Analisis pendapatan dan faktor faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat
ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI PADI SEHAT
(Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan
Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat)
SKRIPSI
LAMRETTA GULTOM H34086049
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011(2)
ii RINGKASAN
LAMRETTA GULTOM. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA).
Padi organik merupakan salah satu komoditi yang memiliki peran penting dalam menjamin keberlangsungan hidup dan kesejahteraan penduduk dalam menjamin ketahanan pangan, dalam menghadapi isu revolusi hijau, dan isu produk sehat dan aman untuk di konsumsi. Gapoktan Silih Asih merupakan salah satu gapoktan yang membudidayakan padi secara organik. Jenis padi yang dihasilkan di gapoktan ini disebut sebagai padi sehat karena masih menggunakan pupuk kimia, namun dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding budidaya padi konvensional. Pada saat ini, hasil produksi yang diperoleh petani Gapoktan Silih Asih mengalami fluktuasi dari musim tanam I 2008 hingga musim tanam VII 2010. Fluktuasi produksi dapat mempengaruhi pendapatan usahatani, dan fluktuasi produksi dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi dalam suatu usahatani. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi sehat dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualiatitatif meliputi gambaran umum perusahaan, proses produksi atau teknik budidaya padi semi organik, dan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani tersebut. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dalam melihat pendapatan usahatani dan faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi semi organik.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa usahatani padi sehat yang dilakukan oleh petani responden di Gapoktan Silih Asih secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena petani responden memperoleh pendapatan bersih rata-rata sebesar Rp 2.405.039,56. Selain itu nilai R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total juga menunjukkan hal yang sama, yakni sebesar 2,10 dan 1,22; dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden dalam mengusahakan padi sehat dapat menutupi biaya usahatani yang dikeluarkan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi adalah pupuk kompos, pupuk urea, pupuk phonska, pestisida nabati, sedangkan faktor produksi benih dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata baik pada selang kepercayaan 85 persen dan 95 persen.
(3)
ii
ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI PADI SEHAT
(Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan
Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat)
LAMRETTA GULTOM H34086049
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011(4)
ii Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat)
Nama : Lamretta Gultom NRP : H34086049
Disetujui, Pembimbing
Ir. Juniar Atmakusuma, MS NIP. 19530104 197903 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
(5)
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong
Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Lamretta Gultom
(6)
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibosur, Sumatera Utara pada tanggal 23 September 1987. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Dolok Gultom, SH. dan Ibunda Meren Tina Tambunan.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Sibosur pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Budhi Dharma Balige. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Bintang Timur I Balige diselesaikan pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan pendidikan diploma pada Program Studi Diploma III Teknologi Industri Benih pada Tahun 2008, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2008.
(7)
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang senantiasa memberkati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta salam senantiasa tercurahkan kepada keluarga dan para sahabat.
Puji syukur penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa
Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat)”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Juni 2011
(8)
ii
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Ir Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen evaluator pada kolokium penelitian yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran.
3. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS dan Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji pada sidang penelitian yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran.
4. Eva Yolinda Aviny, MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.
5. Bapak Jakaria, Pak Supri, dan seluruh anggota Gapoktan Silih Asih yang telah mengijinkan untuk meneliti di Gapoktan tersebut dan atas semua bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini .
6. Orangtua, Dek Evi, Dek Icuk, dan Dek Dion serta keluarga tercinta untuk setiap dukungan kasih sayang dan doa yang diberikan. Semoga bisa menjadi persembahan yang terbaik.
7. Sahabat-sahabatku tercinta Ka Kiki, Puri, dan Diana yang telah memberikan dukungan semangat kepada penulis.
8. Rekan-rekan saya yang lain seperti Manda, Wulan, Ranti, Ori, Lia, Chrisnovita dan Yona yang telah memberikan dukungan selama penulisan skripsi ini.
9. Dan seluruh angkatan V Program Penyelenggaraan Khusus Ekstensi Agribisnis atas kebersamaannya.
Bogor, 22 Juni 2011
(9)
vii DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 5
1.3.Tujuan Penelitian ... 8
1.4.Kegunaan Penelitian ... 8
1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1.Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan ... 9
2.2.Pengertian Pertanian Organik ... 9
2.3.Kegunaan Pertanian Organik ... 11
2.4.Gambaran Umum Padi ... 13
2.5.Beras Organik ... 14
2.6.Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 15
2.6.1. Perkembangan Usahatani Padi ... 15
2.6.2. Faktor-Faktor Produksi Padi ... 17
2.7.Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 17
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19
3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19
3.1.1. Konsep Usahatani ... 19
3.1.2. Konsep Fungsi Produksi ... 22
3.1.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 27
3.1.4. Pendapatan Usahatani ... 30
3.1.5. Penerimaan Usahatani ... 32
3.1.6. Pengeluaran Usahatani ... 33
3.1.7. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) ... 34
3.2.Kerangka Pemikiran Operasional ... 35
IV. METODE PENELITIAN ... 38
4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38
4.2.Jenis dan Sumber Data ... 38
4.3.Metode Pengambilan sampel ... 38
4.4.Metode Pengumpulan Data ... 39
4.5.Metode Analisis Data ... 39
4.6.Analisis Fungsi Produksi ... 40
4.7.Pengujian Hipotesis ... 41
4.8.Konsep Pengukuran Variabel ... 44
4.9.Analisis Pendapatan Usahatani ... 45
4.9.1. Analisis Penerimaan ... 45
4.9.2. Analisis Biaya ... 46
(10)
viii
4.10. Analisis R/C Rasio ... 47
V. GAMBARAN UMUM ... 50
5.1.Gambaran Umum Gapoktan Silih Asih ... 50
5.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Sosial Ekonomi ... 50
5.1.2. Sejarah Gapoktan Silih Asih dan Perkembangannya .... 51
5.1.3. Visi dan Misi Gapoktan Silih Asih ... 52
5.1.4. Kegiatan Pemasaran Gapoktan Silih Asih ... 52
5.1.5. Struktur Organisasi Gapoktan Silih Asih ... 52
5.2.Gambaran Umum Petani Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy . 53 5.3.Karakteristik Petani ... 54
5.3.1. Umur ... 54
5.3.2. Status Usaha ... 55
5.3.3. Pendidikan ... 56
5.3.4. Jumlah Tanggungan Petani ... 57
5.3.5. Keikutsertaan dalam Mengikuti Pelatihan/Penyuluhan 58
5.3.6. Pengalaman Bertani ... 58
5.3.7. Luas Lahan ... 59
5.3.8. Status Penguasaan Lahan ... 60
5.3.9. Sumber Modal ... 60
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62
6.1.Usahatani Padi Sehat di Gapoktan Silih Asih ... 62
6.1.1. Pengolahan Tanah ... 63
6.1.2. Pembibitan ... 63
6.1.3. Penanaman (Tandur) ... 64
6.1.4. Pengaturan Air ... 65
6.1.5. Penyiangan ... 65
6.1.6. Pemupukan ... 66
6.1.7. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 66
6.1.8. Pemeliharaan Pematang Sawah ... 67
6.1.9. Panen ... 67
6.1.10. Kegiatan Pasca Panen ... 68
6.2.Analisis Pendapatan Usahatani Petani Responden ... 68
6.2.1. Penerimaan Usahatani ... 68
6.2.2. Analisis Biaya Usahatani ... 69
6.2.3. Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Padi Sehat ... 74
6.3.Analisis Fungsi Produksi ... 77
6.3.1. Analisis Model Fungsi Produksi Padi Sehat ... 77
6.3.2. Analisis Elastisitas Produksi Padi Sehat ... 82
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
7.1.Kesimpulan ... 85
7.2.Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
(11)
ix DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Kandungan Zat Gizi Beras per 100 Gram ... 15 2. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian ... 18 3. Analisis Ragam terhadap Model Penduga Fungsi Produksi ... 42 4. Uji signifikansi untuk Masing-Masing Parameter
Penduga Fungsi Produksi ... 44 5. Perhitungan Pendapatan Usahatani dan Nilai R/C Rasio ... 49 6. Luas Lahan Berdasarkan penggunaannya di Desa Ciburuy ... 50 7. Karakteristik Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan
Kelompok Umur ... 55 8. Karakteristik Responden Petani Padi Sehat
Berdasarkan Status Usaha ... 56 9. Karakteristik Responden Petani Padi Sehat
Berdasarkan Pendidikan ... 57 10.Karakteristik Responden Petani Padi Sehat
Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ... 57 11. Karakteristik Responden Petani Padi Sehat
Berdasarkan Keikutsertaan dalam Mengikuti Pelatihan/
Penyuluhan ... 58 12. Karakteristik Responden Petani Padi Sehat
Berdasarkan Pengalaman Bertani ... 59 13. Karakteristik Responden Petani Padi Sehat Berdasarkan
Luas Lahan ... 60 14. Karakteristik Responden Petani Padi Sehat
Berdasarkan Status Penguasaan Lahan ... 60 15. Karakteristik Responden Petani Padi Sehat
Sumber Modal ... 61 16. Produktivitas, Harga, dan Penerimaan Rata-Rata
Usahatani Padi Sehat Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy pada Musim Tanam Desember 2010-
Maret 2011 ... 69 17. Komponen Biaya Usahatani Padi Sehat Gapoktan Silih
Asih Desa Ciburuy pada Musim Tanam Desember 2010-
Maret 2011 ... 70 18. Penggunaan TKDK dan TKLK dalam Usahatani Padi Sehat
di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Periode Tanam
(12)
x Nomor Halaman
19. Penggunaan Sewa Traktor dan Ternak dalam Usahatani Padi Semi Organik di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Periode
Tanam Desember 2010-Maret 2011 ... 73 20. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan pada Usahatani
Padi Semi Organik di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Periode Tanam Desember 2010-Maret 2011 ... 74 21. Analisis Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Padi Semi Organik
Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy pada Musim Tanam
Desember 2010-Maret 2011 ... 76 22. Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi per Hektar pada
Usahatani Padi Semi Organik Gapoktan Silih Asih di Desa
Ciburuy pada Musim Tanam Desember 2010-Maret 2011 ... 77 23. Uji Signifikansi Model Produksi Usahatani Padi Semi Organik
Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy pada Musim Tanam
Desember 2010-Maret 2011 ... 78 24. Hasil Parameter Penduga Fungsi Produksi per Hektar Petani
Responden pada Usahatani Padi Semi Organik Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy pada Musim Tanam Desember 2010-
(13)
xi DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Produksi Beras Sehat Gapoktan Silih Asih pada
Tahun 2008-2010 ... 7
2. Bentuk Fungsi Produksi dengan Satu Variabel Y= f (X1) ... 23
3. Kuva Fungsi Produksi Klasik ... 25
4. Kerangka Operasional Penelitian ... 37
(14)
xii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. PDB Indonesia atas Dasar Harga Berlaku pada
Tahun 2008-2009 ... 91
2. Produk Domestik Bruto Subsektor Tanaman Pangan atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2008 ... 91
3. Lampiran 3. Laju Pertumbuhan Konsumsi per Kapita dan Produksi Beras Indonesia pada tahun 2005 sampai 2008 ... 91
4. Volume Ekspor Impor Beras Tahun 2005- 2009 ... 92
5. Produksi Padi di Jawa Barat Tahun 2009 ... 92
6. Produksi Padi di Kabupaten Bogor Tahun 2009 ... 93
7. Produksi Padi di Kecamatan Cigombong Tahun 2009 ... 94
8. Standar Operasional Produser (SOP) Budidaya Padi Sehat ... 95
9. SOP Pembuatan Pestisida Nabati ... 98
10.Hasil Pendugaan Produksi Usahatani Padi Sehat Petani Responden ... 100
11.Uji Heteroskedastisitas Model Penduga Pada Petani Responden Padi Sehat ... 101
(15)
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan tulang punggung dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran cukup penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor kedua terbesar dalam mengkontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia baik pada tahun 2008 dan 2009 yaitu memasok sebesar 14,46 persen dan 15,29 persen. Komoditi utama pertanian yang memasok PDB sektor pertanian tertinggi yang memiliki peran penting dalam menjamin keberlangsungan hidup dan kesejahteraan penduduk adalah padi. Padi menyumbang 37,75 persen PDB subsektor pertanian yakni PDB tanaman pangan (Lampiran 2), sekitar 95 persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai sumber karbohidrat utama dan kurang lebih 55 persen penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani padi.
Konsumsi beras dari tahun ke tahun cenderung naik sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat. BPS tahun 2010 Lampiran 3 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan rata-rata permintaan beras dari tahun 2008 hingga tahun 2012 ke depan seiring peningkatan jumlah penduduk adalah 1,35 persen sedangkan produksi beras nasional hanya memiliki laju pertumbuhan sebesar 0,41 persen, sehingga terjadi kesenjangan produksi sebesar 0,94 persen. Tingginya permintaan beras harus diimbangi dengan produksi nasional. Namun dilihat dari pasokan yang ada, jumlah permintaan beras nasional cenderung tidak tercukupi dan bahkan terjadi defisit dengan rata-rata 0,88 persen.
Kurangnya pasokan beras dalam negeri ditutupi dengan melakukan impor. Volume beras impor rata-rata dari tahun 2005-2009 berdasarkan data BPS tahun 2010 seperti pada Lampiran 4 adalah sebesar 514.189 ton atau 5,71 persen per tahun, bahkan diproyeksikan bahwa impor beras akan terus meningkat hingga tahun 2014 karena kebutuhan beras Indonesia meningkat antara 22-25 juta ton
(16)
2 seiring dengan pertumbuhan penduduk yang diperkirakan akan mencapai 253 juta jiwa pada tahun 20141.
Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi beras terbesar yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam mendukung ketersediaan pangan nasional. Pasokan beras yang terdapat di Jawa Barat berasal dari beberapa kabupaten seperti pada Lampiran 5 dan salah satu diantaranya adalah Kabupaten Bogor. Bogor memasok sebesar 500.682 ton atau menyumbang 4,49 persen terhadap total produksi padi Jawa Barat tahun 2009. Selain itu produktivitas padi di Kabupaten Bogor sebesar 5,88 ton per hektar tergolong tinggi, karena berada di atas rata- rata produktivitas padi di Jawa barat.
Padi yang terdapat di Kabupaten Bogor salah satunya berasal dari Kecamatan Cigombong, dengan pasokan sebesar 2,96 persen seperti pada Lampiran 6. Dari Kecamatan Cigombong, terdapat pula beberapa desa yang berperan dalam memproduksi padi, yang salah satunya adalah Desa Ciburuy (Lampiran 7). Desa ini merupakan pemasok padi kelima terbesar di Kecamatan Cigombong dengan produksi sebesar 1265,5 ton atau sebesar 8,53 persen.
Peran sentra-sentra produksi beras di Indonesia dalam menjamin ketahanan pangan penduduk juga mendapat dukungan dari program-program yang dibuat oleh pemerintah. revolusi hijau merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan melalui usaha pengembangan teknologi pertanian modern. Pertanian modern yang dicetus sejak tahun 1960-an ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu: penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk kimia, mekanisasi pertanian, dan penyuluhan pertanian secara massal.
Program revolusi hijau berhasil di Indonesia sehingga pada tahun 1984 Indonesia mampu menjadi negara swasembada pangan, namun setelah itu terjadi penurunan produksi karena pada prakteknya teknologi ini dilakukan dengan (Andoko, 2010): 1) sistem pertanian monokultur; 2) penggunaan pupuk dan pestisida sintetis yang berlebihan; dan 3) kurang mengindahkan praktek konservasi sumberdaya alam. Pengaplikasian teknologi ini mampu meningkatkan produksi dalam waktu sementara, namun dalam jangka panjang menyebabkan
1
(17)
3 peningkatan degradasi tanah, menurunkan produktivitas dan kualitas sumberdaya pertanian, mengganggu kesehatan manusia, hewan, serta kualitas lingkungan. Sehingga program revolusi hijau tidak lagi dapat dipertahankan dalam menjamin ketahan pangan ke depan.
Kondisi tersebut melahirkan inovasi melalui intensifikasi pertanian ramah lingkungan atau pertanian organik dalam meningkatkan produksi padi. Pertanian organik menjadi solusi karena secara langsung mampu menggantikan revolusi hijau untuk menyediakan pangan yang berkelanjutan. Disamping itu, dampak buruk revolusi hijau juga menjadi pelajaran besar yang mulai disadari oleh masyarakat baik konsumen maupun produsen, sehingga gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” menjadi trend baru masyarakat dunia. Gaya hidup yang demikian telah mengalami pelembagaan secara internasional yang diwujudkan melalui regulasi perdagangan global yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut aman dikonsumsi (food safety attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) serta ramah lingkungan (eco-labelling attributes)2.
Pandangan baru tersebut dapat dijadikan sebagai peluang bagi pembangunan pertanian di Indonesia khususnya menyangkut produksi beras. Sebagai negara yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, sesungguhnya Indonesia pun mempunyai modal dasar yang luar biasa besarnya yang diperlukan untuk mengembangkan pertanian organik. Sehingga sejak itu pula, departemen pertanian menjadikan program Go Organik 2010 sebagai langkah strategis dalam menjamin ketahanan pangan yang aman serta berkelanjutan dalam menghadapi isu kerawanan pangan nasional dan isu revolusi hijau guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani.
Perspektif baru tentang kesehatan tersebut juga menyebabkan permintaan produk pertanian organik meningkat pesat. Permintaan akan produk pertanian organik di seluruh dunia akhir-akhir ini telah meningkat luar biasa dan bahkan diramalkan akan semakin pesat di masa depan dengan pertumbuhan rata-rata
2
http://maporina.com/index2.php?option=com_content&task=view&id=20&pop =1&page=0&Itemid=26. Potensi Pengembangan Pertanian Organik (diakses 30 Maret 2010)
(18)
4 sekitar 20 % per tahun3. Perkembangan pertanian organik di Indonesia dipicu oleh tingginya permintaan pertanian organik di negara-negara maju. Seperti pada 19 Agustus 2009 Kabupaten Tasikmalaya melepas ekspor perdana beras organik untuk pasar AS, jumlahnya memang tidak terlalu besar yakni 18 ton. Namun, sejumlah negara lain telah menunggu untuk mengimpornya seperti Malaysia, Hongkong, Singapura, bahkan Eropa4.
Diperkirakan bahwa setiap musim panen permintaan rata-rata beras organik adalah sebanyak 400 ton, namun baru terpenuhi 120 ton.5 Peluang ini bukan hanya terbuka untuk Kecamatan Tasikmalaya tetapi juga bagi seluruh wilayah Indonesia karena selain permintaan beras organik yang belum terpenuhi, volume pasar dalam negeri maupun luar negeri akan terus meningkat seiring peningkatan pendidikan dan pendapatan. Dalam Mayasari (2009) dikatakan bahwa Indonesia yang saat ini berpenduduk 25 juta orang, dimana 10 persen dari penduduk Indonesia memiliki tingkat sosial ekonomi tinggi, berpendidikan dan tinggal di kota besar adalah pangsa pasar organik yang cukup potensial. Berdasarkan penyebaran pertanian organik tersebut, tercatat bahwa Jawa merupakan wilayah yang memiliki luasan pertanian organik tertinggi di Indonesia, yakni dengan luasan sebesar 23.457,36 ha dan padi merupakan salah satu komoditi yang ditanam (Statistik Pertanian Organik Indonesia, 2009).
Perkembangan pertanian organik khususnya beras juga tidak terlepas dari keunggulan yang dimiliki produk hasil pertanian organik itu sendiri. Menurut Andoko (2010), keunggulan beras organik dibanding beras biasa (ditanam dengan aplikasi pupuk buatan dan pestisida kimia) adalah relatif aman untuk dikonsumsi, rasa nasi lebih empuk dan pulen, warna dan daya simpannya lebih baik.
Seiring dengan adanya program pemerintah Go Organic 2010 dalam rangka menjadikan negara Indonesia sebagai negara swasembada beras dan produsen pangan organik terbesar di dunia serta adanya perkembangan pesat dari
3
http://pphp.deptan.go.id/xplore/view.php?file=pengolahan-hasil/O8roadmappanganorganik.pdf. Road map Pengembangan pertanian organik 2008 – 2015 (diakses 30 Maret 2010)
4
http://www.antaranews.com/berita/1251250967/beras-organik-tasik-tembus-pasar-as (diakses 21 November 2010)
5
http://www.pikiran-rakyat.com. Naik Tajam, Permintaan Hasil Pertanian Organik (diakses 21 November 2010)
(19)
5 permintaan pertanian organik saat ini menjadikan banyak produsen produk pertanian termasuk gabungan kelompok tani (gapoktan) beralih untuk mengusahakan beras organik. Dalam pedoman standar operasional prosedur padi organik Departemen Pertanian tahun 2007 dikatakan bahwa hampir di setiap daerah penghasil beras di Indonesia telah mengusahakan pertanian padi secara organik.
Desa Ciburuy merupakan salah satu daerah yang ikut berperan serta dalam
mendukung program pemerintah “Go Organic 2010”. Hasil produksi padi yang diperoleh dari desa ini sering disebut sebagai beras sae atau beras sehat. Dikatakan beras sehat karena lahan yang dialihkan untuk menghasilkan beras organik memerlukan waktu yang bertahun-tahun untuk dapat dikatakan pure organik dan pemupukan yang dilakukan masih menggunakan pupuk kimia walaupun dalam volume yang lebih rendah. Misalnya pupuk urea yang digunakan dalam satu kali musim tanam pada pertanian konvensional adalah 316,15 kilo gram per hektar (Rachmiyanti, 2009), sedangkan pertanian padi sehat menggunakan 100 kilo gram per hektar.
1.2. Perumusan Masalah
Desa Ciburuy merupakan salah satu wilayah yang terletak di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat yang ikut mendukung program
pemerintah “Go Organic 2010” dalam menjamin ketahanan pangan yang berkelanjutan. Belum terpenuhinya permintaan beras organik dan masih terbukanya peluang pasar, mendorong Desa Ciburuy mengembangkan usahatani beras secara organik. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada ketua Gapoktan Silih Asih, bahwa seluruh petani di Desa Ciburuy sudah memproduksi padi sehat, dan bergabung dalam Gapoktan Silih Asih. Tercatat 11 kelompok tani yang ada di Desa Ciburuy, enam kelompok tani diantaranya bergerak dalam memproduksi beras sehat sedangkan kelompok tani lainnya berfokus dalam memproduksi perkebunan, peternakan, dan perikanan.
Keenam kelompok tani tersebut adalah Lisung Kiwari, Manunggal Jaya, Saung Kuring, Tunas inti, Silih Asih I, dan kelompok tani Silih Asih II. Kelebihan dari Gapoktan Silih Asih adalah kepercayaan publik terhadap hasil beras yang dihasilkan sudah tinggi, pasarnya sudah pasti, padi sehat menjadi komoditi
(20)
6 unggulan di Desa Ciburuy, produksinya kontiniu, dan tergolong produk berkualitas, serta volume produksi dari Desa ini tergolong yang tertinggi di Kecamatan Cigombong. Beberapa tempat pemasaran yang rutin melakukan pemesanan ke gapoktan ini adalah Lembaga Pertanian Sehat (LPS), Perusahaan Tugu Pratama, Koperasi PMI (Palang Merah Indonesia), Koperasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Ciburuy, Koperasi PT Antar Nusa, dsb.
Permintaan sehat di gapoktan ini cukup tinggi, namun kendalanya produksinya belum dapat memenuhi permintaan tersebut. Target per bulan Gapoktan Silih Asih adalah ± 60 ton per bulan, namun yang terpenuhi hanya sebesar 46,3 ton per bulan pada tahun 2008, sebesar 33,6 ton per bulan pada tahun 2009, dan sebesar 43,2 ton per bulan pada tahun 2010 atau terhitung sekitar 68,39 persen yang sudah terpenuhi dan sisanya sebesar 31,61 persen belum terpenuhi. Hal ini menunjukkan masih besarnya peluang pasar bagi komoditi beras tersebut.
Salah satu contoh data hasil penjualan yang menunjukkan bahwa permintaan beras sehat belum terpenuhi adalah permintaan yang kontiniu dari pihak LPS yaitu 30 ton per bulan yang hanya terpenuhi sekitar 18 persen dan bahkan mengalami fluktuasi setiap tahunnya seiring dengan fluktuasi yang terjadi pada produksi pada Gambar 1, dengan asumsi pada luasan yang sama.
Gambar 1. Produksi Beras Semi Organik Gapoktan Silih Asih pada Tahun 2008-2010
Keterangan : MT= Musim Tanam
Sumber : Penyuluh Lapangan,2011 (diolah)
-50,000 100,000 150,000 200,000 250,000
Produksi (Ton)
(21)
7 Fluktuaksi produksi dapat mempengaruhi kondisi pendapatan petani usahatani padi sehat. Oleh karena itu, untuk melihat dampak dari adanya fluktuasi produksi sehingga dilakukan suatu analisis terhadap pendapatan petani padi sehat di Gapoktan Silih asih, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani padi sehat memberikan keuntungan bagi petani di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.
Disamping mempengaruhi pendapatan, fluktuasi produksi juga sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor produksi. Faktor produksi mempengaruhi jumlah produksi yang akan dihasilkan dalam suatu usahatani. Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan dalam kegiatan usahatani agar tidak terjadi penggunaan yang berlebihan yang dapat merugikan petani atau mempengaruhi pendapatan dan menyebabkan tingkat produksi yang tidak optimal. Dan kendala yang umumnya dihadapi para petani adalah bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi tersebut untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Sehingga berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka yang menjadi pertanyaan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah
1. Bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi sehat di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh dalam usahatani padi sehat di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat.
(22)
8 1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keadaan usahatani padi sehat, khususnya di Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian yang dilakukan juga diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait seperti dalam hal di bawah ini:
1. Sebagai sumber informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan usahataninya.
2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 3. Sebagai bahan referensi dan literatur bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada komoditi padi sehat yang dikelola oleh Gapoktan Silih Asih Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dalam menganalisis pendapatan dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usahatani padi sehat tersebut.
(23)
9 II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertanian Ekologis dan Berkelanjutan
Konsep pertanian ekologis secara umum dapat dikatakan sebagai kegiatan usaha pertanian yang tidak memberikan dampak negatif serta tidak merusak lingkungan. Pertanian dengan ciri ekologis merupakan usaha pertanian yang terintregasi dengan pengelolaan lingkungan produksi dan menerapkan teknologi maju adaptif yang ramah lingkungan sehingga mengoptimalkan produktivitas tanpa harus menurunkan kualitas lingkungan.
Sedangkan pertanian berkelanjutan merupakan suatu sistem produksi pertanian yang secara terus menerus mampu mencukupi kebutuhan akan pangan serta pakan dengan syarat tidak merusak sumberdaya alam pertanian bagi generasi mendatang. Terdapat empat kepentingan pokok yang perlu dipenuhi dalam pertanian berkelanjutan antara lain: (1) tercukupinya kebutuhan pangan dan pakan untuk saat ini dan saat yang akan datang, (2) kelayakan ekonomi usaha pertanian saat ini dan masa mendatang, (3) kelestarian serta mutu lingkungan dan sumberdaya alam serta (4) kelestarian akan keanekaragaman hayati.
Gagasan model pertanian berkelanjutan dikembangkan dalam rangka membangun kembali sistem pertanian yang mampu menjaga, memelihara, dan melindungi keberlanjutan alam serta dalam rangka menegakkan kembali kedaulatan petani yang telah dihancurkan oleh pertanian modern (revolusi hijau). Konsep pertanian ekologis dan berkelanjutan merupakan harapan yang harus dapat direalisasikan agar dapat memperbaiki keseimbangan antara usaha peningkatan produksi dengan lingkungan produksi.
2.2. Pengertian Pertanian Organik
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi pertanian yang holistik dan terpadu yang bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik juga dapat didefenisikan sebagai suatu sistem pertanian yang berupaya untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman atau ternak yang kemudian bertujuan menjadi sumber makanan pada tanaman.
(24)
10 Menurut Sriyanto (2010) pengertian pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang didesain dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan. Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk menyuburkan kondisi lahan, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas, serta menjaga keseimbangan ekosistem (tanah, tumbuhan, hewan, dan manusia). Sedangkan Andoko 2008 beranggapan bahwa pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan lingkungan dan berusaha meminimalkan dampak negatif bagi alam sekitar. Ciri utama yang dimiliki pertanian organik adalah penggunaan varietas lokal yang relatif masih alami, diikuti dengan penggunaan pupuk organik, dan pestisida organik. Oleh karena dibudidayakan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia maka produk pertanian organik ini pun terbebas dari residu zat berbahaya sehingga aman untuk dikonsumsi dan terjaga kesehatannya.
Pada dasarnya pertanian organik dilandasi pada pengembangan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah memberi makanan pada tanaman. Strategi pertanian organik adalah memindahkan unsur hara dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah melalui proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Sistem manajemen produksi pertanian organik dirancang untuk:
1. Menghasilkan pangan berkualitas tinggi yang bebas residu pestisida, residu pupuk kimia lainnya untuk membantu dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
2. Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati dalam sistem secara keseluruhan, agar dapat berfungsi dalam mempertahankan interaksi di dalam ekosistem pertanian secara alami.
3. Mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, kesuburan dan produktivitas lahan guna menunjang sistem usahatani yang berkelanjutan.
4. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan sarana produksi dari luar yang harganya mahal dan berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan.
(25)
11 5. Mendaur ulang limbah yang berasal dari tumbuhan dan hewan untuk mengembalikan nutrisi ke lahan sehingga meminimalkan penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui.
6. Mempromosikan penggunaan tanah, air, dan udara secara sehat, serta meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan oleh praktek-praktek pertanian.
7. Menangani produk pertanian dengan penekanan pada cara pengolahan yang hati-hati untuk menjaga integritas organik dan mutu produk pada seluruh tahapan.
8. Bisa diterapkan pada seluruh lahan pertanian yang ada melalui suatu periode konversi, dimana lama waktunya ditentukan oleh faktor spesifik lokasi seperti sejarah lahan serta jenis tanaman dan hewan yang akan diproduksi.
Tujuan dan keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan pertanian organik yaitu:
a. Meningkatkan pendapatan petani karena adanya efisiensi pemanfaatan semberdaya dan “Impressive Premium” produk.
b. Menghasilkan pangan yang cukup, aman dan berkualitas sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus daya saing produk agribisnis. c. Menciptankan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani.
d. Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. e. Meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka
panjang, serta memelihara kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. f. Menciptakan lapangan kerja baru dan keharmonisan sosial di pedesaan. 2.3. Kegunaan Pertanian Organik
Budidaya pertanian organik menintikberatkan keselarasan alam, melalui keragaman hayati dan pengoptimalan penggunaan asupan alami yang berada di sekitar melalui proses daur ulang bahan-bahan alami. Pupuk organik merupakan keluaran maupun sisa dari setiap budidaya pertanian, yang merupakan sumber unsur hara makro dan mikro yang telah tersedia dengan sendirinya dalam sisa tanaman tersebut. Pupuk hayati dan pupuk organik berdaya ameliorasi ganda dengan berbagai macam proses yang saling mendukung, berfungsi dalam menyuburkan tanah dan sekaligus mengkonservasikan serta menyehatkan
(26)
12 ekosistem tanah dan menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan.
Sumber pupuk organik pada umumnya adalah kotoran hewan, bahan tanaman, dan limbah serta limbah agroindustri. Kotoran hewan yang sering digunakan sebagai pupuk kandang berasal dari hewan ternak besar dan ternak kecil. Bahan tanaman dapat berasal dari rerumputan, semak, perdu, dan pohon, adapun limbah pertanaman dapat berasal dari jerami padi, batang jagung, sekam dan lain sebagainya. Tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur tanah yang baik sehingga tanah tersebut mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah. Pada umumya nilai pupuk yang terkandung pada pupuk organik terutama unsur makro nitrogen (N); fosfor (P); dan kalium (K) adalah rendah, oleh karena itu kebutuhan pupuk organik haruslah dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi pupuk organik juga mengandung unsur mikro esensial yang lainnya. Fungsi lain dari pupuk organik adalah membantu dalam mencegah terjadinya erosi dan retakan pada tanah.
Sutanto dalam Rachmiyanti (2007) menjelaskan bahwa kegunaan budidaya organik pada dasarya ialah meniadakan atau membatasi kemungkinan adanya dampak negatif yang disebabkan oleh penggunaan bahan kimiawi. Hal- hal yang mencakup kegunaan budidaya organik dalam meniadakan atau membatasi keburukan budidaya kimiawi dan kemungkinan resiko terhadap lingkungan adalah:
1. Menghemat penggunan hara tanah, sehingga umur produktif tanah lebih panjang.
2. Melindungi tanah dari erosi dan mencegah degradasi tanah karena kerusakan struktur tanah.
3. Meningkatkan penyediaan lengas tanah sehingga terhindar dari kemungkinan terjadinya resiko kekeringan, memperbaiki ketersediaan hara tanah dan hara yang berasal dari pupuk mineral, dan menghemat penggunaan pupuk yang hargaya relatif tinggi.
4. Menghindari kemungkinan terjadinya ketimpangan (unbalance) hara, bahkan dapat memperbaiki neraca (balance)hara dalam tanah.
(27)
13 5. Melindungi tanaman dari cekaman (stress) unsur-unsur pencemar tanah
seperti Fe, Al, Mn atau jenis logam berat lainnya.
6. Tidak membahayakan kehidupan flora dan fauna tanah, bahkan dapat menyehatkan dan memelihara ekosistem tanah.
7. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
8. Sebagai teknologi berkemampuan ganda (sumber hara dan pembenah tanah), sehingga cocok sekali diterapkan pada tanah-tanah berpersoalan ganda.
2.4. Gambaran Umum Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan yang termasuk pada golongan Graminae (Glumiflorae atau padia-padian), memiliki batang yang tersusun dari beberapa ruas yang merupakan bumbung kosong. Kedua ujung bumbung kosong tersebut ditutupi oleh buku. Dari buku batang ini tumbuh anakan atau daun. Bunga ataun malai muncul dari buku terakhir pada tiap anakan. Padi bersifat merumpun sehingga bibit yang ditanam hanya sebatang dapat membentuk satu dapuran yang terdiri dari 20-30 atau lebih anakan ataupun tunas-tunas baru. Akar padi adalah akar serabut yang sangat efektif dalam penyerapan hara, tetapi peka dalam kekeringan. Akar padi terkonsentrasi pada kedalaman antara 10-20 cm. Padi dapat beradaptasi pada lingkungan tergenang karena pada akarnya terdapat saluran aerenchyma seperti pipa yang memanjang hingga ujung daun. Saluran ini berfungsi sebagai penyedia oksigen bagi daerah perakaran. Disamping itu padi juga dapat beradaptasi pada lahan yang tidak tergenang (lahan kering, ladang) yang kondisinya aerob.
Padi mempunyai perbedaan karakteristik pada setiap varietas yang dimiliki. Perbedaan-perbedaan yang muncul antara varietas-varietas tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam sifat bawaan varietas. Namun, diantara ribuan varietas tanaman padi itu terdapat beberapa kesamaan sifat yang dimiliki. Berdasarkan kesamaan sifat ini, maka varietas-varietas padi dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni golongan Indica dan golongan Japonica. Golongan Indica merupakan golongan padi yang banyak tersebar di negara-negara tropis seperti asia kecuali negara Korea dan Jepang. Sedangkan golongan Japonica atau Sub-Japonica (Indo-Japonica) merupakan golongan padi yang tumbuh di negara Jepang , Korea dan Benua Eropa.
(28)
14 Pada umumnya, padi dapat digolongkan ke dalam 2 bagian, yaitu: padi organik dan padi anorganik. Padi organik merupakan padi hasil pertanian ramah lingkungan sedangkan padi anorganik merupakan padi yang dihasilkan dengan menggunakan bahan-bahan sintetik yang tidak ramah lingkungan. Padi organik merupakan padi yang ditanam dan diolah menurut standar organik yang ditetapkan oleh badan independen.
2.5. Beras Organik
Beras organik merupakan beras yang berasal dari padi yang dibudidayakan secara organik atau tanpa pengaplikasian pupuk kimia dan pestisida kimia. Dikatakan beras organik apabila pembudidayaannya disesuaikan dengan standar operasional produksi beras organik yang telah ditetapkan oleh lembaga terkait. Keunggulan utama beras organik dibanding beras biasa adalah relatif aman untuk dikonsumsi, rasa nasi dari beras organik lebih empuk dan pulen. Meskipun belum ada penelitian lengkap tentang bahan kimia di dalam pupuk dan pestisida kimia terhadap rasa beras, namun diduga pengaruhnya tetap ada. Dugaan ini semakin diperkuat dengan pernyataan kebanyakan konsumen beras organik bahwa nasi dari beras organik lebih empuk dan pulen dibanding beras biasa. Keunggulan lain beras ini adalah warnanya lebih putih dan daya simpannya lebih baik dibanding beras biasa. Nasi dari beras organik bisa bertahan 24 jam, sementara dari beras biasa mulai basi setelah 12 jam. Karena keunggulannya, nilai ekonomis beras organik pun menjadi lebih tinggi dibanding beras biasa (Andoko, 2010).
Beras merupakan sumber karbohidrat utama yang banyak dikonsumsi oleh penduduk yang tinggal di negara-negara asia. Beras secara biologi adalah dari beberapa bagian biji yang terdiri dari aleuron, lapisan terluar yang sering ikut terkelupas pada saat pemisahan kulit; endospermia, lapisan yang mengandung pati dan protein beras, embrio sebagai calon tanaman baru. Beras mengandung campuran zat-zat gizi yang bermanfaat dalam menyuplai energi dalam tubuh manusia. Komposisi zat gizi nasi dari beras giling per 100 gram berdasarkan analisa bahan makanan tertera pada Tabel 1.
(29)
15 Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Beras per 100 Gram
Komponen Zat Gizi Kadar
Energi (kkal) 358.00
Protein (gr) 6.50
Total Lemak (gr) 0.52
Karbohidrat (gr) 79.15
Total Fiber (gr) 2.80
Total Gula (gr) -
Kalsium (mg) 3.00
Magnesium (mg) 4.23
Fosfor (mg) 23.00
Kalium (mg) 95.00
Natrium (mg) 1.00
Seng (mg) 1.10
Tembaga (mg) 0.21
Mangan (mg) 1.04
Selenium (mg) 15.10
Thiamin (mg) 0.56
Riboflavin (mg) 0.05
Niasin (mg) 4.11
Vitamin B6 (mg) 0.17
Sumber: Nutrion Analyser, 2008
2.6. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat belum pernah dilakukan sebelumnya. Deskripsi tentang studi terdahulu yang digunakan penulis sebagai tinjauan pustaka adalah penelitian yang berkaitan dengan topik usahatani atau faktor faktor produksi. 2.6.1. Perkembangan Usahatani Padi
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien untuk tujuan
(30)
16 memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Analisis usahatani sering digunakan dalam penelitian terdahulu untuk melihat suatu manfaat yang diperoleh dalam mengusahakan suatu komoditi. Salah satu komoditi pertanian yang banyak diusahakan dalam kegiatan usahatani adalah padi. Analisis usahatani padi banyak dilakukan untuk melihat dua tujuan utama, yaitu: 1). Menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, 2). Menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usaha. Kedua tujuan ataupun manfaat dari suatu usahatani dapat dilihat dari nilai imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) baik atas biaya tunai maupun atas biaya total. Suatu usahatani dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilakukan jika nilai R/C rasio yang dimiliki lebih besar dari satu.
Seperti halnya pada penelitian Rachmiyanti (2009) dan Ridwan (2008) yang menunjukkan bahwa usahatani yang diteliti pada lokasi yang berbeda ini adalah layak untuk diusahakan karena nilai R/C rasio yang dimiliki lebih besar dari satu. Penelitian Rachmiyanti memiliki R/C rasio padi SRI atas biaya tunai adalah sebesar 1,98 dan R/C atas biaya total sebesar 1,54, sementara pada penelitian Ridwan nilai R/C padi atas biaya tunai adalah 1,50 dan atas biaya total sebesar 1,43.
Penelitian lain tentang usahatani padi juga dilakukan di Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta (Habibullah, 2009), di Desa Purwoadi Kecamatan Trimurjo Lampung (Damayanti, 2007), dan di Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Jawa Barat (Kusumawati, 2009). Hasil analisis usahatani padi dari ketiga wilayah yang berbeda tersebut juga menunjukkan bahwa usahatani padi layak untuk diusahakan. Di Kecamatan Pasawahan, nilai imbangan yang diperoleh mencapai 2,8 atas biaya tunai, dan 2,14 atas biaya total. Sementara di Desa Purwodi, nilai imbalan atas biaya tunai yang diperoleh pada usahatani padinya adalah 2,89, dan atas biaya total adalah 1,70. Sama halnya dengan usahatani padi di Kecamatan Warungkondang, nilai R/C rasio atas biaya tunainya adalah sebesar 4,78 dan atas biaya total sebesar 3,65 untuk padi pandan wangi, sementara R/C rasio atas biaya tunai untuk padi varietas unggul adalah 2,69 dan atas biaya total sebesar 2,29.
(31)
17 2.6.2. Faktor-Faktor Produksi Padi
Faktor produksi merupakan korbanan input yang diberikan pada kegiatan produksi untuk menghasilkan output tertentu. Faktor produksi mempengaruhi jumlah produksi yang akan diperoleh pada suatu usahatani. Untuk memperoleh produksi yang optimal diperlukan pengalokasian faktor-faktor produksi yang benar dan tepat. Penelitian terdahulu yang terkait dengan pengalokasian faktor-faktor produksi pada usahatani padi adalah penelitian yang dilakukan oleh Brahmana (2005) dan Damayanti (2007). Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa luas lahan, urea, dan tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata terhadap terhadap produksi padi. Dikatakan berpengaruh positif dan nyata karena nilai p pada uji-t pada setiap faktor produksi tersebut lebih kecil dari α 5 persen, sehingga setiap peningkatan faktor tersebut akan mempengaruhi produksi sebesar nilai koefisien yang dimiliki setiap faktornya. Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi padi adalah benih, TSP, KCL pada penelitian Brahmana, sedangkan faktor lain yang terdapat pada Damayanti adalah SP-36, ZA, dan pestisida.
2.7. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan beberapa peneliti terdahulu dalam hal komoditi yang diteliti dan metode penelitian yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, sehingga penelitian terdahulu digunakan sebagi referensi pada penelitian yang dilakukan. Sedangkan perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan alat analisis. Hasil penelitian terdahulu menggambarkan usahatani padi layak untuk dijalankan karena dari beberapa lokasi penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai imbangan penerimaan atas biaya tunai maupun atas biaya total pada setiap contoh penelitian berada di atas angka satu, yang berarti usahatani tersebut bermanfaat dan menguntungkan untuk dilakukan. Dan berdasarkan uji-t yang diperoleh, maka faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada usahatani padi adalah luas lahan, benih, urea, TSP, KCL, SP-36, ZA, pestisida, dan tenaga kerja. Secara ringkas, studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
(32)
18 Tabel 2. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian
Nama Tahun Judul Metode Analisis
Inggit
Rachmiyanti 2009
Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode SRI dengan Padi Konvensional (Kasus: Desa Bobojong Kecamatan Mande Kabupaten Cianjur Jawa Barat)
Analisis pendapatan, R/C rasio
Ridwan 2008
Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik (Kasus: Kelurahan Situgede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor)
Analisis pendapatan, R/C rasio, B/C rasio, Analisis sensitivitas
Mardany
Habibullah 2009
Kajian Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Padi SRI (System of Rice Intensification) di Kecamatan Pasawahan Kabupaten Purwakarta
Analisis Pendapatan, R/C rasio, dan Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fitri Silvi Damayanti 2007
Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah (Kasus di Desa Purwoadi Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung)
Analisis Pendapatan, R/C rasio, dan Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Feni Indah Kusumawati
2009 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Studi Kasus Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Jawa Barat)
Analisis pendapatan, R/C rasio
Muhammad Chairuddi Brahmana
2005
Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Padi Lahan Kering dengan pendekatan Stochastic Flontier (di Desa Tanggeung Kabupaten Cianjur Jawa Barat)
Analisis Pendapatan, R/C rasio, dan Analisis Fungsi Produksi Stochastic Flontier
(33)
19 III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani
Hanafie (2010) berpendapat bahwa usahatani tidak dapat diartikan sebagai perusahaan, tetapi hanya sebagai cara hidup (way of life) karena pada kenyataannya kehidupan pertanian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan rumah tangga petani. Ilmu usahatani menurut Soekartawi (1995) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi et. 1986).
Menurut Suratiyah (2009) usahatani dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan serta mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya atau diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Sedangkan Hernanto dalam Kusumawati (1986) menyatakan bahwa usahatani merupakan organisasi alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan modal yang ditunjukkan kepada produksi di lapangan pertanian.
Hernanto (1989) beranggapan bahwa keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya, seperti faktor intern dan ekstern. Faktor intern atau faktor dalam usahatani meliputi petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga dan dan jumlah keluarga petani; sedangkan faktor ekstern atau yang sering disebut dengan faktor luar usahatani meliputi ketersediaan sarana angkutan dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan input usahatani, fasilitas kredit dan penyuluhan bagi petani.
(34)
20 Soekartawi (2003) menyatakan bahwa usahatani memiliki empat unsur pokok yang sering disebut dengan faktor-faktor produksi, yaitu:
1. Lahan Pertanian
Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan dalam usahatani baik sawah, tegal, maupun pekarangan. Tanah pertanian cenderung lebih luas daripada lahan pertanian, karena tanah pertanian adalah total tanah baik sebagai lahan pertanian maupun berupa tanah yang belum tentu diusahakan. Luas lahan memiliki satuan hektar, namun ukuran lahan yang lebih akrab di petani adalah ru, bata, jengkal, patok, bahu, dan sebagainya. Ukuran- ukuran ini perlu diketahui dalam mentransformasikan luas lahan ke dalam ukuran sebenarnya yakni hektar. Status lahan dapat dibagi ke dalam 3 bagian berikut; lahan sendiri, lahan sewa, dan lahan sakap (bagi hasil). Disamping ukuran luas lahan, ukuran nilai tambah juga perlu diperhatikan. Menurut Soekartawi (2003), nilai tambah tanah akan berubah karena beberapa hal, seperti: tingkat kesuburan tanah, lokasi, topografi, status lahan, dan faktor lingkungan.
2. Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja yang penting diperhatikan adalah ketersediaan, kualitas, dan macam kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga jumlahnya optimal. Kualitas tenaga kerja berkaitan dengan spesialisasi seorang tenaga kerja dalam suatu pekerjaan. Menurut Soekartawi (2003), Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dala proses produksi pertanian. Tenaga kerja laki-laki memiliki spesialisasi dalam pengolahan tanah, dan tenaga kerja wanita dalam menanam. Tenaga kerja dapat berupa musiman (buruh), ataupun tetap (karyawan). Disamping itu jenis tenaga kerja ada dua macam antara lain: manusia, dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak; bukan manusia, seperti mesin dan ternak.
Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yakni: 1 pria= 1 hari kerja pria (HKP), 1 wanita= 0,7 HKP, 1 anak= 0,5 HKP, 1 ternak= 2 (Hernanto, 1989). Jumlah tenaga kerja juga sering dikaitkan dengan upah tenaga kerja. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal, seperti (Soekartawi,
(35)
21 2003): mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, lama waktu bekerja, tenaga kerja bukan manusia (mesin dan ternak). Nilai tenaga kerja traktor akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja manusia.
3. Modal
Modal adalah modal ekonomi yang dibutuhkan dalam seluruh aktivitas bisnis yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah, warisan, kontrak, dan sewa. Modal dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis digunakan dalam satu kali produksi, misalnya tanah; bangunan; dan mesin-mesin. Sedangkan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi, misalnya biaya yang keluar untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, dan membayar tenaga kerja. Menurut Soekartawi (2003) besar kecilnya modal dalam usahatani dipengaruhi oleh: skala usaha, macam komoditas, dan tersedianya kredit.
4. Pengelolaan dan Manajemen
Hernanto (1989) mendefenisikan pengelolaan usahatani sebagai kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengelola dapat berhasil jika memahami prinsip teknik dan prinsip ekonomis. Prinsip teknik meliputi; perilaku cabang usaha yang diputuskan, perkembangan teknologi, tingkat teknologi yang dikuasai, daya dukung faktor yang dikuasai, cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain.
Sedangkan Prinsip ekonomis meliputi; penentuan perkembangan harga, kombinasi cabang usaha, tataniaga hasil, pembinaan usahatani, penggolongan modal, dan pendapatan, serta ukuran-ukuran yang lazim dipergunakan lainnya. Manajemen diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta pengevaluasian suatu proses produksi. Faktor manajemen menurut Soekartawi
(36)
22 (2003) banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti: tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, dan macam komoditas. 3.1.2. Konsep Fungsi Produksi
Proses produksi melibatkan suatu hubungan antara faktor produksi (input) yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Faktor produksi sering disebut
dengan istilah “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Setiap produsen sebaiknya mampu
untuk mengalokasikan input-input (faktor produksi) yang dimiliki untuk mendapatkan produksi (output) yang lebih optimal. Sehingga, fungsi produksi dapat didefenisikan sebagai suatu fungsi yang menunjukkan hubungan teknis antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Pengertian tersebut dapat dikatakan juga sebagai factor relationship menurut Hanafie (2010). Rumus matematis Factor Relationship (FR) dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 2003):
Y = f (X1, X2, X3, ………Xn) Dimana:
Y = Jumlah produksi yang dihasilkan
X = Faktor produksi yang digunakan atau variabel yang mempengaruhi
Masukan X1, X2, X3, …, Xn menurut Soekartawi et al. (1986) dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu masukan yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan sebagainya; serta masukan yang tidak dapat dikuasai petani seperti iklim.
Pendugaan jumlah produksi dapat dilakukan dengan mengetahui jumlah input yang digunakan dalam proses produksi. Berdasarkan persamaan di atas, tindakan yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan produksi (Y) adalah (Soekartawi, 2003): menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan; atau menambah jumlah beberapa input digunakan.
Pada fungsi produksi berlaku hukum kenaikan yang semakin berkurang (The law of diminishing return), dimana setiap tambahan satu satuan input pada saat tertentu akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi semakin kecil
(37)
23 dibandingkan dengan masukan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini
Y
Y= f (X1)
X
Gambar 2. Bentuk Fungsi Produksi dengan Satu Variabel Y= f (X1)
Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP atau produk rata rata yang sering disebut dengan PR) dengan Marginal physical productivity (MPP atau produk marjinal yang juga disebut PM). PM dan PR digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat produktivitas suatu produksi. PR menggambarkan kuantitas output produk yang dihasilkan, sedangkan PM mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output akibat penambahan input. Sama halnya dengan Soekartawi (2003), yang mendefenisikan produk marjinal (PM) sebagai tambahan satu satuan input (X) dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu satuan output (Y). Kedua tolak ukur produktivitas tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
PM =
X Y
PR =
X Y
Perubahan produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh penggunaan faktor produksi dapat dilihat melalui elastisitas produksi. Elastisitas produksi merupakan persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan dari input (Soekartawi, 2003). Elastisitas Produksi (EP) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
(38)
24 Ep =
PR PM Y
X X Y X
X Y
Y i
* /
Dimana:
Ep = Elastisitas produksi
∂Y = Perubahan hasil produksi
∂Xi = Perubahan faktor produksi ke-i (i = 1, 2, 3,…, n) Y = Hasil Produksi
Xi = Faktor produksi ke-i (i = 1, 2, 3,…, n) PM = Produk marjinal (MPP)
PR = Produk rata-rata (APP)
Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu:
1. Daerah produksi I dengan Ep>1, sering disebut sebagai daerah irasional atau inefisiensi ( irrational región atau irrational stage of production), karena setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan mengakibatkan penambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi ketika PM lebih besar dari PR. Pada kondisi ini, keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Sepanjang tahap ini PR akan terus naik, yang artinya setiap penambahan unit X akan ditransformasikan ke peningkatan unit Y (Hernanto, 1989). Namun peningkatan kurva PM akan selalu lebih tinggi dibanding peningkatan kurva PR sampai PR mencapai titik maksimum.
2. Daerah produksi II dengan 0<Ep>1. Pada daerah ini, setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan mengakibatkan penambahan produksi paling tinggi sebesar satu satuan dan paling rendah sebesar nol satuan. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang peningkatannya semakin menurun (diminishing return). Pada daerah ini dicapai keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor produksi tertentu, oleh karena itu daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational región atau rational stage of production). Daerah II dimulai dari PR maksimum dan berakhir pada PM = 0. Kurva PR akan selalu berada diatas kurva PM setelah mencapai titik maksimum PR. Titik maksimum PR tercapai pada saat PR = PM. Daerah II ini menjadi daerah produksi yang menjadi kejoran para produsen (Hernanto, 1989).
(39)
25 3. Daerah produksi III dengan Ep<0, merupakan daerah produksi dimana setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar nilai elastisitasnya. Menurut Hernanto (1989), daerah ini memiliki nilai PM negatif atau turun secara tajam, dan total produksinya akan mengalami penurunan. Penggunaan faktor produksi pada daerah ini sudah tidak efisien lagi sehingga daerah ini juga disebut daerah irasional (irrational región atau irrational stage of production). Daerah ini dimulai dari titik C, yakni pada saat kurva PM memotong sumbu X dan kurva total produksi mencapai titik optimum. Kondisi penambahan output yang optimum tidak mencerminkan efisiensi karena penambahan output yang tinggi belum tentu dapat menutupi biaya input yang digunakan.
Hubungan fisik antara faktor produksi dengan output yang menunjukkan tiga daerah produksi tersebut dan skala usaha, dapat dilihat pada kurva produksi klasik seperti pada Gambar 3.
Output (Y)
EP=0
TP Ep=1
1>EP>0
I II III
Ep>1 EP<0
0 Input (X) dY/dX Y/X
A
B Biaya
C AP
(40)
26 Gambar 3. Kuva Fungsi Produksi Klasik (Hanafie, 2010)
Keterangan:
TP = Total Poduksi
MP = Marginal Product (Produksi marjinal) AP = Average Product (Produksi rata-rata) Y = Output
X = Input
Ep = Elastisitas produksi
Gambar 3 tidak hanya menggambarkan daerah-daerah produksi, namun juga menggambarkan skala usaha (return to scale). Skala usaha merupakan penjumlahan dari semua elastisitas faktor-faktor produksi atau koefisien regresi (∑Ep = b1 + b2 +…….+ bn), yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Increasing return to scale atau skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang semakin meningkat berada pada daerah ∑Ep > 1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi dengan proporsi yang lebih besar.
b) Constant return to scale (skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap) yang berarti setiap penambahan satu satuan X akan menyebabkan penambahan satu satuan Y secara proporsional berada pada daerah ∑Ep = 1. c) Decreasing return to scale (skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang
menurun) yang berada pada daerah ∑Ep < 0, Hal ini berarti proporsi penambahan faktor produksi dapat meningkatkan proporsi produksi (Y) yang semakin berkurang.
Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2003):
1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan.
2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi. 3. Dapat diterima secara teoritis dan logis.
4. Dapat menjelaskan persoalan yang diamati.
Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi (1986) merupakan fungsi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi análisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi (1990) dalam Zamani (2008), antara lain model linear, kuadratik, Cobb-Douglas, dan Transendental. Model yang paling sederhana serta yang paling mudah
(41)
27 dianalisis dari keempat model tersebut adalah model linear berganda dan model Cobb-Douglas.
Fungsi produksi linear menggambarkan hubungan yang bersifat linear antara peubah bebas (X) dan peubah tidak bebas (Y). Model ini memodelkan produksi yang bertambah atau berkurang secara linear jika faktor produksi diubah. Nilai elastisitas pada model ini selalu berubah sesuai dengan besarnya faktor produksi yang digunakan dan produksi yang diperoleh (Soekartawi 1990 diacu dalam Zamani 2008). Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linear dapat dibedakan menjadi dua yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana (simple regression) digunakan pada saat jumlah variabel faktor atau X yang digunakan adalah satu, sehingga fungsi produksi linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi linear berganda.
Fungsi linear berganda atau regresi berganda khususnya dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan ekonomi yang sering dibahas dalam ekonometrika, yang artinya sebagai cabang dari ilmu ekonomi yang bertugas mengkaji hubungan-hubungan ekonomi yang terjadi di masyarakat (Soekartawi, 1986). Ekonometrika dapat dihubungkan dengan fungsi manajemen yang diperlukan sebagai alat untuk membuat keputusan, sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis fungsi regresi dilakukan untuk membantu pengelola dalam pengambilan keputusan.
3.1.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Dalam Soekartawi (1995), analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi analisis regresi, yang menjelaskan hubungan sebab akibat. Fungsi produksi Cobb-Douglas menurut Soekartawi (2003) adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (Y), dan yang lain disebut sebagai variabel independen (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X (Soekartawi, 2003). Parameter-parameter yang diperoleh dari model fungsi ini merupakan elastisitas produksi bagi setiap faktor produksi yang masuk dalam
(42)
28 model dengan nilai elastisitas setiap faktor produksi dalam model ini dianggap tetap.
Model fungsi produksi Cobb-Douglas hanya mampu menerangkan proses produksi pada fase diminising return, yaitu fase produksi pada saat tambahan produksi yang dihasilkan sebagai akibat adanya tambahan faktor produksi, meningkat dengan peningkatan yang semakin lama semakin berkurang. Bentuk umum model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut:
Y = bo X1b1 X2b2 X3b3... Xnbn eu Dimana:
Y = Jumlah produksi yang diduga bo = Intersep
bi = Parameter penduga variabel ke-i dan merupakan elastisitas Xi = Faktor produksi yang digunakan (i = 1, 2, 3,..., n)
e = Bilangan natural (2,718) u = Kesalahan (disturbance term)
Pendugaan terhadap persamaan akan lebih mudah dilakukan jika persamaan diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan di atas adalah (Soekartawi, 2003): log Y = log b0 + b1 log X1 + b2 log X2 + b3 log X3 +...+ bn log Xn + u, atau ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 +...+ bn ln Xn + u
Nilai b1, b2, b3,....bn pada fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dalam bentuk fungsi linear, maka terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu (Soekartawi, 2003): tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan, tiap variabel X adalah perfect competition, perbedaan lokasi seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan (u).
Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, antara lain:
(43)
29 a). Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan output.
b). Merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi yang berlangsung.
c). Bentuk linear dari fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan dalam bentuk log e (ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas.
d). Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk persamaan linear.
e). Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian khususnya bidang pertanian.
f). Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
g). Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale. Disamping kelebihan yang dimiliki, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut menurut Heady dan Dillon (1964) dalam Nugroho (2008) adalah: 1). model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; 2). Nilai pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan bias apabila faktor produksi yang digunakan tidak lengkap; 3). Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi apabila ada faktor produksi yang taraf penggunaanya adalah nol; dan 4). Apabila digunakan untuk peramalan produksi pada taraf input di atas rata-rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas.
Menurut Nachrowi dan Usman (2006) dalam Zamani (2008), Estimasi koefisien regresi dilakukan dengan metode OLS, dengan asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:
a). E (ui) = 0 atau E (ui xi) = 0 atau E (Yi) = ß1 + ß2 Xi
ui menyatakan variabel-variabel lain yang mempengaruhi Yi akan tetapi tidak terwakili dalam model. Asumsinya pengaruh ui terhadap Yi diabaikan.
b). Cov (ui , uj) = 0, dimana i ≠ j. Asumsi tersebut berarti tidak ada korelasi antara ui dan uj.
(44)
30 c). Var (ui) = σ2, atau homoskedastisitas yaitu besar varian ui sama untuk setiap
i.
d). Kovarian antara ui dan Xi nol atau cov (ui , Xi) = 0. Asumsi tersebut berarti tidak ada korelasi antara ui dan Xi.
e). Multikolinier tidak ada, yang artinya tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabel-variabel yang menjelaskan Xi.
Hubungan faktor produksi (input) dengan produksi (output) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis numeric dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Pendugaan OLS hanya berdasarkan rata-rata sebaran produksi petani. Metode ini dapat dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut (Gurajati 1993, diacu dalam Nugroho 2008):
1. Variasi unsur sisa menyebar normal.
2. Harga rata-rata dan unsur sisa sama dengan nol atau bisa dikatakan nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value).
3. Homoskedastisitas atau ragam merupakan bilangan tetap. 4. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas).
5. Tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas.
6. Tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan. 3.1.4. Pendapatan Usahatani
Pendapatan dalam Sumarwan (2004) diartikan sebagai imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. Hernanto (1986) mendefenisikan pendapatan sebagai balas saja dan kerja sama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Sedangkan defenisi pendapatan menurut Soekartawi (1995) adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Dua tujuan utama analisis pendapatan yaitu: pertama, menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha; kedua, menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usaha.
Menurut Suratiyah (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan sangat kompleks, namun demikian faktor tersebut dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang akan mempengaruhi pendapatan dan juga biaya adalah: umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas
(45)
31 lahan, dan modal; sedangkan faktor internal yang mempengaruhi adalah ketersediaan dan harga input, permintaan dan harga jual. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua komponen pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani, antara lain sebagai berikut:
1. Pendapatan Tunai (farm net cash flow)
Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani. Perhitungan pendapatan usahatani menggambarkan jumlah uang tunai yang dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga (Soekartawi et al. 1986). 2. Pendapatan Kotor (gross farm income)
Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan kotor (gross return) merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani juga merupakan nilai produksi (value of production) total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda (Soekartawi et al. 1986).
3. Pendapatan bersih (net farm income)
Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara
(1)
96
yang sempurna Memudahkan
pengaturan air pengaira pada tingkat lahan usahatani
kebutuhan
Penanaman Cara tanam Jarak tana
Memperoleh tanaman yang tetap terjamin kesegarannya, sehat dan menjamin anakan yang produktif lebih banyak
Memudahkan pmeliharaan dan penghematan,
pengaturan pupuk serta cakupan unsur hara menjadi luas
Menggunakan bibit umur 12-20 hari dengan ketinggian antara 10-15 cm dan jumlah daun empat helai.
Penanaman 1 s/d 2 bibit per lubang
Pengaturan air Waktu dan cara pengaturan air
Memperoleh aerasi dan pertumbuhan biota tanah yang sempurna
Memperoleh anakan yang produkif
Usahatani dan kualitas tani hemat air
Kualitas hasil panen lebih baik/kematangan gabah merata
Pada saat tanam keadaan air macak-macak atau air hanya ada di parit
Dua hari menjelang penyiangan, petakan digenangi air air setinggi 2 cm sampai dengan selesai penyiagan
Pada saat pemupukan susulan diusahakan agar air macak-macak
Dua minggu sebelum panen lahan dikeringkan total
Pemeliharaan
Penyiangan Penggemburan tanah
Menekan persaingan pemakaian hara
Tanaman tumbuhan sehat dan anakan produktif lebih banyak
Penyiangan pertama dilakukan pada umur 20-22 HST sambil
melakukan penyulaman, penyiangan dilkukan dengan caramengacak lahan secara sempuna
(2)
97
sampai dengan akarrumput putus, kemudian rumput tersebut dibenamkan
Penyiangan kedua dilaksanakan pada hari kelima belas, penyiangan bersifat menghinglangkan rumput pengganggu dengan cara dibenamkan Pemupukan Menambah hara tanah
Meningkatkan kemampuan tanah engikat air
Menabah
mikroorganisme tanah
Menambah hara untuk membatu pertumbuhan generatif
Meningkatkan peran klorofil daun dalam proses fotosíntesis
Menambah hara melalui stomata daun
Menggunakan pupuk kompos sebagai pupuk dasar dengan dosis 2-5 ton/ha atau 0.2-0.5 kg/m2yang disebarkan secara merata sebelum tanam
Pupuk susulan 1 dilakukan pada umur 20-25 HST dengan
menggunakan NPK setengah dosis yang diberikan secara merata
Pupuk susulann dua dilakukan pada 40-50 HST dengan dosis 50 kg urea per hektar dan disebar merata
Pemupukan daun dengan dosis larutan 2-5 cc/l air
LOF 20 (Liquid Organic Formula) disemprot merata dengan dosis larutan 100 liter pada 45 HST
Pergiliran varietas
Penggunaan pupuk kompos
(3)
98
Pengendalianhama tanaman (PHT)
Memutuskan siklus hama penyakit tanaman
Keadaan hama berada pada batas tidak membahayakan
Menigkatkan daya tahan fisik tanaman
Produksi secara ekonomis
menguntungkan dan lingkungan tetap lestari
Menekan hama utama padi (penggerek batang)
Menekan populasi hama secara umum
System tanam legowo dua
Penggunaan pupuk suplemen organik
Gropyokan dan pengumpanan
Sanitasi lingkungan
Penggunaan varietas yang tahan hama penyakit tertentu
Penggunaan agensi hayati, nematode pathogen serangga dan jamur beauveria
Pelestarian musuh alami (predator) hama
Penyediaan pestisida nabati dari jenis tanaman yang mengandung racun dan bahan-bahan yang bersifat repelent dan antraktan
Pemanenan Dilakukan setelah padi menguning diatas 90 persen atau cukup umur Menggunakan
sabit bergerigi Menggunakan alas yang lebar Pakai alat
perontok atau bantng bertirai Menggunakan karung yang baik atau tidak bocor
Umur panen
tergantung varietas dan ketinggian tempat
Agar kualitas beras bagus
Butir gabah tidak banyak rontok
Mengurangi goyangan sehingga gabah tidak banyak yang rontok
Mengurangi kehilangan hasil
Sumber: Ketua Gapoktan Silih Asih, Petugas Penyuluh Lapangan/Tenaga Harian Lepas Ciburuy (November 2010)
(4)
99
Lampiran 9. SOP Pembuatan Pestisida Nabati
Uraian Kerja
Prosedur Faktor Kunci Keterangan
Alat dan Bahan
1. Penyediaan Alat: Golok, alu, jubleng, sekop
2. Penyediaan bahan: a. Daun Picung b. Daun Mimba c. Kacang Babi d. Daun Tuba e. Air
f. Sabun Colek
Kemudahan untuk kerja Setiap jenis daun/ bahan yang diperlukan untuk 1 kali proses pembuatan masing-masing 1 genggam
Proses pembuat an
1. Siapkan seluruh alat dan bahan 2. Rajang 9potong kecil-kecil)
seluruh bahan/daun 3. Tumbuk daun hasil rajangan
secara bertahap
4. Simpan bahan hasil tumbukan kedalam ember (yang telah diisi air 5 liter)
5. Lakukan sampai dengan hasil tumbukan habis
6. Simpan hasil tumbuk ditempat aman (selama ± 24 jam)
Tata
laksana/tahapan kerja lebih mudah Hasil tumbukan
semakin halus semakin baik Ekstrak berdaya
racun terlarut dan bercampur secara terpadu
Daun hasil rajangan dicampur dan ditumbuk secara bertahap Ember berisi air
sebanyak ± 5 liter air untuk hasil
tumbukan untuk seluruh bahan Penyimpanan selama
24 jam sebelum digunakan Cara
penggun aan
1. Siapkan alat saringan 2. Bubuhkan kedalam larutan
sabun colek (sebanyak 1 colek) 3. Aduk larutan sampai merata 4. Saring larutan dengan
menggunakan kain penyaring
Larutan melekat pada daun tanaman Penyemprotan
mengabut sempurna
Sabun colek dalam jumlah secukupnya (cukup 1 colek) Penyemprotan tidak
terganggu (nozel macet) akibat sisa daun tidak tertumbuk halus Waktu
penggun aan
1. Dosis larutan 2. Waktu penyemprotan
Hasil penyemprotan efektif dan berdaya guna
Volume larutan: 1 liter untuk 13-15 liter air (1 tangki hand sprayer) Umur:
15 hari = 100 liter 30 hari = 300 liter 45 hari = 500 liter Sumber: Ketua Gapoktan Silih Asih dan PPL/THL Ciburuy, November 2010
(5)
100
Lampiran 10. Hasil Pendugaan Produksi Usahatani Padi Sehat Petani Responden
Regression Analysis
Produksi = 4,49 + 0,153 Benih + 0,258 Kompos - 0,238
Urea + 0,144 Phonska
+ 0,0614 Tenaga kerja + 0,414 Pestisida
nabati
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 4,485 1,385 3,24 0,004
Benih 0,1535 0,1269 1,21 0,239 1,6
Kompos 0,25823 0,06404 4,03 0,001 1,9
Urea -0,23751 0,09729 -2,44 0,023 1,8
Phonska 0,14418 0,04475 3,22 0,004 1,1
Tenaga kerja 0,06135 0,04995 1,23 0,232 1,1
Pestisida nabati 0,4139 0,1390 2,98 0,007 1,6
S = 0,173005 R-Sq = 81,1% R-Sq(adj) = 76,2%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 6 2,95722 0,49287 16,47 0,000
Residual Error 23 0,68840 0,02993
Total 29 3,64563
Durbin-Watson statistic = 1,92577
Lampiran 11. Uji Heteroskedastisitas Model Penduga Pada Petani Responden
Padi Sehat
(6)
101
ResidualP
e
rc
e
n
t
0,5 0,4
0,3 0,2
0,1 0,0
-0,1 -0,2
-0,3 -0,4
99
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
Normal Probability Plot of the Residuals
(response is Produksi)
Produksi
R
e
s
id
u
a
l
9,4 9,2
9,0 8,8
8,6 8,4
8,2 8,0
7,8 7,6
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4
Residuals Versus Produksi