Hukum Menyekolahkan Anak di Sekolah Non-Muslim

Hukum Menyekolahkan Anak di Sekolah Non-Muslim

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendapatkan pertanyaan dari majalah
SuaraAisyiyah berkenaan dengan hukum menyekolahkan anak di sekolah non-muslim.
Pertanyaan tersebut kemudian disidangkan pada dua kali kesempatan, Pertama: Rapat Divisi
Fatwa dan Pengembangan Tuntunan pada hari Jumat, tanggal 6 Maret 2015; Kedua, Rapat
Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid pada hari senin, tanggal 9 Maret 2015. Berikut ini Fatwa
Majelis Tarjih dan Tajdid tentang hukum menyekolahkan anak di sekolah non-muslim:
A. Dasar Pertimbangan Fatwa:

a.

1. Pentingnya pendidikan bagi anak
QS. Al-Nisa ayat 9

ِ ‫ولْيخ‬
‫يدا‬
ً ‫ين لَ ْو تََرُكوا ِم ْن َخلْ ِف ِه ْم ذُِريةً ِض َعافًا َخافُوا َعلَْي ِه ْم فَلْيَت ُقوا اللهَ َولْيَ ُقولُوا قَ ْوًً َس ِد‬
َ ََْ
َ ‫ش الذ‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang

mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”.
Menurut ayat di atas, pendidikan bagi anak adalah prinsip dasar yang harus dipenuhi. Dalam
kondisi bagaimanapun, anak harus mendapatkan haknya mengenyam pendidikan. Anak yang
tidak mengenyam bangku sekolah, akan menjadi generasi yang lemah, dan lebih dari itu bahkan
mereka dapat menjadi problem bagi peradaban.

2. Pentingnya pendidikan agama bagi anak
a. QS. Al-Tahrim ayat 6:

ِ
ِ
‫اس َوا ِْْ َج َارةُ َعلَيْ َها َم ََئِ َكة ِِ ٌََ ِِ َداد‬
ُ ُ‫آمُوا قُوا أَنْ ُف َس ُك ْم َوأ َْهلي ُك ْم نَ ًارا َوق‬
َ ‫ين‬
َ ‫يَا أَي َها الذ‬
ُ ‫ود َها ال‬
‫صو َن اللهَ َما أََمَرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤَم ُرو َن‬
ُ ‫ًَ يَ ْع‬


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa tanggungjawab orangtua terhadap anak adalah
menyelamatkannya dari api neraka. Diantara jalan yang harus ditempuh untuk sampai ke sana
adalah dengan memberikan bekal ilmu agama yang memadai dalam diri anak. Anak harus
mendapatkan pengetahuan akidah, ibadah dan akhlak sesuai ajaran Islam.
b. Hadis Riwayat Bukhari-Muslim :

ِ ‫ود يولَ ُد علَى‬
ٍ
ِ
،ِ‫الفطَْرة‬
َ َ‫ ق‬،ُ‫َع ْن أَِِ ُهَريْ َرةَ َر ِض َي اللهُ َعْه‬
َ ُ ُ‫ ُكل َم ْول‬:‫صلى اهُ َعلَْيه َو َسل َم‬
َ ِِ ‫ قَا َل ال‬:‫ال‬
[‫ أ َْو َُ ِج َسانِِه]متفق عليه‬،‫صَرانِِه‬

ِ َُ‫ أ َْو ي‬،‫فَأَبَ َوا ُ يُ َه ِوَدانِِه‬

“Dari Abu Hurairah Ra. Ia berkata. Rasulullah Saw. bersabda: setiap anak dilahirkan sesuai
dengan fitrah (Islam). Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau
Majusi” [HR Muttafaq Alaih].
Dalam hadis di atas Nabi menerangkan bahwa pada prinsipnya anak lahir dengan fitrah sebagai
seorang muslim. Perubahan keyakinan dalam diri anak sesungguhnya terjadi akibat dari
pendidikan yang diberikan orang tua dan lingkungan di sekitar anak. Oleh karena itu, menjadi
penting orang tua menanamkan akidah Islam yang kuat dan memberikan ilmu agama yang cukup
kepada anak.

a.

3. Prinsip tentang relasi muslim dengan non-mulim
QS. al-Mumtahanah ayat 8-9

ِ ِ
ِ
ِ
‫وه ْم َوتُ ْق ِسطُوا‬

ُ ‫ين ََْ يُ َقاتلُوُك ْم ِِ الدِي ِن َوََْ ُُْ ِر ُجوُك ْم م ْن ديَا ِرُك ْم أَ ْن تَبَر‬
َ ‫ًَ يَْ َها ُك ُم اللهُ َع ِن الذ‬
ِ
ِ َ ‫إِلَْي ِهم إِن اللهَ ُُِب الْم ْق ِس ِط‬
‫َخَر ُجوُك ْم ِم ْن‬
ْ ‫ين قَاتَلُوُك ْم ِِ الدِي ِن َوأ‬
ُ
ْ
َ ‫ن َُ إََا يَْ َها ُك ُم اللهُ َع ِن الذ‬
ِ
ِ
َُ ‫ك ُه ُم الظالِ ُمو َن‬
َ ِ‫اه ُروا َعلَى إِ ْخَراج ُك ْم أَ ْن تَ َول ْوُه ْم َوَم ْن يَتَ َوَُ ْم فَأُولَئ‬
َ َ‫ديَا ِرُك ْم َوظ‬

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama
dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan

barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa sepanjang non-muslim tidak memerangi dan berlaku kasar
terhadap umat Islam, maka hubungan sosial kemasyarakatan harus berlangsung secara damai.
b. Hadis Riwayat Ahmad

ِ
ٍ ‫َع ِن ابْ ِن َعب‬
‫ول الل ِه صلى اه‬
ُ ‫َسَرى يَ ْوَم بَ ْد ٍر ََْ يَ ُك ْن َُ ْم فِ َداء فَ َج َع َل َر ُس‬
َ َ‫اس ق‬
ْ ‫ال َكا َن نَاس م َن اأ‬
ِ
‫ال َما‬
َ ‫ال فَ َجاءَ يَ ْوماً ََُِم يَْب ِكى إِ ََ أَبِيهِ فَ َق‬
َ َ‫صا ِر الْ ِكتَابَةَ ق‬
َ ْ‫عليه وسلمف َداءَ ُه ْم أَ ْن يُ َعلِ ُموا أ َْوًَ َد اأَن‬
[‫]روا امد و قال ِعيب اأرناؤوط حديث حسن‬.‫ضَربَِِ ُم َعلِ ِمى‬
َ َ‫ك ق‬
َ ُ‫َِأْن‬

َ ‫ال‬

Artinya:

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Sebagian dari tawanan perang Badar tidak memiliki (uang) untuk
tebusan. Maka Rasulullah menentukan tebusan mereka mengajarkan anak-anak dari kalangan
Anshar baca tulis”. Ibnu Abbas berkata. “Seorang anak suatu ketika datang kepada ayahnya
sambil menangis. Ayahnya bertanya, “ada apa dengan dirimu?”. Ia menjawab, “guruku
memukulku” [HR Ahmad, Komentar Syuaib al-Arnauth, hadis ini hasan]
Dalam hadis di atas, kita mendapatkan informasi bahwa pada zaman Rasulullah sendiri pernah
terjadi anak-anak dari keluarga muslim belajar kepada non-muslim. Namun, patut pula dicatat
bahwa hal tersebut terjadi karena saat itu belum ada dari kalangan muslim yang bisa membaca
dan menulis. Selain itu, para tahanan non-muslim yang mengajar juga tidak mungkin
memurtadkan anak yang belajar pada mereka karena status mereka sebagai tawanan perang dan
berada dalam pengawasan.

a.

4. Prinsip tidak boleh ikut dalam peribadatan agama orang lain
QS. al-Kafirun


ُُْ ‫قُ ْل يَا أَي َها الْ َكافُِرو َن َُ ًَ أ َْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُدو َن َُ َوًَ أَنْتُ ْم َعابِ ُدو َن َما أ َْعبُ ُد َُ َوًَ أَنَا َعابِد َما َعبَ ْد‬
ِ
ِ
ِ
َُ ‫ِ ِدي ِن‬
َ ‫َُ َوًَ أَنْتُ ْم َعاب ُدو َن َما أ َْعبُ ُد َُ لَ ُك ْم ديُ ُك ْم َو‬

“Katakanlah wahai orang-orang yang kafir. Aku tidak menyembah apa yang kalian sembah.
Dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah. Aku bukanlah penyembah sebagaimana
kamu menyembah. Dan kamu bukanlah penyembah sebagaimana aku menyembah. Untukmu
agamu dan untukku agamaku”.

Dalam ayat di atas, umat Islam diajarkan bahwa akidah Islam tidak boleh tergadaikan dengan
cara mengikuti keyakinan dan peribadatan agama lain. Kepada non-muslim pun diserukan untuk
tidak menyampaikan mempengaruhi umat Islam agar mengikuti agama mereka.

5. UU NOMOR 39 TAHUN 1999TENTANGHAK ASASI MANUSIA
a. Pasal 22 ayat (1)
“Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya

dan kepercayaannya itu”.

b. Pasal 55
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan
tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali”.
6. UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
a. Pasal 6 :
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan
tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua”.
b. Pasal 37 ayat (3):
“... anak yang diasuh harus yang seagama dengan agama yang menjadi landasan lembaga yang
bersangkutan”.
c.

Pasal 42 ayat (2) :
“Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama
orangtuanya”.

d. Pasal 43 ayat (1) :
“Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin

perlindungan anak dalam memeluk agamanya”.
ayat (2) :
“Perlindungan anak dalam memeluk agamanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama bagi anak”.
7. UU NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISDIKNAS
a. Pasal 12 ayat (1) a:
“Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhakmendapatkan pendidikan agama
sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yangseagama”;

8. Kenyataan bahwa lembaga pendidikan non-negeri senantiasa membawa misi atau ideologi
tertentu yang harus dijadikan pertimbangan saat menyekolahkan anak.
B. Fatwa:
Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah mengeluarkan fatwa sebagai berikut:

1. Orangtua wajib menjamin keselamatan dan kemurnian akidah anak.
2. Haram bagi orang tua menyekolahkan anak di sekolah yang mengancam akidah Islam.
3. Haram bagi orang tua menyekolahkan anak di sekolah yang menghalangi anak belajar
agama Islam.


4. Haram bagi orang tua menyekolahkan di sekolah non-muslim yang tidak mengajarkan
pelajaran agama Islam.
5. Haram bagi orang tua membiarkan anak mengikuti pendidikan atau pelajaran agama
non-Islam.
6. Bersekolah di lembaga non-muslim yang tidak termasuk ke dalam poin 2-5 di atas
hukumnya boleh, dengan catatan:
a. Bukan untuk jenjang pendidikan usia dini (PAUD) sampai S1, karena pada usia tersebut anak
dianggap rentan dan mudah terpengaruh oleh keyakinan agama lain.
b. Dalam kondisi ketiadaan alternatif lembaga pendidikan Islam atau negeri, seperti tinggal di
kawasan mayoritas non-muslim.
c. Harus ada jaminanakan adanya pengajaran agama Islamuntuk anak dari pihak sekolah.
d. Orang tua harus terus menanamkan pada anaknya identitas, kesadaran dan perilaku bahwa
dirinya adalah orang yang beragama Islam.
C. Rekomendasi:
Untuk mendukung fatwa di atas, Majelis Tarjih dan Tajdid juga menyampaikan seruan berikut
ini:

1. Diharapkan sekolah Islam secara umum dan sekolah Muhammadiyah secara khusus agar
meningkatkan kualitas pendidikan lembaga masing-masing agar dapat menjadi pilihan
utama bagi masyarakat.

2. Lembaga pendidikan Islam, khususnya Muhammadiyah, memiliki kewajiban untuk
menyantuni keluarga-keluarga tidak mampu dengan cara memberikan beasiswa. Sebab,
mempertahankan dan merawat akidah anak, bukan hanya tugas orangtua semata, tetapi
juga tugas umat Islam secara keseluruhan. Majelis Tarjih dan Tajdid dalam hal ini sangat
menekankan dan agar menjadi perhatian serius lembaga-lembaga pendidikan
Muhammadiyah jangan sampai ada keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah
keagamaan non-muslim karena faktor biaya yang mahal di sekolah Muhammadiyah atau
karena mereka tidak memiliki biaya.

Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]
http://fatwatarjih.com