xvii
Penerapan konsinyasi dalam Perpres ini sebagai alternatif penyelesaian konflik pengadaan tanah bisa jadi membawa dampak pada kesewenang-wenangan
pemerintah dalam hal penggusuran atau pengusiran secara paksa. Padahal alternatif terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan pengajuan permohonan
pencabutan hak atas tanah berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961, dan bukannya dengan mengkonsinyasikan uang ganti rugi ke pengadilan negeri dan
menganggap kewajibannya dalam pembebasan lahan sudah selesai, dan dengan serta merta melakukan pembangunan di lahan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian dalam skripsi ini
berjudul : “Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Ganti Rugi Atas Bangunan Hak Milik Yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan
Umum Studi Kasus Pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Simpang Pos Medan ”
B. Perumusan Masalah
Setiap pelaksanaan penelitian penting diuraikan permasalahan karena dengan hal yang demikian dapat diketahui pembatasan dari pelaksanaan penelitian
dan juga pembahasan yang akan dilakukan. a. Bagaimana mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk
kepentingan umum? b. Bagaimana hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas
tanah yang digunakan untuk pembangunan?
c. Bagaimana proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam rangka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xviii
pembangunan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan
untuk kepentingan umum? 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti
rugi atas tanah yang digunakan untuk pembangunan? 3. Untuk mengetahui proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam
rangka pembangunan? Sedangkan yang menjadi faedah penelitian dalam hal ini adalah:
a. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum itu sendiri khususnya dalam bidang hukum perdata dalam kaitannya dengan
pembebasan tanah untuk kepentingan umum. b. Secara praktis ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil
manfaatnya terutama dalam hal mengetahui tentang hal-hal yang dapat dilakukan masyarakat apabila terjadi pembebasan tanah untuk kepentingan
umum.
D. Keaslian Penulisan
Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Ganti Rugi Atas Bangunan Hak Milik Yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk
Kepentingan Umum Studi Kasus Pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Simpang Pos Medan” ,
dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xix ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Tanah
Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, oleh karena sebagian besar kehidupan manusia adalah bergantung kepada tanah.
Tanah sebagai suatu benda yang bersifat permanen dan dapat dicadangkan untuk kehidupan dimasa yang akan datang, sebab tanah merupakan tempat
bermukim bagi umat manusia, di samping sebagai sumber kehidupan bagi mereka yang mencari nafkah seperti petani, tanah juga dipergunakan sebagai tempat
persemayaman terakhir bagi orang yang meninggal dunia. Mengingat kebutuhan akan tanah yang semakin meningkat disebabkan
pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi yang selalu membutuhkan tanah maka diperlukan suatu pengaturan tentang penguasaan dan penggunaan tanah,
yang dengan singkat disebut Hukum Tanah. Hukum Tanah di Indonesia saat ini adalah berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tanah saja akan
tetapi termasuk di dalamnya bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, maka Hukum agraria tersebut memberikan pengertian bumi, air dan ruang angkasa sebagai berikut : Bumi, selain permukaan bumi,
termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air, air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia, ruang angkasa,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xx
ialah ruang di atas bumi dan air .
8
Pemberian hak itu berarti pemberian wewenang untuk mempergunakan tanah dalam batas-batas yang diatur oleh peraturan perundangan. Tanah adalah
permukaan bumi, maka hak atas tanah itu adalah hak untuk mempergunakan tanahnya saja sedangkan benda-benda lain di dalam tanah umpamanya bahan-
bahan mineral, minyak dan lain-lainnya tidak termasuk. Hal yang terakhir ini diatur khusus dalam beberapa peraturan perundangan lain, yaitu
undangundang-undang tentang ketentuan pokok pertambangan. Dari uraian tersebut nampak bahwa Hukum Agraria meliputi Hukum
Tanah atau Hukum Tanah termasuk sebagian dari Hukum agraria. Berdasarkan hak menguasai dari Negara, seperti yang terdapat dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-
Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah memberikan hak-hak atas tanah kepada seseorang atau kepada suatu badan hukum.
9
8
K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 10.
9
Ibid, hal. 15.
Setelah hak atas tanah diberikan kepada seseorang maupun kepada suatu badan hukum, maka terjadilah suatu hubungan hukum antara pemilik tanah atau
terhadap yang berhak atas tanah. Dengan adanya hubungan hukum ini, maka yang mempunyai hak dapat
melakukan perbuatan hukum terhadap tanahnya seperti mengadakan jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, hibah dan lain sebagainya.
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 bahwa yang dapat mempunyai hak atas tanah secara penuh adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun
perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxi
Berdasarkan uraian di atas, maka seseorang atau Badan Hukum yang mempunyai suatu hak, oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 dibebani
kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib pula memelihara termasuk untuk menambah kesuburan tanahnya dan mencegah
kerusakan tanah tersebut. Untuk menjaga keamanan dan kepastian hukum hak atas tanah, maka setiap
orang yang memperoleh dan memiliki hak hendaknya mengusahakannya agar dapat memiliki sertifikat hak atas tanah. Dengan demikian si pemiliksertifikat hak
atas tanah tersebut, akan lebih merasa aman dan tenang untuk mempergunakan haknya.
2. Pengertian Pembebasan Hak Atas Tanah
Sejak lahirnya UUPA No. 5 tahun 1960 yaitu suatu undang-undang yang mengatur tentang agraria di Indonesia maka kepastian hukum tentang tanah
semakin cerah dan kuat. Tetapi bukan berarti hak itu mutlak murni, tetapi dibarengi dengan kepentingan sosialumum, dimana hak yang sudah dimiliki oleh
seseorang itu masih dapat dicabutdibebaskan dengan melalui prosedur hukum yang berlaku.
Umpamanya pembangunan yang dilakukan oleh swastapemerintah yang menyangkut kepentingan umum memerlukan lokasi untuk pembangunan tersebut
maka dalam hal ini dapat dilakukan pencabutan pembebasan tanah, dengan memberikan ganti rugi yang sesuai atau yang wajar.
Sehubungan hal tersebut di atas maka agar tidak terjadi kesalahan penafsiran tentang pengertian pembebasan hak atas tanah, di bawah ini penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxii
akan mencoba untuk mengetengahkan dan menguraikannya. Menurut Soetomo, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pembebasan
tanah itu adalah pelepasan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang penguasa hak atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi
Pasal 1 ayat 1 PMDN No. 15 Rahun 1975 .
10
Sementara menurut Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menyebutkan bahwa
istilah pembebasan hak atas tanah tidak ada kita jumpai, akan tetapi istilahnya disebut pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, yang kesemuanya istilah
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1961, mengenai pembebasan tanah tidak ada kita jumpai definisinya secara jelas, namun dalam
Pasal 1 ditentukan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat demikian pula kepentingan
pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-
benda yang ada di atasnya. Begitu juga halnya PMDN No. 2 tahun 1976 tidak ada memuat definisi
pembebasan tanah itu dengan jelas, hanya dalam Pasal 1 disebutkan pembebasan tanah oleh pihak swasta untuk kepentingan umum atau termasuk dalam bidang
pembangunan sarana umum dan fasilitas sosial dapat dilaksanakan menurut acara pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah sebagaimna diatur dalam Bab I,
II, III dan IV PMDN No. 15 Tahun 1975.
10
Soetomo, Pembebasan Pencabutan dan Permohonan Hak Atas Tanah, Penerbit Universitas Brawijaya, Malang, 1981, hal. 27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxiii
tersebut tidak lain dari masalah ganti rugi dalam pengambil alihan hak atas tanah. Sesuai dengan hal di atas, bahwa yang dimaksud dengan pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan
ganti kerugian atas dasar musyawarah Pasal 1 butir 2 kepres No. 55 Tahun 1993. Sedangkan UUPA No. 5 Tahun 1960, juga tidak ada memuat secara jelas
definisi pencabutan hak atas tanah. Tetapi dalam Pasal 18 UUPA, hanya menentukan : untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-
undang. Dari definisi di atas penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa
setiap pembebasan hak atas tanah untuk kepentingan orang banyak umum adalah selalu dibarengi dengan pemberian ganti rugi yang layak, sesuai dengan ketentuan
undang-undang yang berlaku di negara kita. Perlu juga penulis tambahkan untuk pembebasan hak atas tanah seseorang hendaknya dilakukan dengan azas
musyawarah untuk mufakat dan tanpa adanya tekanan-tekanan dari pihak-pihak tertentu yang dapat merugikan pihak yang lemah.
Mengenai pemakaian istilah tersebut di atas menurut hemat penulis, sekalipun berbeda-beda, hal ini tidak perlu terlalu dipersoalkan. Karena baik istilah
pencabutan atau pembebasan dan pelepasan, umumnya adalah menyangkut atau tidak terlepas dari masalah ganti rugi atas setiap pembebasan tanah.
3. Konsepsi Kepentingan Umum
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxiv
Konsep kepentingan umum harus dilaksanakan sejalan dengan terwujudnya Negara, dimana hukum merupakan sarana utama untuk mewujudkan kepentingan
umum. Hukum tidak mempunyai pilihan lain kecuali disamping menjamin kepentingan umum juga melindungi kepentingan perorangan agar keadilan dapat
terlaksana. Hal ini berarti bahwa hukum sendiri tidak dapat dipisahkan dari norma keadilan, karena hukum adalah pengejawantahan dari prinsip-prinsip keadilan.
11
Reinach, sebagaimana pemikir lainnya Notonegoro, berpendapat bahwa kepentingan umum hendaknya seimbang dengan kepentingan Individu.
12
Begitu pentingnya arti kepentingan umum dalam kehidupan bernegara yang dalam praktiknya berbenturan dengan kepentingan individu maka perlu
didefinisikan dengan jelas. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa istilah kepentingan umum agar jelas dan memenuhi rasa keadilan masyarakat tidaklah
cukup dipahami secara legalistic-formalistik, namun harus diintegrasikan menurut metode penemuan hukumnya.
13
John Salindeho memberikan pengertian kepentingan umum yaitu Termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan
memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis, dan Hankamnas atas dasar asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta
Wawasan Nusantara’.
14
I Wayan Suandra, Kepentingan umum pada dasarnya adalah segala
11
Tholahah Hasan, Pertanahan Dalam Perspektif Agama Islam dan Budaya Muslim, STPN Yogyakarta, 1999, hal. 37.
12
Maria S.W. Soemardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2001, hal.11.
13
Ibid, hal. 32.
14
Jhon Salindeho, Op.Cit.hal. 1126.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxv
kepentingan yang menyangkut kepentingan negara, kepentingan bangsa, kepentingan masyarakat luas dan kepentingan-kepentingan pembangunan yang
sifatnya menurut pertimbangan Presiden perlu bagi kepentingan umum.
15
Kepentingan bangsa dan negara, setidaknya memberikan penjelasan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
UUPA, tercantum pada Penjelasan Umum butir ke-2 menyebutkan bahwa negarapemerintah bukanlah subyek yang dapat mempunyai hak milik eignaar,
demikian pula tidak dapat sebagai subyek jual-beli dengan pihak lain untuk kepentingannya sendiri.
Menurut Pasal 1 ayat 5 Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005 menjelaskan kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan
masyarakat. Hal ini sejalan dengan kepentingan umum yang diatur dalam Pasal 18 UUPA, Pasal 1 UU No.20 Tahun 1961, dan Inpres No. 9 Tahun 1973 beserta
lampirannya. Dimana dalam Pasal 1 Inpres No.9 Tahun 1973 menyebutkan bahwa suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat
kepentingan umum, apabila kepentingan tersebut menyangkut kepentingan bangsa dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyakbersama, dan
kepentingan pembangunan.
16
15
I. Wayan Suandra, Masalah Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 1996, hal. 17.
Dalam arti bahwa negara tidak dapat berkedudukan sebagaimana individu. Menurut Muhammad Yamin, bahwa negara sebagai
organisasi kekuasaan dalam tingkatan-tingkatan tertinggi diberi kekuasaan sebagai
16
Sunaryo, Tinjauan Yuridis-Kritis Terhadap Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Makalah Disampaikan Dalam Seminar Kepentingan Umum Dalam
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Tanggal 19 Maret
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxvi
badan penguasa untuk menguasai Bumi, Air dan Ruang Angkasa, dalam arti bukan memiliki.
17
Dengan demikian, negara hanya diberi hak untuk menguasai dan mengatur dalam rangka kepentingan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan kepentingan
umum. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepentingan negara dalam paham ini cenderung seperti pada paham sosialis, yakni kepentingan negara bersifat
umum.
18
2004, hal. 7.
17
Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal. 5
18
Boedi Harsono, Sejarah, Isi dan Pelaksanaan UUPA, Djambatan, Jakarta, 2000, hal. 120.
atau Negara Indonesia cenderung menganut negara dengan paham sublimasi.
Kepentingan masyarakat luas, dimana dalam menjabarkan kepentingan umum untuk masyarakat luas perlu mendapatkan pemahaman secara meluas
dengan penjabaran yang rinci dalam peraturan operasional dilapangan agar kepentingan umum tidak salah sasaran. Dimana UUPA menegaskan tentang
perlunya melindungi kepentingan masyarakat agraris, golongan ekonomi lemah dan pedesaan.
Kepentingan rakyat banyak, dimana rakyat banyak merupakan perbandingan antara rakyat yang dibebaskan tanahnya untuk kepentingan umum
harus lebih banyak dibandingkan dengan rakyat penerima manfaat kegiatan untuk kepentingan umum yang direncanakan. Oleh karenanya perlu dipertegas dan
dijelaskan kepentingan rakyat banyak untuk pembakuan penafsiran arti rakyat banyak dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxvii
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Sifatmateri penelitian
Sifatmateri penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deksriptif analisis mengarah pada penelitiasn yuridis normatif, yaitu
suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.
19
2. Sumber data
Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data sekunder didapatkan melalui:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria disebut pula dengan Undang-Undang Pokok Agraria UUPA, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, Tentang Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, Atas Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1994 Tentang
Pelaksanaan Keppres No. 55 Tahun 1993 Mengenai Pengadaan Tanah dan Pelaksanaan Pembangunan Kepentingan Umum serta Keputusan Presiden
Nomor 55 Tahun 1993, Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
19
Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press. halaman 32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxviii
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan sebagainya.
c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup: 1 Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan
terhadap hukum primer dan sekunder. 2 Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier penunjang di luar bidang
hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.
3. Alat pengumpul data
Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.
4. Analisis data
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan
analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat
ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxix
terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian:
Bab I. Pendahuluan
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.
Bab II. Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Atas Tanah Yang Digunakan Untuk Kepentingan Umum.
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Cara-Cara Memperoleh Tanah Untuk Kepentingan Umum, Prinsip-Prinsip
Pemberian Ganti Kerugian dan Dasar Perhitungan serta Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Atas Tanah Yang Digunakan Untuk
Kepentingan Umum. Bab III. Hambatan-Hambatan Yang Timbul Dalam Mekanisme Ganti Rugi
Atas Tanah Yang Digunakan Untuk Pembangunan. Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Penyebab
Ketidaksepakatan. Penyelesaian Ketidaksepakatan serta Hambatan- Hambatan Yang Timbul Dalam Mekanisme Ganti Rugi Atas Tanah
Yang Digunakan Untuk Pembangunan. Bab IV. Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka
Pembangunan. Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Fungsi Sosial
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxx
Hak Atas Tanah serta Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan.
Bab V. Kesimpulan dan Saran Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan
diberikan kesimpulan dan saran.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxxi
BAB II
MEKANISME KONSINYASI GANTI RUGI ATAS TANAH YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Cara-Cara Memperoleh Tanah Untuk Kepentingan Umum
Secara umum tanah dibedakan menjadi 2 yaitu tanah negara dan tanah hak. Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara. Langsung dikuasai
artinya tidak ada hak pihak lain di atas tanah tersebut. Tanah tersebut disebut juga tanah negara bebas.
Penggunaan istilah tanah negara bermula pada jaman Hindia Belanda. Sesuai dengan konsep hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan tanah
yang berupa hubungan kepemilikan dengan suatu pernyataan yang dikenal dengan nama Domein Verklaring yang menyatakan bahwa semua tanah yang pihak lain
tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya adalah domein atau milik negara.
20
Adanya konsep domein negara tersebut, maka tanah-tanah hak milik adat disebut tanah negara tidak bebas atau onvrij landsdomein karena sudah dilekati
dengan suatu hak, tetapi di luar itu semua tanah disebut sebagai tanah negara bebas Vrij Landsdomein.
21
Akibat hukum pernyataan tersebut merugikan hak atas tanah yang dipunyai rakyat sebagai perseorangan serta hak ulayat yang dipunyai oleh masyarakat
hukum adat, karena berbeda dengan tanah-tanah hak barat, di atas tanah-tanah hak
20
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2005, hal. 45
21
Ibid. 22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxxii
adat tersebut pada umumnya tidak ada alat bukti haknya. Berdasarkan uraian di atas, maka yang disebut tanah negara adalah tanah-
tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara, hak pengelolan serta tanah ulayat dan
tanah wakaf. Adapun ruang lingkup tanah negara meliputi: 1. Tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya.
2. Tanah-tanah hak yang berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang lagi.
3. Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli waris. 4. Tanah-tanah yang ditelantarkan.
5. Tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan umum.
22
Menurut UUPA, seluruh tanah di wilayah negara Republik Indonesia dikuasai oleh negara. Apabila di atas tanah itu tidak ada hak pihak tertentu maka tanah
tersebut merupakan tanah yang langsung dikuasai negara dan apabila di atas tanah itu terdapat hak pihak tertentu maka tanah tersebut merupakan tanah hak.
Tanah hak merupakan tanah yang dikuasai oleh negara tetapi penguasaannya tidak langsung sebab ada hak pihak tertentu yang ada di atasnya. Apabila hak pihak
tertentu tersebut dihapus maka tanah yang bersangkutan menjadi tanah yang langsung dikuasai negara.
Selain tanah negara terdapat juga tanah hak. Tanah hak merupakan tanah yang dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan suatu hak atas tanah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi di atas tanah tersebut terdapat salah satu hak atas tanah seperti yang ditetapkan dalam UUPA.
Tanah yang berstatus tanah negara dapat dimintakan suatu hak untuk
22
Maria S.W. Soemarjono, Op.Cit. Hal. 62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxxiii
kepentingan tertentu dan menurut prosedur tertentu. Tanah negara yang dapat dimohon suatu hak atas tanah dapat berupa :
a. Tanah negara yang masih kosong atau murni, Tanah negara murni adalah tanah negara yang dikuasai secara langsung dan belum dibebani
suatu hak apapun. b. Tanah hak yang habis jangka waktunya. HGU, HGB, dan Hak Pakai
mempunyai jangka waktu yang terbatas. Dengan lewatnya jangka waktu berlakunya tersebut maka hak atas tanah tersebut hapus dan
tanahnya menjadi tanah negara.
c. Tanah negara yang berasal dari pelepasan hak oleh pemiliknya secara sukarela. Pemegang hak atas tanah dapat melepas haknya. Dengan
melepaskan haknya itu maka tanah yang bersangkutan menjadi tanah negara. Dalam praktek pelepasan hak atas tanah sering terjadi tetapi
biasanya bukan asal lepas saja tetapi ada sangkut pautnya dengan pihak yang membutuhkan tanah tersebut. Pemegang hak melepaskan haknya
agar pihak yang membutuhkan tanah memohon hak yang diperlukan. Si pelepas hak akan menerima uang ganti rugi dari pihak yang
membutuhkan tanah. Hal tersebut dikenal dengan istilah pembebasan hak.
23
Perolehan tanah adalah suatu tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilalui oleh
seseorang, badan hukum, instansi pemerintah untuk memperoleh hak atas tanah bagi kegiatan pembangunan.
Hukum tanah nasional menyediakan cara memperoleh tanah dengan melihat keadaan sebagai berikut :
a. Status tanah yang tersedia, tanahnya merupakan tanah negara atau tanah hak. b. Apabila tanah hak, apakah pemegang haknya bersedia atau tidak menyerahkan
hak atas tanahnya tersebut. c. Apabila pemeganghak bersedia menyerahkan atau memindahkan haknya,
apakah yang memerlukan tanah memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau tidak memenuhi syarat.
24
23
Ibid.
24
Boedi Harsono, Op. Cit, hal 310
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xxxiv
Sistem perolehan tanah berdasarkan kriteria di atas baik untuk keperluan usaha maupun untuk kepentingan umum dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Tanah Negara.
Cara perolehan tanah negara ditempuh dengan cara permohonan hak baru atas tanah.
b. Tanah Hak
Cara perolehan tanah hak ditempuh melalui musyawarah untuk mencapaikesepakatan, baik mengenai penyerahan haknya maupun mengenai besarnya ganti rugi, yaitu
dapat ditempuh dengan cara :
1 Pemindahan hak, jika pihak yang memerlukan tanah memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Perolehan Hak Atas Tanah adalah perubahan hak
yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah berpindah dan yang mengalihkan kepada yang menerima pengalihan pemindahan hak dapat
dilakukan dengan cara: a Jual beli tanah.
b Hibah tanah. c Tukar menukar tanah.
Cara ini dapat ditempuh apabila yang memerlukan tanah memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah dan pemilik tanah secara sukarela
menjual tanah tersebut. Apabila yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak, maka dikenai ketentuan Pasal 26 ayat 2 Undang-
undang Pokok Agraria dan jual beli menjadi batal demi hukum. Isi ketentuan Pasal 26 ayat 2 Undang-undang Pokok Agraria adalah sebagai berikut :
A. Setiap jual beli, penukaran, penghibahan. pemberian dengan wasiat dan