Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah pada sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen pada tahun 2008 menjadi 15,3 persen pada tahun 2009, sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen.1 Kontribusi subsektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku menurut subsektor lapangan usaha pertanian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia Tahun 2005-2009

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008* 2009**

Tanaman Bahan Makanan 181.331 214.346 (18,2) 265.090 (23,7) 349.795 (32,0) 418.963 (19,8)

Perkebunan 56.433 63.401

(12,3) 81.664 (28,8) 105.969 (29,8) 112.522 (6,2)

Peternakan 44.202 51.074

(15,5) 61.325 (20,1) 82.676 (34,8) 104.040 (25,8)

Kehutanan 22.561 30.065

(33,3) 36.154 (20,3) 40.375 (11,7) 44.952 (11,3)

Perikanan 59.639 74.335

(24,6) 97.697 (31,4) 137.249 (40,5) 177.773 (29,5) Keterangan : * Angka sementara **

Angka sangat sementara

Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan dari tahun sebelumnya Sumber : Badan Pusat Statistik (2010), diolah

1

Kementerian Pertanian. 2010. Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. www.bbpp-lembang.deptan.go.id. diakses Tanggal 17 Maret 2011


(2)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa PDB subsektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi yang besar dibandingkan dengan subsektor lainnya. PDB tanaman bahan makanan menempati urutan pertama yang menyumbang terhadap PDB sektor Pertanian. Pada tahun 2009, PDB tanaman bahan makanan diperkirakan akan meningkat lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu minimal 19,8 persen.

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada Pola Pangan Harapan (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).2 Pertumbuhan tanaman hortikultura sebagian besar mengalami peningkatan pada tahun 2005 sampai tahun 2008, baik dari segi produksi, luas panen dan produktivitas.

Tabel 2. Pertumbuhan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Hortikultura Tahun 2005-2008

Uraian Tahun Pertumbuhan*

2005 2006 2007 2008

Sayuran

Produksi (Ton) 9.101.986 9.527.463 9.455.463 10.035.093 10,25 Luas panen (Ha) 944.695 1.007.839 1.001.606 1.026.990 8,71

Produktivitas 9,63 9,45 9,44 9,77 1,42

Buah-buahan

Produksi (Ton) 14.786.599 16.171.130 17.116.622 18.027.889 21,92 Luas panen (Ha) 717.428 728.218 756.766 781.333 8,91

Produktivitas 20,61 22,21 22,62 23,07 11,95

Tanaman Hias

Produksi (tangkai) 173.240.364 166.645.684 179.374.218 205.564.659 18,66 Luas panen (m) 14.791.004 6.205.093 9.189.976 10.877.307 -26,46

Produktivitas 11,71 26,86 9,52 18,90 61,35

Tan.Biofarmaka

Produksi (kg) 321.889.429 416.870.624 444.201.067 398.808.803 23,90 Luas panen (m) 182.917.951 222.662.711 245.253.798 227.952.040 24,62

Produktivitas 1,76 1,87 1,81 1,75 -0,58

Keterangan *

Pertumbuhan tahun 2008 atas tahun 2005

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2009), diolah 2

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Hortikutura Tahun 2011. Hlm 1


(3)

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan dan tanaman hias mengalami pertumbuhan positif baik dari segi produksi, luas panen dan produktivitas, kecuali luas panen tanaman hias dan produktivitas tanaman biofarmaka. Kelompok komoditi sayuran menunjukkan pertumbuhan produktivitas yang stabil setiap tahunnya yaitu pada angka sembilan persen.

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia. Selain sebagai komoditas yang esensial bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam menyediakan vitamin dan mineral, sayuran juga telah memberikan kontribusi PDB sebesar 38,07 persen pada tahun 2008 terhadap sub sektor hortikultura.3 Saat ini, kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, hal tersebut merupakan adanya akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Perubahan paradigma menuju pemahaman hidup yang sehat tidak hanya memerlukan protein dan kalori saja, tetapi juga vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan untuk menjalani pola konsumsi gizi yang seimbang. Tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun dan tahun 2007 sebesar 40,90 kg/ kapita/tahun serta tahun 2008 meningkat sebesar 51,31 kg/kapita/tahun (Departemen Pertanian, 2009).

Seiring dengan meningkatnya konsumsi sayuran masyarakat Indonesia diikuti pula dengan peningkatan produksi tanaman sayuran. Data perkembangan produksi sayuran di Indonesia selama tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

3

Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. 2010. Pedoman Teknis Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk dan Tanaman Obat Berkelanjutan (1771). Hlm 1


(4)

Tabel 3. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2006-2009

Komoditas Sayuran

Produksi (Ton)

Perkembang-an*(%)

2006 2007 2008 2009

Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 13,07 Kentang 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 9,78 Kubis 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 2,60

Cabai 1.185.057 1.128.793 1.153.060 1.378.727 19,57

Sawi/Petsai 590.401 564.912 565.636 562.838 -0,49

Wortel 391.371 350.170 367.111 358.014 -2,48

Bawang Putih 21.050 17.312 12.339 15.419 24,96

Daun Bawang 571.268 479.924 547.743 549.365 0,30

Kembang Kol 135.518 124.252 109.497 96.038 -12,29

Lobak 49.344 42.076 48.376 29.759 -38,48

Kacang Merah 125.250 112.271 115.817 110.051 -4,98 Kacang Panjang 461.239 488.499 455.524 483.793 6,21

Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 17,51

Terung 358.095 390.846 427.166 451.564 5,71

Buncis 269.532 266.790 266.551 290.993 9,17

Ketimun 598.890 581.205 540.122 583.139 7,96

Labu siam 212.697 254.056 394.386 321.023 -18,60

Kangkung 292.950 335.086 323.757 360.992 11,50

Bayam 149.435 155.863 163.817 17.375 -89,39

Blewah 67.708 57.725 55.991 75.124 34,17

Sayuran lainnya 447.956 410.596 513.367 560.188 9,12 Total 9.632.092 9.491.130 10.035.093 10.597.044 5,60 Keterangan :

*

Perkembangan dari tahun 2008 sampai tahun 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian tanaman sayur mengalami penurunan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009, antara lain sayuran bayam dengan penurunan sebesar 89,39 persen. Tetapi tidak sedikit pula tanaman sayuran yang mengalami kenaikan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009.


(5)

Perkembangan yang cukup baik ditunjukkan oleh cabai, dimana komoditas tersebut menunjukkan perkembangan produksi yang positif pada angka sebesar 19,57 persen. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas cabai merupakan komoditas komersial karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Cabai adalah hasil pertanian yang sudah menjadi bagian dari budaya kuliner Indonesia dimana pada umumnya masyarakat Indonesia sangat menyenangi makanan pedas. Pada tahun 2002, 2005 dan 2008 pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai mengalami peningkatan, yaitu masing-masing sebesar 1,42 kg/tahun/kapita, 1,51 kg/tahun/kapita, dan 1,54 kg/tahun/kapita (Ditjen Hortikultura, 2009). Selain dengan meningkatnya pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai, cabai juga dikatakan penting jika dilihat dari total areal pertanaman cabai di Indonesia, dimana pada tahun 2007 areal pertanaman cabai sebesar 20,3 persen dari total areal pertanaman sayuran, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 20,6 persen dari total luas areal sayuran di Indonesia (Departemen Pertanian, 2009).

Cabai merupakan produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Diantara ketiga jenis cabai tersebut, cabai merah merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai merah terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki kulit permukaan yang lebih halus dibandingkan cabai merah keriting, sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan cabai merah besar (Sari, 2009).

Cabai merah keriting adalah jenis cabai yang paling digemari di kalangan masyarakat, hal ini dikarenakan hasil pertanian ini sudah menjadi bagian dari budaya makanan kuliner masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cabai merah keriting sangat potensial untuk dibudidayakan oleh petani Indonesia.

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai terbesar di Indonesia pada tahun 2006 sampai 2008. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi cabai Provinsi Jawa Barat dari tahun 2006 sampai 2008 masing-masing sebesar (Ton) 254.667; 264.477; dan 241.362. Angka tersebut merupakan angka produksi cabai tertinggi jika di bandingkan dengan provinsi lain di seluruh Indonesia dengan total produksi cabai Indonesia masing masing sebesar (Ton) 1.185.059


(6)

tahun 2006; 1.128.792 tahun 2007 dan 1.153.060 tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memberikan sumbangan produksi cabai pada tahun 2006 sampai 2008 masing-masing sebesar 21,48 persen, 23,43 persen dan 20,93 persen (Departemen Pertanian, 2009).

Salah satu daerah yang menghasilkan cabai merah keriting di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Komoditas unggulan di Kabupaten Bogor adalah buah-buahan seperti pisang, manggis raya, papaya dan durian, sedangkan sayuran seperti cabai, buncis, dan sawi, serta tanaman hias seperti anggrek, agrasena dan masih banyak lagi. Produktivitas cabai merah tertinggi di Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2007 yaitu 8,82 ton per hektar, kemudian mengalami penurunan sebesar 2,25 persen pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 mengalami penurunan kembali dari tahun 2008 dengan persentase yang lebih tinggi yaitu sebesar 27,4 persen. Penurunan produktivitas tersebut berlawanan dengan peningkatan luas panen pada tahun 2009. Data tentang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor Tahun 2004 sampai 2009

Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)

2004 3726 713 5,23

2005 6391 741 8,62

2006 6880 943 7,30

2007 4683 531 8,82

2008 6215 721 8,62

2009 5181 828 6,26

Rata-rata 5512,67 746,17 7,47

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010), diolah

Dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Ciawi merupakan salah satu penghasil cabai merah keriting. Kecamatan Ciawi memiliki kemiringan yang relatif tinggi dari 5 persen sampai dengan 40 persen dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Sedangkan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara sejuk alam pegunungan, hal ini di karenakan letaknya diapit oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung


(7)

Salak sehingga Kecamatan Ciawi sangat cocok dijadikan sebagai salah satu daerah sentra produksi sayuran.

Desa Citapen merupakan satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Ciawi, dimana saat ini Desa Citapen sedang mengoptimalkan potensi daerahnya sendiri dengan mengembangkan komoditas sayuran bersama gapoktan (gabungan kelompok tani) yang dapat meningkatkan pendapatan desa dalam bidang pertanian. Selain itu daerah ini juga mempunyai kondisi geografis yang sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting yaitu dengan ketinggian tempat 450 sampai 700 diatas permukaan laut (DPL), pH Tanah 5,0 sampai 7,0 dan beriklim basah (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Kondisi geografis ini sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting dimana menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) bahwa ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan cabai merah keriting adalah 0 sampai 1000 meter dpl, dengan kondisi tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik dan PH tanah antara 6 sampai 7.

1.2. Perumusan Masalah

Desa Citapen merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Bogor yang memiliki luas wilayah 268.066 Ha, dimana sebagian besar penduduknya adalah bermatapencaharian sebagai petani.4 Saat ini Desa Citapen sedang melakukan pengembangan usahatani guna mengoptimalkan potensi daerahnya, dimana salah satu komoditas yang menjadi unggulan di Desa Citapen adalah cabai merah keriting. Selain karena cabai merah keriting telah dibudidayakan secara turun temurun, Desa Citapen juga memiliki kondisi geografis yang sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting, hal ini dikarenakan iklim di wilayah desa Citapen adalah beriklim tropis/basah dengan suhu rata– rata antara 20oC sampai 32oC dengan keasaman tanah (pH) antara 4,5 sampai 7 dengan jenis tanah latosol dan andosol, sehingga cocok untuk ditanami berbagai komoditi tanaman, sedangkan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara sejuk alam pegunungan (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Karakteristik tanah dan iklim seperti

4

Pemerintah Kabupaten Bogor Kecamatan Ciawi. 2010. Potensi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Tahun 2009


(8)

itu sangat potensial dalam membudidayakan produk-produk hortikultura khususnya cabai merah.

Permasalahan pada cabang usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat didekati dari produktivitas tanaman, dimana peningkatan produktivitas cabai merah keriting dapat dilakukan dengan meningkatkan produksinya. Meskipun kondisi geografis yang dimiliki oleh Desa Citapen sangat mendukung dalam pertumbuhan cabai merah keriting, tetapi tidak serta merta meningkatkan produksi dari usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh petani Desa Citapen. Hal ini dikarenakan peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi tanah yang subur saja, dimana menurut Rahmat dalam Nurmala (2011) dalam peningkatan produksi dapat ditempuh dengan usaha penanaman varietas hibrida (unggul), penggunaan pupuk dan pestisida yang berimbang serta penanganan pascapanen yang tepat. Data mengenai produksi, luas panen dan produtivitas cabai merah keriting desa citapen tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah Keriting Desa Citapen Tahun 2006–2010

Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)

2006 726,45 93 7,81

2007 548,32 86 6,38

2008 751,58 91 8,26

2009 844,56 112 7,54

2010 687,5 103 6,67

Rata-rata 7,33

Sumber : Gapoktan Rukun Tani (2011), diolah

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen hanya mampu mencapai 7,33 ton perhektar, sedangkan produktivitas optimal cabai merah seharusnya dapat mencapai 13-17 ton perhektar (Nixon MT, 2010). Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat selisih sebesar 5,67-9,67 ton perhektar antara produktivitas optimal dengan produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan adanya kendala yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani cabai merah keritng


(9)

di Desa Citapen. Kesenjangan (Gap) ini dapat berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh petani.

Produktivitas yang tidak optimal diduga dapat mempengaruhi kondisi pendapatan petani cabai merah keriting. Oleh karena itu, untuk melihat dampak dari adanya produktivitas yang tidak optimal tersebut, maka perlu dilakukan suatu analisis terhadap pendapatan petani cabai merah keriting di Desa Citapen, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani cabai merah keriting memberikan keuntungan bagi petani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

Disamping mempengaruhi pendapatan, produktivitas yang tidak optimal juga sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor produksi. Faktor produksi mempengaruhi jumlah produksi yang akan dihasilkan dalam suatu usahatani. Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan dalam kegiatan usahatani agar tidak terjadi penggunaan yang berlebihan yang dapat merugikan petani atau mempengaruhi pendapatan dan menyebabkan tingkat produksi yang tidak optimal, serta terjadinya peningkatan terhadap biaya produksi. Kendala yang umumnya dihadapi para petani adalah bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi tersebut untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka yang menjadi pertanyaan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah:

1. Apakah Usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Menguntungkan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa

Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.


(10)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi petani di Desa Citapen selaku unit pengambil keputusan tentang usahatani cabai merah keriting, dan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya serta pihak lain yang berkepentingan. Bagi peneliti sendiri hasil penelitian ini digunakan sebagai saran untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya membahas tentang komoditas cabai merah keriting yang dibudidayakan oleh petani di Desa Citapen. Objek penelitian untuk analisis usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani cabai merah keriting adalah petani yang ada di Desa Citapen dimana petani yang dipilih adalah petani cabai merah keriting yang melakukan musim tanam pada bulan oktober 2010 sampai dengan januari 2011.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting

Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur–sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai penyedap masakan dan penghangat badan. Cabai merah keriting termasuk dalam famili Solanaceae. Tanaman ini merupakan tanaman herba tegak yang memiliki akar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Bagian batang yang muda berambut halus, bercabang banyak, serta bisa mencapai tinggi 1 – 2.5m. Daunnya tersebar dengan helaian daun bulat telur memanjang atau elips berbentuk lanset, serta pangkal dan ujung meruncing, sedangkan bunga cabai merah mengangguk dengan ukuran tanggai 10 – 18 mm. Bentuknya seperti terompet kecil dan umumnya berwarna putih, walau ada juga yang berwarna ungu. Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair. Bijinya berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah dan melekat pada plasenta.5

Pada umumnya tanaman cabai merah keriting dapat ditanam di daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu lebih dari 500 – 1200 m di atas permukaan laut, yang terdapat di seluruh Indonesia terutama di Pulau Jawa. Meskipun luasan lahan yang cocok untuk cabai merah keriting masih sangat luas, tetapi penanaman cabai merah keriting di dataran tinggi masih sangat terbatas. Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan dengan ketinggian sedikit di bawah 800 m di atas permukaan laut. Terutama pada lokasi yang air irigasinya sangat terjamin sepanjang tahun. Pola Tanam Budidaya atau usahatani tanaman cabai merah selama ini dilakukan secara monokultur dan pola rotasi tanaman. Pada pola rotasi tanaman maka pola yang lazim dianut para petani adalah dengan melakukan pergiliran tanaman pola 1 : 2 yaitu satu kali tanaman cabai merah dan 2– 3 kali tanaman palawija/sayuran lainnya yang tidak sama famili tanamannya dengan cabai merah. Untuk model kelayakan ini

5

Khasiat Buah. 2010. Khasiat Cabai Merah. http://khasiatbuah.com/cabai-merah.htm diakses Tanggal 26 April 2011


(12)

digunakan monokultur cabai merah sepanjang tahun, dengan masa lahan kosong selama 1 bulan di antara siklus tanam.

Aspek teknik budidaya keberhasilan usaha produksi cabai merah sangat ditentukan oleh aspek teknis budidaya di lapangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik dalam pelaksanaan teknis budidaya tanaman cabai merah adalah sebagai berikut:

1. Pemakaian benih cabai merah yang unggul yang tidak terkontaminasi virus. 2. Ketersediaan air yang cukup sepanjang periode tanam/sepanjang tahun. Pola

tanaman yang baik dan sesuai dengan iklim.

3. Pengolahan tanah yang disesuaikan dengan kemiringan lereng dan arah lereng.

4. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman cabai merah dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi serangan hama dan penyakit.

5. Cara panen serta penanganan pasca panen cabai merah yang baik dan benar.6 2.2 Kajian Peluang Usaha Agribisnis Cabai

Nixon MT (2010) menyatakan bahwa lemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, justru malah memberikan keuntungan yang berlipat bagi para pelaku usaha di sektor pertanian. Hal ini dikarenakan banyak hasil-hasil usaha sektor agribisnis yang dipasarkan ke pasar luar negeri dengan transaksi penjualan dalam Dolar, sementara biaya produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi menggunakan Rupiah.

Nixon MT (2010), juga menyebutkan bahwa dari berbagai usaha yang banyak ditawarkan di sektor agribisnis, agribisnis cabai adalah salah satu agribisnis yang cukup menarik investor, dimana dari berbagai jenis sayuran dan buah-buahan, cabai dinilai sebagai produk yang mempunyai harga yang paling tinggi dan umurnya tergolong genjah sehingga modal cepat kembali. Namun ketika banyak petani yang membudidayakan cabai dan menerima keuntungan yang berlipat ganda, di sisi lain ada pula petani yang mengalami kerugian dan menjadi frustasi. Hal ini dikarenakan agribisnis cabai yang menjanjikan keuntungan ternyata juga mempunyai banyak kendala, mulai dari cuaca yang

6

Pupuk Bio Organik Herbafarm. 2005. Budidaya Cabai Merah. http://www.google.com/2005/gml/expr. Diakses 12 April 2011


(13)

tidak bisa ditolerir, serangan hama dan penyakit, pencurian dan penjarahan sampai dengan jatuhnya harga jual karena kelebihan penawaran.

Pada umumnya siklus kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang waktu-waktu tertentu, misalnya memasuki bulan puasa, lebaran, natal, dan tahun baru. Pada saat-saat tersebut, permintaan cabai yang tinggi diiringi dengan harga yang melambung. Selain faktor tersebut, harga cabai menjadi sangat mahal karena pada waktu-waktu tersebut biasanya bertepatan dengan musim hujan. Biasanya petani yang menanam cabai sedikit dan banyak pula yang gagal panen karena serangan hama dan penyakit, akibatnya keberadaan cabai di pasaran menjadi sangat langka dan secara otomatis harganya melonjak tajam.

Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pasar cabai untuk luar negeri pun masih luas. Saat ini pasar yang masih bisa dibidik adalah Hongkong, Amerika, Eropa dan yang paling utama adalah RRC, sebab RRC masih memprioritaskan industrinya sehingga sebagian besar sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibutuhkan untuk konsumsi terpaksa harus diimpor dari luar (Nixon MT, 2010). Dari gambaran kebutuhan tersebut, jelas bahwa bertanam cabai masih mempunyai prospek yang cukup potensial, baik cabai hibrida, cabai besar, cabai rawit maupun cabai keriting.

2.3 Studi Penelitian Terdahulu

Analisis pendapatan usahatani banyak digunakan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani yang dilakukan memberikan manfaat untuk orang yang melakukannya (petani). Studi mengenai analisis pendapatan dilakukan oleh Hendrawanto (2008) dan Siregar (2010), dimana keduanya menganalisis tentang usahatani cabai merah di daerah yang berbeda yaitu di Desa Sukagalih, Kabupaten Bogor dan di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C. Hasil analisis pendapatan usahatani yang dilakukan menunjukkan secara garis besar adalah sama, dimana kegiatan usahatani cabai merah dapat memberikan keuntungan bagi petani.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) memperlihatkan bahwa usahatani cabai merah petani per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih menghasilkan penerimaan total sebesar Rp 12.393.734,32 dengan biaya tunai


(14)

yang dikeluarkan sebesar Rp 4.793.752,22 dan biaya total sebesar Rp 7.820.121,47; sehingga pendapatan kerja petani yang diterima yaitu sebesar Rp 4.597.870,97; maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2,59 dan R/C atas biaya total sebesar 1,59. Hasil penelitian Siregar (2010) menunjukkan bahwa, nilai R/C usahatani cabai merah organik lebih tinggi jika dibandingkan nilai R/C pada cabai merah non organik, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan harga yang diterima antara petani organik dengan petani non organik. Harga cabai yang diterima petani organik lebih tinggi dibandingkan petani non organik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan untuk cabai merah non organik dengan luasan lahan 1 ha menghasilkan penerimaan sebesar Rp 78.000.000 dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp 18.827.500 dan biaya total sebesar Rp 52.634.166; sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp 59.172.500 dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 52.365.834; maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 4,14 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 3,04. Sedangkan untuk cabai merah organik dengan luasan lahan 1 ha menghasilkan penerimaan sebesar Rp 176.000.000 dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp 26.841.000 dan biaya total sebesar Rp 38.069.666 sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp 149.159.000 dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 137.930.334; maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 6,56 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 4,62.

Penelitian yang menganalisis mengenai pendapatan usahatani pada komoditas sayuran dilakukan oleh Nadhwatunnaja (2008) dan Sujana (2010). Hasil penelititian Sujana (2010) menunjukkan bahwa penerimaan yang diterima oleh petani tomat anggota kelompok tani adalah Rp 93.408.741 sedangkan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp 65.079.497; sehingga pendapatan atas biaya total sebesar Rp 28.329.244 maka nilai R/C atas biaya total yang diperoleh yaitu sebesar 1,44. Untuk petani tomat non anggota kelompok tani, memperoleh penerimaan sebesar Rp 90.541.310 dan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp 69.776.249; sehingga pendapatan atas biaya total sebesar Rp 20.765.060 sehingga menghasilkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1,30. Nadhwatunnaja (2008) menunjukkan bahwa pendapatan petani paprika hidroponik anggota Koptan Mitra Sukamaju lebih tinggi dibandingkan petani non anggota petani paprika hidroponik


(15)

yaitu dengan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani anggota Koptan Mitra Sukamaju masing-masing sebesar Rp 19.638.973,12 dan Rp 7.916.973,12. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani non anggota masing-masing sebesar Rp 15.943.192,79 dan Rp 4.221.192,79. Begitu juga dengan nilai R/C, nilai R/C pada petani anggota Koptan Mitra Sukamaju lebih tinggi dibandingkan dengan non anggota, yaitu dengan nilai R/C atas biaya tunai petani adalah 1,74 dan nilai R/C 1,21. Sedangkan nilai R/C petani non anggota adalah 1,62 untuk biaya tunai dan 1.11 untuk biaya total. Walaupun terdapat perbedaan karakteristik produk, namun secara garis besar dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan usahatani sayuran, termasuk cabai merah memberikan keuntungan bagi petani yang dapat dilihat dari hasil analisis pendapatan usahatani yang nilainya lebih dari nol dan nilai R/C yang nilainya lebih dari 1.

Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi digunakan untuk mengetahui sejauh mana efisiensi penggunaan faktor produksi (input) yang dapat mempengaruhi produksi (output). Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb

-Douglas dan rasio NPM/BKM. Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglass

masih dilakukan oleh peneliti yang sama yaitu Nadhwatunnaja (2008) dan Sujana (2010). Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) pada usahatani paprika hidroponik dan usahatani tomat apel menunjukkan nilai lebih dari 50 persen dimana nilai tersebut mengartikan bahwa model yang dihasilkan layak untuk meramalkan kondisi ke depan secara akurat. Selain itu jika dilihat dari uji multikolinieritas melalui nilai VIF yang kurang dari 10, maka tidak terdapat masalah multikolinieritas pada kedua model penelitian tersebut. Melalui uji statistik diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi tomat apel pada petani anggota kelompok tani yaitu variabel benih, pupuk kandang, pupuk P, pupuk K, pestisida cair dan tenaga kerja, dan pada petani non kelompok tani variabel yang berpengaruh nyata pada produksi tomat apel yaitu benih, pupuk kandang, pupuk K, pestisida cair dan tenaga kerja. Sedangkan untuk produksi paprika hidroponik dari hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi pada selang kepercayaan 99 persen adalah nutrisi dan pestisida, dimana pada selang


(16)

kepercayaan 99 persen mengartikan bahwa faktor-faktor produksi tersebut sangat berpngaruh terhadap produksi paprika hidroponik, karena tingkat kesalahannya hanya satu persen. Untuk selang kepercayaan 95 persen faktor produksi yang dianggap berpengaruh adalah faktor produksi luas lahan. Sedangkan faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika adalah tenaga kerja.

2.4 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penulis mencoba menganalisis pendapatan usahatani cabai merah keriting serta menganalisi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Dengan adanya penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini. Persamaannya adalah sama-sama menganalisis tentang pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani dengan menggunakan alat analisis yang sama yaitu analisis pendapatan, analisis R/Cratio

dan analisis faktor fungsi produksi Cobb-Douglass. Untuk perbedaannya yaitu lokasi penelitian yang berbeda, komoditi yang berbeda dan responden/petani yang digunakan juga berbeda, sehingga hasil yang diharapkan juga berbeda.


(17)

III

.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani

Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani, diantaranya yang dikemukakan oleh Soekartawi (2006), bahwa yang dikatakan ilmu usahatani yaitu suatu tujuan untuk mencapai keuntungan maksimum dimana seseorang harus melakukan secara efektif dan efisien dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada. Pengertian efektif jika produsen dapat mengalokasikan sumberdaya sebaik-baiknya dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran yang melebihi masukan.

Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawiet al,1986). Menurut Rahim A dan Hastuti RDR (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, yaitu :

1. Lahan Pertanian

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Pentingnya faktor produksi lahan bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi).

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja.


(18)

Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut usahatani skala kecil, dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usahatani berskala besar, selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam harian orang kerja (HOK), sedangkan dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP).

3. Modal

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal, apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut, modal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap (fixed cost) terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal yang tidak tetap (variable cost) terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala usahatani, macam komoditas dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala usahatani, makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan usahatani.

4. Pupuk

Pupuk sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk organik atau pupuk buatan


(19)

merupakan hasil industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk, misalnya pupuk urea, TSP dan KCL.

5. Pestisida

Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman.

6. Bibit

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan dengan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di pasar.

7. Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali setahun.

3.1.2 Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, dimana dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis simultan usahatani (Rahim A dan Hastuti DRD, 2008). Soekartawi et al. (1986) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan.

Menurut Soeharjo dan Patong (1973) bahwa penerimaan usahatani berwujud pada tiga hal, yaitu :

1. Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual. Adakalanya yang dijual ialah hasil ternak, misalnya susu, daging dan telur.


(20)

Adakalanya pula yang dijual adalah hasil dari pekarangan yaitu pisang, kelapa, dan lain-lain.

2. Produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan.

3. Kenaikan nilai inventaris. Nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani, berubah-ubah setiap tahun. Dengan demikian akan ada perhitungan. Jika terjadi kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani, maka selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan penerimaan usahatani.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani adalah (1) Penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1986). Pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan. (2) Penerimaan Tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar usahatani. (3) Penerimaan Kotor Usahatani (gross return), yang didefenisikan sebagi penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.

3.1.3 Biaya Usahatani

Menurut Soekartawi dkk (1986) bahwa biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Sedangkan biaya usahatani menurut Rahim A dan Hastuti DRD (2008) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun


(21)

produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya diartikan sebagai biaya yang besar kecilnya di pengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2006).

Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris usahatani. Nilai inventaris suatu barang dapat berkurang karena barang tersebut rusak, hilang atau terjadi penyusutan.

3.1.4 Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi. Menurut Soekartawi (2006) Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Adapun fungsi pendapatan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya. Dijelaskan oleh Soekartawi et all (1986) bahwa selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Soekartawi et all (1986) juga menjelaskan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Dimana pendapatan atas biaya tunai merupakan pendapatan yang diperoleh atas biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan pendapatan setelah dikurangi biaya tunai dan biaya diperhitungkan

Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd = TR–TC

TR = Y × Py TC = FC + VC


(22)

dimana :

Pd = pendapatan usahatani

TR = total penerimaan (total revenue) TC = total biaya (total cost)

FC = biaya tetap (fixed cost)

VC = biaya variabel (variable cost)

Y = produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = harga Y

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan lahan, luas lahan garapan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaaninput

modern/teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaaninputdan tingkat pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Sedangkan faktor-faktor ekstern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu sarana transpotasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat hargaoutputdaninput, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat dan kebijaksanaan pemerintah.

3.1.5 Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio atau R/Cratio). AnalisisReturn Cost(R/C) ratio

merupakan perbandingan (ratioatau nisbah) antara penerimaan dan biaya (Rahim A dan Hastuti DRD, 2008). Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya.

Menurut Soekartawi (2006) bahwa R/C adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :


(23)

R = Py × Y C = FC + VC

a = [ (Py × Y) / (FC + VC) ] dimana :

R = penerimaan C = biaya Py = hargaoutput

Y =output

FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost)

R/C menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisa R/C dibedakan atas jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Adapun kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu jika R/C > 1, berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Jika nilai R/C < 1 maka tiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Sedangkan kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C = 1 maka kegiatan usaha berada pada kondisi impas atau kondisi dimana kegiatan usaha tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan tidak juga mengalami kerugian.

3.1.6 Teori Produksi

Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, dimana output

usahatani yang berupa produk pertanian tergantung pada jumlah dan macaminput

yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara input dan output ini dapat dilihat dalam suatu fungsi produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986), fungsi produksi adalah hubungan kuantitatif antara masukan (input) dan produksi (output).

Fungsi produksi dengan n jenis input X dan satu output Y dinyatakan sebagai berikut :


(24)

Menurut persamaan diatas dinyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh sejumlah n input, dimana input X1, X2, X3,...,Xn dapat dikategorikan menjadi dua, yaituinputyang dapat dikuasai oleh petani seperti luas tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja dan lainnya; dan inputyang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti iklim.

Menurut Soekartawi (2008) bahwa untuk megukur tingkat produktivitas dari suatu produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu-satuaninputX yang dapat menyebabkan pertambahan/pengurangan satu satuan output (Y) sedangkan produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total perjumlahinput.

Untuk mengukur perubahan dari jumlah produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dalam elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output

sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Model yang sering digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik adalahthe law of deminishing return. Model ini menunjukkan hubungan fungsional yang mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Menurut Billas dalam Rahim dan Astuti (2008), bilainputdari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk akan meningkat diatas suatu titik tertentu, tetapi peningkatan output tersebut cenderung mengecil. Berikut adalah gambar dari kurva fungsi produksi yang menunjukkan elastisitas produksi.


(25)

Gambar 1. Kurva daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber : Soekartawi, 2003

Keterangan :

TPP = Produk Total APP = Produk Rata-rata MPP = Produk Marjinal Y = Produksi X = Faktor Produksi

Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah (Gambar 1) yaitu sebagai berikut :

1. Daerah produksi I dengan Ep > 1, merupakan daerah yang tidak rasional, karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen. Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena

Output

Y

TPP

I II III

Ep >1 0< Ep<1 Ep <0

InputX dY/dX Y/X

APP


(26)

pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan.

2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep ≤ 1, pada daerah ini penambahan input

sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini akan tercapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut dengan daerah produksi rasional.

3. Daerah produksi III dengan Ep < 0, pada daerah ini penambahan pemakaian

input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut dengan daerah yang tidak rasional.

Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2003):

1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan.

2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi. 3. Dapat diterima secara teoritis dan logis.

4. Dapat menjelaskan persoalan yang diamati.

Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi (1986) merupakan fungsi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi análisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi (2003), antara lain : Fungsi produksi linear, Fungsi Produksi Kuadratik, Fungsi produksi Transendental dan Fungsi produksiCobb-Douglass.

Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linier menunjukkan hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas. Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana ialah bila hanya ada satu variabel X yang dipakai dalam model. Penggunaan garis regresi linear sederhana banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dilakukan dengan hasil yang lebih mudah dimengerti secara cepat. Kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel X yang lain, maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan


(27)

dalam model tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya mengunakan garis linear berganda (multiple regressions). Jumlah variabel X yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik. Keunggulan cara ini dibandingkan dengan analisis regresi sederhana ialah dalam prakteknya, faktor yang mempengaruhi suatu kejadian adalah lebih dari satu variabel serta garis penduga yang didapatkan akan lebih baik dan tidak begitu bias bila dibandingkan dengan cara analisis sederhana.

Fungsi Produksi Kuadratik Berbeda dengan garis linear (sederhana dan berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum akan tercapai bila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol. Fungsi produksi transendental mampu menggambarkan fungsi dimana produk marjinal dapat menaik, menurun dan menurun dalam negatif (Negative Marginal Product). Kelemahan yang dimiliki oleh fungsi transdental yaitu model tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor produksi yang nilainya nol. Fungsi produksi Cobb-Douglass memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: perhitungannya, b) perhitungannya sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linier, c) pada model ini koefisien pangkatnya menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, d) dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi, dalam fungsi produksi menunjukkan fungsi skala usaha. Kelemahan-kelemahan umum yang ditemukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass diantaranya adalah kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besarnya elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan data tidak boleh ada yang nol atau negatif (Soekartawi dalam Putra, 2011).

3.1.7 Fungsi ProduksiCobb-Douglass

Model analisis yang digunakan untuk menduga fungsi produksi di lokasi penelitian adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass. Rahim dan Hastuti (2008) mengatakan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable).


(28)

Menurut Soekartawi (2008) bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut dengan variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya berupaoutputdan variabel yang menjelaskan biasanya berupainput.

Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, antara lain:

a). Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas

menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan output.

b). Merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi yang berlangsung.

c). Bentuk linear dari fungsi Cobb-Douglasditransformasikan dalam bentuk log e (ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas.

d). Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk persamaan linear.

e). Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian khususnya bidang pertanian.

f). Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglasakan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

g). Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkanreturn to scale.

Disamping kelebihan yang dimiliki, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut menurut Heady dan Dillon (1964) dalam Nugroho (2008) adalah: 1). model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; 2). Nilai pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan bias apabila faktor produksi yang digunakan tidak lengkap; 3). Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi apabila ada faktor produksi yang taraf penggunaanya adalah nol; dan 4). Apabila digunakan untuk peramalan produksi pada tarafinputdi atas rata-rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas.


(29)

Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglasdapat ditulis sebagai berikut :

Y = aX1b1 X2b2 X3b3...Xnbn eu dimana :

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b= Besaran yang akan diduga u = kesalahan

e = Logaritma natural (e = 2,718)

Fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk regresi linier, maka model fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Ln Y = ln a + b1ln X1+ b2ln X2+ ... + bnln xn+ u

Untuk menganalisis hubungan faktor produksi (input) dengan produksi (output) digunakan analisis numerik menggunakan metodeOrdinary Least Square

(OLS). Metode ini dapat dilakukan jika dipenuhi asumsi-asumsi bahwa : 1. Variasi unsur sisa menyebar normal

2. Harga rata-rata dan unsur sisa sama dengan nol, atau bisa dikatakan nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value).

3. Homoskedasitas atau ragam merupakan bilangan tetap. 4. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas)

5. Tidak ada hubungan linier sempurna antara peubah bebas.

6. Tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan. 3.1.8 Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale)

Rahim A dan Hastuti RDR (2008) menyatakan bahwa untuk mengetahui skala usahatani dapat dengan menjumlahkan koefisien regresi atau parameter elastisitasnya, yaitu :

β1+β2+ ...+βn

Dengan mengikuti kaidahreturn to scale(RTS) yaitu :

1. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), bila β1 + β2 + ...+ βn > 1, berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.


(30)

2. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), bila 0 < β1+ β2+ ...+ βn ≤ 1, berarti bahwa dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan faktor produksi yang diperoleh.

3. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale), bila β1 + β2 + ...+ βn < 0, berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Tanaman cabai merah keriting sudah cukup lama dibudidayakan dan merupakan salah satu komoditas pertanian yang disukai oleh para petani di Desa Citapen untuk dibudidayakan. Hal ini karena kondisi geografis di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor sangat cocok untuk tanaman cabai merah keriting. Namun kondisi geografis tersebut tidak serta merta meningkatkan produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen, hal ini dikarena dalam peningkatan produktivitas harus di dukung pula dengan penggunaan input-input

produksi yang berimbang.

Masalah bagi petani di Desa Citapen dalam usahatani cabai merah keriting, lebih banyak dikarenakan permasalahan fluktuasi produktivitas yang masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, yakni hanya sebesar 7,33 ton per hektar, dimana produktivitas optimal cabai merah keriting seharusnya mampu mencapai 13-17 ton per hektar. Secara teoritis, produktivitas dapat menggambarkan penggunaan input (faktor produksi) dalam suatu usahatani. Selain terkait dengan penggunaan input produksi, produktivitas yang belum optimal juga dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani cabai merah keriting Desa Citapen. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan melihat fakta di lapangan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Dengan harapan agar bermanfaat bagi petani atau pihak lain dalam penyajian informasi tentang usahatani padi organik dan sebagai rekomendasi bagi pihak pemerintah dalam pembuatan kebijakan.

Pendapatan usahatani petani dapat mengukur tingkat keberhasilan petani. Pendapatan usahatani ini dapat diperoleh setelah analisis penerimaan dan analisis


(31)

pengeluaran dilakukan. Pendapatan merupakan hasil akhir yang diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, sehingga petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Dan analisis faktor-faktor produksi usahatani cabai merah keriting berfungsi untuk melihat input-inputapa saja yang dapat mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Hasil analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi usahatani akan menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, sehingga diduga mempengaruhi pendapatan usahatani dan sangat erat kaitannya

dengan penggunaan faktor-faktor produksi

Analisi faktor-faktor produksi - Benih (X1)

- Pupuk kandang (X2) - Pupuk NPK (X3) - Pupuk SP-36 (X4) - Pupuk KCL (X5) - Pestisida (X6) - Nutrisi (X7) - Tenaga Kerja (X8)

Analisis Fungsi Produksi

Cobb-Douglass

Analisis Pendapatan Usahatani - Penerimaan usahatani - Biaya usahatani - Pendapatan usahatani - R/C

Informasi Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Cabai


(32)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Desa Citapen telah menjadikan cabai merah keriting sebagai komoditas unggulan dimana hal ini di dukung oleh kondisi geografis yang cocok untuk pertumbuhan cabai merah keriting. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung pada bulan Mei 2011 sampai dengan Juli 2011 dikarenakan pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen cabai merah keriting.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan petani responden. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan budidaya sampai pada tahap pemasaran.

Pengambilan data yang diperoleh melalui data primer, menurut waktu penggunaannya adalah menggunakan jenis data cross section dimana data yang diambil adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu, yaitu data yang diambil dari petani cabai merah keriting yang melakukan musim tanam Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari laporan atau catatan setiap petani, Perpustakaan Pertanian Kota Bogor, BP3K Kecamatan Ciawi, Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor, artikel dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan serta catatan atau laporan dari Gapoktan Rukun Tani yang terletak di Desa Citapen.

4.3 Metode Pengambilan Responden

Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani cabai merah keriting Desa Citapen yang membudidayakan cabai merah keriting pada msim tanam Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011. Pemilihan petani


(33)

responden pertama diperoleh melalui informasi dari Ketua Gapoktan Rukun Tani yang ada di Desa Citapen. Sedangkan untuk petani responden selanjutnya dilakukan dengan metode snowball sampling, yaitu responden dipilih melalui rekomendasi dan saran dari responden sebelumnya, yang diambil sesuai dengan kriteria sebaran normal yakni sebanyak 30 petani. Metode ini dilakukan karena tidak terdapat data mengenai daftar petani cabai merah keriting yang ada di Desa Citapen.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (obsevasi) dan metode kuesioner. Pengamatan langsung (observasi) dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan budidaya cabai merah keriting yang berlangsungnya di lokasi penelitian. Peneliti juga melakukan wawancara dengan para petani dan ketua Gapoktan Rukun Tani untuk mengetahui sistem budidaya cabai merah keriting.

4.5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuanMicrosof Office Exceldan bantuanMinitabversi 15.

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2008) biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, dimana pendapatan dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar pengeluaran tunai yang dibutuhkan petani untuk mejalankan kegiatan usahataninya. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya


(34)

pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus :

- Pendapatan (π) = TR- TC

- Pendapatan (π) = (P× Q)–(Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan) dimana :

TR = Total Penerimaan

TC = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan 4.5.2 Analisis R/C

Setelah melakukan analisis penerimaan dan biaya usahatani selanjutnya akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Analisis R/C bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama satu periode) cukup menguntungkan. R/C meliputi R/C tunai dan R/C total, R/C tunai merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya tunai sedangkan R/C total merupakan perbandingan penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Formulasi rumus sebagai berikut :

Penerimaan Total Q × P R/C = =

Biaya Total BT + BD dimana :

Q = Total Produksi (Kg) P = Harga Jual Produk (Rp) BT = Biaya Tunai (Rp)

BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)

Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C nya. Apabila nilai R/C > 1 maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, namun sebaliknya apabila nilai R/C < 1 maka usahatani yang dilakukan tidak mendatangkan keuntungan atau rugi.

4.5.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting

Penelitian ini menganalisis fungsi produksi dengan menggunakan fungsi produksiCobb Douglass. Menurut Soekartawi dalam Rahim A dan Hastuti RDR


(35)

(2008) fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable).

Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan tersebut antara lain 1). tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite) 2). dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies), ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglass yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan; dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model katakanlah dua model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut 3). tiap variabel x adalah perfect competition 4). perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan.

Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglass pada penelitian ini didasari dengan alasan 1). bahwa penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain 2). hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas 3). besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaranreturns to scale.

Pada fungsi produksiCobb- Douglass,untuk menganalisi hubungan antara faktor-faktor produksi digunakan alat analisis regresi dengan Ordinary Least Square(OLS). Metode ini digunakan untuk menguji nilai F-hitung, t-hitung dan R2. Oleh karena itu, kelayakan model tersebut akan diuji berdasarkan asumsi OLS, meliputi multikolinieritas, homosdekisitas dan normalitas error. Apabila asumsi tesebut dapat dipenuhi maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (Gujarati 1978 dalam Nurmala, 2011). Adapun tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut :


(36)

1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat

Identifikasi variabel dengan mendaftarkan faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam usahatani cabai merah keriting. Variabel yang menjadi variabel dependent (variabel yang dipengaruhi) adalah produksi cabai merah keriting. Faktor-faktor produksi yang digunakan oleh petani Desa Citapen dalam usahatani cabai merah keriting, antara lain benih, pupuk kandang, Kapur, NPK, ZA, SP-36, KCL, pestisida, nutrisi dan tenaga kerja, dimana dari faktor-faktor produksi tersebut tidak seluruhnya dijadikan sebagai variabel independent

(variabel yang mempengaruhi). Adapun variabel yang diduga menjadi variabel

independent (variabel yang mempengaruhi) antara lain benih benih, pupuk kandang, NPK, SP-36, KCL, pestisida, nutrisi dan tenaga kerja. Variabel

independent tersebut ditentukan berdasarkan pada penggunaan input yang digunakan oleh 30 petani responden, artinya dari seluruh petani responden tidak ada satu pun petani yang tidak menggunakan input-input produksi tersebut. Sedangkan untuk input produksi kapur dan pupuk kimia ZA tidak termasuk ke dalam model fungsi produksi.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kapur dan pupuk kimia ZA tidak dimasukkan kedalam model, dikarenakan kapur dan pupuk kimia ZA jarang digunakan oleh petani responden, dimana hanya ada 11 orang petani responden yang menggunakan kapur dan untuk pupuk kimia ZA hanya digunakan oleh delapan orang petani responden, sehingga untuk petani responden yang tidak menggunakaninputproduksi kapur dan pupuk kimia ZA bernilai nol. Kondisi ini tidak memenuhi salah satu persyaratan dalam menganalisis fungsi produksiCobb Douglas, dimana menurut Soekartawi (1990) bahwa salah satu syarat dalam menganalisis fungsi produksi Cobb Douglas adalah tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab nilai logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.

2. Analisis Regresi

Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglasdapat ditulis sebagai berikut :

Y = aX1b1 X2b2 X3b3...Xnbneu dimana :


(37)

Y = Variabel yang dijelaskan (variabeldependent) X = Variabel yang menjelaskan (variabelindependent) a,b= Besaran yang akan diduga

u = kesalahan

e = Logaritma natural (e = 2,718)

Fungsi produksi Cobb-Douglass dapat diubah menjadi bentuk regresi linier, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ln Y = ln a + b1ln X1+ b2ln X2+ b3ln X3+ b4ln X4+ b5ln X5+ b6ln X6+ b7 ln X7+ b8ln X8 + u

dimana :

Y = produksi cabai merah keriting (Kg) a = konstanta

b1...b8 = koefisien arah regresi masing-masing variabel bebas X1 = benih cabai merah keriting (gr)

X2 = pupuk kandang (Kg) X3 = pupuk NPK (Kg) X4 = pupuk SP-36 (Kg) X5 = pupuk KCL (Kg) X6 = pestisida (Lt) X7 = nutrisi (Lt) X8 = tenaga kerja

u = Gangguan stokhastik atau kesalahan

Dengan menggunakan regresi linier ini maka akan diperoleh besarnya nilai t-hitung, F-hitung dan R2. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila hasilnya menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel, maka parameter yang di uji tersebut berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, namun apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel, maka parameter tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas.

Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan yaitu X1,X2, X3,X4,X5,X6,X7,X8secara bersama-sama berpengaruh


(38)

nyata terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila hasil dari F-hitung lebih besar dari F-tabel, maka parameter bebas tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, dan sebaliknya. Koefisien determinasi (R2) adalah besaran yang dipakai untuk menunjukkan sampai sejauh mana keragaman determinasi semakin mendekati satu, maka semakin besar keragaman hasil produksi dapat dijelaskan oleh faktor produksinya.

3. Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesa ini dilakukan untuk hasil dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari pengolahan data, pengujian yang dilakukan yaitu :

a. Pengujian terhadap Model penduga

Pengujian terhadap model penduga dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak atau tidak untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Prosedur untuk mengevaluasi model penduga dilakukan melalui kriteria :

 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian (goodness of fit) model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien determinasi (R2) mengukur besaranya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model, sisanya (1- R2) dijelaskan oleh komponen

error. Semakin tinggi nilai R2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent, atau dengan kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin tinggi. Koefisien determinasi melihat sampai sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y).

 Uji Signifikansi Model Penduga

Pemeriksaan akurasi model dugaan, disamping menggunakan ukuran deskriptif melalui koefisien determinasi (R2), juga dibutuhkan pemeriksaan melalui inferensia statistika yakni uji signifikansi model penduga. Hasil uji signifikansi model dugaan, dapat dilihat di bagianAnalysis of Variance, yaitu pada nilai F. Adapun kriteria pengujiannya adalah dengan


(39)

membandingkan nilai hitung dengan nilai tabel, yaitu apabila nilai F-hitung > F-tabel (n-k-1) pada taraf nyata α maka disimpulkan secara bersama-sama variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi, begitu juga sebaliknya apabila nilai F-hitung < F-tabel (n-k-1) pada taraf nyata α maka disimpulkan variabel yang digunakan secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.

 Uji untuk Masing-masing Parameter

Apabila model dugaan disimpulkan signifikan, maka perlu perlu diperiksa lebih lanjut, variabel bebas mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.

t–hitung > t-tabel (α, n-k-1), maka tolak H0 t–hitung < t-tabel (α, n-k-1), maka terima H0 dimana :

n = jumlah variabel k = jumlah data

Jika H0 ditolak, maka variabel bebas yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi) dan sebaliknya bila terima H0 maka variable bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi). Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria jika nilai P-value < α, maka variabel yang di uji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi) dan sebaliknya apabila P-value > α, maka variabel yang di uji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

 Asumsi OLS

Metode pendugaan OLS bersifat BLUE, bila asumsi OLS terpenuhi. Adapun asumsi OLS yang dimaksud adalah :

1) Model linier dalam koefisien (parameter)

2) Tidak terdapat Multikolinier diantara variabel bebas, dimana untuk menguji adanya multikolinieritas, diantaranya menggunakan kriteria

Variance Inflation Factorvariabel independentke-j (VIFxj). Apabila nilai VIFxj lebih besar dari 10, maka disimpulkan terdapat masalah multikolinieritas diantara variabelindependent.


(40)

3) Komponen Error tidak berpola (acak/random), menyebar normal dengan nilai tengah nol dan ragamnya homogen (Homoskedisitas). b. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk melaksanakan penelitian adalah bahwa semua faktor produksi yaitu benih (X1), pupuk kandang (X2), NPK (X3), SP-36 (X4), KCL(X5), pestisida (X6), nutrisi (X7), dan tenaga kerja (X8) memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata terhadap tingkat produksi cabai merah keriting.

4.6 Definisi Operasional

1. Petani cabai merah keriting, adalah petani yang melakukan budidaya tanaman cabai merah keriting, memproduksi dan melakukan penjualan cabai merah keriting.

2. Luas lahan garapan, adalah luas areal usahatani cabai merah keriting yang merupakan lahan yang dipakai untuk menanam cabai keriting dengan tanaman tumpangsari dalam satuan hektar.

3. Modal, adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat dan mesin tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan cabai merah keriting diukur dalam satuan rupiah.

4. Tenaga kerja, adalah yang digunakan dalam proses produksi baik untuk persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan, pemanenan dan pengangkutan. Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan hari orang kerja (HOK).

5. Produksi total, adalah hasil cabai merah keriting yang didapat dari luas lahan tertentu, diukur dalam satuan kilogram.

6. Biaya tunai, adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk, bibit, insektisida dan pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga dan lain-lain dalam satuan rupiah.

7. Biaya yang diperhitungkan, adalah pengeluaran unutk pemakaianinputmilik sendiri dan pembayaran upah tenaga kerja untuk keluarga, berdasarkan tingkat upah yang berlaku.


(1)

Lampiran 2. Rata-Rata Harga Cabai Merah Keriting di Tingkat Petani dari Tahun

2010 sampai Pertengahan 2011 di Kecamatan Ciawi

Bulan

Rata-rata Harga perkilogram (Rp)

Tahun 2010

Tahun 2011

Januari

35.300

35.300

Februari

18.325

25.550

Maret

14.550

18.200

April

15.200

15.250

Mei

20.940

6.100

Juni

25.350

4.600

Juli

28.170

-Agustus

12.500

-September

8.330

-Oktober

9.450

-November

16.200

-Desember

31.700

-Rata-Rata

19.668

17.500


(2)

Lampiran 3.

Data Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai

Merah Keriting Per Hektar di Desa Citapen Perhektar untuk Satu

Kali Musim Tanam

Responden

Produksi (Y)

Benih (X1)

P.Kand (X2)

NPK (X3)

SP-36 (X4)

KCL (X5)

Pestd (X6)

Nutrs (X7)

TK (X8)

Kg Gr Kg Kg Kg Kg Ltr Ltr HOK

1. Jamil 6200 51 4076 193,83 140 396 51 39 848,00

2. Dulloh 4500 82 3892 175,37 140 214 82 25 424,00

3. Misbah 10000 120 4241 415,35 350 314 30 63 1272,00

4. Wawan 5600 30 5134,3 369,2 350 246 49 38 848,43

5. Asik 13600 84 22746 553,8 280 262 19 88 1696,84

6. Rohim 7940 166 12620 415,35 420 158 44 163 1272,00

7. Didik 6240 166 4884 239,98 210 144 65 31 424,18

8. Uut 8500 30 12905 286,13 245 125 64 39 847,71

9. Anwar 10640 74 18638,4 203,06 210 222 25 44 2120,60

10. Jaja 11850 89,5 22916 738,4 154 363 24 31 848,15

11. Ajoi 4800 25 3925 193,83 266 219 62 63 848,01

12. Surya 6600 74 4584 203,06 280 162 46 38 1697,43

13. Dudus 10192 50 5806 267,67 210 218 20 13 2121,20

14. Iyus 6035 30 4093,3 193,83 280 267 49 26 847,67

15. Ajid 7450 50 11610 323,05 140 216 29 39 848,00

16. Nur 15480 74 23832,8 738,4 280 290 21 26 6362,00

17. Umar 11280 224 21174,6 230,75 175 201 26 31 848,47

18. Jainudin 8500 166 16134 230,75 140 236 65 1 848,30

19. Udih 3600 30 4340 212,29 350 180 72 39 222,46

20. Harun 13200 90 22150 193,83 420 270 21 4 847,57

21. Acep 8000 166,5 13264 221,52 140 169 39 45 847,96

22. Ujang 7500 43,3 4461,6 276,9 280 270 23 53 423,33

23. Irsan 8000 200 3892 295,36 140 268 44 51 5089,97

24. Rahmat 4080 16,6 9416,6 184,6 210 150 23 31 211,90

25. Arun 9800 28 17844 369,2 140 313 34 39 848,22

26. Icep M 8520 50 17110 323,05 210 265 39 6 847,99

27. Kosasih 8000 30 15944 230,75 140 272 20 46 1271,97

28. Hajar 6100,2 165 5775 203,06 210 220 49 39 1696,79

29. Jamil 2 9000 74 17337 286,13 210 387 38 63 4241,10

30. Enday 10000 250 15200 461,5 280 193 27 40 848,25


(3)

Lampiran 4.

Analisi Biaya Sewa Lahan Tunai dan Diperhitungkan serta Pajak

Lahan pada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa

Citapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam

No Responden

Status

Penguasaan

Lahan

Biaya

Sewa Lahan

Tunai

(Rp)

Biaya

Sewa Lahan

Diperhitungkan

(Rp)

Pajak

Lahan

(Rp)

1

Jamil

Penyewa

5.000.000

-

-2

Dulloh

Penyewa

3.500.000

-

-3

Misbah

Pemilik

-

3.700.000

500.000

4

Wawan

Penyewa

5.000.000

-

-5

Asik

Penyewa

5.000.000

-

-6

Rohim

Pemilik

-

3.700.000

500.000

7

Didik

Penyewa

2.500.000

-

-8

Uut

Penyewa

2.500.000

-

-9

Anwar

Penyewa

5.000.000

-

-10

Jaja

Penyewa

3.000.000

-

-11

Ajoi

Penyewa

5.000.000

-

-12

Surya

Penyewa

4.000.000

-

-13

Dudus

Penyewa

4.500.000

-

-14

Iyus

Penyewa

5.000.000

-

-15

Ajid

Penyewa

2.500.000

-

-16

Nur

Penyewa

4.000.000

-

-17

Umar

Penyewa

7.000.000

-

-18

Jainudin

Penyewa

5.000.000

-

-19

Udih

Penyewa

6.000.000

-

-20

Harun A

Penyewa

6.000.000

-

-21

Acep

Penyewa

6.500.000

-

-22

Ujang

Penyewa

7.000.000

-

-23

Irsan

Penyewa

6.000.000

-

-24

Rahmat

Penyewa

5.000.000

-

-25

Arun

Pemilik

-

3.700.000

500.000

26

Icep M

Pemilik

-

3.700.000

800.000

27

Kosasih

Pemilik

-

3.700.000

750.000

28

Hajar

Pemilik

-

3.700.000

500.000

29

Jamil 2

Pemilik

-

3.700.000

500.000


(4)

-Lampiran 5.

Analisi Biaya Penggunaan Turus, Tali Rapia, Karung dan Polybag

pada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa Citapen

Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam

Responden Luas Lahan

(Ha)

Penggunaan Alat perluas lahan

sebenarnya Penggunaan Alat Per Hektar Turus (Batang) Tali Rapia (Unit) Karung (Unit) Polybag (Kg) Turus (Batang) Tali Rapia (Unit) Karung (Unit) Poly bag (Kg)

1. Jamil 1 12.400 10 177 41 12.400 10 177 41

2. Dulloh 0,5 9.000 4 64 30 18.000 8 129 60

3. Misbah 1 20.000 7 286 67 20.000 7 286 67

4. Wawan 0,7 11.200 6 112 37 16.000 9 160 53

5. Asik 0,5 8.000 4 194 27 16.000 8 389 53

6. Rohim 0,5 9.925 6 113 33 19.850 12 227 66

7. Didik 0,5 7.800 5 89 26 15.600 10 178 52

8. Uut 0,2 3.400 3 49 11 17.000 15 243 57

9. Anwar 5 66.500 45 1.520 222 13.300 9 304 44

10. Jaja 2 31.600 18 677 105 15.800 9 339 53

11. Ajoi 1 16.000 12 137 53 16.000 12 137 53

12. Surya 0,5 5.000 8 94 17 10.000 16 189 33

13. Dudus 0,5 8.000 9 146 27 16.000 18 291 53

14. Iyus 0,3 5.100 4 52 17 17.000 13 172 57

15. Ajid 0,5 7.450 4 106 25 14.900 8 213 50

16. Nur 0,7 10.500 7 310 35 15.000 10 442 50

17. Umar 3 36.000 25 967 120 12.000 8 322 40

18.Jainudin 0,5 10.000 5 121 33 20.000 10 243 67

19. Udih 0,05 1.500 1 5 5 30.000 20 103 100

20. Harun 0,2 6.000 2 75 20 30.000 10 377 100

21. Acep 1 16.000 2 229 53 16.000 2 229 53

22. Ujang 0,6 9.000 6 129 30 15.000 10 214 50

23. Irsan 0,5 8.000 5 114 27 16.000 10 229 53

24. Rahmat 0,06 1.440 1 7 5 24.000 17 117 80

25. Arun 1 20.000 11 280 67 20.000 11 280 67

26. Icep M 0,2 4.800 2 49 16 24.000 10 243 80

27. Kosasih 1 16.000 13 229 53 16.000 13 229 53

28. Hajar 0,2 3.600 4 35 12 18.000 20 174 60

29. Jamil 2 1 12.000 10 257 40 12.000 10 257 40

30. Enday 0,4 6.400 3 114 21 16.000 8 286 53


(5)

Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Cabai Merah

Keriting di Desa Citapen dengan Metode OLS

The regression equation is

Produksi = 5,38 + 0,105 Benih + 0,163 Pupuk Kandang + 0,174 Pupuk NPK + 0,0747 Pupuk SP36 + 0,088 Pupuk KCL - 0,250 Pestisida - 0,0619 Nutrisi + 0,131 Tenaga Kerja

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 5,376 1,237 4,35 0,000

Benih 0,10451 0,04252 2,46 0,023 1,264 Pupuk Kandang 0,16330 0,05899 2,77 0,012 2,046 Pupuk NPK 0,17400 0,09674 1,80 0,086 1,830 Pupuk SP36 0,07470 0,08760 0,85 0,403 1,206 Pupuk KCL 0,0878 0,1228 0,71 0,483 1,562

Pestisida -0,24997 0,08464 -2,95 0,008 1,712

Nutrisi -0,06190 0,03545 -1,75 0,095 1,325

Tenaga Kerja 0,13120 0,04525 2,90 0,009 1,521

S = 0,153624 R-Sq = 86,5% R-Sq(adj) = 81,4%

PRESS = 1,22747 R-Sq(pred) = 66,62%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 8 3,18165 0,39771 16,85 0,000 Residual Error 21 0,49561 0,02360

Total 29 3,67726


(6)

Lampiran 7. Uji Normalitas dan Homoskedasitas Fungsi Produksi Cabai Merah

Keriting di Desa Citapen

Normalitas


Dokumen yang terkait

Analisis pendapatan dan produksi usahatani cabai merah keriting (Kasus tiga desa di kecamatan Sukaraja, kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

1 22 134

Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani cabai merah (Studi kasus di Desa Karawang, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi)

0 7 119

Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting pada Kelompoktani Pondok Menteng, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

1 25 159

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativusL.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

14 95 227

Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Peternak Desa Cibeureum Kabupaten Bogor

0 20 247

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

1 16 250

Pemasaran dan Pendapatan Usahatani Cabai Merah Keriting Anggota dan Non Anggota Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor

4 14 128

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengikuti Kemitraan Pada Usahatani Cabai Merah Keriting di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman

0 2 15

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annuum L) di DESA HULA’AN KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

0 0 14

ANALISIS FAKTOR- FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH (Capsicum annuum L) di DESA HULA’AN KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

0 0 14