TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan, Erosi dan Kehilangan Hara pada Pertanaman Sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor

7 Menurut Dariah 2007 menerangkan bahwa lahan akan lebih mudah tererosi akibat seringnya digunakan untuk budidaya, sehingga penerapan teknik konservasi tanah mutlak diperlukan agar dapat mempertahankan produktivitas lahan. Pengolahan tanah merupakan komponen penting dalam kegiatan usaha tani tanaman semusim. Pengolahan tanah utamanya ditujukan untuk menyiapkan atau menciptakan media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimum. Namun demikian, pengolahan tanah secara berlebih dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya terjadi penghancuran struktur tanah. Aliran permukaan dan erosi harus dikendalikan melalui penerapan tindakan konservasi tanah dan air agar lahan tetap produktif. Teknik konservasi tanah pada lahan usaha tani berbasis tanaman sayuran dapat dilakukan dengan penanaman guludan atau bedengan searah kontur atau memotong lereng yang dinilai mampu mengendalikan aliran permukaan dan erosi. Pembuatan guludan atau bedengan adalah tindakan konservasi tanah yang dapat dilakukan oleh petani. Pertimbangannya adalah selain efektif menekan aliran permukaan dan erosi, juga karena terbatasnya jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan teknologi dan ekonomi para petani Arsyad 2010. Penelitian-penelitian tentang erosi tanah sudah banyak dilakukan. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa e rosi yang terjadi pada lahan holtikultura yang dibuat pada bedengan searah lereng lebih besar daripada memotong lereng . Suganda et al. 1997 menyatakan bahwa erosi tertinggi pada tanaman buncis di Desa Batulawang, Pacet, Cianjur terjadi pada bedengan yang dibuat searah lereng yaitu sebesar 65.1 tonha. Erfandi et al. 2002 dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa pada penanaman buncis dengan bedengan searah lereng di daerah Campaka, Cianjur pada 1 musim tanam menghasilkan erosi sebesar 40.6 tonha. Penelitian berbeda yang dilakukan Henny 2012 mengatakan bahwa guludan tanaman memotong lereng mampu menekan erosi ± 80 dibandingkan dengan guludan searah lereng pada pertanaman kubis dan kentang pada tanah Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, kabupaten Kerinci, Jambi. Penelitian Sutapradja dan Asandhi 1998 bahwa bedengan atau guludan memotong lereng menghasilkan laju aliran permukaan yang lebih kecil daripada guludan searah lereng. Menurut Wiralaga 1997 penerapan teknik konservasi tanah berupa guludan yang memotong lereng dapat memperkecil laju aliran permukaan. Penelitian-penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa penanaman guludan atau bedengan memotong lereng mampu mengendalikan aliran pemukaan dan erosi. Lal 1979 menyatakan bahwa pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur mampu menurunkan aliran permukaan sebesar 14 - 28 mm dan erosi sebesar 17.33 – 33.00 tonhatahun pada pertanaman jagung di Brazil. Fagi dan Mackie 1988 juga menyatakan bahwa pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur mampu menurunkan erosi sebesar 92.6 tonhatahun dibandingkan dengan penanaman searah lereng pada pertanaman kentang. Teknik konservasi tanah dan air berupa bedengan memotong lereng mampu menekan erosi. Hal ini dikarenakan aliran permukaan tertahan oleh bedengan, pada kondisi ini volume dan kecepatan aliran permukaan berkurang sehingga kapasitas transportasi menjadi rendah sehingga mampu menurunkan erosi. Tanaman juga dapat meminimalkan kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh menimpa tanah Arsyad 2010. 8 Kehilangan Hara Peristiwa erosi tidak hanya mengakibatkan hilangnya lapisan olah tanah namun juga dapat mengurangi kesuburan tanah akibat terangkutnya hara tanaman baik dalam aliran permukaan maupun dalam tanah tererosi. Lapisan tanah bagian atas umumnya lebih subur kaya bahan organik dan unsur hara dibandingkan dengan lapisan bawah. Tanah yang subur atau produktivitasnya tinggi yaitu tanah yang dapat menyediakan unsur hara yang sesuai bagi kebutuhan tanaman tertentu sehingga produktivitasnya tinggi. Unsur hara dalam tanah dapat berkurang karena terangkut pada waktu panen, pencucian, dan terangkutnya pada waktu proses erosi. Apabila erosi berjalan terus-menerus pada permukaan tanah, maka dengan sendirinya akan terangkut partikel liat dan humus serta partikel tanah lainnya yang kaya akan unsur hara yang diperlukan tanaman Sarief 1988. Menurut Arsyad 2010 banyaknya unsur hara yang hilang oleh erosi tergantung pada besarnya erosi dan unsur hara yang terkandung dalam tanah yang tererosi. Daerah dengan curah hujan yang tinggi meningkatkan resiko erosi yang lebih besar. Chen et al. 2013 melaporkan bahwa semakin tinggi curah hujan, erosi yang terjadi semakin besar dan kehilangan hara N dan P juga semakin besar pada vegetasi penutup tanah di Xiangxi Cina. Petani sayuran pada daerah dataran tinggi umumnya menggunakan pupuk anorganik dan pupuk organik dalam takaran yang lebih tinggi dari dosis yang dianjurkan. Akibatnya dengan kondisi ekosistem lahan sayuran yang rentan terhadap erosi, diperkirakan banyak unsur-unsur hara dari pupuk tersebut hilang terbawa aliran permukaan dan erosi Dariah 2007. Unsur-unsur hara yang terbawa aliran permukaan terutama N dan P, akan masuk ke dalam badan air atau sungai, sehingga terjadi eutrofikasi. Pemupukan yang berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan seperti berkurangnya kualitas air tanah. Menurunnya kualitas air tanah dapat disebabkan oleh kandungan sedimen dan unsur yang terbawa masuk oleh air yang bersumber dari erosi, tercuci oleh air hujan dari lahan-lahan pertanian, atau bahan dan senyawa dari limbah industri atau limbah pertanian Arsyad 2010. Upaya pemupukan akhirnya menjadi tidak efisien, sehingga diperlukan tindakan pencegahan erosi dan kehilangan unsur-unsur hara agar tercipta sistem usaha tani sayuran yang berkelanjutan. Karakteristik Tanah Andisol Luas seluruh jenis tanah Andisol diperkirakan 5.39 juta ha atau sekitar 2.9 wilayah daratan Indonesia Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2000. Tanah Andisol di pulau Jawa umumnya berasal dari bahan induk andesitik sampai basaltik yang kaya akan unsur-unsur hara seperti Ca, Mg, Na dan K karena itu umumnya tanah Andisol tergolong subur Tan 1965. Prasetyo 2005 menerangkan bahwa tanah Andisol umumnya gembur sehingga mudah diolah dan baik untuk pertumbuhan akar tanaman. Selain itu, tanah Andisol memiliki kapasitas menahan air yang besar, kesuburan tanah tergolong tinggi dan umumnya dimanfaatkan untuk lahan budidaya tanaman sayuran. Erosi tanah pada tanah Andisol di Indonesia terutama disebabkan oleh curah hujan. Hujan di Indonesia sebagian besar termasuk tipe orografis, yakni makin 9 tinggi suatu tempat makin tinggi pula curah hujannya, sebaliknya penguapannya semakin berkurang. Makin besar selisih curah hujan dengan penguapan mengakibatkan bahaya erosi semakin besar dan ditunjang dengan banyaknya kondisi lahan berlereng dan curam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2000. Tanah Andisol merupakan salah satu ordo tanah pada kawasan usahatani sayuran dataran tinggi yang tergolong memiliki kepekaan erosi yang besar meskipun umumnya mempunyai sifat fisika yang baik. Tanah Andisol di Indonesia dapat dibedakan menjadi Andisol dataran rendah dan Andisol dataran tinggi. Andisol dataran rendah daerah Sumatera terbentuk pada dataran rendah dengan iklim tropika basah serta mempunyai rasio asam humat dan fulvat 0.2. Sedangkan, Andisol dataran tinggi daerah Jawa terbentuk pada elevasi yang lebih tinggi dengan iklim sedang, serta mempunyai rasio asam humat dan fulvat lebih dari 0.5 Tan 1965. Andisol adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur, namun mempunyai retensi P yang tinggi karena didominasi oleh mineral amorf seperti alofan, imogolit, ferihidrit, dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas. Penambahan P dan bahan organik pada tanah Andisol mampu mengatasi retensi P. Solum tanah Andisol agak tebal 1 – 2 m, tekstur lempung hingga debu, struktur remah, makin ke bawah agak gumpal, konsistensi gembur, permeabilitas sedang. Tanah Andisol memiliki pH dari kemasaman agak masam hingga netral 5.0 – 7.0, kejenuhan basa sedang sampai tinggi 30 - 70 Rachim 2009. Tanah Andisol mempunyai mempunyai porositas yang tinggi sehingga air lebih mudah masuk ke dalam tanah, namun karena tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi debu yang sangat mudah terangkut oleh aliran permukaan, maka tanah menjadi sangat mudah tererosi saat jenuh dan terjadi aliran permukaan Dariah dan Husen 2004. Kurnia et al. 2004 juga mengatakan hal yang sama bahwa tekstur tanah Andisol mengandung fraksi debu lebih banyak dan umumnya berada pada topografi berlereng dengan curah hujan tinggi. Letak tanah Andisol yang berada pada di dataran tinggi dengan lereng yang cukup terjal dapat mengakibatkan erosi dan pencucian hara serta bahan organik yang cukup intensif. 10

3. BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2012 – Maret 2013. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan, bibit tanaman sayuran, pupuk organik kotoran ayam, pupuk anorganik Urea, Ponska, fungisida, insektisida, dan bahan-bahan kimia untuk analisis di laboratorium. Alat yang digunakan adalah cangkul, tali plastik, seng, bonet, drum, bak penampung, kain kasa, paku, kayu, pipa paralon, palu dan balok, gelas ukur, timbangan, botol ukuran 600 ml, cawan aluminium, oven, spektrofotometer, flamefotometer, kertas saring, dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini. Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan berdasarkan tahapan berikut : 1 pengumpulan data primer dan sekunder, 2 pembuatan petak erosi, 3 pengukuran dan analisis aliran permukaan, erosi, kehilangan hara nitrat, fosfor, dan kalium, dan 4 analisis data. Adapun diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder Pengumpulan data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data permebilitas tanah, data nitrat, fosfor dan kalium yang terangkut oleh aliran permukaan dan erosi, data penggunaan lahan, data aliran permukaan, data erosi dan TSL. Data sekunder berupa data curah hujan harian periode November 2012 – Januari 2013 yang diperoleh dari stasiun Citeko. 11 Gambar 1 Diagram Alir Penelitian Pembuatan Petak Erosi Petak erosi percobaan di lapangan dibuat sebanyak 12 buah, di mana 11 petak erosi dengan perlakuan tanaman dan 1 petak erosi tanpa perlakuan tanaman sebagai kontrol. Petak dibuat di atas permukaan tanah dengan panjang 8 m dan lebar 2 m. Bagian samping petak diberi pembatas seng yang berukuran 50 cm dimasukkan ke dalam tanah secara vertikal hingga setengah bagian 25 cm seng tertanam. Jarak antar setiap petak 0.5 m dengan kemiringan lereng yang seragam yaitu ± 11. Teknik konservasi tanah dan air berupa bedengan memotong lereng diterapkan pada semua petak dengan tanaman. Pada bagian bawah setiap petak dipasang bak penampung utama dan drum penampung tambahan. Permukaan bak penampung utama diberi penutup dari bahan kain kasa dengan tujuan hanya mampu ditembus air namun diharapkan tidak mampu ditembus oleh sedimen tanah hasil erosi terkecuali partikel tanah yang berbentuk suspensi dan menyatu dengan air yang ditampung. Bagian atas bak penampung utama diberi penutup Analisis Data Uji Perbandingan Berpasangan dan Regresi Aliran Permukaan, Erosi, dan Kehilangan Hara pada Lahan Pertanaman Sayuran Pengumpulan Data Data Primer : Permeabilitas, Penggunaan Lahan, dan TSL Data Sekunder : Curah hujan Pembuatan Petak Erosi Multi Slot Diviser Pengukuran Erosi Aliran Permukaan Kehilangan Nitrat. Fosfor, dan Kalium Contoh tanah dan air dianalisis di Laboratorium 12 seng untuk mencegah masuknya air hujan langsung ke dalam bak penampung utama dengan tujuan agar air yang tertampung tidak lain berasal dari aliran permukaan dan bukan berasal langsung dari air hujan Lampiran 1. Tanaman sayuran ada yang ditanam pada waktu yang berbeda, namun dalam rentang waktu yang tidak terlalu jauh. Hal ini dikarenakan, penelitian ini merupakan lanjutan dari rangkaian penelitian sebelumnya. Akibatnya umur tanaman menjadi bervariasi. Perlakuan jenis dan waktu tanam pada setiap petak percobaan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis tanaman dan waktu tanam pada setiap petak percobaan Petak Jenis tanaman Waktu tanam Waktu panen T0 Kontrol - - T1 Kacang tanah Arachis hypogaea. L 8 November 2012 15 Januari 2013 T2 Jagung Zea mays 1 Oktober 2012 20 Januari 2012 T3 Terong Solanum melongena 20 September 2012 1 Desember 2012 T4 TomatSolanum lycopersicum 3 Oktober 2012 17 Desember 2012 T5 Daun bawang Allium fistulosum 8 November 2012 12 Januari 2013 T6 Cabe Capsicum annum. L 25 September 2012 20 Desember 2012 T7 Kacang damami Glycin max L Merrill 8 November 2012 10 Januari 2013 T8 Kacang tanah Arachis hypogaea. L 11 November 2012 21 Januari 2013 T9 Sawi Brassica rapa 11 November 2012 20 Januari 2013 T10 Caisin Brassica rapa cv caisin 11 November 2012 12 Desember 2012 T11 Wortel Daucus Carota. L 8 November 2012 20 Januari 2013 Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Pengukuran aliran permukaan dilakukan dengan cara mengukur volume air keseluruhan yang tertampung dalam bak penampung utama dengan menggunakan gelas ukur berskala liter. Pengukuran volume air juga dilakukan pada drum penampung tambahan jika terdapat air berlebih dari bak penampung utama dan mengalir mengisi drum penampung tambahan. Pengukuran dilakukan setiap pagi pukul 07.00, apabila hari sebelumnya terjadi hujan dan menimbulkan aliran permukaan. Pengukuran aliran permukaan dan erosi dengan Metode Multi-Slot Diviser yaitu pada bak utama dibuat lubang-lubang sebanyak 11 buah dengan posisi horizontal masing-masing berdiameter ± 3 cm dan berjarak ± 8 cm. Salah satu lubang disambungkan dengan pipa paralon dan dihubungkan ke drum tambahan lain di bawahnya. Drum tambahan kapasitas ± 60 liter tersebut berfungsi untuk menampung air berlebih yang mungkin ada dan tidak tertampung pada bak utama. Pengukuran aliran permukaan yang terjadi dalam satu hari hujan per petak adalah sebagai berikut : Volume air dalam bak penampung dengan daya tampung 0.25 m 3 Volume air yang = Σ lubang x Volume air dalam drum Total Aliran Permukaan Lpetak = Volume air dalam bak penampung + Volume air yang meluap Pengukuran erosi dilakukan setiap pagi pukul 07.00, apabila hari sebelumnya terjadi hujan dengan cara pengambilan sampel sedimen yang tertampung pada kain kasa dalam bak penampung utama. Untuk memudahkan pengambilan sampel maka sedimen dipilah menjadi sedimen kasar dan sedimen 13 tersuspensi. Sedimen kasar adalah sedimen yang tertampung melalui kain kasa di mana berat tanah diukur kadar airnya sehingga diperoleh berat tanah kondisi kering. Sedimen tersuspensi adalah sedimen yang lolos kain kasa tertampung dalam bak penampung diambil sebanyak 600 ml dari sampel aliran permukaan. Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu mengaduk seluruh air di dalam bak penampung sampai merata dan homogen. Tahap tersebut dilakukan bersamaan pada saat melakukan pengukuran aliran permukaan. Sampel air dimasukkan ke dalam botol plastik dan dibawa ke laboratorium untuk selanjutnya dilakukan analisis pemisahan suspensi tanah terhadap aliran permukaan. Pemisahan suspensi tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Pemisahan suspensi tanah dilakukan melalui penyaringan, setelah disaring tanah dioven pada suhu 105 o C selama ± 24 jam kemudian ditimbang. Bobot tanah tererosi Kgpetak dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Total bobot tanah tersuspensi = x Volume air bak penampung Total tanah tererosi = Jumlah bobot tanah tersuspensi + sedimen kasar Erosi yang Dapat Ditoleransikan Tolerable Soil Loss = TSL Perhitungan nilai TSL dilakukan menggunakan metode Hammer 1981, dalam Arsyad 2010 sebagai berikut : TSL = Dimana. TSL = Erosi yang dapat ditoleransikan tonhatahun DE = Kedalaman ekuivalen kedalaman efektif x faktor kedalaman tanah mm UGT = Umur guna tanah 400 tahun Kehilangan Hara Pengukuran kehilangan hara dilakukan dengan dua cara, yakni 1 sampel larutan diambil dari aliran permukaan sebelum masuk ke dalam bak penampung utama dan dilakukan pada saat kejadian hujan. Sampel diambil sebanyak 600 ml dimasukkan ke dalam botol plastik dan 2 pengambilan sampel sedimen dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel sedimen kasar erosi yaitu dari sedimen yang tertampung melalui kain kasa pada bak penampung utama diambil sebanyak 25 gram. Total kehilangan hara nitrat, fosfor, dan kalium ditentukan berdasarkan contoh larutan dan sedimen yang lengkap pada 3 kejadian hujan pada tanggal 14, 19, dan 21 Januari 2013. Kemudian sampel larutan dan sedimen dianalisis di laboratorium untuk diukur kandungan nitrat, fosfor, dan kalium. Metode penetapan nitrat, fosfor dan kalium disajikan pada Tabel 2. 14 Tabel 2 Metode penetapan nitrat, fosfor dan kalium pada contoh larutan dan Sedimen Parameter Metode analisis Larutan air Nitrat Destilasi dilanjutkan dengan titrasi Fosfor Pewarnaan Kalium Ditetapkan dengan flame fotometer Sedimen tanah Nitrat mgL Ekstraksi dengan KCl dan HCl dilanjutkan dengan destilasi dan titrasi Fosfor mgL Bray-1 dilanjutkan dengan pewarnaan Kalium mgL Ekstraksi dengan 1 M NH 4 OAc pH 7.0 dan ditetapkan dengan flame fotometer Perhitungan jumlah hara yang terbawa aliran permukaan dan erosi dihitung dengan persamaan berikut : Y = X x E Keterangan : Y = jumlah nitrat, fosfor, dan kalium terbawa dalam tanah tererosi mgpetak atau aliran permukaan mgpetak X = konsentrasi nitrat, fosfor dan kalium dalam sedimen mgKg atau aliran permukaan mgL E = jumlah total tanah tererosi Kgpetak atau jumlah total aliran permukaan L petak Perawatan dan Pengamatan Tanaman Perawatan tanaman sayuran berupa pemupukan dengan dosis pupuk organik kotoran ayam sebesar 24 kgpetak, pupuk Ponska 0.5 kgpetak, dan pupuk Urea 600 grpetak. Pemupukan dilakukan pada awal tanam dan pertengahan musim tanam. Pemupukan kotoran ayam diberikan dengan cara ditabur dan dibenamkan. Untuk pemberian pupuk ponska dan urea dicampur kemudian diberikan dengan cara dibenamkan. Aktivitas penyiangan gulma dilakukan 2 kali selama masa tanam. Data pengamatan kondisi tutupan tajuk tanaman dilakukan dengan membuat foto dokumentasi pada tanggal 12 Desember 2012, 6 dan 31 Januari 2013. Pengambilan foto dilakukan dengan jarak ± 1 meter dari permukaan tanah. Analisis Data Penelitian dilakukan dalam bentuk percobaan menggunakan pendekatan rancangan acak lengkap pada lahan berlereng 11 dengan kejadian hujan diasumsikan sebagai ulangan 36 kejadian hujan. Perlakuan yang diterapkan adalah penerapan bedengan memotong lereng dengan penanaman berbagai jenis tanaman sayuran. Tanaman sayuran yang digunakan adalah kacang tanah, jagung, terong, tomat, cabe, daun bawang, kacang damami, caisin, sawi, dan wortel. Analisis data aliran permukaan dan erosi dilakukan pembandingan berpasangan antar petak percobaan menggunakan Uji Nilai Tengah uji t. Uji efektivitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari perlakuan