Pemanfaatan Tepung Asia sebagai Bahan Pengisi dalam Pembuatan Saus Cabai

PEMANFAATAN TEPUNG ASIA UBI JALAR SEBAGAI
BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN SAUS CABAI

CICI MESIANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Saus Cabai
Berbasis Tepung Asia Ubi Jalar adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Cici Mesiana
NIM F24090125

ABSTRAK
CICI MESIANA. Pemanfaatan Tepung Asia Ubi Jalar sebagai Bahan Pengisi
dalam Pembuatan Saus Cabai. Dibimbing oleh SUTRISNO KOSWARA.
Ampas sisa ekstraksi pati ubi jalar yang telah mengalami pengeringan dan
penggilingan lebih dikenal dengan tepung asia ubi jalar. Tepung asia ini masih
mengandung pati sebesar 78.29%, sehingga mampu dapat digunakan sebagai
bahan pengisi untuk saus cabai. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan
tepung asia ubi jalar sebagai bahan pengisi dalam pembuatan saus cabai dan
mendapatkan satu formula terpilih yang kemudian dikarakterisasi dan dilihat
kesesuaiannya dengan standar mutu saus cabai, yaitu SNI 01-2976-2006. Formula
yang digunakan adalah konsentrasi cabai bubuk 40% (F1), 60% (F2), dan 80%
(F3) dari jumlah bahan pengisi. Berdasarkan uji rating hedonik, didapatkan F1
sebagai formula terpilih. Analisis terhadap formula terpilih dilakukan untuk
mengkarakterisasinya dan melihat kesesuaiannya dengan SNI saus cabai, yaitu .
F1 memiliki viskositas sebesar 2700 cP, dengan nilai L (kecerahan) 33.16, a
(warna merah) 14.33, dan b (warna kuning) 16.28. Untuk analisis proksimat,

formula terpilih memiliki kadar air 82.10%, kadar abu 3.36%, kadar protein
0.34%, kadar lemak 0.96%, kadar karbohidrat 13.92%, dan kadar serat kasar
0.34%. Dilihat dari nilai pH, yaitu 3.76, dan jumlah cemaran mikrobiologi, yaitu
ALT < 2.5 102 koloni/g, kapang < 1.5 102 koloni/g, dan koliform < 3
APM/g, formula terpilih telah sesuai dengan SNI. Namun, jumlah padatan terlarut
masih di bawah SNI (minimal 20 obrix), yaitu hanya sebesar 14.25 obrix.
Kata kunci: saus cabai, standar mutu, tepung asia

ABSTRACT
CICI MESIANA. Utilization of Sweet Potato Asia Flour as Filler in Making of
Chili Sauce. Supervised by SUTRISNO KOSWARA.
Sweet potato‟s pulp obtained from extraction of its starch that has been
dried and milled known as asia flour. This flour still contains starch that is
78.29%, so it can be used as filler in chili sauce. The objectives of this research
are to utilize sweet potato asia flour as filler in making of chili sauce and to obtain
the chosen formula then characterize it and see the appropriation to the quality
standard of chili sauce, that is SNI 01-2976-2006. Formulas used in making of
chili sauce are concentration of chili powder by 40% (F1), 60% (F2), and 80%
(F3). After rating hedonic test, formula that is chosen is F1. Analysis of that
chosen formula are done to characterize it and to see whether it match with the

SNI of chili sauce or not. Viscosity of F1 is 2700 cP, with value of L (lightness) is
33.16, a (red) 14.33, and b (yellow) 16.28. Chosen formula has water content
82.10%, ash 3.36%, protein 0.34%, fat 0.96%, carbohydrate 13.92%, and crude
fiber 0.34%. Seen from pH value, that is 3.76, and microbiology contaminant,
those are TPC < 2.5 102 cfu/g, mold < 1.5 102 cfu/g, and coliform < 3
MPN/g, chosen formula has been match with SNI. Beside, its total dissolved solid
is below the standard (minimum 20 obrix), that is 14.25 obrix.
Keywords: asia flour, chili sauce, quality standard

PEMANFAATAN TEPUNG ASIA UBI JALAR SEBAGAI
BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN SAUS CABAI

CICI MESIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pemanfaatan Tepung Asia sebagai Bahan Pengisi dalam Pembuatan
Saus Cabai
Nama
: Cici Mesiana
NIM
: F24090125

Disetujui oleh

Ir Sutrisno Koswara, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Feri Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pemanfaatan Tepung Asia Ubi
Jalar sebagai Bahan Pengisi dalam Pembuatan Saus Cabai ini berhasil
diselesaikan. Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian pada bulan FebruariApril 2013 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan
Laboratorium SEAFAST Center.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Sutrisno Koswara, M.Si.
selaku pembimbing atas saran dan bimbingan yang telah diberikan untuk
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.
Nur Wulandari, STP, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. sebagai dosen
penguji yang turut memberikan masukan atas penyelesaian skripsi ini dan juga
kepada semua teknisi laboratorium yang telah membimbing penulis selama
melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ini bermanfaat.


Bogor, Juli 2013
Cici Mesiana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODOLOGI

2

Bahan

2

Alat

2


Metode

2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Asia Ubi Jalar

6
6

Derajat Putih

6

Profil Gelatinisasi Pati

7

Komposisi Kimia


7

Uji Coba Jumlah Bahan Pengisi

9

Analisis Sensori

9

Karakteristik Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi Formula Saus Cabai Terpilih

12

Viskositas

12

Warna


13

Jumlah Padatan Terlarut

13

pH

14

Komposisi Kimia

14

Analisis Mikrobiologi

15

SIMPULAN DAN SARAN


16

Simpulan

16

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Formula saus cabai dari tepung asia ubi jalar
Profil gelatinisasi tepung asia ubi jalar
Komposisi kimia tepung asia ubi jalar dan tepung asia singkong
Hasil uji rating hedonik terhadap saus cabai
Syarat mutu saus cabai
Perbandingan warna saus cabai formula terpilih dan saus A
Komposisi kimia formula saus cabai terpilih

5
7
8
10
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Proses pembuatan pati dan tepung asia ubi jalar
Diagram alir proses pembuatan saus cabai
Visualisasi saus A, saus B, dan saus terpilih
Hasil penilaian uji perbandingan pasangan formula terpilih terhadap
saus A dan formula terpilih terhadap saus B

3
4
11
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Lembar penilaian uji rating hedonik saus cabai
Skor uji rating hedonik saus cabai terhadap F1
Skor uji rating hedonik saus cabai terhadap F2
Skor uji rating hedonik saus cabai terhadap F3
Analisis ragam hedonik rasa
Analisis ragam hedonik warna
Analisis ragam hedonik aroma
Analisis ragam hedonik kekentalan
Analisis ragam hedonik overall
Lembar penilaian uji perbandingan pasangan
Skor uji perbandingan pasangan nilai formula terpilih terhadap Saus
874 (Saus B)
12 Skor uji perbandingan pasangan nilai formula terpilih terhadap Saus
295 (Saus A)

19
20
21
22
23
23
23
24
24
25
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Umbi-umbian merupakan salah satu pemenuh kebutuhan pangan manusia.
Salah satu umbi yang ketersediaannya melimpah di Indonesia adalah ubi jalar.
Ubi jalar merupakan komoditas sumber karbohidrat utama, setelah padi, jagung,
dan ubi kayu, dan mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan,
bahan baku industri maupun pakan ternak (Zuraida dan Supriati 2001). Jumlah
produksi ubi jalar di Indonesia termasuk tinggi, yaitu sekitar 2.5 juta ton pada
tahun 2012 (BPS 2013).
Dengan produksi yang tinggi tersebut, ubi jalar dapat dimanfaatkan dalam
membuat produk tertentu, seperti pati, bioetanol, selai, keripik, getuk, dan
sebagainya. Selain itu, pati ubi jalar juga dapat diolah menjadi berbagai produk
seperti yang telah dilakukan oleh berbagai negara seperti Jepang, Taiwan, dan
RRC (Wieds 2006). Pati ubi jalar tersebut dapat diolah menjadi bahan tekstil,
kosmetik, kertas, maupun sirup glukosa.
Pati ubi jalar dibuat dalam jumlah yang cukup besar, yaitu 9% dari total
pembuatan pati dari jenis umbi-umbian lainnya di dunia pada tahun 2004 (Wieds
2006). Pati ubi jalar tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk karena sama
seperti pati lainnya, pati ubi jalar memiliki fungsi thickening, stabilizing, moisture
retention, gelling agent, fat replacement, dan sebagainya. Tahapan dalam
pembuatan pati antara lain, rasping (pemarutan), ekstraksi, refining, drying dan
sifting (Wieds 2006). Pada tahap ekstraksi, terjadi pemisahan antara pati dan
produk samping, yaitu ampas. Pati tersebut akan diolah lebih lanjut, sementara
ampasnya akan dipisahkan.
Ampas yang dihasilkan dari proses pembuatan pati umumnya tidak diolah
lebih lanjut dan akan digunakan sebagai pakan ternak. Padahal ampas yang
dihasilkan dari produksi pati cukup besar karena pati dari beberapa umbi hanya
memiliki rendemen berkisar 8 – 21 % (Richana dan Sunarti 2004). Apabila ampas
diolah lebih lanjut sampai dihasilkan tepung, ampas tersebut akan lebih awet dan
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai bahan pangan.
Ampas yang telah dikeringkan dan digiling tersebut dikenal sebagai tepung asia.
Salah satu pemanfaatan yang dapat diterapkan pada tepung asia ubi jalar
adalah sebagai bahan pengisi dalam pembuatan saus cabai. Saus cabai adalah saus
yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum annum) yang baik, yang diolah
dengan penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan
makanan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN 2006). Bahanbahan tambahan yang digunakan pada umumnya adalah garam, gula, bawang
putih, dan pengental. Bahan pengisi yang umum digunakan dalam pembuatan saus
cabai adalah ubi jalar dan maizena (Histifarina 2010). Dengan digunakannya
tepung asia ubi jalar sebagai bahan pengisi dalam pembuatan saus cabai,
diharapkan dapat dihasilkan produk saus cabai yang aman, sekaligus memberikan
nilai tambah bagi ubi jalar.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah memanfaatkan tepung asia ubi
jalar sebagai bahan pengisi dalam pembuatan saus cabai dan mendapatkan satu
formula terpilih yang kemudian dikarakterisasi dan dilihat kesesuaiannya dengan
standar mutu saus cabai.

METODOLOGI
Bahan
Bahan utama yang akan digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar.
Bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan tepung asia, yaitu Nametabisulfit dan air, sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
saus cabai antara lain tepung asia ubi jalar, cabai bubuk, air, garam, gula pasir,
bawang putih, pengawet Na-benzoat, cuka, dan pewarna sunset yellow.

Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain abrasive peeler,
rasper, cabinet dryer, pin disc mill, wajan penggorengan, kompor, pengaduk
kayu, dan botol saus. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk keperluan
analisis antara lain neraca analitik, oven, oven vakum, tanur, Brookfield
viscometer, refraktometer, chromameter Minolta, pH meter, labu Kjeldahl, pump
aerator, soxhlet, pendingin balik, serta alat uji mikrobiologi seperti inkubator,
retort, cawan petri, tabung reaksi, tabung Durham, rak tabung reaksi, dan
erlenmeyer.

Metode
Pembuatan Tepung Asia Ubi Jalar
Ubi jalar dikupas kulitnya, pada penelitian ini pengupasan dilakukan dengan
menggunakan mesin abrasive peeler, kemudian dibersihkan kembali sisa-sisa
kulit dan kotoran yang masih menempel pada ubi jalar yang telah dikupas. Setelah
itu, ubi diparut dengan bantuan larutan sulfit yang juga digunakan dalam proses
perendaman. Tujuan penambahan larutan tersebut dalam pemarutan adalah untuk
memudahkan prosesnya. Ubi yang telah diparut kemudian direndam dalam air
yang telah dicampur sulfit dengan konsentrasi 0.1% (Padmaningrum dan Utomo
2007). Perbandingan antara larutan sulfit yang digunakan dengan hasil parutan ubi
adalah 4:1. Setelah ditunggu sekitar 15 menit, campuran ubi dan air tersebut
kemudian disaring untuk memisahkan pati dan ampasnya. Pati ubi jalar berupa
bagian cair yang kemudian akan melalui proses pengendapan dan pencucian
selama tiga kali atau sampai filtrat berwarna putih bersih, serta pengeringan untuk
mendapatkan pati keringnya, sedangkan ampas berupa bagian padatannya. Untuk
mendapatkan tepung asia ubi jalar, ampas tersebut dikeringkan dalam cabinet

3
dryer sampai ampas benar-benar kering yang ditandai dengan ampas sudah dapat
dengan mudah dipatahkan. Setelah itu ampas kering digiling dengan pin disc mill
dan dilakukan pengayakan pada 100 mesh. Diagram alir proses pembuatan tepung
asia ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1.
Ubi jalar
Pengupasan
Pemarutan

Slurry
Larutan air
+ sulfit
0.1%

Perendaman selama 15 menit (larutan:slurry = 4:1)
Penyaringan sentrifugal

Larutan pati

Ampas basah

Pencucian

Pengeringan 55oC 16 jam

Pengendapan selama 1
jam

Ampas kering

Tidak
Filtrat putih
bersih
Ya

Penggilingan
Pengayakan 100 mesh

Pembuangan filtrat
Pati
basah

Tepung asia
ubi jalar

Pengeringan 55oC 16
jam
Pati kering
Gambar 1 Proses pembuatan pati dan tepung asia ubi jalar

4

Pembuatan Saus Cabai
Saus cabai diproses melalui penimbangan bahan-bahan sesuai formula,
pencampuran dan pengadukan rata, pemanasan hingga mengental, pemasukan
dalam botol, dan pendinginan. Proses pemasukan saus ke dalam botol dilakukan
secara hot filling untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi. Suhu pemasukan
saus ke dalam botol adalah 88-93 oC dengan headspace sebesar ± 1 cm
(Fachruddin 1997). Perbedaan saus cabai ini dari saus cabai pada umumnya
adalah bahan pengental yang digunakan, yaitu tepung asia ubi jalar. Diagram alir
proses pembuatan saus cabai dari tepung asia ubi jalar dapat dilihat pada Gambar
2.
Bahan pengisi (tepung asia), cabai
bubuk, air, bawang putih bubuk, garam,
pengawet, gula, asam cuka, pewarna

Penimbangan sesuai formula pada Tabel 1

Pencampuran dan pengadukan rata
Pemasakan hingga mendidih (100oC) selama 15
menit dan mengental

Pemasukan dalam botol dengan headspace ± 1 cm secara hot filling

Penutupan botol dan pendinginan

Saus cabai
Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan saus cabai
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pembuatan saus cabai
ini adalah rancangan acak lengkap. Faktor yang digunakan, yaitu konsentrasi
cabai bubuk terhadap jumlah bahan pengental, yaitu 40%, 60%, dan 80%.
Formula yang digunakan pada pembuatan saus cabai dapat dilihat pada Tabel 1.
Formula ini berpedoman pada penelitian yang telah dilakukan oleh Widharosa
(2010). Akan tetapi formula yang digunakan oleh Widharosa (2010)
menggunakan bahan pengisi berupa tepung asia dari singkong. Dalam penelitian

5
ini, dilakukan metode trial and error terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah
tepung asia ubi jalar yang sesuai dalam pembuatan saus cabai.
Tabel 1 Formula saus cabai dari tepung asia ubi jalar
Bahan
Cabai bubuk
Air
Garam
Gula
Bawang putih
Pengawet (Na-benzoat)
Cuka
Pewarna Sunset Yellow

Jumlah bahan (gram)
F1

F2

F3

10
400
15
36
2.5
0.45
3.8
0.02

15
400
15
36
2.5
0.45
3.8
0.02

20
400
15
36
2.5
0.45
3.8
0.02

Analisis Sensori
Parameter penentuan formula saus cabai terpilih dilakukan berdasarkan
analisis sensori. Analisis sensori menggunakan uji rating hedonik dengan
melibatkan 30 panelis tidak terlatih. Skor kesukaan menggunakan skala 7, yaitu
dari skor 1 (sangat tidak suka) sampai skor 7 (sangat suka). Atribut yang
digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan panelis adalah rasa, warna, aroma,
kekentalan, dan penerimaan saus secara keseluruhan (overall).
Pengolahan data dari masing-masing uji organoleptik dilakukan dengan
merekapitulasi nilai yang diberikan oleh setiap panelis kemudian menganalisisnya
menggunakan SPSS 16 dengan uji ANOVA pada taraf kepercayaan 95% untuk
membandingkan hasil uji organoleptik dari ketiga formula saus cabai yang
dilakukan uji lanjut Duncan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga
formula yang diujikan.
Selain uji hedonik, dilakukan uji perbandingan pasangan terhadap formula
terpilih dengan produk yang telah ada di pasaran. Melalui uji ini diharapkan dapat
diketahui seberapa jauh perbedaan antar kedua produk tersebut dan diketahui
produk yang diuji lebih baik atau lebih buruk dari produk pembanding. Produk
pembanding yang digunakan adalah saus A dan saus B. Saus A merupakan saus
dengan harga pasaran tinggi, sedangkan saus B adalah saus dengan harga pasaran
rendah. Uji organoleptik ini dilakukan secara berpasangan, yaitu antara saus A
dan saus terpilih dan antara saus B dan saus terpilih. Atribut sensori yang diamati
antara lain rasa, aroma, warna, kekentalan, dan overall. Secara umum, penilaian
yang diberikan terhadap saus terpilih jika dibandingkan dengan saus A atau saus
B adalah sangat lebih baik (3), lebih baik (2), agak lebih baik (1), sama (0), agak
lebih buruk (-1), lebih buruk (-2), dan sangat lebih buruk (-3). Data yang
diperoleh kemudian dianalisis sehingga diketahui rata-rata nilai masing-masing
atribut sensori saus terpilih dibandingkan dengan saus A atau saus B.
Analisis Karakteristik Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi
Tepung Asia
Tepung asia yang digunakan sebagai pengental dalam pembuatan saus cabai
dianalisis secara fisik dan kimia. Analisis fisik yang dilakukan, yaitu derajat putih
menggunakan whiteness meter dan profil gelatinisasi pati dengan Rapid Visco

6
Analyzer. Analisis kimia terdiri atas kadar pati (Lane Eynon) dan proksimat dan
serat kasar. Analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar menggunakan
SNI (1992). Kadar karbohidrat ditentukan menggunakan by difference.
Saus Cabai
Formula saus cabai terpilih kemudian dianalisis sifat fisik, kimia, dan
mikrobiologinya. Analisis fisik yang dilakukan, yaitu viskositas dengan
Brookfield viscometer, warna dengan chromameter, dan jumlah padatan terlarut
(SNI 01-2976-2006). Analisis kimia terdiri atas derajat keasaman (SNI 01-28911992), dan proksimat dan serat kasar. Analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan
serat kasar menggunakan SNI (1992). Kadar karbohidrat ditentukan menggunakan
by difference. Analisis mikrobiologi yang digunakan, yaitu angka lempeng total,
kapang dan khamir, dan koliform (SNI 19-2897-1992)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Asia Ubi Jalar
Derajat Putih
Dalam pembuatan tepung asia digunakan Na-metabisulfit sebagai anti
browning dengan konsentrasi 0.1%. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Padmaningrum dan Utomo (2007), konsentrasi sulfit sebesar 0.1% memberikan
nilai β-karoten pada ubi jalar paling besar dibanding pada konsentrasi lain yang
digunakan. Menurut Rangga (1985), sulfit merupakan bahan tambahan makanan
yang diperbolehkan digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia dengan
batas maksimum residu 200-500 ppm. Hasil penelitian Hidayat et al. (2007)
menunjukkan bahwa residu sulfit tepung setelah proses perendaman irisan ubi
jalar dalam larutan natrium bisulfit 3000 ppm adalah sebesar 30 ppm atau sebesar
1% dari konsentrasi awal. Dengan demikian, penggunaan konsentrasi sulfit
sebesar 0.1% atau 1000 ppm masih sesuai dengan batas maksimum yang
dipersyaratkan.
Na-metabisulfit ditambahkan dalam proses pembuatan tepung asia untuk
mencegah terjadinya pencoklatan enzimatis pada ubi. Reaksi pencoklatan pada
ubi disebabkan adanya senyawa polifenol (Richana dan Sunarti 2004). Jika ubi
dilukai, senyawa polifenol akan keluar dan mengikat O2 yang mengakibatkan
timbulnya warna cokelat. Sulfit memiliki peran sebagai pereduksi O2, sehingga
oksigen tidak dapat memicu adanya proses oksidasi yang pada akhirnya tidak
akan menimbulkan warna cokelat.
Hasil analisis derajat putih tepung asia yang digunakan menunjukkan bahwa
nilai derajat putihnya adalah 72.52%. Apabila dibandingkan dengan nilai derajat
putih ubi jalar varietas shiroyukata yang dilaporkan oleh Hidayat et al. (2007),
yaitu sebesar 78.82%, dan nilai derajat putih ubi jalar lokal yang dilaporkan oleh
Antarlina (2003), yaitu 74.43%, dapat disimpulkan bahwa tepung asia memiliki
warna yang lebih gelap. Hal ini dapat disebabkan oleh warna alami yang terdapat
pada ubi jalar, yaitu kekuningan.

7
Profil Gelatinisasi Pati
Profil gelatinisasi tepung asia ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa pada suhu 42oC, pati yang terdapat
pada tepung asia mulai mengalami peningkatan viskositas. Peningkatan viskositas
tersebut disebabkan granula pati sudah mulai menyerap air. Viskositas puncak
yang diperoleh sebesar 4697 cP, viskositas puncak ini menunjukkan kondisi awal
granula pati tergelatinisasi atau mencapai pengembangan maksimum hingga
selanjutnya akan pecah.
Tabel 2 Profil gelatinisasi tepung asia ubi jalar
Data
Suhu awal gelatinisasi (oC)
Viskositas maksimum (cP)
Viskositas pada suhu 95oC (cP)
Viskositas pada suhu 95oC setelah holding (cP)
Viskositas pada suhu 50oC
Breakdown (cP)
Stabilitas panas (cP)
Setback (cP)

Nilai
42
4697
4600
3507
950
1190
1093
2110

Nilai viskositas breakdown yang diperoleh sebesar 1190 cP. Viskositas
breakdown diperoleh sebagai selisih antara viskositas maksimum dengan
viskositas pasta pati setelah mencapai 95oC pada tahap pemanasan (3507 cP).
Nilai viskositas breakdown yang tidak terlalu besar tersebut menggambarkan
bahwa selama proses pemanasan dan pengadukan, pasta pati cenderung stabil.
Sementara viskositas setback adalah parameter yang dipakai untuk melihat
kecenderungan retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Retrogradasi
adalah pembentukan ikatan-ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus hidroksil
pada molekul-molekul amilosa dan amilopektin sehingga membentuk tekstur yang
rigid (Kusnandar 2010), sedangkan sineresis adalah keluarnya atau merembesnya
cairan dari suatu gel dari pati. Viskositas setback diperoleh sebagai selisih antara
viskositas pada suhu 50oC (950 cP) dengan viskositas maksimum pada tahap
pemanasan. Nilai viskositas setback sebesar 2110 cP menggambarkan bahwa
tepung asia cenderung mudah mengalami retrogradasi dan sineresis, sehingga
ketika tepung asia digunakan sebagai bahan pengental saus, saus akan mengalami
sineresis ketika sudah didinginkan.
Komposisi Kimia
Analisis terhadap komposisi kimia suatu bahan pangan perlu dilakukan
untuk mengetahui nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Komposisi kimia
tepung asia ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3.
Air merupakan salah satu komponen yang terdapat pada suatu bahan pangan.
Kadar air tepung asia termasuk rendah karena sudah mengalami proses
pengeringan, yaitu 10.15%. Seperti yang terlihat pada Tabel 3, tepung asia
memiliki kadar air yang lebih kecil dibanding tepung asia singkong, namun
keduanya masih sesuai dengan kadar air maksimal tepung terigu yang
diperbolehkan oleh SNI, yaitu 14% (SNI 01-3751-1995). Kadar air tepung ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor selama proses pengeringan, seperti suhu dan

8
waktu pengeringan. Proses pengeringan dalam pembuatan tepung asia dilakukan
agar memiliki umur simpan yang lebih panjang dibanding dalam keadaan
basahnya. Umur simpan yang lebih panjang ini disebabkan oleh sedikitnya air
yang bisa dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroba perusak.
Tabel 3 Komposisi kimia tepung asia ubi jalar dan tepung asia singkong
Komponen
Air
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat(by difference)
Serat kasar
Pati
a

Tepung asia ubi
jalar (% bk)
10.15
2.04
1.67
1.66
94.64
9.45
77.49

Tepung asia
singkong (% bk)a
12.47
0.86
1.16
1.43
96.55
8.85
-

Sumber: Widharosa (2010)

Kadar abu tepung asia adalah 2.04%. Kadar abu ini menunjukkan
kandungan mineral di dalamnya, terutama dalam ubi jalar segarnya. Berdasarkan
Horton et al. (1989), kandungan mineral utama yang terdapat pada ubi jalar segar
adalah kalsium dan fosfor. Kadar abu dalam tepung asia ini masih lebih besar
dibandingkan dengan tepung asia singkong, karena ubi jalar memang memiliki
kandungan mineral yang lebih besar dibanding singkong (Zuraida dan Supriati
2001).
Kadar protein pada tepung asia adalah 1.67%. Hasil ini menunjukkan bahwa
kandungan protein tepung asia rendah, namun tidak berbeda jauh dengan
kandungan protein pada tepung asia singkong. Zuraida dan Supriati (2001)
menyebutkan bahwa ubi jalar memang hanya mengandung sedikit protein.
Kandungan lemak tepung asia sebesar 1.66%, tidak berbeda jauh dengan
tepung asia singkong, yaitu sebesar 1.43%. Kandungan lemak yang kecil ini
disebabkan oleh sumber penghasil energi utama ubi jalar adalah karbohidrat,
sehingga sejumlah kandungan lain, termasuk lemak cukup kecil. Dengan
kandungan lemak yang sedikit tersebut, tepung asia tidak mudah mengalami
kerusakan akibat oksidasi lemak.
Kandungan karbohidrat tepung asia adalah 94.64%. Meskipun sudah terjadi
ekstraksi atau pemisahan dari pati, namun tepung asia ini masih memiliki
kandungan karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat ini dapat berasal dari sisa-sisa
pati yang masih terkandung dalam ampas dan serat. Seperti yang telah
ditunjukkan pada Tabel 3, tepung asia ini masih memiliki kandungan pati yang
tinggi, yaitu 77.49%. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang efisiennya proses
ekstraksi pati, sehingga sebagian pati masih berada pada bagian ampasnya. Untuk
membuat ekstraksi pati menjadi lebih efisien, ekstraksi perlu dilakukan secara
berulang, yaitu ampas hasil ekstraksi pertama kembali diekstrak agar sebagian pati
yang masih berada pada ampas dapat terpisahkan.
Serat kasar adalah komponen yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam dan
basa kuat encer. Serat dapat membantu melancarkan pencernaan dan membantu
mencegah berbagai penyakit. Kandungan serat kasar pada tepung asia cukup
tinggi, yaitu 9.45%. Tingginya kandungan serat kasar pada tepung asia ini

9
diharapkan dapat memberi nilai tambah pada saat dijadikan bahan baku
pembuatan saus cabai.

Uji Coba Jumlah Bahan Pengisi
Formula saus cabai yang digunakan merupakan modifikasi formula yang
telah dilakukan oleh Widharosa (2010). Penelitian tersebut menggunakan tepung
asia dari singkong, sedangkan penelitian ini menggunakan tepung asia dari ubi
jalar sebagai bahan pengisi. Karena bahan pengisi yang ditambahkan berbeda,
dilakukan trial and error untuk mengetahui jumlah yang tepat apabila
diaplikasikan sebagai bahan pengisi saus cabai, sehingga didapatkan karakteristik
yang layak untuk dilakukan uji organoleptik. Acuan yang digunakan dalam
penentuan jumlah bahan pengisi adalah penelitian yang telah dilakukan
Widharosa (2010), yaitu 25 gr, 27.5 gr, dan 30 gr jumlah bahan pengisi dengan
formula lainnya tetap seperti yang tertera pada Tabel 1.
Hasil trial and error menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengisi
sebesar 25 gr, 27.5 gr, maupun 30 gr akan menghasilkan kekentalan yang sama.
Akan tetapi, untuk mendapatkan kekentalan yang sama, diperlukan waktu
pemasakan yang berbeda-beda. Waktu pemasakan untuk jumlah bahan pengisi
yang lebih banyak akan lebih sebentar, sedangkan waktu pemasakan untuk jumlah
bahan pengisi yang lebih sedikit akan lebih lama. Dari hasil seperti ini, dipilih
penggunaan bahan pengisi sebesar 25 gr karena bahan yang digunakan paling
sedikit. Pemilihan ini juga didasarkan pada penelitian Widharosa (2010), di mana
pada penelitian tersebut dihasilkan penilaian uji rating hedonik yang tidak berbeda
nyata dari semua penggunaan bahan pengisi pada taraf kepercayaan 95% untuk
parameter kekentalan.
Setelah sejumlah 25 gr tepung asia diaplikasikan pada pembuatan saus cabai,
saus cabai masih terasa masir akibat ukuran granulanya yang cukup besar. Oleh
karena itu, dilakukan trial and error kembali untuk mendapatkan saus cabai yang
tidak terasa masir. Hasil yang didapatkan dari trial and error tersebut adalah
subtitusi sejumlah 5 gr penggunaan tepung asia ubi jalar dengan patinya. Bahan
pengisi yang selanjutnya digunakan dalam pembuatan saus cabai ini adalah
tepung asia ubi jalar sebesar 20 gr dan pati ubi jalar sebesar 5 gr, dengan formula
seperti yang terlihat pada Tabel 1. Setelah itu dilakukan pembuatan saus cabai
dengan konsentrasi cabai bubuk sebesar 40%, 60%, dan 80% dari jumlah bahan
pengisi (pati dan tepung asia ubi jalar) yang dilanjutkan dengan uji rating hedonik
untuk mendapatkan satu formula terpilih yang akan dikarakterisasi dan dilihat
kesesuaiannya dengan SNI 01-2976-2006.

Analisis Sensori
Uji rating hedonik dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk
(Setyaningsih et al. 2010), sehingga formula saus cabai terpilih dapat ditentukan
dari hasil uji ini. Parameter yang diujikan adalah rasa, warna, aroma, kekentalan,
dan overall. Tabel 4 menunjukkan bahwa ketiga formula yang diujikan tidak

10
berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% pada semua atribut sensori yang
diujikan.
Tabel 4 Hasil uji rating hedonik terhadap saus cabai
Formula
F1
F2
F3
a

Rasa
4.63a
4.73a
4.90a

Warna
5.10a
5.27a
4.97a

Aroma
5.63a
5.20a
5.23a

Kekentalan
5.07a
4.60a
5.17a

Overall
4.90a
4.83a
5.03a

Notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (α = 0.05)

Rasa saus cabai pada ketiga formula dinilai netral oleh panelis, yaitu
memiliki skor antara 4.6–4.9. Akan tetapi, nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan nyata, sehingga penambahan cabai bubuk yang berbedabeda tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa saus cabai. Warna saus
cabai dinilai netral hingga agak suka, dengan skor berkisar 4.9–5.2. Warna saus
dipengaruhi oleh jumlah pewarna yang digunakan, yaitu sunset yellow. Oleh
karena ketiga formula ditambahkan sunset yellow dalam jumlah yang sama, maka
memang seharusnya penilaian terhadap warna tidak saling berbeda. Aroma saus
cabai memiliki skor antara 5.2–5.6, yang berarti agak disukai panelis. Perbedaan
penambahan cabai bubuk tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma
saus cabai. Kekentalan saus dinilai netral hingga agak suka dengan skor 4.6–5.1.
Cabai bubuk tidak memberikan pengaruh kekentalan yang nyata karena bukan
cabai bubuk yang berfungsi sebagai pemberi kekentalan, melainkan tepung asia
ubi jalar dan pati ubi jalar. Kriteria uji overall (keseluruhan) digunakan dalam uji
hedonik untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut
yang terdapat pada produk. Secara keseluruhan, skor ketiga formula berkisar
antara 4.8–5.0 yang berarti panelis menilai overall saus cabai netral hingga agak
suka.
Formula terpilih tetap harus ditentukan meskipun hasil analisis sensori
rating hedonik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata. Formula yang dipilih
untuk dijadikan produk dan dianalisis adalah F1. Hal ini disebabkan F1
menggunakan cabai bubuk yang lebih sedikit dibanding F2 dan F3, sehingga
biaya untuk memproduksinya pun akan lebih murah.
Setelah didapat formula terpilih, selanjutnya formula terpilih tersebut
dibandingkan dengan saus cabai komersial. Pembandingan tersebut dilakukan
melalui analisis sensori uji perbandingan pasangan. Uji tersebut dapat menilai ada
atau tidaknya perbedaan antara dua produk (Setyaningsih et al. 2010). Produk
saus cabai yang dijadikan kontrol pada penelitian ini adalah saus merek A dan B.
Kontrol tersebut dipilih berdasarkan kelas mutu saus cabai. Saus A adalah saus
dengan mutu yang lebih baik dilihat dari harga jual di pasaran yang lebih tinggi
dibandingkan dengan saus B. Visualisasi ketiga saus saat uji perbandingan
pasangan dapat dilihat pada Gambar 3.

11

Gambar 3 Visualisasi saus A (kiri), saus B (tengah), dan saus terpilih (kanan)
Lembar penilaian dan skor yang diberikan oleh panelis pada uji
perbandingan pasangan ini dapat dilihat pada Lampiran 10, Lampiran 11, dan
Lampiran 12. Berdasarkan hasil uji ini, formula terpilih memiliki rasa yang sama
dengan saus A, tapi agak lebih enak dibandingkan dengan saus B. Untuk atribut
warna, dibandingkan dengan saus A maupun saus B, formula terpilih memiliki
warna yang agak lebih gelap, meskipun dinilai panelis agak suka dalam uji rating
hedonik seperti pada Tabel 4. Oleh sebab itu, saus cabai ini perlu diperbaiki
warnanya, agar memiliki karekter warna yang mirip dengan saus yang ada di
pasaran. Atribut aroma formula terpilih dinilai agak lebih enak dibandingkan
dengan saus A maupun saus B. Untuk atribut kekentalan, formula terpilih dinilai
agak lebih encer dibandingkan dengan saus A maupun saus B. Apabila
dibandingkan dengan saus A, formula terpilih memang lebih encer. Dengan
demikian, parameter kekentalan juga perlu dilakukan perbaikan agar
kekentalannya lebih mirip dengan saus yang ada di pasaran. Perbaikan kekentalan
ini dapat dilakukan dengan waktu pemasakan yang dibuat lebih lama dari waktu
pemasakan saus formula terpilih. Penilaian secara keseluruhan terhadap formula
terpilih dengan saus A maupun saus B adalah sama. Hasil penilaian uji
perbandingan pasangan ini dapat dilihat pada Gambar 4.
1
0.8
0.6
0.4

Skor

0.2
0
-0.2

Rasa

Warna

Aroma

Kekentalan

Overall

-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2

Parameter
Gambar 4 Hasil penilaian uji perbandingan pasangan formula terpilih terhadap
saus A ( ) dan formula terpilih terhadap saus B ( )

12
Karakteristik Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi Formula Saus Cabai Terpilih
Analisis terhadap saus cabai dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik,
kimia, dan mikrobiologinya. Beberapa analisis dilakukan untuk mengetahui
kesesuaian formula terpilih saus cabai terhadap standar mutu yang telah
ditetapkan, yaitu SNI 01-2976-2006. Adapaun kriteria yang ditetapkan oleh SNI
saus cabai dapat dilihat pada Tabel 5. Pada penelitian ini, kriteria saus cabai
formula terpilih yang dilihat kesesuaiannya dengan SNI adalah jumlah padatan
dan cemaran mikroba.
Tabel 5 Syarat mutu saus cabai
Kriteria uji
Keadaan
Bau
Rasa
Jumlah padatan
pH

Bahan tambahan makanan
Pewarna
Pengawet
Pengental
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Timah (Sn)
Raksa (Hg)
Arsen
Cemaran mikroba
Angka lempeng total
Koliform
Kapang
a

Satuan
% b/b

Persyaratan
Normal
Normal cabai
20–40

-

Maks. 4

-

Sesuai SNI 0222-M dan
Peraturan Men. Kes. No.
722/MenKes/Per/IX/88

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Koloni/g
APM/g
Koloni/g

Maks. 2.0
Maks. 5.0
Maks. 40.0
Maks. 40.0
Maks. 0.03
Maks. 1.0
Maks. 1 x 104