Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan

HUBUNGAN CURAH HUJAN
DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

MUHAMMAD DERY FAUZAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Curah Hujan
dengan Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Muhammad Dery Fauzan
NIM E44090071

ABSTRAK
MUHAMMAD DERY FAUZAN. Hubungan Curah Hujan Dengan Kejadian
Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh
ERIANTO INDRA PUTRA.
Keberadaan hutan di Indonesia amat rentan terhadap gangguan, terutama
kebakaran hutan. Salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah
kondisi cuaca yang sangat kering pada musim kemarau. Sumatera Selatan
merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerawanan kebakaran hutan yang
tinggi, termasuk kedalam tiga provinsi dengan kebakaran hutan tertinggi di
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh curah hujan
terhadap kejadian kebakaran di Provinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa musim kemarau di Sumatera Selatan terjadi pada bulan Juli
sampai September dengan puncak musim kemarau pada bulan Agustus. Jumlah
hotspot meningkat antara bulan Mei sampai Oktober, dengan puncak musim
kebakaran terjadi pada bulan September. Penelitian ini menunjukkan bahwa ratarata curah hujan harian dan 10 harian dapat digunakan untuk menerangkan

kejadian kebakaran. Hasil dari penelitian ini menekankan bahwa kegiatan
pencegahan kebakaran di Sumatera Selatan sebaiknya dimulai sejak bulan Mei
saat curah hujan mulai menurun dan hotspot mulai meningkat.
Kata kunci : curah hujan, hotspot, kebakaran, Sumatera Selatan

ABSTRACT
MUHAMMAD DERY FAUZAN. The Relation Between Precipitation and Forest
and Land Fire Occurrences In South Sumatera Province. Supervised by
ERIANTO INDRA PUTRA.
Forest existence in Indonesia is vulnerable due to a disturbance, particularly
forest fire. One of the causes of forest and land fire is the weather condition which
is so fierce in the drought season. South Sumatera is an area with high
vulnerability of forest fire, it is included into three provinces with the highest
forest fire occurrence in Indonesia. This research aim to analize the influence of
precipitation toward the forest and land fire occurrences at South Sumatera
province. The result shows that the drought season in South Sumatera occur from
July until September, with the peak season at August. The number of hotspot
increase between May until October with peak of forest fire occurrence at
September, right after the peak of drought season at August. It is clearly showed
that daily and 10-daily mean of daily precipitation could be used to explain forest

fire occurences. The result of this research emphasize that forest fire prevention in
South Sumatera strongly suggested to be started at May when the number of
precipitation decrease drastically and the number of hotspot increase.
Keywords : forest fire, hotspot, precipitation, South Sumatera

HUBUNGAN CURAH HUJAN
DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

MUHAMMAD DERY FAUZAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Hubungan Curah Hujan dengan Kejadian Kebakaran Hutan dan
Lahan di Provinsi Sumatera Selatan
Nama
: Muhammad Dery Fauzan
NIM
: E44090071

Disetujui oleh

Dr Erianto Indra Putra, SHut, MSi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen Silvikultur


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah kebakaran hutan, dengan judul Hubungan Curah
Hujan dengan Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera
Selatan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr
Erianto Indra Putra SHut, MSi selaku pembimbing, Dr Ir Endes N. Dahlan MS
sebagai dosen penguji, dan Dr Ir Sri Wilarso Budi R. MS sebagai ketua pada
sidang komprehensif, serta para dosen yang telah memberikan pengajaran yang
sangat berharga. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada BMKG,
Weather Underground, NASA-FIRMS serta kepada teman-teman Silvikultur 46
yang telah membantu selama pengerjaan skripsi ini. Ungkapan terima kasih yang
paling besar disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

Muhammad Dery Fauzan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Lokasi dan Waktu Praktek

2

Alat dan Bahan


2

Analisis Data

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

2

Kondisi Umum Provinsi Sumatera Selatan

2

Pola Curah Hujan Provinsi Sumatera Selatan

4

Pola Sebaran Hotspot


6

Pengaruh Curah Hujan terhadap Jumlah Hotspot

8

Analisis Uji Korelasi
SIMPULAN DAN SARAN

11
12

Simpulan

12

Saran

12


DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1 Jumlah hotspot di Provinsi Sumatera Selatan periode 2005–2012
2 Jumlah hotspot tertinggi dan jumlah curah hujan di Sumatera Selatan
2005–2012
3 Jumlah hotspot terendah dan jumlah curah hujan di Sumatera Selatan
2005–2012


7
10
10

DAFTAR GAMBAR
1 Peta
wilayah
administratif
Provinsi
Sumatera
Selatan
(sumber: Bakosurtanal)
2 Pembagian wilayah iklim di Indonesia (Aldrian dan Susanto 2003)
3 Grafik Curah hujan pada 3 zona iklim di Indonesia: zona A, zona B,
zona C (Aldrian dan Susanto 2003)
4 Pola curah hujan zona A (Aldrian dan Susanto 2003) (a) dan pola
curah hujan Provinsi Sumatera Selatan hasil penelitian ini (b)
5 Pola sebaran hotspot di Sumatera Selatan tahun 2005–2012
6 Grafik rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot harian di
Sumatera Selatan periode 2005–2012
7 Grafik rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot 10 harian di
Sumatera Selatan periode 2005–2012
8 Grafik rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot bulanan di
Sumatera Selatan periode 2005–2012

3
4
5
6
7
8
9
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Uji korelasi Curah Hujan dan Hotspot di Sumatera
Selatan.

14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu potensi alam terbesar di Indonesia, namun
keberadaan hutan di Indonesia amat rentan terhadap gangguan terutama kebakaran
hutan. Kebakaran hutan dan lahan merupakan gangguan hutan yang paling
merugikan, karena dapat mengganggu stabilitas dan kelestarian hutan. Pencegahan
dan pengendalian sangat diperlukan untuk meminimalkan dampak kebakaran
hutan dan lahan. Kebakaran hutan di indonesia telah menimbulkan dampak
negatif baik dari segi ekologi maupun ekonomi. Kebakaran hutan dan lahan
sebagian besar terjadi karena interaksi manusia dengan hutan, namun kebakaran
hutan dan lahan dapat terjadi pula karena faktor alam, salah satunya adalah iklim.
Iklim merupakan salah satu faktor alami yang dapat menyebabkan
terjadinya suatu kebakaran hutan, karena kondisi iklim (suhu, kelembaban, curah
hujan, kecepatan angin) dapat mempengaruhi tingkat kekeringan bahan bakar
permukaan, banyaknya oksigen yang ada, dan kecepatan penyebaran api
(Syaufina 2008). Indonesia memiliki karakterisktik curah hujan yang berbeda
pada setiap bulannya. Salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan
adalah kondisi cuaca yang sangat kering pada musim kemarau. Sumatera Selatan
merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerawanan kebakaran hutan yang
tinggi, termasuk kedalam tiga provinsi dengan kebakaran hutan tertinggi di
Indonesia (Kartodiharjo dan Jhamtani 2006). Kondisi iklim Sumatera Selatan
yang berada pada daerah tropis memiliki curah hujan serta kelembaban tinggi
yang menyebabkan kemungkinan terjadinya kebakaran karena faktor alam sangat
kecil terjadi, namun pada kondisi tertentu beberapa daerah di Sumatera Selatan
mengalami musim kemarau yang ekstrim, oleh karena itu pemantauan potensi
kebakaran hutan harus dilakukan secara berkala.
Tujuan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh curah
hujan terhadap kejadian kebakaran di Provinsi Sumatera Selatan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
pengaruh curah hujan terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi
Sumatera Selatan, sehingga tindakan pencegahan maupun pemantauan kebakaran
hutan dapat lebih mudah dilakukan.

2

METODE
Lokasi dan Waktu Praktek
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kebakaran Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan April 2013 sampai Agustus 2013.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder:
Data curah hujan harian Provinsi Sumatera Selatan periode tahun 2005 sampai
dengan 2012 yang diperoleh dari BMKG pusat dan Weather Underground, data
sebaran hotspot Provinsi Sumatera Selatan periode tahun 2005 sampai dengan
2012 yang diperoleh dari NASA- FIRMS MODIS hotspot dataset.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, seperangkat
komputer dengan beberapa perangkat program, yaitu Arc ViewGIS 3.3 untuk
pengolahan dalam format Sistem Informasi Geografis (SIG), MS Excel untuk
pengolahan grafik dan tabulasi, dan MINITAB 16 untuk analisis uji korelasi.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif
dan statistik. Analisis data yang pertama dilakukan adalah pemetaan sebaran
hotspot harian di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2005−2012 dan dengan
menggunakan data hotspot MODIS. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai ratarata hotspot harian, 10 harian, dan bulanan di Provinsi Sumatera Selatan pada
periode tahun 2005−2012 dengan menggunakan Arc ViewGIS 3.3, dan
perhitungan nilai rata-rata curah hujan harian, 10 harian, dan bulanan di Provinsi
Sumatera Selatan pada periode tahun 2005−2012. Perhitungan data harian, 10
harian, dan bulanan atau disebut metode dasarian merupakan metode yang
digunakan pada analisis curah hujan yang dilakukan oleh BMKG.
Analisis data berikutnya yaitu Analisis uji korelasi menggunakan software
MINITAB 16. Analisis uji korelasi dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan
antara parameter curah hujan dan hotspot, yang dilakukan menggunakan rata-rata
harian, 10 harian, dan bulanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Selatan merupakan bagian dari Pulau Sumatera yang
mempunyai luas wilayah 91 774.99 km2, terletak pada 1°LS-4°LS dan 102°BT106°BT. Di sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Jambi, di sebelah Timur
berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Bangka dan Belitung, di sebelah Selatan
berbatasan dengan Provinsi Lampung, dan di sebelah Barat berbatasan langsung

3
dengan Provinsi Bengkulu (Dishubkominfo Provinsi Sumatera Selatan) (Gambar
1).

Gambar 1 Peta wilayah administratif Provinsi Sumatera Selatan (sumber:
Bakosurtanal)
Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas daratan sebesar 8 701 741 hektar
dan dialiri banyak sungai, salah satunya yaitu sungai Musi yang merupakan sungai
terpanjang di Pulau sumatera dengan panjang sekitar 750 km. Provinsi Sumatera
Selatan mempunyai iklim tropis dan basah. Faktor alam berupa kondisi iklim
selama ini memberikan peranan yang besar sebagai faktor pemicu terjadinya
kebakaran hutan dan lahan. Sumatera Selatan sebagai kawasan tropis, memiliki
dua musim yang ekstrim antara musim hujan dan kemarau. Pada musim kemarau
merupakan periode rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan meskipun tidak setiap
tahun terjadi kemarau panjang.
Luas wilayah Provinsi Sumatera Selatan sebagian besar masih merupakan
areal hutan dengan luas lebih dari separuh luas wilayah daratan di Sumatera
Selatan yang mencapai 3 784 078 ha atau sebesar 43 persen. Kawasan hutan di
Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan
produksi. Tutupan lahan di Provinsi Sumatera Selatan didominasi oleh lahan
gambut, namun banyak juga lahan yang di dominasi oleh alang-alang dan semak.
Banyaknya lahan-lahan tidur di Sumatera Selatan yang umumnya didominasi jenis
alang-alang dan semak belukar serta adanya kegiatan perambahan dan
penebangan liar semakin mempertinggi tingkat resiko kebakaran hutan dan lahan.
Kondisi geomorphologis berupa tipe lahan basah gambut yang cukup luas
mendominasi empat kabupaten, yaitu Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin,
Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir (Dishubkominfo Provinsi Sumatera Selatan).
Selama ini diketahui bahwa lahan gambut mudah terbakar pada saat kering dan

4
menjadi sumber utama terjadinya kabut asap pada musim kebakaran hutan dan
lahan.
Tipologi lahan basah gambut yang masih asli dan belum banyak campur
tangan manusia sebenarnya merupakan kawasan yang tidak mudah terbakar,
karena intensitas penggenangan air yang lama hampir sepanjang tahun
menjadikan kawasan ini memiliki kelembaban yang tinggi. Namun adanya
perubahan keseimbangan ekosistem sebagai akibat pembuatan kanal-kanal besar
untuk pemukiman transmigrasi di sebagian lahan basah gambut di daerah Ogan
Komering Ilir, Banyuasin dan Musi Banyuasin, maka cadangan air di areal
tersebut segera terbuang melalui kanal-kanal, sehingga pada musim kemarau
lahan basah ini menjadi kering dan mudah terbakar. Pengusahaan hutan pada
hutan rawa gambut juga memberikan kontribusi terhadap perubahan ekosistem
lahan basah tersebut sehingga menjadi ekosistem yang rawan terhadap kebakaran
(Noor et al. 2008).
Pola Curah Hujan Provinsi Sumatera Selatan
Provinsi Sumatera Selatan termasuk kedalam wilayah beriklim tropis
dengan rata-rata curah hujan tahunannya sebanyak 2 000–4 000 mm yang
dipengaruhi oleh musim hujan dan musim kemarau.
Zona iklim di wilayah Indonesia menurut Aldrian dan Susanto (2003)
terbagi menjadi tiga zona, yaitu zona A (selatan Indonesia dari Sumatera bagian
selatan ke Pulau Timor, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi dan sebagian dari
Irian Jaya), zona B (Indonesia barat daya, Sumatera bagian utara dan Kalimantan
bagian timur laut), dan zona C (Maluku dan sebagian dari Sulawesi) (Gambar 2).

Gambar 2 Pembagian wilayah iklim di Indonesia (Aldrian dan Susanto 2003)

5
Zona A merupakan wilayah dengan curah hujan maksimum pada bulan
Desember/Januari/Februari
(DJF)
dan
minimum
pada
bulan
Juli/Agustus/September (JAS) (Gambar 3). Hal ini mengilustrasikan dua zona
monsun: monsun basah dari November hingga Maret (NDJFM) dan monsun
kering dari Mei hingga September (MJJAS). Siklus tahunan zona B mempunyai
dua puncak pada bulan Oktober/November/Desember (OND) dan juga pada
bulan Maret/April/Mei (MAM). Perbedaan yang cukup mencolok terdapat di zona
C dimana daerah ini mempunyai satu puncak pada bulan Mei/Juni/Juli (Gambar 3)
(Aldrian dan Susanto 2003).

Gambar 3 Grafik Curah hujan pada 3 zona iklim di Indonesia: zona A, zona B,
zona C (Aldrian dan Susanto 2003)
Data jumlah curah hujan rata-rata bulanan dari tahun 2005 sampai tahun
2012 menunjukan bahwa pola curah hujan di Provinsi Sumatera Selatan memiliki
pola yang sama dengan siklus curah hujan zona A (Gambar 4). Menurut Schmidt
dan Ferguson (1951), kriteria curah hujan bulanan terbagi menjadi tiga yaitu:
Bulan basah (CH >100 mm), bulan lembab (CH antara 60–100 mm), dan bulan
kering (CH 100 mm) di Sumatera Selatan terjadi pada bulan November-April, sedangkan
curah hujan rendah (