Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Sebagai Pengisi Pada Pembuatan Papan Plafon Menggunakan Perekat Tepung Tapioka

(1)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT

SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN PAPAN GIPSUM

PLAFON MENGGUNAKAN PEREKAT TEPUNG TAPIOKA

TESIS

Oleh

TIRAMA SIMBOLON

097026001/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT

SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN PAPAN GIPSUM

PLAFON MENGGUNAKAN PEREKAT TEPUNG TAPIOKA

TESIS

Oleh

TIRAMA SIMBOLON

097026001/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT

SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN PAPAN GIPSUM

PLAFON MENGGUNAKAN PEREKAT TEPUNG TAPIOKA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

TIRAMA SIMBOLON

097026001/FIS

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PEMANFAATAN SERBUK BATANG

KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON

MENGGUNAKAN PEREKAT TEPUNG

TAPIOKA

Nama : TIRAMA SIMBOLON

Nomor Induk Mahasiswa : 097026001 Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc Dr. Sutarman, M.Sc NIP. 195507061981021002 NIP. 196310261991031001


(5)

Telah diuji pada Tanggal : 21 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS Anggota : 1. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc

2. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 3. Prof. Drs. Muhammad Syukur, MS 4. Dr. Kerista Sebayang, MS


(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON

MENGGUNAKAN PEREKAT TEPUNG TAPIOKA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, 21 Juni 2011

Tirama Simbolon NIM. 097026001


(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Tirama Simbolon NIM : 097026001 Program Studi : Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Sebagai Pengisi Pada Pembuatan Papan Gipsum Plafon Menggunakan Perekat Tepung Tapioka Beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk

data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 21 Juni 2011


(8)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON

MENGGUNAKAN PEREKAT TEPUNG TAPIOKA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi pada pembuatan papan gipsum plafon menggunakan perekat tepung tapioka. Papan gipsum plafon dibuat dengan mencampurkan serbuk batang kelapa sawit dan gipsum ke dalam tepung tapioka yang telah dilarutkan dengan air, dan variasi dilakukan antara serbuk batang kelapa sawit dengan gipsum. Pembanding yang digunakan papan gipsum merk Jayaboard yang komersial. Variasi paling optimum gipsum, batang kelapa sawit, dan tepung tapioka yaitu (35:15:15). Untuk karakterisasi sifat fisik diperoleh densitas 1,43 g/cm3 dan penyerapan air 23,82%, namun hasil ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan densitas 1,03 g/cm3 dan penyerapan air 37,4% dari papan gipsum komersial. Untuk karakterisasi sifat panas diperoleh suhu transisi gelas 170 oC dan titik dekomposisi 310 oC dan menunjukkan bahwa campuran hanya terjadi ikatan secara fisis. Untuk karakterisasi sifat mekanik dihasilkan nilai MOE 62,22 MPa, MOR 16,62 MPa, kuat tarik 6,52 MPa, dan impak 4777,8 J/m2, yang menunjukkan hasil lebih baik daripada nilai MOE 6,13 MPa, MOR 1,28 MPa, kuat tarik 0,91 MPa, dan impak 2500 J/m2 papan gipsum komersial.


(9)

UTILIZATION OF POWDER PALM OIL STEM AS A FILLER IN THE MANUFACTURE OF GYPSUM BOARD CEILING USING

TAPIOCA FLOUR

ABSTRACT

The research about the utilization of palm oil stem powder as a filler in the manufacture of gypsum board ceiling using tapioka flour has been done. Gypsum board ceiling made by mixing palm oil stem powder and gypsum into tapioca flour that has been diluted with water, and variations between palm oil stem powder with gypsum. The comparison used gypsum board a commercial brand of Jayaboard. The optimum variation of gypsum, oil palm stem powder, and tapioca flour is (35:15:15). The characterize for physical properties obtained by the density of 1,43 g/cm3 and water absorption of 23,82%, but this result not too different than the commercial gypsum board is density of 1,03 g/cm3 and water absorption of 37,4%. The characterize for termal properties obtained temperature of glass transition 170 °C and a melting point of 310 oC and showed that a mixture occurred only in a physical bond only. The characterize for mechanical properties of the resulting value of 62,22 MPa MOE, 16,62 MPa MOR, 6,52 MPa tensile strength, and 4777,8 J/m2 impact, which showed better results than the value of 6,13 MPa MOE, 1,28 MPa MOR, 0,91 MPa tensile strength, and 2500 J/m2 impact of commercial gypsum board.


(10)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmad dan karunia-Nya sehingga

tesis yang berjudul “Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Sebagai Pengisi Pada Pembuatan Papan Plafon Menggunakan Perekat Tepung Tapioka” ini dapat diselesaikan.

Dengan diselesaikannya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universtas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc, dan Sekretaris Program Studi Magister Fisika Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS selaku Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian, dorongan, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

2. Bapak Dr. Nasruddin MN, M. Eng.Sc, Bapak Prof. Drs. Muhammad Syukur, MS, dan Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc., atas dorongan dan do’a yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan pada Pascasarjana USU

4. Ibu Dr. Yugia Muis, M.Sc selaku Kepala Laboratoium Polimer FMIPA USU beserta staf atas fasilitas dan sarana yang diberikan selama penelitian.

5. Kepala Laboratorim Penelitian FMIPA USU dan Kepala Laboratorium PTKI Medan dalam bantuannya menganalisa sampel.

6. Ayahanda H. Abbas Simbolon dan Ibunda Hj. Nurmahasa Hasibuan yang telah memberikan do’a restu serta dorongan moril maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.


(11)

7. Suami tercinta Jafar Siddik, SE dan anak tersayang Rizky Khairiyah Siregar yang telah memberikan dorongan moril yang sangat besar sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

8. Abangda Tamrin Simbolon, Kakanda Doharni Simbolon, Sarintan Simbolon, Masdewani Simbolon, Adinda Nursamian Simbolon dan Yuli Ros Epita Simbolon, serta keponakan yang sangat aku cintai yang selalu mendo’akan dan memberikan semangat kepada penulis.

9. Rekan-rekan seangkatan 2009 atas kekompakan dan kerjasamanya yang baik selama perkuliahan maupun selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Hormat Penulis,


(12)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Tirama Simbolon, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Sibontar, 13 september 1975

Alamat Rumah : Jl. Pintu Air IV Gg. Dahlia N0.10, Medan Telepon/HP : 081361780321/085275436667

Email : tiramasimbolon@yahoo.co.id Instansi Tempat Bekerja : Fakultas Kedokteran -USU Alamat Kantor : Jl. Dr. Mansur No. 5 Medan Telepon/Faks/HP : 061-8211045

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN Sisalean Tamat : 1989 SMP : MTsN Padang Sidimpuan Tamat : 1992 SMU : MAN 2 Padang Sidimpuan Tamat : 1995 Strata-1 : Fisika FMIPA USU Tamat : 2001 Strata-2 : Program Studi Magister Fisika USU Tamat : 2011


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR ISTILAH xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang 1

1.2Perumusan Masalah 3

1.3Tujuan Penelitian 3

1.4Manfaat Penelitian 3 1.5Pembatasan Masalah 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Batang Kelapa Sawit 5 2.1.1 Sifat Fisik Batang Kelapa Sawit 6 2.1.2 Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit 7

2.2 Gipsum 8

2.2.1 Sifat, Bentuk dan Jenis Gipsum 9 2.2.2 Aplikasi Gipsum 10

2.3 Papan Gipsum 11


(14)

2.3.2 Pemanfaatan Papan Gipsum Sebagai Plafon 13

2.4 Tepung Tapioka 14

2.5 Karakterisasi Fisik Papan Gipsum Plafon Dengan

Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Menggunakan

Perekat Tepung Tapioka 15 2.5.1 Karakterisasi Densitas 16 2.5.2 Karakterisasi Penyerapan Air 16 2.6 Karakterisasi Panas dengan Differential Thermal

Analysis (DTA) Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat

Tepung Tapioka 17

2.7 Karakterisasi Mekanik Papan Gipsum Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat

Tepung Tapioka 19

2.7.1 Pengujian MOR dan MOE 19 2.7.2 Pengujian Kuat Tarik 22 2.7.3 Pengujian Impak 23

BAB III METODOLOGI 26

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 26

3.2 Bahan 26

3.3 Alat 26

3.4 Diagram Alir 27

3.4.1 Preparasi Bahan Pengisi Serbuk Batang Kelapa

Sawit 27

3.4.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit dan

Perekat Tepung Tapioka 28

3.5 Prosedur 29


(15)

Sawit 29 3.5.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan

Perekat Tepung Tapioka dan Bahan Pengisi

Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit 29 3.5.3 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Murni 30 3.5.4 Karakterisasi Fisik Dari Papan Gipsum Plafon 30 3.5.4.1 Karakterisasi Densitas 30 3.5.4.2 Karakterisasi Dengan Penyerapan Air 31 3.5.5 Karakterisasi Termal Dengan DTA Dari Papan

Gipsum Plafon 31

3.5.6 Karakterisasi Sifat Mekanik Papan Gipsum

Plafon 32

3.5.6.1 Proses Pengujian Mekanik MOE dan

MOR 32

3.5.6.2 Proses Pengujian Mekanik Kuat Tarik 32 3.5.6.3 Proses Pengujian Impak 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35

4.1 Hasil Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Dalam Pembuatan Papan Gipsum Plafon 35 4.2 Hasil Karakterisasi Fisik Dari Papan Gipsum Plafon 35 4.2.1 Hasil Karakterisasi Densitas 35 4.2.2 Hasil Karakterisasi Penyerapan Air 37 4.3 Hasil Karakterisasi Termal Dengan DTA Dari Papan

Gipsum Plafon 38

4. 3.1 Pengukuran Temperatur Kritis 39 4. 3.2 Perhitungan Perubahan Temperatur 42 4.4 Hasil Pengujian Sifat Mekanik Papan Gipsum Plafon 43 4.4.1 Hasil Pengujian MOE dan MOR 43 4.4.2 Hasil Pengujian Kuat Tarik 47 4.4.3 Hasil Pengujian Impak 50


(16)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 52

5.1 Kesimpulan 52

5.2 Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Sifat – Sifat Fisik Pada Bagian Dalam Batang Sawit 6 2.2 Spesifikasi Ukuran Papan Gipsum 12 2.3 Variasi Campuran Gipsum, Batang Kelapa Sawit, Dan


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Pola Umum Kurva DTA 18

2.2 Uji MOR dan MOE 20

2.3 Defleksi Maksimum 21

2.4 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Dengan Benda Uji

Charpy 24

3.1 Preparasi Batang Kelapa Sawit Menjadi Serbuk Halus 27 3.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengisi

Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat

Tepung Tapioka 28

3.3 Sampel Uji Kuat Tarik 33 4.1 Grafik Hubungan Antara Densitas Dengan Sampel

(Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka) 36 4.2 Grafik Hubungan Antara Persentase Penyerapan Air

Dengan Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit :

Tapioka) 37

4.3 Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan

Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum Murni 39 4.4 Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan

Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka (35:15:15) 40


(19)

Nomor

Gambar Judul Halaman

4.5 Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka (45:5:15) 41 4.6 Grafik Hasil Pengukuran Uji MOE dan MOR Terhadap

Papan Gipsum Plafon 44 4.7 Grafik Hubungan Antara Nilai MOE Dengan Sampel

(Gipsum : Batang Sawit : Tapioka) 45 4.8 Grafik Hubungan Antara Nilai MOR Dengan Sampel

(Gipsum : Batang Sawit : Tapioka) 46 4.9 Grafik Hasil Pengukuran Uji Kuat Tarik Terhadap Papan

Gipsum Plafon 48

4.10 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tarik Dengan Variasi Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka) 49 4.11 Grafik Hubungan Antara Harga Impak Dengan Variasi


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

A Densitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel

(Gipsum : Serbuk Batang Kelapa Sawit : Tapioka) 57 B Persentase Penyerapan Air Dari Papan Gipsum Plafon

Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa

Sawit : Tapioka) 58

C Data Hasil Perhitungan Perubahan Temperatur (∆T) Terhadap Sampel (Gipsum : Serbuk Batang Kelapa

Sawit : Tapioka) 59

D Modulus Elastisitas Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka) 60 E Modulus Patah Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap

Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka) 61 F Kuat Tarik Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel

(Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka) 62 G Uji Impak Dari Papan Gipsum Plafon Terhadap Sampel

(Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka) 63 H Uji Fisis Densitas dan Penyerapan Air dari Papan Gipsum


(21)

Nomor

Lampiran Judul Halaman

I Uji Mekanis Modulus Elastisitas dari Papan Gipsum

Plafon Jayaboard Komersial 65 J Uji Mekanis Modulus Patah dari Papan Gipsum Plafon

Jayaboard Komersial 66

K Uji Mekanis Kuat Tarik dari Papan Gipsum Plafon

Jayaboard Komersial 67

L Uji Mekanis Impak dari Papan Gipsum Plafon Jayaboard

Komersial 68

M Foto Hasil Pencetakan Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit dan Perekat

Tepung Tapioka 69

N Foto Karakterisasi Fisis Densitas dan Penyerapan Air

Terhadap Papan Gipsum Plafon 70 O Foto Karakterisasi Mekanis MOE dan MOR, Kuat Tarik,

dan Impak Terhadap Papan Gipsum Plafon 71 P Foto Bahan-Bahan Penelitian 72 Q Foto Peralatan Penelitian 73 R Foto Aktivitas Selama Penelitian 74 S Grafik DTA Gipsum Murni 75 T Grafik DTA 35 : 15 : 15 76 U Grafik DTA 45 : 5 : 15 77


(22)

DAFTAR ISTILAH

ASTM : American Standart for Testing and Material. Densitas : Ukuran kepadatan dari suatu material.

DTA : Differential Thermal Analysis, merupakan alat untuk mengidentifikasi sifat termal dari suatu senyawa. Gipsum : Mineral yang bahan utamanya terdiri dari hydrated

calcium sulfate.

MOE : Perbandingan antara tegangan (σ) dan regangan(Ɛ). MOR : Tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya patah

dari suatu material dalam kelengkungannya. MPa : Satuan kekuatan tekan dalam satuan Mega Pascal. Plafon : Interior permukaan bagian atas dari ruangan yang

digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap.

SNI : Standar Nasional Indonesia Tg : Transisi Gelas dalam satuan oC.


(23)

PEMANFAATAN SERBUK BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI PENGISI PADA PEMBUATAN PAPAN GIPSUM PLAFON

MENGGUNAKAN PEREKAT TEPUNG TAPIOKA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi pada pembuatan papan gipsum plafon menggunakan perekat tepung tapioka. Papan gipsum plafon dibuat dengan mencampurkan serbuk batang kelapa sawit dan gipsum ke dalam tepung tapioka yang telah dilarutkan dengan air, dan variasi dilakukan antara serbuk batang kelapa sawit dengan gipsum. Pembanding yang digunakan papan gipsum merk Jayaboard yang komersial. Variasi paling optimum gipsum, batang kelapa sawit, dan tepung tapioka yaitu (35:15:15). Untuk karakterisasi sifat fisik diperoleh densitas 1,43 g/cm3 dan penyerapan air 23,82%, namun hasil ini tidak jauh berbeda dibandingkan dengan densitas 1,03 g/cm3 dan penyerapan air 37,4% dari papan gipsum komersial. Untuk karakterisasi sifat panas diperoleh suhu transisi gelas 170 oC dan titik dekomposisi 310 oC dan menunjukkan bahwa campuran hanya terjadi ikatan secara fisis. Untuk karakterisasi sifat mekanik dihasilkan nilai MOE 62,22 MPa, MOR 16,62 MPa, kuat tarik 6,52 MPa, dan impak 4777,8 J/m2, yang menunjukkan hasil lebih baik daripada nilai MOE 6,13 MPa, MOR 1,28 MPa, kuat tarik 0,91 MPa, dan impak 2500 J/m2 papan gipsum komersial.


(24)

UTILIZATION OF POWDER PALM OIL STEM AS A FILLER IN THE MANUFACTURE OF GYPSUM BOARD CEILING USING

TAPIOCA FLOUR

ABSTRACT

The research about the utilization of palm oil stem powder as a filler in the manufacture of gypsum board ceiling using tapioka flour has been done. Gypsum board ceiling made by mixing palm oil stem powder and gypsum into tapioca flour that has been diluted with water, and variations between palm oil stem powder with gypsum. The comparison used gypsum board a commercial brand of Jayaboard. The optimum variation of gypsum, oil palm stem powder, and tapioca flour is (35:15:15). The characterize for physical properties obtained by the density of 1,43 g/cm3 and water absorption of 23,82%, but this result not too different than the commercial gypsum board is density of 1,03 g/cm3 and water absorption of 37,4%. The characterize for termal properties obtained temperature of glass transition 170 °C and a melting point of 310 oC and showed that a mixture occurred only in a physical bond only. The characterize for mechanical properties of the resulting value of 62,22 MPa MOE, 16,62 MPa MOR, 6,52 MPa tensile strength, and 4777,8 J/m2 impact, which showed better results than the value of 6,13 MPa MOE, 1,28 MPa MOR, 0,91 MPa tensile strength, and 2500 J/m2 impact of commercial gypsum board.


(25)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini tingkat kebutuhan masyarakat terhadap tempat tinggal di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Hal tersebut tentunya memicu penggunaan kayu secara besar-besaran yang akan berdampak terganggunya kelestarian hutan yang ada, sehingga dapat merusak keseimbangan alam yang pada akhirnya akan merugikan manusia. Dengan kondisi tersebut, maka pemerintah memperketat pengawasan penebangan dan peredaran kayu hutan. Langkah ini berakibat keberadaan kayu semakin langka sehingga semakin mahal pula harganya (Budi, 2009).

Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu di cari bahan-bahan yang murah dan lebih mudah diperoleh untuk menggantikan fungsi kayu tersebut. Batang kelapa sawit dapat menjadi alternatif untuk menggantikan fungsi penggunaan kayu tersebut, dimana selama ini belum dimanfaatkan secara optimal penggunaannya. Selama ini yang banyak dimanfaatkan serat sabut kelapa sawit dan cangkang kelapa sawit untuk bahan bakar boiler, begitu juga dengan tandan kosong untuk bahan baku papan serat. Namun batang kelapa sawit sejauh ini belum banyak digunakan secara optimal. Padahal dari keseluruhan kelapa sawit yang diperoleh selama proses ekstraksi biji kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit, batang kelapa sawit memiliki jumlah yang paling besar yaitu sekitar 70,2 %, jika dibandingkan dengan pelepah daun 10,16 %, tandan buah kosong 2,07 %, sabut kelapa sawit 1,62 % dan cangkang biji yang hanya 0,935%. Sifat-sifat yang dimiliki batang kelapa sawit ini tidak berbeda jauh dengan kayu – kayu yang biasa digunakan untuk perabot rumah tangga, sehingga tentunya hal ini dapat pula dimanfaatkan secara optimal penggunaannya, terutama untuk bahan pengisi gipsum (Sitio, 2005).


(26)

Gipsum adalah salah satu produk jadi setelah material baku gipsum diolah melalui proses pabrik. Papan gipsum digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon. Dulu sebelum papan gipsum popular, masyarakat menggunakan triplek sebagai bahan penutup plafon. Saat ini triplek menjadi material yang cukup mahal dikarenakan bahan baku pembuat triplek tersebut sudah sangat sulit didapat. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang belum melihat manfaat dari papan gipsum tesebut. Papan gipsum plafon merupakan interior permukaan bagian atas dari ruangan yang digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap. Di Indonesia plafon biasanya dibuat dari campuran semen, gipsum dan serat-serat seperti rami, serat-serat pakaian bekas atau kertas sebagai pengganti (Sitio, 2005).

Beberapa penelitian sebelumnya tentang pembuatan papan gipsum telah dilakukan antara lain oleh Rosmaida (2009) yang melakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah padat pabrik kertas rokok sebagai pengisi bahan papan gipsum partisi dengan perekat tepung tapioka. Dan Salon (2009) yang juga melakukan penelitian tentang pembuatan papan gipsum plafon dengan bahan pengisi yang sama tetapi menggunakan perekat polivinil alkohol. Dari kedua penelitian diatas, menggunakan komposisi perekat sebanyak 10% dari komposisi limbahnya. Ghazi (2010) melakukan penelitian terhadap sifat-sifat termofisik seperti konduktivitas, kapasitas panas, dan kepadatan dari empat tipe papan gipsum plester.

Tapioka merupakan jenis tepung pati ubi kayu yang dibuat dengan cara mengekstraksi ubi kayu segar (singkong) dan mengeringkannya hingga menjadi tepung. Tapioka ini memiliki sifat sebagai pengikat jika dicampurkan dengan air karena unsur selulosa yang terkandung di dalam tepung tapioka mudah bersenyawa air. Penggunaan tapioka ini diharapkan dapat menjadi pengikat yang baik antara serbuk batang kelapa sawit dengan gipsum. Kekuatan ikatan diperoleh setelah kadar air berkurang melalui proses pengeringan. Semakin tinggi ikatan serat maka akan memperbesar penahanan zat–zat lain yang terkandung di dalam serbuk batang kelapa sawit tersebut, dengan semakin kuatnya ikatan antar serat, otomatis meningkatkan kekuatan material yang dihasilkan (Rosmaida, 2009).

Berdasarkan hal diatas, peneliti merasa tertarik untuk membuat papan gipsum plafon sebagai pengganti asbes dengan memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi gipsum dengan menggunakan perekat tepung tapioka.


(27)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah serbuk batang kelapa sawit dapat digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan papan gipsum plafon dengan menggunakan perekat tepung tapioka.

2. Apakah pemanfaatan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi dengan menggunakan perekat tepung tapioka efektif dalam meningkatkan sifat fisik, panas dan mekanik dari papan gipsum plafon. 3. Berapakah kondisi optimum pencampuran antara gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit yang menggunakan perekat tepung tapioka dalam pembuatan papan gipsum plafon.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mendapatkan papan gipsum dari bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dengan menggunakan perekat tapioka.

2. Untuk mengetahui sifat fisik, panas dan mekanik dari papan gipsum plafon yang dibuat menggunakan bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan perekat tepung tapioka.

3. Untuk mengetahui perbandingan yang optimum pencampuran antara gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit yang menggunakan perekat tepung tapioka dalam pembuatan papan gipsum plafon.

4. Untuk mengetahui peran tapioka terhadap karakteristik papan gipsum plafon dengan bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit.

1.4 Manfaat Penelitian

Dapat dimanfaatkannya serbuk batang kelapa sawit yang terbuang untuk pembuatan plafon sebagai pengisi dari campuran gipsum dan tepung tapioka.


(28)

1.5 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Bahan dasar yaitu gipsum sintetis yang diperoleh dari PT. Jaya Board 2. Bahan pengisi yang digunakan yaitu serbuk batang kelapa sawit yang

diperoleh dari perumahan Kompleks IDI.

3. Bahan perekat yang digunakan yaitu tepung tapioka shanghai cap Tawon Mas dari pasar sore tradisional.

4. Untuk variabel tetap yaitu perekat tepung tapioka (15 g), sedangkan variabel bebas yaitu gipsum dan serbuk batang kelapa sawit (45:5), (40:10), (35:15), (30:20), dan (25:25).

5. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji sifat fisis (densitas dan penyerapan air), uji panas dengan DTA dan uji sifat mekanik (MOE dan MOR, kuat tarik, dan impak).


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batang Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan anggota famili Palmae,

subfamili Cocoideae yang termasuk ke dalam kelompok tumbuhan monokotil. Tanaman ini berasal dari Nigeria, Afrika Barat dan tumbuh baik di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini(Fauzi, 2005).

Kelapa sawit setelah berumur 25-30 tahun sudah tidak produktif lagi sehingga akan menjadi potensi limbah. Berdasarkan data luas areal tanaman dan randemen penggergajian kelapa sawit bagian tepi, diketahui bahwa potensi batang kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sekitar 2.782.060 m3 per tahun. Jumlah ini akan meningkat dengan semakin luasnya perkebunan kelapa sawit (Bakar, 2003).

Menurut Lubis (1994), limbah padat kelapa sawit yang tersedia adalah berupa batang, tandan kosong, serat buah dan cangkang, limbah tersebut mengandung lignoselulosa. Lignoselulosa yang terkandung dalam limbah kelapa sawit memungkinkan kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan baku produk-produk serat. Menurut Erwinsyah (1997), diketahui bahwa batang yang berlignoselulosa, memiliki kadar selulosa yang tinggi yaitu 67,88% holoselulosa dan 38,76% alfa selulosa dengan kadar serat sebanyak 72,67% dan kadar bukan serat sebanyak 27,33%. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa batang sawit berpotensi sebagai bahan baku produk berbasis serat seperti pulp, kertas, papan partikel dan papan serat.


(30)

2.1.1 Sifat Fisik Batang Kelapa Sawit

Sifat fisik merupakan sifat-sifat yang berhubungan dengan kadar air, kerapatan, berat jenis, kembang susut, sifat panas, keawetan alami, warna, kelistrikan kayu, penampilan kayu, ketahanan kayu pada suatu zat, ketahanan kayu terhadap cuaca, ketahanan kayu terhadap organisme perusak kayu, sifat pengerjaan kayu, dan sifat penyerapan kayu terhadap air, seperti yang tercantum pada Tabel 2.1 mengenai sifat-sifat fisik bagian dalam batang sawit (Dumanauw, 2001).

Tabel 2.1 Sifat – Sifat Fisik Pada Bagian Dalam Batang Sawit

Sifat Bagian Dalam Batang

Tepi Tengah Pusat

Berat Jenis 0,35 0,28 0,2

Kadar Air, % 156 257 365

MOE, kg/cm2 29996 11421 6980

MOR, kg/cm2 295 129 67

Kelas Awet V V V

Kelas Kuat III-V V V

Berdasarkan pada Tabel 2.1 tersebut, diketahui sifat-sifat dari bagian dalam batang kelapa sawit, dan dalam penelitian ini yang dipergunakan sebagai bahan pengisi papan gipsum plafon yaitu pada bagian tepi.

Berat jenis kayu dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 4ºC, dimana pada suhu standar tersebut kerapatan air sebesar 1 g/cm³. Makin tinggi berat jenis kayu tersebut, umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin kecil berat jenis kayu, maka akan berkurang pula kekuatannya. Berat jenis ditentukan antara lain oleh tebal dinding sel dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Perhitungan berat jenis banyak disederhanakan dalam sistem metrik karena 1 cm³ air beratnya tetap 1 gram. Jadi berat jenis dapat dihitung secara langsung dengan membagi berat


(31)

dalam gram dengan volume dalam cm³, maka nilai kerapatan dan berat jenis adalah sama jika menggunakan massa oven.

Kerapatan merupakan perbandingan berat suatu benda dengan volume benda itu sendiri. Kerapatan kayu umumnya dihitung dengan menggunakan berat total sebenarnya, termasuk berat air. Dalam penentuan kerapatan dinding sel, volume umumnya ditentukan oleh pemindahan suatu cairan. Cairan yang berbeda bervariasi dalam kemampuannya untuk menembus rongga-rongga dalam dinding dan persatuan fisiknya dengan komponen-komponen kimia kayu (Bowyer, 2003).

2.1.2 Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit

Menurut Departemen Pertanian, Jakarta (2006), batang kelapa sawit yang sudah membusuk merupakan sarang bagi kumbang Oryctes rhinoceros dan

Ganoderma yang potensial menyerang tanaman muda. Karena itu, pengelolaan kebun kelapa sawit menyingkirkan batang kelapa sawit dengan membakarnya. Namun sejak adanya larangan membakar oleh pemerintah. Akibatnya batang kelapa sawit itu menjadi masalah yang sangat dilematis bagi pengelola. Namun siapa sangka batang kelapa sawit yang selama ini menjadi persoalan ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku furnitur, keperluan konstruksi dan kayu pertukangan lainnya.

Limbah yang tidak pernah diperhitungkan bisa dijadikan bahan baku alternatif di tengah kondisi kelangkaan bahan baku kayu dari hutan alam. Bahkan produk yang dihasilkan dari batang kelapa sawit kemudian menjadi komoditas ekspor yang sangat potensial seperti daun pintu, fancy panel, mebel dan perabot rumah tangga lainnya. Batang kelapa sawit dapat dipergunakan untuk perabot dan papan partikel. Batang kelapa sawit yang tua sudah tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture atau sebagai bahan partikel. Dari setiap batang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0,34m3.


(32)

Lembaran serat semen (non asbes) ialah suatu campuran serat tumbuh-tumbuhan dan bahan kapur ditambah air, tanpa atau dengan bahan tambahan lainnya, dengan bobot isi lebih dari 1,2 gram/cm3 dan digunakan pada bangunan. Lembaran serat semen atau papan gipsum plafon adalah interior permukaan bagian atas dari ruangan yang digunakan untuk menutupi sebagian atau seluruh struktur dasar dari atap. Untuk itulah ingin dimanfaatkan penggunaan batang kelapa sawit sebagai pengisi pada gipsum untuk membuat papan gipsum plafon.

2.2 Gipsum

Gipsum merupakan salah satu bahan galian industri yang mempunyai kegunaan cukup penting di sektor industri, konstruksi maupun bidang kedokteran, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan baku pendukung. Di alam, gipsum merupakan mineral hidrous sulfat yang mengandung dua molekul air, atau dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Jenis-jenis batuannya adalah satinspar,

alabaster, gypsite, dan selenit. Warna gypsum mulai dari putih, kekuning-kuningan sampai abu-abu. Dalam penggunaannya gipsum dibagi menjadi dua bentuk, yaitu gipsum tidak dikalsinasi dengan kalsinasi dalam bentuk plester (Sentano, 1992).

Gipsum adalah mineral yang bahan utamanya terdiri dari hydrated calcium sulfate. Gipsum akan menjadi lebih kuat apabila mengalami penekanan. Gipsum memiliki kriteria antara lain untuk dibentuk memiliki kestabilan kimia dan fisik yang tinggi, memiliki kemampuan untuk menyerap air dengan baik, mudah untuk di dapat. (Anonim, 2004).

Material gipsum tidak membahayakan bagi kesehatan manusia, sebagai faktanya banyak pengobatan modern dengan gipsum sudah dimulai sejak dulu diman gipsum digunakan sebagai pengisi pencetakan gigi dalam bidang kedokteran. (Noerdin, 2003).


(33)

2.2.1 Sifat, Bentuk dan Jenis Gipsum

Adapun komposisi kimia bahan gipsum adalah: 1. Calcium (Ca) : 23,28 %

2. Hidrogen (H) : 2,34 %

3. Calcium Oksida (CaO) : 32,57 % 4. Air (H2O) : 20,93 %

5. Sulfur (S) : 18,62 %

Adapun sifat Fisis Gipsum adalah:

1. warna : putih, kuning,abu-abu, merah jingga, hitam bila tak murni 2. Massa Jenis : 2,31 - 2,35

3. Keras seperti mutiara terutama permukaan 4. Bentuk mineral : Kristalin, serabut dan masif 5. Kilap seperti sutera

6. Konduktivitasnya rendah

7. Sistem kristalin adalah monoklinik

Sedangkan Sifat Kimia gipsum adalah:

1. Pada umumnya mengandung SO3 = 46,5 % ; CaO = 32,4 % ; H2O = 20,9 %

2. Kelarutan dalam air adalah 2,1 gram tiap liter pada suhu 400C; 1,8 gram tiap liter air pada 00C; 1,9 gram tiap liter pada suhu 70 - 900C

3. Kelarutan bertambah dengan penambahan HCl atau HNO3

Endapan gipsum sebagian terbentuk dari air laut dan hanya sebahagian kecil berasal dari endapan danau yang mengandung air garam. Gipsum juga terjadi sebagai hasil kegiatan vulkanik, tempat gas H2 dan fumarol bereaksi

dengan kapur dan hasil pelapukan batuan-batuan.

Endapan gipsum ditemukan ke dalam lima jenis bentuk, yaitu :

1. Batuan gipsum yang berbentuk granular dan buram, mengandung sedikit dolomit, batu kapur, dari kadar CaSO4 76%.


(34)

3. Alabaster, berbentuk padat, berbutir halus, bagus berwarna putih dan agak bening.

4. Satinspar, berbentuk serat dan berkilap (fiber), seringkali ditemukan dalam lapisan tipis dengan bentuk kristal.

5. Selenit, berbentuk kristal dan transparan (Sentano, 1992).

Berdasarkan proses terbentuknya gipsum dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Gipsum alam, yaitu merupakan mineral hidrous sulfat yang mengandung dua

molekul air dengan rumus kimia CaSO4.2H2O, dimana jenis batuannya adalah

satinspar, alabaster, gypsite dan selenit, dengan warna bervariasi mulai dari putih, kekuning-kuningan sampai abu-abu.

2. Gipsum sintetis, yaitu gipsum yang diperoleh dengan memproses air laut dan air kawah yang banyak mengandung sulfat dengan menambahkan unsur kalsium ke dalamnya, dan sumber lainnya adalah gipsum sebagai produk sampingan pembuatan asam fosfat, asam sulfat, dan asam sitrat (Sentano, 1992).

2.2.2 Aplikasi Gipsum

Gipsum memiliki banyak kegunaan sejak zaman prasejarah hingga sekarang. Beberapa kegunaan gipsum yaitu :

1. Sebagai pengental tofu, karena memiliki kadar kalsium yang tinggi khususnya dibenua Asia diproses secara tradisional.

2. Sebagai penambah kekerasan untuk bahan bangunan 3. Untuk dry wall

4. Sebagai bahan perekat

5. Penyaring dan sebagai pupuk tanah, diakhir abad 18 dan awal abad 19, gipsum Nova Scotia atau yang lebih dikenal dengan plester digunakan dalam jumlah besar sebagai pupuk diladang-ladang gandum AS.

6. Untuk campuran pembuatan lapangan tenis

7. Sebagai pengganti kayu pada zaman kerajaan-kerajaan ketika kayu menjadi langka pada zaman perunggu, gypsum ini yang digunakan sebagai bahan bangunan.


(35)

9. Sebagai salah satu bahan pembuat portland semen 10.Sebagai indikator pada tanah dan air.

2.3 Papan Gipsum

Saat ini gipsum sebagai bahan bangunan digunakan untuk membuat papan gipsum dan propil pengganti triplek dari kayu. Papan gipsum propil adalah salah satu produk jadi setelah material gipsum diolah melalui proses pabrikasi menjadi tepung. Papan gipsum propil digunakan sebagai salah satu elemen dari dinding partisi dan plafon.

Gipsum juga digunakan sebagai plafon dimana gipsum mempunyai kelendutan paling minimal, fleksibel dan memiliki kemampuan konduktivitas suhu yang rendah. Berdasarkan sifat diatas gipsum sebagai plafon dengan mudah dapat di modifikasi sesuai dengan kebutuhan. Seperti modifikasi tempat lampu dan hiasan – hiasan di dalam rumah. Aplikasi papan gipsum sangat mudah dan bisa digunakan pada rangka kayu, metal, maupun dinding bata.

Papan gipsum adalah nama generik untuk keluarga produk lembaran yang terdiri dari inti utama yang tidak terbakar dan dilapisi dengan kertas pada permukaannya. Selain untuk plafon, gipsum bias dipakai dinding partisi seperti skat kamar dan lining wall (penutup tembok). Hanya saja gipsum tak bisa diaplikasikan untuk eksterior, kolom dinding atau penahan beban. Gipsum ini hanya untuk interior yang tidak berkaitan dengan struktur bangunan. Kekuatan papan gipsum berbanding lurus dengan ketebalannya.

Bagian inti papan gipsum yang di bawah memiliki tegangan. Bagian atas inti papan gipsum tertekan oleh gaya yang diakibatkan oleh berat panel, beban yang diberikan pada bagian belakang papan dan gravitasi. Papan gipsum memanfaatkan kekuatan yang terdapat pada inti dan menambah kekuatannya dengan kertas berkekuatan tarik tinggi. Kertas pada permukaan gipsum dipergunakan sebagai penguat komposit dan menjadi bagian penting dari kekuatan ultimate dan kemampuan panel (Anonim, 2004).


(36)

Berdasarkan SNI 03-6384-2000 tentang spesifikasi panel atau papan gipsum, memberikan ukuran atau standar nominal (toleransi) untuk papan gipsum, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2.2 Spesifikasi Ukuran Papan Gipsum

No Tebal (mm) Panjang (mm) Lebar

(mm) Keterangan

1 6,4 1200-3700

1200 -1370

2 8 1200-4300 Untuk toleransi : 3 9,5 1200-4900 Tebal + 0,8 mm 4 12,7 1200-4900 Panjang + 6,4 mm 5 15,9 1200-4900 Lebar + 2,4 mm

6 19 -

7 25 -

2.3.1 Jenis Papan Gipsum

Papan gipsum merupakan alternatif yang tepat untuk menggantikan triplek dan dapat diklasifikasikan dari jenis performa papan dan ketebalannya sebagai berikut:

1. Papan Gipsum Standar

Papan gipsum ini merupakan varian umum dari papan gipsum tebal yang tersedia yaitu 9 mm, 12 mm dan 15 mm. (SNI 03-6384-2000)

2. Papan Gipsum Tahan Api

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap api, durasi ketahanan apinya tergantung dari system, dinding partisi yang digunakan. Tebal yang tersedia yaitu 12 mm dan 15 mm. (SNI 03-6384-2000)

3. Papan Gipsum Tahan Kelembaban

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap kelembaban, cocok digunakan untuk daerah-daerah yang lembab dalam bangunan seperti toilet, dapur dan gudang. Bila papan gipsum ini digunakan sebagai dinding kamar mandi, maka disarankan untuk dilapisi oleh kramik dinding, tahan


(37)

kelembaban bukan berarti tahan air. Tebal yang tersedia 9 mm, 12 mm dan 15 mm. (SNI 03-6384-2000).

4. Papan Gipsum Tahan Benturan

Papan gipsum ini mempunyai performa ketahanan terhadap benturan, dimana benturan-benturan yang dimaksud adalah benturan dari tubuh manusia, trolly, meja, kursi dan sebagainya. Papan gipsum ini cocok dipergunakan dikoridor, ruang fitness, dinding kamar rumah sakit dsb. Tebal yang tersedia yaitu 12 mm dan 15 mm. (SNI 03-6384-2000).

Selain hal diatas ada pula produk papan gipsum yang difungsikan untuk memperbaiki kualitas akustik ruang dan biasanya dibuat berlubang-lubang. Dengan semua variasi papan gipsum diatas dan kehebatan-kehebatannya sayang sekali bila pola pembangunan masih menggunakan bahan dari kayu (triplek). Dengan mengurangi penggunaan produk kayu berarti sudah berpartisipasi dalam membantu koservasi alam dan ikut mengurangi tingkat pemanasan global (Anonim, 2010).

2.3.2 Pemanfaatan Papan Gipsum Sebagai Plafon

Plafon adalah bagian konstruksi, merupakan lapis pembatas antara rangka bangunan dibawah rangka atapnya. Sedangkan papan gipsum plafon merupakan papan yang digunakan untuk konstruksi bangunan, khususnya pada dinding-dinding langit yang bahan dasarnya menggunakan gipsum.

Plafon merupakan bagian dari interior yang harus di desain sehingga ruangan menjadi sejuk dan enak dipandang (artistik). Plafon berfungsi antara lain yaitu : 1. Sebagai batas tinggi suatu ruangan, tentunya ketinggian dapat diatur dengan

fungsinya ruangan yang ada. Umpamanya untuk ruang tamu pada sebuah rumah tinggal cenderung tinggi plafon direndahkan, begitu juga ruang makan agar mempunyai kesan familier dan bersahabat.


(38)

2. Sebagai isolasi panas yang datang dari atap atau sebagai penahan perambatan panas dari atap (alumunium foil).

3. Sebagai peredam suara air hujan yang jatuh dari atap, terutama pada penutup atap dari bahan logam.

4. Sebagai penyelesaian dari elemen keindahan, dimana mempunyai tempat untuk menggantungkan bola lampu, sedang bagian atasnya untuk meletakan kabel-kabel listriknya (sparing instalasi).

2.4 Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah tepung pati ubi kayu yang dibuat dengan cara mengekstraksi ubi kayu segar (singkong) dan mengeringkannya hingga menjadi tepung. Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia dan pengolahan kayu.

Tepung tapioka mempunyai kandungan moisture (kelembaban), protein, karbohidrat, lemak, serat, kalsium, thiamin, dan lain-lain. Persentase kandungan protein, lemak, serat, kalsium, thiamin sangat sedikit. Unsur di dalam tapioka yang paling berperan adalah karbohidrat, dimana unsur yang paling dominan dalam karbohidrat adalah unsur karbon, hidrogen dan oksigen.

Berikut sifat fisika dari tepung tapioka :

1. Untuk kandungan kadar Pati sebesar 51,36%, kadar Amilosa sebesar 17,41%, dan kadar Amilopektin sebesar 82,13%.

2. Granula berbentuk oval dengan ukuran 5 – 35 µm. 3. Suhu gelatinasi 52 – 64 oC.

Ukuran dan bentuk granula merupakan bentuk khas, yaitu granula mempengaruhi sifat gelatinasi. Proses gelatinasi dimulai pada suhu 100 0C dan mencapai maksimal pada suhu 580 - 700 oC, dimana ikatan hidroksil berkurang dan membentuk massa gel. (Noerdin. 2003).


(39)

Tepung tapioka memiliki sifat sebagai pengikat jika dicampur dengan air karena unsur selulosa yang terkandung di dalam tepung tapioka mudah bersenyawa air. Tepung tapioka merupakan pengikat serbuk batang kelapa sawit. Serbuk batang kelapa sawit mengandung serat. Dengan penambahan tepung tapioka akan meningkatkan kekuatan serat pada serbuk batang kelapa sawit. Kekuatan ikatan diperoleh setelah kadar air berkurang melalui proses pegeringan. Semakin tinggi ikatan serat pada serbuk batang kelapa sawit akan memperbesar penahanan zat–zat lain yang terkandung didalamnya. Dengan semakin kuatnya ikatan antar serat pada serbuk batang kelapa sawit otomatis meneingkatkan kekuatan material yang dihasilkan (Rosmaida, 2009).

2.5 Karakterisasi Fisik Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat Tepung Tapioka

Papan gipsum plafon merupakan papan yang difungsikan sebagai plafon, diman dibuat dari gipsum dengan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan perekat tepung tapioka, dengan komposisi campuran seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Variasi Campuran Gipsum, Batang Kelapa Sawit, Dan Tepung Tapioka

Variasi Jenis Bahan

Komposisi Gipsum Murni Serbuk Batang Kelapa Sawit Tapioka

I 65 (100%) - -

II 45 (69,2%) 5 (7,7%) 15 (23,1%) III 40 (61,5%) 10 (15,4%) 15 (23,1%) IV 35 (53,8%) 15 (23,1%) 15 (23,1%) V 30 (46,2%) 20 (30,8%) 15 (23,1%) VI 25 (38,5%) 25 (38,5%) 15 (23,1%)

Hasil dari pembuatan papan gipsum plafon dengan komposisi campuran seperti pada Tabel 2.2 tersebut, dikarakterisasi secara fisik yang meliputi karakterisasi densitas, dan karakterisasi penyerapan air.


(40)

2.5.1 Karakterisasi Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Dalam hal ini yang diukur adalah bulk density, merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori.

Bulk density untuk benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan, bentuk dan volume sampel dapat diukur dengan cara mengukur dimensinya. Sedangkan untuk bentuk yang tidak beraturan maka bulk density

ditentukan dengan metode Archimedes (Faisal, 2007), yaitu dengan persamaan sebagai berikut :

a ir t

g k

k

x

M

M

M

M

)

(

...(2.1) Dimana : ρ = Densitas, g/cm3

ρair = Densitas air, g/cm3 Mk = Massa kering, g

Mg = Massa ketika sampel di gantung dalam air, g Mt = Massa tali penggantung, g

2.5.2 Karakterisasi Penyerapan Air

Untuk metode pengujian penyerapan air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dan SNI 01-4449-2006. Dimana pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya persentase penyerapan air oleh papan gipsum plafon. Metode pengujian ini dilakukan dengan melakukan perendaman terhadap sampel papan gipsum plafon untuk waktu perendaman selama 24 jam (1 hari). Untuk


(41)

menentukan besarnya nilai penyerapan air (Newdesnetty, 2009), dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

% 100 ) (

x M

M M PA

k k b 

 ... (2.2)

Dengan : PA = Nilai penyerapan air (%)

Mb = Massa basah (kg) Mk = Massa kering (kg)

2.6 Karakterisasi Panas Dengan Differential Thermal Analysis (DTA) Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat Tepung Tapioka

Differential Thermal Analysis (DTA) yaitu merupakan suatu alat untuk menganalisis sifat termal suatu sampel yang memiliki berat molekul tinggi seperti bahan-bahan polimer dengan perlakuan sampel dipanaskan sampai terurai, yang kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Pengujian dengan DTA digunakan untuk menentukan temperatur kritis (Tg), temperatur maksimum (Tm), dan perubahan temperatur (∆T), dengan ukuran sampel uji berkisar 30 mg (Stevens, 2001).

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi gelas (Tg) sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan

mekanisme pencampuran beberapa polimer.

Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg


(42)

berada diantara Tg. Dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen

digunakan untuk menurunkan Tg , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair.

Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak Tg, karena disamping masing-masing komponen masih merupakan fase

terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan Tg yang berbeda. Pengamatan

termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Wirjosentono, 1995).

Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa – senyawa polimer menunjukkan suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti polistirena dan bagian amorf dari polimer semi – kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi gelas (Tg), namun polimer kristalin murni seperti elastomer

tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh (Tm).

Pola umum kurva DTA ditunjukkan seperti pada Gambar 2.1.


(43)

Suhu transisi gelas terjadi ketika polimer amorf atau bagian amorf polimer semi-kristalin menunjukkan perubahan dari keadaan lunak dan elastis menjadi keadaan keras, rapuh dan mirip getas. Suhu transisi gelas dipengaruhi oleh fleksibilitas rantai, kekuatan dan ukuran gugus samping dan fleksibilitas rantai samping. Fleksibilitas rantai ditentukan oleh kemudahan gugus – gugus yang berikatan kovalen untuk berotasi. Rotasi ditentukan oleh energi dari gaya – gaya kohesi molekul. Penurunan fleksibilitas rantai meningkatkan Tg melalui peningkatan halangan sterik. Halangan sterik ditentukan oleh ukuran dan bentuk rantai utama.

Gugus – gugus samping yang besar dan kaku menurunkan fleksibilitas rantai utama sehingga Tg meningkat. Penambahan gugus samping yang fleksibel

menghasilkan peningkatan jarak antar rantai sehingga gaya intermolekuler menurun dan kemuluran meningkat. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan pemlastis dan aditif lainnya (Kristian, 2008).

2.7 Karakterisasi Mekanik Papan Gipsum Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat Tepung Tapioka

Hasil dari pembuatan papan gipsum plafon dengan komposisi campuran seperti pada Tabel 2.2 tersebut, dikarakterisasi sifat mekanik dari papan gipsum plafon dilakukan mengacu pada standart SNI 03-6384-2000. Pengujian ini meliputi uji MOR dan MOE, uji kuat tarik, dan uji impak.

2.7.1 Pengujian MOR dan MOE

Modulus pecah (MOR) merupakan tegangan lengkung akhir sebelum terjadinya patah dari suatu material dalam kelengkungannya, dan itu sering digunakan untuk membandingkan material satu dengan yang lainnya. MOR (Modulus of Rupture) papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006. M e t o d e p e n g u j i a n i n i dimaksudkan untuk memperoleh nilai MOR dari kayu (Sudarsono, 2010).


(44)

Gambar 2.2 Uji MOR dan MOE

Pada pengujian MOR, ada persyaratan untuk benda uji sebelum dilakukan pengujian antara lain yaitu benda uji harus sama jenisnya , benda uji bebas dari cacat yaitu papan tidak retak, tidak rapuh, dan k a d a r a i r m a k s i m u m 2 0 % (Anonim, 2011). Setelah dilakukan pengujian akan diperoleh nilai P maksimumnya, yang kemudian ditentukan nilai MOR nya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

2

2 3

T L

S P

F R

R  ... (2.3)

Dimana : FR = Nilai MOR, kgf/mm2 PR = Beban patah, kgf S = Jarak penyangga, mm

L = Lebar benda uji, mm

T = Tebal benda uji, mm

Pengujian MOE dapat didefenisikan sebagai kemampuan material untuk menahan deformasi di bawah beban hingga bengkok sebelum patah. Tekanan fleksural pada dasarnya adalah kombinasi dari gaya tekan dan gaya tarik. MOE

(Modulus of Elasticity)adalah perbandingan antara tegangan (σ) dan regangan (Ɛ).

MOE bekerja pada batas proporsional atau daerah elastis. Sifat ini dijabarkan dari kemiringan (slope) dari porsi garis lurus dari kurva kelengkungan beban P1/N1


(45)

Gambar 2.3 Defleksi Maksimum

Pada Gambar 2.3 tampak papan segi empat ditekan oleh gaya tunggal F pada bagian tengah sehingga papan akan mengalami defleksi. Jarak terbesar papan mengalami defleksi disebut defleksi maksimum. Bagian atas papan akan mengalami kompresi dan bagian bawah akan mengalami tarikan. Permukaan imaginer pada bagian tengah beam disebut bidang netral. Besarnya suatu tekanan atau tarikan akan bertambah besar bila semakin menjauhi bidang netral. Tekanan dan tarikan akan maksimum pada permukaan atas dan bawah. (Dieter, 1981). Pengujian MOE dari papan gipsum plafon mengacu pada SNI 03-2105-2006. Untuk menentukan nilai MOE nya (Anonim, 1991), dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :

Y P x T L S

FE 3 E

3

4

 ... (2.4) Dimana : FE = Nilai MOE, kgf/mm2

S = Jarak penyangga, mm

L = Lebar benda uji, mm

T = Tebal benda uji, mm

PE = Beban lentur, kgf


(46)

2.7.2 Pengujian Kuat Tarik

Pengujian kuat tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan maksimum suatu material bila dikenai beban. Pengujian ini dilakukan dengan menarik spesimen di kedua ujungnya hingga putus. Hasil yang di dapat dari uji tarik adalah beban maksimum yang dapat ditahan dengan kemuluran material. Biasanya hasil pengujian dituliskan dalam bentuk gaya persatuan luas.

Pengujian kuat tarik ini mengacu pada SNI 03-2105-2006, setelah dilakukan pengujian akan diperoleh nilai P maksimumnya, yang kemudian ditentukan nilai kuat tariknya ( Dieter, 1981), dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

A P

Ft  ... (2.5)

Dimana : Ft = Nilai kuat tarik, kgf/mm2 P = Beban maksimum, kgf

A = Luas penampang, mm

Selain tegangan tarik hasil lain yang didapat dan diuji tarik adalah kemuluran material sebelum putus (Dieter, 1981), seperti pada persamaan berikut.

1 1 2

l l l

e  ... (2.6)

Dimana : e = Kemuluran

l1 = Panjang sebelum uji tarik, mm l2 = Panjang setelah uji tarik, mm


(47)

Dari tegangan dan kemuluran material di dapat suatu modulus yang biasa

disebut modulus young’s ( Dieter, 1981), dengan persamaan berikut ini.

e F

E  t ... (2.7) Dimana : E = Modulus Young’s

Ft = Nilai uji kuat tarik, kgf/mm2 e = Kemuluran

Modulus young’s merupakan ukuran kekakuan material. Semakin kaku

suatu material maka modulus young’s juga juga akan semakin besar. Modulus elastisitas didapat dari gaya ikatan antar atom, oleh karena itu modulus elastis suatu material tidak dapat berubah tanpa mengubah sifat alami material itu sendiri ( Perry, 1981).

2.7.4 Pengujian Impak

Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda ujimengalami deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran

ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut, setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin


(48)

rendah posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah. Pada Gambar 2.4 memberikan ilustrasi suatu pengujian impak dengan metode Charpy,

Gambar 2.4 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Dengan Benda Uji Charpy

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode Charpy menggunakan persamaan sebagai berikut

A E

HI  ...(2.8) Dimana : E = Energi yang diserap, J

A = Luas penampang, m2

HI = Harga Impak, J/m2

Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan


(49)

dalam posisi mendatar dan bagian yang bertakik diberi beban impak dari ayunan bandul, sebagaimana telah ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi.

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang terjadi.

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).

3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas (Yuwono, 2009).


(50)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Pengujian Mekanis di Laboratorium Penelitian FMIPA Universitas Sumatera Utara. Pengujian DTA dilakukan di Laboratorium PTKI Medan. Penelitian ini dimulai dari bulan Februari - April 2011.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang dipergunakan selama penelitian yaitu : 1. Alkohol 90%

2. Batang Kelapa Sawit 3. Gipsum Sintetis 4. Tepung Tapioka 5. Air

3.3 Alat

Alat-alat yang dipergunakan selama penelitian yaitu :

1. Cetakan spesimen dengan ukuran 120 mm x 60 mm x 6 mm 2. Gelas Beaker 500 mL

3. Mesin Ayakan Sieve Shaker 100 mesh (ASTM E11)

4. Mesin cetak tekan Hydraulic PressTest System Model HPTS.0001.08

5. Mesin uji DTA Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu

6. Mesin uji impak Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA

7. Mesin uji kuat Tokyo Testing Machine Type-20E MGF


(51)

9. Oven Gallenkamp Plus II

3.4 Diagram Alir

3.4.1 Preparasi Bahan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit

Batang Kelapa Sawit Bagian Tepi

Dihaluskan dengan blender

Serbuk

Diayak dengan ayakan 100 mesh

Pengeringan dibawah matahari

Direndam dengan alkohol selama 2 jam

Direbus dengan penahanan 1 jam


(52)

3.4.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit dan Perekat Tepung Tapioka

Serbuk batang kelapa sawit

Gipsum

Dicampur dan diaduk hingga homogen

Tepung Tapioka 23%

Ditambah 25 mL Air

Dicetak tekan

Pengujian

Sifat Fisik Sifat Mekanik

- Densitas

- Penyerapan Air - MOE dan MOR- Kuat Tarik

- Impak Sifat Termal

- Uji dengan DTA

Gambar 3.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Bahan Pengisi Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit Menggunakan Perekat Tepung Tapioka


(53)

3.5 Prosedur

3.5.1 Preparasi Bahan Pengisi Serbuk Batang Kelapa Sawit

1. Sampel batang kelapa sawit yang diambil dari kompleks IDI dihaluskan dengan blender.

2. Setelah sampel dihaluskan, kemudian direbus selama satu jam, selanjutnya direndam dengan alkohol selama dua jam

3. Kemudian sampel dikeringkan, lalu diayak dengan ayakan 100 mesh. 4. Hasil ayakan tersebut selanjutnya disebut sebagai serbuk batang

kelapa sawit.

3.5.2 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Dengan Perekat Tepung Tapioka dan Bahan Pengisi Serbuk Halus Batang Kelapa Sawit

1. Sebanyak 15 g tepung tapioka dimasukkan ke dalam gelas beaker yang berisi 25 mL air yang telah dipanaskan pada suhu 250oC sambil diaduk.

2. Selanjutnya ditambahkan 45 g gipsum sintetis ke dalam campuran tersebut dan dilanjutkan dengan 5 g serbuk halus batang kelapa sawit ke dalam gelas beaker tersebut sambil tetap diaduk hingga homogen. 3. Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan spesimen yang telah

dilapisi dengan alumunium foil.

4. Dilakukan pengepresan terhadap sampel dengan alat cetak tekan. 5. Sampel hasil pengepresan dikeluarkan dari cetakan spesimen, dan

dilanjutkan dengan pengeringan di dalam oven.

6. Sampel hasil cetakan dibagi beberapa bagian untuk melakukan pengujian, baik uji sifat fisik, mekanik, dan termal.

7. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk variasi gipsum dengan serbuk batang kelapa sawit dengan komposisi 40 g : 10 g, 35 g : 15 g, 30 g : 20 g, dan 25 g : 25 g.


(54)

3.5.3 Pembuatan Papan Gipsum Plafon Murni

1. 65 g gipsum sintetis dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian ditambahkan dengan air sebanyak 35 mL ke dalam gelas beaker tersebut sambil diaduk.

2. Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan spesimen yang telah dilapisi dengan alumunium foil.

3. Dilakukan pengepresan terhadap sampel dengan alat cetak tekan. 4. Sampel hasil pengepresan dikeluarkan dari cetakan spesimen, dan

dilanjutkan dengan pengeringan di dalam oven.

5. Sampel hasil cetakan dibagi beberapa bagian untuk melakukan pengujian, baik uji sifat fisik, termal, dan mekanik.

3.5.4 Karakterisasi Fisik Dari Papan Gipsum Plafon 3.5.4.1 Karakterisasi Densitas

Karakterisasi densitas untuk sampel papan gipsum plafon dilakukan dengan menggunakan metode Archimedes. Pengujian ini mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedur pengukurannya sebagai berikut :

1. Sampel uji dikeringkan di dalam oven, set suhunya sekitar 100 oC selama 1,5 jam, kemudian dibersihkan dan ditimbang dengan beberapa kali pengulangan hingga massanya konstan yang selanjutnya disebut dengan massa kering, Mk.

2. Kawat atau tali yang digunakan juga ditimbang hingga massanya konstan, yang selanjutnya disebut dengan massa tali penggantung, Mt.

3. Sampel ditimbang di dalam air berikut penggantungnya menggunakan kawat (massa sampel dan penggantungnya di dalam air, Mg).

Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.1, maka besarnya nilai densitas dapat dihitung.


(55)

3.5.4.2 Karakterisasi Dengan Penyerapan Air

Pengujian penyerapan air dilakukan mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dengan prosedur pengukurannya sebagai berikut :

1. Sampel dilap dan dibersihkan, kemudian ditimbang beberapa kali sehingga diperoleh massa kering yang konstan, (Mk).

2. Sampel direndam di dalam air selama 24 jam, kemudian sampel diangkat dan dilap, lalu ditimbang dan selanjutnya disebut dengan massa basah, (Mb).

Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.2, maka besarnya nilai penyerapan air dapat dihitung.

3.5.5 Karakterisasi Termal Dengan DTA Dari Papan Gipsum Plafon

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal yaitu adalah Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan.

2. Sampel yang akan diuji dipotong-potong dengan ukuran kecil dan ditimbang dengan berat sekitar 30 mg. Lalu ditimbang alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.

3. Sampel dan pembanding kemudian diletakkan diatas thermocouple. Diset Termocouple Platinum Rhodium (PR) 15 mv, dan DTA range + 250 µV.

4. Alat pengukur temperatur kemudian diset sampai menunjukkan pada temperatur 650 oC.

5. Pulpen recorder ditekan dan chart speed diset 2,5 mm/menit dengan laju pemanasan 10 oC/menit.

6. Kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol Start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan.


(56)

Hasil pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan temperatur kritis dan perubahan suhu (∆T).

3.5.6 Karakterisasi Sifat Mekanik Papan Gipsum Plafon 3.5.6.1 Proses Pengujian Mekanik MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR menggunkan mesin uji adalah Tokyo Testing Machine Type-20E MGF No. 6079 dengan kapasitas sebesar 2000 Kgf. Untuk sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 120 mm x 20 mm x 6 mm. Pengujian MOE dan MOR ini mengacu pada SNI 03-2105-2006. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Sampel diletakkan memanjang diatas dua tumpuan dengan jarak sangga sebesar 100 mm.

2. Kemudian diletakkan sampel di mesin penguji dimana jarak dari tepi balok ke tumpuan harus sama pada kedua ujungnya. Dan posisikan garis tengah spesimen tepat dibawah penekan.

3. Secara perlahan-lahan diberikan beban maksimum sebesar 100 kgf, dengan menurunkan penekan dengan kecepatan 10 mm/menit.

4. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen mengalami defleksi maksimum (sebelum patah).

5. Saat tercapai defleksi maksimum tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sabagai PE.

6. Pemompaan terus dilakukan perlahan sampai spesimen patah.

7. Saat spesimen patah tersebut dicatat gaya yang diberikan oleh mesin tersebut, yang kemudian dicatat sabagai PR.

Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.3 dan persamaan 2.4 maka besarnya nilai MOE dan MOR dapat dihitung.

3.5.6.2 Proses Pengujian Mekanik Kuat Tarik

Pengujian kuat tarik mengacu pada SNI 03-2105-2006, dengan pengujian menggunkan mesin uji adalah Tokyo Testing Machine Type-20E MGF No.


(57)

6079 dengan kapasitas 2000 Kgf. Untuk sampel uji bentuk dan ukurannya sesuai dengan Gambar 3.3.

80 mm

120 mm 15 mm

20 mm

25 m

m

Gambar 3.3 Sampel Uji Kuat Tarik

Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Spesimen dipersiapkan sesuai dengan Gambar 3.1

2. Spesimen ditempatkan pada mesin uji tarik, kemudian spesimen dicengkram dengan pemegang yang tersedia di mesin dengan kuat untuk menghindari spesimen bergeser.

3. Spesimen dicengkram dengan jarak pencengkram 80 mm.

4. Diberikan beban maksimum sebesar 100 kgf sambil melakukan penarikan, dengan kecepatan pembebanan 10 mm/menit.

5. Dicatat gaya tarik maksimum dalam satuan kgf.

Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.5, maka besarnya nilai kuat tarik dapat dihitung.

3.5.6.3 Proses Pengujian Impak

Pengujian impak menggunkan mesin uji adalah Wollpert Werkstoff Pruf Maschine Type CPSA (metode Charpy) dengan menggunakan pendulum atau godam sebesar 4 joule. Sampel uji berbentuk balok dengan ukuran 100 mm x 15 mm x 6 mm. Pengujian ini mengacu pada SNI 07-6732-2002 dengan prosedur pengujian impak sebagai berikut :


(58)

1. Dipastikan terlebih dahulu jarum skala berwarna merah sebagai penunjuk harga impak material berada pada posisi nol.

2. Selanjutnya handel diputar untuk menaikkan pendulum hingga jarum penunjuk beban berwarna hitam mencapai batas merah.

3. Benda uji diletakkan pada tempatnya dengan membelakangi arah datangnya pendulum, dan dipastikan benda uji tepat berada di tengah dengan bantuan centre setting.

4. Setelah benda uji siap, centre setting ditarik ke posisi semula, dan tetap dijaga di belakang benda uji karena akan ikut mengalami tumbukan oleh pendulum.

5. Tombol pada tangkai pendulum dilepaskan sehingga pendulum berayun dan menumbuk benda uji.

6. Kemudian dilakukan pengereman dengan menarik tuas rem sehingga ayunan pendulum dapat dikurangi.

7. Dicatat nilai yang ditunjukkan oleh jarum merah pada skala.

8. Nilai yang diperoleh dikurangi dengan energi kosong sebesar 0,02 Joule.

Berdasarkan data tersebut dengan menggunakan persamaan 2.8, maka besarnya harga impak dapat dihitung.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemanfaatan Serbuk Batang Kelapa Sawit Dalam Pembuatan Papan Gipsum Plafon

Telah berhasil dibuat papan gipsum plafon dengan memanfaatkan serbuk batang kelapa sawit sebagai bahan pengisi dari gipsum menggunakan perekat tepung tapioka. Dengan komposisi perekat tapioka sebanyak 15 g. Gipsum dan serbuk batang kelapa sawit divariasikan untuk membuat papan gipsum plafon paling baik, dan hasilnya dibandingkan secara fisik dan mekanik terhadap papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial.

4.2 Hasil Karakterisasi Fisik Dari Papan Gipsum Plafon 4.2.1 Hasil Karakterisasi Densitas

Karakterisasi densitas atau massa jenis mengacu pada SNI 01-4449-2006. Dimana telah dilakukan karakterisasi terhadap semua jenis variasi sampel. Dan berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian, kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.1. Dengan tabel dan contoh hasil perhitungan pada Lampiran A. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran A tersebut dapat dilihat hubungan antara densitas dan variasi sampel yang dinyatakan dalam bentuk grafik.

Dari Gambar Grafik 4.1 tersebut terlihat bahwa densitas maksimum terdapat pada gipsum murni sebesar 2,30 g/cm3, sedangkan densitas gipsum dengan penambahan serbuk batang kelapa sawit memiliki densitas lebih kecil, rata-rata sebesar 1,53 g/cm3. Hal ini dikarenakan densitas atau massa jenis dari gipsum murni yang lebih besar dibandingkan dengan batang sawit.


(60)

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Antara Densitas Dengan Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka)

Dengan penambahan serbuk batang kelapa sawit sebagai pengisi cenderung mengalami penurunan nilai densitas bahan, ini disebabkan karena serbuk batang kepala sawit memiliki pori-pori yang fungsinya menyerap air, sebanding dengan meningkatnya nilai penyerapan air. Pada variasi (35:15:15) dihasilkan densitas paling minimum yaitu sebesar 1,43 g/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil densitas suatu papan gipsum, akan semakin baik dipergunakan sebagai plafon karena ringan dan lebih aman bagi penggunanya apabila terjadi kerusakan.

Nilai densitas papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial (Lampiran H), dimana densitasnya yaitu 1,03 g/cm3. Pada umumnya nilai densitas yang diperoleh dari pengujian berada diatas harga densitas papan gipsum plafon merk Jayaboard.

2,30

1,76

1,54

1,43 1,47

1,55

1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40

1 2 3 4 5 6

(65:0:0) (45:5:15) (40:10:15) (35:15:15) (30:20:15) (25:25:15)

Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka)

D

ens

it

as

(g/

cm


(61)

4.2.2 Hasil Karakterisasi Penyerapan Air

Karakterisasi penyerapan air mengacu pada SNI 01-4449-2006, dengan perendaman dilakukan selama 24 jam perendaman untuk melihat seberapa besar persentase air yang terserap oleh sampel. Air yang masuk melalui rongga-rongga kosong ke dalam partikel-partikel penyusun (Massijaya et al). Untuk data hasil perhitungan persentase penyerapan air dapat dilihat pada Lampiran B. Dan berdasarkan tabel pada Lampiran B tersebut diperoleh grafik yang menunjukkan hubungan antara persentase penyerapan air dengan variasi sampel.

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Antara Persentase Penyerapan Air Dengan Sampel (Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka)

Berdasarkan Gambar 4.2 tersebut, grafik menunjukkan bahwa persentase maksimum penyerapan air pada variasi (25:25:15) yaitu 32,98%, sedangkan persentase minimum pada gipsum murni 14,91%. Hal ini disebabkan karena sifat dari serbuk batang kelapa sawit mudah menyerap air, jadi semakin banyak serbuk batang kelapa sawit di dalam campuran tersebut, maka penyerapan air pun semakin besar sehingga lebih mudah hancur.

14,91

24,11 24,57 23,82

27,99 32,98 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

1 2 3 4 5 6

(65:0:0) (45:5:15) (40:10:15) (35:15:15) (30:20:15) (25:25:15)

Sam pel (Gipsum : Batang Kelapa Saw it : Tapioka)

P e n y e ra p a n A ir ( % )


(62)

Sementara pada sampel dengan penambahan bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit untuk variasi (35:15:15), menunjukkan persentase minimum sebesar 23,82%. Hal ini disebabkan karena kehomogenan dalam pengadukan. Pengadukan yang sempurna dan sangat homogen sehingga tapioka yang berfungsi sebagai perekat dari serbuk batang kelapa sawit menurut Rosmaida (2009) telah melapisi sebahagian permukaan dari bahan pengisi tersebut, dan hal tersebut membuat air tidak banyak terserap karena terhalang oleh perekat tapioka.

Penyerapan air papan gipsum plafon merk Jayaboard yang komersial (Lampiran H), dimana penyerapan airnya yaitu 37,4 %. Dari hasil pengujian sampel yang dilakukan ternyata diperolah nilai penyerapan airnya lebih baik dari papan gipsum plafon merk Jayaboard.

4.3 Hasil Karakterisasi Termal Dengan DTA Dari Papan Gipsum Plafon

Pengujian dengan DTA merupakan metode karakterisasi sifat termal suatu sampel yang digunakan untuk menentukan temperatur kritis dan juga menghitung

perubahan temperatur (∆T).

Pengujian ini menggunakan alat Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu

dimana hanya dilakukan terhadap tiga jenis sampel yaitu sampel gipsum murni, sampel variasi (35:15:15) yang merupakan sampel terbaik dari hasil pengujian mekanik, dan sampel variasi (45:5:15) yang merupakan sampel terburuk dari hasil pengujian mekanik. Dan hasil pengujian termal dari ketiga sampel tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6 berikut.

4.3.1 Pengukuran Temperatur Kritis

Pengukuran temperatur kritis dimulai dari puncak peak DTA yang ditarik garis lurus sampai memotong garis penunjuk temperatur, selanjutnya titik potong tersebut ditandai, dan diturunkan dua skala kebawah sehingga didapat titik potong yang baru, dari titik potong ini ditarik garis lurus menuju skala temperatur 15 mv. Dari pengukuran tersebut diperoleh suhu transisi gelas (Tg), dan suhu titik


(63)

Gambar 4.3. Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum Murni

Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat adanya pergeseran pada garis dasar (baseline) ke arah endotermik membentuk peak tajam yang menunjukkan Tg

sebesar 140 oC dari kristal anhidrat pada gipsum tersebut. Hal ini menurut Stevens (2001) menunjukkan bahwa suhu sampel gipsum tertinggal dari suhu pembandingnya, yang berarti bahwa adanya kalor yang terserap, sehingga kristal anhidrat dari gipsum mencair dan terpisah dari gipsum tersebut..


(64)

Gambar 4.4. Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka (35:15:15)

Sementara dibandingkan dengan Gambar 4.4 terlihat juga pergeseran garis dasar awal ke arah endotermik dan membentuk peak yang menunjukkan Tg

sebesar 170 oC dari kristal anhidrat, selanjutnya terbentuk peak yang tajam ke arah eksotermik menunjukkan temperatur maksimum (Tm) dari campuran tersebut


(65)

gipsum murni pada Gambar 4.3, dan menurut Stevens (2001) adanya peak tajam kearah eksotermik menunjukkan suhu sampel telah mendahului suhu pembandingnya yang berarti adanya kalor yang terlepaskan, sehingga sampel mulai terdekomposisi pada suhu tersebut.

Gambar 4.5. Diagram Hasil Pengukuran Uji DTA Terhadap Papan Gipsum Plafon Untuk Sampel Gipsum : Batang Kelapa Sawit : Tapioka (45:5:15)


(66)

Selanjutnya Gambar 4.4 dibandingkan dengan Gambar 4.5 terlihat hampir sama bentuknya karena campuran tersebut kandungannya sama tetapi yang berbeda hanya komposisi saja. Dimana pada Gambar 4.5 juga terjadi pergeseran garis dasar awal kearah endotermik dan membentuk peak yang menunjukkan Tg

sebesar 160 oC, selanjutnya terbentuk peak yang tajam kearah eksotermik menunjukkan Tm sebesar 310 oC nya. Dari hasil pengujian DTA ini

memperlihatkan bahwa penambahan komposisi serbuk mempengaruhi suhu indothermiknya, dimana hasilnya mengalami kenaikan. Kemampuan menahan panas mencapai 170 0C, ini menunjukkan bahwa bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit merupakan suatu bahan yang sangat baik untuk menyerap panas. Sedangkan ke arah eksothermiknya dengan penambahan serbuk tidak mengalami perubahan, dimana suhu temperatur maksimum (Tm), ini menunjukkan bahwa bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit merupakan suatu bahan yang sangat baik untuk melepas panas.

Hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel yang diuji baik sampel variasi (35:15:15) dan (45:15:15) menunjukkan Tm nya sama, tetapi faktor komposisi

mempengaruhi suhu Tg, dimana semakin banyak gipsum dalam suatu campuran

maka nilai Tg semakin rendah.

4.3.2 Perhitungan Perubahan Temperatur

Pengukuran perubahan temperatur (∆T) dari sampel dengan menghubungkan titik singgung peak DTA, sehingga diperoleh garis singgung, selanjutnya garis lurus dari puncak peak DTA ditarik memotong garis singgung. Jarak dari puncak sampai garis singgung ini disebut besarnya jumlah skala ∆T. Jarak antara puncak sampai garis singgung dihitung dengan satuan skala. Yang selanjutnya jumlah skala ∆T dimasukkan persamaan berikut :

e ter mocoupl e ter mocoupl r ange T x total skala jumlah DTA r ange total x T skala jumlah

T  


(67)

Berdasarkan pada Lampiran C dan Gambar 4.3, diketahui bahwa pada saat mencapai titik transisi gelas pada kristal anhidrat gipsum murni terjadi penurunan suhu (yang ditandai dengan arah peak ke kanan) sebesar 8,78 oC atau terjadi perbedaan temperatur antara termokopel dengan sampel sebesar 8,78 oC.

Sedangkan pada Lampiran C dan Gambar 4.4, diketahui bahwa pada saat mencapai titik Tg nya pada sampel variasi (35:15:15) terjadi penurunan suhu

(yang ditandai dengan arah peak ke kanan) sebesar 3,13 oC, dan pada saat mencapai suhu Tm nya terjadi kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 37 oC

(dengan arah peak ke kiri). Selanjutnya pada Lampiran C dan Gambar 4.5, diketahui bahwa pada saat mencapai Tg nya pada sampel variasi (45:5:15) juga

terjadi penurunan suhu sebesar 6,27 oC, dan pada saat mencapai suhu Tm nya

terjadi kenaikan sebesar 7,25 oC.

Dengan demikian, jelas diketahui bahwasanya sampel variasi (35:15:15) merupakan yang terbaik karena suhu Tg lebih besar dibandingkan dengan sampel

lainnya, yang berarti menurut Stevens (2001) butuh pemanasan lebih tinggi sehingga sampel mengalami perubahan (masa transisi), dalam hal ini perubahan struktur dari kristal anhidrat pada gipsum. Pemanasan pada suhu antara 140-170 oC menyebabkan kristal anhidrat dalam campuran tersebut mencair

sehingga ikatan fisis yang ada menjadi lemah.

4.4 Hasil Karakterisasi Sifat Mekanik Dari Papan Gipsum Plafon 4.4.1 Hasil Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR ini mengacu pada SNI 03-2105-2006 dan telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel menggunakan alat penguji Tokyo Testing Machine berkapasitas 2000 kgf dengan memberikan beban sebesar 100 kgf dan kecepatan 10 mm/menit terhadap semua variasi sampel. Berikut hasil pengujian MOE dan MOR, seperti pada Gambar 4.6 berikut.


(68)

Regangan

T

e

ga

nga

n

Gambar 4.6. Grafik Hasil Pengukuran Uji MOE dan MOR Terhadap Papan Gipsum Plafon

Berdasarkan data yang diperoleh tersebut melalui harga PE dari tiap-tiap

sampel hasil pengujian selanjutnya disubstitusi ke persamaan 2.4. Sehingga diperoleh nilai MOE dalam satuan kgf/mm2 yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan MPa (1 kgf/mm2 = 9,81 MPa). Data hasil perhitungan dan cara perhitungan tercantum pada Lampiran D. Berdasarkan pada tabel dari Lampiran D, maka dapat dilihat hubungan antara MOE dengan variasi sampel yang dinyatakan dalam bentuk grafik.

Pada Gambar 4.7 tersebut terlihat bahwa nilai MOE terbesar pada variasi sampel (35:15:15) sebesar 62,22 MPa. Sedangkan nilai MOE terendah pada sampel gipsum murni (65:0:0) sebesar 13,28 MPa. Diketahui bahwa dengan adanya bahan pengisi serbuk batang kelapa sawit dan juga perekat tapioka yang ditambahkan ke dalam gipsum tersebut.


(69)

Gambar 4.7. Grafik Hubungan Antara Nilai MOE Dengan Sampel (Gipsum : Batang Sawit : Tapioka)

Menurut Salon adanya peningkatan kekuatan ini menunjukkan bahwa tapioka berperan sebagai pengikat antara gipsum dengan pengisinya karena memiliki gaya adhesif yang besar, sehingga terjadi ikatan yang dihasilkan cukup baik dan tingkat kelenturan pun semakin bertambah.

Selanjutnya berdasarkan pengujian setelah diperoleh nilai PE untuk uji

MOE, kemudian pengujian dilanjutkan hingga diperoleh nilai PR.

Pada Gambar 4.6 terlihat hasil pengukuran dalam bentuk grafik karena pengujiannya merupakan satu kesatuan dengan uji MOE. Harga PR yang diperoleh

disubstitusi ke persamaan 2.3 sehingga didapat nilai MOR. Data hasil perhitungan dan cara perhitungan tercantum pada Lampiran E.

13,28

60,86

46,78

62,22

56,66

47,12

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

1 2 3 4 5 6

(65 : 0 : 0) (45 : 5 : 15) (40 : 10 : 15) (35 : 15 : 15) (30 : 20 : 15) (25 : 25 : 15)

Variasi Sam pel (Gipsum : Batang Saw it : Tapioka)

M

O

E

(

M

P

a


(1)

Lampiran P. Foto Bahan-Bahan Penelitian

Gipsum Jaya Board Tepung Tapioka


(2)

Lampiran Q. Foto Peralatan Penelitian

Oven Hot Compressor Mesin Ayakan

Sieve Shaker

Mesin DTA Mesin Uji Impak Mesin Uji Tekan


(3)

(4)

Lampiran S. Grafik DTA Gipsum Murni


(5)

(6)