6 penyaring  kaca  masir.  Sampel  kemudian  dipindahkan  ke  labu  rotary  evaporator
untuk  dikeringkan,  ditambah  dengan  HCl  0,01  N  dan  ditera  sampai  5  mL,  dan disaring dengan kertas milipore No. 45.
b. Analisis asam amino dengan HPLC
Larutan bufer kalium  borat  pH 10,4 ditambahkan ke dalam sampel dengan perbandingan 1:1 sehingga diperoleh larutan sampel yang siap dianalisis. Larutan
sampel sebanyak 10 µL dicampur dengan 25 µL pereaksi ortoftalaldehida OPA. Hal  yang  sama  dilakukan  pada  larutan  standar  asam  amino.  Larutan  yang  telah
tercampur  baik  sampel  maupun  standar  didiamkan  selama  1  menit  agar derivatisasi berlangsung sempurna. Larutan standar diinjeksikan ke dalam kolom
HPLC sebanyak 5 µL, lalu ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Kondisi alat HPLC pada saat dilakukan analisis :
Kolom
: Ultra techspere Fase mobil
: Larutan A Na-asetat, Na-EDTA, metanol, THF dan larutan B metanol 95, akuades Lampiran 2
Detektor : Fluoresensi
Konsentrasi asam amino µmol dalam sampel dihitung menggunakan rumus : Konsentrasi AA µmol =   luas puncak sampel  x konsentrasi standar
luas puncak standar Persen asam amino dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :
AA = µmol x Mr AA  x 100 µg sampel
Analisis aktivitas antioksidan dengan metode DPPH Shimada et al. 1992
Sampel  yang  diuji  untuk  penentuan  aktivitas  antioksidan  tertinggi  yaitu filtrat  hidrolisat  protein  yang  telah  diencerkan  20  kali  dengan  pelarut  etanol  p.a.
Larutan  sampel  yang  telah  dibuat,  pada  masing-masing  perlakuan  diambil sebanyak  1,5  mL  dan  direaksikan  dengan  1,5  mL  larutan  DPPH  0,1  mM  dalam
tabung  reaksi.  Campuran  kemudian  divortex  dan  diinkubasi  pada  suhu  37
o
C selama  30  menit  dan  diukur  absorbansinya  pada  panjang  gelombang  517  nm
untuk mengetahui persen inhibisinya. Produk  yang  diuji  aktivitas  antioksidannya  merupakan  hidrolisat  protein
yang  telah  dikeringkan.  Hidrolisat  protein  dilarutkan  dalam  pelarut  etanol  p.a dengan  konsentrasi  500,  1.000,  1.500,  dan  2.000  ppm.  Antioksidan  BHT
digunakan sebagai pembanding dan kontrol positif, dibuat dengan cara dilarutkan dalam  pelarut  etanol  p.a  dengan  konsentrasi  2,  4,  6,  dan  8  ppm.  Larutan  sampel
dan  larutan  antioksidan  pembanding  yang  telah  dibuat  masing-masing  diambil sebanyak  1,5  mL  dan  direaksikan  dengan  1,5  mL  larutan  DPPH  0,1  mM  dalam
tabung  reaksi.  Campuran  kemudian  divortex  dan  diinkubasi  pada  suhu  37
o
C selama  30  menit.  Larutan  diukur  absorbansinya  menggunakan  spektrofotometer
pada  panjang  gelombang  517  nm.  Absorbansi  larutan  blanko  juga  diukur  untuk melakukan perhitungan persen inhibisi.
Perubahan  warna  ungu  pada  DPPH  menjadi  ungu  kemerahan  atau  kuning dimanfaatkan untuk mengetahui aktivitas senyawa antioksidan. Hasil pengukuran
absorbansi dan untuk menentukan aktivitas antioksidan dinyatakan dalam rumus :
7 inhibisi = absorbansi blanko
– absorbansi sampel  x 100 absorbansi blanko
Nilai  konsentrasi  sampel  sampel  dan  pembanding  dan  persen  inhibisinya diplot  masing-masing  pada  sumbu  x  dan  y  pada  persamaan  regresi  linear.
Persamaan  regresi  linear  yang  diperoleh  dalam  bentuk  y  =  a  +  bx,  digunakan untuk  mencari  nilai  IC
50
Inhibitor  Concentration  50  dari  masing-masing sampel  dengan  menyatakan  nilai  y  sebesar  50  dan  nilai  x  yang  akan  diperoleh
sebagai  nilai  IC
50
.  Nilai  IC
50
menyatakan  besarnya  konsentrasi  larutan  sampel yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50.
Uji fitokimia Harborne 1984
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kelompok senyawa kimia  bioaktif  yang  terdapat  pada  sampel  yang  memiliki  aktivitas  antioksidan.
Uji  fitokimia  meliputi  uji  alkaloid,  uji  steroidtriterpenoid,  flavonoid,  saponin, fenol  hidrokuinon,  molisch,  benedict,  biuret,  dan  ninhidrin.  Metode  uji  ini
berdasarkan Harborne 1984.
a. Alkaloid