Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubi jalar

(1)

i

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI UBI JALAR

(Studi Kasus Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

KARMIZON DEFRI H34070101

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ii RINGKASAN

KARMIZON DEFRI. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar, Studi Kasus: Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan NETTI TINAPRILLA).

Kecamatan Dramaga merupakan salah satu sentra penghasil ubi jalar terbesar di Kabupaten Bogor. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 hanya Kecamatan Dramaga yang mengalami penurunan produktivitas yaitu dari 147 ku/ha menjadi 143,8 ku/ha. Salah satu Desa di Kecamatan Dramaga sebagi penghasil ubi jalar yaitu Desa Purwasari. Pada kasus usahatani ubi jalar di Desa Purwasari, keragaan usahatani ubi jalar dapat dilihat dari aplikasi teknik budidaya yang masih tradisional atau sangat sedikit mengalami penyerapan teknik dan teknologi budidaya oleh petani. Budidaya tradisional yang sebagian besar dilaksanakan oleh petani ubi jalar diindikasikan masih belum efisien, dilihat dari penggunaan sumber daya yang tidak sesuai anjuran, tingkat pendapatan petani yang masih rendah, dan produksi ubi jalar masih di bawah potensi produksi rata-rata Jawa Barat.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis keragaan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor (2) menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor(3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan efisiensi alokatif usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode secara purposive. Metode purposive digunakan untuk memilih petani yang menanam ubi jalar varietas jawa pada musim tanam 2010. Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada keseluruhan anggota populasi sebanyak 75 orang petani responden.

Berdasarkan komponen biaya, pengeluaran biaya terbesar petani responden yaitu Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK). Biaya TKLK yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp 4.546.750,00 atau sekitar 54,65 persen dari biaya total produksi. Penerimaan tunai petani responden sebesar Rp 10.198.907,60. Pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya total untuk satu musim panen masing-masing sebesar Rp 4.787.537,60 dan Rp 1.894.078,60. Hasil R/C terhadap biaya tunai maupun biaya total yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar ini masih menguntungkan untuk diusahakan.

Berdasarkan hasil analisis regresi, untuk model penduga produksi petani diperoleh koefisien determinsi (R2) sebesar 94,4 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) sebesar 94 persen. Dari hasil uji-t diketahui bahwa produksi ubi jalar di Desa Purwasari secara statistik nyata dipengaruhi oleh lahan, bibit per lahan, dan unsur K per lahan. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F-hitung 191.699 lebih besar dari F-tabel pada tingkat kesalahan 1 persen. Hal ini berarti bahwa variabel indivenden: lahan, bibit, tenaga kerja, unsur N, dan unsur K berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kesalahan 10 persen. Hasil


(3)

iii analisis alokasi efisiensi dari faktor produksi tanah dengan harga sewa tanah per musim per hektar adalah lebih dari satu (15,33). Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomis alokasi dari faktor produksi pada tingkat 0,33 hektar pada musim tanam 2010 belum efisien. Sementara itu rasio NPM-BKM penggunaan tenaga kerja, unsur N, dan unsur K masing-masing 0,01, 0,99 dan 0,52 hal ini menunjukkan tidak efisien pada pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut.

Peningkatan pendapatan dan efisiensi dari penggunaan faktor produksi hendaknya dilakukan melalui penyuluhan secara aktif dan berkelanjutan. Pemberian informasi mengenai penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi jalar dapat dilakukan melalui kelompok tani. Petani hendaknya mampu memberikan nilai tambah kepada ubijalar baik melalui sortasi atau grading. Peningkatan produksi ubi jalar dapat dilakukan dengan meningkatkan luas tanam pada lahan yang dimiliki petani serta melakukan efisiensi pada intensifikasi penggunaan input-input produksi.


(4)

iv

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI UBI JALAR

(Studi Kasus Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

KARMIZON DEFRI H34070101

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

DepartemenAgribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

v Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar

(Studi Kasus Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

Nama : Karmizon Defri

NIM : H34070101

Disetujui, Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP . 1969 0410 199512001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 195809081984031002


(6)

vi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Karmizon Defri H34070101


(7)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Babatan pada tanggal 27 Juli 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Rubisman dan Ibunda Sunariyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 12 Tanjung Enim pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004 di SLTP Negeri 3 Tanjung Enim. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Muara Enim pada tahun 2007. Semua lembaga pendidikan tersebut berada di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun 2007. Penulis menerima beasiswa penuh dari Pemda Kabupaten Muara Enim sejak tahun 2007 sampai lulus pada tahun 2011.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah Sumatera Selatan dan UKM Sharia Economic Student Club (SES-C) Divisi Eksternal tahun 2009-2010. Penulis juga tercatat sebagai pengurus Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) untuk regional Bogor pada tahun 2009-2010.


(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Ubi Jalar di Desa

Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor”. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis keragaan usahatani, efisiensi alokasi penggunaan faktor-faktor produksi, dan pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pun karya tulis ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2011 Karmizon Defri


(9)

ix UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ayah dan Ibu semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik. Terima kasih atas semua hal yang menjadi bisa dan ada untuk mewujudkan mimpi-mimpi anak-anaknya.

2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Saya sangat beruntung dapat dipertemukan dengan Ibu yang sangat luar biasa dalam membimbing saya. Terima kasih telah banyak memberi pelajaran yang berharga.

3. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji departemen yang telah membantu penulis dengan memberikan saran dan kritik untuk memperbaiki skripsi ini ke arah yang lebih baik.

5. Dinas Pertanian Kabupaten Bogor atas data informasi dan kerja sama yang baik dalam memberikan informasi dan gambaran sistem agribisnis ubi jalar di Kabupaten Bogor.

6. UPT BP3K Kecamatan Dramaga Bapak Tatang (Penyuluh Desa Purwasari) terima kasih telah membimbing penulis dalam memahami kondisi pertanian ubi jalar yang nyata terjadi di lapangan. Serta Kantor Desa Purwasari atas segala informasi usahatani ubi jalar.

7. Petani responden ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, Bapak Adi Suardi yang telah banyak membantu penulis dalam mencari responden petani ubi jalar, terima kasih atas bantuan

penginapan dan nasihatnya yang selalu mengatakan “Kalau sudah sukses, ingat sama petani”. Serta tidak lupa kepada bapak Suhanda atas segala


(10)

x 8. Pemda Kabupaten Muara Enim yang telah membantu penulis secara finansial sampai penulis lulus. Terima kasih atas kesempatan beasiswa yang diberikan, insyaallah menjadi berkah.

9. Dinda Asyifa Devi, terima kasih atas segala bantuan dan dukungan semangatnya, semoga cita-citanya tercapai.

10.Innas Rovino K, Endi Jery Suswono, Irwan Irsyadi, Detasya Nikita P, Harfiana, Dini Damayanti, Putri Annisa Cher, Eka Pratiwi dan Sri Lestari sebagai sahabat terbaik yang telah banyak membantu penulis.

11.Teman-teman Agribisnis angkatan 44 atas semangat kekeluargaan selama kuliah di Agribisnis IPB. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Juli 2011


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 7

1.3.Tujuan ... 10

1.4.Manfaat ... 10

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Kajian Empiris Ubi Jalar ... 11

2.2. Aspek Produksi Ubi Jalar ... 11

2.3. Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani ... 13

2.4. Tinjauan Empiris Faktor Produksi Usahatani ... 15

2.5. Tinjauan Empiris Analisis Efisiensi Alokatif . ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.1.1. Konsep Usahatani ... 19

3.1.2. Konsep Fungsi Produksi ... 21

3.1.3. Konsep Efisiensi Alokasi Faktor Produksi ... 24

3.1.4. Konsep Penapatan Usahatani ... 26

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 28

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 31

4.1. Lokasi dan Waktu ... 31

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 31

4.3. Jenis dan Sumber Data ... 31

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 31

4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... 32

4.4.2. Analisis Fungsi Produksi ... 33

4.4.3. Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi ... 36

4.5. Definisi Operasional ... 36

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN ... 38

5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari ... 38

5.1.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat ... 38

5.1.2. Keadaan Usahatani Ubijalar ... 39

5.2. Karakteristik Petani Responden ... 40

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

6.1. Keragaan Usahatani ... 46

6.2. Analisis Penggunaan Sarana Produksi ... 52

6.3. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar ... 57


(12)

xii

6.3.2 Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ... 60

6.4. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 61

6.4.1. Pendugaan Model ... 61

6.4.2 .Interpretasi Model ... 63

6.5. Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi ... 66

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

7.1. Kesmpulan ... 69

7.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(13)

xiii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor

Pertanian pada Tahun 2006-2010 (Miliar Rupiah) ……… 1 2. Kandungan Gizi pada 100 Gram Ubi Jalar,

Beras, Jagung dan Terigu ... 3 3. Kandungan Gizi Mineral Ubi Jalar

Dibandingkan Dengan Nasi per 100 g ... 3 4. Rata-Rata Konsumsi Kalori per Hari Menurut

Kelompok Makanan di Indonesia Pada Tahun 2010 ………….. 4 5. Perkembangan Ekspor Ubi Jalar Indonesia 2005-2010 ……….. 5 6. Perkembangan Produktivitas, Luas Panen,

dan Produksi Ubi Jalar di Indonesia ... 5 7. Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar

Pada Sentra Produksi Ubi Jalar Tahun 2010 ... 6 8. Produktivitas Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar

Jawa Barat Tahun 2010 ………... 6

9. Potensi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor... 7 10.Tingkat Produksi dan Produktivitas Padi,

Palawija, dan Sayuran di Kabupaten Bogor Jawa Barat...…. 8 11.Produktivitas Ubi Jalar di Sentra Ubi Jalar Bogor

Tahun 2005-2010……… 9

12.Kandungan Gizi pada Berbagai Jenis Ubi Jalar ... 11 13.Sebaran Responden Menurut Usia Petani Ubi Jalar

di Desa Purwasari Pada Tahun 2010 ……….. 45 14.Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal ……… 45 15.Sebaran Responden Menurut Status Usahatani

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………. 46

16.Sebaran Responden Menurut Pengalaman Usahatani


(14)

xiv 17.Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ……… 46

18.Sebaran Responden Menurut Keanggotaan Kelompok Tani

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ……… 47

19.Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Petani

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………... 47 20.Sebaran Responden Menurut Waktu Tanam

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ……… 48 21.Sebaran Responden Menurut Waktu Kerja di Luar Usahatani

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………. 49

22.Sebaran Responden Menurut Pendapatan di Luar Usahatani

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ………. 49

23.Sebaran Petani Responden Berdasarkan Teknik Tanam

Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ……… 54 24.Rata-Rata Pengguanaan Tenaga Kerja per Hektar

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ……… 56 25.Penerimaan Usahatani Ubi Jalar per Hektar

di Desa Purwasari Tahun 2010 ……… 57

26.Biaya Usahatani Per Hektar per Musim Tanam

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010……… 58

27.Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya

Usahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Musim Tanam 2010 ….. 60 28.Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglass per Usahatani

Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 ……… 62

29.Analisis Efisiensi dari Alokasi Penggunaan Faktor-Faktor

ProduksiUsahatani Ubi Jalar di Desa Purwasari Tahun 2010 … 66 30.Kombinasi Optimal dari Penggunaan Faktor-Faktor Produksi


(15)

xv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Fungsi Produksi ……… 24

2. Kerangaka Pemikiran Operasional ……… 30

3. Aktivitas Pengolahan Lahan ……….. 48

4. Lahan Siap Tanam (Guludan) ……… 48

5. Lahan yang Kurang Mendapat Penyiangan ………... 50


(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Usahatani ... 74

2. Output Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar ……….. .... 87

3. Biaya Pembibitan Sendiri ………. 88

4. Biaya Penyusutan Alat-alat Produksi ……….. 89


(17)

xvii I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak bagi sistem perekonomian nasional. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dan memberikan kontribusi nyata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu sektor pertanian merupakan salah satu kunci dalam pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja dan juga sebagai kunci dalam pemantapan ketahanan pangan nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan atas dasar harga yang berlaku periode 2006-2009 PDB tanaman pangan meningkat dari Rp. 214.346,30 miliar menjadi Rp. 419.194,80 miliar1. Kontribusi nominal PDB dari tanaman bahan makanan merupakan kontribusi terbesar PDB sektor pertanian. Namun, peningkatan PDB tanaman pangan tersebut tidak diikuti oleh kenaikan kontribusinya, karena kontribusi tanaman pangan tersebut menurun pada periode 2006-2009 yaitu dari 49,5 persen menjadi 48, 9 (Tabel 1).

Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun 2006-2010 (Miliar Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (diolah) *Data sementara

Salah satu subsektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan pertanian adalah subsektor tanaman pangan. Beberapa peran strategis subsektor tanaman pangan diantaranya dalam hal pertumbuhan dan pengembangan ketahanan pangan, PDB, kesempatan kerja serta sebagai sumber pendapatan perekonomian regional dan nasional. Peranan tanaman pangan dalam hal

1

http://www.bps.go.id, [18 Mei 2011]

No Uraian 2006 2007 2008 2009 2010*

1 Nasional 2.774.281,10 3.339.216,80 3.950.893,20 4.951.356,70 5.613.441,70 2 Pertanian 433.223,40 541.931,50 716.065,30 857.241,40 985.143,60 3 Pangan 214.346.30 265.090.90 349.795,00 419.194,80 135.258,10 4 Perkebunan 63.401,40 81.664,00 105.969,30 111.423,10 135.258,10 5 Peternakan 51.074,70 61.325,20 82.676,40 104.883,90 119.094,90 6 Kehutanan 30.065,70 36.154,10 40.375, 10 45.119,60 48.050,50 7 Perikanan 74.335,30 97.697,30 137.249, 50 176.620,00 199.219,00


(18)

xviii mewujudkan ketahanan pangan erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, ketahanan dan keamanan nasional. Bahan pangan yang tidak tesedia dengan cukup dan harga yang tidak terjangkau oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat secara luas baik dari segi ekonomi maupun sosial (Hafsah, 2004). Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan; mengembangkan teknologi produksi pangan; mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan; serta mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif (Tunggal 1996 dalam Khotimah 2008).

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dengan laju pertumbuhan mencapai 1,3 persen per tahun, maka kebutuhan akan pangan semakin meningkat. Alternatif solusi untuk mengatasi masalah pertumbuhan konsumsi adalah program diversifikasi pangan. Kebijakan untuk mewujudkan adanya diversifikasi dapat dilaksanakan melalui (a) pengembangan konsumsi pangan karbohidrat yang beragam, (b) pengembangan dan peningkatan daya tarik pangan karbohidrat non beras, dan (c) pengembangan produk dan mutu produk pangan karbohidrat non beras yang bergizi tinggi dan memungkinkan untuk dikembangkan (Nurmalina, 2008).

Upaya mendukung program percepatan penganekragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal, pengembangan kelompok pangan sumber karbohidrat khususnya umbi-umbian perlu menjadi perhatian. Diantara kelompok umbi-umbian, ubi jalar merupakan salah satu bahan pangan lokal yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang program diversifikasi pangan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ubi jalar merupakan;(1) sumber karbohidrat keempat setelah padi, jagung dan ubikayu; (2) memiliki produktivitas tinggi dibandingkan dengan beras dan ubikayu. Ubi jalar dengan masa panen empat bulan dapat berproduksi hingga 25-30 ton/ha lebih; (3) memiliki potensi diversifikasi produk yang cukup beragam; (4) memiliki potensi permintaan pasar baik lokal, regional maupun ekspor yang terus meningkat; (5)serta memiliki


(19)

xix kandungan gizi yang cukup beragam dan tidak dimiliki oleh tanaman pangan lainnya (Tabel 2).

Tabel 2. Kandungan Gizi pada 100 Gram Ubi Jalar, Beras, Jagung dan Terigu

No Zat Makanan Ubi Putih Ubi

Oranye Beras Jagung Terigu 1 Kalori (kal) 123,00 123,00 360,00 355,00 365,00 2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 9,2 8,90 3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 3,90 1,30 4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 73,70 77,30 5 Vitamin A-(SI) 60,00 7.700,00 0,26 - 0,12 6 Vitamin B 1(mgr) 0,90 0,90 - - - 7 Vitamin C 22,00 22,00 0,12 - 0,12 8 Kalsium 30,00 30,00 - - - Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Susmono (1995)

Kandungan gizi mineral ubijalar lebih tinggi dibadingkan dengan kandungan gizi mineral pada nasi. Perbandingan kandungn mineral antara ubi jalar dan nasi per 100 gr diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Gizi Mineral Ubijalar Dibandingkan Dengan Nasi Per 100 gram

Sumber: Horton et al.(1989), dalam Zuraida dan Supriati (2005)

Permintaan ubi jalar sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia, selain itu digunakan untuk pakan ternak dan industri. Hingga saat ini, ubi jalar masih banyak dikonsumsi kalangan menengah kebawah dalam bentuk rebusan, gorengan dan berbagai macam bentuk camilan lainnya. Di Jepang, olahan ubi jalar baik yang berbentuk rebusan, gorengan ataupun chips telah

Mineral Ubi jalar(mg/100 gr) Nasi(mg/100 gr)

Thiamin 0,09 0,02

Riboflavin 0,06 0,01

Niacin 0,60 0,04

K 243,00 28,00

P 47,00 28,00

Fe 0,70 0,20


(20)

xx menjadi makanan ringan yang tidak hanya dijumpai diwarung-warung namun juga telah banyak pada restoran maupun hotel berbintang (Hafsah, 2004).

Di Indonesia ubijalar pada umumnya digunakan sebagai bahan pangan sampingan seperti chips, gaplek, keripik, cookies dan lainnya, kecuali untuk beberapa daerah di Papua ubi jalar digunakan sebagai bahan makanan utama. Pada Tabel 4 menunjukkan konsumsi kalori perkapita per hari penduduk Indonesia pada tahun 2010. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 komoditi padi-padian menjadi konsumsi kalori bahan makanan tertinggi namun cenderung mengalami penurunan. Konsumsi kalori dari bahan makanan yang kedua yaitu dari komoditas umbi-umbian yang salah satunya berasal dari ubi jalar. Konsumsi ubi jalar meningkat tipis dari tahun 2005 hingga tahun 2008 yakni dari 51,08 kal/hari menjadi 52,75 kal/ha. Data sementara tahun 2009 menunjukkan adanya penurunan konsumsi rumah tangga terhadap ubi jalar yakni sebesar 39,39 kal/hari. Tabel 4. Rata-rata Konsumsi Kalori per Hari Menurut Kelompok Makanan di

Indonesia Pada Tahun 2010

No. Komoditi 2005 2006 2007 2008 2009 1 Padi-padian 1 009.13 992.93 953.16 968.48 939.99 2 Umbi-umbian 56.01 51.08 52.49 52.75 39.97 3 Ikan 47.59 44.56 46.71 47.64 43.52 4 Daging 41.45 31.27 41.89 38.6 35.72 5 Telur dan susu 47.17 43.35 56.96 53.6 51.59 6 Sayur-sayuran 38.72 40.2 46.39 45.46 38.95 7 Kacang-kacangan 69.97 64.42 73.02 60.58 55.94 8 Buah-buahan 39.85 36.95 49.08 48.01 39.04 9 Minyak dan lemak 241.87 234.5 246.34 239.3 228.35 10 Bahan minuman 110.73 103.69 113.94 109.87 101.73 12 Makanan jadi 233.08 216.83 246,04 289,85 278.46 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Produk ubi jalar akan menguntungkan bila menjadi komoditas ekspor mengingat nilai ekspor yang terus meningkat pada tiap tahunnya. Permintaan ekspor ini datang dari berbagi kawasan seperti, Brunei Darussalam, Taiwan, Nigeria dan Ethiopia serta Arab Saudi. Perkembangan ekspor ubi jalar terlihat pada tabel 5.


(21)

xxi Tabel 5. Perkembangan Ekspor Ubi Jalar Indonesia Tahun 2006-2010

No Tahun Volume (Kg) Nilai (US $)

1 2006 11.215.834 6.259.034

2 2007 8.388.721 6.197.464

3 2008 8.442.670 6.593.920

4 2009 7.343.583 6.052.634

5 2010 7.083.483 5.317.067

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Perkembangan produktivitas, luas lahan dan produksi ubi jalar di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 6. Pada periode 2005-2009, luas areal panen ubi jalar berfluktuasi setiap tahunnya dan cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2005-2006 luas areal panen menurun dari 178.336 hektar menjadi 176. 507 hektar, tetapi mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi 183.162. Penurunan luas lahan ini diindikasikan karena konversi lahan pertanian. Namun terdapat kenaikan produktivitas pada tiap tahunnya yang menunjukkan adanya perkembangan budidaya yang baik pada petani ubijalar dari 104,13 ku/ha pada tahun 2005 menjadi 113,27 ku/ha pada tahun 2010. Peningkatan produktivitas juga diiringi dengan peningkatan produksi nasional dari 1.856.969 pada tahun 2005 menjadi 2.050.805 pada tahun 2010.

Tabel 6. Perkembangan Produktivitas, Luas Panen, dan Produksi Ubi Jalar di Indonesia 2010

Tahun Luas Panen(ha) Produktivitas(ku/ha) Produksi(ton)

2005 178.336 104,13 1.856.969

2006 176.507 105,05 1.854.238

2007 176.932 106,64 1.886.852

2008 174.561 107,80 1.881.761

2009 183.162 110,69 2.027.495

2010 181 048 113, 27 2.050.805

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

Sentra produksi ubi jalar terbesar nasional pada tahun 2010 adalah Jawa Barat 23,41 persen dari produksi ubi jalar nasional. Diurutan kedua yaitu Papua 16,68 persen dari produksi nasional. Selanjutnya yaitu Jawa Timur (7,86%); Jawa Tengah (7,17%); Sumatera Utara(6,92%); dan daerah lainnya (8,9%). Pada masing-masing daerah memiliki produktivitas yang berbeda beda bergantung pada beberapa hal seperti kondisi lahan, varietas ubi jalar yang ditanam dan teknologi


(22)

xxii usahatani yang digunakan. Pengembangan ubi jalar untuk daerah Jawa Barat mempunyai potensi yang sangat mendukung terlihat dari luas panen yang mencapai 34.000 ha untuk musim tanam 2010 dengan produksi mencapai 474.570 ton sedangakan produktivitasnya sebesar 139,61 ku/ha lebih tinggi dari rata-rata produktivitas nasional 120 ku/ha (Tabel 7).

Tabel 7. Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar pada Sentra Produksi Ubi Jalar Tahun 2010

Provinsi Luas Panen(ha) Produktivitas (ku/ha)

Produksi (ton)

Jawa Barat 34.000 139,61 476.670

Papua 33.935 99,64 338.137

Jawa Timur 16.040 99,33 159.326

Jawa Tengah 8.961 162,33 145.446

Sumatera Utara 12.489 112,45 140.438

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Provinsi Jawa Barat sendiri mengalami fluktuasi dalam luas panen produksi dan produktivitas tiap tahunnya, namun cenderung mengalami penurunan. Luas panen ubi jalar di Jawa Barat 30.794 hektar pada tahun 2005 dan menjadi 27.252 pada tahun 2008. Pada tahun 2010 luas panen kembali meningkat menjadi 34.000 hektar. Perkembangan produktivitas mulai tahun 2005 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan dari 126, 77 kuintal per hektar menjadi 140, 67 kuintal per hektar dan sedikit mengalami penurunan pada tahun 2010 yaitu menjadi 139, 61 kuintal per hektar. Namun dari segi porduksi terus mengalami peningkatan (Tabel 8).

Tabel 8. Produktivitas, Luas Panen dan Produksi Ubi Jalar Jawa Barat Tahun 2010

Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Ku/Ha) Produksi(Ton)

2005 30 794 126,77 390 386

2006 29 805 130,53 389 043

2007 28 096 133,73 375 714

2008 27 252 138,15 376 490

2009 33 387 140,67 469 646

2010 34.000 139,61 476.670


(23)

xxiii 1.2. Perumusan Masalah

Salah satu daerah sentra budidaya ubi jalar yaitu Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas alternatif yang dapat dibudidayakan untuk mendukung suksesnya diversifikasi pangan secara nasional. Budidaya ubi jalar di Kabupaten Bogor masih dapat dikembangkan melihat adanya potensi lahan pertanian yang masih luas. Luas lahan berdasarkan penggunaanya di Kabupaten Bogor mencapai 299.990,00 hektar dengan potensi areal pengembangan baik untuk lahan pertanian maupun lahan non pertanian. Sebagian besar lahan tersebut dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian yaitu sebesar 159.151, 36 hektar. Pemanfaatan lahan pertanian di Kabupaten Bogor dibagi menjadi dua macam yaitu lahan pertanian berupa sawah dan lahan pertanian bukan sawah. Lahan pertanian bukan sawah digunakan untuk aktivitas berladang, tegal, perkebunan besar dan perkebunan rakyat, aktivitas penggembalaan, dan juga untuk kolam ikan atau empang . Luas lahan bukan sawah ini mencapai 110.264,36 hektar (Tabel 9).

Tabel 9. Potensi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2010

No Potensi Luas (Ha)

A Lahan Pertanian 159.152, 36

Lahan Sawah 48.888,00

Lahan Bukan Sawah 110.264,36

- Tegal Kebun 56.277,00

- Ladang/Huma 10.671,00

- Penggembalaan/padang 1.510,00

- Sementara tidak diusahakan 710,00

- Perkebunan Besar Negara 5.219,15

- Perkebunan Besar Swasta 4.128,35

- Perkebunan Rakyat 14.102,20

- Ditanami pohon/Hutan Rakyat 15.345,66

- Kolam/Tebat/Empang 2.351,00

B Lahan Bukan Pertanian 140.837,64

JUMLAH 299.990,00

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011

Berdasarkan Tabel 9, potensi areal untuk budidaya ubi jalar cukup luas, mengingat ubi jalar dapat menggunakan lahan yang digunakan untuk sawah maupun tegal atau ladang. Selain itu, masih ada lahan yang tidak digunakan yang


(24)

xxiv dapat dimanfaatkan yang juga dapat dimanfaatkan untuk membudidayakan ubi jalar. Akan tetapi tingkat produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor masih rendah, jika dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya. Produksi dan produktivitas pertanian secara umum di Kabupaten Bogor belum mencapai sasaran yang ditargetkan. Komoditas ubi jalar sendiri ditargetkan mencapai 59.253 ton dengan produktivitas 145,35 kuintal per hektar, namun pada realisasinya produksi yang mampu dicapai hanya sebesar 35.183 ton dengan produktivitas 134,83 kuintal per hektar, masih jauh dari target yang diinginkan (Tabel 10).

Tabel 10. Tingkat Produksi dan Produktivitas Padi, Palawija,dan Sayuran di Kabupaten Bogor Tahun 2010

No Komoditas

Produksi Produktivitas Sasaran (Ton) Realisasi (Ton) Sasaran (Ku/Ha) Realisasi (Ku/Ha) 1 Padi Sawah

Padi Gogo 504.817 10.431 485.104 7.638 61,78 31,71 63,01 28,50 Jumlah 515.248 492.742

2 Palawija a. Jagung b. Kedelai 23.296 200 6.369 35 39,47 13,33 34,97 11,75 Jumlah 23.496 6.404

3 Umbi-umbian a. Ubi Kayu b. Ubi Jalar c. Talas 189.056 59.253 13.820 140.106 35.183 8.786 219,66 145,39 145,47 188,52 134,83 141,01

Jumlah 262.129 183.975 4 Kacang-kacangan

a. Kacang Tanah b. Kacang Hijau

2.934 430 1.337 29 13,87 10,78 12,66 10,22 Jumlah 3.364 1.366

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011

Kecamatan Dramaga merupakan salah satu sentra penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor. Dibandingakan dengan beberapa daerah sentra penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor lainnya produktivitas ubi jalar di Kecamatan Dramaga sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 mengalami penurunan. Pada tahun 2005 produktivitasnya yaitu sebesar 147 ku/ha dan mengalamai penurunan hingga menjadi 143,8 ku/ha pada tahun 2009. Produktivitas ubi jalar untuk sentra penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 11.


(25)

xxv Tabel 11. Produktivitas Ubi Jalar di Sentra Ubi Jalar BogorTahun 2005-2010

(ku/ha)

No Lokasi 2005 2006 2007 2008 2009

1 Ciampea 145,00 172,78 146,10 146,33 145,50 2 Dramaga 147,00 167,30 145,44 142,96 143,81 3 Cibungbulang 150,00 170,20 140,37 146, 91 146,39 4 Pamijahan 146,00 166,44 147,37 145,84 145,60

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2011

Salah satu Desa di Kecamatan Dramaga sebagi penghasil ubi jalar yaitu Desa Purwasari. Pada kasus usahatani ubi jalar di Desa Purwasari, keragaan usahatani ubi jalar dapat dilihat dari aplikasi teknik budidaya yang masih tradisional atau sangat sedikit mengalami penyerapan teknik dan teknologi budidaya oleh petani. Insentif usahatani yang belum optimal terlihat dari rendahnya harga jual yang hanya berkisar Rp. 700,- sampai dengan Rp 1.000,-. Selain itu produktivitas ubi jalar pada Desa Purwasari masih di bawah rata-rata untuk daerah Kecamatan Dramaga yaitu 125 ku/ha.

Teknik budidaya, pendapatan usahatani dan penggunaan faktor produksi merupakan tiga hal yang berkaitan. Teknik budidaya yang digunakan akan mempengaruhi pendapatan yang dihasilkan petani, dengan teknik budidaya yang benar maka akan dihasilkan ouput usahatani yang optimal sehingga akan memberikan pendapatan yang optimal pada petani. Petani yang pada teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan sumberdaya yang ada untuk mencapai output maksimum atau meminimalkan penggunaan input untuk mencapai output yang sama, dapat dikatakan telah mencapai efisiensi. Efisiensi pada alokasi penggunaan faktor produksi yang menghasilkan ouput yang optimal maka akan mempengaruhi pendapatan petani. Maka dari itu diperlukan informasi mengenai keragaan budidaya untuk mengetahui pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubi jalar pada Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Efisiensi alokasi faktor-faktor produksi dan tingkat pendapatan usahatani yang dijalankan dapat digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan pengkombinasian input usahatani yang optimal dan kebijakan pertanian kedepannya.


(26)

xxvi Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keragaan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor

2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

3. Apasaja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis keragaan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis faktor-faktor produksi dan efisiensi alokatif usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Sebagai bahan informasi bagi Petani ubi jalar dalam pengambilan keputusan pada usaha budidaya ubi jalar yang dilakukan.

2. Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi Pemerintah daerah dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian terutama menyangkut ubijalar.

3. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan ilmiah dan penelitian.

4. Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama.


(27)

xxvii II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Empiris Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan komoditas tanaman pangan yang telah banyak digunakan sebagai penelitian pada berbagai disiplin ilmu. Tanaman yang memiliki nama latin Ipomea Batatas L. ini berasal dari Amerika Tengah dan menyebar pada daerah-daerah tropis di dunia. Penyebaran pertama kali terjadi ke Spanyol dan melalui perantara orang Spanyol ini ubi jalar menyebar ke kawasan Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Ubi Jalar dikenal sebagai bahan pangan yang kaya akan provitamin A (betakaroten) dan Vitamin C. Selain itu, Ubi Jalar juga memiliki berbagai kandungan gizi (Tabel 12)

Tabel 12. Kandungan Gizi pada Berbagai Jenis Ubi Jalar

No Kandungan Gizi

Banyaknya dalam

Ubi Putih Ubi Merah Ubi Kuning Daun 1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00 2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80 3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40 4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40 5 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70 6 Kadar Gula 0,40 0,40 0,30 - 7 Beta Karoten (g) 31,20 174,20 - - 8 Vitamin C (mg) 22,00 22,00 35,00

Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Susmono (1995)

2.1.1. Aspek Produksi Ubi Jalar

Produksi ubi jalar Indonesia tersebar diseluruh provinsi dengan wilayah sentra produksi utama adalah provinsi Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Bali (BPS, 2009). Potensi pengembangan komoditas ubi jalar dapat ditingkatkan baik dari produksi maupun segi produktivitas.

Aji (2008) meneliti tentang peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa produksi ubi jalar nasional mempunyai


(28)

xxviii kecenderungan pola yang stationer pada bagian non seasonal-nya, sedangkan pada bagian seasonal-nya berpola tidak stationer. Produksi kuartalan ubi jalar fluktuasi tahunan dan musimannya mengikuti fluktuasi produksi padi dengan korelasi negatif. Berdasarkan metode peramalan ARIMA menghasilkan nilai MSE sebesar 4.776 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Selanjutnya konsumsi tahunan ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola tren menurun. Fluktuasi tahunan konsumsi ubi jalar mengikuti fluktuasi konsumsi beras dengan korelasi yang negatif. Berdasarkan hasil peramalan model Tren Linear, nilai MSE sebesar 21.835,30 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Peramalan sampai 10 tahun ke depan (2016) menunjukan bahwa produksi dan konsumsi ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan.

Pada penelitian ini, terbentuk persamaan regresi ubi jalar yang menunjukan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan konsumsi beras. Hal ini dikarenakan kedua komoditi mempunyai sifat saling komplementer bukan substitusi. Lalu pada persamaan regresi produksi ubi jalar menunjukan adanya hubungan negatif antara produksi ubi jalar dengan luas tanam padi, hal ini terjadi dikarenakan jika luas tanam padi meningkat maka luas tanam ubi jalar menurun sehingga produksi ubi jalar juga akan menurun. Walaupun variabel luas tanam padi berkorelasi negatif dengan produksi ubi jalar tapi variabel itu tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan dua komoditas itu berbeda kebutuhan penggunaan lahannya.

Juarsa (2007) meneliti tentang daya saing ubi jalar di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan menguntungkan secara finansial dan ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai keuntungan privat yang bersifat positif, yaitu Rp 591,05/kg untuk varietas bogor, Rp 608,89/kg untuk varietas kuningan putih, dan Rp 601,34/kg untuk keseluruhan varietas. Nilai keuntungan sosial bernilai positif sebesar Rp 1.537,72/kg untuk varietas bogor, Rp 1.093,85/kg untuk varietas kuningan putih dan Rp 1.321, 91/kg untuk keseluruhan varietas. Selain itu, pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan mempunyai daya saing. Hal ini terlihat dari nili PCR kurang dari satu, yaitu sebesar 0,49 untuk varietas bogor, 0,41 untuk varietas kuningan putih, dan 0,24 untuk keseluruhan varietas. Nilai


(29)

xxix PCR dan DRC yang kurang dari satu menunjukan bahwa pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif (daya saing).

Menurut hasil penelitian ini, dampak kebijakan terhadap input-output pada pengusahaan ubi jalar di Kabupaten Kuningan belum berjalan dengan efektif, atau kebijakan input-output yang ada selama ini kurang menguntungkan bagi produsen. Hal ini ditunjukan dari nilai Koefisien Proteksi Efektif (EPC) yang kurang dari satu, yaitu sebesar 0,57 untuk varietas bogor; 0,71 untuk varietas kuningan; dan 0,63 untuk keseluruhan varietas. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas gabungan jika terjadi perubahan harga ubi jalar di tingkat petani, harga input pupuk, perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan perubahan jumlah produksi ubi jalar, menunjukan bahwa pengusahaan ubi jalar kedua varietas di Kabupaten Kuningan tidak memiliki keunggulan kompetitif.

2.2. Tinjauan Empiris Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar Hasil penelitian yang dilakukan oleh International Potato Center East, South East Asia and Pasific Region (CIP-ESAP, 2003) menunjukkan bahwa mengusahakan ubi jalar di Pulau Jawa relatif menguntungkan dibandingakn tanaman lainnya seperti kedelai dan kacang tanah. Di Jawa Barat, biaya produksi yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp. 4.085.000, dengan komponen pengeluaran terbesar untuk biaya tenaga kerja yaitu sebesar 55, 69 persen. Pengeluaran lainnya yaitu untuk sarana produksi seperti pupuk dan bibit sebesar 38,19 persen. Pendapatan bersih yang diterima petani sebesar Rp. 2.251.000 per musim per hektar,dengan R/C sebesar 1,55. Kelayakan usahatani ubi jalar dilihat dari indikator R/C sebesar 1,55 menunjukkan bahwa ubi jalar di Jawa Barat layak untuk terus dikembangkan dan memberikan keuntungan bagi petani.

Penelitian ubi jalar terdahulu juga pernah dilakukan oleh Widayanti (2008) yang bertujuan untuk mengkaji pendapatan usahatani dan pemasaran ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa saluran pemasaran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada tiga saluran yang terdiri dari saluran 1: petani-pedagang pengumpul 1-pedagang pengumpul 2-pedagang pengecer-konsumen, saluran 2:


(30)

xxx pedagang pengumpul 2-pedagang pengecer-konsumen, saluran 3: petani-pedagang pengumpul 1-petani-pedagang pengumpul 2-pabrik (konsumen).

Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda-beda. Petani dan pedagang pengumpul 1 menghadapi struktur pasar oligopsoni sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul 2 dan pedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli. Marjin pemasaran terkecil terjadi pada saluran tiga dan marjin pemasaran terbesar terjadi pada saluran satu. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran tiga, sehingga saluran pemasaran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran pemasaran tiga.

Hasil kajian mengenai pendapatan usahatani menunjukan bahwa penerimaan usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan sebesar Rp 11.406.061 dengan harga jual rata-rata Rp 950/kg dan produksi rata-rata 12.006,38 kg/ha. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 8.256.764 yang terdiri dari biaya tunai Rp 5.254.907 dan biaya diperhitungkan Rp 3.001.857. Sehingga didapatkan pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.149.297. Nilai R/C atas biaya tunai usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan adalah 2,17, sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan indikator kelayakn R/C tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan. Hal ini dikarenakan nilai R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih dari satu.

Herdiman (2008) melakukan analisis pendapatan usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian rata-rata penerimaan usahatani ubijalar per hektar permusim yaitu sebesar Rp. 15.902.603,17. Total biaya yang dikeluarkan yaitu terdiri dari biaya tunai sebesar Rp. 6.125.225,40 sedangkan biaya non tunai yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 8.912.225,40. Pendapatan usahatani terhadap biaya tunai di Desa Gunung Malang yakni sebesar Rp. 9.777.377,78 sedangkan pendapatan usahatani terhadap biaya non tunai yaitu sebesar Rp. 6.989.90,59. Dari penerimaan dan biaya yang ada dianalisi R/C terhadap usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang. Nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2,01 sedangkan nilai R/C terhadap biaya non


(31)

xxxi tunai yaitu sebesar 1,78. Hasil analisis R/C menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang tergolong menguntungkan untuk diusahakan.

Dari semua kajian empiris mengenai pendapatan usahatani ubi jalar menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar layak dan menguntungkan untuk diusahakan, Pendapatan usahatani ubi jalar juga ditentukan oleh input produksi dan output produksi serta harga jual ubi jalar segar

2.3. Tinjauan Empiris Analisis Faktor-Faktor Produksi Cobb-Douglass Sejumlah penelitian empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani dilakukan dengan berbagai metode dan analisis yang sebagian besar menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass. Beberapa penelitian yang telah dikaji dengan analisis fungsi produksi produksi Cobb-Douglass yaitu bawang daun, belimbing, tebu dan ubi jalar. Penelitian terdahulu yang dilakukan Khotimah (2010) terhadap faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Dalam penelitianya Khotimah menggunakan beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan Jawa Barat yaitu lahan, benih, tenaga kerja, pupuk P, dan Pupuk K serta pupuk N. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi ubi jalar yaitu lahan, benih, pupuk P dan pupuk K. Sedangkan penggunaan pupuk N tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar karena penggunaanya telah mendekati anjuran penyuluh pertanian daerah Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

Penelitian lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani juga pernah dilakukan oleh Sumiyati (2008) yang mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi porduksi bawang daun di Desa Sindang Jaya, Kabupaten Cianjur. Variabel yang digunakan untuk membentuk fungsi produksi yaitu lahan, bibit, jumlah pupuk TSP, jumlah pupuk KCL, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk kandang, jumlah penggunaan obat padat, jumlah penggunaan obat cair, jumlah penggunaan tenga kerja pria dan juga jumlah penggunaan tenga kerja wanita. Fungsi produksi yang dibentuk dengan koefisien determinasi sebesar 97,7 persen menunjukkan bahwa variabel hasil produksi dapat dijelaskan dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan. Dari hasil analisis terhadap


(32)

faktor-xxxii faktor yang mepengaruhi produksi usahatani bawang daun menunjukkan bahwa hanya pupuk TSP yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang daun. Sedangkan penggunaan pupuk cair berpengaruh negatif terhadap produksi usahatani bawang daun di Desa Sindang Jaya, Kabupaten Cianjur.

Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa analisis terahadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usahatani umumnya menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass, dengan metode OLS. Parameter dugaan yang kerap digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani adalah lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar dengan parameter dugaan dan fungsi produksi yang sama, tetapi dengan komoditas, lokasi penelitian dan kurun waktu yang berbeda.

2.4. Tinjauan Empiris Efisiensi Alokasi Faktor-Faktor Produksi

Penelitian tentang efisiensi alokatif usahatani ubi jalar belum pernah dilakukan sebelumnya. Tinjauan empiris berikut merupakan hasil penelitian efisiensi alokatif sebelumnya dengan komoditas dan lokasi yang berbeda.

Penelitian Sumiyati (2006) mengananlisis faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani bawang daun di Desa Sindang Jaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi bawang daun yaitu, luas lahan, bibit, urea, KCL, pupuk kandang, obat padat, tenag kerja pria, tenaga kerja wanita serta TSP dan Obat cair.. Untuk faktor produksi TSP dan obat cair,rasio NPM-BKM lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk luas lahan, bibit, Urea, KCl, pupuk kandang, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita memiliki rasio NPM-BKM lebih besar dari satu.

Beberapa intrepretasi terhadap faktor yang mempengaruhi produksinya antara lain rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99 sedangkan Nilai Produk Marginalnya adalah 9.987.999,16. Biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 1.250.000,-. Ini berarti setiap penambahan luas lahan sebesar 1 hektar akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 9.987.999,16,-. Oleh karena itu penggunaan lahan dalam usahatani bawang daun sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi. Sementara itu bibit memiliki Nilai


(33)

xxxiii Produk Marginal sebesar 3.461,97 artinya bahwa penambahan 1 kilogram bibit akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 3.461,97,-, dengan biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.823,33-, sehingga rasio NPM-BKM bibit sebesar 1,23. Oleh karena itu penggunaan bibit dalam usahatani bawang daun sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi.

Rasio NPM-BKM dari pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang masing-masing adalah 5,96, 5,19 dan 7,28. Angka ini menunjukkan perlunya penambahan dalam penggunaan pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang agar tercapai efisiensi. Nilai Produk Marginal untuk TSP adalah -954,28 yang artinya bahwa setiap penambahan penggunaan TSP sebanyak 1 kilogram akan mengurangi penerimaan petani sebanyak Rp 954,28,-, sedangkan Biaya Korbanan Marginal untuk TSP adalah Rp 1.623,33,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -0,59. Faktor produksi obat cair memiliki rasio Nilai Produk Marginal sebesar -351.778,15, artinya bahwa setiap penambahan 1 liter obat cair akan mengurangi peneriman petani sebesar Rp 351.778,15,-. Pengorbanan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 72.500,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -4,85. Untuk itu disarankan kepada petani untuk tidak menambah penggunaan TSP dan obat cair. Secara ekonomis penggunaan TSP dan obat cair sudah tidak efisien lagi.

Analisis mengenai alokasi faktor-faktor produksi juga dilakukan oleh Zamanai (2008) terhadap belimbing dewa. Hasil penelitian meunjukkan bahwa tingkat penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani belimbing untuk petani SOP dan petani non SOP masih belum efisien. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan rasio NPM-BKM yang tidak sama dengan satu. Faktor produksi petani SOP yang memiliki nilai rasio NPM-BKM yang lebih besar dari satu yaitu pupuk NPK (104,14), pupuk Gandasil (18,68) dan insektisida Decis (6,58), sedangkan faktor produksi tenaga kerja memiliki nilai rasio NPM-BKM lebih kecil dari satu yaitu sebesar 0,57. Semua faktor produksi yang digunakan petani non SOP memiliki nilai rasio NPM-BKM lebih besar dari satu. Faktor produksi tersebut terdiri dari pupuk NPK (6,07), insektisida Curacon (12,18), insektisida Decis (12,16), pupuk Gandasil (69,22) dan tenaga kerja (2,48).

Secara umum hasil analisis NPM-BKM pada beberapa komoditi dan daerah penelitian lain menunjukkan bahwa pengalokasian faktor-faktor produksi


(34)

xxxiv pada usahatani yang dilakukan petani belum efisien dan tidak efisien, hal ini terlihat dari nilai rasio NPM/BKM yang lebih dari satu, kurang dari satu bahkan bernilai negatif. Oleh karena itu penulis juga melakukan analisis NPM-BKM untuk melihat tingkat efsiensi alokasi faktor-faktor produksi pada usahatani ubi jalar di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.


(35)

xxxv III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani

Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja, unsur modal dengan aneka ragam jenisnya dan unsur manajemen atau pengelolaan yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Usahatani menurut Mosher (1969) diacu dalam Soekartawi et al. (1985), adalah sebagai bagian dari permukaan bumi, dimana petani atau suatu badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (a way of life) atau sebagai bagian dari perusahaan (farm business).

Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain para petani pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Di sisi lain, faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga jual, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.

Hernanto (1996) berpendapat bahwa selalu ada empat unsur pokok dalam usahatani atau dikenal dengan faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu :

1) Lahan

Lahan merupakan faktor produksi yang mewakili unsur alam dan lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Lahan usahatani dapat berupa pekarangan, sawah, tegalan dan sebagainya. lahan memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan membeli, menyewa, pemberian negara, membuka lahan sendiri, ataupun wakaf.


(36)

xxxvi 2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja menjadi pelaku usahatani diperlukan dalam menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak yang dipengaruhi umur, pendidkan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan kondisi lainnya. Oleh karena itu dalam praktiknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. Jika terjadi kekurangan tenga kerja maka petani mempekerjakan buruh yang berasal dari luar keluarga dengan memberi upah. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik yang digunakan untuk pengolahan lahan, penanaman, pengendalian hama, serta pemanenan.

3) Modal

Modal adalah faktor produksi dalam usahatani setelah lahan dan tenaga kerja. Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produk pertanian. Penggunaan modal untuk membantu meningkatkan produktivitas baik lahan maupun tenaga kerja guna meningkatkan pendapatan dan kekayaan petani. Modal dalam suatu usahatani untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap dan modal tidak tetap. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit formal, non formal, dan lain-lain), warisan, usaha lain, atau kontrak sewa.

4) Pengelolaan usahatani

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman mengenai prinsip teknik maupun ekonomis harus dikuasi


(37)

xxxvii oleh pengelola. Kemampuan dalam mengelola usahatani yang baik akan menjadikan setiap keputusan baik teknis maupun ekonomis akan memberikan risiko sekecil mungkin bagi usahanya dan memberikan keuntungan yang maksimum.

3.1.2. Konsep Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan yaitu input (Soekartawi, 1994). Hubungan X dan Y secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3,……Xm)

Dimana:

Y = produksi/output

X1, X2, X3,…..Xm = input

Produksi yang dihasilkan dapat diduga dengan mengetahui berapa jumlah input yang digunakan dalam proses produksi. Selanjutnya fungsi produksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi. Meskipun demikian, hal tersebut sulit untuk dilakukan mengingat informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tidak sempurna. Soekartawi (1994) menjelaskan biasanya petani menemui kesulitan untuk menentukan kombinasi tersebut karena:

1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman.

2) Data yang digunakan untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar.

3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan.

4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti.

5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah: (1) terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang


(38)

xxxviii dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan, dan (2) parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi.

Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor, 1985). APP menunjukan kuantitas output produk yang dihasilkan.

Dimana:

APP = Average Physical Product Y = output

X = input

Sedangkan MPP mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input.

Dimana:

MPP = Marginal Physical Producttivity dY = perubahan output

dX = perubahan input

Fungsi produksi klasik menunjukan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi produksi yaitu peningkatan APP, penurunan APP ketika MPP positif, dan penurunan APP ketika MPP negatif. Daerah-daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisitas produksi, yaitu perubahan produk yang dihasilkan karena perubahan faktor produksi yang digunakan (Doll dan Orazem, 1984). Pada Gambar 1, daerah-daerah tersebut ditunjukan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III.

Daerah I terletak diantara 0 dan X2 dengan nilai elastisitas yang lebih

besar dari satu (ε > 1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi ketika MPP lebih besar dari APP. Pada kondisi ini,


(39)

xxxix keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga sebagai daerah irrasional atau inefisien.

Daerah II terletak antara X2 dan X3 dengan nilai elastisitas produksi yang

berkisar antara nol dan satu (0 < ε < 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap

penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah ini menunjukan tingkat produksi memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational region atau rational stage of production).

Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari

nol (ε < 0) yang terjadi ketika MPP bernilai negatif yang berarti bahwa setiap

penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production).


(40)

xl Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi

Sumber : Beatie & Taylor (1985) 3.1.3. Konsep Efisiensi Alokasi Faktor Produksi

Tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan melainkan juga efisiensi dari sisi penggunaan input. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih banyak atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit namun memberikan output yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama dikedua metodenya.

Tujuan petani dalam mengelola lahannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan. Seorang petani yang rasional dalam proses pengambilan keputusan usahatani akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input tersebut. Dengan kondisi yang ada, beragam upaya untuk melihat tambahan produktivitas yang dapat dihasilkan dengan penggunaan input yang lebih efisien pada tingkat

teknologi yang “given”. 0

output

Produk Rata-Rata input

X3 X2

X1

output

input

Produk Marjinal


(41)

xli Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi yaitu efisiensi tekhnis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Kondisi efisiensi allokatif pada suatu kegiatan usahatani sangat terkait dengan tujuan yaitu untuk memaksimalkan keuntungan. Oleh karena itu variabel yang harus dipertimbangkan dalam model analisis yang digunakan adalah variabel harga. Keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total .

Secara matematis dapat dirumuskan:

=Laba I = 1,2,3….n Py = harga output Xi =faktor produksi ke-i Pxi =harga faktor produksi BTT =biaya tetap total

Keuntungan maksimum akan dicapai ketika turunan pertama dari persamaan keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi adalah sama dengan nol, sehingga persamaanya py.dy-pxi=0

Dimana adalah produk marginal faktor produksi ke-i Sehingga

Py.PM=Pxi Dimana


(42)

xlii Py.PMxi adalah nilai produk marginal xi (NPMxi)

Pxi adalah harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal(BKM) Dengan membagi kedua rumus dengan Py maka persamaan menjadi PMxi=Pxi/Py

Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi jumlah pembelian faktor produksi, persamaanya dapat dituliskan sebagai berikut:

NPMxi=BKMxi NPMxi/BKMxi=1

Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada produksi dimana harga sama dengan nilai produk marginalnya. Jika nilai NPM/BKM < 1, menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melebihi batas optimal. Produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga dicapai kondisi dimana NPM sama dengan BKM. Pada saat nilai NPM/BKM >1, ini menunjukkan penggunaan faktor produksi masih kurang sehingga produsen rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM=BKM 3.1.4. Konsep Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengukur keberhasilan usahatani. Dengan adanya analisis pendapatan usahatani petani dapat mengetahui gembaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang.

Terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani menurut Soekartawi et al. (1985), diantaranya:

1) Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani.

2) Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3) Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.


(43)

xliii 4) Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

5) Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani.

Selain pengertian diatas pendapatan juga dapat diartikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya maka semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin saja diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula.

Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah prroduksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara yang disebut pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani.

Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungan. Biaya tunai usahatani adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi.

Pengeluaran usahatani meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, semakin besar produksi maka semakin besar pula biaya variabel. Biaya variabel meliputi biaya untuk benih, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja.


(44)

xliv Pendapatan usahatani terbagi atas pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan kotor mengukur pendapatan kerja petani tanpa memasukan biaya yang diperhitungkan sebagai komponennya. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani.

Selain dapat juga dilakukan analisis R/C rasio yang menunjukan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan.

Kegiatan usahatani dapat dikatakan layak apabila biaya rasio R/C lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biayanya. Sederhananya, kegiatan usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai rasio R/C lebih kecil dari satu, artinya tambahan biaya menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil sehingga kegiatan usahatani dikatakan tidak menguntungkan. Sedangkan jika nilai rasio R/C sama dengan satu, maka kegiatan usahatani memperoleh keuntungan normal.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Ubi jalar mempunyai potensi yang besar sebagai penunjang program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Ubi jalar memiliki keunggulan kandungan berbagai gizi dan nutrisi penting. Di samping sebagai bahan pangan , ubi jalar dapat juga dipergunakan sebagai bahan baku industri pengolahan pangan, sebagai bahan pakan ternak, dan sumber bioethanol.

Potensi pasar untuk ubi jalar pun masih terbuka lebar. Dengan perannya yang semakin penting dan strategis tersebut maka peluang untuk mengembangkan komoditi ubi jalar masih sangat terbuka. Kabupaten Bogor sendiri Potensi pengembangan usahatani ubi jalar masih besar dengan luasnya lahan tanam dan


(45)

xlv sumber daya manusia yang tersedia. Potensi permintaan pasar akan komoditas ubi jalar pun semakin meningkat, didukung oleh berkembangnya sektor industri pengolahan ubi jalar baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Pada kasus usahatani ubi jalar di Desa Purwasari sebagian besar masih dilaksanakan secara tradisional. Pelaksanaan ushatani dengan teknik budidaya yang tradisional cenderung menggunakan input sumber daya secara berlebihan sehingga tingkat efisiensi produksi optimal tidak tercapai.

Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu menganalisis karakteristik pembudidayaan ubi jalar, menganalisis pendapatan usahatani ubi jalar. Selanjutnya menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap tingkat produksi usaha budidaya ubi jalar serta menganalisis efisiensi penggunaanya. Faktor-faktor produksi yang akan dianalisis yaitu lahan, tenaga kerja, bibit, penggunaan pupuk N, penggunaan pupuk K. Kemudian dilakuakn analisis terhadap efsiensi alokasi dari penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubijalar. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 2.


(46)

xlvi

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Usahatani Ubi Jalar

1. Komoditas penunjang Ketahanan Pangan melalui Diversifikasi Pangan

2. Potensi peningkatan permintaan dan produksi 3. Sebagian besar budidaya tradisional,

bargaining position petani rendah, harga given

sehingga pendapatan petani masih rendah.

4. Produktivitas mengalami penurunan

5. Tingkat efisiensi petani diduga belum optimal (di bawah potensi produksi)

Diperlukannya analisis pendaptan dan faktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubijalar

Rekomendasi Usahatani yang Efisien dan Memberikan Keuntungan

Maksimum bagi Petani Keragaan Usahatani

Ubi Jalar

Input Produksi Output

Analsisis Faktor-faktor produksi (Lahan, Bibit, TK, Pupuk N, dan Pupuk

K)

Pendapatan Usahatani 1. Pendapatan bersih usahatani 2. R/C atas Biaya Tunai dan R/C

atas Biaya Total Usahatani

1. Budidaya : pembibitan-panen 2. Penggunaan Sarana Produksi :

bibit, pupuk, alat pertanian, lahan, TK, modal

Pendapatan Usahatani

Analisis efisiensi alokasi faktor-faktor produksi


(47)

xlvii IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar Nasional. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan pada bulan Pertengahan Maret sampai Mei 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan juga data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapang, wawancara langsung dengan petani maupun pengisian kuisioner. Sedangkan data-data sekunder diperoleh dari sumber-sumber yang relevan seperti buku, jurnal dan data-data dari dinas instasi terkait yang berkaitan dengan Departemen Pertanian, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan, serta bahan-bahan pusataka lainnya seperti internet dan hasil-hasil penelitian terdahulu. 4.3. Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data

Pengambilan responden dilakukan dengan metode purposive sampling, dengan pertimbangan peneliti sudah mengetahui karakteristik dari petani yang akan dijadikan objek penelitian. Petani responden dalam penelitian ini adalah petani ubijalar yang menanam varietas jawa dan sudah panen pada musim tanam 2010. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75 petani ubi jalar, yang merupakan populasi petani ubi jalar varietas jawa. Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu pada populasi petani ubi jalar varietas jawa di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat.

4.4. Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu(1) transfer data dalam bentuk tabulasi, kegiatan ini berupa perumusan data


(48)

xlviii dan informasi yang diperoleh kedalam bentuk tabel untuk memudahkan penginterpretasian (2) editing, kegiatan ini berupa penulisan data dan informasi yang telah diperoleh selama kegiatan penelitian, kegiatan ini dilakukan untuk mengevaluasi data dan informasi yang ada dan (3) pengolahan data dan interpretasi data. Data dan fungsi produksi dilapang diolah dengan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, analisis efisiensi, analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio. Analisis dilakukan dengan bantuan kalkulator, Microsoft Excell 2007 dan program computer minitab Minitab 14.

4.4.1. Analisis pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya (Soekartawi, 2002).

Rumus penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah : TR = Py x Y

TC = TFC + TVC

π tunai = TRtotal - TCtunai

πtotal = TRtotal– ( TCtunai + Bd) Dimana:

TRtotal = Total penerimaan tunai usahatani (Rupiah) TCtunai = Total biaya tunai usahatani (Rupiah)

π = Pendapatan (Rupiah)

Bd = Biaya yang diperhitungkan (Rupiah) Py = Harga output

Y = Jumlah output TVC = Total biaya variabel TFC = Total biaya tetap

Penerimaan atau revenue dibagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, yaitu jumlah produk yang dijual dikalikan dengan harga jual produk. Penerimaan total usahatani merupakan keseluruhan nilai produksi usahatani baik dijual, dikonsumsi keluarga dan dijadikan persediaan.


(49)

xlix Biaya atau cost juga dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai di dalam usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kebutuhan usahatani. Biaya total adalah seluruh nilai yang dikeluarkan bagi usahatani, baik tunai maupun tidak tunai.

Return cost ratio atau imbangan penerimaan biaya adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi usahatani. Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang kita keluarkan pada suatu usahatani. Apabila rasio R/C > 1, maka berarti usahatani yang dijalankan layak untuk dilaksanakan dan sebaliknya jika rasio R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Perhitungan R/C dapat dirumuskan sebagai berikut :

4.4.2. Ananlisis Fungsi Produksi

Dalam penelitian ini menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglas. Menurut Soekartawi (2002) Fungsi Cobb Douglas adalah satu fungsi yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu bersifat dependen, yang dijelaskan Y) sedangkan yang satunya bersfat independen, yang menjelaskan (X). Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi tersebut adalah sebagi berikut:

1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terkait

Digunakan untuk mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi ubi jalar. Faktor-faktor tersebut diantaranya luas lahan, benih, pupuk N dan pupuk K, serta tenaga kerja. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap produksi ubi jalar.


(50)

l Dalam analisis regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglas yaitu:

Y=b0X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5eu

Transformasi dari fungsi Cobb Douglas kedalam bentuk linear logaritma, model fungsi produksi ubi jalar dapat ditulis sebagai berikut: Ln Y=Lnb0+b1nX1+ b2lnX2+ b3lnX3+ b4lnX4+ b5lnX5

Dimana yaitu lahan, tenaga kerja, bibit, penggunaan pupuk N, dan penggunaan pupuk K,

Y =hasil produksi ubi jalar permusim tanam (kg) X1 =Luas lahan (ha)

X2 =Jumlah bibit permusim tanam (stek)

X3 =Jumlah tenaga kerja permusim tanam (HOK) X4 =Jumlah unsur N yang digunakan (kg)

X5 =Jumlah unsur K yang digunakan (kg) b0 =Intersep, merupakan besaran parameter e =Bilangan natural(e=2,7182)

u =unsur galat

b1,b2, b3,…… b6, nilai dugaan besaran parameter 3. Pengujian Hipotesis

a. Pengujian Terhadap Model Penduga

Pengujian ini digunkan untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunkan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar.

Hipotesis:

H0 ;b1=b2……..=b1=0 H1 ;salah satu dari b ada ≠0

Uji statistik yang digunakan adalah uji F

F-hitung > F-Tabel(k-1, n-k) pada taraf nata α ;tolak H0 F-hitung <F-Tabel(k-1, n-k) pada taraf nata α ;terima H0

Untuk memperkuat pengujian, dihitung besarnya koefisien determinasi (R2), untuk mengetahui berapa jauh keragaman produksi


(51)

li yang dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang dipilih. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut

R2 = Jumlah Kuadrat Regresi/Jumlah Kuadrat Total b. Pengujian untuk masing-masing parameter

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.

Hipotesis: H0 ;b1= 0 H1 ;b1 ≠ 0

Uji statistika yang digunkan adalah uji t t-hitung = bi-0/S(bi)

Kriteria uji:

t-hitung>t-tabel(à/2,n-v) pada taraf nyata α: tolak H0 t-hitung<t-tabel(à/2,n-v) pada taraf nyata α: terima H0 Keterangan

v = Jumlah variabel bebas n = Jumlah responden

Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model

c. Pengujian Autokolinearitas dan Multikolinearitas

Pendugaan parameter dari fungsi produksi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square) sehingga dengan sendirinya asumsi OLS harus terpenuhi. Syarat terpenuhinya asumsi OLS antara lain model linier dalam parameter, tidak terdapat autokorelasi (nilai Durbin Watson = 1,55 s.d. 2,46), tidak terjadi multikolineraritas (VIF < 10), nilai tengah dari error = 0, dan komponen error terdistribusi normal). Berdasarkan kriteria tersebut, maka untuk menyelesaikan atau menduga koefisien dari fungsi produksi digunakan metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square). Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan koefisien determinasi yang tinggi namun dari uji-t banyak variabel bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan Variance Inflation Faktor (VIF), secara matematis dirumuskan sebagai berikut:


(1)

6. Lainnya Kg ...%

Total Kg 100 %

*) 1: ikatan kerja sama, 2. Meminjam uang, 3. Harga lebih tinggi, 4. Lainnya ………. 5. Kapan volume penjualan terbesar ……… dengan harga ……….. 6. Persepsi tentang kemudahan menjual hasil panen :

1=sangat mudah, 2=mudah, 3=kadang sulit, 4=sulit

7. Gambaran saluaran pemasaran :

E. Permodalan dan Kendala Usahatani Ubi jalar

1. Sumber modal usahatani ubi jalar selama setahun terakhir

No Sumber modal Jumlah (Rp) Share(%) Alasan

1. Sendiri

2. Pinjaman dari bank komersial 3. Kredit program (PPK-IPM,

Prima tani, dll)

4. Pinjaman dari pedagang input 5. Pedagang pengumpul

6. Pelepas uang (rentenir) 7. Saudara

8. Hibah dari pemerintah/swasta

9. Lainnya ………

2. Kendala dan masalah dalam usahatani ubi jalar

1. Terkait dengan input produksi (ketersediaan, harga, cara mendapatkan, dll) ……… ……… ……… ………

2. Terkait dengan usahatani (on farm) (ketersediaan air, bencana alam, hama/penyakit, dll)

……… ………

…… ……


(2)

……… ………

3. Terkait dengan pemasaran hasil (harga, kesulitan memasarkan, daya tawar, dll)

……… ……… ……… ………

4.Permasalahan lainnya

……… ……… ………


(3)

Produksi Ubi Jalar

Regression Analysis: Ln Y versus LnX1,ln X2,ln X3, lnX4,ln X5 The regression equation is

Y = 12.1 + 1.10 X1 - 0.268 X2 + 0.017 X3 + 0.0418 X4 + 0.0283 X5

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 12.1455 0.9781 12.42 0.000 X1 1.09599 0.08738 12.54 0.000 6.9 X2 -0.26842 0.08088 -3.32 0.001 1.0 X3 0.0171 0.1100 0.16 0.877 7.2 X4 0.04180 0.07535 0.55 0.581 1.1 X5 0.02833 0.02029 1.40 0.058 1.4

S = 0.192636 R-Sq = 94.4% R-Sq(adj) = 94.0%

PRESS = 3.21580 R-Sq(pred) = 93.00%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 43.3603 8.6721 233.69 0.000 Residual Error 69 2.5605 0.0371

Total 74 45.9208

Durbin-Watson statistic = 1.86569

Lack of fit test

Possible curvature in variable X1 (P-Value = 0.004 )

Possible interaction in variable X4 (P-Value = 0.071 ) Possible lack of fit at outer X-values (P-Value = 0.009) Overall lack of fit test is significant at P = 0.004

Correlations: Y, X1, X2, X3 X4, X5

Y X1 X2 X3 X4 X1 0.965

0.000

X2 -0.089 0.011 0.450 0.923

X3 0.891 0.918 0.042 0.000 0.000 0.721

X4 -0.044 -0.063 0.040 0.042 0.707 0.592 0.731 0.718

X5 0.506 0.475 -0.101 0.510 0.036 0.000 0.000 0.388 0.000 0.761


(4)

Lampiran 3. Biaya Pembibitan Sendiri

Jenis Biaya (satuan) Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp)

Benih (kg) 210 754,27 158.396,70

Sewa lahan (per 0,1 ha per 2

bulan) 0.1 125.000,00 12.500,00

Pupuk kandang (kg) 350 500,00 175.000,00

Pupuk Urea (kg) 11 2.000,00 22.000,00

pupuk TSP (kg) 5 2.000,00 100.000,00

Pupuk Phonska (kg) 7 3.000,00 21.000,00

Pupuk ZA (kg) 15 2.000,00 30.000,00

Pupuk KCl (kg) 3 2.000,00 6.000,00

Pupuk NPK (kg) 0.5 2.500,00 1.250,00

Pestisida (lt) 0.07 150.000,00 10.500,00

Pengairan (kali) 4 10.000,00 40.000,00

TK Pembuatan guludan (HOK) 1.8 25.000,00 4.500,00

TK Penanaman (HOK) 1 25.000,00 25.000,00

TK Pemupukan (HOK) 1 25.000,00 2.500,00

TK Pengairan(HOK) 1 25.000,00 25.000,00

TK Pembongkaran sementara

(HOK) 1 25.000,00 25.000,00

TK Pembumbunan (HOK) 1 25.000,00 25.000,00

TK Penyiangan (HOK) 1 25.000,00 25.000,00

TK Penyemprotan (HOK) 1 25.000,00 25.000,00


(5)

Alat Harga Jumlah Umur

Ekonomis Nilai sisa(Rp) Penyusutan(Rp) Penyusutan/tahun(Rp)

Penyusutan/5 bulan (Rp)

cangkul 35.000,00 2.00 5.00 4.500,00 34.100,00 68.200,00 14.208,33

sabit 15.000,00 1.00 5.00 2.000,00 14.600,00 14.600,00 6.083,33

kored 5.000,00 2.00 5.00 500,00 4.900,00 9.800,00 2.041,67

semprotan 250.000,00 1.00 10.00 5.000,00 249.500,00 249.500,00 103.958,33

linggis 25.000,00 1.00 10.00 2.500,00 24.750,00 24.750,00 10.312,50

pisau 20.000,00 2.00 5.00 1.000,00 19.800,00 39.600,00 8.250,00

ember 7.000,00 3.00 1.00 500,00 6.500,00 19.500,00 2.708,33

Total biaya penyusutan


(6)

a. Pengolahan Lahan

Lampiran 5.Aktivitas Usahatani Ubi Jalar Desa Purwasari

b. Tanaman Umur 2 Bulan

d. Tanaman siap panen (5 bulan) c. Tanaman Umur 3 Bulan