Potensi antibakteri propolis Trigona spp. Bukittinggi sebagai pemacu pertumbuhan pada tikus putih (Sprague Dawley):

POTENSI ANTIBAKTERI PROPOLIS Trigona spp.
BUKITTINGGI SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN PADA
TIKUS PUTIH (Sprague-Dawley)

DESY KURNIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis POTENSI ANTIBAKTERI
PROPOLIS
TRIGONA
spp.
BUKITTINGGI
SEBAGAI PEMACU
PERTUMBUHAN PADA TIKUS PUTIH (Sprague Dawley) adalah karya saya
sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, November 2009

Desy Kurniawati
NIM G851070021

ABSTRACT

DESY KURNIAWATI. Antibacterial Potency of Propolis Trigona spp
Bukittinggi as Growth Promoter in Rattus norvegicus Strain Sprague
Dawley. Under direction of I MADE ARTIKA, BUDI HARYANTO, and A. E.
ZAINAL HASAN.
The use of antibiotics as growth promoters has been banned in many
countries because of the emergence of antibiotic resistancies in human commonly
pathogenic bacteria. The aim of this research is to analyze antibacterial potency of
Propolis Trigona spp to increase weight of Sprague Dawley and decrease
population of Escherichia coli (E coli). Propolis was extracted by repeated

maceration of hives of Trigona spp with ethanol, and the solvent was eliminated
by freeze drying. Three types propolis were used to analyze antibacterial potency,
raw propolis, 2% microcapsul propolis (M2%) and 4% microcapsul
propolis(M4%). The results showed that propolis increases body as weight of
Sprague Dawley (raw propolis 15.3% , M2% 9.34% and M4% 2.12%) and
decrease population of E coli (raw propolis 5.48 CFU/g, M2% 2.79 CFU/g and
M4% 6.22 CFU/g). Raw propolis and M2% have potential as growth promoters
and antibacterial. Propolis from Trigona spp shows potency to be used as growth
promoter and antibacterial agent.
Keywords: Propolis, Trigona spp., growth promoters, antibacterial.

RINGKASAN

DESY KURNIAWATI, Potensi Antibakteri Propolis Trigona spp. Bukittinggi
sebagai Pemacu Pertumbuhan pada Tikus Putih (Sprague Dawley). Dibimbing
oleh I MADE ARTIKA, BUDI HARYANTO, dan A. E. ZAINAL HASAN.
Bakteri merupakan organisme yang sangat adaptif karena regenerasinya
memerlukan waktu yang singkat dan mempunyai kecenderungan melakukan
pertukaran informasi genetika. Bakteri yang resistensi akibat penggunaan
antibiotika menimbulkan masalah yang baru, karena bakteri ini tahan terhadap

antibiotika yang telah dipakai tersebut. Resistensi bakteri ini sulit untuk ditangani
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengembangkan alternatif yang sesuai
untuk mengatasi dampak yang merugikan dengan pelarangan penggunaan
antibiotik pemacu pertumbuhan. Substansi lain, dikenal dengan natural growth
promoter, telah diidentifikasikan mempunyai khasiat dan aman untuk
menggantikan fungsi antibiotik pemacu pertumbuhan ternak
Propolis merupakan bahan alamiah yang dihasilkan oleh lebah dan
telah dibuktikan mempunyai
banyak manfaat terutama dalam bidang
kesehatan dan saat ini digunakan secara luas sebagai obat berbagai
penyakit. Propolis merupakan getah yang dikumpulkan oleh lebah dari
berbagai pucuk tanaman dan dari tanaman yang patah dimana getah
tanaman tersebut kemudian
dicampur dengan enzim yang terdapat dalam
kelenjar ludah lebah dan digunakan untuk melindungi sarang dari berbagai
bakteri, virus dan jamur.
Penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2006) menunjukkan bahwa
propolis hasil ekstrak etanol 70% dapat digunakan sebagai senyawa anti bakteri
baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Penelitian lain
menunjukkan bahwa propolis sangat efektif melawan mikroorganisme yang telah

resisten terhadap antibiotika lain. Beberapa bentuk sediaan propolis memiliki
potensi sebagai anti bakteri. Mikrokapsulasi merupakan suatu metode penyalutan
langsung zat aktif dengan suatu bahan penyalut. Zat aktif disebut inti atau isi,
sedangkan penyalut disebut dinding atau kulit. Pada penelitian ini digunakan
beberapa bentuk sediaan propolis sebagai alternatif pemacu pertumbuhan dan
antibakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian propolis
Trigona spp asal bukit tinggi terhadap peningkatan bobot badan tikus Sprague
Dawley dan terhadap penurunan jumlah bakteri E. coli di usus tikus Sprague
Dawley. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai propolis
Trigona spp asal BukitTinggi Sumatera Barat sebagai bahan pemacu pertumbuhan
alami dan sebagai senyawa anti bakteri. Hipotesis yang diajukan pada penelitian
ini adalah bentuk sediaan Propolis Trigona spp asal Bukittinggi Sumatera Barat
dapat meningkatkan pertumbuhan bobot badan tikus dan menurunkan jumlah
bakteri E coli di usus tikus Sprague Dawley sehingga berpotensi untuk digunakan
sebagai senyawa anti bakteri dan bahan pemacu pertumbuhan alami.

Hasil penelitian diperoleh bahwa mikrokapsulasi yang dilakukan
menghasilkan mikrokapsul dengan konsentrasi propolis 2% (M2%) dan
mikrokapsul 4% (M4%). Dimana hasil dari mikrokapsulasi yang dihasilkan

berupa serbuk dan berwarna putih kecoklatan. Komposisi mikrokapsul pada
penelitian ini terdiri atas ekstrak propolis asal Bukittinggi sebagai zat aktif
(konsentrasi 2% dan 4%), bahan penyalut maltodekstrin dan magnesium stearat.
Persentase pertumbuhan perlakuan : standar 4,93%, Kontrol positif 26% , raw
15.3% , mikrokapsul propolis 2% 9.34% dan mikrokapsul propolis 4% 2.12%.
Bobot badan tikus yang mengalami peningkatan, didukung pula dengan adanya
peningkatan konsumsi pakan. Pada mikrokapsul propolis 2% terjadi hal yang
berbeda, konsumsi pakan mengalami penurunan akan tetapi pertumbuhan
mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya efisiensi konsumsi pakan.
Raw Propolis dan mikrokapsul propolis 2% memiliki potensi yang lebih baik
sebagai pemacu pertumbuhan dibandingkan mikrokapsul propolis 4%.
Mikrokapsul propolis 2% memiliki jumlah E. coli pada feses yang lebih stabil
dibandingkan kelompok lain serta jumlah E. coli di usus yang relatif kecil.
Kata kunci: propolis, Trigona spp., pemacu pertumbuhan, antibakteri

© HAK Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan, atau
makalah.
b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar di IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

POTENSI ANTIBAKTERI PROPOLIS TRIGONA spp
BUKITTINGGI SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN
PADA TIKUS PUTIH (Sprague Dawley)

DESY KURNIAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2009

Judul Tesis
Nama
NIM

: Potensi Antibakteri Propolis Trigona spp. Bukittinggi Sebagai
Pemacu Pertumbuhan Pada Tikus Putih (Sprague Dawley)
: Desy Kurniawati
: G851070021

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua

Dr. Budi Haryanto, MSc
Anggota


Ir. A. E Zainal Hasan, MSi
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Biokimia

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S

Tanggal Ujian : 16 November 2009

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segenap puja dan puji syukur penulis
panjatkanke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah
dilimpahkan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini

mengambil tema mengenai Potensi antibakteri propolis Trigona spp. Bukittinggi
sebagai pemacu pertumbuhan pada tikus putih (Sprague Dawley).
Penyusunan tesis bukanlah pekerjaan yang mudah. Tanpa adanya
dukungan dari berbagai pihak tentu sukar bagi penulis untuk menyelesaikan tugas
ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih dengan tulus dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu,
terutama kepada:
1. Bapak Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan motivasi, arahan, masukan dan ilmu pengetahuan
selama studi hingga penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Dr. Budi Haryanto sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan masukan dan pandangannya mengenai mikroflora saluran
pencernaan serta teknik penulisan dalam tulisan ini
3. Bapak Ir. H. A. E. Zainal Hasan, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan, masukan, serta ilmu pengetahuan selama proses
penelitian hingga selesainya penyusunan tesis ini.
4. Ibu Prof. Dr. drh. Maria Bintang. M.S selaku ketua program studi biokimia
IPB dan Penguji luar komisi yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
masukan untuk perbaikan penulisan tesis dan teknik penelitian penulis.
5. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Biokimia IPB

6. Keluarga, orang tua serta adik yang telah banyak memberikan dukungan moril
dalam menjalani masa studi.
7. Rekan-rekan pascasarjana biokimia angkatan 2007

Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki banyak kekurangan
dalam berbagai sisi. Karena itu, saran dan krtitik bagi penulis akan sangat
berharga untuk perbaikan-perbaikan di masa yang akan dating
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat untuk dunia ilmu pengetahuan
dan meningkatkan optimisme membangun masa depan yang lebih baik.

Bogor, November 2009

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 27 desember 1982 dari ayah
Halim dan ibu Sunarsi. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2000 penulis menjadi mahasiswa strata satu Program Studi Kimia
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Haluoleo
Kendari, lulus tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis menjadi staf pengajar di

Program Studi Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Haluoleo. Pada tahun 2007 penulis memperoleh kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan sekolah pascasarjana pada Program Studi Biokimia
Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………......................

i

DAFTAR GAMBAR……….…………………………………........

ii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………......................

iii

PENDAHULUAN………………………………… ...........…….....

1

Latar Belakang………………………………………...........

1

Tujuan Penelitian...................................................................

3

Manfaat Penelitian.................................................................

3

Hipotesis................................................................... .............

3

TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................

4

Trigona spp...........................................................................

4

Sarang Lebah Madu Trigona spp..........................................

5

Propolis..................................................................................

6

Kandungan dan Manfaat Propolis.........................................

7

Senyawa Pemercepat pertumbuhan.......................................

9

Mikrokapsulasi......................................................................

10

Mikrokapsul...........................................................................

13

Escherichia coli.....................................................................

13

METODOLOGI PENELITIAN.........................................................

15

Waktu dan Tempat Penelitian.................................................

15

Alat dan Bahan........................................................................

15

Metode Penelitian...................................................................

15

HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................

19

Mikrokapsulasi propolis..........................................................

19

Penanganan dan kondisi fisik hewan coba.............................

21

Pertumbuhan bobot badan hewan coba..................................

22

1

Perbandingan Potensi propolis terhadap Standar perlakuan...

27

Perbandingan Potensi propolis terhadap Ampisilin................

27

Perbandingan Potensi mikrokapsulasi propolis terhadap raw
propolis....................................................................................

29

Populasi Bakteri Pada feses (Escherichia coli........................

30

Bakteri Pada Usus Besar (Escherichia coli)...........................

32

KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................

35

Kesimpulan.............................................................................

35

Saran ......................................................................................

35

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

36

LAMPIRAN......................................................................................

43

2

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Komponen Kimia Propolis................................................................8
2. Kondisi Fisik Hewan Coba...............................................................22

i

3

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1.

Trigona spp.................................................................................

4

2.

Sarang Lebah Trigona spp..........................................................

5

3.

Bakteri E. coli …………………….............................................

14

4.

Hasil A. Mikrokapsul Propolis Bukittinggi 2%
B. Mikrokapsul Propolis Bukittinggi 4%...........................

21

5.

Bobot badan tikus pada masa adaptasi.....................…………...

22

6.

Bobot badan tikus pada masa perlakuan……… ………………

23

7.

Konsumsi pakan dari masa adaptasi hingga perlakuan...............

25

8.

Konsumsi minum dari masa adaptasi hingga masa perlakuan…

26

9.

Potensi sediaan Propolis terhadap standar perlakuan..................

27

10.

Potensi
propolis terhadap Ampisilin sebagai pemacu
pertumbuhan................................................................................

28

11.

Potensi mikrokapsul propolis terhadap Raw propolis ................

29

12.

Jumlah sel Escherichia coli (CFU/gram) pada feses..................

32

13.

Jumlah sel Escherichia coli (CFU/gram) pada usus ....….…….

33

ii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1.

Peta Lokasi Pengambilan Sampel...............................................

43

2.

Diagram Alir Percobaan..............................................................

44

3.

Rancangan percobaan hewan uji.................................................

45

4.

Pembuatan larutan cekok untuk perlakuan..................................

46

5.

Data bobot badan tikus selama penelitian (gram)……………...

47

6.

Hasil uji Anova bobot badan masa perlakuan menggunakan
SAS……………………………………………………………..

48

7.

Data konsumsi pakan selama penelitian (gram)………………..

49

8.

Hasil uji Anova konsumsi pakan masa perlakuan menggunakan
SAS..................................................................…………………

50

Konsumsi minum dari masa adaptasi hingga masa
perlakuan…………………………………………….................

51

Hasil uji Anova konsumsi minum masa perlakuan
menggunakan SAS......................................................................

52

Jumlah sel Escherichia coli feses pada tikus (Log
CFU/gram)……………………………………………................

53

Hasil uji Anova jumlah sel Escherichia Coli di feses masa
perlakuan menggunakan SAS......................................................

54

13.

Jumlah sel Escherichia Coli Usus tikus (Log CFU/gram).…….

55

14.

Hasil uji Anova jumlah sel Escherichia Coli di feses masa
perlakuan menggunakan SAS......................................................

56

15.

Contoh hasil metode cawan sebar………………………………

57

16.

Profil tikus penelitian…………………………………………...

58

9.

10.

11.

12.

iii

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kesadaran masyarakat akan kesehatan akhir-akhir ini semakin meningkat.
Masyarakat memahami bahwa pola hidup sehat dapat berperan penting untuk
mencegah penyakit dan memperbaiki kesehatan manusia. Berbagai hal telah
dilakukan

dalam

upaya

memperbaiki

kesehatan,

termasuk

diantaranya

penggunaan antibiotik sebagai alternatif pengobatan. Namun penggunaan
antibiotik dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan bakteri penyebab
penyakit menjadi resisten.
Bakteri merupakan organisme yang sangat adaptif karena regenerasinya
memerlukan waktu yang singkat dan mempunyai kecenderungan melakukan
pertukaran informasi genetika. Bakteri yang resistensi akibat penggunaan
antibiotika menimbulkan masalah yang baru, karena bakteri ini tahan terhadap
antibiotika yang telah dipakai tersebut. Resistensi bakteri ini sulit untuk ditangani.
Strain bakteri yang telah ditemukan resisten terhadap antibiotika meliputi
Salmonella spp., E. coli, dan Campylobacter spp. (Evans and Wegener, 2003).
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengembangkan alternatif yang
sesuai untuk mengatasi dampak yang merugikan dengan pelarangan penggunaan
antibiotik pemacu pertumbuhan. Substansi lain, dikenal dengan natural growth
promoter,

telah

diidentifikasikan mempunyai

khasiat

dan aman untuk

menggantikan fungsi antibiotik pemacu pertumbuhan ternak.
Propolis merupakan bahan alamiah yang dihasilkan oleh lebah dan telah
dibuktikan mempunyai banyak manfaat terutama dalam bidang kesehatan dan saat
ini digunakan secara luas sebagai obat berbagai penyakit. Propolis merupakan
getah yang dikumpulkan oleh lebah dari berbagai pucuk tanaman dan dari
tanaman yang patah dimana getah tanaman tersebut kemudian dicampur dengan
enzim yang terdapat dalam kelenjar ludah lebah dan digunakan untuk melindungi
sarang dari berbagai bakteri, virus dan jamur. Propolis tidak hanya penting bagi
koloni lebah tetapi juga penting bagi kesehatan manusia maupun hewan.

2

Penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2006) menunjukkan bahwa
propolis hasil ekstrak etanol 70% dapat digunakan sebagai senyawa anti bakteri
baik bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Penelitian yang dilakukan
oleh Kwon et al. (1999) (dalam Fearnley 2001) menunjukkan bahwa pemakaian
propolis akan mengurangi diare anak sapi yang diinfeksi oleh E. coli. Penelitian
lain menunjukkan bahwa propolis sangat efektif melawan mikroorganisme yang
telah resisten terhadap antibiotika lain. Menurut Palmbakha (1978) pemakaian
propolis dalam jangka panjang secara oral tidak mengganggu mikroflora saluran
pencernaan. Selain sebagai obat dalam mengurangi kejadian diare, propolis juga
dapat dipakai sebagai pemacu pertumbuhan anak sapi yang dapat meningkatkan
bobot badan dengan cepat (Budicza, Molnar 1987 dalam Fearnley 2001).
Mikrokapsulasi merupakan suatu metode penyalutan langsung zat aktif
dengan suatu bahan penyalut. Zat aktif disebut inti atau isi, sedangkan penyalut
disebut dinding atau kulit. Mikrokapsulasi berkembang pada awal abad ke 20 dan
mengalami kemajuan pesat karena diaplikasikan pada berbagai macam industri,
termasuk industri farmasi. Tujuan mikrokapsulasi antara lain: mengubah cairan
menjadi bentuk padatan, melindungi inti dari pengaruh lingkungan dan
mengendalikan pelepasan obat (Deasy 1984). Penelitian tentang mikrokapsulasi
telah banyak dilakukan namun belum pada mikrokapsulasi propolis yang
dihasilkan dari Trigona spp. yang nantinya dapat digunakan sebagai pemacu
pertumbuhan ternak dan zat anti bakteri.
Bankova et all (2000) menjelaskan komposisi kimia propolis bervariasi
tergantung dari lokasi pengambilan, hal ini disebabkan ekosistem tumbuhan
sebagai sumber propolis juga berbeda. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
perlu dilakukan penelitian pada beberapa bentuk sediaan propolis Trigona spp
secara in vivo terhadap tikus. Penelitian ini akan menggunakan propolis Trigona
spp yang berasal dari Bukittinggi Sumatera Barat, dengan tujuan untuk menguji
potensinya sebagai zat pemacu pertumbuhan dan juga senyawa anti bakteri.

3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui pengaruh pemberian propolis Trigona spp asal Bukittinggi
terhadap peningkatan bobot badan tikus Sprague Dawley.
2. Mengetahui pengaruh pemberian propolis Trigona spp asal Bukittinggi
terhadap penurunan jumlah bakteri E. coli di usus tikus Sprague Dawley.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai
propolis Trigona spp asal Bukittinggi Sumatera Barat sebagai bahan pemacu
pertumbuhan alami dan sebagai senyawa anti bakteri.

Hipotesis

Bentuk sediaan Propolis Trigona spp asal Bukittinggi Sumatera Barat
dapat meningkatkan pertumbuhan bobot badan tikus dan menurunkan jumlah
bakteri E coli di usus tikus Sprague Dawley.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Trigona spp
Lebah madu Trigona spp. merupakan salah satu serangga sosial yang
hidup berkelompok membentuk koloni. Satu koloni lebah ini berjumlah
300 -80.000 lebah. Trigona spp. banyak ditemukan hidup di daerah tropis dan
sub tropis, ditemukan di Amerika Selatan, dan Asia Selatan (Free 1982).
Trigona spp. Diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Hymenoptera

SuperFamili

: Apoidea

Famili

: Apidae

SubFamili

: Apinae

Genus

: Trigona

Spesies

: Trigona spp

Trigona spp. (gala-gala, lebah lilin), dalam bahasa daerah disebut
klanceng, lanceng (Jawa), atau teuweul (Sunda) (Perum perhutani 1986).
Jumlah madu yang dihasilkan lebih sedikit dan lebih sulit diekstrak, namun
jumlah propolis yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan lebah jenis lain
(Sing 1962).

Gambar 1. Trigona spp

5

Trigona merupakan salah satu lebah tanpa sengat. Mereka tidak
memiliki sengat yang dapat digunakan untuk pertahanan diri. Namun beberapa
spesies Trigona mempertahankan dirinya dengan gigitan. Lebah ini akan
menggigit musuhnya atau membakar kulit musuhnya dengan larutan basa
(Free 1982).
Trigona spp. lebih banyak mencari makan pada pagi hari
dibandingkan dengan sore hari. Hal ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari. Ukuran tubuh juga mempengaruhi jarak terbang lebah mencari
makanan. Makin besar tubuh lebah, maka makin jauh jarak terbangnya.
Trigona spp dengan ukuran 5 mm mempunyai jarak terbang sekitar 600 m
(Amano et al.2000).
Sarang Lebah Madu Trigona spp
Trigona spp. atau klanceng membuat sarang di dalam lubang-lubang
pohon, celah-celah dinding atau lubang bambu di dalam rumah, tidak suka
berpindah rumah karena lebah ratunya sangat gemuk dan tidak pandai terbang
(perum perhutani 1986). Klanceng

dipelihara masyarakat secara terbatas

dengan menyiapkan batang-batang bambu yang dibelah lalu diikat kembali
dengan tali (Suwanda 1986).

Gambar 2. Sarang lebah Trigona spp
Sarang Trigona dibangun dari lilin dan resin. Di dalam sarang
terdapat sel-sel tetasan yang dilindungi oleh selubung yang lembut yang
disebut involucrum dan sel-sel ini dikelilingi tempat penyimpanan makanan.
Madu dan polen disimpan di dalam pot-pot yang terpisah. Trigona yang lebih

6

primitif, membangun sarang yang lebih sederhana. Pot-pot sferikal untuk
menyimpan madu dan pipa-pipa yang kaya lilin untuk menyimpan polen.
Kadang-kadang madu dan polen disimpan pada pot yang sama (Free 1982).
Salah satu sifat lebah madu yang memungkinkannya bertahan hidup
pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda adalah kemampuannya mengatur
temperatur di dalam sarang. Oleh karena itu, lebah membuat sarang yang
terlindung, volume ruang yang cukup, arah pintu, dan pemanfaatan ruang yang
baik. Koloni lebah lebih suka memilih ruangan dengan pintu masuk mengarah
ke selatan, lubang kurang dari 60 cm dan terletak di dasar ruangan. Lubanglubang kecil pada sarang akan ditutup dengan propolis (Sihombing 1997).
Koloni

lebah

madu

mempunyai

cara

yang

unik

untuk

mempertahankan temperatur di dalam sarang. Pada daerah tetasan, dijaga tetap
33-36 oC, bila temperatur turun, biasanya 14-18 oC, mereka akan merapatkan
koloni (cluster) dan lebah yang berada dipinggir merentangkan sayapnya
untuk mencegah hilangnya panas. Bila suhu semakin rendah, kepala dan
dadanya dibenamkan ke dalam rapatan koloni. Selain itu, lebah madu juga
menghasilkan panas dengan memetabolisme madu dan menggerak-gerakkan
otot dadanya (Sihombing 1997).
Apabila temperatur naik terus melampaui batas normal, lebah akan
menyebar di atas permukaan sisiran, lalu pindah ke dekat pintu sarang, dan
akhirnya keluar. Lebah-lebah di sekitar pintu akan menggetarkan sayapnya
agar udara mengalir ke dalam sarang. Mereka menguapkan air dan mencairkan
madu untuk mempertahankan suhu sekitar 35 oC (Sihombing 1997). Jika suhu
lebih dari 40 oC lebah akan meninggalkan sarang dan jika suhu naik lebih
ekstrim lagi koloni akan hijrah membuat sarang yang baru (Sumoprastowo
1980).
Propolis
Propolis merupakan nama generik dari resin lebah. Kata propolis
berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”pro” artinya sebelum atau pertahanan dan
”polis” artinya kota atau sarang lebah. Jadi, propolis adalah pertahanan kota

7

atau disebut juga sebagai sistem pertahanan sarang lebah. Karena sifatnya
yang lengket seperti lem, propolis disebut sebagai bee-glue.
Menurut Gojmerac (1983), propolis adalah bahan perekat atau
dempul yang bersifat resin yang dikumpulkan oleh lebah pekerja dari kuncup,
kulit tumbuhan atau bagian-bagian lain dari tumbuhan. Resin-resin yang
diperoleh dari bermacam-macam tumbuhan ini dicampur dengan saliva dan
enzim lebah sehingga berbeda dari resin asalnya. Propolis berwarna kuning
sampai coklat tua, bahkan ada yang transparan. Hal ini dipengaruhi oleh
kandungan flavonoidnya. Propolis dipengaruhi oleh temperaturnya. Pada
temperatur di bawah 15 oC, propolis keras dan rapuh, tapi kembali lebih
lengket pada temperatur yang lebih tinggi (25-45 oC). Propolis umumnya
meleleh pada temperatur 60-69 oC dan beberapa sampel mempunyai titik leleh
di atas 100 oC (Woo 2004).
Resin digunakan lebah untuk melapisi sarang bagian dalam,
memperbaiki sisiran yang rusak, menambal lubang-lubang, dan memperkecil
ukuran jalan masuk sel untuk menghindari udara dingin. Jika ada binatang
yang mati di dalam sarang dan terlalu berat untuk dibuang, lebah akan
membungkusnya dengan propolis. Yang juga penting, propolis digunakan
sebagai campuran malam untuk menutup sel berisi larva sehingga terlindungi
dari serangan penyakit (Suranto 2007).
Kandungan dan Manfaat Propolis
Setiap jenis lebah memiliki sumber resin tertentu yang ada di
daerahnya sehingga komposisi propolis amat bervariasi. Tingginya variasi
tergantung jenis pohon, suhu wilayah, bahkan hari (saat) ketika propolis
disimpulkan. Misalnya, propolis yang diambil dari pohon populos mempunyai
flavonoid yang tinggi, sedangkan yang diambil dari pohon aspen memiliki
lebih banyak asam aromatik (Suranto 2007).
Gojmeraj (1983) menyatakan bahwa propolis mengandung bahan
campuran kompleks malam, resin, balsam, minyak dan sedikit polen.

8

Komposisinya bervariasi tergantung dari tumbuhan asal. Propolis juga
mengandung zat aromatik, zat wangi, dan berbagai mineral.
Propolis dan jumlah senyawa-senyawanya menunjukkan bermacammacam efek biologis dan aktivitas farmakologis. Lebih dari 200 senyawa yang
terkandung di dalam propolis sudah diketahui (Khismatullina 2005). Data
komponen kimia propolis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komponen Kimia propolis
Kelas
Golongan
Senyawa
Senyawa
Resin
Flavonoid, asam aromatik dan
esternya
Lilin
Asam lemak dan esternya
Minyak essensial
Volatil
Polen
Protein dan asam amino bebas
Senyawa organik dan Mineral, keton, lakton, quinon,
mineral
steroid, vitamin, dan gula.
(Khismatullina 2005)

Jumlah
50%
30%
10%
5%
5%

Propolis terdiri dari sekitar 150 bahan kimia yang berbeda yang
masih terus ditemukan setiap tahun. Komponen utamanya adalah flavonoid
dan asam fenolat, termasuk caffeic acid phenethyl ester (CAPE) yang
kandungannya mencapai 50% dari seluruh komposisi. Diantara 150 bahan
kimia tersebut ditemukan zat dengan efek antivirus (fenolik, ester caffeic,
asam ferulat, luteolins, quercentin), anti peradangan (asam caffeic, ester fenil,
galangin, kaempferol, dan kaempferid), mengurangi nyeri (alkohol, campuran
ester caffeat), antitumor (asam caffeic, ester fenetil), dan anti mikroba
(flavonoid, galangin, pinocembrin) (Suranto 2007).
Flavonoid terdapat hampir di semua spesies bunga. Jenis flavonoid
yang terpenting dalam propolis adalah pinocembrin dan galangin. Kandungan
kimianya sedikit berbeda dengan flavonoid dari bunga karena adanya
pemrosesan oleh lebah. Kandungan flavonoid dalam propolis bervariasi 1020%. Kandungan ini merupakan yang terbanyak dibandingkan kandungan
flavonoid dalam produk lebah lainnya (Suranto 2007).
Propolis dianggap sebagai pencemar bagi malam (lilin), tetapi
propolis berfungsi untuk melindungi sarang dari bakteri serta virus dan

9

melindungi telur-telurnya dari Bacillus larvae yang menyebabkan kebusukan
telur-telur tersebut dan mensterilkan simpanan makanan. Bangsa Romawi dan
Yunani menggunakannya sebagai obat dan dipakai sebagai perekat dalam
pembuatan kano (Winingsih 2004). Bangsa Italia memakai bahan tersebut
untuk mempernis biola (Khismatullina 2005).
Di

dalam

dunia

pengobatan,

propolis

dimanfaatkan

dalam

penyembuhan berbagai penyakit. Manfaat propolis yang bermacam-macam ini
dapat dimungkinkan karena kandungan kimianya yang beragam. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa propolis efektif sebagai antikanker,
antivirus, antifungi, antibakteri, antioksidan, atiinflamasi, meningkatkan
imunitas tubuh, memperkuat dan mempercepat regenerasi sel, dan lain-lain.
Beberapa penelitian menyatakan propolis bersifat bakterisida, bakterostatik
dan memiliki sifat antibiotik. Ada juga yang melaporkan ekstrak propolis
ampuh untuk menyembuhkan luka, penyakit mulut dan kuku pada sapi,
membunuh virus influenza dan membantu penyembuhan penyakit kulit.
Seorang dokter gigi Rusia melaporkan, sebagai bahan anestesia 3-4% ekstrak
propolis 3-5 kali lebih efektif dari kokain (Gojmeraj 1983).
Kelebihan propolis sebagai antibiotik alami dibandingkan dengan
bahan sintetik adalah lebih aman serta efek samping yang kecil. Satu-satunya
efek samping yang terjadi dan itupun jarang yaitu timbulnya reaksi alergi yang
digunakan secara peroral tidak menimbulkan resistensi. Selain itu propolis
sebagai antibiotik memiliki selektivitas tinggi. Propolis hanya membunuh
penyebab penyakit sedangkan mikroba yang berguna seperti flora usus tidak
terganggu (Winingsih 2004).
Senyawa Pemercepat Pertumbuhan
Senyawa

antibiotik

yang

digunakan

untuk

mempercepat

pertumbuhan (antibiotic growth promoters = AGP) merupakan obat yang
digunakan untuk membunuh atau menghambat bakteri, digunakan dalam
konsentrasi rendah pada dosis subterapi. Menurut National Office of Animal
Health (NAOH, 2001) AGP digunakan untuk membantu pertumbuhan hewan

10

dengan mencerna makanan lebih efisien, sehingga menguntungkan dan dapat
tumbuh kuat dan sehat. Mekanisme kerja antibiotik ini belum jelas, namun
dipercaya banyak peneliti bahwa antibiotik ini menekan populasi bakteri pada
saluran pencernaan. Estimasi energi yang hilang sekitar 6% dari diet pada babi
karena fermentasi mikroba dalam usus (Jensen, 1998). Jika populasi dapat
dikendalikan, maka kehilangan energi dapat dialihkan untuk pertumbuhan.
Thomke dan Elwinger (1998) berpendapat, apabila sitokinin
dilepaskan akibat respon imun, dapat menstimulasi pelepasan hormon
katabolit, sehingga mengurangi massa otot. Dengan demikian, pengurangan
infeksi pada saluran pencernaan akan meningkatkan bobot otot. Penggunaan
AGP dapat meningkatkan laju pertumbuhan 1 – 10% daging yang dihasilkan.
Menurut Prescott dan Baggot (1993) efek AGP akan lebih signifikan pada
hewan yang sakit dan di dalam kandang dengan kondisi tidak higienis.
Mikrokapsulasi
Mikrokapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu bahan
inti baik berupa padatan, cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding
pembentuk mikrokapsul (Luzzi 1970). Mikrokapsul yang terbentuk dapat
berupa partikel tunggal atau bentuk agregat, dan biasanya memiliki rentang
ukuran partikel antara 5-50 m. Ukuran tersebut bervariasi tergantung metode
dan ukuran bahan inti yang digunakan.
Mikrokapsulasi

merupakan

teknik

yang

digunakan

untuk

mengungkung suatu senyawa dengan menggunakan bahan penyalut dengan
ukuran sangat kecil berdiameter rata-rata 15-20 mikron atau kurang dari
setengah diameter rambut manusia. Terdapat lebih dari 400 miliar kapsul kecil
dalam setiap galon material yang termikrokapsul (Sutriyo et.al., 2004).
Proses mikrokapsulasi memiliki beberapa tujuan yaitu (Deasy
1984):
1) mengubah cairan menjadi bentuk padat (pseudo solid)
2) mengubah bobot jenis atau volume

11

3) melindungi inti atau zat dari pengaruh lingkungan seperti suhu, oksidasi
dan kelembaban
4) mengurangi sifat penguapan bahan yang mudah menguap
5) menurunkan sifat higroskopis dari zat aktif
6) mencegah reaksi antara zat yang tak tersatukan dalam satu sistem
7) memodifikasi sifat pelepasan zat dalam mikrokapsul dan mengontrol
disolusi zat
8) menutupi bau atau rasa yang tidak enak
9) memperbaiki aliran serbuk
10) memperbaiki stabilitas inti
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses mikrokapsulasi
antara lain: sifat fisika kimia bahan inti atau zat aktif, bahan penyalut yang
digunakan, pelarut, metode yang digunakan, tahap atau proses (tunggal atau
bertingkat), sifat dan struktur dinding mikrokapsul serta kondisi pembuatan
(basah atau kering) (Valkenburg 1979). Bahan yang terlibat dalam proses
mikrokapsulasi meliputi bahan inti, bahan penyalut dan pelarut.
Bahan inti
Inti adalah bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa bahan
cair, padat atau gas. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, misalnya pada
bahan inti cair dapat terdiri dari bahan terdispersi atau bahan terlarut.
Sedangkan bahan inti padat dapat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif
dengan bahan pembawa lain seperti stabilisator, pengisi, penghambat atau
pemacu pelepasan bahan aktif dan sebagainya. Selain itu bahan inti yang
digunakan sebaiknya tidak larut atau tidak bereaksi dengan bahan penyalut
dan pelarut yang akan digunakan (Deasy 1984).
Bahan penyalut
Penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyelaputi inti
dengan tujuan tertentu. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu
lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia,

12

tidak bereaksi dengan inti (bersifat inert) dan mempunyai sifat yang sesuai
dengan tujuan penyalutan. Jumlah penyalut yang dapat digunakan antara 170% dan pada umumnya digunakan 3-30% dengan ketebalan dinding penyalut
0,1-60

m (Luzzi 1970). Bahan yang umum digunakan sebagai bahan

penyalut meliputi maltodekstrin dan lakstosa.
Maltodekstrin merupakan salah satu produk turunan pati yang
dihasilkan melalui hidrolisis parsial dengan enzim -amilase atau secara kimia
yang memiliki nilai Dextrose Equivalent (DE) kurang dari 20. DE 100 akan
diperoleh pada glukosa murni dan DE 0 akan diperoleh pada amilum murni
yang belum mengalami proses hidrolisis (Zobel 1992).
Maltodekstrin mengandung karbohidrat lebih dari 99% dengan
kadar air 5-6%, ion-ion, protein, lemak dan serat kasar. Maltodekstrin
mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang baik, higroskopis, dapat
membentuk larutan dengan viskositas tertentu, mencegah efek browning,
mencegah pergerakan molekul, dapat membentuk lapisan film yang
melindungi dari pengaruh oksidasi dan mempunyai daya ikat yang baik.
Pemanfaatan maltodekstrin sangat luas, terutama dalam industri
makanan karena sifatnya dapat memperbaiki rasa di mulut sehingga dapat
menggantikan lemak tanpa mengurangi rasa akhir dari produk. Penggunaan
maltodekstrin antara lain sebagai pengganti lemak dalam produk makanan
diet, mengontrol titik beku dan pembentukan kristal es pada produk makanan
beku, sebagai bahan tambahan pada pembuatan makanan dan sereal serta
sebagai agen pengembang pada pembuatan produk roti, es krim dan selai.
Maltodekstrin juga digunakan dalam formulasi obat dan penyalutan tablet,
sebagai peningkat viskositas larutan dan untuk mencegah kristalisasi sirup.
Pelarut
Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan
penyalut dan mendispersikan bahan inti. Pemilihan pelarut biasanya
berdasarkan sifat kelarutan dari bahan inti atau zat aktif dan bahan penyalut,

13

dimana pelarut yang digunakan tersebut tidak atau hanya sedikit melarutkan
bahan inti tetapi dapat melarutkan bahan penyalut (Deasy 1984).
Mikrokapsul
Mikrokapsul yang akan dibuat dalam bentuk tepung dapat dilakukan
pengeringan dengan beberapa cara yaitu penjemuran, pengeringan buatan
(menggunakan alat pengering), dan pengeringan secara pembekuan (freeze
drying). Pemilihan alat pengering ini disesuaikan dengan sifat dan
karakteristik bahan yang dikeringkan, bentuk produk akhir yang diinginkan,
dan cara kerja mesin pengering. Macam-macam alat pengering yang biasa
digunakan dalam pengeringan buatan, antara lain pengering rak, pengering
conveyor, pengering rotary, pengering flash (pneumatic), pengering fluidized
bed, spray dryer, drum dryer, freeze dryer dan vacuum dryer .
Pengeringan Vakum (vacuum dryer)
Pada pengeringan dangan vacuum dryer kadar air bahan dikurangi
dengan menguapkannya pada tekanan di bawah tekanan atmosfir. Pengeringan
dengan vacuum dryer biasanya digunakan untuk bahan-bahan yang sensitif
terhadap panas seperti obat-obatan, makanan dan sebagainya. Suhu
pengeringan tidak kurang dari 40° C.
Semua sistem pengering vakum mempunyai 4 elemen terpenting
yaitu ruang hampa dengan konstruksi tertentu, alat-alat untuk mensuplai
panas, alat-alat mempertahankan kondisi hampa dan komponen untuk
mengumpulkan uap air yang dievaporasikan dari bahan pangan.

Escherichia coli (E. coli)
E. coli merupakan jenis mikroorganisme yang biasa terdapat pada
sistem pencernaan. E. coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang,
uji indole positif dan mampu memfermentasi berbagai karbohidrat seperti
glukosa, laktosa, manitol dan arabinosa. E. coli menyebabkan jaringan epitel

14

di dalam usus berubah fungsi, dari penyerapan nutrisi menjadi pengeluaran
(diare) (Srikandi Fardiaz, 1993)

Gambar 3. Bakteri E. Coli
E. coli biasanya terdapat pada sistem pencernaan hewan berdarah
panas. Kebanyakan strain E. coli yang sama tidak berbahaya, namun beberapa
jenis yang lain dapat menyebabkan diare parah, keracunan dan bahkan kematian
(Vogt dan Dippold 2005). Strain E. coli yang virulen juga dapat menginfeksi
saluran perkemihan dan menyebabkan meningitis neonatal. Pada beberapa kasus,
E. coli virulen dapat menyebabkan mastitis, peritonitis, dan pneumonia Gram
negatif (Todar 2007). E. coli yang tidak berbahaya merupakan flora normal dalam
usus besar, dapat menguntungkan inang dengan membentuk vitamin K2 (Bentley
dan Meganathan 1982).

15

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung selama 6 bulan, mulai bulan Januari 2009
sampai dengan Juni 2009, bertempat di Laboratorium Biokimia Institut Pertanian
Bogor (IPB).
Alat dan Bahan
Alat-alat

yang

digunakan

dalam

penelitian

ini

antara

lain

spektrofotometer visibel, vakum evaporator, pengering vakum, termometer,
neraca analitik, pelat pemanas, laminar, autoklaf dan alat-alat gelas.
Bahan yang digunakan antara lain sarang lebah Trigona spp., etanol 70%,
propilen glikol, maltodekstrin, n-heksan, Kandang hewan uji dan timbangan
hewan uji.
Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan sprague dawley
sebanyak 25 ekor berumur sekitar 1 bulan dengan bobot badan antara 70 – 110
gram. Tikus tersebut diperoleh dari Fakultas Peternakan IPB Bogor.
Metode Penelitian
Ekstraksi Propolis Trigona spp
Propolis diekstraksi dengan metode Harborn (1987) dan Matienzo &
Lamorena (2004). Sarang lebah Trigona spp sebanyak 200 g dimaserasi
menggunakan etanol 70%. Ekstraksi ini dilakukan dengan merendam 200 g sarang
lebah menggunakan 650 ml etanol 70% selama 7 hari, dengan penggojokan 24
jam. Setelah perendaman tujuh hari, filtrat didekantasi, residu yang tersisa
diekstrak kembali dengan 50 mL etanol 70%, dikocok 24 jam dengan kecepatan
120 rpm, dan filtrat didekantasi. Ekstraksi residu diulang sampai tujuh hari,
sehingga total pelarut yang digunakan 1000 mL, dan total waktu maserasi 14 hari.
Filtrat dikumpulkan dalam wadah. Filtrat dipekatkan dengan menggunakan rotary
evaporator, terbentuk ekstrak pasta yang siap digunakan untuk pengujian
selanjutnya (EEP: ekstrak etanol propolis).

16

Mikrokapsulasi Propolis Trigona spp
Mikrokapsul propolis dibuat dengan metode vacuum dryer menggunakan pelarut
akuades untuk melarutkan bahan penyalut maltodekstrin. Setelah bahan penyalut
dilarutkan dalam larutan yang sesuai, propolis dengan konsentrasi 2% dan 4%
yang telah dilarutkan dengan propilen glikol didispersikan ke dalam larutan
penyalut. Lalu campuran larutan tersebut dialirkan ke dalam alat vacuum dryer
dengan suhu 40 °C, hingga terbentuk mikrokapsul propolis.
Hewan Uji dan Rancangan Percobaan
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih Sprague Dawley dengan
jenis kelamin jantan, sehat dan mempunyai aktivitas normal, umur sekitar 1 bulan
dengan berat badan 70 – 110 gram. Sebelum mendapat perlakuan, tikus
diadaptasikan selama dua minggu untuk menyeragamkan cara hidup dan
makanannya.
Tahap perlakuan dilaksanakan selama 30 hari. Pada awal masa perlakuan
tikus putih dikelompokkan menjadi 5 kelompok. Kelompok I atau kelompok
normal pada masa perlakuan diberi pakan standar. Kelompok II atau kontrol
positif, diberi pakan standar dan antibiotik (ampisilin). Dan berturut-turut
kelompok III, IV dan V masing-masing diberi pakan standar dan raw propolis,
mikrokapsulasi 2 % dan 4%. Pemberian propolis dilakukan 3 hari sekali dengan
cara di cekok dengan dosis propolis 100mg/kg bobot badan tikus per pemberian.
Perlakuan berlangsung selama 30 hari setelah masa adaptasi. Bobot badan
ditimbang setiap hari. Setelah masa perlakuan 30 hari, selanjutnya usus diambil
untuk analisis jumlah bakteri E. coli. Nekropsi tikus setelah perlakuan selama 30
hari, tikus dinekropsi untuk diambil sampel bakteri E.coli usus tikus. Bakteri usus
ini dihitung menggunakan metode hitungan cawan (TPC) sama seperti
menghitung E.coli pada feses. Nekropsi dilakukakan di Laboratorium Hispatologi,
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

17

Penentuan Jumlah Bakteri pada Feses dan Usus
Metode yang digunakan dalam penentuan jumlah bakteri adalah metode
hitungan cawan. Metode ini dipilih karena mudah dan umum digunakan dalam uji
aktivitas antibakteri. Metode hitungan cawan bersifat kuantitatif yang didasarkan
atas anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup di dalam larutan sampel akan
berkembang menjadi satu koloni. Media yang digunakan untuk menumbuhkan
E.coli yaitu EMB. Media EMB adalah media spesifik yang digunakan untuk
isolasi dan diferensiasi bakteri Enteric basilli (Holt et al. 2004). Komposisi media
EMB, yaitu enzim pemecah gelatin, kalium fosfat, pewarna (eosin Y dan biru
metilena), laktosa, sukrosa, dan agar. Gelatin digunakan sebagai sumber nitrogen.
Bakteri Gram negaitif dihambat pada media EMB. Pada media ini, E. coli akan
tumbuh dengan ciri-ciri berwarna biru-hitam, inti berwana hijau gelap, dan
berkilau metalik jika terkena cahaya
Sampel yang telah diambil dari masing-masing perlakuan berupa usus
pada tikus yang diperkirakan mengandung 300 sel mikroba per gram, memerlukan
pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium cawan petri, sehingga sebelum
inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam jumlah yang dapat
dihitung. Pengenceran dilakukan secara desimal untuk memudahkan perhitungan.
Dari pengenceran yang telah dilakukan, sebanyak 1 ml atau 0,1 ml larutan
dipipet ke dalam cawan. Kemudian ke dalam cawan dimasukkan agar cair steril
yang telah didinginkan sampai 50 oC. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu
37 oC. Selama inkubasi, sel-sel yang masih hidup akan tumbuh dan membentuk
koloni yang dapat terlihat langsung oleh mata atau dengan menggunakan coloni
counter. Setelah akhir masa inkubasi (24 jam), koloni yang terbentuk dihitung.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan analisis RAL
Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap
(RAL) intime. Berikut ini merupakan model rancangannya (Matjik dan
Sumertajaya 2002):

18

Yij = µ +

i+

ij

Keterangan:
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
i
ij

= Pengaruh rataan umum
= Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1,2,3,4,5
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j = 1,2,3,4,5

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan ANOVA (Analysis of
Variance) pada selang kepercayaan 95% dan taraf

0,05. Uji lanjut yang

digunakan adalah Duncan. Seluruh data dianalisis dengan menggunakan program
SAS (Statistical Analysis System).

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Mikrokapsulasi Propolis
Proses Mikrokapsulasi yang dilakukan menghasilkan mikrokapsul dengan
konsentrasi propolis 2% (M2%) dan mikrokapsul 4% (M4%). Dimana hasil dari
mikrokapsulasi yang dihasilkan berupa serbuk dan berwarna putih kecoklatan.
Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Suseno dan Saputra (2009), dimana
dihasilkan mikrokapsul propolis 2% dan 4% berbentuk serbuk serta berwarna
putih kecoklatan. Hasil uji pendahuluan ketahanan mikrokapsul propolis 2% dan
4% secara in vitro memperlihatkan bahwa pelepasan senyawa aktif terjadi pada
jam ke 9 hingga maksimum pada jam ke 24 dan adanya zona bening pada uji
Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM). Hal ini membuktikan bahwa
senyawa aktif propolis telah termikrokapsulasi dengan baik.
Komposisi mikrokapsul pada penelitian ini terdiri atas ekstrak propolis
asal Bukittinggi sebagai zat aktif (konsentrasi 2% dan 4%). Bahan penyalut
maltodekstrin dan magnesium stearat. Mikrokapsulasi merupakan metode yang
digunakan untuk mengubah pasta ekstrak propolis menjadi bentuk padat. Salah
satu tujuan mikrokapsulasi ini adalah melindungi senyawa aktif propolis.
Mikrokapsul propolis asal Bukit Tinggi dibuat dengan melarutkan dua
campuran A dan B. Campuran A (akuades dan maltodekstrin) sedangkan B
(ekstrak propolis dan Propilen glikol). Penggunaan akuades dalam campuran A
adalah untuk melarutkan maltodekstrin. Campuran B dibuat dengan melarutkan
propilen glikol dan ekstrak pekat propolis dengan perbandingan 1:1. Propilen
glikol digunakan untuk melarukan ekstrak pekat propolis Bukit Tinggi sehingga
dalam pencampuran dengan campuran A lebih mudah. Propilen glikol merupakan
salah satu pelarut yang biasa digunakan untuk melarutkan propolis di dalam dunia
farmasi dan kosmetik (Tosi et al. 1996).
Bahan

penyalut

propolis

yang

digunakan

adalah

maltodekstrin.

Maltodekstrin merupakan salah satu jenis pati yang biasa digunakan dalam teknik
penyalutan obat. Harganya yang murah dan mudah diperoleh menjadikan pati
sering digunakan sebagai alternatif bahan penyalut (Rahmawati 2000). Pemilihan

20

maltodekstrin dikarenakan strukturnya relatif lebih pendek sehingga pada saat
mikrokapsulasi menghasilkan mikrokapsul yang lebih kering, berukuran seragam,
dan tidak lengket.
Maltodekstrin (MDE) merupakan gula tidak manis dan berbentuk bubuk
berwarna putih dengan sifat larut dalam air. Gula ini dapat dibuat dari hidrolisis
pati jagung secara tidak sempurna dengan bantuan asam atau enzim. Gula ini
merupakan polimer disakarida terdiri atas D-glukosa yang berikatan terutama
dengan ikatan -1,4 glikosidik (Schenk & Hebeda dalam Yudha 2008). Dalam
mikrokapsulasi, struktur MDE yang berongga akan diisi oleh propolis sehingga
senyawa aktif propolis dapat terlindungi oleh MDE.
Setelah kedua campuran A dan B bercampur, tahap berikutnya adalah
tahap pengeringan. Teknik pengeringan yang digunakan adalah vacuum drying
(pengeringan vakum). Alat yang dipakai dalam proses vacuum drying adalah
vaccum pan evaporator yang terdapat di Pusat Antar Universitas (PAU) Institut
Pertanian Bogor (IPB). Spesifikasi komponen alat yang dipakai, yaitu pemanas
listrik 14.000 watt, pompa vakum 750 watt, kecepatan pengaduk 125 rpm,
panjang rotor 1 cm, diameter baling-baling 20 cm, suhu 40-50°C, dan tekanan
vakum 72 cmHg. Alasan pemilihan teknik vacuum drying adalah teknik ini cocok
untuk melindungi senyawa aktif propolis seperti flavonoid, yang berperan sebagai
antimikrob. Hal ini dikarenakan suhu yang digunakan pada proses vakum tidak
akan merusak komponen aktif propolis.
Keseragaman pencampuran dalam pembuatan mikrokapsul merupakan
faktor yang penting. Campuran yang belum larut secara sempurna akan
menyebabkan

ukuran

mikrokapsul

yang

terbentuk

tidak

seragam

dan

menyebabkan bahan inti atau komponen aktif tidak tersalut dengan sempurna oleh
bahan penyalut. Dalam prosesnya pelarut yang digunakan yaitu air dan propilen
glikol akan menguap dengan panas sehingga dihasilkan serbuk mikrokapsulasi.
Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan dengan metode ini berkisar antara
5-5000 m (Lachman 1994).

21

Gambar 4. Hasil A. Mikrokapsul Propolis Bukittinggi 2%
B. Mikrokapsul Propolis Bukittinggi 4%

Penanganan dan Kondisi Fisik Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus jantan strain Sprague Dawley
(SD), dibagi dalam 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus.
Tikus Sprague Dawley yang digunakan berumur sekitar satu bulan dengan bobot
badan antara 70 – 110 gram. Pemilihan tikus SD berumur satu bulan adalah
karena pada masa satu bulan tersebut merupakan masa lepas sapih dan tikus telah
dapat menerima nutrisi dari luar. Beberapa parameter yang digunakan dalam
penelitian ini berupa pengukuran bobot badan, konsumsi pakan dan minum serta
pengamatan jumlah E. coli pada usus dan feses tikus.
Tikus SD dalam penelitian ini, dibagi dalam 5

kelompok dengan

masing-masing 4 kali ulangan. Tiap kelompo