Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh

STRATEGI KOPING, TEKANAN EKONOMI, DAN
KETAHANAN KELUARGA DI KAWASAN KUMUH

HARDIYANTI NURILLAH

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Koping,
Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh adalah benar
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Hardiyanti Nurillah
NIM I24090024

ABSTRAK
HARDIYANTI NURILLAH. Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan
Keluarga di Kawasan Kumuh. Dibimbing oleh TIN HERAWATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh strategi
koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga. Penelitian dilakukan di
Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Contoh penelitian
adalah keluarga dengan anak usia 3-6 tahun yang tinggal di kawasan kumuh yang
diambil secara propotional random sampling sebanyak 90 orang. Pengambilan
data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara usia suami,
pendapatan total, pendapatan per kapita, kepemilikan aset, dan strategi koping
dengan ketahanan keluarga dan hubungan negatif yang signifikan antara jumlah
anggota keluarga dan tekanan ekonomi keluarga dengan ketahanan keluarga.
Analisis regresi menunjukkan bahwa ketahanan keluarga dipengaruhi oleh
tekanan ekonomi dan strategi koping.

Kata kunci: kemiskinan, kesulitan, ketahanan keluarga, perilaku adaptasi

ABSTRACT
HARDIYANTI NURILLAH. Coping Strategies, Economic Pressure, and Family
Strength in Urban Area. Supervised by TIN HERAWATI.
The aim of this research was to analyze correlations and influences of
coping strategy, economy pressure, and family strength. The research was
conducted in Sukasari Village, Eastern District of Bogor, Bogor. Samples of this
research were family with children aged 3-6 years old that live in urban area. The
samples which consist of 90 people were chosen by propotional random sampling.
The data collected by interview based on questionnaire. The study showed that
there were significant and positive correlation between the age of husband, total
income, per capita income, asset ownership and coping strategy with family
strength and significant and negative correlation between family size and
economy pressure with family strength. By using regression analysis, it show that
family strength influenced by economy pressure and coping strategy.
Keywords: adversity, coping style, family strength, poverty

STRATEGI KOPING, TEKANAN EKONOMI, DAN
KETAHANAN KELUARGA DI KAWASAN KUMUH


HARDIYANTI NURILLAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga

di Kawasan Kumuh
: Hardiyanti Nurillah
: I24090024

Disetujui oleh

Dr Tin Herawati, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Hartoyo, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Agustus 2013 ini

ialah keluarga, dengan judul Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan
Keluarga di Kawasan Kumuh .
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Tin Herawati SP MSi selaku
dosen pembimbing skripsi atas dukungan, doa dan arahan yang diberikan kepada
penulis. Dr Herien Puspitawati MSc MSc selaku dosen penguji skripsi dan Dr Ir
Istiqlaliah Muflihati MSi selaku dosen pemandu seminar hasil dan penguji skripsi
atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi
ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir Retnaningsih MSi selaku
wali akademik yang senantiasa mengarahkan dan membimbing penulis selama
menjalani perkuliahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Ibu Encih selaku kader posyandu RW 3 dan RW5 Kelurahan Sukasari Kecamatan
Bogor Timur, Kota Bogor, yang telah membantu penulis selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Ahmad Jubaedi
dan ibunda Eti Hartati SKep, adik-adik Azzahra Rahma Pebriyanti dan
Muhammad Farid Arifin, serta seluruh keluarga, atas segala motivasi, doa dan
kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapan kepada Nawazilah Diatmoko
Seputra SE yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan bantuan dalam
banyak hal. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih atas
segala dukungan dari rekan-rekan Ilmu Keluarga dan Konsumen 46, Rumah
Warna, BEM FEMA Kabinet Garda Tosca dan Sinekologi atas kebersamaan dan

kerjasamanya selama penulis kuliah di Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2013

Hardiyanti Nurillah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

KERANGKA PEMIKIRAN


5

METODE

6

Desain, Lokasi, dan Waktu

6

Jumlah dan Cara pengambilan Contoh

7

Jenis dan Pengumpulan Data

8

Pengolahan dan Analisis Data


9

Definisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN

11
12

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

12

Karakteristik Keluarga

12

Masalah Keluarga

13


Tekanan Ekonomi Keluarga

14

Strategi Koping

16

Ketahanan Keluarga

17

Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Masalah Keluarga, Tekanan
Ekonomi, Strategi Koping dengan Ketahanan Keluarga

19

Pengaruh Karakteristik Keluarga, Tekanan Ekonomi, dan Strategi Koping
terhadap Ketahanan Keluarga


20

Pembahasan Umum

21

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data
8
Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
12
Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan rumah
13
Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan suami isteri
13
Sebaran contoh berdasarkan masalah yang dihadapi keluarga
14
Sebaran contoh berdasarkan dimensi tekanan ekonomi
15
Sebaran contoh berdasarkan kategori tekanan ekonomi keluarga
16
Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada masalah
16
Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada emosi
17
Sebaran contoh berdasarkan kategori strategi koping total
17
Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan fisik
17
Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan sosial
18
Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan psikologis
18
Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan keluarga total
18
Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, masalah keluarga, tekanan
ekonomi, strategi koping dengan ketahanan keluarga
20
16 Sebaran koefisien regresi karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi
koping terhadap ketahanan keluarga
21

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan
keluarga di kawasan kumuh
2 Kerangka pengambilan contoh

6
7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kajian Penelitian Terdahulu
Sebaran contoh berdasarkan usia suami isteri
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita
Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami isteri
Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan suami isteri
Sebaran contoh berdasarkan jawaban masalah yang dihadapi keluarga
Sebaran contoh berdasarkan jawaban persepsi terhadap kondisi ekonomi
Sebaran contoh berdasarkan jawaban strategi koping keluarga
Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan keluarga
Hasil uji korelasi Pearson (koefisien korelasi) antara karakteristik keluarga,
masalah keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi koping dengan ketahanan
keluarga
12 Peta Kelurahan Sukasari

28
31
31
31
32
32
32
33
34
35

37
38

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan dan pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin
meningkat. Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2010, persentase penduduk di daerah perkotaan meningkat lebih
dari tujuh persen dalam satu dekade yaitu mencapai 49.79 persen dari semula 42
persen pada tahun 2000. Pertumbuhan penduduk dapat disebabkan oleh
pertumbuhan secara alamiah dan migrasi dari desa ke kota serta reklasifikasi desa
pedesaan menjadi desa perkotaan1. Perpindahan penduduk ke perkotaan
dilatarbelakangi oleh ketertarikan masyarakat desa terhadap kehidupan kota yang
dipercaya menjamin semua kebutuhan hidup. Selain itu juga karena terlalu
beratnya beban yang harus dipikul di daerah pedesaan guna menyambung hidup
dan memenuhi kebutuhan ekonomi (Suparlan 1984).
Pada kenyataannya, pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan tidak
diiringi dengan pesatnya perkembangan ekonomi. Masalah utama para pendatang
baru di daerah perkotaan adalah mencari tempat berteduh. Keluarga yang
memiliki kemampuan secara materi, pemenuhan tempat tinggal tidak menjadi
masalah, tetapi bagi keluarga yang memiliki kemampuan terbatas akan mengalami
kesulitan dalam mencari tempat tinggal. Lahan-lahan yang diinginkan yang dekat
dengan tempat bekerja hanya dimiliki oleh keluarga-keluarga kaya (Suparlan
1984). Oleh karena itu, masyarakat ekonomi rendah memilih wilayah yang tetap
strategis dengan tempat bekerja namun dengan biaya sewa yang rendah. Wilayah
yang dipilih keluarga sebagai tempat tinggal diantaranya di sekitar bantaran
sungai, di sepanjang rel kereta api, dan di tanah-tanah kosong yang dapat dengan
mudah ditemukan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan semakin banyaknya
tempat tinggal di daerah yang tidak seharusnya menyebabkan timbulnya wilayah
padat penduduk hingga berkembang menjadi kawasan kumuh. Menurut Putro
(2011), kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk dan tidak teratur, rumah maupun
fasilitas, sarana dan prasarana yang ada tidak memadai dan tidak sesuai dengan
standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan
rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan
kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial
lainnya.
Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar fisik
yang harus dipenuhi suatu keluarga. Namun dengan banyaknya pemukiman
kumuh, kebutuhan dasar tersebut tidak dapat terpenuhi. Ketersediaan kawasan
pemukiman kumuh yang semakin banyak seringkali menjadi pusat timbulnya
masalah kesehatan karena tidak higienis dan masalah sosial seperti kejahatan,
obat-obatan terlarang dan minuman keras. Kawasan pemukiman kumuh pun
sering dihubungkan dengan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran yang
tinggi (Hariyanto 2010). Peningkatan pengangguran tersebut dapat disebabkan
1

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 [internet]. [Diunduh 20
Februari 2013]. Tersedia pada: http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_
content&task=view&id=923&Itemid=939.

2

adanya persaingan-persaingan yang ketat untuk memenuhi kebutuhan pokok
hidup.
Banyaknya pengangguran yang terjadi menyebabkan semakin terbatasnya
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga keluarga menjadi tertekan
terutama dalam bidang ekonomi. Tekanan ekonomi sebagai salah satu konflik
yang dialami oleh keluarga diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya akibat
kehilangan pekerjaan, pendapatan rendah sehingga keluarga tidak mampu untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya serta tidak stabilnya aset dan hutang yang
dimiliki (Tati 2004). Tekanan ekonomi yang terjadi secara terus-menerus
meningkatkan kadar kemarahan individu, permusuhan, depresi, kecemasan,
rendahnya kesehatan fisik, dan menurunkan kualitas hubungan (Fox dan
Bartholomae 2000). Sementara itu, semakin tinggi tekanan ekonomi yang dialami
oleh keluarga, keluarga akan menghadapi resiko ketidak-tahanan yang lebih besar
juga (Hartoyo 2009). Ketidak-tahanan akibat kondisi ekonomi keluarga yang
semakin tidak stabil dan tidak memadai akan berpengaruh terhadap tidak
optimalnya fungsi keluarga (Aytec et al. 2005). Hal ini membuat keluarga harus
melakukan adaptasi atau strategi koping untuk mengatasi permasalahan keluarga
dan memenuhi tuntutan yang dihadapi keluarga. Menurut McCubbin dan Peterson
(1980) dalam Herawati (2011), strategi koping merupakan suatu bentuk upaya
yang diakukan oleh keluarga untuk mencapai tingkat keseimbangan serta bentuk
penyesuaian terhadap krisis yang dihadapi keluarga. Kegiatan koping dilakukan
dengan memanfaatkan sumber daya keluarga yang dimiliki dan kemampuan
semua anggota keluarga. Keluarga memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam mengatasi masalah dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Perbedaan itu terjadi seiring dengan kepemilikan sumber daya keluarga. Meskipun
sumber daya yang dimiliki keluarga terbatas, namun harus dimanfaatkan secara
maksimal sehingga keluarga dapat tahan terhadap permasalahan yang dialami.
Variasi kemampuan keluarga dalam melaksanakan fungsi, mengelola
sumberdaya yang dimiliki, dan kemampuan keluarga dalam mengelola masalah
dan stress yang dihadapi menyebabkan ketahanan keluarga menjadi sangat
penting (Hartoyo 2009). Oleh karena itu, ketidakmampuan keluarga dalam
menghadapi permasalahan dapat berpengaruh pada ketahanan keluarga.
Ketahanan keluarga memiliki tiga aspek yaitu ketahanan fisik, ketahanan sosial,
dan ketahanan psikologis (Sunarti 2001).
Perumusan Masalah
Kemiskinan yang terjadi di perkotaan merupakan masalah laten dan masalah
yang kompleks (Suparlan 1984). Perkotaan memiliki daya tarik tersendiri
sehingga menyebabkan maraknya perpindahan masyarakat desa ke kota. Seperti
yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), perkotaan
dinilai menjanjikan kesempatan ekonomi yang lebih baik dan menjadi jawaban
persoalan kemiskinan yang dihadapi di pedesaan. Pertumbuhan penduduk yang
alami ataupun akibat migrasi menyebabkan perkotaan menjadi kawasan yang
padat penduduk tanpa diimbangi oleh peningkatan ekonomi dan sarana prasana
yang memadai. Seiring meningkatnya populasi penduduk, kawasan kumuh pun
semakin berkembang. Pada tahun 2000, daerah pemukiman kumuh di Indonesia

3

mencapai 47 000 hektar dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 57 000 hektar
(Hernawati et al. 2011).
Kawasan kumuh timbul sebagai akibat dari ketidakmampuan dalam
pemenuhan tempat tinggal yang layak karena terbatasnya lahan-lahan tempat
tinggal yang tidak seimbang dengan padatnya penduduk. Daerah yang menjadi
tempat berkembangnya kawasan kumuh diantaranya daerah sepanjang pinggiran
suangai dan rel kereta api (Adianti 2005). Kawasan kumuh memiliki tingkat
kepadatan populasi yang tinggi dan berpenduduk miskin karena umumnya dihuni
oleh masyarakat yang berpenghasilan dan pendidikan rendah, serta terbelakang.
Menurut Slamet (1996) dalam Khasanah (2011), keluarga yang memiliki
pendapatan yang rendah, menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu untuk
memiliki rumah yang memenuhi syarat sehat dan akan menimbulkan
permasalahan kesehatan seperti sanitasi yang jelek. Menurut Dinas Tata Kota dan
Pemukiman (DTKP) Kota Bogor, luas wilayah kumuh di Kota Bogor pada tahun
2008 seluas 78.45 ha menurun dibandingkan pada tahun 2004 seluas 229.95 ha.
Penurunan wilayah kumuh di Kota Bogor merupakan hasil dari penataan wilayah
yang dilakukan oleh pemerintah seperti program urban renewal, perbaikan rumah
tidak layak huni, dan Rencana Pengembangan Kawasan Pemukiman Prioritas
(RPKPP). Meskipun terjadi penurunan, keberadaan kawasan kumuh tetap
berpengaruh baik secara mikro maupun makro terhadap kehidupan keluarga.
Keberadaan kawasan kumuh sering dikaitkan dengan tingginya angka kemiskinan
dan pengangguran. Semakin luas kawasan kumuh suatu wilayah, tingkat
kemiskinan keluarga akan semakin tinggi. Hal itu sesuai juga dengan yang
dinyatakan oleh Hariyanto (2010), bahwa kawasan kumuh sering dikaitkan
dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi serta menjadi sumber
masalah sosial dan masalah kesehatan. Pengangguran di Indonesia pada tahun
2012 mencapai 7 614.2 ribu jiwa sedangkan pengangguran di Kota Bogor sebagai
wilayah penelitian pada tahun 2011 mencapai 44 985 jiwa (BPS 2012).
Ketidaktersediaan tenaga kerja yang terjadi semakin menambah kompleksitas
masalah yang ada baik masalah sosial, kesehatan, lingkungan hidup, dan
keamanan serta pembangunan. Masalah-masalah yang terjadi tersebut
mengakibatkan banyaknya perubahan pada keluarga.
Faktor ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya perubahan
kehidupan keluarga tersebut. Semakin banyaknya pengangguran, tingkat
kemiskinan suatu wilayah pun akan semakin tinggi. Pada tahun 2010, jumlah
penduduk miskin di Kota Bogor mencapai 90 200 orang (BPS 2012). Kemiskinan
yang tinggi mendorong munculnya masalah sosial dan masalah lainnya yang
dihadapi oleh keluarga. Keluarga yang berada pada kondisi miskin akan
menghadapi tekanan ekonomi yang lebih besar sehingga keluarga lebih beresiko
pada ketidak-tahanan keluarga yang lebih besar pula (Hartoyo 2009). Oleh karena
itu, kemiskinan dan kesulitan ekonomi keluarga dapat berdampak pada keutuhan
keluarga dimana banyaknya kasus perceraian. Kasus perceraian di Kota Bogor
pada tahun 2010 mencapai 899 kasus (BPS 2012). Selain itu, dapat berdampak
juga pada banyaknya anak yang putus sekolah karena keluarga yang miskin
cenderung tidak optimis terhadap pendidikan anak (Crosnoe et al. 2002). Pada
tahun 2011, sebanyak 202 604 orang di Kota Bogor menamatkan sekolahnya
hingga sekolah dasar (SD). Sementara itu, pada penelitian McCubbin dan
McCubbin (1996) dalam Bhana dan Bhacoo (2011), kehangatan, kasih sayang,

4

dan dukungan emosional antar anggota keluarga yang baik yang merupakan
sumber ketahanan keluarga akan lebih ditunjukkan oleh keluarga yang mengalami
kemiskinan.
Berbagai masalah yang terjadi mengganggu kehidupan keluarga hingga
menimbulkan stress dan berbagai tekanan yang dirasakan keluarga. Masalahmasalah tersebut sekaligus meningkatkan tekanan ekonomi yang dialami keluarga.
Tekanan ekonomi dilihat berdasarkan pendapatan per kapita, rasio utang dengan
aset, status pekerjaan, kehilangan pekerjaan (Conger dan Elder 1994). Oleh karena
itu, tekanan ekonomi berbeda sesuai dengan persepsi dan kondisi keluarga.
Namun demikian, keluarga harus melakukan koping untuk menyelesaikan
masalah itu. Perbedaan tekanan ekonomi yang dialami keluarga, akan berbeda
juga cara keluarga melakukan strategi koping. Strategi koping dilakukan dengan
mengalokasikan sumber daya dan kemampuan semua anggota keluarga (Herawati
2011). Meskipun keberadaannya terbatas, sumber daya keluarga harus
dimanfaatkan secara optimal. Pengoptimalan sumber daya dan kemampuan yang
dimiliki menjadikan keluarga mampu untuk lebih tahan dalam menghadapi
masalah dan tekanan yang terjadi. Kondisi inilah yang mendukung untuk
mencapai suatu ketahanan keluarga. Menurut Krysan et al. (1990) keluarga yang
tahan memiliki ciri-ciri seperti adanya komunikasi yang baik dan efektif dalam
keluarga, adanya dorongan dari anggota keluarga, memiliki komitmen,
berorientasi dengan agama, mampu beradaptasi terhadap segala perubahan dalam
keluarga, memiliki peran dan fungsi dalam keluarga yang jelas, dan memiliki
waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Berdasarkan permasalahan di atas,
yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana karakteristik sosial, dan ekonomi keluarga di wilayah kumuh?
2. Masalah-masalah apa saja yang di hadapi keluarga di wilayah kumuh?
3. Bagaimana tekanan ekonomi yang dialami keluarga?
4. Bagaimana strategi koping yang dilakukan keluarga?
5. Bagaimana ketahanan keluarga?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi koping,
tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga di wilayah kumuh.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi masalah-masalah dan tekanan ekonomi yang dialami
keluarga
2. Menganalisis strategi koping yang dilakukan keluarga dan ketahanan
keluarga
3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, strategi koping, tekanan
ekonomi terhadap ketahanan keluarga
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menyediakan informasi di
bidang penelitian keluarga mengenai strategi koping, tekanan ekonomi, dan

5

ketahanan keluarga di kawasan kumuh. Selain itu penelitian juga diharapkan dapat
memberikan informasi bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan dan
menghasilkan solusi yang lebih efektif dalam pengambilan tindakan terhadap
keluarga–keluarga yang tinggal di kawasan kumuh.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kemiskinan dan pengangguran yang terjadi mengakibatkan berkurangnya
pendapatan masyarakat sehingga mengalami kesulitan ekonomi. Menurut
Herawati (2011), tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat
pendapatan yang diterima dimana semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin tinggi tingkat pendapatannya. Tingkat pendidikan juga dapat menentukan
status ekonomi keluarga. Tinggi rendahnya pendapatan yang didapatkan oleh
keluarga dapat mempengaruhi tingkat tekanan ekonomi yang dialami. Oleh karena
itu secara tidak langsung pendidikan memberikan dampak pada tekanan ekonomi.
Rendahnya pendapatan keluarga yang berdampak pada tekanan ekonomi akan
menimbulkan resiko pada ketahanan suatu keluarga. Menurut Conger dan Elder
(1994), tekanan ekonomi keluarga dapat dinilai secara objektif yaitu dilihat dari
dari pendapatan per kapita, rasio utang dengan aset, status pekerjaan, kehilangan
pekerjaan.
Dalam menghadapi permasalahannya, keluarga melakukan suatu strategi
koping dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Menurut Friedman
(1998) dalam Rachmawati (2010), strategi koping merupakan usaha atau perilaku
positif sebagai respon keluarga terhadap peristiwa dan kejadian tertentu yang
dialami untuk menyelesaikan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Perbedaan
sumber daya yang dimiliki keluarga mengakibatkan perbedaan kemampuan pada
keluarga untuk melakukan strategi koping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984),
strategi koping dapat dilakukan dengan dua cara yaitu strategi koping yang
berpusat pada masalah dan strategi koping yang berpusat pada emosi. Strategi
koping yang dilakukan keluarga tergantung pada masalah yang dihadapi, sumber
stres yang ada, dan sumberdaya yang dimiliki keluarga (Maryam 2007). Strategi
koping yang dilakukan keluarga akan menentukan ketahanan suatu keluarga.
Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam mengelola sumber
daya dan masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan keluarga yaitu keluarga
sejahtera. Ketahanan keluarga meliputi ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan
ketahanan psikologis (Sunarti 2001). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
ketahanan keluarga diantaranya lama pendidikan, lama menikah, pendapatan per
kapita, pendidikan isteri, pendidikan suami, besar keluarga, kesiapan umur dalam
menikah, dukungan sosial, kualitas relasi gender, manajemen sumber daya
keluarga, produktifitas pasangan suami isteri dalam mencari nafkah (Fitriani 2010,
Ginanjarsari 2010, Herawati 2011, Sholihah 2013).

6

Karakteristik
keluarga:
- besar keluarga
- umur (Suami,
isteri)
- lama
pendidikan
(Suami, isteri)
- pendapatan per
kapita
- pekerjaan
(Suami, isteri)
- kepemilikan
aset
- kepemilikan
hutang
Masalah-masalah
yang dialami
keluarga:
- Ekonomi
- Sosial
- Pangan
- Pendidikan
- Kesehatan

Tekanan ekonomi
keluarga

Ketahanan
keluarga
(Sunarti 2001):
1. Ketahanan
Fisik
2. Ketahanan
sosial
3. Ketahanan
psikologis

Strategi koping
yang dilakukan
keluarga (Lazarus
dan Folkman 1984):
1. Koping berpusat
pada masalah
2. Koping berpusat
pada emosi

Gambar 1 Kerangka pemikiran strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan
keluarga di kawasan kumuh

METODE
Desain, Lokasi, dan Waktu
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul
“Kajian Ketahanan Keluarga, Kualitas Lingkungan Pengasuhan, dan
Keterampilan Sosial Anak di Kawasan Kumuh”. Penelitian ini menggunakan
desain cross sectional study, yaitu dilakukan dengan meneliti pada satu waktu
tertentu. Lokasi penelitian bertempat di Kelurahan Sukasari yang dipilih secara
purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang
paling banyak memiliki keluarga yang tinggal di daerah kumuh menurut data BPS
Kota Bogor tahun 2012. Waktu penelitian mulai dari persiapan, pengumpulan
data, pengolahan dan analisis data, dan penulisan laporan dilakukan dalam jangka
waktu tujuh bulan terhitung mulai bulan Februari hingga Agustus 2013.

7

Jumlah dan Cara pengambilan Contoh
Populasi penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 3-6 tahun di
Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat.
Contoh penelitian adalah keluarga dengan anak usia 3-6 tahun yang tinggal di
kawasan kumuh sebanyak 90 orang. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian
ini, didapatkan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
E = nilai kritis (batas penelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi)
Berdasarkan data sekunder dari Kelurahan Sukasari, diketahui bahwa
populasi keluarga yang memiliki anak 3-6 tahun di Kelurahan Sukasari adalah 686
orang. Berdasarkan jumlah populasi tersebut maka jumlah contoh minimal 87 atau
dibulatkan menjadi 90 orang. Adapun kerangka penarikan contoh dapat dilihat
pada Gambar 2.
Kota Bogor

Purposive

Kecamatan Bogor Timur

Purposive

Kelurahan Sukasari

Purposive

RW 03
106 keluarga

RW 05
90 keluarga

Purposive

RW 03
49 keluarga

RW 05
40 keluarga

Propotional
random sampling

n =90 orang
Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh

8

Jenis dan Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara langsung kepada keluarga
yang menjadi contoh penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data
primer yang diperoleh meliputi karakteristik keluarga contoh (besar keluarga,
umur, lama pendidikan, pendapatan, pekerjaan, kepemilikan aset, kepemilikan
hutang), masalah yang dialami keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi, dan
ketahanan keluarga. Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum
lokasi penelitian. Jenis dan cara pengambilan data, variabel, skala, sumber
kuesioner, serta kategori data disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data
Jenis Data

Variabel
Karakteristik
Keluarga:
Besar keluarga

Skala
Data
Rasio

Kategori Data
Berdasarkan BKKBN (2005):
Kecil: < 4 orang
Sedang: 5-7 orang
Besar: ≥ 7 orang

Umur (suami, isteri)

Rasio

Berdasarkan Hurlock (1980):
Dewasa awal: 18-40 tahun
Dewasa madya: 41-60 tahun
Dewasa lanjut: > 60 tahun

Lama pendidikan
(suami, isteri)

Rasio

Berdasarkan wajib belajar 9
tahun:
≤ 9 tahun
> 9 tahun

Jenjang pendidikan
(Suami, isteri)

Ordinal

Primer

Pendapatan per kapita

Berdasarkan jenjang
pendidikan:
1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Tamat PT/Akademik

Rasio

Berdasarkan Garis
Kemiskinan Kota Bogor
1. Miskin : < Rp278 530
2. Hampir miskin : Rp278 530
– Rp417 795
3. Tidak miskin: > Rp417 795

Pekerjaan (suami,
isteri)

Nominal

[0] Tidak bekerja; [1]
Wiraswasta; [2] Pedagang; [3]
PNS; [4] Buruh; [5]
Karyawan; [6] Jasa angkutan;
[7] Ibu rumah tangga; [8]
Lainnya

Kepemilikan aset

Rasio

Berdasarkan sebaran data

Kepemilikan hutang

Rasio

Berdasarkan sebaran data

Sumber
Kuesioner

9

Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data
(Lanjutan)
Jenis Data

Variabel

Skala
Data

Primer

Masalah yang dialami
keluarga di kawasan
kumuh

Ordinal

Primer

Primer

Primer

Sekunder

Tekanan Ekonomi

Strategi koping yang
dilakukan Keluarga
1. Koping berpusat
pada masalah
2. Koping berpusat
pada emosi
Ketahanan Keluarga:
1. Ketahanan Fisik
2. Ketahanan Sosial
3. Ketahanan
Psikologis

Kategori Data

Berdasarkan sebaran data

Ordinal

Dikategorikan menjadi:
- Rendah (< 33,3%)
- Sedang (33,4 %-66,6%)
- Tinggi (>66,7%)

Ordinal

Dikategorikan menjadi:
- Rendah (< 33,3%)
- Sedang (33,4 %-66,6%)
- Tinggi (>66,7%)

Ordinal

Dikategorikan menjadi:
- Rendah (< 33,3%)
- Sedang (33,4 %-66,6%)
- Tinggi (>66,7%)

Sumber
Kuesioner
Diacu dan
dimodifikasi
dari
Puspitawati et
al. 2011
α = 0.652
Diacu dan
dimodifikasi
dari Conger
Dan Elder
(1994) dan
Tati (2004)
α = 0.890
Diacu dan
dimodifikasi
dari Folkman
et al. (1986)
α = 0.545
Diacu dan
dimodifikasi
dari Sunarti
(2008)

Data demografi

Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry
data ke komputer, cleaning data, dan analisis data. Tahapan editing yaitu
pengecekan terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui pengisian
kuesioner. Coding yaitu pemberian kode tertentu terhadap jawaban responden
untuk memudahkan analisis. Data yang telah dicoding kemudian discoring.
Kemudian data dientry untuk diolah yang sebelumnya telah dicleaning agar tidak
ada kesalahan. Semua data diolah menggunakan Microsoft Excel for windows dan
analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows.
Data dianalisis secara deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif
digunakan untuk melihat sebaran karakteristik keluarga (besar keluarga, umur,
lama pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, pendapatan per kapita), kepemilikan
aset, masalah yang dihadapi keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi, dan
ketahanan keluarga (fisik, sosial, dan psikologis). Sementara itu, analisis
inferensia yang digunakan adalah uji korelasi yang digunakan untuk melihat
hubungan antara karakteristik keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi, dengan
ketahanan keluarga dan uji regresi linier untuk melihat pengaruh karakteristik
keluarga, strategi koping, dan tekanan ekonomi terhadap ketahanan keluarga.

10

Data tekanan ekonomi, strategi koping, dan ketahanan keluarga
dikategorikan berdasarkan skor yang dicapai. Skor yang dicapai didapatkan dari
hasil perhitungan dengan rumus:

Kemudian, skor ang dicapai tersebut dimasukan ke dalam kategori kelas
yang sesuai. Untuk memperoleh kategori tersebut digunakan teknik scoring
dengan rumus Slamet (1993):

Data karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, umur, lama pendidikan,
jenjang pendidikan, pendapatan per kapita, pekerjaan, kepemilikan aset, dan
kepemilikan hutang. Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN (2005)
menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6 orang), dan besar (≥ 7
orang). Umur isteri dan suami dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan Hurlock
(1980) yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan
dewasa akhir (> 60 tahun). Lama pendidikan formal berdasarkan wajib belajar
Sembilan tahun yaitu ≤ 9 tahun dan > 9 tahun. Jenjang pendidikan dikelompokkan
menjadi 1= tidak tamat SD, 2= tamat SD, 3= tamat SMP, 4= tamat SMA, 5=
PT/akademi. Pendapatan per kapita diperoleh dari penjumlahan antara pendapatan
keluarga dan pendapatan hasil usaha lain selama sebulan dibagi dengan jumlah
anggota keluarga. Pendapatan per kapita dilihat dengan membandingkan kepada
garis kemiskinan Kota Bogor yaitu sebesar Rp278 530. Pendapatan per kapita
dibagi menjadi kategori miskin (Rp417 795). Kepemilikan aset dilihat dari jumlah aset
yang dimiliki keluarga. Jumlah aset dinilai berdasarkan jenis aset yaitu
kepemilikan rumah, lahan, bangunan, kamar mandi, kendaraan bermotor, barang
elektronik, perhiasan, tabungan, dan hewan ternak. Nilai aset berupa aset yang
telah diuangkan menurut harga pembelian.
Permasalahan keluarga terdiri dari masalah ekonomi, sosial, pangan,
pendidikan, dan kesehatan. Data permasalahan keluarga total terdiri atas 20
pertanyaan dan diberi skor 1 untuk jawaban tidak pernah, skor 2 untuk jawaban
kadang-kadang, dan skor 3 untuk jawaban sering. Kemudian dihasilkan skor
maksimum 60 dan skor minimum 20. Selanjutkan dikategorikan ke dalam tiga
kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Tekanan ekonomi objektif diukur secara aktual dari aset keluarga yang
dikonversikan dalam bentuk nilai uang dan dibandingkan dengan hutang yang
dimiliki lalu dikategorikan menjadi tidak berhutang, hutang ≤50 persen dari aset
yang dimiliki dan hutang ≥ 50 persen dari aset yang dimiliki. Data pendapatan per
kapita dikategorikan menjadi tiga yaitu miskin (Rp417 795). Data kehilangan
pekerjaan dikategorikan menjadi tidak bekerja, PHK dan tidak PHK. Status
pekerjaan dikategorikan menjadi tidak bekerja, bekerja tidak tetap dan bekerja

11

tetap. Setiap pertanyaan pada tekanan ekonomi objektif diberi skor. Kemudian
tekanan ekonomi keluarga dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.
Data strategi koping keluarga meliputi strategi koping fokus pada masalah
dan strategi koping fokus pada emosi. Data strategi koping total terdiri atas 29
pertanyaan dan diberi skor 1 untuk jawaban tidak pernah, 2 untuk jawaban
kadang-kadang, dan 3 untuk jawaban sering. Kemudian dikategorikan ke dalam
tiga kategori yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Data ketahanan keluarga
terdiri atas ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis. Ketahanan
keluarga diberi skor 0 untuk jawaban tidak dan skor 1 untuk jawaban ya.
Ketahanan keluarga terdiri dari 70 pertanyaan dimana 22 pertanyaan ketahanan
fisik, 26 ketahanan sosial, dan 22 ketahanan spikologis.
Definisi Operasional
Keluarga di wilayah kumuh adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh
ikatan perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, isteri, dan anakanak serta anggota keluarga lainnya yang bertempat tinggal di wilayah
kumuh.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga (terdiri dari ayah, ibu, anak,
dan anggota keluarga lainnya) yang tinggal dalam satu rumah.
Pendapatan per kapita keluarga adalah rata-rata penghasilan per bulan yang
diperoleh dari pekerjaan utama maupun tambahan ayah, ibu, anak, dan
anggota keluarga lainnya yang dinilai dengan uang. Pendapatan per kapita
dikategorikan menjadi miskin, hampir miskin, dan tidak miskin.
Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai ayah
atau ibu dan ditandai dengan adanya tanda tamat atau ijazah.
Jumlah kepemilikan aset adalah jumlah dari keseluruhan kekayaan yang dimiliki
oleh keluarga yang dapat dinilai dengan uang.
Masalah keluarga adalah berbagai masalah yang dialami keluarga yang tinggal
di wilayah kumuh yang dapat memicu terjadinya stres.Masalah keluarga
terdiri dari masalah ekonomi, sosial, pangan, pendidikan, dan kesehatan.
Tekanan ekonomi adalah ketidakmampuan keluarga di kawasan kumuh untuk
memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan papan) serta
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tambahan keluarga seperti makan
bersama di luar atau rekreasi. Diukur dengan melihat ketidakstabilan
pekerjaan, status pekerjaan, pendapatan per kapita, dan rasio hutang dengan
aset serta persepsi terhadap situasi dan kondisi ekonomi yang dialami.
Strategi koping keluarga adalah respon perilaku dan tindakan yang dilakukan
keluarga untuk memecahkan masalah yang dihadapi akibat kehidupan
keluarga di kawasan kumuh. Strategi koping yang dilakukan mencakup
koping yang berfokus pada masalah dan koping yang berfokus pada emosi.
Ketahanan Keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola masalah
yang dihadapi keluarga di kawasan kumuh untuk memenuhi kebutuhan
anggota keluarganya. Ketahanan keluarga terdiri dari ketahanan fisik,
ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Bogor Timur dengan luas 1 015 Ha memiliki batas wilayah
sebelah utara dengan Kecamatan Bogor Utara, sebelah timur dengan Kecamatan
Sukaraja Kabupaten Bogor, sebelah barat dengan Kecamatan Bogor Selatan dan
Kecamatan Bogor Tengah, dan sebelah selatan dengan Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor. Kecamatan Bogor Timur terdiri dari enam kelurahan yaitu
Kelurahan Tajur, Kelurahan Sukasari, Kelurahan Katulampa, Kelurahan
Sindangsari, Kelurahan Sindarngrasa dan Kelurahan Baranangsiang. Empat
kelurahan yang berada di sekitar bantaran sungai yaitu Kelurahan Baranangsiang,
Katulampa, Sukasari, dan Sindangrasa.
Kelurahan Sukasari memiliki luas sekitar 48 Ha dengan suhu rata-rata
260C-270C. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Babakan Pasar, sebelah
selatan dengan Kelurahan Tajur, sebelah barat dengan Kelurahan Bondongan, dan
sebelah timur dengan Kelurahan Baranangsiang. Jumlah penduduk di Kelurahan
Sukasari per Maret 2013 sebanyak 11 927 jiwa yang terdiri dari laki-laki 6 084
jiwa dan perempuan 5 843 jiwa. Kelurahan Sukasari memiliki jumlah kepala
keluarga terbanyak yang tinggal di bantaran sungai yaitu 440 KK. Kelurahan
Sukasari terdiri dari 7 RW dan 39 RT. RW 2, RW 3, dan RW 5 merupakan daerah
yang paling panjang berada di bantaran sungai. Namun, hanya RW 3 dan RW 5
yang memiliki jumlah anak 3-6 tahun yang paling banyak.
Karakteristik Keluarga
Umur isteri contoh berkisar antara 21 hingga 46 tahun dengan rata-rata 32.2
tahun sedangkan umur suami berkisar antara 24 hingga 62 tahun dengan rata-rata
37.4 tahun. Berdasarkan Hurlock (1980), umur suami isteri termasuk dalam
kategori dewasa awal. Lama pendidikan yang ditempuh oleh isteri paling rendah
adalah 3 tahun dan tertinggi 16 tahun dengan rata-rata 9.71 tahun sedangkan
suami menempuh pendidikan minimal adalah tidak sekolah dan paling tinggi
selama 16 tahun dengan rata-rata 10.32 tahun (Tabel 2). Dilihat dari rata-rata lama
pendidikan, suami isteri rata-rata telah menempuh pendidikan hingga tamat SMP.
Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 11 orang dengan ratarata 4 orang. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran keluarga dalam penelitian ini
rata-rata merupakan keluarga kecil (BKKBN 2005).
Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
Kategori Karakteristik Keluarga
Usia Isteri (tahun)
Usia Suami (tahun)
Pendidikan Isteri (tahun)
Pendidikan Suami (tahun)
Jumlah Anggota Keluarga (orang)
Pendapatan Keluarga Total (Rp)
Pendidikan Per Kapita
(Rp/kapita/bulan)
Lama Menikah (tahun)

Min-Maks
21 – 46
24 – 62
3 – 16
0 – 16
3 – 11
300000 – 10000000
54286 – 2500000

Rata-rata ± SD
32.2 ± 5.958
37.4 ± 6.936
9.7 ± 2.915
10.3 ± 2.941
4.3 ± 1.314
1767888.89 ± 1445333.828
453599.42 ± 407423.794

3 – 27

9.87 ± 5.264

13

Pendapatan total yang diterima keluarga berkisar antara Rp300 000 sampai
Rp10 000 000 dengan rata-rata Rp1 767 888.89. Pendapatan per kapita keluarga
berkisar antara Rp54 286 dan Rp2 500 000 dengan rata-rata Rp453 599.42 per
bulan. Jika mengacu pada garis kemiskinan Kota Bogor sebesar Rp278 530 per
kapita per bulan (BPS 2012), maka sebanyak 35.6 persen keluarga contoh
termasuk dalam kategori miskin. Lama menikah keluarga contoh berkisar antara 3
sampai 27 tahun dengan rata-rata 9.8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada
penelitian ini rata-rata keluarga telah menikah lebih dari 9 tahun.
Kepemilikan Rumah
Berdasarkan Tabel 3 lebih dari separuh contoh (52.2%) memiliki rumah
dengan status milik orang tua. Rumah milik orang tua tersebut disekat-sekat untuk
ditempati masing-masing anggota keluarga yang telah berkeluarga.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan rumah
Kategori Kepemilikan Rumah
Sendiri
Orang tua
Sewa
Total

Persentase (%)
28.9
52.2
18.9
100

Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4, lebih dari satu per empat (27.8%)
suami bekerja sebagai karyawan dan terdapat 1.1 persen suami tidak bekerja dan
hampir seluruh isteri (90%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Pada
isteri yang bekerja, jenis pekerjaan yang dilakukan adalah pedagang (3.3%), buruh
(3.3%), dan PNS (2.2%).
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan suami isteri
Kategori Pekerjaan
Tidak Bekerja
Wiraswasta
Pedagang
PNS
Buruh
Karyawan
Jasa Angkutan
Ibu Rumah Tangga
Lainnya
Total

Suami
%

Isteri
%
1.1
11.1
8.9
2.2
21.1
27.8
18.9
0
8.9
100

0
0
3.3
2.2
3.3
1.1
0
90
0
100

Masalah Keluarga
Berdasarkan Tabel 5, hampir satu pertiga (30%) keluarga contoh mengalami
masalah ekonomi dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan hanya kepala
keluarga saja yang bekerja (74.4%) dan pendapatan keluarga belum memenuhi
kebutuhan sehari-hari (52%). Lebih dari tiga per empat (76.7%) keluarga contoh
mengalami masalah sosial pada kategori sedang karena terdapat keluarga yang

14

tidak turut aktif dalam masyarakat (45.6%). Lebih dari separuh (66.7%) keluarga
contoh mengalami masalah pangan pada kategori tinggi. Hal ini disebabkan
keluarga tidak makan menu makanan lengkap setiap hari (52.2%) dan sering
membatasi jumlah pangan yang dibeli untuk keperluan sehari-hari (41.1%).
Pada masalah pendidikan, lebih dari tiga per empat (78.9%) keluarga contoh
mengalaminya pada kategori rendah. Hal ini diduga karena lebih dari dua per tiga
(67.8%) keluarga contoh merupakan keluarga kecil dan banyak ditemukan
keluarga yang tidak memiliki anak usia sekolah sehingga masalah pendidikan
tidak terlalu menjadi beban untuk keluarga. Masalah kesehatan yang dialami
keluarga contoh berada pada kategori sedang (72.2%). Hal ini dikarenakan
meskipun keluarga contoh tinggal di kawasan kumuh namun keluarga sering
memanfaatkan fasilitas kesehatan (puskesmas) jika ada anggota keluarga yang
sakit (58.9%). Secara keseluruhan, hampir seluruh keluarga contoh mengalami
masalah keluarga total termasuk pada kategori sedang (94.4%). Hal ini diduga
karena kondisi keluarga contoh yang lebih dari separuhnya (67.8%) termasuk
keluarga kecil sehingga keluarga memiliki tanggungan yang kecil dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan masalah yang dihadapi keluarga
Kategori Masalah
Keluarga
Rendah (0-33.3)
Sedang (33.4-66.7)
Tinggi (66.8-100)
Total

Ekonomi
2.2
67.8
30
100

Sosial
22.2
76.7
1.1
100

Persentase (%)
Pangan Pendidikan
0
78.9
66.7
13.3
33.3
7.8
100
100

Kesehatan
24.4
72.2
3.3
100

Total
0
94.4
5.6
100

Tekanan Ekonomi Keluarga
Tekanan ekonomi keluarga diukur dengan melihat rasio antara hutang
dengan aset yang dimiliki keluarga, pendapatan per kapita, kehilangan pekerjaan,
dan status pekerjaan serta dilihat juga berdasarkan persepsi keluarga terhadap
situasi dan kondisi ekonomi yang dihadapi keluarga. Berdasarkan Tabel 6, rasio
hutang dengan aset yang dimiliki keluarga contoh berada pada kategori lebih kecil
dari 50 persen (37.8%). Artinya, keluarga contoh memiliki hutang dengan jumlah
yang lebih rendah dibandingkan dengan jumlah aset yang dimilikinya. Pendapatan
per kapita keluarga dikategorikan menjadi tidak miskin, hampir miskin, dan
miskin. Karakteristik kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan Kota
Bogor tahun 2010 yaitu kurang dari Rp278 530 termasuk miskin (BPS 2012). Jika
dibandingkan dengan garis kemiskinan, maka jumlah keluarga miskin dan tidak
miskin pada penelitian ini berjumlah sama yaitu sebesar 35.6 persen. Sisanya
sebesar 28.9 persen termasuk keluarga yang hampir miskin. Hal ini menunjukkan
bahwa meskipun keluarga bertempat tinggal di kawasan kumuh, tetapi kepala
keluarga memiliki pekerjaan tetap yang mampu menghidupi kebutuhan sehari-hari
(98.9%). Selain itu, hal tersebut diduga karena keluarga termasuk dalam keluarga
kecil yang artinya keluarga memiliki tanggungan yang kecil dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Firdaus dan Sunarti (2009) menyebutkan bahwa semakin
besar jumlah anggota keluarga maka tekanan ekonomi yang dialami keluarga akan
semakin tinggi.

15

Sebagian besar contoh (95.6%) tidak mengalami kehilangan pekerjaan atau
PHK. Keluarga contoh yang mengalami PHK hanya sebanyak 3.3 persen.
Berdasarkan status kerja, lebih dari tiga per empat contoh (77.8%) berstatus kerja
tetap dan hampir satu per empat contoh (21.1%) berstatus kerja tidak tetap. Status
kerja tidak tetap keluarga contoh adalah jenis pekerjaan seperti buruh. Hanya ada
1.1 persen keluarga contoh yang tidak bekerja.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan dimensi tekanan ekonomi
Rasio Hutang dan Asset
Tidak Berhutang
< 50%
≥ 50%
Total
Pendapatan Per Kapita
Tidak Miskin
Hampir Miskin
Miskin
Total
Hilang Kerja
Tidak PHK
PHK
Tidak Bekerja
Total
Status Kerja
Tetap
Tidak Tetap
Tidak Bekerja
Total

Persentase (%)
30
37.8
32.2
100
Persentase (%)
35.6
28.9
35.6
100
Persentase (%)
95.6
3.3
1.1
100
Persentase (%)
77.8
21.1
1.1
100

Tekanan ekonomi keluarga juga dinilai berdasarkan persepsi diri terhadap
situasi dan keadaan ekonomi keluarga. Berdasarkan persepsi tersebut, lebih dari
separuh (61.1%) keluarga contoh mengalami tekanan ekonomi dalam kategori
tinggi. Hal ini disebabkan karena keluarga contoh kadang-kadang merasa tidak
puas dengan penghasilan keluarga (43.3%), merasa membutuhkan bantuan
keuangan dari orang tua (42.2%), merasakan ketidakmampuan dalam mencukupi
kebutuhan hidup (45.6%) sehingga berpikir untuk mencari pekerjaan tambahan
(60%), merasa pengeluaran lebih besar dari pendapatan (62.2%), belum mampu
untuk membeli rumah (65.6%) dan memberikan rumah yang layak (57.8%), dan
sering merasa tidak leluasa untuk memenuhi kebutuhan tambahan seperti makan
diluar rumah (56.7%), rekreasi (44.4%), dan membeli alat permainan untuk anak
(38.9%).
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh (52.2%) keluarga
contoh mengalami tekanan ekonomi keluarga yang berada pada kategori tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa keluarga contoh mengalami tekanan ekonomi
keluarga yang sangat berat. Tingginya tekanan ekonomi keluarga diakibatkan
tingginya persepsi keluarga terhadap kondisi ekonomi yang dialami dan dirasakan
oleh keluarga (61.1%). Meskipun keluarga memiliki pekerjaan yang tetap, namun
perasaan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dari pendapatan
yang dihasilkan sering dirasakan keluarga.

16

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori tekanan ekonomi keluarga
Kategori Tekanan Ekonomi Keluarga
Persentase (%)
Rendah (0-33.3)
0
Sedang (33.4-66.7)
47.8
Tinggi (66.8-100)
52.2
Total
100
Strategi Koping
Koping Fokus pada Masalah
Berdasarkan Tabel 8, lebih dari tiga perempat (75.66%) keluarga contoh
melakukan koping fokus pada masalah termasuk dalam kategori sedang. Hal
tersebut menunjukkan bahwa belum maksimalnya upaya yang dilakukan keluarga
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi yang disebabkan karena terbatasnya
sumberdaya yang dimiliki keluarga. Koping fokus pada masalah yang telah
dilakukan diantaranya membuat perencanaan masa depan (48.9%), mengubah
kebiasaan menjadi lebih baik (37.8%), mengungkapkan emosi yang dirasakan
(52.2%), dan menerima simpati dari orang lain (44.4%). Empat per lima (80%)
keluarga tidak berani mengambil kesempatan dengan resiko yang besar. Lebih
dari separuh (53.3%) keluarga contoh tidak pernah menjual aset yang dimilikinya
dan jarang mencari pinjaman (43.3%). Keluarga contoh pun berusaha untuk
meminta nasihat (37.8%), bercerita atau mencari dukungan sosial lainnya dalam
menyelesaikan masalah (32.2%). Menurut Tchombe et al. (2012), dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi, individu akan mengandalkan hubungan
sosial dan jaringan kekeluargaan serta berusaha keras untuk memperbaiki diri
menjadi lebih baik.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada masalah
Kategori Koping Fokus pada Masalah
Persentase (%)
Rendah (0-33.3)
0
Sedang (33.4-66.7)
75.66
Tinggi (66.8-100)
24.4
Total
100
Koping Fokus pada Emosi
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa koping fokus pada emosi yang dilakukan
sebagian besar keluarga contoh termasuk dalam kategori tinggi (92.2%). Hal ini
menunjukkan bahwa contoh telah melakukan koping fokus pada emosi secara
maksimal. Dalam menghadapi masalah, keluarga contoh
lebih banyak
mendekatkan diri kepada Allah SWT (55.6%), bersyukur atas apa yang dimiliki
(91%), mengubah pribadi diri menjadi lebih baik (58.9%), sering mengintrospeksi
diri (64.4%), belajar hidup dalam kondisi saat ini (87.8%), berpikir sebelum
melakukan tindakan (68.9%), tidak melakukan hal-hal yang negatif untuk
menenangkan diri ketika ada masalah (96.7%), tidak pernah menjauhi orangorang saat ada masalah (81.1%), tidak pernah terlarut dalam kekecewaan (85.6%)
dan menemukan keyakinan baru dalam hidup (52.2%).

17

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada emosi
Kategori Koping Fokus pada Emosi
Persentase (%)
Rendah (0-33.3)
0
Sedang (33.4-66.7)
7.8
Tinggi (66.8-100)
92.2
Total
100
Berdasarkan Tabel 10, strategi koping total yang dilakukan keluarga contoh
termasuk dalam kategori tinggi (80%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga
contoh mampu melakukan strategi koping total dengan maksimal dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Keluarga contoh lebih memaksimalkan
koping fokus pada emosi dibandingkan koping fokus pada masalah.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori strategi koping total
Kategori Strategi Koping
%
Rendah (0-33.3)
Sedang (33.4-66.7)
Tinggi (66.8-100)
Total

0
20
80
100

Ketahanan Keluarga
Ketahanan Fisik
Berdasarkan Tabel 11, hampir separuh keluarga contoh (48.9%) memiliki
ketahanan fisik yang sedang. Ketahanan fisik keluarga yang termasuk kategori
sedang terjadi diduga karena meskipun keluarga memiliki pendapatan per kapita
(62.2%), memiliki jamkesmas untuk pengobatan (57.8%), mampu membeli
pakaian minimal satu potong setahun (95.6%), tetapi keluarga contoh tidak
memiliki rumah (70%), tanah (75.6%), dan pekarangan rumah sendiri (88.9%),
mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan papan (63.3%), mengalami kesulitan
keuangan (68.9%), dan luas rumah kurang dari 7m per orang (58.9%). Frekuensi
makan keluarga contoh pun kurang dari tiga kali dalam sehari (51.1%). Hal ini
dikarenakan keluarga telah terbiasa untuk makan kurang dari tiga kali dalam
sehari.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori ket