu 100% pupuk anorganik (P1), 50%
pupuk anorganik + 50% kompos kulit kopi (P2), 25% pupuk anorganik + 75%
kompos kulit kopi (P3), 50% pupuk anorganik + 50% kompos kotoran sapi (P4),
serta 25% pupuk anorganik + 75% pupuk kompos kotoran sapi (P5). Dengan
demikian terdapat 20 kombinasi perlakuan dan masing-masing terdiri atas 3
ulangan sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri
atas 11 bibit kopi yang diatur dengan jarak antar polybag 30 cm x 30 cm. Dari 11
bibit kopi ditetapkan 3 bibit sampel dalam 1 petak utama berukuran 9 m x 3 m.
Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan
petak terbagi sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi+ αj + (ρ*α)ij + βk + (α*β)jk + εijk
Yijk

= Respon pengamatan pada perlakuan intensitas naungan ke-j dan jenis
pupuk ke-k dan ulangan ke-i
µ
= Rataan umum pengamatan
ρi
= Pengaruh ulangan ke-i (i = 1, 2, 3)
αj
= Pengaruh perlakuan intensitas naungan pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3, 4, 5)
(ρ*α)ij = Galat a (interaksi antara ulangan ke-i dengan perlakuan intensitas
naungan ke-j)
Βk
= Pengaruh perlakuan jenis pupuk pada taraf ke k (k = 1, 2, 3, 4, 5)
(α*β)jk = Pengaruh interaksi intensitas naungan ke-j (αj) dan jenis pupuk ke k
(βk)
εijk
= Pengaruh galat percobaan perlakuan intensitas naungan ke-j, interval
pemberian air ke-k, dan ulangan ke-i
Pelaksanaan Percobaan
Persiapan Areal Percobaan
Areal yang digunakan untuk penelitian dibersihkan dari gulma dan sisasisa akar tanaman lain yang dapat menjadi sumber organisme pengganggu
tanaman. Pembersihan gulma dilakukan secara kimia dan manual dengan
menggunakan cangkul sekaligus meratakan permukaan tanah. Kemudian

11
dilakukan pengukuran lahan serta mengatur tata letak pembuatan bangunan
naungan.
Pembuatan Bangunan Naungan
Bahan naungan yang digunakan berasal dari paranet yang terdiri atas 4
taraf intensitas, yaitu intensitas naungan 25, 50, 75 serta 95%. Bangunan kerangka
intensitas naungan dibuat kerangka bambu berukuran 900 cm x 300 cm dengan
tinggi 175 cm. Di atas kerangka bambu dihamparkan masing-masing paranet
dengan intensitas naungan sesuai dengan perlakuan. Kebutuhan bambu dengan
panjang 900 cm sebanyak 24 buah, 300 cm sebanyak 24 buah, 175 cm sebanyak
72 buah. Kebutuhan bambu untuk atap bangunan diperlukan 36 buah berukuran
900 cm x 2 cm, serta 108 buah berukuran 300 cm x 2 cm.
Persemaian Benih Kopi
Benih yang digunakan merupakan kopi Arabika Varietas Catimor yang
merupakan hasil persilangan antara Caturra dan Hibrido de Timor. Sebelum
disemaikan benih direndam terlebih dahulu di dalam ember yang berisi air selama
6 jam yang bertujuan untuk memecahkan dormansi sehingga dapat menaikkan
persentase perkecambahan. Hal tersebut dilakukan karena kulit tanduk benih kopi
mengandung senyawa selulosa (45%), hemiselulosa (25%), lignin (2%), resin
(45%), dan abu (0.5%) sehingga sulit ditembus air (Widyotomo 2013). Benih
yang telah direndam kemudian disemai pada bedengan yang telah dibuat dengan
ukuran 2 m x 1 m. Benih ditanam dengan cara bagian benih yang datar berada di
bawah dekat permukaan tanah serta menghadap ke arah timur ke barat. Jarak
tanam benih kopi cukup rapat, yaitu 4 cm x 2.5 cm dengan kedalaman sekitar 1
cm.
Di atas persemaian dipasang naungan paranet untuk menghindari
penyinaran sinar matahari secara langsung serta menjaga kelembaban dan suhu
udara. Benih disiram dan dipelihara setiap hari sampai berkecambah, waktu yang
diperlukan sampai benih berkecambah sekitar 30 hari yaitu saat fase stadium
serdadu yang dicirikan dengan terangkatnya keping biji ke atas permukaan tanah.
Lama waktu yang dibutuhkan sampai bibit siap dipindahkan ke main nursery
yaitu sekitar 2 bulan, biasanya dilakukan saat fase stadium kepelan yang dicirikan
dengan terbentuknya satu pasang daun kepelan. Daun tersebut merupakan fase
perkembangan dari kotiledon sebelum daun yang sebenarnya terbentuk (Rahardjo
2012).
Persiapan Media Tanam
Benih kopi ditanam di bedengan persemaian selama dua bulan, lalu
dipindahkan ke polybag hitam berukuran 40 cm x 30 cm dengan tebal 0.10 mm
yang telah berisi media tumbuh campuran top soil dan berbagai perlakuan
kombinasi pupuk anorganik-organik. Perlakuan kombinasi pupuk anorganik yang
digunakan berdasarkan dosis rekomendasi dan pupuk organik berdasarkan volume
polybag, dengan volume sekitar 10 882.28 cm3 per polybag atau berat sekitar 7 kg
per polybag. Pengisian polybag dengan media tanam disesuaikan dengan
perlakuan pupuk organik.

12
Penanaman Bibit
Penanaman bibit kopi pada stadium kepelan dilakukan dengan kegiatan
seleksi bibit terlebih dahulu. Bibit dipilih berdasarkan pertumbuhan yang normal
dan seragam. Pelaksanaan penanaman dimulai dengan penyiraman persemaian
terlebih dahulu untuk memudahkan proses pengambilan bibit kopi. Pengambilan
bibit dilakukan satu per satu dengan hati-hati agar akar bibit kopi tidak terputus.
Selanjutnya bibit kopi fase stadium kepelan ditanam di dalam polybag yang telah
dibuat lubang tanam terlebih dahulu. Media tumbuh di sekitar pangkal batang
dipadatkan agar tidak terjadi rongga udara antar akar bibit kopi dengan media
tumbuh. Jika ada rongga dapat menyebabkan bibit kering dan akhirnya
mengalami kematian.
Susunan tata letak tanaman contoh disajikan pada Gambar 1. Bibit kopi
sebanyak 11 polybag diletakkan dan ditata membentuk petakan satuan percobaan.

30 cm
tanaman contoh
30 cm
Gambar 1. Tata letak tanaman contoh pada setiap satuan percobaan
Bibit kopi sebagai tanaman contoh diletakkan di bagian tengah untuk
setiap satuan percobaan. Jumlah tanaman contoh pada satu satuan percobaan
sebanyak 3 bibit tanaman. Antar petak utama dibuat parit untuk saluran
pembuangan air. Layout percobaan disajikan pada Lampiran 1.
Pemupukan
Pupuk ditimbang sesuai dosis perlakuan dengan timbangan digital.
Pemberian pupuk dilakukan pada saat tanam dan diulangi setiap 8 minggu dengan
cara dibenamkan secara melingkar dengan jarak ± 7 cm dari tanaman. Aplikasi
pupuk organik berdasarkan volume polybag seperti tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi perlakuan pupuk dalam polybag yang digunakan
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5

Berat Media
tanah (kg)
7
3.5
1.75
3.5
1.75

Pupuk Limbah
Pupuk
Kopi
Kandang sapi
............................(% volume)...........................
100
50
50
25
75
50
50
25
75

Media Tanah

Pemup

Dokumen yang terkait

Hubungan KetinggianTempat, Kemiring Lereng Terhadap Produksi Kopi Arabika Sigarar Utang Pada Bebagai Jenis Tanah di Kecamatan Lintong Nihuta

1 34 94

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi Ateng Arabika (Cofeea arabicaL.) di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

2 44 64

Strategi Pengembangan Ekspor Kopi Arabika (Coffea arabica) Sumatera Utara ( Studi Kasus : Kota Medan )

9 80 101

Analisis Pendapatan Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica ) (Studi Kasus Desa Dolokmargu, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan)

51 259 152

Uji Suhu Penyangraian Pada Alat Penyangrai Kopi Mekanis Tipe Rotari Terhadap Mutu Kopi Arabika (Coffea arabica)

2 64 65

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi Arabika ( Coffea arabica ) di Dusun Paman Similir Desa Telagah Kecamatan Sel Bingei Kabupaten Langkat

1 52 58

Analisis Finansial dan Kontribusi Usahatani Kopi Arabika (Coffea arabica) Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Paraduan Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir

2 52 159

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica) dan Strawberi (Fragaria vesca Linn.) di Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun

2 50 94

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffee sp.), Kentang (Solanum tuberosum L.), dan Kubis (Brassica oleraceae L.), Jeruk (Citrus sp.) di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

0 40 116

Pengaruh Pupuk Nitrogen-Fosfor dan Intensitas Naungan terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Arabika (Coffea arabica L.)

0 7 10