Uji Efek ekstra etanol daun sirih (piper betle L) terhadap penurunan kadar asam urat darah pada tikus putih jantan yang diinduksi kafeina

(1)

JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Gelar Sarjana Farmasi (S.Far)

OLEH :

YUDHA PRASETYA NIM : 105102003350

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1430 H/ 2009 M


(2)

ii

NAMA : YUDHA PRASETYA

NIM : 105102003350

JUDUL : UJI EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH (Piper betle, L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt. NIP. 195601061985101001 NIP. 195012271980031003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. NIP. 195601061985101001


(3)

iii

Skripsi dengan judul

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH (Piper betle L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH

JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji oleh :

Nama: Yudha Prasetya NIM : 105102003350

Menyetujui, Pembimbing

1. Pembimbing 1 Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ……… 2. Pembimbing 2 Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt. ………

Penguji

1. Ketua Tim Penguji M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ……… 2. Anggota Penguji 1 Azrifitria, M.Si, Apt. ………

3. Anggota penguji 2 Zilhadia, M.Si, Apt. ………

4. Anggota Penguji 3 Yardi, M.Si, Apt. ………...

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin, Sp.And Tanggal Lulus : 15 September 2009


(4)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN.

JAKARTA, NOVEMBER 2009

YUDHA PRASETYA NIM : 105102003350


(5)

i

Judul : Uji Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Pada Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Kefeina

Secara empiris orang yang mengkonsumsi daun sirih jarang ditemukan

mempunyai penyakit asam urat. Dalam daun sirih (Piper betle L)

terdapat kandungan senyawa tannin yang pada penelitian sebelumnya menunjukan bahwa senyawa tannin dapat menghambat enzim xanthin oksidase. Penelitian dilakukan untuk membuktikan bahwa ekstrak

etanol daun sirih (Piper betle L) yang diberikan pada tikus jantan putih

yang telah diinduksi kafeina dapat menurunkan asam urat darah pada tikus dengan dosis 166 mg/200 g BB tikus. Pemberian ekstrak etanol

daun sirih (Piper betle L) diberikan dengan variasi dosis yaitu dosis

rendah = 41,5 mg/200 g BB tikus, dosis sedang = 83 mg/200 g BB tikus, dan dosis tinggi = 166 mg/200 g BB tikus serta alopurinol 36 mg/200 g BB tikus sebagai kontrol positif. Hasil kadar asam urat darah setelah hari ke-15 menunjukkan bahwa dosis tinggi memberikan presentase penurunan asam urat darah terbesar yaitu 47 %. Hasil analisa statistik hari ke-15 dengan uji ANOVA dan BNT menunjukkan kelompok ekstrak uji dosis tinggi tidak ada perbedaan secara bermakna

(P ≥ 0,05) dengan kelompok normal.

Kata kunci : ekstrak etanol, daun sirih (Piper betle L), kafeina,


(6)

ii

Title : The Effect Ethanol Extract of betel leaves (Piper betle L) Test to Decrease Levels of Uric Acid Blood in White Male Rat Induced by Caffeine

Empirically, people who consumed betel leaves are rarely found to have

gout disease. The betel leaves (Piper betle L) contain tannin, previous

studies showed that tannin compounds inhibit xanthin oxidase enzyme. The study was conducted to prove that ethanol extract from the betel

leaf (Piper betle L) given to white male mice that had been induced

with caffeine can lower blood uric acid in the rats with a dose of 166

mg/200 g rat’s BW. Ethanol extract from the betel leaf (Piper betle L)

is given by varying doses of low dose = 41.5 mg/200 g rat’s BW, medium dose = 83 mg/200 g rat’s BW, and high dose = 166 mg/200 g rat’s BW and allopurinol 36 mg/200 g rat’s BW as a positive control.

Results of blood uric acid levels after the 15th day showed that high

doses given decrease the percentage in blood uric acid which is 47% of

the largest. The results of statistical analysis the 15th day of the test with

ANOVA and BNT showed extracts the high-dose trials did not differ

significantly (P ≥ 0.05) with the normal group.

Keywords : ethanol extract, leaves (Piper betle L), caffeine,


(7)

iii

Dengan mengucap puji syukur yang tidak terhingga Kehadirat Allah SWT Rabb Yang Maha Kuasa dengan kasih dan sayang-Nya, berkat rahmat dan kuasa-Nya memberikan jalan untuk penulis menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi ini dengan judul “Uji Efek Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle L)

Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Kefeina” disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyusunan skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan kali ini kami dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Kedua orang tua saya yaitu Bapak Denni Pristiadi dan Ibu Siti Hasanah,

S.H. yang memberikan dorongan moril, materil dan spiritual hingga selesainya skripsi ini.

2. Bapak Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. dan Bapak Drs. Ahmad Musir,

M.Sc, Apt. yang membimbing, mendampingi serta memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak, Ibu Dosen program studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang memberikan dukungan, sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

4. Teman-teman program studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

iv

6. Candra Oktaviani yang selalu menemani saya dalam proses pengerjaan

skripsi ini serta menjadi orang yang selalu dicintai dan mencintai.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Akhir kata penulis mengucapkan semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat balasan, rahmat dan ridho dari Allah SWT, Amin.

Jakarta, November 2009


(9)

v

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Daun Sirih (Piper betle L) ... 5

2.1.1 Klasifikasi ... 5

2.1.2 Nama Daerah ... 5

2.1.3 Pertelaan ... 6

2.1.4 Budidaya ... 7

2.1.5 Ekologi dan Penyebaran ... 7

2.1.6 Deskripsi Daun Sirih ... 8

2.1.7 Kandungan Kimia ... 9

2.1.8 Khasiat dan Kegunaan ... 10

2.2 Simplisia ... 10

2.2.1 Pengertian Simplisia... 10

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia .. 12

2.2.3 Pemeriksaan Mutu Simplisia ... 15

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi ... 16

2.3.1 Pengertian ... 16

2.3.2 Metode Ekstraksi ... 17

2.4 Asam Urat ... 20

2.4.1 Sifat Fisika dan Kimia Asam Urat ... 20

2.4.2 Metabolisme Asam Urat ... 21

2.4.3 Patologis Asam Urat ... 22

2.4.4 Obat Anti Hiperurisemia ... 25

2.5 Kafeina ... 27

2.6 Na-CMC ... 29

2.6.1 Sinonim ... 30

2.6.2 Berat Molekul ... 30

2.6.3 Deskripsi ... 30


(10)

vi

2.6.8 Konsentrasi ... 31

2.7 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Dalam Darah ... 31

2.7.1 Metode Enzimatik Spektofotometer UV-Vis ... 31

2.7.2 Tes Strip Asam Urat ... 31

2.8 Tinjauan Hewan Coba ... 32

BABIII KERANGKA KONSEP ... 34

BABIV METODOLOGI PENELITIAN ... 35

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 35

4.2 Hewan dan Bahan Uji ... 35

4.2.1 Hewan Uji ... 35

4.2.2 Bahan Uji ... 35

4.2.3 Bahan Kimia ... 35

4.3 Alat-Alat ... 36

4.4 Prosedur Kerja ... 36

4.4.1 Pembuatan Simplisia ... 36

4.4.2 Ekstraksi ... 36

4.4.3 Uji Penapisan Fitokimia ... 37

4.4.4 Persiapan Hewan Uji ... 39

4.4.5 Rancangan Percobaan ... 40

4.4.6 Pembuatan Ekstrak Uji dan Perhitungan Dosis ... 41

4.4.7 Penyiapan Larutan Ekstrak Uji ... 42

4.4.8 Percobaan ... 42

4.4.9 Cara Pengambilan Darah ... 42

4.4.10 Pengukuran Kadar Asam Urat Darah ... 43

4.4.11 Uji Statistik Terhadap Kadar Aasm Urat Darah ... 43

BABV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1 Hasil Penelitian... 44

5.1.1 Determinasi Tanaman ... 44

5.1.2 Ekstraksi ... 44

5.1.3 Penapisan Fitokimia ... 44

5.1.4 Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah... 45

5.1.5 Uji Statistik Kadar Asam Urat Darah... 47

5.2 Pembahasan ... 47

BABVI KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

6.1 Kesimpulan ... 52

6.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(11)

vii

Halaman Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji ... 40 Tabel 2. Hasil pemeriksaan penapisan fitokimia ekstrak kental daun sirih ... 45 Tabel 3. Hasil persentase pengukuran rata-rata kadar asam urat darah

hewan uji selama percobaan (mg/dl) ... 46 Tabel 4. Hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan uji selama

percobaan (mg/dl) ... 46 Tabel 5. Hasil persentase penurunan kadar asam urat darah rata-rata kelompok


(12)

viii

Halaman

Gambar 1. Daun sirih ... 8

Gambar 2. Struktur asam urat ... 20

Gambar 3. Struktur allopurinol ... 26

Gambar 4. Struktur kafeina ... 27

Gambar 5. Struktur Na-CMC ... 29

Gambar 6. Kurva kadar asam urat rata-rata hewan uji selama percobaan ... 45

Gambar 7. Tikus putih jantan galur Sprague-Dawley ... 58

Gambar 8. Pemberian sediaan secara oral ... 58

Gambar 9. Vacuum Rotary Evaporator ... 59

Gambar 10. Timbangan analitik ... 59

Gambar 11. Timbangan tikus ... 59

Gambar 12. Timbangan ... 59


(13)

ix

Halaman

Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman sirih (Piper Betle L) ... 56

Lampiran 2. Surat keterangan galur hewan uji ... 57

Lampiran 3. Hewan uji ... 58

Lampiran 4. Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ... 59

Lampiran 5. Skema proses ekstraksi ... 60

Lampiran 6. Skema uji efek penurunan kadar asam urat darah ... 61

Lampiran 7. Perhitungan rendemen dan dosis ekstrak kental daun sirih (Piper Betle L) ... 62

Lampiran 8. Pembuatan sediaan uji ... 63

Lampiran 9. Hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan uji selama percobaan ... 64

Lampiran 10. Uji normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) terhadap kadar asam urat darah kelompok hewan uji ... 65

Lampiran 11. Uji homogenitas (Lavene) terhadap kadar asam urat darah kelompok hewan uji ... 66

Lampiran 12. Uji ANOVA satu arah dan Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan LSD terhadap kadar asam urat darah kelompok hewan uji ... 67


(14)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Asam urat merupakan hasil akhir katabolisme purin dalam tubuh yang tidak memiliki fungsi fisiologis sehingga dianggap sebagai produk buangan. Pada kondisi normal, kadar asam urat dalam darah adalah 3,4-7,0 mg/100 ml pada pria

dan 2,4-5,7 mg/100 ml pada wanita (Howkin et al, 1997).

Pada kondisi patofisiologis, dapat terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah melewati batas normal yang disebut hiperurisemia yang dapat menyebabkan akumulasi kristal urat pada persendian sehingga menimbulkan rasa nyeri (Price et al, 1995). Pada manusia, asam urat dieksresikan didalam urin, tetapi dalam mamalia lain, asam urat dioksidasi lebih lanjut menjadi alantoin dikatalisasi oleh enzim urikase (Yuno, 2003).

Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangun Kusumo Jakarta, penderita rematik gout dari tahun ke tahun semakin meningkat dan ada kecenderungan diderita pada usia semakin muda, yaitu kelompok usia produktif (30 sampai 50 tahun). Oleh karena itu, jika penyakit ini tidak ditangani secara tidak tepat, maka gangguan yang ditimbulkan dapat

menurunkan produktivitas kerja (Krisnatuti et al, 1997).

Diperkirakan bahwa gangguan asam urat terjadi pada 840 dari setiap 100.000 orang, dan mewakili sekitar 5 % dari total penyakit radang sendi. Penyakit ini


(15)

dapat dikelompokkan menjadi bentuk gout primer yang umum terjadi (90 % kasus). Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, tetapi diperkirakan akibat kelainan proses metabolisme dalam tubuh, dan yang pasti ada hubungannya dengan obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, dan diabetes mellitus. Umumnya dialami oleh laki-laki berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan gout sekunder (10 % kasus) dialami oleh umumnya wanita setelah menopause. Penyebabnya adalah gangguan hormon (Redaksi Vita Healt, 2008).

Pengobatan penyakit gout bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan sendi serta menurunkan kadar asam urat darah. Penurunan kadar asam urat darah dapat dilakukan dengan cara mengurangi produksi atau meningkatkan eksresi asam urat. Salah satu obat yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar asam urat darah adalah alopurinol. Pengobatan dengan alopurinol atau obat gout lainnya biasanya dilakukan dalam jangka waktu lama, dengan cara mengurangi produksi atau meningkatkan eksresinya. Saat ini pengobatan hiperurisemia serta gout dilakukan dengan alopurinol serta obat-obat anti inflamasi lainnya. Penggunaan obat sintesis dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan serta dilihat dari aspek ekonomi obat sintesis memberatkan pasien dalam hal biaya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan dari bahan alam yang lebih murah dan memiliki potensi yang lebih baik yang berasal dari bahan alam yaitu obat tradisional mengingat sumber daya alam Indonesia yang beragam akan tanaman obat. Selain itu obat-obat yang berasal dari bahan alam terbukti secara empiris lebih akan digunakan dalam penggunaan jangka panjang dibanding dengan obat-obat sintesis (Yuno, 2003).


(16)

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat mengobati melalui penelitian ilmiah. Hanya sekitar 180 spesies tersebut telah dimanfaatkan dalam tanaman obat tradisional oleh industri obat tradisional Indonesia (Herlina, 2005). Hal ini disebabkan pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia untuk mengobati suatu penyakit biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang diwariskan secara turun temurun tanpa disertai data penunjang yang memenuhi persyaratan. Contoh tanaman obat yang sering dimanfaatkan adalah sirih. Secara empiris orang yang mengkonsumsi sirih jarang ditemukan mempunyai penyakit asam urat. Dalam daun sirih terdapat kandungan tannin yang pada penelitian sebelumya menyebutkan senyawa tannin mampu menghambat enzim xanthin oksidase

(Immaculata et al, 2005).

Penelitian farmakologis dengan tahap pengujian secara sistematik, menggunakan metode uji pengukuran penurunan kadar asam urat yang tepat harus digunakan agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, bermanfaat bagi masyarakat dan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. Hal tersebut melatarbelakangi dilakukannya pengujian khasiat efek ekstrak etanol

Daun Sirih (Piper betle L) untuk menurunkan kadar asam urat darah hewan coba.

Dalam hal ini hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan jantan galur Sprague-Dawley yang dibuat hiperurisemia yang diinduksi oleh kafeina sebagai metode uji asam urat praklinis yang mendekati keadaan penderita asam urat yang sebenarnya dan pemeriksaan kadar asam urat darahnya menggunakan metode tes strip asam urat.


(17)

1.2Perumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol Daun sirih (Piper betle L) memiliki kemampuan

menurunkan kadar asam urat darah.

1.3Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan khasiat ekstrak etanol Daun sirih (Piper betle L) dalam

menurunkan kadar asam urat darah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang dibuat hiperurisemia dengan pemberian kafeina.

1.4Hipotesis

Ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L) dapat menurunkan kadar asam urat

darah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang diinduksi dengan kafeina.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam meningkatkan upaya kesehatan dengan mengembangkan obat tradisonal sehingga dapat dimanfaatkan dengan berdasarkan landasan ilmiah.


(18)

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tanaman Daun Sirih (Piper betle L)

Tinjauan mengenai tumbuhan ini meliputi klasifikasi tumbuhan, nama daerah, deskripsi tumbuhan, khasiat dan kegunaan serta kandungan kimia.

2.1.1 Klasifikasi

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman sirih adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1980):

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper betle L.

2.1.2 Nama Daerah (Depkes RI, 1980)

Sumatera : ranub (Aceh), blo, sereh (Gayo), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba), sirieh, sirih, suruh (Palembang, Minanagkabau), canbai (Lampung).

Jawa : seureuh (Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura).


(19)

Nusa Tenggara : nahi (Bima), kuta (Sumba), mota (Flores), orengi (Ende),

taa (Sikka), malu (Solor), mokeh (Alor).

Kalimantan : uwit (Dayak), buyu (Bulungan), uduh sifat (Kenya), sirih (Sampit), uruesipa (Seputan).

Sulawesi : ganjang, gapura (Bugis), baulu (Bare), buya, dondili (Buol),

bolu (Parigi), komba (Selayar), lalama, sangi (Talaud)

Maluku : ani-ani (Hok), papek, raunge, rambika (Alfuru), nein (Bonfia),

kakinuam (Waru), amu (Rumakai, Elpaputi, Ambon, Ulias), garmo (Buru),

bido (Macan).

Irian : reman (Wendebi), manaw (Makimi), namuera (Saberi), etouwon (Armahi), nai wadok (Saarmi), mera (Sewan), mirtan (Berik), afo (Sentani), wangi (Sawa), freedor (Awija), dedami (Marind).

2.1.3 Pertelaan

Tanaman sirih merupakan tumbuhan memanjat, tinggi 5 m sampai 15 m. Helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong, pada bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atatu berambut sangat pendek, tebal, berwarna putih, panjang 5 cm sampai 18 cm, lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm. Bunga berbentuk bulir, berdiri sendiri di ujung cabang dan berhadapan dengan daun. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur terbalik atau lonjong, panjang kira-kira 1 mm. Bulir jantan, panjang gagang 1,5 cm sampai 3 cm, benang sari sangat pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5 cm sampai 6 cm. Kepala putik 3 sampai 5. Buah buni, bulat, dengan


(20)

ujung gundul. Bulir masak berambut kelabu, rapat, tebal 1 cm sampai 1,5 cm. Biji membentuk lingkaran (Depkes RI, 1980).

2.1.4 Budidaya

Tanaman ini dapat diperbanyak dengan stek. Stek diambil dari sulur yang tumbuh bagian atas sepanjang 40 cm sampai 50 cm. Untuk pertumbuhan sirih memerlukan sandaran pohon dengan jarak 1,5 cm, panjang stek atau 3 - 4 m. Tiap selang dua baris dibuat selokan yang digunakan untuk mengairi sirih di musim kemarau, karena dalam keadaan kering, pembentukan daunnya akan berkurang atau berhenti sama sekali. Bila sandaran sudah berakar baik pada permulaan musin hujan dibuat lubang sekitar sandaran. Sebaliknya dengan memotong sulur panjang yang sudah dewasa pada pangkalnya, daunnya dihilangkan, kemudian sulur dibagi menjadi 3 atau 4 bagian dan ditanam secara mendatar. Dengan pemeliharaan yang cukup baik, sirih akan bertahan selama bertahun-tahun. Cara pemeliharaannya mudah, hanya memerlukan air dengan penyiraman yang cukup, menjaga kelembapan, dan pemupukan, terutama pupuk dasar. Sirih bisa ditanam ditempat panas atau agak terlindung (Depkes RI, 1980).

2.1.5 Ekologi dan Penyebaran

Sirih ditemukan di bagian timur pantai Afrika, di sekitar Pulau Zanzibar, daerah sekitar Sungai Indus ke timur menelusuri Sungai Yang Tse Kiang, Kepulauan Bonin, Kepulauan Fiji, dan Kepulauan Indonesia. Sirih tersebar di Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa tumbuh liar di hutan jati atau hutan hujan sampai ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Untuk


(21)

memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan tanah yang kaya akan humus, subur dan pengairan yang baik (Depkes RI, 1980).

2.1.6 Deskripsi Daun Sirih

Pemerian daun sirih adalah memiliki bau aromatik khas; rasa pedas, khas. Secara makroskopik yaitu daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun berbentuk bundar telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang 5 cm sampai 18,5 cm, lebar 3 cm sampai 12 cm; permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak tenggelam; permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, permukaan atas berwarna lebih tua dari permukaan bawah. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan, panjang 1,5 cm sampai 8 cm.

Gambar 1. Daun sirih

Secara mikroskopik yaitu epidermis atas terdiri dari satu lapis sel, bentuk persegi empat, kutikula tebal licin, pada pengamatan tangensial tampak berbentuk poligonal dengan dinding samping lurus. Epidermis bawah serupa dengan epidermis atas, pada pengamatan tangensial tampak berbentuk poligonal dengan


(22)

dinding samping agak berombak. Pada kedua permukaan daun terdapat rambut penutup dan rambut kelenjar. Rambut pada epidermis atas lebih sedikit dari pada epidermis bawah. Rambut penutup terdiri dari satu sel, bentuk kerucut pendek, ujung runcing, panjang 18 µm sampai 25 µm, dinding tebal, kutikula licin. Rambut kelenjar mempunyai kepala kelenjar bersel satu, bentuk bulat. Stomata

tipe anomositik, panjang 25 µm sampai 35 µm, terdapat banyak pada epidermis

bawah, pada epidermis atas tidak ada stomata. Hipodermis terdapat pada kedua permukaan daun, hipodermis atas umumnya terdiri dari dua lapis sel, hipodermis bawah umumnya satu lapis; sel hipodermis berbentuk persegi empat, besar, jernih, tersusun rapat; pada hipodermis terdapat sel minyak berisi minyak atsiri berwarna kekuningan. Jaringan palisade terdiri dari 1 lapis sel, terletak di bawah hipodermis atas, mengandung banyak butir hijau daun, juga terdapat sel minyak seperti sel minyak pada hipodermis. Jaringan bunga karang terdiri dari beberapa lapis sel, bentuk sel tidak beraturan, tersusun agak mendatar; sel minyak seperti pada palisade. Berkas pembuluh tipe kolateral, di antara jaringan floem terdapat sel minyak. Di atas berkas pembuluh pada tulang daun utama umumnya terdapat saluran sizogen; pada parenkim yang sederet dengan palisade, terdapat banyak butir hijau daun; terdapat juga sel berisi hablur bentuk prisma yang tidak larut pada penambahan asam klorida pekat (Depkes RI, 1980).

2.1.7 Kandungan Kimia

Daun sirih mengandung banyak minyak atsiri yang terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, terpinen, seskuiterpen, fenilpropan, tannin (Depkes RI, 1980).


(23)

2.1.8 Khasiat dan kegunaan

Khasiat daun sirih adalah sebagai antisariawan, antibatuk, dan antiseptik (Depkes RI, 1980). Selain itu juga sebagai antiradang, peluruh kentut, dan menghilangkan gatal. Efek zat aktif eugenol (daun) untuk mencegah ejakulasi,

mematikan cendawan Candida albicans yang merupakan penyebab keputihan,

antikejang, analgetik, dan anestetik (Standar of ASEAN, 1993). Tannin (daun) untuk mengurangi sekresi cairan pada vagina, pelindung hati, antidiare, dan antimutagenik (Hariana, 2006).

Daun sirih mempunyai efek sebagai antibakteri karena mengandung banyak senyawa fenol sehingga dapat membunuh kuman-kuman penyebab penyakit. Secara tradisional, daun sirih memang disebutkan sebagai obat sariawan namun belum diketahui bagaimana mekanisme kerjanya, sebagai antibakteri atau berfungsi lain. Daun sirih mengandung minyak atsiri, salah satu diantara komponennya adalah karvakrol. Karvakrol bersifat sebagai desinfektan dan anti jamur sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan. Zat lainnya yaitu eugenol dan metil eugenol yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada gigi (Depkes RI. Dirjen BPOM, 2000) .

2.2Simplisia

2.2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan


(24)

Berdasarkan hal itu maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu

simplisia nabati, hewani, dan pelikan / mineral (Gunawan et al, 2004).

A. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh bagian

tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.

B. Simplisia hewani adalah simpisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna

yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.

C. Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni

Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan atau diisolasi dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (Depkes RI, 1979).

Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme patogen, dan harus bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir, atau menunjukkan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan, simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah maupun benda anorganik asing (Depkes RI, 1995).


(25)

2.2.2 Faktor-fakor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia (Gunawan et al, 2004)

Kualitas simplisia dipengaruhi oleh faktor bahan baku dan proses pembuatannya :

A. Bahan baku simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia dapat diperoleh dari tanaman liar dan atau dari tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen, dan galur (asal usul, garis keturunan) tanaman dapat dipantau. Sementara jika diambil dari tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa dikendalikan seperti asal tanaman, umur, dan tempat tumbuh.

B. Proses pembuatan simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan.

C. Pengumpulan Bahan Baku

Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan pada saat yang berbeda-beda untuk setiap bagian tumbuhan, seperti biji, buah, bunga, daun atau herba, kulit batang, umbi lapis, rimpang, dan akar. Panen daun dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat


(26)

tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk daun, dianjurkan pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.

D. Sortasi basah

Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat dan sebagainya).

E. Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian bisa dilakukan dengan menggunakan air yang berasal dari beberapa sumber, yaitu mata air, sumur, dan air PAM. Sebelum pencucian terkadang perlu dilakukan proses pengupasan kulit luar, terutama untuk simplisia-simplisia yang berasal dari kulit batang, kayu, buah, biji, rimpang, dan bulbus.

F. Pengubahan bentuk

Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering.

G. Pengeringan

Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri; menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut


(27)

kandungan zat aktif; serta memudahkan dalam hal pengelolaan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya). Faktor yang mempengaruhi pengeringan diantaranya adalah waktu pengeringan, suhu pengeringan, kelembaban udara di sekitar bahan, kelembaban bahan atau kandungan air dari bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, sirkulasi udara, dan luas permukaan bahan.

H. Sortasi kering

Sortasi kering adalah pemilahan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilahan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusak, atau dibersihkan dari kotoran hewan.

I. Penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri dan disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan adalah cahaya, oksigen atau sirkulasi udara, reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan terjadinya proses dehidrasi, pengotoran dan atau pencemaran, baik yang diakibatkan oleh serangga, kapang atau pengotor yang lain. Persyaratan

wadah untuk penyimpanan simplisia adalah harus inert (tidak mudah

bereaksi dengan bahan lain); tidak beracun; mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, dan serangga; mampu melindungi bahan simplisia dari penguapan kandungan zat aktif, pengaruh cahaya, oksigen, dan uap air.


(28)

2.2.3 Pemeriksaan Mutu Simplisia (Depkes RI. Dirjen BPOM, 2000)

Pemeriksaan mutu simplisia mencakup susut pengeringan, kadar abu, kadar abu yang tidak larut asam, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol.

A. Susut pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada

temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang

dinyatakan sebagai nilai persen (%). Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10%.

B. Kadar abu

Untuk penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga hanya tersisa unsur mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran tentang kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Nilai untuk kadar abu sesuai yang tertera dalam monografi.

C. Kadar abu yang tidak larut asam

Jumlah unsur mineral dan anorganik di dalam simplisia yang tidak larut dalam asam dinyatakan sebagai kadar abu yang tidak larut asam. Nilai untuk kadar abu yang tidak larut asam sesuai yang tertera dalam monografi.


(29)

D. Kadar sari larut air

Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui kandungan terendah zat yang terlarut dalam air. Nilai untuk kadar sari larut air sesuai dengan monografinya.

E. Kadar sari larut etanol

Penetapan kadar sari larut etanol dilakukan untuk mengetahui kandungan terendah zat yang larut dalam etanol tetapi mungkin tidak larut dalam air. Nilai untuk kadar sari larut etanol sesuai dengan monografinya.

2.3Ekstrak dan Ekstraksi 2.3.1 Pengertian

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes RI Dirjen POM, 2000).

Ekstrak dikelompokkan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 2005) :

A. Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu

dan dapat dituang.

B. Ekstrak kental adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak

dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30 %. Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri.

C. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan

mudah dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.


(30)

D. Ekstrak cair, ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis (Harbone, 1996). Karena didalam simplisia mengandung senyawa aktif yang berbeda-beda dan mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda, sehingga metode didalam penarikan senyawa aktif didalam simplisia harus memperhatikan faktor seperti : udara, suhu, cahaya, logam berat. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi : Pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan (Depkes RI Dirjen POM, 2000).

2.3.2 Metode Ekstraksi

Macam-macam metode penyarian dalam ekstraksi yang dapat dilakukan diantaranya (Depkes RI Dirjen POM, 2000) :

A. Ekstraksi dengan pemerasan, penekanan, atau pengahalusan mekanik

B. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut :

1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.


(31)

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exchaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi dan perkolasi sebenarnya (penetesan, penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak.

2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendinginan balik.

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru. Umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berlanjut sampai jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesi adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan berlanjut) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, secara umum

dilakukan pada temperatur 40o C-50o C.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

mendidih, temperatur terukur 96oC - 98oC selama waktu tertentu (15-20


(32)

zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

e. Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

f. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi kandungan senyawa mudah menguap dari bahan segar atau simplisia dengan uap air. Cara ini didasarkan pada peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara berlanjut sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

C. Cara ekstraksi lainnya :

1. Ekstraksi ultrasonik

Ekstraksi dengan menggunakan gelombang ultrasonik (lebih dari 20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstraksi dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelombang spontan serta menimbulkan fraksi interfase.

2. Ekstraksi energi listrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta elektrik discharges yang dapat mempercepat proses ekstraksi dan


(33)

meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelombang spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.

2.4Asam urat

Gambar 2. Struktur asam urat

2.4.1 Sifat Fisika dan Kimia Asam Urat

Asam urat dikenal dengan nama kimia sebagai 2,6,8-trioksipurin merupakan asam lemah organik dengan berat molekul 169. Asam urat merupakan senyawa yang termasuk dalam golongan senyawa purin yang paling mudah dioksidasi. Oksidasi asam urat dalam bentuk larutan netral dan alkalis menghasilkan karbondioksida serta terbentuknya alantoin dan produksi degredasi

lainnya pada suasana asam akan teroksidasi menjadi aloksan (Kasper et al, 2004).

Asam urat yang bersifat asam lemah disebabkan dari mudah terionisasinya atom hidrogen pada posisi 9 (pK1 = 5,71) dan posisi 3 (pK2 = 10) dari molekul tersebut. Hanya disosiasi proton pertama yang perlu dipertimbangkan, karena pK2 yang bernilai 10,3 berada diatas nilai pada cairan fisiologik yang memilki pH 14. Jadi hanya asam urat dan garam natrium urat yang terdapat dalam cairan tubuh. Garam natrium urat jauh lebih larut dalam air bila dibandingkan dengan asam urat. Namun kelarutan garam tersebut memiliki batas tertentu pada cairan plasma. Serum darah akan jenuh dengan garam natrium urat pada konsentrasi 6,4


(34)

mg/100ml. Pada konsentrasi tersebut, larutan akan menjadi tidak stabil dan garam natrium urat akan mengendap dengan cepat membentuk kristal natrium urat yang

tertimbun pada persendian (Kasper et al, 2004).

2.4.2 Metabolisme Asam Urat

Manusia mengubah nukleosida purin yang utama, adenosin dan guanosin menjadi asam urat yang dieksresikan keluar setelah mengalami beberapa kali reaksi. Adenosin pertama-tama mengalami deaminasi menjadi ionosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforisasi ikatan N-glikosidat, akan melepas senyawa ribosa-1-fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanosin selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yang dikatalisasi masing-masing oleh enzim xantin oksidase dan guanase. Kemudian xantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisasi oleh enzim xantin oksidase. Dengan demikian, xantin oksidase merupakan lokasi yang esensial untuk intervensi farmakologis pada penderita

hiperurisemia dan penyakit gout (Rodwell et al, 1998).

Eksresi keseluruhan asam urat pada manusia yang normal berkisar rata-rata 400-600 mg/24 jam. Duapertiga asam urat yang terbentuk dieliminasi melalui

ginjal, sedangkan sepertiganya melalui saluran pencernaan (Weatheral DJ et al,

1987).

Banyak senyawa yang terdapat secara alami dan digunakan dalam farmakologi mempengaruhi absorpsi dan sekresi natrium urat pada ginjal. Sebagai contoh, pemberian aspirin dengan dosis tinggi secara kompetitif akan menghambat reabsorpsi asam urat sehingga berdampak pada peningkatan eksresi


(35)

Pada mamalia yang tingkatannya lebih rendah, enzim urikase akan memecah asam urat dengan membentuk produk akhir alantoin yang bersifat sangat larut air. Namun demikan, karena manusia tidak mengandung enzim urikase, maka produk katabolisme senyawa purin pada manusia adalah asam urat. amfibi, burung, dan reptil juga tidak memiliki enzim urikase dan mengeksresikan asam urat serta guanin sebagai produk akhir katabolisme senyawa purin (Rodwell,

et al. 1998).

2.4.3 Patologis Asam Urat

Pada manusia, asam urat merupakan produk buangan akhir dari degradasi senyawa purin. Zat tersebut tidak memiliki kegunaan fisiologis sehingga dapat dianggap bahan buangan. Karena ketidakberadaan enzim urikase pada manusia, maka terdapat kemungkinan adanya timbunan asam urat yang apabila melewati batas tertentu akan menimbulkan gangguan patologis.

Pada kondisi normal kadar asam urat pada laki-laki 3,4-7,0 mg/dl sedangkan pada perempuan antara 2,4-5,7 mg/dl. Jika kelebihan produksi ataupun penurunan eksresi asam urat dalam tubuh akan meningkat yang disebut hiperurisemia. Keadaan hiperurisemia tersebut dapat menimbulkan penyakit gout sebagai akibat adanya penimbunan kristal natrium urat pada persendian yang

disertai rasa nyeri (Howkin, et al. 1997).

A. Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana kadar asam urat dalam darah meningkat dan mengalami kejenuhan. Berdasarkan definisi tersebut konsentrasi asam urat yang melebihi dari 7,0 mg/dl pada laki-laki dan 5,7


(36)

mg/dl sudah dianggap hiperurisemia dan beresiko terkena gout. Hiperurisemia juga dapat dibedakan berdasarkan kenyataan apakah pasien mengeksresikan asam urat dengan jumlah total atau berlebihan (lebih dari 600 mg/24 jam). Hiperurisemia dapat disebabkan oleh adanya kelainan ginjal yang menyebabkan kenaikan asam urat serum. Selain itu peningkatan produksi asam urat akibat suatu penyakit seperti kanker dan adanya kelainan enzim yang berperan dalam metabolisme senyawa purin

(Howkin, et al. 1997).

Beberapa sistem enzim berperan dalam pengaturan metabolisme senyawa purin. Ketidaknormalan pada sistem tersebut dapat meningkatkan kenaikan produksi asam urat. Terdapat dua enzim yang berperan dalam

pengaturan metabolisme asam urat yang berhubungan dengan

hiperurisemia. Yang pertama yaitu peningkatan aktifitas enzim fosforibosil pirofosfat (PRPP). Fosforibosil pirofosfat (PRPP) adalah salah satu zat kunci dalam pembentukan nukleotida purin dan juga pembentukan asam urat. Semakin tingginya konsentrasi fosforibosil pirofosfat (PRPP) yang terbentuk maka asam urat yang diproduksi semakin meningkat. Yang kedua yaitu defisiensi dari hipoxantin guanin fosforibosi transferasi

(HGRPT). Hipoxantin guanin fosforibosi transferasi (HGRPT)

bertanggung jawab dalam pengubahan guanin menjadi guanosin monofosfat (GMP) dan hipoxantin menjadi inosin monofosfat (IMP). Pengubahan tersebut memerlukan PRPP sebagai kosubstrat. Defisiensi enzim HGRPT dapat meningkatkan metabolisme guanin dan hipoxantin menjadi asam urat dan juga lebih banyak PRPP yang berinteraksi dengan


(37)

glutamin pada langkah pertama metabolisme senyawa purin (Howkin, et

al. 1997).

B. Gout

Kata gout berasal dari bahasa latin “Gutta” yang berarti “tetes”. Kata tersebut mulai digunakan sekitar tahun 1270 dan dipercaya bahwa gout disebabkan oleh tetesan cairan yang beracun “noxa” pada persendian

(Weatheral DJ et al, 1987). Penyakit gout merupakan suatu proses

inflamasi yang terjadi karena penumpukan kristal asam urat pada sekitar jaringan sendi akibat kadar asam urat serum yang melebihi kelarutannya. Kristalisasi natrium urat dalam jaringan lunak dan persendian akan membentuk endapan yang dinamakan tofus. Proses ini menyebabkan suatu reaksi inflamasi akut, yaitu artritis akut gout, yang dapat berlanjut menjadi artritis kronis gout. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya terpolarisasi memperlihatkan kristal natrium urat yang terbentuk jarum dan bersifat berefringen negatif (tampak berwarna kuning jika sumbu memanjangnya sejajar dengan bidang cahaya terpolarisasi) dalam cairan sendi merupakan

tanda diagnostik penyakit gout (Garreth et al, 1995).

Keadaan klinis yang khas dengan artritis gout adalah serangan yang

mendadak dari sendi, terutama pada sendi metatarsophalangeal jari

pertama (ibu jari). Serangan pertama kali sangat sakit dan sering dimulai pada tengah malam. Sendi tersebut cepat membengkak, panas, pembesaran vena-vena superfisial. Meskipun serangan pertama terjadi pada

metatarsophalangeal ibu jari, tetapi sendi-sendi perifer yang besar seperti lutut, tumit, pergelangan kaki dan tangan, sering juga terkena.


(38)

2.4.4 Obat Anti Hiperurisemia (Ganiswarna, 1995; Tjay et al, 2002)

A. Obat urikosorik

Obat-obat urikosurik meningkatkan klirens ginjal dari asam urat dengan menghambat reabsorpsi tubular asam urat, memperbesar eksresi dan mengurangi konsentrasi asam urat di serum. Terapi dengan obat-obat urikosurik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari efek urikosuria dan terbentuknya endapan asam urat. Aliran urin yang teratur dan cukup serta pembasaan urin dengan natrium bikarbonat pada beberapa hari pertama terapi dengan obat urikosurik dapat menghilangkan kemungkinan adanya kristalisasi asam urat. Efek samping yang sering terjadi pada pengobatan dengan terapi urikosurik adalah iritasi saluran pencernaan, ruam kulit, hipersensitivitas, dan kristalisasi asam urat di urin. Obat-obat urikosurik memiliki kontraindikasi terhadap pasien yang alergi pada masing-masing obat dan pada penderita yang mengalami ketidaknormalan fungsi ginjal. Obat-obat urikosurik diantaranya adalah:

1. Probenesid

Obat ini biasanya diberikan pada dosis 250 mg dua kali sehari selama 1-2 minggu kemudian dilanjutkan 500 mg selama 2 minggu. Setelah itu dosis dilanjutkan 500 mg setiap 1-2 minggu hingga keadaan menjadi normal atau sampai dosis maksimum 3 g.

2. Sufinpirazon

Suatu urikosurik yang poten yang memiliki efek paradoksal antara eksresi asam urat untuk menurunkan asam urat dalam plasma dengan hemodilusi. Diberikan dengan dosis mulai dari 50 mg dua kali sehari dan meningkat


(39)

secara bertahap setiap 10 hari sekali hingga mencapai dosis pemeliharaan sebesar 100 mg 3-4 kali sehari.

3. Salisilat

Obat ini memiliki efek paradoksikal dari dosis tinggi dan dosis rendah. Dosis kecil ( 1 g atau 2 g sehari) meghambat eksresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah eksresi asam urat. Tetapi pada dosis lebih dari 5 g perhari terjadi peningkatan eksresi asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat juga menghambat reabsorpsinya dengan hasil akhir peningkatan eksresi asam urat. Efek urikosurik ini bertambah bila urin bersifat basa. Dengan alkalinasi urin, kelarutan asam urat dalam urin meningkat sehingga tidak terbentuk kristal asam urat dalam tubuli ginjal.

B. Penghambat Sintesis Asam Urat (Allopurinol)

Gambar 3. Struktur allopurinol

Alopurinol adalah obat yang diakui poten sebagai penghambat sintesis asam urat. Baik alopurinol maupun metabolit terbesarnya yaitu oksipurinol, keduanya bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase.


(40)

Xantin oksidase merupakan enzim yang berperan dalam pengubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Alopurinol juga menurunkan konsentrasi intraseluler dari PRPP. Alopurinol mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada alopurinol. Karena itu alopurinol cukup diberikan satu kali sehari.

Untuk mencegah timbulnya gout akut, alopurinol dianjurkan diberikan tiap hari sekali sebesar 100 mg peroral. Dosis untuk penyakit gout ringan 200-400 mg sehari, 200-400-600 mg sehari untuk penyakit yang lebih berat. Untuk penderita gangguan fungsi ginjal dosis cukup 100-200 mg sehari. Dosis untuk hiperurisemia sekunder 100-200 mg sehari. Efek samping yang sering terjadi adalah reaksi kulit. Bila timbul kemerahan kulit, obat harus dihentikan karena gangguan mungkin menjadi lebih berat. Reaksi alergi berupa demam, menggigil, dan pruritas juga pernah dilaporkan. Gangguan saluran cerna juga kadang-kadang terjadi.

2.5Kafeina

Gambar 4. Struktur kafeina

Kafeina adalah komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga


(41)

dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Maka, dalam penelitian ini kafeina digunakan sebagai penginduksi asam urat yang poten yang dapat

menyebabkan hewan coba menjadi hiperurisemia (Azizahwati et al, 2005).

Kafeina merupakan alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine bersama-sama senyawa teofilin dan teobromin. Pada keadaan asal, kafeina ialah serbuk putih yang pahit. Rumus kimianya ialah C6H10N4O2 dan nama sistematik kafeina ialah: 1,3,7-trimetilxanthine (Wade A, 1982).

Metilxantin cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, parenteral, atau rektal. Sedian bentuk cair atau tablet tidak bersalut akan diabsorpsi secara cepat dan lengkap. Kadar puncak plasma dapat dihasilkan dalam waktu 1 jam, sedangkan eleminasi metilxantin terutama melalui metabolisme hati sebagian besar dieksresikan bersama urin dalam bentuk asam urat. Kurang dari 15 % kafeina akan ditemukan di urin dalam bentuk utuh, waktu paruh plasma kafeina antara 3-7 jam (Wade A, 1982).

Kafeina mengurung reseptor adenosin di otak. Adenosin ialah senyawa nukleotida yang berfungsi mengurangi aktivitas sel saraf saat tertambat pada sel tersebut. Seperti adenosin, molekul kafeina juga tertambat pada reseptor yang sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafeina tidak akan memperlambat aktivitas sel saraf sebaliknya menghalang adenosin untuk berfungsi. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin dirembes. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. Tambahan, kafeina juga menaikkan permukaan neurotransmitter dopamine di otak (Wade A, 1982).


(42)

Kafeina dapat dikeluarkan dari otak dengan cepat, tidak seperti alkohol atau perangsang sistem saraf pusat yang lain. Tambahan lagi, kafeina tidak mengganggu fungsi mental tinggi dan tumpuan otak. Pengambilan kafeina secara berkelanjutan akan menyebabkan badan menjadi toleran dengan kehadiran kafeina. Oleh itu, jika pengambilan kafeina diberhentikan (proses ini dinamakan "penarikan" atau "tarikan"), badan menjadi terlalu sensitif terhadap adenosin menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak yang seterusnya mengakibatkan sakit kepala dan sebagainya (Ganiswarna, 1995).

Terlalu banyak kafeina dapat menyebabkan intoksikasi kafeina (yaitu mabuk akibat kafeina). Antara gejala penyakit ini ialah keresahan, kerisauan, insomnia, keriangan, muka merah, kerap kencing (diuresis), dan masalah gastrointestinal. Gejala-gejala ini bisa terjadi walaupun hanya 250 mg kafeina yang diambil. Jika

lebih 1 g kafeina diambil dalam satu hari, gejala seperti kejangan otot (muscle

twitching), kekusutan pikiran dan perkataan, aritmia kardium (gangguan pada

denyutan jantung) dan bergejolaknya psikomotor (psychomotor agitation) bisa

terjadi. Intoksikasi kafeina juga bisa mengakibatkan kepanikan dan penyakit kerisauan.

2.6Na-CMC (Wade A et al, 1994)


(43)

2.6.1 Sinonim

Cellulose Gum, CMC Sodium, Courlose, SCMC, Sodium, Sodium Cellulose Glycolate, Sodium CMC, Tylose CB,Carboxymethylcellulose.

2.6.2 Berat Molekul

90.000-700.000

2.6.3 Deskripsi

Warnanya agak keputihan, tidak berbau, berbentuk serbuk granul.

2.6.4 Kelarutan

Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter dan toluene. Mudah didispersikan dalam air pada semua temperatur.

2.6.5 Stabilitas

CMC Na Stabil, higroskopis. Pada kondisi lembab CMC Na dapat menyerap air dalam kuantitas yang besar (>50%) pada tablet, hal ini diasosiasikan dengan penurunan kekerasan tablet dan meningkatkan waktu disintegran.

2.6.6 OTT

Larutan Asam kuat, alumunium, merkuri, zink, dan juga xantan gum. Pengendapan dapat terjadi pada pH < 2 dan ketika dicampur dengan etanol.

2.6.7 Penggunaan

Agen penyalut, desintegran (penghancur) tablet dan kapsul, pengikat

tablet, stabilizing agent, suspending agent, agen pengikat viskositas. CMC Na

biasa digunakan pada formula oral dan topikal, CMC Na digunakan sebagai pengikat tablet dan desintegran, konsentrasi yang lebih tinggi biasanya 4 – 6%,


(44)

nilai viskositas medium digunakan untuk menghasilkan gel yang dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pasta.

2.6.8 Konsentrasi

Sebagai emulsyifing agent 0.25 %-1.0%, Agen pembetuk gel 4.0%-6.0%, Pengikat tablet 1.0%-6.0%, dan untuk larutan oral 0.1%-10%.

2.7Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah 2.7.1 Metode Enzimatik Spektrofotometer UV-Vis

Metode ini menggunakan enzim-enzim yang bekerja secara spesifik pada asam urat, sehingga memberikan hasil yang relatif lebih tepat dibandingkan metode lainnya. Prinsip reaksinya adalah mengoksidasi asam urat menjadi alantoin, hidrogen peroksida dan karbon dioksida yang dikatalisis oleh enzim urikase. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan 3,5 dikloro 2-hidroksibenzen sulfonat (DCHBS) dan 4 aminophenazon (PAP) membentuk zat warna quinonimin yaitu N-(4-antipirin)-3 kloro-5-sulfonat-p-benzokuinonimuin yang diukur pada panjang gelombang 520 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Yuno,. 2003).

2.7.2 Tes Strip Asam Urat

Pengukuran kadar asam urat darah tikus putih dilakukan dengan alat tes strip asam urat. Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk memonitor tingkat asam urat di dalam darah. Tes ini merupakan spesifik untuk asam urat. Tes tersebut menggunakan oksidasi asam urat dan berdasarkan pada kemajuan teknologi biologi sensor.


(45)

2.8 Tinjauan Hewan Coba

Klasifikasi hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Sharp et

al, 1998):

Regnum : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Bangsa : Rodentia

Keluarga : Muridae

Anak keluarga : Murinae

Marga : Rattus

Jenis : R. Norvegicus

Rattus norvegicus adalah salah satu spesies tikus yang paling umum dijumpai di perkotaan. Hasil seleksi terhadap hewan ini banyak digunakan sebagai hewan percobaan (dikenal sebagai tikus putih) dan sebagai hewan peliharaan dengan

warna bervariasi (Sharp et al, 1998).

Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan dalam penelitian karena

memiliki beberapa kelebihan antara lain: mudah dipelihara dalam populasi yang sangat besar, dapat berkembang biak dengan pesat, dan memiliki ukuran yang lebih besar daripada mencit sehingga untuk beberapa percobaan tikus lebih

menguntungkan. Tikus putih (Rattus norvegicus) memperlihatkan masa hamil

yang singkat (21-23 hari), jumlah anak yang cukup banyak (6-12 ekor), dan dapat hidup sampai 4 tahun.Seekor tikus putih dewasa membutuhkan 15 gram makanan


(46)

dan 20-45 ml air per 100 gram berat badan per hari. Suhu kandang yang dibutuhkan tikus 18-27o C dan kelembaban relatif 40-70%.

Ada berbagai galur tikus putih antara lain : Long-Evans, Sprague-Dawley, dan

Wistar. Tikus putih (Rattus novergicus L) galur Wistar mempunyai ciri-ciri :

warna tubuh putih, mata berwarna merah (albino), ukuran kepala dan ekor lebih pendek dari badannya; galur Sprague-Dawley mempunyai ciri-ciri : warna tubuh putih, mata berwarna merah (albino), ukuran kepala yang kecil, dan ekor lebih panjang dari badannya; sedangkan galur Long-Evans ditandai dengan warna hitam dibagian kepala, dan tubuh bagian depan (Malole & Pramono, 1989).


(47)

34

KERANGKA KONSEP

Orang yang mengkonsumsi

Daun sirih (Piper betle L)

jarang ditemukan memiliki penyakit asam urat

Daun Sirih mengandung tannin yang pada penelitian sebelumnya menunjukan

senyawa tannin mampu menghambat terbentuknya

enzim xanthin oksidase

Dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi daun sirih (Piper betle L) sebagai obat asam urat

Simplisia daun sirih (Piper betle L)

Ekstraksi

Ekstrak kental daun sirih (Piper betle L)

Uji efek penurunan kadar asam urat

Analisa data (ANOVA)


(48)

35

METODOLOGI PENELITIAN

4.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan berlangsung dari bulan April 2009 sampai dengan Juni 2009.

4.2Hewan dan Bahan Uji 4.2.1 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Spargue Dawley berumur 3-4 bulan dengan berat badan 200-250 gram yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Pakan berupa butiran (pellet) diberikan sebanyak ± 10 gr/ekor/hari dan diberikan minum secukupnya.

4.2.2 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun sirih (Piper betle L) yang diambil

dari kebun penelitian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro). Serta alopurinol sebagai obat pembanding.

4.2.3 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%, Kafeina, Eter ( Merck ), Na CMC (Brataco), NaCl (Merck), ammoniak (Merck),


(49)

kloroform (Merck), HCl (Merck), pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer,

n-Butanol (Merck), H2SO4 (Merck), FeCl3, NaOH (Merck), Aquades, tes strip asam

urat (Easy Touch)

4.3 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat makanan dan minum,

sonde oral, jarum suntik, hotplate (Wiggen Hauser), blender, magnetic stirrer,

destiller, oven, timbangan analitik (Wiggen Hauser), holder, vacuum rotary evaporator (Memmert Eyele), kertas saring, kapas, kamera, alat tes strip asam urat (EasyTouch), timbangan hewan (Mettler Toledo), timbangan analitik (Mettler Toledo), dan alat-alat gelas (Iwaki pyrex).

4.4 Prosedur Kerja

4.4.1 Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia berupa daun sirih sebanyak 2.820 gram melalui tahapan-tahapan pembuatan simplisia yang baik dan memenuhi syarat terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, penggilingan dan pengayakan.

4.4.2. Ekstraksi

Simplisia serbuk daun sirih (Piper betle L) diekstraksi dengan metode

maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70 % sehingga didapat ekstrak, lalu ekstrak tersebut dievaporasi dengan vacuum rotary evaporator sehingga didapat ekstrak kental kemudian ekstrak tersebut diuji aktivitas penurunan kadar asam urat darahnya (Depkes RI. Dirjen BPOM,2000; Anonim).


(50)

Tahapan proses ekstraksi sebagai berikut : Ditimbang serbuk simplisia 500 gr, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan pelarut etanol 70 % sampai serbuk simplisia terendam dan terdapat lapisan pelarut setebal 3 cm di atas serbuk simplisia; kemudian erlenmeyer ditutup dan lakukan maserasi selama satu hari sambil sesekali diaduk; selanjutnya saring hasil maserasi dengan menggunakan kapas di atas corong sehingga didapatkan filtrate, lalu filtrat yang dihasilkan disaring lagi dengan menggunakan kertas saring; kemudian dimaserasi kembali sampai nampak warna pucat. Filtrat yang didapatkan kemudian diuapkan

pelarutnya dengan menggunakan vacuum rotary evaporator sampai didapatkan

ekstrak kental (lampiran 5).

4.4.3 Uji Penapisan Fitokimia (Farnsworth, 1969)

A. Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak + 5 gram serbuk dilembabkan dengan 5 ml ammoniak 25 % digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagai larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Dragendroff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendroff dan pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi


(51)

Dragendroff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa alkaloid.

B. Identifikasi golongan flavonoid

Sebanyak + 10 gram serbuk ditambah 100 ml air panas, didihkan selama 5 menit, saring. Ambil 5 ml filtratnya (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk Mg secukupnya dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kocok kuat dan biarkan memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

C. Identifikasi golongan saponin

Serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 10 ml air panas. Setelah dingin kocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa yang stabil, menunjukkan adanya saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil.

D. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

Sebanyak + 5 gram serbuk dimaserasi dalam 20 ml eter selama 2 jam kemudian disaring. Diuapkan dalam cawan penguap sampai kering. Ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat ke dalam residu. Terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya steroid/triterpenoid.

E. Identifikasi golongan tannin

Sebanyak + 10 gram serbuk ditambah 10 ml air, didihkan selama 15 menit, setelah dingin kemudian di saring dengan kertas saring. Filtrat ditambah


(52)

1-2 tetes FeCl3 1 %, terbentuknya warna biru, hijau atau hitam menunjukkan

adanya seyawa golongan tannin.

F. Identifikasi golongan kuinon

Sebanyak + 1 gram serbuk dipanaskan dalam air selama 5 menit, disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambah 5 ml NaOH 1 N, terbentuk warna merah menunjukkan adanya kuinon.

G. Identifikasi golongan minyak atsiri

Sebanyak + 2 gram serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), tambahkan 10 ml pelarut petroleum eter. Pada mulut tabung dipasang corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, selanjutnya residu dilarutkan dengan pelarut etanol 95 % sebanyak 5 ml lalu saring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dengan cawan penguap, residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.

4.4.4. Persiapan Hewan Uji

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan berumur 3-4 bulan dengan berat badan 200-250 gram diaklimatisasi selama dua minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya, mengontrol kesehatan dan berat badannya. Selama proses adaptasi dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan. Hewan uji dipilih sebanyak 24 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor.


(53)

4.4.5. Rancangan Percobaan

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley berumur 3-4 bulan dengan berat badan 150-250 gram diaklimatisasi selama dua minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan. Hewan uji dipilih sebanyak 24 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 4 ekor (Tabel 1). Penentuan jumlah tikus tiap kelompok, dihitung berdasarkan rumus Federer :

(n-1) (t-(n-1) ≥15, dimana t menunjukkan jumlah perlakuan dan n menunjukkan jumlah

ulangan minimal dari tiap perlakuan (Sudjana, 1992).

Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji

Kelompok Jumlah Tikus

Perlakuan

I 4 Kontrol normal, diberi air larutan Na-CMC 0,5 %

II 4 Kontrol perlakukan, diberi kafeina 27 mg/200 g BB

dalam larutan Na-CMC 0,5 %

III 4 Diberi kafeina 27 mg/200 g BB dalam larutan

Na-CMC 0,5 % dan alopurinol 36 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % (Pembanding)

IV 4 Diberi kafeina 27 mg/200 g BB dalam larutan

Na-CMC 0,5 % dan ekstrak uji dosis rendah

V 4 Diberi kafeina 27 mg/200 g BB dalam larutan

Na-CMC 0,5 % dan ekstrak uji dosis sedang

VI 4 Diberi kafeina 27 mg/200 g BB dalam larutan

Na-CMC 0,5 % dan ekstrak uji dosis tinggi

Berarti dengan jumlah kelompok percobaan sebanyak 6 kelompok maka tikus yang terdapat pada tiap kelompok yaitu > 4, sedangkan pada penelitian kali ini saya menggunakan tikus pada tiap kelompok yaitu 4 tikus, berikut


(54)

perhitungannya : (n-1).(t-1) = (6-1).(4-1) = 15, jadi hasil ini sudah dapat diterima, karena berdasarkan rumus Federer jumlah yang dihasilkan > 15.

4.4.6. Pembuatan Ekstrak Uji dan Perhitungan Dosis.

A. Dosis ekstrak kental daun sirih

Dosis Rendah = 41,5 mg/200 g BB/hari Dosis Sedang = 83 mg/200 g BB/hari

Dosis tinggi = 166 mg/200 g BB/hari

(Lampiran 7)

Volume larutan ektsrak uji yang diberikan kepada setiap kelompok uji dibuat dalam konsentrasi 160 mg/ ml (lampiran 8).

B. Dosis alopurinol sebagai kontrol pembanding

Dosis alopurinol yang digunakan adalah 200 mg/hari untuk manusia. Faktor konversi dari manusia ke tikus adalah 0,018 (Paget & Barnes,

1964) dan faktor farmakokinetika yang digunakan adalah 10 (Mandel et

al,1979). Dosis untuk tikus = 200 mg x 0,018 x 10 = 36 mg/200 g BB.

C. Dosis Kafeina

Dosis Kafeina yang digunakan adalah 150 mg/hari untuk manusia. Faktor konversi dari manusia ke tikus adalah 0,018 (Paget & Barnes, 1964) dan

faktor farmakokinetika yang digunakan adalah 10 (Mandel et al,1979).


(55)

4.4.7. Penyiapan Larutan Ekstrak Uji

A. Pembuatan sediaan ekstrak kental daun sirih (lampiran 9).

B. Pembuatan suspensi alopurinol (lampiran 9).

C. Pembuatan suspensi kafeina (lampiran 9).

4.4.8. Percobaan

Pada uji ini dilakukan upaya peningkatan kadar asam urat darah dengan menginduksi tikus dengan kafeina 27 mg/200 g BB. Setelah penginduksian tersebut, kadar asam urat darah tikus dikontrol dan diukur pada hari ke-6 untuk meyakinkan bahwa kafeina dengan dosis tersebut menyebabkan hiperurisemia. Selesai perlakukan, semua tikus diistirahatkan di dalam kandang masing-masing dan diberi makan dan minum

Pada hari ke-7 dilakukan pemberian perlakuan berdasarkan kelompoknya masing-masing setiap hari dan kafeina tetap diberikan juga pada semua kelompok kecuali kelompok normal. Pengukuran kadar asam urat darah selanjutnya pada

hari ke-9, ke-12 dan ke-15 (Azizahwati et al, 2005) (Lampiran 6).

4.4.9. Cara Pengambilan Darah

Sebelum pengambilan darah, tikus dimasukkan ke dalam kandang kecil sedemikian rupa hingga tidak dapat bergerak. Kemudian ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%. Selanjutya ujung ekor tikus digumting kurang lebih 0,2 cm dari ujung ekor, dilakukan pemijatan perlahan terhadap ekor agar darah keluar.


(1)

Lampiran 11. Uji homogenitas (Lavene) terhadap kadar asam urat darah kelompok hewan uji

Tujuan : Untuk melihat data kadar asam urat darah tikus homogen atau tidak

Hipotesis :

Ho : Data kadar asam urat darah tikus bervariasi homogen Ha : Data kadar asam urat darah tikus tidak bervariasi homogen

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Hari Ke-0 1.511 5 18 .236

Hari Ke-6 .731 5 18 .609

Hari Ke-9 1.703 5 18 .185

Hari Ke-12 2.019 5 18 .124

Hari Ke-15 .508 5 18 .767

Keputusan : Kadar asam urat darah seluruh kelompok hewan uji bervarisasi homogen (p ≥ 0.05).


(2)

Tujuan : Untuk melihat data kadar asam urat darah tikus terdapat perbedaan secara bermakna atau tidak antar kelompok

Hipotesis :

Ho : Data kadar asam urat darah tikus tidak terdapat perbedaan secara bermakna

Ha : Data kadar asam urat darah tikus terdapat perbedaan secara bermakna Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima

Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Hari Ke-0 Between Groups .787 5 .157 1.635 . .201

Within Groups 1.733 18 .096

Total 2.520 23

Hari Ke-6 Between Groups 7.547 5 1.509 31.870 .000 Within Groups .853 18 .047

Total 8.400 23

Hari Ke-9 Between Groups 8.338 5 1.668 26.802 .000 Within Groups 1.120 18 .062

Total 9.458 23

Hari Ke-12 Between Groups 13.697 5 2.739 40.008 .000 Within Groups 1.233 18 .068

Total 14.930 23

Hari Ke-15 Between Groups 20.610 5 4.122 117.771 .000 Within Groups .630 18 .035

Total 21.240 23

Keputusan : Kadar asam urat darah awal seluruh hewan uji sebelum perlakuan (hari ke-0) tidak berbeda secara bermakna (p ≥ 0.05) sedangkan kadar asam urat darah seluruh hewan uji pada hari 6 (hiperurisemia awal), 9, 12 dan ke-15 berbeda secara bermakna (p ≤ 0.05) sehingga harus dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan LSD.


(3)

Lampiran 12. (Lanjutan)

Uji BNT Hari ke-6

Multiple Comparisons

Hari Ke-6 LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Kontrol Normal Kontrol Negatif -1.5000* .1785 .000 -1.875 -1.125

Kontrol Pembanding -1.3750* .1785 .000 -1.750 -1.000

Dosis Rendah -1.4000* .1785 .000 -1.775 -1.025

Dosis Sedang -1.6000* .1785 .000 -1.975 -1.225

Dosis Tinggi -1.4000* .1785 .000 -1.775 -1.025

Kontrol Negatif Kontrol Normal 1.5000* .1785 .000 1.125 1.875

Kontrol Pembanding .1250 .1785 .493 -.250 .500

Dosis Rendah .1000 .1785 .582 -.275 .475

Dosis Sedang -.1000 .1785 .582 -.475 .275

Dosis Tinggi .1000 .1785 .582 -.275 .475

Kontrol Pembanding Kontrol Normal 1.3750* .1785 .000 1.000 1.750

Kontrol Negatif -.1250 .1785 .493 -.500 .250

Dosis Rendah -.0250 .1785 .890 -.400 .350

Dosis Sedang -.2250 .1785 .224 -.600 .150

Dosis Tinggi -.0250 .1785 .890 -.400 .350

Dosis Rendah Kontrol Normal 1.4000* .1785 .000 1.025 1.775

Kontrol Negatif -.1000 .1785 .582 -.475 .275

Kontrol Pembanding .0250 .1785 .890 -.350 .400

Dosis Sedang -.2000 .1785 .277 -.575 .175

Dosis Tinggi .0000 .1785 1.000 -.375 .375

Dosis Sedang Kontrol Normal 1.6000* .1785 .000 1.225 1.975

Kontrol Negatif .1000 .1785 .582 -.275 .475

Kontrol Pembanding .2250 .1785 .224 -.150 .600

Dosis Rendah .2000 .1785 .277 -.175 .575

Dosis Tinggi .2000 .1785 .277 -.175 .575

Dosis Tinggi Kontrol Normal 1.4000* .1785 .000 1.025 1.775

Kontrol Negatif -.1000 .1785 .582 -.475 .275

Kontrol Pembanding .0250 .1785 .890 -.350 .400

Dosis Rendah .0000 .1785 1.000 -.375 .375

Dosis Sedang -.2000 .1785 .277 -.575 .175

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Kadar asam urat seluruh ekstrak uji, kontrol pembanding, dan kontrol negatif berbeda secara bermakna (p ≤ 0.05) dengan kontrol normal karena ekstrak uji, kontrol negatif dan kontrol pembanding telah mengalami hiperurisemia.


(4)

Multiple Comparisons

Hari Ke-9 LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Kontrol Normal Kontrol Negatif -1.9000* .1764 .000 -2.271 -1.529

Kontrol Pembanding -1.0250* .1764 .000 -1.396 -.654

Dosis Rendah -1.5750* .1764 .000 -1.946 -1.204

Dosis Sedang -1.2000*

.1764 .000 -1.571 -.829

Dosis Tinggi -1.1000*

.1764 .000 -1.471 -.729

Kontrol Negatif Kontrol Normal 1.9000* .1764 .000 1.529 2.271

Kontrol Pembanding .8750*

.1764 .000 .504 1.246

Dosis Rendah .3250 .1764 .082 -.046 .696

Dosis Sedang .7000*

.1764 .001 .329 1.071

Dosis Tinggi .8000*

.1764 .000 .429 1.171

Kontrol Pembanding Kontrol Normal 1.0250*

.1764 .000 .654 1.396

Kontrol Negatif -.8750*

.1764 .000 -1.246 -.504

Dosis Rendah -.5500*

.1764 .006 -.921 -.179

Dosis Sedang -.1750 .1764 .334 -.546 .196

Dosis Tinggi -.0750 .1764 .676 -.446 .296

Dosis Rendah Kontrol Normal 1.5750*

.1764 .000 1.204 1.946

Kontrol Negatif -.3250 .1764 .082 -.696 .046

Kontrol Pembanding .5500*

.1764 .006 .179 .921

Dosis Sedang .3750*

.1764 .048 .004 .746

Dosis Tinggi .4750*

.1764 .015 .104 .846

Dosis Sedang Kontrol Normal 1.2000*

.1764 .000 .829 1.571

Kontrol Negatif -.7000* .1764 .001 -1.071 -.329

Kontrol Pembanding .1750 .1764 .334 -.196 .546

Dosis Rendah -.3750*

.1764 .048 -.746 -.004

Dosis Tinggi -.1000 .1764 .578 -.271 .471

Dosis Tinggi Kontrol Normal 1.1000*

.1764 .000 .729 1.471

Kontrol Negatif -.8000*

.1764 .000 -1.171 -.429

Kontrol Pembanding .0750 .1764 .676 -.296 .446

Dosis Rendah -.4750*

.1764 .015 -.846 -.104

Dosis Sedang .1000 .1764 .578 -.471 .271

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Kadar asam urat darah seluruh kelompok ekstrak uji, kontrol negatif dan kontrol pembanding menunjukkan berbeda secara bermakna (p ≤ 0.05) dengan kontrol normal; kontrol negatif menunjukkan berbeda secara bermakna (p ≤ 0.05) dengan ekstrak uji sedang, ekstrak uji tinggi, kontrol normal dan kontrol pembanding namun tidak berbeda secara bermakna (p ≥ 0.05) dengan ekstrak uji rendah; kontrol pembanding menunjukkan tidak berbeda secara bermakna (p ≥ 0.05) ekstrak uji sedang dan ekstrak uji tinggi namun berbeda secara bermakna (p ≤ 0.05) dengan ekstrak uji rendah sehingga kesimpulannya walaupun ekstrak uji sedang, ekstrak uji tinggi, dan kontrol pembanding kadar asam urat darahnya belum normal tetapi telah menunjukan penurunan bila dibandingkan dengan kontrol negatif dan kerja ekstrak uji yang mengalami penurunan sebanding dengan kontrol pembanding. Sedangkan pada kelompok ekstrak uji rendah tidak mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol pembanding.


(5)

Lampiran 12. (Lanjutan)

Uji BNT Hari ke-12

Multiple Comparisons

Hari Ke-12 LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Kontrol Normal Kontrol Negatif -2.0500* .1850 .000 -2.439 -1.661

Kontrol Pembanding -.2750 .1850 .155 -.664 .114

Dosis Rendah -1.4750* .1850 .000 -1.864 -1.086

Dosis Sedang -.7250* .1850 .001 -1.114 -.336

Dosis Tinggi -.1000 .1850 .596 -.489 .289

Kontrol Negatif Kontrol Normal 2.0500* .1850 .000 1.661 2.439

Kontrol Pembanding 1.7750* .1850 .000 1.386 2.164

Dosis Rendah .5750* .1850 .006 .186 .964

Dosis Sedang 1.3250* .1850 .000 .936 1.714

Dosis Tinggi 1.9500* .1850 .000 1.561 2.339

Kontrol Pembanding Kontrol Normal .2750 .1850 .155 -.114 .664

Kontrol Negatif -1.7750* .1850 .000 -2.164 -1.386

Dosis Rendah -1.2000* .1850 .000 -1.589 -.811

Dosis Sedang -.4500* .1850 .026 -.839 -.061

Dosis Tinggi .1750 .1850 .357 -.214 .564

Dosis Rendah Kontrol Normal 1.4750* .1850 .000 1.086 1.864

Kontrol Negatif -.5750* .1850 .006 -.964 -.186

Kontrol Pembanding 1.2000* .1850 .000 .811 1.589

Dosis Sedang .7500* .1850 .001 .361 1.139

Dosis Tinggi 1.3750* .1850 .000 .986 1.764

Dosis Sedang Kontrol Normal .7250* .1850 .001 .336 1.114

Kontrol Negatif -1.3250* .1850 .000 -1.714 -.936

Kontrol Pembanding .4500* .1850 .026 .061 .839

Dosis Rendah -.7500* .1850 .001 -1.139 -.361

Dosis Tinggi .6250* .1850 .003 .236 1.014

Dosis Tinggi Kontrol Normal .1000 .1850 .596 -.289 .489

Kontrol Negatif -1.9500* .1850 .000 -2.339 -1.561

Kontrol Pembanding -.1750 .1850 .357 -.564 .214

Dosis Rendah -1.3750* .1850 .000 -1.764 -.986

Dosis Sedang -.6250* .1850 .003 -1.014 -.236

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Kadar asam urat darah kontrol normal tidak berbeda secara bermakna (p≥0,05) dengan ekstrak uji tinggi dan kontrol pembanding; seluruh ekstrak uji kontrol pembanding menunjukkan berbeda secara bermakna (p≤0,05) dengan kontrol negatif; kontrol pembanding menunjukkan tidak berbeda secara bermakna (p≥0,05) dengan ekstrak uji tinggi dan kontrol normal tetapi berbeda secara bermakna (p≤0,05) ekstrak uji rendah dan ekstrak uji sedang; sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok ekstrak uji tinggi dan kontrol pembanding menurunkan kadar asam urat sampai batas normal sedangkan pada ekstrak uji sedang dan ekstrak uji rendah mengalami sedikit penurunan apabila dibandingkan dengan kontrol negatif tetapi masih belum sampai pada kadar normal dan kerjanya tidak sama dengan kontrol pembanding.


(6)

Multiple Comparisons

Hari Ke-15 LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Kontrol Normal Kontrol Negatif -2.4250* .1323 .000 -2.703 -2.147

Kontrol Pembanding .2750 .1323 .052 -.003 .553

Dosis Rendah -1.2000* .1323 .000 -1.478 -.922

Dosis Sedang -.3000*

.1323 .036 -.578 -.022

Dosis Tinggi -.1000 . .1323 .459 -.378 .178

Kontrol Negatif Kontrol Normal 2.4250* .1323 .000 2.147 2.703

Kontrol Pembanding 2.7000*

.1323 .000 2.422 2.978

Dosis Rendah 1.2250*

.1323 .000 .947 1.503

Dosis Sedang 2.1250*

.1323 .000 1.847 2.403

Dosis Tinggi 2.3250*

.1323 .000 2.047 2.603

Kontrol Pembanding Kontrol Normal -.2750 .1323 .052 -.553 .003

Kontrol Negatif -2.7000*

.1323 .000 -2.978 -2.422

Dosis Rendah -1.4750*

.1323 .000 -1.753 -1.197

Dosis Sedang -.5750* .1323 .000 -.853 -.297

Dosis Tinggi -.3750*

.1323 .011 -.653 -.097

Dosis Rendah Kontrol Normal 1.2000*

.1323 .000 .922 1.478

Kontrol Negatif -1.2250*

.1323 .000 -1.503 -.947

Kontrol Pembanding 1.4750*

.1323 .000 1.197 1.753

Dosis Sedang .9000*

.1323 .000 .622 1.178

Dosis Tinggi 1.1000*

.1323 .000 .822 1.378

Dosis Sedang Kontrol Normal .3000*

.1323 .036 .022 .578

Kontrol Negatif -2.1250* .1323 .000 -2.403 -1.847

Kontrol Pembanding .5750*

.1323 .000 .297 .853

Dosis Rendah -.9000*

.1323 .000 -1.178 -.622

Dosis Tinggi .2000 .1323 .148 -.078 .478

Dosis Tinggi Kontrol Normal .1000 .1323 .459 -.178 .378

Kontrol Negatif -2.3250*

.1323 .000 -2.603 -2.047

Kontrol Pembanding .3750*

.1323 .011 .097 .653

Dosis Rendah -1.1000*

.1323 .000 -1.378 -.822

Dosis Sedang -.2000 .1323 .148 -.478 .078

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Kadar asam urat darah ekstrak uji tinggi dan kelompok kontrol pembanding menunjukkan tidak berbeda secara bermakna (p≥0,05) dengan kontrol normal; seluruh ekstrak uji dan kontrol pembanding menunjukkan berbeda secara bermakna (p≤0,05) dengan kontrol negatif; semua ekstrak uji menunjukkan berbeda secara bermakna (p≥0,05) dengan kontrol pembanding sehingga kesimpulannya kelompok ekstrak uji tinggi menurunkan kadar asam urat sampai normal, sedangkan kelompok ekstrak uji rendah dan ekstrak uji sedang mengalami penurunan tapi tidak sampai batas normal. Dari semua variasi dosis kelompok ekstrak uji menunjukan ekstrak uji tinggi dapat menurunkan kadar asam urat darah sampai batas normal tetapi tidak sebanding dengan kontrol pembanding karena kelompok kontrol pembanding menurunkan kadar asam urat darah dibawah kelompok kontrol normal.


Dokumen yang terkait

Uji Efek Ekstrak Etanol Majakani (Quercus infectoria G. Olivier) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Yang Diinduksi Aloksan

0 52 100

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan

5 51 113

Uji efek ekstrak etanol bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus putih jantan

8 57 98

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

6 42 76

Uji toksisitas akut campuran ekstrak etanol daun sirih (piper batle L). dan ekstrak kering gambir (uncaria gambir R.) terhadap mencit putih jantan

1 8 145

Uji aktivitas ekstrak Etanol 70% daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) terhadap penurunan kadar asam urat dalam darah tikus putih jantan yang diinduksi dengan Kafeina

1 42 73

EFEK ANTIINFLAMASI DAUN SIRIH(Piper betle L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN Efek Antiinflamasi Infusa Daun Sirih (Piper betle L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar.

1 2 15

PENDAHULUAN Efek Antiinflamasi Infusa Daun Sirih (Piper betle L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar.

0 1 11

Efek Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap Penurunan Kadar Serum Asam Urat dan Ureum pada Tikus Putih | Sari | Jurnal Mutiara Medika 2475 6742 1 SM

0 0 7

EFEK EKSTRAK ETANOL SEMUT JEPANG (Tenebrio Sp) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH JANTAN

0 4 7