Identifikasi Bahan Kimia Obat Sildenafil Sitrat Dalam Jamu Kuat Secara KLT-Spektrofotometri
IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA OBAT SILDENAFIL SITRAT
DALAM JAMU KUAT SECARA KLT-SPEKTROFOTOMETRI
TUGAS AKHIR
OLEH:
JESSI OCTAVIA ARITONANG
NIM 102410054
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karuniaNya, hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas
Akhir ini.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah : “ Identifikasi Bahan Kimia Obat
Sildenafil Sitrat Dalam Jamu Kuat Secara KLT-Spektrofotometri“ Tugas Akhir
ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahli
madya pada program diploma III analis farmasi dan makanan pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga selesainya
tugas akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
4. Ibu Dra. Masfria M.S., Apt., selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
banyak membantu penulis.
5. Bapak dan Ibu Staf dosen Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan
(4)
6. Bapak Drs. I Gde Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku kepala BBPOM di
Medan yang telah memberi izin pelaksanaan PKL
7. Sahabat-sahabat tercinta Marthin, Petrika, Romian, Jessica, Yohanna, Rina,
Esra, Balilibra, sartika dan kakak Dina, yang memberikan semangat kepada
penulis hingga selesainya tugas akhir ini.
8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Fakultas Farmasi USU yang telah
memberikan semangat dan dorongan kepada penulis mulai dari awal hingga
selesainya studi penulis.
Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan penghargaan dan
terimakasih yang setinggi-tingginya kepada bapak dan mama Ir. Richard
Aritonang dan Suriati Marbun, S.PAK tercinta serta seluruh keluarga yang
senantiasa memberikan dorongan berupa moril maupun material yang tidak
ternilai harganya hingga selesainya tugas akhir ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa Tugas akhir ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karenanya, penulis menerima dan bahkan mengharap kritik serta
saran dengan tangan terbuka. Harapan penulis, semoga hasil percobaan ini dapat
bermanfaat bagi kemajuan bersama.
Medan, April 2013
Penulis
(Jessi Octavia Aritonang)
(5)
IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA OBAT SILDENAFIL SITRAT DALAM JAMU
KUAT SECARA KLT-SPEKTROFOTOMETRI
ABSTRAK
Dewasa ini diketahui ada beberapa produsen jamu yang menambahkan zat kimia sintetis dalam produk jamu mereka. Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara penggunaannya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh. Seperti pada jamu kuat sering ditambahi kedalamnya Bahan Kimia Obat Sildenafil sitrat. Identifikasi Bahan Kimia Obat Sildenafil sitrat dalam jamu kuat bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan Jamu kuat yang beredar di pasaran mengandung bahan kimia obat Sildenafil sitrat. Identifikasi Bahan Kimia Obat Sildenafil sitrat dalam jamu kuat dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Identifikasi Bahan Kimia Obat Sildenafil sitrat dalam jamu kuat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis dan dilanjutkan dengan Spektrofotometri sebagai penegas. Jamu kuat yang diuji mengandung bahan kimia obat sildenafil sitrat dapat diketahui dari harga Rf sampel jamu kuat yang diuji sama dengan harga Rf baku sildenafil sitrat yaitu dengan menggunakan eluen Eter : Metanol : Asam asetat glasial harga Rf baku Sildenafil sitrat ialah 0,44 harga Rf sampel jamu yang diperiksa ialah 0,45. dengan menggunakan eluen Aseton : Kloroform : Eter harga Rf baku Sildenafil sitrat ialah 0,14 harga Rf sampel jamu yang diperiksa ialah 0,25 harga Rf sampel+baku sildenafil sitrat 0,16. Dengan menggunakan eluen Metanol : Benzen : Kloroform harga Rf baku Sildenafil sitrat ialah 0,27 harga Rf sampel jamu yang diperiksa ialah 0,26 harga Rf sampel+baku sildenafil sitrat 0,28. Dari hasil yang diperoleh, sampel jamu kuat yang diperiksa tidak memenuhi persyaratan karena mengandung bahan kimia obat sildenafil sitrat.
Kata kunci: Jamu kuat, sildenafil sitrat, metode KLT-Spektrofotometri
(6)
IDENTIFICATION OF SYNTHETIC CHEMICALS SILDENAFIL CITRATE IN THE HERBAL STRONG WITH THE
TLC-SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
Nowadays there are several manufacturers of herbal medicine known that adding synthetic chemicals in their medicinal products. This is probably due to lack of knowledge of the dangers of consuming manufacturers of chemicals is not well controlled drug dosage and how to use them or even merely to increase sales because consumers like the products of traditional medicine that reacts quickly to the body. As with powerful herbs are often added there to Sildenafil citrate Medicinal Chemicals. dentification of Medicinal Chemicals Sildenafil citrate in a strong herbal preparations aimed to determine whether the powerful herbs on the market contain chemicals, drugs Sildenafil citrate. Identification of Medicinal Chemicals Sildenafil citrate in a strong herbal conducted at the Center for Food and Drug Administration (BBPOM) in Medan. Identification of Medicinal Chemicals Sildenafil citrate in a strong herbal conducted using Thin Layer Chromatography and followed by spectrophotometry as a confirmation. Powerful herbs contain chemicals that tested the drug sildenafil citrate can be seen from the price Rf powerful herbal samples that tested the same as the price of raw Rf is sildenafil citrate using eluent ether: methanol: glacial acetic acid prices of raw Rf 0.44 price Sildenafil citrate is a medicine samples examined Rf is 0.45. using acetone eluent: chloroform: Ether price Sildenafil citrate is raw Rf 0.14 Rf prices herbal samples examined samples is 0.25 Rf price sildenafil citrate raw + 0.16. By using eluent Methanol: Benzene: Chloroform price Sildenafil citrate is raw Rf 0.27 Rf prices herbal samples examined samples was 0.26 + Rf raw price sildenafil citrate 0.28. From the results obtained, a powerful herbal samples examined did not meet the requirements because they contain chemicals, drugs sildenafil citrate.
Key words: The Herbal strong, Sildenafil citrate, method TLC-spektrofotometric
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Tujuan ... 3
1.3Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Obat Tradisional ... 4
2.1.1 Jamu ... 5
2.1.2 Obat herbal terstandar ... 6
2.1.3 Fitofarmaka ... 6
2.2 Penyakit Gangguan Seksual ... 6
2.2.1 Kelainan Ejakulasi ... 8
2.3 Sildenafil Sitrat ... 9
2.3.1 Struktur Sildenafil sitrat ... 9
(8)
2.3.3 Dosis ... 10
2.3.4 Efek samping ... 10
2.4 Metode Identifikasi Bahan Kimia Obat dalam Sediaan Obat Tradisional ... 11
2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis ... 11
2.4.1.1 Komponen KLT ... 11
2.4.2 Spektrofotometri Ultraviolet ... 14
2.4.2.1 Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis ... 14
2.4.2.2 Absorbsi ... 15
BAB III METODE PENGUJIAN ... 16
3.1Tempat Pengujian ... 16
3.2Alat ... 16
3.3Bahan ... 16
3.4Prosedur ... 16
3.4.1Larutan Uji ... 16
3.4.2Identifikasi ... 17
3.4.2.1 Secara Kromatografi Lapis Tipis ... 17
3.4.2.2 Secara Spektrofotometri ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
4.1 Hasil dan Pembahasan ... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 21
5.1Kesimpulan ... 21
(9)
DAFTAR PUSTAKA ... 22
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Harga Rf dengan menggunakan eluen Eter
Metanol : Asam asetat glasial (85 :10 :5) ... 25
Lampiran 2. Perhitungan Harga Rf dengan menggunakan eluen Aseton:
Kloroform: Eter (40 : 35 : 25) ... 26
Lampiran 3. Perhitungan Harga Rf dengan menggunakan eluen Metanol: Benzen :
Kloroform (5 : 20 : 80) ... 27
Lampiran 4. Hasil Kromatogram Identifikasi Sildenafil Sitrat pada Jamu kuat
dengan menggunakan eluen Eter: Metanol: Asam asetat glasial
(85 :10 :5) ... 28
Lampiran 5. Hasil Kromatogram Identifikasi Sildenafil Sitrat pada
Jamu kuat dengan menggunakan eluen Aseton: Kloroform: Eter
(40 : 35 : 25) ... 29
Lampiran 6. Hasil Kromatogram Identifikasi Sildenafil Sitrat pada
Jamu kuat dengan menggunakan eluen Metanol: Benzen:
Kloroform (5 : 20 : 80) ... 30
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku
Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri Ultraviolet
dengan menggunakan eluen Eter: Metanol: Asam asetat glasial
(11)
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku
Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri Ultraviolet
dengan menggunakan eluen Aseton: Kloroform: Eter
(40 : 35 : 25) ... 33
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku
Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri Ultraviolet
dengan menggunakan eluen Metanol : Benzen : Kloroform
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1.1 Jamu yang Mengandung Bahan Kimia Obat ... 5
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi secara KLT………... 19
(13)
IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA OBAT SILDENAFIL SITRAT DALAM JAMU
KUAT SECARA KLT-SPEKTROFOTOMETRI
ABSTRAK
Dewasa ini diketahui ada beberapa produsen jamu yang menambahkan zat kimia sintetis dalam produk jamu mereka. Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara penggunaannya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh. Seperti pada jamu kuat sering ditambahi kedalamnya Bahan Kimia Obat Sildenafil sitrat. Identifikasi Bahan Kimia Obat Sildenafil sitrat dalam jamu kuat bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan Jamu kuat yang beredar di pasaran mengandung bahan kimia obat Sildenafil sitrat. Identifikasi Bahan Kimia Obat Sildenafil sitrat dalam jamu kuat dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Identifikasi Bahan Kimia Obat Sildenafil sitrat dalam jamu kuat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis dan dilanjutkan dengan Spektrofotometri sebagai penegas. Jamu kuat yang diuji mengandung bahan kimia obat sildenafil sitrat dapat diketahui dari harga Rf sampel jamu kuat yang diuji sama dengan harga Rf baku sildenafil sitrat yaitu dengan menggunakan eluen Eter : Metanol : Asam asetat glasial harga Rf baku Sildenafil sitrat ialah 0,44 harga Rf sampel jamu yang diperiksa ialah 0,45. dengan menggunakan eluen Aseton : Kloroform : Eter harga Rf baku Sildenafil sitrat ialah 0,14 harga Rf sampel jamu yang diperiksa ialah 0,25 harga Rf sampel+baku sildenafil sitrat 0,16. Dengan menggunakan eluen Metanol : Benzen : Kloroform harga Rf baku Sildenafil sitrat ialah 0,27 harga Rf sampel jamu yang diperiksa ialah 0,26 harga Rf sampel+baku sildenafil sitrat 0,28. Dari hasil yang diperoleh, sampel jamu kuat yang diperiksa tidak memenuhi persyaratan karena mengandung bahan kimia obat sildenafil sitrat.
Kata kunci: Jamu kuat, sildenafil sitrat, metode KLT-Spektrofotometri
(14)
IDENTIFICATION OF SYNTHETIC CHEMICALS SILDENAFIL CITRATE IN THE HERBAL STRONG WITH THE
TLC-SPECTROPHOTOMETRY
ABSTRACT
Nowadays there are several manufacturers of herbal medicine known that adding synthetic chemicals in their medicinal products. This is probably due to lack of knowledge of the dangers of consuming manufacturers of chemicals is not well controlled drug dosage and how to use them or even merely to increase sales because consumers like the products of traditional medicine that reacts quickly to the body. As with powerful herbs are often added there to Sildenafil citrate Medicinal Chemicals. dentification of Medicinal Chemicals Sildenafil citrate in a strong herbal preparations aimed to determine whether the powerful herbs on the market contain chemicals, drugs Sildenafil citrate. Identification of Medicinal Chemicals Sildenafil citrate in a strong herbal conducted at the Center for Food and Drug Administration (BBPOM) in Medan. Identification of Medicinal Chemicals Sildenafil citrate in a strong herbal conducted using Thin Layer Chromatography and followed by spectrophotometry as a confirmation. Powerful herbs contain chemicals that tested the drug sildenafil citrate can be seen from the price Rf powerful herbal samples that tested the same as the price of raw Rf is sildenafil citrate using eluent ether: methanol: glacial acetic acid prices of raw Rf 0.44 price Sildenafil citrate is a medicine samples examined Rf is 0.45. using acetone eluent: chloroform: Ether price Sildenafil citrate is raw Rf 0.14 Rf prices herbal samples examined samples is 0.25 Rf price sildenafil citrate raw + 0.16. By using eluent Methanol: Benzene: Chloroform price Sildenafil citrate is raw Rf 0.27 Rf prices herbal samples examined samples was 0.26 + Rf raw price sildenafil citrate 0.28. From the results obtained, a powerful herbal samples examined did not meet the requirements because they contain chemicals, drugs sildenafil citrate.
Key words: The Herbal strong, Sildenafil citrate, method TLC-spektrofotometric
(15)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Obat tradisional telah lama dipercaya turun-temurun dapat menjaga
kesehatan dan menyembuhkan penyakit. Kemajuan ilmu pengobatan yang
semakin modren ternyata tidak mematikan pengobatan tradisional yang telah dulu
dikenal. Obat tradisional sebagai produk yang sudah dikenal masyarakat
Indonesia sejak masa lampau juga telah menjadi obat alternatif yang sudah
diyakini khasiatnya.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
246/Menkes/Per/V/1990 menyatakan bahwa jamu tidak boleh ditambahkan bahan
kimia obat (BKO). Hal tersebut ditunjukkan pada pasal 39 ayat 1 poin a, yang
berbunyi, “Industri Obat Tradisional atau Industri Kecil Obat Tradisional dilarang
memproduksi segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil
isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat” (Depkes RI, 1990).
Dewasa ini diketahui ada beberapa produsen jamu yang menambahkan zat
kimia sintetis dalam produk jamu mereka. Hal ini kemungkinan disebabkan
kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya mengkonsumsi bahan kimia obat
secara tidak terkontrol baik dosis maupun cara penggunaannya atau bahkan
semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen menyukai produk
obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh. Jamu-jamu tersebut pun sudah
berubah sifat begitu memasuki arena perdagangan. Jamu sudah dianggap barang
(16)
mungkin. Makin cespleng, makin laris. Hal tersebut lah yang memunculkan hasrat
para produsen untuk memberi kesan manjur serta mujarab, sehingga jamu-jamu
tersebut ditambahkan bahan kimia (Soeparto, 1999; Tjokronegoro, 1993).
Sejak tahun 2007 temuan OT-BKO menunjukkan perubahan trend ke arah
obat pelangsing dan stamina, yang diduga mengandung Sibutramin, Sildenafil,
dan Tadalafil. Hingga pada akhirnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) mengeluarkan Public Warning No. HM.03.03.1.43.08.10.8013 pada
tanggal 13 Agustus 2010 dan menetapkan kurang lebih 46 produk jamu yang
dilarang beredar dipasaran, termasuk di dalamnya 9 produk jamu penambah
stamina pria yang mengandung Sildenafil sitrat dan Tadalafil (BPOM, 2008).
Sildenafil sitrat merupakan bahan aktif pertama yang digunakan sebagai
terapi gangguan ereksi peroral. sidenafil dilaporkan potensial menyebabkan
abnormalitas penglihatan yang meliputi penglihatan kabur, bayangan warna yang
berbeda dari sebelumnya, sensitif terhadap cahaya, nyeri pada organ saluran
kemih, urin yang keruh atau berdarah, pusing, peningkatan frekuensi berkemih,
nyeri pada saat kencing.
Menyadari hal tersebut, bahwa kandungan bahan kimia obat dalam jamu
dapat membahayakan para konsumen, maka penulis melakukan identifikasi
(17)
1.1 Tujuan
Adapun tujuan dari identifikasi sediaan Jamu kuat secara Kromatografi
Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV-Visible adalah untuk mengetahui apakah
sediaan Jamu kuat yang beredar di pasaran mengandung bahan kimia obat
Sildenafil sitrat.
1.2 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari identifikasi sildenafil sitrat dalam Jamu
kuat adalah agar dapat mengetahui bahwa pada salah satu jamu kuat yang beredar
di pasaran tidak memenuhi persyaratan karena mengandung bahan kimia obat
Sildenafil sitrat sehingga jamu tersebut tidak lagi dikonsumsi dan beredar di
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Depkes RI, 1994).
Obat tradisional yang dihasilkan oleh industri obat tradisional dan industri
kecil obat tradisional yang dalam hal ini tidak termasuk obat tradisional dalam
bentuk rajangan, pilis, tapel, dan parem, usaha jamu racikan usaha jamu gendong
yang diedarkan di wilayah Indonesia maupun dieksport terlebih dahulu harus
didaftarkan sebagai persetujuan Menteri (Pasal 3 Per. Men. Kes No. 246b tahun
1990). Untuk pendaftaran dan mendapat persetujuan Menteri kesehatan, obat
tradisional harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia.
b) Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
c) Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat
sebagai obat dan,
d) Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau Narkotika dan
pendaftaran tersebut berlaku seterusnya (DepKes RI, 1990).
Sesuai dengan keputusan Kepala Badan POM RI No. 00.05.4.2411 tahun
(19)
pembuktiaan khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu: (BPOM, 2004)
2.1.1 Jamu
Merupakan obat tradisional warisan nenek moyang, biasanya dijumpai
dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus, juga dalam bentuk segar
rebusan sebagaimana dijajakan para penjual jamu gendong (Yuliarti, 2008).
Bahan baku jamu berasal dari bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut, namun ada beberapa jenis jamu dinilai berbahaya
karena didalamnya terkandung bahan kimia obat (BKO). Menurut temuan Badan
POM, obat tradisional yang sering dicemari BKO umumnya adalah obat
tradisional yang digunakan pada penyakit-penyakit tertentu seperti Tabel 2.1.1
berikut ini.
Tabel 2.1.1 Jamu yang Mengandung Bahan Kimia Obat Kegunaan Obat Tradisional BKO yang sering ditambahkan
Pegal linu/Encok/rematik
Fenilbutazon, metampiron, diklofenaksodium, piroksikam, parasetamol, prednisone, atau deksametason
Pelangsing Sibutramin hidroklorida Peningkat stamina / obat kuat pria Sildenafil sitrat
Kencing manis / diabetes Glibenklamid Sesak nafas / asma Teofilin Sumber: (Yuliarti, 2008)
(20)
2.1.2 Obat Herbal Terstandar
Sedikit berbeda dengan jamu, herbal terstandar umumnya sudah
mengalami pemprosesan, misalnya berupa ekstrak atau kapsul. Herbal yang sudah
diekstrak tersebut sudah diteliti khasiat dan keamananya melalui uji praklinis
(terhadap hewan) dilaboratorium. Disebut herbal terstandar, karena dalam proses
pengujiannya telah diterapkan standar kandungan bahan, proses pembuatan
ekstrak, higenitas, serta uji toksisitas untuk mengetahui ada atau tidaknya
kandungan racun dalam herbal (Yuliarti, 2008).
2.1.3 Fitofarmaka
Merupakan jamu dengan kasta tertinggi karena khasiat, keamanan serta
standar proses pembuatan dan bahayanya telah diuji secara klinis, jamu berstatus
sebagai fitofarmaka juga dijual diapotek dan sering diresepkan oleh dokter
(Yuliarti, 2008).
2.2 Penyakit Gangguan Seksual 2.2.1 Impotensi
Impotensi adalah gangguan fungsi organ seksual yang menyerang
laki-laki. Gangguan seksual itu ditandai dengan gejala-gejala ketidakmampuan
penderita dalam mempertahankan tingkat ereksi penis untuk berlangsungnya
hubungan suami istri. Impotensi lebih cenderung disebut “kelainan” daripada
dianggap sebagai penyakit. Dalam bidang kesehatan modern, impotensi dibedakan
menjadi 3 kategori, yaitu impotensi organik, impotensi fungsional, dan impotensi
(21)
a. Impotensi organik
Impotensi organik – disebut juga impotensi esensial – adalah suatu kondisi
dimana penis penderita tidak pernah memiliki kemampuan untuk berereksi. Hal
ini disebabkan adanya cacat organ atau kerusakan organ, misalnya adanya
penyempitan pembuluh darah diorgan kelamin sehingga penis tidak mampu
melakukan ereksi. Seperti diketahui, fenomena ereksi terjadi karena
mengembangnya pembuluh darah yang mengalir memenuhinya. Penyebab yang
lain adalah terjadinya gangguan saraf pada susunan saraf pusat yang mengatur
mekanisme ereksi.
Cara pengobatan untuk impotensi organik hanya bisa dilakukan dengan
jalan pembedahan, transplantasi, atau menambahkan semacam protesa kealat
kelamin penderita. Protesa merupakan alat bantu yang pemakaiannya dilakukan
dengan menyisipkannya kedalam alat kelamin sehingga penis bisa berereksi
karena ada penopangnya (Gunawan, 2007).
b. Impotensi fungsional
Impotensi fungsional disebabkan oleh adanya faktor-faktor patologis atau
penyakit, misalnya kekacauan pengaturan hormon, komplikasi suatu penyakit,
pemakaian obat-obatan dan konsumsi alkohol berlebih.
Untuk pengobatan impotensi fungsional sangat tergantung dari
penyebabnya, tetapi pada dasarnya (dengan tanpa melihat penyebabnya) kelainan
ini bisa diobati dengan memberikan suntikan obat-obat yang bersifat simptomatis.
Misalnya dengan suntikkan prostaglandin, pentolamin, atau obat-obat perangsang
(22)
kerjanya sesaat. Namun, harus diingat bahwa obat ini sifatnya tidak
menyembuhkan penyebabnya. Sementara itu, impotensi fungsional yang
diakibatkan oleh gangguan hormonal diobati dengan hormone (Gunawan, 2007).
(Gunawan, 2007).
c. Impotensi psikis
Impotensi psikis yang merupakan jenis impotensi yang paling sering
ditemukan. Penyebab jenis impotensi ini antara nya karena gangguan emosional,
stress, perasaan jengkel pada pasangannya, rendah diri atau merasa disepelekan,
kebosanan/rutinitas, serta perasaan takut atau was-was.
Impotensi jenis psikis disembuhkan dengan pendekatan psikologis
(Gunawan, 2007).
2.2.2 Kelainan Ejakulasi a. Ejakulasi Prematur
Ejakulasi prematur atau ejakulasi dini merupakan kondisi seorang laki-laki
yang terlalu cepat mencapai orgasme, baik dikala menjelang penetrasi, sebelum
penis menyentuh organ kelamin wanita, ataupun dalam beberapa detik setelah
persetubuhan (Gunawan, 2007).
b. Ejakulasi terhambat
Ejakulasi terhambat bersifat sebaliknya dibandingkan ejakulasi dini.
Kelainan ini berbentuk ketidakmampuan seorang laki-laki dalam mencapai
(23)
2.3 Sildenafil Sitrat
Sildenafil sitrat merupakan bahan aktif pertama yang digunakan sebagai
terapi gangguan ereksi peroral Sildenafil sitrat berupa serbuk kristalin berwarna
putih sampai keputihan dengan kelarutan 3,5 mg/ml dalam air. Pada sediaan
VIAGRA, sildenafil sitrat diformulasi sebagai tablet salut film berbentuk diamon
berwarna biru yang mengandung 25 mg, 50mg dan 100 mg sildenafil sitrat untuk
pemakaian peroral (Anonimb, 2011)
2.3.1 Struktur Sildenafil Sitrat
2.3.2 Mekanisme Kerja Sildenafil Sitrat
Merupakan penghambat selektif terhadap enzim fosfodiesterase tipe 5
yang spesifik terhadap cGMP (PDE5). Selama proses perangsangan seksual
dibebaskan NO dalam corpus cavernosum ( jaringan ereksi penis ) yang
meningkatkan jumlah cGMP. Peningkatan cGMP menghasilkan pelemasan secara
perlahan otot yang ada dalam corpus cavernosum yang memungkinkan aliran
darah ke dalam corpus cavernosum tersebut dan terjadinya ereksi. Keberadaan
(24)
sildenafil memperlama aktivitas cGMP dan memungkinkan ereksi terjadi pada
saat diberikannya rangsangan seksual (Anonimb, 2011).
2.3.3 Efek Samping
Pada awal digunakannya sidenafil dilaporkan potensial menyebabkan
abnormalitas penglihatan yang meliput i penglihatan kabur, bayangan warna yang
berbeda dari sebelumnya, sensitif terhadap cahaya, nyeri pada organ saluran
kemih, urine yang keruh atau berdarah, pusing, peningkatan frekuensi berkemih,
nyeri pada saat kencing (Anonimb, 2011).
Efek sampingnya umumnya bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang
tersering berupa sakit kepala (10%), muka merah (flusing), gangguan penglihatan
(guram sampai melihat segala sesuatu kebiru-biruan, 3%) dan mual, yang
semuanya berkaitan dengan blokade PDE yang terdapat di seluruh tubuh. Efek
lainnya dapat terjadi hilangnya kesadaran (“black out”) akibat turunnya tensi
terlalu keras apalagi dalam kombinasi dengan nitrogliserin atau anti hipertensitif
lainnya. Beberapa kematian di antara pamakaian telah dilaporkan, tetapi tidak
ditemukan hubungan kausal dengan sildenafil. Namun pasien jantung atau hati
dan dengan hipotensi tidak dianjurkan menggunakan sildenafil (Tan, 2002).
2.4 Metode identifikasi bahan kimia obat dalam sediaan Obat Tradisonal 2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Salah satu cara untuk mengidentifikasi bahan kimia obat yang terdapat
dalam sediaan obat tradisonal adalah dengan menggunakan kromatografi lapis
tipis dan dilanjutkan dengan spektrofotometri ultraviolet untuk melihat
(25)
tipis (disingkat KLT) adalah yang paling cocok untuk analisis obat di
laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi yang kecil untuk
perlengkapan, menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis
(15-60 menit), dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (kira-kira 0,1
g). Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak
mungkin terjadi, kebutuhan ruangan minimum, dan penanganannya sederhana
(Stahl, 1985).
2.4.1.1 Komponen KLT a. Prinsip KLT
Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).
Setelah pelat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
b. Fase Diam
Penjerap yang umum ialah silika gel, aluminium oksida, kieselgur,
selulosa dan turunanya, poliamida, dan lain-lain. Fase diam yang digunakan
dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara
(26)
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya
dan resolusinya (Rohman, 2009 ; Stahl, 1985).
Kebanyakan penjerap yang digunakan adalah silika gel. Silika gel yang
digunakan kebanyakan diberi pengikat (binder) yang dimaksud untuk memberikan
kekuatan pada lapisan, dan menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat
yang digunakan kebanyakan kalium sulfat. Tetapi biasanya dalam perdagangan
silika gel telah diberi pengikat. Jadi tidak perlu mencampur sendiri, dan diberi
nama dengan kode silika gel G (Sastrohamidjojo, 1985).
c. Fase Gerak
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut.
Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya
kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan, bila
diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran
sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum 3 komponen. Angka banding
campuran dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa sehingga volume
total 100, misalnya, benzena-kloroform-asam asetat 96% (50:40:10) (Stahl, 1985).
d. Bejana Pemisah, Penjenuhan aras pengisian
Bejana harus dapat menampung pelat 200x200 mm dan harus tertutup
rapat. Untuk kromatografi dalam bejana yang jenuh, secarik kertas saring bersih
yang lebarnya 18 – 20 cm dan panjangnya 45 cm ditaruh pada dinding
sebelah-dalam bejana berbentuk U dan dibasahi dengan pelarut pengembang. Tingkat
kejenuhan bejana dengan uap pelarut pengembang mempunyai pengaruh yang
(27)
e. Aplikasi (Penotolan) Sampel
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh
hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit
mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis
lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan
ditotolkan lebih dari 15 µl. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan
bercak yang menyebar dan puncak ganda.
f. Deteksi Bercak
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
bewarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia dengan mereaksikan
bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak
menjadi jelas. Kadang-kadang lempeng dipanaskan terlebih dahulu untuk
mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak. Cara fisika
yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan fluoresensi
sinar ultraviolet. Lapisan tipis sering mengandung indikator fluoresensi yang
ditambahkan untuk membantu penampakan bercak tanwarna pada lapisan yang
telah dikembangkan. Indikator fluoresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar
tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar
ultraviolet. Indikator fluoresensi yang paling berguna ialah sulfida anorganik yang
memancarkan cahaya jika disinari pada 254 nm. Indikator fluoresensi terdapat
dalam penjerap niaga dan lapisan siap pakai sekitar 1% dan tampaknya tidak
(28)
2.4.2 Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energy yang cukup untuk
mempromosikan electron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau
kompleks didalam larutan. Spectrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan
hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spectrum ini.
Tetapi spectrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif
(Dachriyanus, 2004).
2.4.2.1 Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis
Komponen-komponen dari spektrofotometer UV-Vis meliputi
sumber-sumber sinar, monokromator, dan sistem optik.
i. Sumber-sumber lampu; lampu deuterium digunakan untuk daerah UV
pada panjang gelombang dari 190 – 350 nm, sementara lampu halogen
kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang
gelombang anatar 350 – 900 nm)
ii. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam
komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan
dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga
kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan
(29)
iii. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber
sinar melewati 2 kompartemen, suatu larutan blanko dapat digunakan
dalam suatu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum
sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam
spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan
sampel atau pereaksi (Rohman, 2009).
2.4.2.2 Absorbsi
Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut
akan menyebabkan tereksitasinya electron pada kulit terluar ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Tipe eksitasi tergantung pada panjang gelombang cahaya yang
diserap. Sinar ultraviolet dan sinar tampak akan menyebabkan elektron tereksitasi
ke orbital yang lebih tinggi. System yang bertanggung jawa terhadap absorbsi
(30)
BAB III
METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat Pengujian
Identifikasi Bahan Kimia Obat Sildenafil Sitrat dalam sediaan Jamu kuat
secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV-Visible pengujiannya
dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan yang
bertempat di jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No.2 Medan.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Alu, batang
pengaduk, erlenmeyer, gelas ukur, hairdryer, kertas saring, lumpang, shaker, silika
gel 60 F254,syringe, spatula, spektrofotometer Shimadzu UV Prose-1800, Sudip,
Tissue, Vial.
3.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Asam asetat
glasial, aseton, baku pembanding Sildenafil Sitrat 0,1%, benzene, eter, kloroform,
metanol, sampel jamu.
3.4 Prosedur 3.4.1 Larutan Uji
Sampel jamu dikeluarkan dari bungkusnya, Lalu dimasukkan ke dalam
(31)
kedalam erlenmeyer, Ditambahkan 4 ml pelarut metanol, Dikocok larutan selama
15 menit dengan alat shaker lalu disaring. Dimasukkan filtrat kedalam vial.
3.4.1.1Larutan Baku
Dibuat larutan baku Sildenafil sitrat 0,1% b/v dalam etanol. Ditimbang 1 g
Sildenafil lalu dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, ditambahkan metanol
sampai garis tanda.
3.4.2 Identifikasi
3.4.2.1Secara Kromatografi Lapis Tipis
Larutan uji dan Larutan baku masing-masing ditotolkan pada Lempeng
Silika gel 60 F 254 secara terpisah dan ada bagian dimana Larutan uji dan larutan
baku ditotolkan pada titik yang sama. Kemudian dielusi dengan fase gerak sampai
pada batas pengembangan dengan eluen: Eter : Metanol : Asam asetat glasial (85
:10 :5), Aseton : Kloroform : Eter (40 : 35 : 25), Metanol : Benzen : Kloroform (5
: 20 : 80), lalu diangkat dan dikeringkan, dilihat noda yang terbentuk dibawah
sinar UV, dihitung harga Rf dari noda yang terbentuk.
3.4.2.2Secara Spektrofotometri
Noda pada bercak baku dan bercak senyawa pada plat KLT yang memiliki
harga Rf sama dikerok. Hasil kerokan dimasukkan kedalam erlenmeyer terpisah.
Larutkan masing-masing dalam 5 ml metanol. Kemudian filtrat nya disaring.
Dimasukkan kedalam vial, Filtrat diperiksa secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 200-350 nm. Dengan cara yang sama dilakukan spektrofotometri
(32)
sildenafil sitrat hampir sama dengan serapan maksimu sampel jamu kuat. Yang
menunjukkan bahawa sampel yang diperiksa mengandung bahan kimia obat
(33)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan
Pada Identifikasi bahan kimia obat sildenafil sitrat dalam jamu kuat secara
Kromatografi Lapis Tipis didapat harga Rf sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis
No. Eluen
Harga Rf Baku sildenafil sitrat Sampel Sampel+ baku sildenafil sitrat 1 Eter : Metanol : Asam asetat
glasial (85 :10 :5) 0,44 0,45 - 2. Aseton : Kloroform : Eter
(40 : 35 : 25) 0,14 0,25 0,16 3. Metanol : Benzen : Kloroform
(5 : 20 : 80) 0,27 0,26 0,28
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa harga Rf dari baku Sildenafil sitrat
hampir sama dengan harga Rf dari Sampel jamu. Hal ini menunjukkan sampel
jamu yang diperiksa positif mengandung bahan kimia obat sildenafil sitrat.
Pada Identifikasi bahan kimia obat sildenafil sitrat dalam jamu kuat secara
(34)
Tabel 4.2 Hasil identifikasi secara Spektofotometri
No. Eluen
Serapan maksimum Baku sildenafil sitrat Sampel Sampel+ baku sildenafil sitrat 1 Eter : Metanol : Asam asetat
glasial (85 :10 :5) 290,400 nm 289,800 nm - 2. Aseton : Kloroform : Eter
(40 : 35 : 25) 290,600 nm 289,300 nm 290,900 nm 3. Metanol : Benzen : Kloroform
(5 : 20 : 80) 289,200 nm 290,200 nm 290,200 nm
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa serapan maksimum dari baku Sildenafil
sitrat hampir sama dengan serapan maksimum dari Sampel jamu. Hal ini
menunjukkan sampel jamu yang diperiksa positif mengandung bahan kimia obat
sildenafil sitrat.
Agar dapat memberikan efek pengobatan yang cepat, suatu produk herbal
seringkali dicampurkan dengan Bahan Kimia Obat (BKO). Yang lebih
membahayakan lagi adalah BKO yang dicampurkan tersebut terkadang tidak
sesuai dengan dosis pemakaian atau melebihi batas yang lazim dikonsumsi untuk
satu kali pemakaian, dan produk herbal tersebut digunakan dalam jangka waktu
yang lama. Hal ini jelas sangat berbahaya karena walaupun efek penyembuhannya
segera terasa akan tetapi dapat menimbulkan efek samping yang serius
(35)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian identifikasi bahan kimia obat pada sediaan Jamu kuat
secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV-Visible, diketahui
bahwa pada sediaan jamu tersebut positif mengandung bahan kimia obat yaitu
sildenafil sitrat.
Oleh karena itu, sampel jamu kuat yang diperiksa tidak memenuhi
persyaratan karena mengandung Sildenafil sitrat.
5.2 Saran
Sebaiknya pengujian tidak hanya dilakukan pada satu merk jamu kuat
saja melainkan pada semua merk jamu kuat yang bertujuan agar sediaan jamu
kuat yang beredar dipasaran benar-benar memenuhi persyaratan.
Dan instansi yang terkait harus terus melakukan upaya pemeriksaan
sediaan obat tradisional khusunya Jamu kuat yang beredar dipasaran. Dan jika
ditemukan ada sediaan obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan maka
perusahaan itu harus diberi peringatan tertulis, penarikan obat dari peredaran atau
pencabutan izin edar obat untuk selanjutnya tidak akan ditemukan lagi sediaan
(36)
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. (2009). MIMS Petunjuk Konsultasi. Edisi IX. Jakarta: PT. InfoMaster Lisensi CMPMedica. Hal. 296.
Anonimb. (2011). Analisa sildenafil sitrat pada obat tradisional galian. Available from:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19236/3/Chapter%20II.pdf, Tgl: 27 April 2013.
Balai Pengawas Obat dan Makanan. (2004). Tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta:
Depkes.
Balai Pengawas Obat dan Makanan. (2008). Peringatan Tentang Obat
Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. Jakarta: Depkes.
Balai Pengawas Obat dan Makanan. (2010). Info POM Vol. XI, No.4. Jakarta: Depkes.
Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press.Hal. 1-5.
Depkes RI. (1994). Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta : Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994.
Depkes R.I. (1990). Tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta: Keputusan Mentri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 246/Menkes/Per/V/1990.
Egon, S. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : Penerbit ITB. Hal. 3-17.
Gritter, R.J., (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung : Penerbit ITB. Hal. 111.
Gunawan, D. (2007). Ramuan Tradisional Untuk Keharmonisan Suami Istri. Jakarta : Penebar swadaya. Hal. 7-9.
Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 252, 261-262, 353-354, 360.
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal. 29. Soeparto, S. (1999). Jamu Jawa Asli. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offest.
(37)
Tan, T.H. (2002). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek sampingnya. Jakarta: PT Elex Media komputindo. Hal. 645.
Tjokronegoro, A. (1993). Etik Penelitian Obat Tradisional. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 28.
Yuliarti, N. (2008). Tips Cerdas Mengkonsumsi Jamu. Yogyakarta: Penerbit Banyu media. Hal: 13.
(38)
Lampiran 1. Pehitungan Harga Rf dengan menggunakan eluen Eter : Metanol : Asam asetat glasial (85 :10 :5)
Harga Rf :
eluen rambat jarak
bercak pusat k jarak titi
Baku Sildenafil sitrat : 0,446 15
7 , 6
=
Sampel Jamu : 0,453 15
8 , 6
(39)
Lampiran 2. Pehitungan Harga Rf dengan menggunakan eluen Aseton : Kloroform : Eter (40 : 35 : 25)
Harga Rf :
eluen rambat jarak bercak pusat k jarak titi
Baku Sildenafil sitrat : 0,146 15
2 ,
2 =
Sampel Jamu : 0,253 15
8 ,
3 =
Baku Sildenafil sitrat + jamu : 0,16 15
5 , 2
(40)
Lampiran 3. Pehitungan Harga Rf dengan menggunakan eluen Metanol : Benzen : Kloroform (5 : 20 : 80)
Harga Rf :
eluen rambat jarak bercak pusat k jarak titi
Baku Sildenafil sitrat : 0,273 15
1 ,
4 =
Sampel Jamu : 0,26 15
9 ,
3 =
Baku Sildenafil sitrat + jamu : 0,286 15
3 , 4
(41)
Lampiran 4. Hasil Kromatogram Identifikasi Sildenafil sitrat pada Jamu kuat dengan menggunakan eluen Eter : Metanol : Asam asetat glasial (85 :10 :5)
Ket :
A = Baku Pembanding Sildenafil sitrat
(42)
Lampiran 5. Hasil Kromatogram Identifikasi Sildenafil sitrat pada Jamu kuat dengan menggunakan eluen Aseton : Kloroform : Eter (40 : 35 : 25)
Ket :
A = Baku Pembanding Sildenafil sitrat
B = Sampel Jamu
(43)
Lampiran 6. Hasil Kromatogram Identifikasi Sildenafil sitrat pada Jamu
kuat dengan menggunakan eluen Metanol : Benzen : Kloroform (5 : 20 : 80)
Ket :
A = Baku Pembanding Sildenafil sitrat
B = Sampel Jamu
(44)
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan menggunakan eluen Eter : Metanol : Asam asetat glasial (85 : 10 : 15)
(45)
(46)
(47)
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding, Sampel dan Baku + Sampel Secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan menggunakan eluen Aseton : Kloroform : Eter (40 : 35 : 25)
(48)
(49)
(50)
(51)
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding, Sampel dan Baku + Sampel Secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan menggunakan eluen Metanol : Benzen : Kloroform (5 : 20 : 80)
(52)
(53)
(54)
(1)
(2)
(3)
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding, Sampel dan Baku + Sampel Secara Spektrofotometri Ultraviolet dengan menggunakan eluen Metanol : Benzen : Kloroform (5 : 20 : 80)
(4)
(5)
(6)