Tekanan Ekonomi, Tingkat Kesejahteraan, Dan Strategi Koping Keluarga Di Daerah Aliran Sungai Cimanuk

(1)

TEKANAN EKONOMI, TINGKAT KESEJAHTERAAN, DAN

STRATEGI KOPING KELUARGA DI DAERAH

ALIRAN SUNGAI CIMANUK

MULVIA NURJUNIASARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tekanan Ekonomi, Tingkat Kesejahteraan, dan Strategi Koping Keluarga di Daerah Aliran Sungai Cimanuk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015 Mulvia Nurjuniasari NIM I24110042


(4)

(5)

ABSTRAK

MULVIA NURJUNIASARI. Tekanan Ekonomi, Tingkat Kesejahteraan, dan Strategi Koping Keluarga di Daerah Aliran Sungai Cimanuk. Dibimbing oleh HARTOYO.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tekanan ekonomi dan tingkat kesejahteraan terhadap strategi koping keluarga di daerah aliran Sungai Cimanuk. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dan metode purposive sampling. Lokasi penelitian dipilih secara purposive di daerah aliran Sungai Cimanuk sebagai salah satu penopang utama sumberdaya air di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini berfokus pada dua daerah yaitu wilayah hulu (Kab Garut) dan wilayah hilir (Kab Indramayu). Contoh dalam penelitian ini sebanyak 72 keluarga golongan menengah ke bawah yang memiliki anak balita dan anak usia sekolah. Pemilihan contoh berdasarkan pada Garis Kemiskinan BPS 2013. Hasil menunjukkan bahwa pendidikan suami, aksesibilias lingkungan, dan tekanan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap strategi koping keluarga. Strategi pengurangan pengeluaran adalah strategi yang yang paling banyak dilakukan oleh keluarga di DAS Cimanuk. Strategi pengurangan pengeluaran dipengaruhi oleh tekanan ekonomi. Sementara, strategi peningkatan pendapatan dipengaruhi oleh aksesibilitas lingkungan dan kesejahteraan keluarga.

Kata kunci: daerah aliran sungai, kesejahteraan, strategi koping, tekanan ekonomi ABSTRACT

MULVIA NURJUNIASARI. Economic Pressure, Levels of well-being, and Family Coping Strategy in Cimanuk Watershed. Supervised by HARTOYO. The objective of this study is to analyze the effect of economic pressure and levels of well-being on family coping strategy in Cimanuk Watershed. This study used a cross-sectional study design and purposive sampling method. Locations were selected purposively in Cimanuk Watershed as one of the main support of water resources in West Java Province. This study focuses on two watersheds that upstream (Garut) and downstream (Indramayu). Sampels of this study involved 72 lower middle families who have toddles and school age children. The selection of this samples were determine by Poverty Line BPS 2013. The result showed that education of husband, acces to environmental, and economic pressure has significant effect on family coping strategy. Cutting back expenses is a strategy that most do by families in the Cimanuk Watershed. Cutting back expenses strategy is influenced by economic pressure. Meanwhile, Generating additional income strategy is influenced by acces to environment and family well-being. Keywords: watershed, well-being, coping strategy, economic pressure


(6)

2

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

TEKANAN EKONOMI, TINGKAT KESEJAHTERAAN, DAN

STRATEGI KOPING KELUARGA DI DAERAH

ALIRAN SUNGAI CIMANUK

MULVIA NURJUNIASARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(7)

(8)

4

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi) ini yang berjudul “Tekanan Ekonomi, Tingkat Kesejahteraan, dan Strategi Koping Keluarga di Daerah Aliran Sungai Cimanuk. Membutuhkan kesabaran, semangat dan usaha yang sangat keras, serta do’a yang tiada hentinya dipanjatkan untuk mendapatkan gelar sarjana sains di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr Ir Hartoyo, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dalam membimbing, memberikan saran, dan arahan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing, memberi saran, dan memberikan banyak ilmu selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3. Dr Ir Diah Krisnatuti Pranadji, MS dan Ir Retnaningsih, MSi selaku dosen

penguji skripsi yang telah berkenan memberikan saran dan masukan yang berarti untuk perbaikan penulisan skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan Staff Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan banyak ilmu dan pembelajaran yang bermanfaat.

5. Pihak beasiswa bidik misi atas bantuan dana selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.

6. Orang tua (Sarip Hidayat (alm) dan Nia Kusmiati) dan adik-adik (Regiana Adrian Hidayat, Melisa Nursuciani, dan Yughni Rasya) yang senantiasa memberikan do’a, dorongan, dan dukungan kepada penulis selama menempuh dan menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor.

7. Sahabat terbaik, Megalia, Nurul, Melinda, Ika Yuliani, Fitriyah Nafsiyah, dan Santiko Alif Nurdyanto yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan kasih sayangnya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh keluarga IKK 48 dan teman seperjuangan penelitian, Windy, Ajat, Hamira, dan Kak Maya atas waktu, kebersamaan, dan motivasinya serta kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Demikian ucapan terima kasih ini penulis ucapkan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka masukan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat. Amin.

Bogor, Agustus 2015 Mulvia Nurjuniasari


(9)

5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

KERANGKA PEMIKIRAN 5

METODE PENELITIAN 6

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 6

Contoh dan Metode Penarikan Contoh 7

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 7

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Hasil 12

Pembahasan 23

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28


(10)

6

DAFTAR TABEL

1. Jenis dan teknik pengambilan data 8

2. Rataan skor karakteristik demografi keluarga berdasarkan wilayah 12 3. Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan menurut wilayah 13 4. Sebaran keluarga berdasarkan aksesibilitas lingkungan menurut wilayah 14 5. Sebaran keluarga berdasarkan tekanan ekonomi menurut wilayah 15 6. Sebaran jawaban keluarga berdasarkan tekanan ekonomi menurut

wilayah 16

7. Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan subjektif menurut wilayah 17 8. Rataan skor strategi koping keluarga berdasarkan wilayah 18 9. Sebaran jawaban keluarga berdasarkan strategi pengurangan

pengeluaran pangan menurut wilayah 18

10.Sebaran jawaban keluarga berdasarkan strategi pengurangan

pengeluaran non pangan menurut wilayah 19

11.Sebaran jawaban keluarga berdasarkan strategi peningkatan pendapatan

pangan menurut wilayah 20

12.Sebaran jawaban keluarga berdasarkan strategi peningkatan pendapatan

non pangan menurut wilayah 21

13.Pengaruh karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan

subjektif terhadap strategi koping keluarga 22

14.Pengaruh karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan subjektif terhadap strategi koping pengurangan pengeluaran dan

peningkatan pendapatan 23

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran tekanan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan

strategi koping keluarga di daerah aliran Sungai Cimanuk

DAFTAR LAMPIRAN

1. Persentase sebaran jawaban kesejahteraan keluarga 32 2. Persentase sebaran jawaban strategi aksesibilitas lingkungan 33

6 6


(11)

(12)

(13)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah krusial dan berkepanjangan yang hingga saat ini masih sulit diselesaikan oleh Negara Indonesia. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk yang memiliki rata – rata pengeluaran per kapita (per bulan) di bawah garis kemiskinan (BPS 2013). BPS (2014) menyebutkan bahwa pada bulan September 2014 penduduk miskin di Indonesia mencapai 27.73 juta orang (10.96%). Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 0.55 juta orang (0.29%) dibandingkan penduduk miskin pada Bulan Maret 2014 yang tercatat sebanyak 28.28 juta orang (11.25%) dengan jumlah kemiskinan di daerah perdesaan lebih tinggi (11.35%) dibandingkan di perkotaan (8.47%). Kondisi ini menunjukkan bahwa Negara Indonesia masih jauh untuk dapat mencapai target visi kedua dari Millenium Development Goals, yakni pengentasan kemiskinan dan kelaparan sebesar 7.5 persen pada tahun 2015.

Kemiskinan merupakan kondisi yang menunjukkan rendahnya tingkat kesejahteraan seseorang atau keluarga. Terdapat banyak keluarga miskin yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaan yang tidak tetap, upah yang rendah, tidak sehat, tidak aman, dan memiliki kesempatan yang rendah untuk bisa meningkatkan kualitas hidup mereka (CPRC 2009). Menurut Elder et al. (1992) ketidakstabilan kerja, kehilangan atau rendahnya pendapatan akan menyebabkan munculnya tekanan ekonomi yang dirasakan di dalam keluarga. Tekanan ekonomi merupakan suatu kondisi dimana sebuah keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan lainnya seperti rekreasi bersama keluarga (Mistry et al. 2008). Tekanan ekonomi yang secara terus menerus terjadi dalam keluarga akan meningkatkan kadar kemarahan, permusuhan, depresi, kecemasan, rendahnya kesehatan fisik, dan menurunkan kualitas hubungan dalam rumah tangga (Fox dan Bartholomae 2000). Hasil penelitian Syarifuddin (2012) menunjukkan bahwa tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga.

Kesejahteraan merupakan suatu ukuran kualitas hidup dan menjadi salah satu tujuan dari terbentuknya sebuah keluarga. Lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga dalam mendukung keberlangsungan hidup yang berkualitas, sehingga keluarga dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (Iskandar et al. 2006). Daerah aliran sungai (DAS) menjadi salah satu lingkungan tempat tinggal bagi masyarakat yang hidup di perdesaan. Maridi (2009) menyebutkan, DAS dapat dipandang sebagai common good dalam arti kesejahteraan, karena dapat dimanfaatkan sebagai fungsi hidrologi dan ekologi bagi masyarakat sekitarnya. Apabila fungsi – fungsi tersebut tidak berjalan dengan baik, maka akan berdampak negatif terhadap masyarakat di lingkungan sekitarnya. Salah satu akibat yang dimunculkan dari hal ini adalah DAS menjadi salah satu kawasan yang kumuh dan tercemar.

Kajian dan penelitian mengenai tekanan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan strategi koping keluarga telah banyak dilakukan di Indonesia bahkan negara luar, namun kajian mengenai ketiga variabel ini masih jarang dilakukan pada keluarga yang tinggal di daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai merupakan salah satu pemukiman kumuh dimana masyarakatnya sering dihubungkan dengan tingkat


(14)

2

kemiskinan dan pengangguran yang tinggi (Hariyanto 2010). Kesulitan memperoleh pekerjaan, pendapatan rendah dan tidak tetap, serta secara sosial memiliki pendidikan yang rendah menjadikan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai memiliki kesulitan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – harinya. Berbagai kesulitan ekonomi yang dirasakan keluarga dan berdampak pada tingkat kesejahteraan, mengharuskan sebuah keluarga memiliki suatu cara untuk dapat menghadapi permasalahan yang dialami.

Strategi koping merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh seseorang atau keluarga dalam menghadapi permasalahan yang dialaminya. McCubbin dan Peterson (1980) menyatakan bahwa strategi koping keluarga merupakan suatu bentuk upaya yang dilakukan oleh keluarga untuk mencapai tingkat keseimbangan serta bentuk penyesuaian terhadap krisis yang dihadapi suatu keluarga. Setiap keluarga memiliki cara yang berbeda – beda dalam menyelesaikan permasalahannya, perbedaan ini tergantung dari kesulitan yang dihadapi dan sumberdaya yang dimiliki sebuah keluarga tersebut. Meskipun kondisi tertentu daerah aliran sungai dikatakan memiliki dampak negatif pada keluarga, namun pada kondisi lain daerah aliran sungai dapat dijadikan sebagai sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Puspitawati (1998) menyebutkan bahwa meskipun sumberdaya yang dimiliki suatu keluarga terbatas namun keluarga tersebut harus mampu mengelolanya dengan optimal. Keluarga yang memiliki tekanan ekonomi tinggi, lebih banyak menggunakan strategi koping dengan cara mengurangi atau menghemat pengeluaran keluarga (Firdaus & Sunarti 2009; Sunarti et al. 2009). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering dilakukan sangat bergantung pada kepribadian seseorang dan sejauh mana tingkat stres dan kondisi yang dialami (Sunarti 2010).

Beberapa penelitian menemukan bahwa variabel strategi koping memiliki pengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga (Kabbaro 2014; Puspasari 2013; Syarifuddin 2012). Artinya bahwa semakin sedikit jumlah strategi koping yang dilakukan keluarga maka semakin meningkat kesejahteraan keluarga. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat dugaan terbalik dimana tingkat kesejahteraan keluargalah yang akan menentukan banyak sedikitnya jumlah strategi koping yang akan dilakukan keluarga. Hasil penelitian Rosidah, Hartoyo, dan Muflikhati (2012) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga, mengindikasikan bahwa semakin sedikit strategi koping yang digunakan keluarga. Sumberdaya yang dikembangkan keluarga untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dan persepsi keluarga terhadap kesulitan ekonomi tersebut serta perasaan puas atau tidaknya terhadap kehidupan berkeluarga akan menentukan mekanisme koping yang akan dilakukan. McCubbin dan Patterson (1983) dalam Weber (2011) menjelaskan komponen B pada Konsep Double ABCX Model sebagai gambaran sebuah keluarga harus mengembangkan sumberdaya baru karena tuntutan tumpukkan krisis yang tidak tertangani. Sementara komponen C menggambarkan bagaimana persepsi keluarga terhadap krisis yang dihadapi atau terhadap sumberdaya yang dimiliki. Akumulasi persepsi tersebut akan menentukan perilaku koping yang dilakukan. Apabila persepsi tersebut positif, keluarga akan mampu melakukan koping dengan baik sehingga menghasilkan bonadaptation.


(15)

3

Keberhasilan suatu keluarga dalam menjalankan fungsi, mengelola sumberdaya yang dimiliki, dan menghadapi berbagai masalah yang dialami dapat mengantarkan keluarga tersebut mencapai kesejahteraannya yang lebih tinggi, seperti yang diungkapkan oleh Martinez et al. (2003), keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang kuat dan sukses dalam menghadapi segala masalahnya, seperti dalam masalah kesehatan (fisik, mental, emosional, dan spiritual), masalah ekonomi (a living wage), masalah dalam kehidupan berkeluarga (konflik keluarga), pendidikan, dan kehidupan bermasyarakat.

Perumusan Masalah

Sungai Cimanuk merupakan salah satu penopang utama sumberdaya air di Jawa Barat. Sungai ini merupakan sungai yang potensial sebagai sumber energi karena memiliki debit air yang cukup besar. Sungai terpanjang kedua di Jawa Barat ini berhulu di kaki Gunung Papandayan di Kabupaten Garut mengalir menuju timur laut dan bermuara di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu. Sungai ini berperan penting dalam mendukung mata pencaharian masyarakat sekitar DAS yang umumnya bekerja di sektor pertanian karena mampu menyediakan 2.2 miliar m3 air per tahun. Kabupaten Garut sebagai hulu sungai memiliki mayoritas penduduk yang lebih banyak bekerja di sektor pertanian dibandingkan Kabupaten Indramayu, sehingga peran sungai di Kabupaten Garut lebih dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya sebagai sumber irigasi. Kabupaten ini terdiri dari 22 kecamatan dan 263 desa yang dilalui oleh Sungai Cimanuk (Kabupaten/Kota dalam Angka 2006 dalam Kementerian Pekerjaan Umum 2010). Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk miskin cukup banyak dengan jumlah 266 515 orang (BPS Kab Garut 2014) dan termasuk ke dalam lima besar daerah yang memiliki nilai IPM rendah di Jawa Barat yakni 72.12 (BPS 2013).

Berbeda dengan Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu yang merupakan hilir sungai memiliki 18 kecamatan dan 203 desa yang dilalui oleh Sungai Cimanuk. Selain itu, Kabupaten Indramayu juga memiliki 13 lokasi yang rawan terjadinya banjir dan 30 lokasi lahan kritis. Pada saat musim hujan, sungai di wilayah hilir ini sering meluap dan menggenangi lahan persawahan masayarakat sekitar. Selain dari kondisi geografis, Kabupaten Indramayu ini merupakan daerah yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak dan nilai IPM terendah di Jawa Barat yakni 69.52 (BPS 2013). Degradasi lingkungan DAS menyebabkan Sungai Cimanuk ini menjadi salah satu sungai yang memiliki kondisi kritis. Kekeringan seringkali terjadi pada musim kemarau dan banjir sering terjadi pada musim hujan (Kementrian Lingkungan Hidup 2013). Kondisi tersebut akan menimbulkan permasalahan di sektor ekonomi, yaitu menurunnya sumber pendapatan sehingga berdampak pada menurunnya kesejahteraan masyarakat sekitar (Hardjanto 2001).

Berdasarkan uraian fakta di atas, terlihat bahwa terdapat perbedaan kondisi wilayah di hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk. Kondisi yang berbeda ini di duga berpengaruh terhadap persepsi keluarga terhadap kemudahan akses dalam memanfaatkan lingkungan sungai sebagai sumberdaya alam. Selain itu, perbedaan kondisi wilayah juga akan berpengaruh terhadap tekanan ekonomi yang dirasakan dan tingkat kesejahteraan keluarga di kedua wilayah tersebut. Hartoyo (2009) menyebutkan bahwa keluarga yang berada pada kondisi miskin akan menghadapi


(16)

4

tekanan ekonomi yang lebih besar sehingga keluarga tersebut memiliki risiko ketidaktahanan keluarga yang lebih besar pula. Sementara Fox dan Bartholomae (2000) menyebutkan bahwa faktor ekonomi seperti tidak stabilnya pekerjaan dan rendahnya pendapatan akan berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan keluarga. Tidak sejahteranya keluarga akibat kondisi ekonomi yang dirasakan akan berpengaruh terhadap optimalnya fungsi keluarga. Dalam hal ini, keluarga dituntut untuk mampu melakukan adaptasi atau strategi koping untuk mengatasi kesulitan dan permasalahan yang dihadapi keluarga. Puspitawati (1998) menyebutkan bahwa strategi koping yang dilakukan keluarga tergantung pada tingkat kemiskinan yang dialami keluarga.

Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, berikut beberapa poin pertanyaan yang muncul mendasari penelitian ini:

1. Bagaimana tekanan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan strategi koping keluarga di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk?

2. Bagaimana pengaruh aksesibilitas lingkungan keluarga terhadap strategi koping yang dilakukan keluarga di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk?

3. Bagaimana pengaruh tekanan ekonomi dan tingkat kesejahteraan terhadap strategi koping yang dilakukan keluarga di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh tekanan ekonomi dan tingkat kesejahteraan terhadap strategi koping yang dilakukan keluarga di daerah aliran Sungai Cimanuk.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tekanan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan strategi koping keluarga di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk.

2. Menganalisis pengaruh aksesibilitas lingkungan keluarga terhadap strategi koping yang dilakukan keluarga di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk.

3. Menganalisis pengaruh tekanan ekonomi dan tingkat kesejahteraan terhadap strategi koping yang dilakukan keluarga di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat di bidang ilmu keluarga, khususnya ekonomi keluarga untuk membantu memahami lebih jauh mengenai fenomena kemiskinan yang terjadi pada keluarga di DAS Cimanuk, serta pentingnya strategi koping yang dilakukan suatu keluarga. Penelitian ini juga


(17)

5

dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam merancang program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga sebagai institusi pertama dan utama dalam pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas memiliki berbagai cara untuk dapat mencapai salah satu tujuannya yaitu sejahtera. Kesejahteraan sebuah masyarakat dapat diamati dari berbagai aspek yang spesifik, seperti kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi rumah tangga atau pengeluaran keluarga, perumahan, dan aspek sosial lainnya. Aspek perumahan atau lingkungan tempat tinggal suatu keluarga dapat memengaruhi karakteristik keluarga tersebut, baik dari segi budaya, pandangan terhadap pentingnya pendidikan, jenis pekerjaan, dan tentunya menentukan besarnya aspek konsumsi rumah tangga atau pengeluaran rumah tangga. Aspek pengeluaran keluarga ini akan sangat terkait dengan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya.

Keluarga yang memiliki sumberdaya terbatas relatif tidak akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya, sehingga munculah kesulitan-kesulitan yang dihadapi keluarga khususnya dalam aspek ekonomi. Kesulitan-kesulitan tersebut menjadikan keluarga merasakan tekanan ekonomi (economic pressure) secara subjektif. Selain memicu terjadinya tekanan ekonomi, kesulitan memenuhi kebutuhan hidup pun berpengaruh pada tingkat kesejahteraan keluarga yang diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan oleh keluarga itu sendiri, bukan orang lain. Kemudian aspek lingkungan pun turut menentukan jenis pekerjaan apa yang dapat dimiliki sebuah keluarga sehingga berpengaruh pula pada tekanan ekonomi dan kesejahteraan yang dirasakan oleh keluarga.

Tekanan ekonomi menjadi salah satu penyebab rentannya kehidupan suatu keluarga dalam mencapai kesejahteraan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan secara konsisten menunjukkan bahwa tekanan ekonomi dapat meningkatkan tingkat emosi, kemarahan, kekerasan, depresi, ketidaknyamanan, kesehatan fisik, dan kemiskinan (Fox dan Bartholomae 2000). Keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan tingkat kesejahteraan yang rendah perlu memiliki strategi dalam beradaptasi dengan segala situasi sulit yang dihadapinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut adalah dengan strategi koping keluarga.

Strategi koping merupakan cara yang dilakukan keluarga untuk beradaptasi dalam segala situasi sulit, terutama masalah ekonomi keluarga. Terdapat dua strategi koping yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan, yaitu pengurangan pengeluaran (cutting back expenses) dan peningkatan pendapatan (generating additional income). Strategi koping yang optimal dilakukan oleh sebuah keluarga akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dengan demikian tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan akan menentukan tingkat kesejahteraan subjektif sebuah keluarga. Dalam pandangan sistem, kesejahteraan keluarga dapat diposisikan sebagai output/hasil dari sebuah proses pengelolaan input (sumberdaya) yang tersedia, dimana kesejahteraan sebagai output pada suatu titik ini dapat menjadi sumberdaya atau input untuk


(18)

6

diproses menghasilkan tingkat kesejahteraan keluarga pada tahap berikutnya (Sunarti et al. 2009).

Berdasarkan landasan pemikiran tersebut, penelitian ini mencoba untuk menganalisis dan membandingkan tekanan ekonomi, kesejahteraan subjektif dan strategi koping yang dilakukan keluarga di dua daerah yang berbeda, yakni pada keluarga di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk. Bagan kerangka pemikiran tersebut disajikan dalam Gambar 1 dibawah ini.

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross Sectional Study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in time). Penelitian ini dilakukan di DAS Cimanuk yang dipilih secara purposive karena sebagai salah satu penopang utama sumberdaya air di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut merupakan kabupaten yang termasuk ke dalam lima besar daerah dengan nilai IPM rendah (72.12 tahun 2013) dan Kabupaten Indramayu merupakan daerah yang memiliki nilai IPM terendah di Jawa Barat Gambar 1 Kerangka pemikiran tekanan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan

strategi koping keluarga di daerah aliran Sungai Cimanuk Tekanan Ekonomi

Keluarga

Strategi koping keluarga: 1. Pengurangan

pengeluaran (Cutting back expenses)

2. Penambahan

pendapatan (Generating additional income)

Kesejahteraan Subjektif Keluarga Aksesibilitas

Lingkungan Keluarga:

- Daerah hulu sungai - Daerah hilir sungai

Karakteristik keluarga:

Sosio Demografi:

- Usia suami - Usia istri - Besar Keluarga

Sosial & Ekonomi: - Pendidikan suami

istri

- Pekerjaan suami istri - Pengeluaran per


(19)

7

(69.52 tahun 2013), dan sebagai salah satu daerah yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar di Jawa Barat. Penelitian ini berfokus pada dua daerah, yaitu wilayah hulu (Kabupaten Garut) dan wilayah hilir (Kabupaten Indramayu) aliran Sungai Cimanuk. Proses penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 April sampai 2 Mei 2015.

Contoh dan Metode Penarikan Contoh

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul “Strategi Nafkah dan Dinamika Kemiskinan Antargenerasi pada keluarga di DAS Cimanuk”. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga miskin yang memiliki anak balita dan anak sekolah, tinggal di Jawa Barat tepatnya di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk. Data terkait contoh diperoleh melalui pendekatan tempat tinggal dan wawancara mendalam. Adapun proses pengambilan contoh secara rinci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari kedua kabupaten dipilih dua sampai tiga kecamatan secara purposive dengan pertimbangan jarak terdekat dengan Sungai Cimanuk dan pemanfaatan sungai oleh masyarakatnya. Kecamatan Cikajang dan Cisurupan dipilih mewakili Kabupaten Garut, sedangkan Kecamatan Jatibarang, Sindang, dan Indramayu dipilih mewakili Kabupaten Indramayu. 2. Dari lima kecamatan dipilih lima desa secara purposive untuk mewakili

masing-masing kecamatan dengan pertimbangan jarak terdekat dengan Cimanuk dan pemanfaatan sungai oleh masyarakatnya. Kelima desa tersebut diantaranya adalah Desa Simpang (Kec. Cikajang), Sukatani (Kec. Cisurupan), Pilangsari (Kec. Pilangsari), Kenanga (Kec. Sindang), dan Dukuh (Kec. Indramayu).

3. Pengambilan contoh dari setiap desa dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kriteria, yakni mempunyai anak balita dan anak usia sekolah. Dari masing-masing desa diperoleh 17-45 keluarga sehingga dari kelima desa diperoleh contoh sebanyak 142 keluarga. Khusus untuk penelitian ini contoh yang dianalisis lebih dalam berjumlah 72 keluarga (hulu=40, hilir=32) berasal dari kalangan menengah kebawah berdasarkan kriteria Garis Kemiskinan BPS 2013 dengan pendekatan pengeluaran pangan dan non pangan keluarga.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari buku, jurnal, internet, dan dokumen-dokumen pemerintahan yang terkait. Sementara data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner yang terlebih dahulu diuji reliabilitas dan validitasnya. Data primer diperoleh secara langsung dengan melakukan teknik wawancara kepada ibu yang merupakan contoh dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Tekanan ekonomi diukur dengan melihat persepsi keluarga terhadap kesulitan ekonomi yang dirasakan keluarga, pernyataan terdiri dari 10 item dengan nilai reliabilitas 0.792 mengacu pada konsep Elder et al. (1992) dan Elder et al. (1995). Kesejahteraan subjektif keluarga dilihat dari persepsi keluarga terhadap kepuasan hidup keluarga


(20)

8

(diwakili oleh persepsi ibu) yang terdiri dari 21 item pernyataan diacu dalam Puspitawati (2012) dengan reliabilitas sebesar 0.832. Strategi koping diacu dan dikembangkan dari Puspitawati (2012) yang terdiri dari 32 item pernyataan dengan reliabilitas sebesar 0.820. Selain itu, data primer dalam penelitian ini meliputi karakteristik keluarga berdasarkan sosio demografi yang terdiri dari usia suami istri dan besar keluarga, dan sosio ekonomi yang terdiri dari pendidikan suami istri, pekerjaan suami istri, dan pengeluaran per kapita (pengeluaran pangan & non pangan keluarga per bulan), serta kondisi lingkungan hulu dan hilir DAS. Instrumen pernyataan untuk aksesibilitas lingkungan diukur dengan melihat persepsi keluarga terhadap kemudahan dalam mengakses lingkungannya untuk mendukung kehidupan sehari-hari, terdiri dari 22 item pernyataan dengan reliabilitas sebesar 0.787 dan dikembangkan dari konsep Becker (1974) dan Moore (2005).

Tabel 1 Jenis dan teknik pengambilan data

Variabel Data yang diteliti Skala Keterangan

Karakteristik suami dan istri

a. Usia b. Pendidikan c. Pekerjaan Rasio Rasio Nominal Tahun Tahun Karakteristik keluarga

a. Besar keluarga b. Pengeluaran per

kapita Rasio Rasio (rupiah) Orang Aksesibilitas Lingkungan

Ordinal [1] sangat sulit [2] sulit

[3] mudah

[4] sangat mudah

Tekanan ekonomi Ordinal [1] tidak pernah

[2] kadang-kadang

[3] sering

[4] sangat sering

Kesejahteraan keluarga

Ordinal [1] tidak puas [2] kurang puas

[3] cukup puas [4] puas

Strategi koping Ordinal [1] tidak pernah

[2] kadang-kadang

[3] sering

[4] sangat sering Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Kegiatan yang dilakukan mulai dari proses editing, coding, scoring, entry, cleaning data, dan analisis. Pertanyaan dari setiap dimensi variabel dikuantitatifkan lalu dijumlahkan dan dikonversi dalam bentuk indeks sehingga diperoleh nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Konversi ini


(21)

9

bertujuan untuk menyamaratakan satuan agar perbandingan pengkategorian data setiap variabel seragam. Indeks dihitung dengan rumus:

ndex nilai maksimum nilai aktual nilai minimum nilai minimum 100 Keterangan:

Indeks = skala nilai 0-100

Nilai aktual = nilai yang diperoleh responden

Nilai maksimal = nilai tertinggi yang seharusnya diperoleh responden Nilai minimal = nilai terendah yang seharusnya diperoleh responden

Skor indeks yang dicapai dimasukkan ke dalam kategori kelas. Skor dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menentukan cut off variabel tersebut dibutuhkan interval kelas, dengan rumus sebagai berikut:

nterval elas skor maksimum-skor minimum jumlah kelas

Maka dengan demikian cut off yang diperoleh untuk pengkategorian adalah sebagai berikut:

a. Rendah : 0.00 - 33,3 b. Sedang : 33.4 - 66,7 c. Tinggi : 66,8 - 100

Analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif (rata-rata, nilai minimum dan maksimum, serta persentase) digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan strategi koping keluarga.

2. Uji beda Independent Sample T-Test digunakan untuk melihat perbedaan karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan strategi koping yang dilakukan keluarga menurut wilayah yang berbeda (wilayah hulu dan hilir DAS).

3. Tekanan ekonomi keluarga diukur dengan cara mengumpulkan data terkait persepsi istri terhadap kesulitan ekonomi yang dirasakan keluarga. Skoring dilakukan terhadap semua pertanyaan sehingga diperoleh skor total. Jawaban “tidak pernah” diberi skor 1, jawaban “kadang-kadang” diberi skor 2, jawaban “sering” diberi skor 3, dan jawaban “sangat sering” diberi skor 4. Dengan demikian akan diperoleh skor berkisar antara 10-40. Skor tersebut kemudian akan diubah dalam bentuk indeks dan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan cutoff.

4. Kesejahteraan keluarga diukur dengan cara mengumpulkan data terkait persepsi istri terhadap kepuasan hidup keluarga. Skoring dilakukan terhadap semua pertanyaan sehingga diperoleh skor total. Jawaban “tidak puas” diberi skor 1, jawaban “kurang puas” diberi skor 2, jawaban “cukup puas” diberi skor 3, dan jawaban “puas” diberi skor 4. Dengan demikian akan diperoleh skor berkisar antara 21-84. Skor tersebut kemudian akan diubah dalam bentuk indeks dan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan cutoff.


(22)

10

5. Strategi koping keluarga diukur dengan cara mengumpulkan data terkait aktivitas strategi koping yang dilakukan keluarga saat mengalami kondisi sulit. Skoring dilakukan terhadap semua pertanyaan sehingga diperoleh skor total. Jawaban “tidak pernah” diberi skor 1, jawaban “kadang-kadang” diberi skor 2, jawaban “sering” diberi skor 3, dan jawaban “sangat sering” diberi skor 4. Variabel strategi koping terdiri dari dua sub variabel yaitu strategi pengurangan pengeluaran (18 item pertanyaan) dan strategi peningkatan pendapatan (14 item pertanyaan). Masing-masing dimensi terdiri dari dimensi pangan dan non pangan, dan kemudian dijumlahkan dan dirubah dalam bentuk indeks dan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan cutoff. Selanjutnya, nilai indeks total diperoleh dengan menjumlahkan kedua indeks lalu dibagi dua.

6. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan subjektif terhadap strategi koping keluarga. Persamaan regresi yang digunakan adalah:

Y α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+ β8X8+e Keterangan:

Y = Strategi koping keluarga α onstanta

β oefisien regresi X1 = Usia istri (tahun) X2 = Besar keluarga (orang) X3 = Pendidikan suami (tahun) X4 = Pendidikan istri (tahun) X5 = Kondisi lingkungan X6 = Tekanan ekonomi X7 = Kesejahteraan keluarga X8 = Wilayah

e = Kesalahan

7. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan subjektif terhadap strategi koping pengurangan pengeluaran. Persamaan regresi yang digunakan adalah:

Y α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+ β8X8+e Keterangan:

Y = Strategi koping pengurangan pengeluaran α onstanta

β oefisien regresi X1 = Usia istri (tahun) X2 = Besar keluarga (orang) X3 = Pendidikan suami (tahun) X4 = Pendidikan istri (tahun) X5 = Kondisi lingkungan X6 = Tekanan ekonomi X7 = Kesejahteraan keluarga X8 = Wilayah


(23)

11

8. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan subjektif terhadap strategi koping pengurangan pengeluaran. Persamaan regresi yang digunakan adalah:

Y α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+β7X7+ β8X8+e Keterangan:

Y = Strategi koping peningkatan pendapatan α onstanta

β oefisien regresi X1 = Usia istri (tahun) X2 = Besar keluarga (orang) X3 = Pendidikan suami (tahun) X4 = Pendidikan istri (tahun) X5 = Kondisi lingkungan X6 = Tekanan ekonomi X7 = Kesejahteraan keluarga X8 = Wilayah

e = Kesalahan

Definisi Operasional

Contoh adalah ibu dari keluarga miskin yang memiliki anak balita dan anak usia sekolah, dan tinggal di daerah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk, Jawa Barat.

Karakteristik contoh dan keluarga adalah semua informasi yang berkaitan dengan identitas contoh dan keluarganya, seperti: usia, lama pendidikan, status pekerjaan, besar keluarga, dan pengeluaran per kapita.

Usia adalah lama hidup contoh yang terhitung dari lahir hingga tahun 2015 yang dinyatakan dalam satuan tahun dan dikategorikan menjadi dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun).

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga inti baik yang tinggal di satu rumah maupun tidak, dinyatakan dalam jumlah orang dan dikategorikan menjadi keluarga kecil (0-4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang).

Lama pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh contoh semasa hidupnya dalam hitungan tahun.

Jenis pekerjaan adalah usaha tertentu yang dilakukan oleh suami dan istri dalam memperoleh penghasilan berupa uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Pengeluaran per kapita keluarga adalah banyaknya jumlah pengeluaran pangan dan non pangan keluarga dinilai dalam jumlah rupiah/kapita/bulan.

Miskin adalah keluarga yang memiliki pengeluaran per kapitanya ≤ Rp226 308,- untuk Kab Garut dan ≤ Rp350 455,- untuk Kab Indramayu.

Tekanan ekonomi merupakan suatu kondisi kesulitan atau ketidakstabilan dalam hal finansial keluarga yang dapat diukur berdasarkan persepsi keluarga terhadap kesulitan ekonomi yang dirasakan.


(24)

12

Kesejahteraan keluarga adalah tingkat kesejahteraan yang diukur berdasarkan kepuasan hidup yang dipersepsikan oleh keluarga (diwakili oleh istri). Strategi koping adalah usaha yang dilakukan keluarga dalam menghadapi dan

mengatasi permasalahan ekonomi dengan cara mengurangi pengeluaran keluarga (cutting back) dan menambah pendapatan (generating income).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu karakteristik sosio demografi dan sosio ekonomi. Karakteristik sosio demografi terdiri dari usia suami, usia istri, dan besar keluarga. Sedangkan sosio ekonomi terdiri dari pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, dan pengeluaran per kapita keluarga. Informasi dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata usia suami yang berada di wilayah hulu 40.22 tahun dan di wilayah hilir 39.84 tahun. Sementara rata-rata usia istri di wilayah hulu 34.20 tahun dan di hilir 34.41 tahun. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata usia suami dan usia istri apabila dilihat dari perbedaan wilayah baik di hulu maupun di hilir. Berdasarkan Santrock (2011), orang dewasa dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu dewasa awal (23-40 tahun), dewasa menengah (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun). Secara keseluruhan, rata-rata usia suami dan istri berada pada tahapan usia dewasa awal (23-40 tahun).

Tabel 2 Rataan skor karakteristik demografi keluarga berdasarkan wilayah

Karakteristik Keluarga

Garut (hulu) Indramayu (hilir) Total

p-value

Rataan±SD Rataan±SD Rataan±SD

Usia suami 40.22±7.301 39.84±6.797 40.06±7.035 0.821

Usia istri 34.20±6.111 34.41±4.852 34.29±5.550 0.877

Lama pendidikan suami

5.90±2.098 7.59±3.291 6.65±2.804 0.015**

Lama

pendidikan istri 5.72±1.320 6.97±2.811 6.28±2.190 0.026**

Besar keluarga 5.50±1.633 4.88±1.008 5.22±1.416 0.050*

Pengeluaran

per kapita 273.874±80752 357.735±106.550 311.145±101.487 0.000***

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01

Pada keluarga yang tinggal di wilayah hulu, rata-rata lama pendidikan suami 5.90 tahun dan istri 5.72 tahun, sedangkan keluarga yang tinggal di wilayah hilir memiliki rata-rata lama pendidikan suami 7.59 tahun dan istri 6.97 tahun. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata lama pendidikan suami (p<0.05) dan istri (p<0.05) di wilayah hulu dan hilir sungai Cimanuk. Besar keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan orang tua. BKKBN (2008) menggolongkan keluarga menjadi tiga kategori, yakni keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Rata-rata


(25)

13

besar keluarga contoh adalah 5.22 orang dan termasuk pada golongan keluarga sedang (5-7 orang). Rata-rata besar keluarga di wilayah hulu 5.50 orang dan hilir 4.88 orang. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata besar keluarga di wilayah hulu dan hilir Sungai Cimanuk (p<0.10). Perbedaan yang signifikan pun terjadi pada pengeluaran per kapita keluarga. Keluarga di wilayah hulu memiliki rata-rata pengeluaran per kapita lebih rendah (Rp273.874,-) dibandingkan keluarga di wilayah hilir (Rp357.735,-). Rata-rata pengeluaran per kapita secara keseluruhan keluarga adalah Rp311.145,-. Angka tersebut lebih tinggi dari garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2013 yaitu sebesar Rp276 825.00 per kapita per bulan (BPS 2013).

Jenis Pekerjaan

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan menurut wilayah

Jenis Pekerjaan Garut (hulu) Indramayu (hilir) Total

n % n % n (%)

Suami

Tidak bekerja 0 0 2 6.2 2 2.8

PNS 0 0 2 6.2 2 2.8

Buruh 33 82.5 13 40.6 46 63.9

Petani 2 5.0 0 0 2 2.8

Wiraswasta 2 5.0 6 18.8 8 11.1

Karyawan swasta 1 2.5 0 0 1 1.4

Pekerjaan lainnya 2 5.0 9 28.1 11 15.3

Total 40 100 32 100 72 100

Istri

Tidak bekarja (IRT) 20 50.0 20 62.5 40 55.6

PNS 0 0 0 0 0 0

Buruh 17 42.5 4 12.5 21 29.2

Petani 1 2.5 0 0 1 1.4

Wiraswasta 2 5.0 7 21.9 9 12.5

Karyawan swasta 0 0 0 0 0 0

Pekerjaan lainnya 0 0 1 3.1 1 1.4

Total 40 100 32 100 72 100

Buruh merupakan pekerjaan yang dominan dilakukan oleh suami yang tinggal di wilayah hulu dan hilir Sungai Cimanuk. Tabel 4 menjelaskan bahwa lebih dari setengah jumlah suami pada keluarga dalam penelitian ini bekerja sebagai buruh (63.9%). Pekerjaan buruh dalam penelitian ini terdiri dari buruh tani, buruh kuli panggul, buruh bangunan, dan buruh lainnya. Terdapat 2.8 persen suami yang tidak bekerja, bekerja sebagai PNS, dan bekerja sebagai petani. Sebesar 11.1 persen berprofesi wiraswasta, 1.4 persen bekerja di bidang perkantoran, dan sisanya 15.3 persen bekerja lainnya. Meskipun pada sebagian keluarga istri ikut andil dalam mencari nafkah, namun lebih dari setengah jumlah istri secara keseluruhan (55.6%) memilih untuk tidak bekerja di sektor publik (menjadi ibu rumah tangga).


(26)

14

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk merupakan salah satu penopang utama sumberdaya air di Jawa Barat. Luas DAS Cimanuk sebesar 3.493 km2 yang terbagi menjadi tiga bagian DAS, yaitu sub-DAS Cimanuk hulu, sub-DAS Cimanuk Tengah, dan sub-DAS Cimanuk Hilir. Sungai sepanjang 337.67 km ini merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa Barat yang mampu menyediakan 2.2 milyar m3 air per tahun dan sebagian besar digunakan untuk irigasi lahan pertanian (Kementrian Lingkungan Hidup 2013). Sungai Cimanuk berhulu di kaki gunung Papandayan di Kabupaten Garut pada ketinggian +1200 di atas permukaan laut (dpl), mengalir kearah timur laut dan bermuara di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu.

Sungai Cimanuk dapat dijadikan sebagai modal alam yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga yang tinggal di sekitar DAS. Informasi dalam Tabel 4 menggambarkan persepsi keluarga mengenai kemudahan dalam mengakses lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir dua per tiga keluarga di wilayah hulu dan hilir sungai memiliki aksesibilitas lingkungan pada kategori sedang dengan rata-rata skor sebesar 61.67 (sd=12.01). Tidak ada satupun keluarga yang termasuk dalam kategori rendah, baik di wilayah hulu maupun hilir. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga di kedua wilayah tidak merasa sulit dalam memanfaatkan sumberdaya lingkungannya.

Aksesibilitas sedang dan tinggi menunjukkan bahwa kondisi lingkungan keluarga di kedua wilayah ini cukup mudah untuk bisa dimanfaatkan dan diakses oleh keluarga dalam mendukung kehidupan sehari-hari. Beberapa item pernyataan aksesibilitas lingkungan yang memiliki skor tinggi adalah iklim mendukung mata pencaharian, lingkungan rumah yang aman dari binatang buas dan kejahatan, dan akses keluarga dalam mendapatkan makanan.

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan aksesibilitas lingkungan menurut wilayah

Aksesibilitas Lingkungan Garut (hulu)

Indramayu

(hilir) Total

n % n % n (%)

Sedang (33.34-66.67) 32 80.0 16 50.0 48 66.7

Tinggi (66.68-100) 8 20.0 16 50.0 24 33.3

Total 40 100 32 100 72 100

p-value 0.003***

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01

Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara aksesibilitas lingkungan keluarga di dua wilayah berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada keluarga di kedua wilayah dalam mempersepsi kemudahan mengakses sumberdaya lingkungan sekitar. Rata – rata skor aksesibilitas lingkungan keluarga di wilayah hulu (58.03, sd=11.30) lebih rendah dibandingkan di wilayah hilir (66.43, sd=11.37). Ditinjau secara rinci, keluarga di wilayah hulu lebih mudah dalam memanfaatkan alam untuk mata pencaharian dan kebutuhan pribadi dibandingkan keluarga di wilayah hilir. Sementara untuk fasilitas sanitasi, kesehatan, pendidikan, informasi, legalisasi pernikahan, dan lingkungan rumah yang aman lebih mudah diakses oleh keluarga di wilayah hilir dibandingkan wilayah hulu. Selain itu, keluarga di hilir pun lebih mudah dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-harinya dibandingkan keluarga di wilayah hulu.


(27)

15

Tekanan Ekonomi Keluarga

Tekanan ekonomi dalam penelitian ini diukur berdasarkan persepsi istri terhadap kesulitan ekonomi yang dirasakan dalam keluarga. Berdasarkan informasi dalam Tabel 5, rata – rata skor tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga di wilayah hulu maupun hilir berada pada kategori sedang dengan rata-rata skor sebesar 60.3 (sd=21.8). Meskipun contoh dalam penelitian ini merupakan keluarga miskin, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya tiga dari sepuluh keluarga yang merasakan kesulitan ekonomi pada kategori tinggi.

Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan tekanan ekonomi menurut wilayah

Tekanan Ekonomi Garut (hulu)

Indramayu

(hilir) Total

n % n % n (%)

Rendah (0-33.33) 4 10.0 6 18.8 10 13.9

Sedang (33.34-66.67) 22 55.0 14 43.8 36 50.0

Tinggi (66.68-100) 14 35.0 12 37.5 26 36.1

Total 40 100 32 100 72 100

p-value 0.924

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01

Informasi pada Tabel 6 menunjukkan bahwa aspek tekanan ekonomi yang paling tinggi dialami keluarga di kedua wilayah terletak pada item pengeluaran keluarga yang lebih besar dari pendapatan (50%). Selain itu, keluarga di hulu (47.5%) dan hilir (46.9%) juga memiliki skor tinggi pada kesulitan untuk menyisihkan keuangan keluarga. Hal ini disebabkan oleh pendapatan keluarga yang rendah dan tidak stabil, sehingga menjadikan keluarga tersebut mengalami kesulitan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga terlebih lagi untuk menyisihkan uangnya untuk ditabung. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, sebagian besar keluarga di kedua wilayah menutupi kebutuhan hidupnya dengan cara berhutang ke warung, kerabat, dan tetangga terdekat di sekitar rumah. Sebaliknya, aspek kesulitan ekonomi terendah pada keluarga di kedua wilayah mengalami perbedaan. Keluarga di wilayah hulu memiliki kesulitan ekonomi yang rendah pada kesulitan memperoleh pekerjaan (37.5%), sedangkan keluarga di wilayah hilir terletak pada kesulitan dalam membayar listrik (46.9%).

Hasil uji beda yang dilakukan terhadap variabel tekanan ekonomi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tekanan ekonomi keluarga di kedua wilayah. Sementara jika dilakukan pengujian lebih lanjut pada setiap item tekanan ekonomi menunjukkan bahwa item pernyataan yang memiliki perbedaan nyata antara wilayah hulu dan hilir adalah item kesulitan untuk memperoleh lapangan pekerjaan (p<0.05). Rata-rata jawaban keluarga menunjukkan bahwa keluarga di wilayah hulu lebih mudah dalam memperoleh pekerjaan dibandingkan di wilayah hilir. Hal ini disebabkan karena wilayah hulu memiliki iklim dan suhu yang cocok dalam mendukung sistem pertanian sehingga pekerjaan sebagai petani dan buruh tani menjadi dominan sebagai mata pencaharian warganya. Mencari pekerjaan di wilayah ini tidak sulit dibandingkan di wilayah hilir yang seringkali mengharuskan kepala keluarga bahkan istri bekerja di luar kota atau luar negeri.

Selain itu, perbedaan yang nyata juga terjadi pada kesulitan untuk mengajak anak rekreasi (p<0.05) dan keluarga merasa membutuhkan bantuan


(28)

16

ekonomi (p<0.05). Pada item kesulitan untuk mengajak anak rekreasi, keluarga di wilayah hulu merasa lebih mudah melakukannya dibandingkan keluarga di wilayah hilir. Sementara untuk item merasa membutuhkan bantuan ekonomi, keluarga di wilayah hilir lebih tinggi dalam membutuhkan bantuan ekonomi dari kerabat atau tetangga sekitar dibandingkan keluarga di wilayah hulu.

Tabel 6 Sebaran jawaban keluarga berdasarkan tekanan ekonomi menurut wilayah

Pernyataan

Garut (hulu) Indramayu (hilir)

p

1 2 3 4 1 2 3 4

% % % % % % % %

Kesulitan untuk memenuhi

kebutuhan pangan 15.0 15.0 45.0 25.0 18.8 18.8 28.1 34.4 .356

Kesulitan untuk memenuhi kebutuhan non pangan primer

17.5 15.0 35.0 32.5 15.6 25.0 28.1 31.3 .405 Kesulitan untuk biaya

kesehatan keluarga 10.0 10.0 45.0 35.0 31.3 9.4 25.0 34.4 .607

Kesulitan untuk biaya

pendidikan anak 30.0 2.5 42.5 25.0 37.5 2.5 21.9 28.1 .399

Kesulitan untuk membayar

listrik 30.0 17.5 40.0 12.5 46.9 3.1 28.1 21.9 .743

Kesulitan memperoleh

lapangan pekerjaan 37.5 22.5 20.0 20.0 18.8 6.3 31.3 43.8 .026

**

Kesulitan untuk menyisihkan keuangan keluarga

7.5 5.0 40.0 47.5 21.9 12.5 18.8 46.9 .144 Kesulitan untuk mengajak

anak rekreasi 32.5 2.5 25.0 40.0 15.6 9.4 28.1 46.9 .025

**

Pengeluaran keluarga lebih

besar dari pendapatan 7.5 5.0 37.5 50.0 6.3 15.6 28.1 50.0 .612 Merasa membutuhkan

bantuan ekonomi 12.5 7.5 50.0 30.0 21.9 6.3 21.9 50.0 .036

**

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01 Ket: 1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Sering, 4 = Sangat sering

Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan keluarga dalam penelitian ini diukur secara subjektif berdasarkan kepuasaan hidup yang dipersepsikan oleh istri terhadap kondisi keuangan, makanan, spiritual, kesehatan, pekerjaan, pendidikan anak, kondisi rumah dan aset yang dimiliki, serta hubungan yang terjalin dengan keluarga atau tetangga. Informasi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa kesejahteraan keluarga di kedua wilayah berada pada kategori sedang dengan rata-rata skor sebesar 62.5 (sd=15.6). Meskipun contoh dalam penelitian ini merupakan keluarga miskin, namun dari hasil sebaran terlihat bahwa hanya 1.4 persen keluarga yang merasa kesejahteraannya rendah. Hal ini disebabkan karena kesejahteraan dalam penelitian ini diukur dari berbagai aspek, tidak hanya dari segi ekonomi saja sehingga persepsi istri terhadap kepuasan hidup yang dirasakan dalam keluarganya tergolong cukup baik.

Aspek kesejahteraan tertinggi pada keluarga di wilayah hulu (82.5%, 80.0%) dan hilir (71.9%, 65.6%) terletak pada hubungan komunikasi dengan


(29)

17

saudara/kerabat dan hubungan komunikasi dengan orang tua/mertua. Keluarga merasa sangat puas akan hubungan komunikasi yang terjalin antara keluarga contoh dengan orang tua dan kerabatnya, sehingga hal tersebut menjadikan keluarga memiliki tempat untuk mengadu dan berdiskusi ketika keluarga mengalami permasalahan dalam keluarganya, baik permasalahan mengenai faktor ekonomi maupun faktor kehidupan keluarganya. Sebaliknya, aspek kesejahteraan terendah pada keluarga di kedua wilayah adalah perasaan istri terhadap pendapatan keluarga. Sebesar 47.5 persen istri di wilayah hulu dan 28.1 persen istri di wilayah hilir merasa tidak puas akan pendapatan yang diperoleh keluarganya.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan subjektif menurut wilayah

Kesejahteraan Keluarga Garut (hulu)

Indramayu

(hilir) Total

n % n % n (%)

Rendah (0-33.33) 0 0.0 1 3.1 1 1.4

Sedang (33.34-66.67) 25 62.5 19 59.4 44 61.1

Tinggi (66.68-100) 15 37.5 12 37.5 27 37.5

Total 30 100 32 100 72 100

p-value 0.643

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01

Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kesejahteraan subjektif keluarga di wilayah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk. Meskipun jika dilihat dari rata-rata skor per wilayah, tingkat kesejahteraan di wilayah hulu lebih rendah (61.7, sd=15.7) dibandingkan di wilayah hilir (63.4, sd=15.8). Pengujian lebih lanjut terhadap setiap item kesejahteraan keluarga menunjukkan bahwa item “keadaan keuangan keluarga”, “keadaan materi/aset yang dimiliki keluarga”, “pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki istri” pada keluarga di wilayah hilir lebih tinggi dibandingkan di wilayah hulu, sedangkan “kebahagiaan dalam keluarga” di wilayah hulu lebih tinggi dibandingkan di wilayah hilir.

Strategi Koping Keluarga

Strategi koping merupakan sebuah upaya yang dilakukan keluarga dalam menyesuaikan diri dengan kondisi sulit yang dihadapi.Secara rinci strategi koping terbagi menjadi dua jenis yaitu, strategi koping pengurangan pengeluaran dan strategi koping peningkatan pendapatan. Informasi dalam Tabel 8 menunjukkan bahwa strategi koping yang banyak dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi adalah strategi pengurangan pengeluaran. Keluarga di kedua wilayah melakukan strategi pengurangan pengeluaran pada kategori sedang dengan rata-rata skor sebesar 43.6 (sd=16.5). Sementara untuk strategi peningkatan pendapatan, keluarga di kedua wilayah melakukan strategi peningkatan pendapatan pada kategori rendah dengan rata-rata skor sebesar 29.3 (sd=12.5). Tinggi dan rendahnya sebuah keluarga melakukan strategi koping, ditentukan berdasarkan jumlah strategi koping yang diterapkan dalam keluarga tersebut saat menghadapi kesulitan ekonomi. Semakin tinggi strategi koping suatu keluarga maka semakin banyak jumlah strategi yang dilakukan oleh keluarga, begitupun sebaliknya.


(30)

18

Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara strategi pengurangan pengeluaran dan strategi peningkatan pendapatan yang dilakukan keluarga di kedua wilayah berbeda. Meskipun jika dilihat berdasarkan rata – rata skor per wilayah, strategi pengurangan pengeluaran lebih banyak dilakukan oleh keluarga di wilayah hulu (44.9, sd=13.0) dibandingkan wilayah hilir (42.6, sd=16.5), sedangkan strategi peningkatan pendapatan lebih banyak dilakukan oleh keluarga di wilayah hilir (30.6, sd=13.9) dibandingkan di wilayah hulu (27.9, sd=9.8).

Tabel 8 Rataan skor strategi koping keluarga berdasarkan wilayah

Variabel Garut Indramayu Total p

Rataan ± SD Rataan ± SD Rataan ± SD

Pengurangan pengeluaran 44.9±13.0 42.6 ± 18.8 43.6 ± 16.5 0.511 Peningkatan pendapatan 27.9 ± 9.8 30.6 ± 13.9 29.3 ± 12.5 0.287

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01

Strategi koping pengurangan pengeluaran (cutting back expenses) adalah upaya yang digunakan keluarga untuk merespon rendahnya keterbatasan sumberdaya uang melalui pola pengurangan. Dalam penelitian ini strategi pengurangan pengeluaran dikelompokkan menjadi mengurangi kebutuhan pangan dan non pangan. Informasi pada Tabel 9 menunjukkan persentase rinci strategi pengurangan pengeluaran pada kebutuhan pangan yang dilakukan keluarga. Tabel 9 Sebaran jawaban keluarga berdasarkan strategi pengurangan pengeluaran

pangan menurut wilayah

Pernyataan

Garut Indramayu

p

1 2 3 4 1 2 3 4

% % % % % % % %

Pangan

Mengurangi pembelian kebtuhan pangan (jenis & jumlah)

20.0 22.5 37.5 20.0 28.1 15.6 25.0 31.2 .944 Membeli pangan yang lebih

murah 7.5 22.5 45.0 25.0 12.5 18.8 28.1 40.6 .684

Mengganti beras dengan makanan pokok lain yang lebih murah

100.0 0.0 0.0 0.0 90.6 3.1 6.2 0.0 .096* Mengurangi konsumsi sumber

pangan hewani 0.0 5.0 57.5 37.5 12.5 12.5 40.6 34.4 0.62

Mengurangi pemakain

teh/kopi/gula 25.0 17.5 37.5 20.0 28.1 9.4 43.8 18.8 .981

Mengurangi uang jajan anak

sehari-hari 32.5 15.0 40.0 12.5 28.1 18.8 28.1 25.0 .510

Membawa bekal saat kerja 45.0 5.0 25.0 25.0 68.8 6.2 18.8 6.2 .015** Memprioritaskan makanan

untuk anak 0.0 7.5 37.5 55.0 0.0 3.1 50.0 46.9 .795

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01 Ket: 1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Sering, 4 = Sangat sering

Strategi pengurangan pengeluaran dalam aspek pangan tertinggi pada keluarga di hulu (55.0%) dan hilir (46.9%) terletak pada strategi memprioritaskan atau mengutamakan makanan untuk anak. Sebaliknya, strategi pengurangan pengeluaran dalam aspek pangan terendah terletak pada strategi mengganti beras


(31)

19

dengan makanan pokok lain. Seluruh keluarga di wilayah hulu dan 90.6 persen keluarga di hilir tidak pernah melakukan strategi pengurangan pengeluaran dengan cara mengganti beras dengan makanan pokok lain yang lebih murah, misalnya singkong, ubi, jangung, atau makanan pokok lainnya.

Selain pangan, strategi pengurangan pengeluaran juga dilakukan dalam mengurangi kebutuhan non pangan. Kebutuhan non pangan sendiri terdiri dari kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Tabel 10 menunjukkan bahwa strategi pengurangan pengeluaran di aspek kesehatan yang paling banyak dilakukan keluarga di wilayah hulu dan hilir adalah mengganti obat yang mahal menjadi murah dan memilih tempat berobat yang murah. Sementara strategi pengurangan pengeluaran terendah di bidang kesehatan terjadi perbedaan antara keluarga di hulu dan hilir, dimana sebanyak 32.5 persen keluarga di hulu tidak pernah menunda pengobatan apabila ada anggota keluarga yang sakit sedangkan sebanyak 40.6 persen keluarga di hilir tidak pernah menggunakan obat tradisional dibanding obat modern.

Tabel 10 Sebaran jawaban keluarga berdasarkan strategi pengurangan pengeluaran non pangan menurut wilayah

Pernyataan

Garut Indramayu

p

1 2 3 4 1 2 3 4

% % % % % % % %

Kesehatan

Mengganti obat yang mahal

menjadi murah 17.5 5.0 50.0 27.5 9.4 21.9 34.4 34.4 .793

Menggunakan obat tradisional

dibanding obat modern 27.5 7.5 52.5 12.5 40.6 15.6 25.0 18.8 .287 Memilih tempat berobat yang

murah 7.5 5.0 65.0 22.5 6.2 18.8 40.6 34.4 .975

Menunda pengobatan bila ada

keluarga yang sakit 32.5 27.5 25.0 15.0 34.4 21.9 25.0 18.8 .831

Pendidikan

Anak bolos sekolah karena

tidak ada bekal 60.0 22.5 15.0 2.5 93.8 6.2 0.0 0.0 .000

***

Anak berhenti sekolah 92.5 0.0 2.5 5.0 93.8 0.0 0.0 6.2 .943

Menggunakan peralatan sekolah

bekas (seragam, sepatu, buku) 50.0 15.0 27.5 7.5 65.6 3.1 18.8 12.5 .582 Meminta buku bekas/meminjam

ke pihak sekolah atau tetangga 57.5 10.0 25.0 7.5 59.4 3.1 25.0 12.5 .759

Lainnya

Mengurangi/menghemat

penggunaan air/listrik/telepon 50.0 20.0 30.0 0.0 56.2 9.4 15.6 18.8 .517 Mengurangi pembelian

pakaian 15.0 20.0 30.0 35.0 25.0 12.5 40.6 21.9 .324

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01 Ket: 1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Sering, 4 = Sangat sering

Strategi pengurangan pengeluaran non pangan lainnya adalah mengurangi kebutuhan pendidikan. Strategi pada aspek pendidikan yang paling tinggi dilakukan keluarga di kedua wilayah adalah menggunakan peralatan sekolah bekas (seperti seragam, sepatu, dan buku) dan meminta buku bekas kepada pihak sekolah atau tetangga. Sementara untuk strategi yang paling rendah di lakukan


(32)

20

keluarga di kedua wilayah adalah anak bolos dan berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Terakhir, strategi pengurangan pengeluaran tertinggi pada aspek kebutuhan rumah tangga lain-lain terletak pada strategi mengurangi pembelian pakaian keluarga.

Strategi peningkatan pendapatan (generating additional income) adalah strategi yang digunakan keluarga dalam upaya meningkatkan ketersediaan sumberdaya uang dengan cara menambah jumlah jam kerja, menambah jumlah anggota keluarga yang bekerja, atau menambah jumlah pekerjaan yang dilakukan. Seperti halnya strategi pengurangan pengeluaran, strategi peningkatan pendapatan juga dilihat dari kebutuhan pangan dan non pangan keluarga. Informasi pada Tabel 11 menunjukkan persentase rinci strategi peningkatan pendapatan pada kebutuhan pangan yang dilakukan keluarga.

Strategi peningkatan pendapatan dalam aspek pangan tertinggi terletak pada strategi keluarga memanfaatkan beras miskin (raskin) dari pemerintah. Separuh keluarga di wilayah hulu (50.0%) dan 46.9 persen keluarga di hilir selalu melakukan strategi pemanfaatan raskin yang diberikan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya. Sebaliknya, strategi dalam aspek pangan terendah terdapat perbedaan antara strategi yang dilakukan keluarga di hulu dan hilir. Sebanyak 92.5 persen keluarga di hulu tidak pernah memanfaatkan lahan kosong sekitar rumah untuk menanam tanaman pangan dan 81.2 persen keluarga di hilir tidak pernah melakukan strategi dengan beternak (unggas atau ikan).

Tabel 11 Sebaran jawaban keluarga berdasarkan strategi peningkatan pendapatan pangan menurut wilayah

Pernyataan

Garut Indramayu

p

1 2 3 4 1 2 3 4

% % % % % % % %

Pangan

Keluarga memanfaatkan lahan kosong untuk menanam tanaman pangan

92.5 0.0 0.0 7.5 78.1 9.4 3.1 9.4 .306 Beternak (unggas atau ikan) 65.0 2.5 17.5 15.0 81.2 6.2 3.1 9.4 .102 Keluarga memanfaatkan beras

miskin (raskin) 2.5 10.0 37.5 50.0 9.4 9.4 34.4 46.9 .429

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01 Ket: 1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Sering, 4 = Sangat sering

Strategi peningkatan pendapatan non pangan terdiri dari kebutuhan kesehatan, kebutuhan pendidikan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Informasi dalam Tabel 12 menunjukkan bahwa strategi dalam aspek kesehatan tidak terlalu sering dilakukan oleh keluarga di kedua wilayah. Sebaran jawaban keluarga menunjukkan bahwa sebanyak 97.5 persen keluarga di hulu dan 84.4 persen keluarga di hilir tidak pernah melakukan strategi peningkatan pendapatan dengan memanfaatkan pekarangan rumah untuk ditanami dengan tanaman obat. Begitu pula dengan strategi meminta obat gratis ke puskesmas atau tempat berobat lainnya hanya dilakukan oleh sebanyak 5.0 persen keluarga d hulu dan 31.2 persen keluarga di hilir secara sering. Selain kesehatan, strategi peningkatan pendapatan pada aspek pendidikan pun jarang dilakukan oleh keluarga di kedua wilayah. Sebaran jawaban keluarga menunjukkan bahwa sebanyak 77.5 persen keluarga di


(33)

21

wilayah hulu dan 75.0 persen keluarga di hilir tidak pernah melakukan strategi mengusahakan keringanan biaya atau beasiswa untuk sekolah anak.

Tabel 12 Sebaran jawaban keluarga berdasarkan strategi peningkatan pendapatan non pangan menurut wilayah

Pernyataan

Garut Indramayu

p

1 2 3 4 1 2 3 4

% % % % % % % %

Kesehatan

Keluarga memanfaatkan pekarangan untuk ditanami tanaman obat

97.5 2.5 0.0 0.0 84.4 9.4 0.0 6.2 .074* Meminta obat gratis ke

puskesmas/tempat berobat lainnya

65.0 15.0 15.0 5.0 31.2 12.5 25.0 31.2 .001***

Pendidikan

Keluarga mengusahakan beasiswa untuk biaya sekolah anak

77.5 12.5 10.0 0.0 75.0 12.5 3.1 9.4 .451

Lainnya

Anak bekerja/membantu orang

tua untuk membantu keluarga 57.5 12.5 20.0 10.0 68.8 9.4 9.4 12.5 .516 Ibu memiliki pekerjaan

sampingan 42.5 12.5 22.5 22.5 43.8 9.4 12.5 34.4 .685

Suami memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama

60.0 7.5 17.5 15.0 46.9 6.2 12.5 34.4 .133 Mengontrakan rumah untuk

menambah keuangan keluarga 97.5 0.0 2.5 0.0 100.0 0.0 0.0 0.0 .375 Menggadaikan barang untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari

97.5 2.5 0.0 0.0 75.0 9.4 3.1 12.5 .011** Menjual aset untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari 60.0 22.5 7.5 10.0 62.5 15.6 9.4 12.5 .859 Keluarga pernah memperoleh

bantuan langsung tunai dari pemerintah

20.0 17.5 30.0 32.5 43.8 0.0 21.9 34.4 .353 Keluarga pernah memperoleh

bantuan dari lingkungan sekitar (keluarga dan tetangga)

7.5 15.0 57.5 20.0 15.6 18.8 50.0 15.6 .241

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01 Ket: 1 = Tidak pernah, 2 = Jarang, 3 = Sering, 4 = Sangat sering

Strategi terakhir yang dilakukan keluarga adalah meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga lainnya. Aspek kebutuhan lain-lain tertinggi yang dilakukan keluarga di wilayah hulu adalah keluarga sering menerima bantuan langsung tunai dari pemerintah. Sementara pada keluarga di wilayah hilir, aspek kebutuhan lain-lain tertinggi terletak pada tiga strategi yaitu istri memiliki pekerjaan sampingan, suami memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama, dan menerima bantuan langsung tunai dari pemerintah. Sebaliknya, strategi peningkatan pendapatan untuk aspek kebutuhan lain-lain terendah di wilayah hulu terletak pada strategi mengontrakan rumah untuk


(34)

22

menambah keuangan keluarga dan menggadaikan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Faktor - faktor yang Berpengaruh terhadap Strategi Koping Keluarga Tabel 13 menunjukkan hasil uji regresi antara karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan subjektif keluarga terhadap strategi koping secara total. Model ini memiliki Adjusted R2 sebesar 0.256, yang berarti bahwa variabel-variabel yang tercantum dalam model berpegaruh terhadap strategi koping keluarga sebesar 25.6 persen, sedangkan sisanya sebesar 74.4 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian. Ditinjau lebih jauh, variabel pendidikan suami berpengaruh negatif signifikan terhadap strategi koping keluarga (B=-1.062). Artinya bahwa, semakin tinggi pendidikan suami maka akan semakin sedikit jumlah strategi koping yang harus dilakukan keluarga. Selain itu, aksesibilitas lingkungan (B=0.267) dan tekanan ekonomi (B=0.338) berpengaruh positif signifikan terhadap strategi koping keluarga. Setiap kenaikan satu skor aksesibilitas lingkungan dan tekanan ekonomi akan menaikkan strategi koping yang dilakukan keluarga sebesar nilai betanya. Hal ini berarti bahwa semakin mudah akses keluarga terhadap lingkungannya, maka akan semakin banyak strategi koping yang dilakukan keluarga untuk menghadapi kondisi sulit. Sementara, semakin tinggi tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga maka akan semakin banyak jumlah strategi koping yang harus dilakukan keluarga. Tabel 13 Pengaruh karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan

subjektif terhadap strategi koping keluarga

Variabel

Strategi Koping B

Tidak terstandar

β

Terstandar Signifikansi

Konstanta 16.060 .296

Usia istri (tahun) -.010 -.005 .971

Besar keluarga (orang) 1.550 .178 .177

Pendidikan suami (tahun) -1.062 -.241 .082*

Pendidikan istri (tahun) -.373 -.066 .596

Aksesibilitas lingkungan .267 .260 .032** Tekanan ekonomi .191 .338 .006***

Kesejaheraan subjektif -.070 -.089 .453

Wilayah (0=hilir, 1=hulu) -2.189 -.089 .448

Adj R2 .256

Sig .001

Ket: *=signifikan pada p<0.10, **=signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01

Tabel 14 merupakan analisis lanjutan untuk mengkaji seberapa besar pengaruh karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga terhadap strategi koping pengurangan pengeluaran dan peningkatan pendapatan yang diterapkan oleh keluarga. Uji regresi terhadap strategi koping pengurangan pengeluaran memiliki Adjusted R2sebesar 0.179. Artinya bahwa, variabel-variabel yang tercantum dalam model ini memiliki pengaruh terrhadap strategi pengurangan pengeluaran sebesar 17.9 persen, sementara sisanya sebesar 82.1 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Ditinjau lebih jauh, variabel tekanan ekonomi memiliki pengaruh positif signifikan terhadap strategi pengurangan pengeluaran (B=0.296). Hal ini berarti bahwa, semakin tinggi


(35)

23

tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga, maka semakin banyak jumlah strategi pengurangan pengeluaran yang harus dilakukan keluarga.

Tabel 14 Pengaruh karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan subjektif terhadap strategi koping pengurangan pengeluaran dan peningkatan pendapatan

Variabel

Strategi Koping Keluarga

Pengurangan Pengeluaran Peningkatan Pendapatan

B β Sig B β Sig

Konstanta 18.317 .396 11.401 .451

Usia istri (tahun) -.056 -.019 .888 .053 .024 .849

Besar keluarga (orang) 1.569 .134 .330 1.621 .184 .153

Pendidikan suami (tahun) -1.123 -.190 .189 -.886 -.200 .140

Pendidikan istri (tahun) -.885 -.117 .373 .305 .054 .660

Aksesibilitas lingkungan .149 .109 .386 .381 .368 .002*** Tekanan ekonomi .296 .390 .003*** .075 .131 .269

Kesejahteraan subjektif .081 .076 .541 -.239 -.300 .012**

Wilayah (0=hilir, 1=hulu) - .016 .000 .997 -2.693 .108 .345

Adj R2 .179 .288

Sig .008 .000

Ket: *=signifikan pada p<0.10, **=signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01

Sementara itu, uji regresi mengenai faktor – faktor yang berpengaruh terhadap strategi peningkatan pendapatan memiliki Adjusted R2 sebesar 0.288. Hal ini berarti bahwa, variabel – variabel yang tercantum dalam model memiliki pengaruh terhadap strategi peningkatan pendapatan sebesar 28.8 persen, dan sisanya sebesar 71.2 dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian. Faktor – faktor yang berpengaruh signifikan terhadap strategi peningkatan pendapatan adalah aksesibilitas lingkungan dan kesejahteraan subjektif keluarga. Aksesibilitas lingkungan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap strategi peningkatan pendapatan (B=0.381). Artinya, semakin mudah akses keluarga terhadap lingkungannya maka semakin banyak strategi peningkatan pendapatan yang dilakukan keluarga saat mengalami kondisi sulit. Kemudian, kesejahteraan subjektif keluarga memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap strategi peningkatan pendapatan keluarga (B=0.239). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kesejahteraan atau kepuasan hidup yang dirasakan keluarga maka akan semakin sedikit jumlah strategi peningkatan pendapatan yang harus dilakukan oleh keluarga.

Pembahasan

Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki sebuah keluarga akan memicu munculnya permasalahan yang dialami oleh keluarga, salah satunya adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi merupakan hal penting dalam menentukan indikator kesejahteraan sebuah keluarga. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1992, keluarga sejahtera merupakan keluarga yang terbentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan baik spiritual maupun materil. Bertaqwa pada Tuhan-Nya, mampu berhubungan serasi dan selaras antaranggota dan keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Sedangkan UUD No. 52 Tahun 2009 BAB I menyebutkan bahwa ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi


(36)

24

keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tekanan ekonomi, tingkat kesejahteraan, dan strategi koping yang dilakukan keluarga di wilayah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk. Kedua wilayah tersebut memiliki karakteristik demografi dan agroekologi yang berbeda. Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari keluarga miskin yang memiliki anak balita, anak usia sekolah dan tinggal di sekitar DAS Cimanuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada beberapa karakteristik keluarga yang tinggal di wilayah hulu dan hilir aliran Sungai Cimanuk. Lama pendidikan suami, lama pendidikan istri, dan pengeluaran per kapita keluarga lebih tinggi pada keluarga di wilayah hilir dibandingkan keluarga di wilayah hulu, sementara besar keluarga di wilayah hulu lebih tinggi dibandingkan di wilayah hilir aliran Sungai Cimanuk.

Tingkat pendidikan keluarga dalam penelitian ini masih tergolong rendah. Hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata keluarga di wilayah hulu dan hilir hanya menempuh pendidikan hingga tamat sekolah dasar (SD). Menurut King dan Hill (1993), karakteristik pendidikan pasangan suami istri di negara berkembang seperti Indonesia memiliki kecenderungan yang sama. Artinya, jika suami memiliki pendidikan tinggi cenderung akan memiliki istri yang berpendidikan tinggi pula, begitupun sebaliknya. Pendidikan dapat memberikan pengaruh terhadap keterampilan hidup seseorang di masa mendatang termasuk pekerjaan (Hackmann 2000). Lebih dari setengah suami memiliki mata pencaharian sebagai buruh dan lebih dari setengah istri tidak memiliki pekerjaan (ibu rumah tangga). Hal ini mendefinisikan bahwa faktor pendidikan turut menentukan kemudahan seseorang dalam mengakses pekerjaan, seperti yang diungkapkan oleh Sumarwan (2011) bahwa pendidikan dan pekerjaan merupakan dua karakter yang saling berhubungan yang berarti bahwa pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pekerjaan yang didapatkannya.

Pekerjaan yang tidak stabil dan rendahnya pendapatan yang diperoleh akan mengakibatkan munculnya tekanan ekonomi pada sebuah keluarga (Elder et al. 1992). Tekanan ekonomi keluarga diukur berdasarkan persepsi keluarga terhadap kesulitan ekonomi yang dihadapi. Meskipun contoh dalam penelitian ini merupakan keluarga miskin, namun hanya tiga dari sepuluh keluarga yang merasakan kesulitan ekonomi pada kategori tinggi. Sementara setengah dari jumlah keluarga (50.0%) merasakan tekanan ekonomi pada kategori sedang. Hal ini disebabkan karena keluarga yang tinggal di wilayah hulu dan hilir aliran sungai Cimanuk memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga berimplikasi pada status pekerjaan kepala keluarga yang rata – rata berprofesi sebagai buruh. Dengan kata lain pekerjaan yang keluarga miliki menghasilkan pendapatan yang relatif rendah. Firdausy (1999) menyebutkan bahwa keluarga yang dikepalai oleh seseorang dengan tingkat pendidikan rendah cenderung lebih miskin dibandingkan dengan keluarga yang dikepalai oleh seseorang yang berpendidikan tinggi.

Fox dan Bartholomae (2000) menyebutkan bahwa faktor ekonomi seperti tidak stabilnya pekerjaan dan rendahnya pendapatan memiliki pengaruh negatif terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan seseorang. Kesejahteraan keluarga merupakan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan perkembangan


(1)

(2)

1. Tabel Sebaran jawaban keluarga berdasarkan kesejahteraan keluarga

Pernyataan

Garut Indramayu

p-value

1 2 3 4 1 2 3 4

Keadaan keuangan keluarga 42.5 15.0 27.5 15.0 12.5 34.4 18.8 34.4 0.026**

Keadaan makanan keluarga 25.0 12.5 30.0 32.5 6.3 18.8 40.6 34.4 0.181

Keadaan tempat tinggal keluarga 30.0 12.5 25.0 32.5 28.1 28.1 21.9 21.9 0.428

Keadaan materi/aset keluarga 47.5 15.0 30.0 7.5 25.0 31.3 21.9 21.9 0.095*

Keadaan spiritual atau mental keluarga 35.0 22.5 17.5 25.0 18.8 34.4 25.0 21.9 0.519

Keadaan kesehatan fisikmkeluarga 15.0 17.5 25.0 42.5 6.3 15.6 25.0 53.1 0.229

Upaya bertahan hidup yang dilakukan keluarga 25.0 12.5 42.5 20.0 25.0 15.6 37.5 21.9 0.962 Gaya manajemen keuangan keluarga 25.0 25.0 35.0 15.0 31.3 28.1 28.1 12.5 0.463

Gaya manajemen pekerjaan istri 22.5 17.5 32.5 27.5 15.6 3.1 43.8 37.5 0.142

Hubungan komunikasi dengan orang tua/mertua 2.5 2.5 15.0 80.0 0.0 6.3 28.1 65.6 0.382 Hubungan komunikasi dengan saudara/kerabat 0.0 0.0 17.5 82.5 0.0 0.0 28.1 71.9 0.297

Hubungan komunikasi dengan tetangga 0.0 5.0 25.0 70.0 6.3 3.1 28.1 62.5 0.304

Keterlibatan istri dalam kegiatan sosial 17.5 22.5 27.5 32.5 12.5 34.4 15.6 37.5 0.905 Pengetahuan dan keterampilan yang dimilki istri 25.0 30.0 25.0 20.0 12.5 21.9 28.1 37.5 0.050* Perasaan istri terhadap kebersihan rumah 27.5 15.0 30.0 27.5 18.8 18.8 34.4 28.1 0.595 Perasaan istri terhadap sekolah anak 15.0 17.5 25.0 42.5 15.6 25.0 28.1 31.3 0.444 Perasaan istri terhadap perilaku anak 10.0 12.5 35.0 42.5 9.4 25.0 46.9 18.8 0.120 Perasaan istri terhadap pendapatan 47.5 12.5 22.5 17.5 28.1 31.3 21.9 18.8 0.438 Perasaan istri terhadap komunikasi dengan anak 0.0 10.0 37.5 52.5 0.0 9.4 40.6 50.0 0.907 Perasaan istri terhadap perilaku anak dalam membantu pekerjaan

rumah tangga

7.5 10.0 25.0 57.5 6.3 15.6 43.8 34.4 0.231

Kebahagiaan dalam keluarga 0.0 0.0 27.5 72.5 3.1 6.3 40.6 50.0 0.025**

Ket: 1 = tidak puas; 2 = kurang puas; 3 = puas; 4 = sangat puas

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01


(3)

(4)

2. Tabel Sebaran jawaban keluarga berdasarkan aksesibilitas lingkungan

Pernyataan Garut Indramayu p-value

1 2 3 4 1 2 3 4

Penggunaan alam untuk mata pencaharian 0.0 10.0 17.5 72.5 15.6 34.4 21.9 28.1 0.000***

Iklim mendukung mata pencaharian 0.0 5.0 30.0 65.0 3.1 25.0 28.1 43.8 0.013**

Penggunaan alam untuk kebutuhan pribadi 2.5 0.0 30.0 67.5 21.9 31.2 28.1 18.8 0.000***

Akses mendapatkan makanan 0.0 7.5 27.5 65.0 0.0 0.0 34.4 65.6 0.552

Akses mendapatkan air bersih 2.5 22.5 27.5 47.5 0.0 9.4 37.5 53.1 0.212

Fasilitas sanitasi 27.5 32.5 20.0 20.0 6.2 6.2 28.1 59.4 0.000***

Fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan posyandu 20.0 42.5 20.0 17.5 3.1 6.2 31.2 59.4 0.000*** Lingkungan rumah yang aman (dari binatang buas atau kejahatan) 2.5 15.0 30.0 52.5 0.0 0.0 34.4 65.6 0.038**

Akses pendidikan 20.0 22.5 30.0 27.5 0.0 6.2 34.4 59.4 0.000***

Akses informasi 0.0 2.5 70.0 27.5 0.0 3.1 28.1 68.8 0.001**

Akses pasar kerja 25.0 15.0 45.0 15.0 43.8 3.1 25.0 28.1 0.662

Akses mendapatkan hutang 27.5 30.0 30.0 12.5 28.1 25.0 25.0 21.9 0.606

Akses legalisasi pernikahan 17.5 40.0 35.0 7.5 3.1 3.1 37.5 56.2 0.000***

Akses pemasaran produk (co: pertanian) 2.5 15.0 52.5 30.0 9.4 0.0 43.8 46.9 0.349

Penggunaan bahasa Indonesia 7.5 32.5 52.5 7.5 0.0 6.2 31.2 62.5 0.000***

Penggunaan bahasa Asing 77.5 20.0 2.5 0.0 53.1 9.4 37.5 0.0 0.003**

Penerapan tradisi di daerah, sebutkan… 2.5 2.5 27.5 67.5 9.4 6.2 56.2 28.1 0.002** Posisi di masyarakat untuk menjadi pengambil keputusan (tokoh

masyarakat) 45.0 22.5 22.5 10.0 40.6 31.2 15.6 12.5 0.920

Akses bantuan pemerintah 25.0 45.0 20.0 10.0 28.1 21.9 12.5 37.5 0.102

Akses pelatihan keterampilan 55.0 40.0 5.0 0.0 71.9 18.8 9.4 0.0 0.403

Penyesuaian antar ras 32.5 0.0 30.0 37.5 3.1 9.4 31.2 56.2 0.007**

Penyesuaian antar agama 30.0 2.5 27.5 40.0 0.0 6.2 37.5 56.2 0.002**

Ket: 1 = sangat sulit; 2 = sulit; 3 = mudah; 4 = sangat mudah

Ket: *signifikan pada p<0.10, **signifikan pada p<0.05, ***signifikan pada p<0.01


(5)

34

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 10 Juni 1993 dan merupakan putri pertama dari pasangan Bapak H. Syarif Hidayat (alm) dan Ibu Nia Kusmiati. Penulis memiliki tiga adik yang bernama Regiana Adrian Hidayat, Melisa Nursuciani, dan Yughni Rasya Januar Hidayat. Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 16 Garut dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan (SNMPTN Undangan) IPB dan diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis mendapatkan Beasiswa Pendidikan Bagi Mahasiswa Berprestasi (BIDIK MISI) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi. Penulis merupakan anggota dari Departemen Pengembangan Budaya, Olahraga, dan Seni (PBOS) BEM FEMA Kabinet Trilogi periode 2012 – 2013 dan anggota dari Departemen Sosial dan Lingkungan (Sosling) BEM FEMA Kabinet Mozaik Tosca periode 2013 – 2014. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitian seperti Indonesian Ecology Expo (INDEX) selama tiga tahun berturut – turut sebagai anggota Divisi Acara, Divisi Dana Usaha, dan Divisi Kesekretariatan. Kemudian pada Ecology Sport and Art Event FEMA sebagai Kepala Divisi Dana Usaha, FEMA Care and Share sebagai ketua pelaksana, dan lain – lain. Selain aktif berorganisasi di dalam kampus, penulis juga aktif mengikuti kegiatan diluar kampus seperti menjadi volunteer WWF dan volunteer

Olimpiade Sains Kuark 2015 yang diselenggarakan oleh PT Kuark Internasional. Penulis juga aktif dalam kegiatan akademik di dalam kampus, seperti menjadi asisten Praktikum Dasar – Dasar Komunikasi selama dua semester. Penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Labuhan Kertasari, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat pada bulan Juli – Agustus 2015. Selain itu penulis melakukan kegiatan magang dalam program Daya di Bank Tabungan Pensiun Nasional (BTPN) sebagai pendamping UMKM dari bulan Januari – Mei 2015.


(6)