Dinamika Sel Darah Putih Pada Domba Lokal Yang Diimplantasi Material Tulang Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat (Ha-Tkf) Dan Hidroksiapatit-Kitosan (HA-KITOSAN)

DINAMIKA SEL DARAH PUTIH PADA DOMBA LOKAL
YANG DIIMPLANTASI MATERIAL TULANG
HIDROKSIAPATIT-TRIKALSIUM FOSFAT (HA-TKF) DAN
HIDROKSIAPATIT-KITOSAN (HA-KITOSAN)

DWI KOLINA PRATIWI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Dinamika Sel
Darah Putih pada Domba Lokal yang Diimplantasi Material Tulang
Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat (HA-TKF) dan Hidroksiapatit-Kitosan (HAKitosan) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Dwi Kolina Pratiwi
B04061971

ii

ABSTRACT
DWI KOLINA PRATIWI. B04061971. Dynamics of White Blood Cells on
Local Sheep which Implanted Bone Graft Hydroxyapatite-Tricalcium Phosphate
(HA-TCP) and Hydroxyapatite-Chitosan (HA-Chitosan). Under directed:
GUNANTI and ANITA ESFANDIARI.

The study was conducted to evaluate the blood dynamics of sheep that
includes total number of white blood cells and diferential of white blood cells
(lymphocytes, monocytes, neutrophils, eosinophils and basophils) in sheep
implanted with the HA-TCP and HA-Chitosan in the tibia bones. Six local sheeps

were used in this experiment. Six local sheeps divided into two group. Group I
implanted with the HA-TCP and groups II implanted with HA-Chitosan. Blood
sample were collected from jugular veins and were observed presurgery (H0) and
3, 7, 14, 21, 30, 60 and 90 days postsurgery. The results showed that the dynamics
of white blood cell in both treatment groups in the normal range. White blood
cell profile was showed the implant was not rejected by the body and did not
cause any excessive inflammatory reaction.
Keywords: differential white blood cell, hydroxyapatite-chitosan, hydroxyapatitetricalcium phosphate, local sheep, white blood cells.

iii

RINGKASAN
DWI KOLINA PRATIWI. B04061971. Dinamika Sel Darah Putih pada Domba
Lokal yang Diimplantasi Material Tulang Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat (HATKF) dan Hidroksiapatit-Kitosan (HA-Kitosan). Di bawah bimbingan:
GUNANTI dan ANITA ESFANDIARI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dinamika sel darah putih yang
meliputi jumlah total sel darah putih dan diferensial sel darah putih (jumlah
limfosit, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil) pada domba yang diimplantasi
dengan material tulang HA-TKF dan HA-Kitosan pada tulang tibia. Domba yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak enam ekor, yang dibagi ke dalam dua
kelompok. Kelompok pertama diimplantasi dengan material tulang HA-TKF dan
kelompok kedua diimplantasi dengan material tulang HA-Kitosan. Sampel darah
diambil melalui vena jugularis, sebelum operasi (H0) dan pada hari ke-3, 7, 14,
21, 30, 60, dan 90 setelah operasi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
dinamika sel darah putih pada kedua kelompok perlakuan masih berada dalam
kondisi normal. Gambaran sel darah putih menunjukkan bahwa kedua material
implan dapat diterima oleh tubuh dan tidak menyebabkan reaksi peradangan yang
berlebihan.
Kata kunci: diferensial sel darah putih, hidroksiapatit-kitosan, hidroksiapatittrikalsium fosfat, domba lokal, sel darah putih.

iv

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu maslah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

v

DINAMIKA SEL DARAH PUTIH PADA DOMBA LOKAL
YANG DIIMPLANTASI MATERIAL TULANG
HIDROKSIAPATIT-TRIKALSIUM FOSFAT (HA-TKF) DAN
HIDROKSIAPATIT-KITOSAN (HA-KITOSAN)

DWI KOLINA PRATIWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2011

vi

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

Nama
NIM

: Dinamika Sel Darah Putih pada Domba Lokal yang
Diimplantasi Material Tulang Hidroksiapatit-Trikalsium
Fosfat (HA-TKF) dan Hidroksiapatit-Kitosan (HAKitosan)
: Dwi Kolina Pratiwi
: B04061971

Disetujui


Dr. drh. Anita Esfandiari, MSi
Anggota

Dr. drh. Hj. Gunanti, MS
Ketua

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

vii

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Berkat ridho Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Dinamika Sel Darah Putih pada Domba

Lokal yang Diimplantasi Material Tulang Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat (HATKF) dan Hidroksiapatit-Kitosan (HA-Kitosan).
Skripsi ini adalah salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tulisan ini merupakan hasil
penelitian yang dilakukan penulis di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan ini tidak akan dapat
terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Keluarga tercinta: Ayah (Suharyono) dan Ibunda (Mardiyah Nurjanah) yang
senantiasa mencurahkan segala kasih sayang dan cintanya kepada penulis
dengan selalu mendoakan, mendukung, mendidik dan menasehati penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di FKH IPB, serta tak lupa
kepada kakak tercinta Aditya Priyambodo.

2.

Dr. drh. Gunanti, MS. dan Dr. drh. Anita Esfandiari M.Si, sebagai dosen

pembimbing yang telah sabar dalam memberikan bimbingan, evaluasi,
arahan dan nasehat kepada penulis selama melakukan penelitian hingga
tersusunnya skripsi ini.

3.

drh. Dudung Abdullah sebagai dosen penilai, Prof. Dr. drh. M. Agatha
Winny Sanjaya, MS. dan drh. Mokh. Fahrudin, Ph.D sebagai dosen penguji
atas segala masukan yang diberikan.

4.

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si, selaku pembimbing akademik yang
telah menjadi orang tua selama penulis menimba ilmu di FKH-IPB.

5.

Prof. Dr. Djarwani S. Soejoko (Dept. Fisika FMIPA UI) dan Dr. Ir. Kiagus
Dahlan, M.Sc (Dept. Fisika FMIPA IPB) yang telah bersedia memberikan
bantuan berupa material implan dalam penelitian ini.

viii

6.

drh. Riki Siswandi, drh. M. Fakhrul Ulum, drh. Dudung Abdullah dan drh.
Deni Noviana, Ph.D atas keahliannya dalam membantu terlaksananya
penelitian ini.

7.

Seluruh staf Bagian Bedah dan Radiologi Departemen Klinik, Reproduksi,
dan Patologi FKH IPB: Pak Katim, Pak Engkos yang telah membantu
penulis selama penelitian.

8.

Teman-teman seperjuangan dalam penelitian (Asmawati, Ayu Berlianty,
Gendis Aurum, Rachmat Ayu, Raditya Pradana dan Santi Purwanti) atas
kebersamaan, bantuan dan kerjasamanya.


9.

Keluarga Besar Aesculapius 43 atas kebersamaannya selama ini.

10.

Keluarga Besar UKM Uni Konservasi Fauna IPB dan Keluarga Kecil Divisi
Konservasi Herbivora UKF atas pengalaman dan pelajaran dalam
kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini.

11.

Kak Jojo, Maika, Mba Uut, Teh Lina dan Mba Mute atas dukungan, doa,
bantuan, kekeluargaan dan kenangan yang tidak terlupakan.

12.

Unita Pratiwi, Ni Made Ferawati, Tika Lina, Mike, Putri, Fitri, Hernawati,
Arum, Ria, Septiani, Septi, Devita, Gita, Anggun, Apri, Nanda, Ikrar,
Rahma, Ipin dan Binol atas persahabatan dan kebersamaannya.


13.

Vicky Anggriawan (Alm.) atas ketulusan persahabatan dan segala kenangan
yang tidak akan terlupakan.

14.

Ahmad Syifa Sidik atas kebersamaan, doa, dukungan dan semangat yang
diberikan.

15.

Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis

mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis, pembaca dan semua pihak yang terkait.

Bogor, Januari 2011

Dwi Kolina Pratiwi

ix

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 9 Juni
1988. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Suharyono
dan Mardiyah Nurjanah.
Penulis mulai menempuh pendidikan formal di Sekolah Dasar Bekasi
Timur III (kini menjadi Bekasi Jaya X) dari tahun 1994 dan lulus pada tahun
2000. Penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bekasi pada tahun
2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bekasi dan lulus pada
tahun 2006. Penulis menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006
dan setahun kemudian penulis diterima di Mayor Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
Selama

masa

perkuliahan,

penulis

aktif

mengikuti

organisasi

kemahasiswaan di UKM Uni Konservasi Fauna (UKF) pada tahun 2006 sampai
sekarang dan pernah menjabat sebagai Sekertaris I pada tahun 2007 dan Sekertaris
Umum pada tahun 2008. Setelah menjadi mahasiswa FKH, penulis menjadi
anggota Himpro Satwaliar sejak tahun 2007. Selain itu, penulis juga aktif dalam
kepanitiaan acara yang diselenggarakan baik di tingkat nasional maupun
internasional.

Penulis

x

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................................
Tujuan ........................................................................................................
Manfaat ......................................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Domba ........................................................................................................
Darah ..........................................................................................................
Sel Darah Putih ...................................................................................
Limfosit .......................................................................................
Monosit ......................................................................................
Neutrofil ......................................................................................
Eosinofil ......................................................................................
Basofil .........................................................................................
Peradangan dan Persembuhan Luka ..........................................................
Tulang .....................................................................................................
Persembuhan dan Perbaikan Fraktur Tulang .............................................
Material Implan Tulang .............................................................................
Hidroksiapatit .....................................................................................
Trikalsium Fosfat................................................................................
Kitosan ................................................................................................

4
5
6
7
8
9
10
12
12
15
16
18
19
21
22

METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................
Alat dan Bahan ...........................................................................................
Metode Penelitian ......................................................................................
Persiapan Hewan Coba .......................................................................
Operasi Penanaman Material Implan Tulang .....................................
Perawatan Hewan Coba ......................................................................
Pengambilan Darah ............................................................................
Pemeriksaan Darah .............................................................................
Analisis Data ......................................................................................

24
24
25
25
26
27
27
28
30

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................

31

SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................

43

xi

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

44

LAMPIRAN .....................................................................................................

49

xii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Waktu pengambilan dan pemeriksaan darah ....................................... 28

xiii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Domba lokal (Ovis aries) ...........................................................................

2

Lokasi pembentukan darah (sumsum tulang panjang) dan komponen sel

4

darah putih .................................................................................................

6

3

Sel limfosit dalam preparat ulas darah ......................................................

7

4

Sel monosit dalam preparat ulas darah ......................................................

9

5

Sel neutrofil dalam preparat ulas darah......................................................

10

6

Sel eosinofil dalam preparat ulas darah .....................................................

11

7

Sel basofil dalam preparat ulas darah ........................................................

12

8

Proses perbaikan kerusakan jaringan .........................................................

15

9

Diagram skematik pembentukan kalus dan perbaikan fraktur ...................

17

10 Alat dan bahan dalam operasi ortopedik ....................................................

24

11 Hewan coba dalam kandang individu ........................................................

25

12 Pembuatan lubang pada os.tibia domba dengan bor tulang. ......................

27

13 Pengambilan darah domba melalui vena jugularis ....................................

28

14 Kamar hitung Neubauer .............................................................................

29

15 Rataan jumlah total leukosit domba sebelum dan setelah operasi
penanaman material implan tulang ............................................................

31

16 Rataan jumlah neutrofil domba sebelum dan setelah operasi penanaman
material implan tulang ...............................................................................

33

17 Rataan jumlah limfosit domba sebelum dan setelah operasi penanaman
material implan tulang ...............................................................................

36

18 Rataan jumlah monosit domba sebelum dan setelah operasi penanaman
material implan tulang ...............................................................................

37

19 Rataan jumlah eosinofil domba sebelum dan setelah operasi penanaman
material implan tulang ...............................................................................

39

20 Rataan jumlah basofil domba sebelum dan setelah operasi penanaman
material implan tulang ...............................................................................

40

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Rataan dan standar deviasi jumlah total sel darah putih yang
diimplantasi HA-TKF dan HA-Kitosan .....................................................

2

Rataan dan standar deviasi jumlah neutrofil pada domba yang
diimplantasi HA-TKF dan HA-Kitosan .....................................................

3

50

Rataan dan standar deviasi jumlah eosinofil pada domba yang
diimplantasi HA-TKF dan HA-Kitosan .....................................................

6

49

Rataan dan standar deviasi jumlah monosit pada domba yang
diimplantasi HA-TKF dan HA-Kitosan .....................................................

5

49

Rataan dan standar deviasi jumlah limfosit pada domba yang
diimplantasi HA-TKF dan HA-Kitosan .....................................................

4

49

50

Rataan dan standar deviasi jumlah basofil pada domba yang diimplantasi
HA-TKF dan HA-Kitosan ..........................................................................

50

xv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kasus kerusakan tulang akibat trauma yang menyebabkan fraktur atau
fisura banyak diderita oleh jutaan orang setiap tahunnya. Begitu pula dengan
kasus kelainan tulang akibat tumor. Berbagai kasus tersebut dapat menyebabkan
kehilangan struktur tulang, sehingga diperlukan alternatif biomaterial yang dapat
menggantikan bagian tulang yang rusak atau hilang (Ratajska et al. 2008).
Biomaterial adalah suatu material, baik alami maupun buatan manusia
(sintetis) yang digunakan sebagai suatu sistem atau bagian dari sistem pada
jaringan, organ atau fungsi tubuh (Darwis 2008, Dorland 2002). Penggunaan
biomaterial ini bertujuan untuk memperbaiki (repair), memulihkan (restore) atau
mengganti (replace) jaringan yang rusak atau sakit. Autograft dan allograft
merupakan biomaterial alamiah sedangkan biomaterial sintetik atau sering disebut
biomedical material adalah keramik sebagai bone graft (Darwis 2008). Kesulitan
dan keterbatasan dalam mendapatkan allograft dan autograft yang cocok
menjadikan bone graft sintetis sebagai alternatif pilihan yang tepat.
Biomaterial yang biasa digunakan dalam menunjang proses persembuhan
tulang adalah keramik seperti hidroksiapatit (HA) dan trikalsium fosfat (TKF)
serta bahan polimer seperti kitosan (Ratajska et al. 2008). Sifat yang dimiliki oleh
setiap biomaterial memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga
penggabungan dan variasi antara hidroksiapatit dengan trikalsium fosfat dan
hidroksiapatit dengan kitosan diharapkan dapat menjadi material implan tulang
yang potensial sebagai alternatif dalam membantu memperbaiki kerusakan atau
kehilangan tulang pada manusia.
Banyaknya penggunaan material implan tulang dalam bidang ortopedi atau
implan gigi yang telah dilakukan, mengharuskan adanya suatu penelitian dan
pengujian lebih lanjut baik secara in vitro maupun in vivo. Penelitian lanjutan ini
bertujuan untuk menentukan material implan yang digunakan sesuai dengan
persyaratan bio-kompatibilitas, stabilitas mekanik dan keselamatan. Hasil
pengujian secara in vitro belum tentu sesuai dengan kondisi in vivo. Alasan itulah

2

yang menjadikan penggunaan hewan model sangat penting dalam pengujian
material implan sebelum digunakan pada manusia (Pearce et al. 2007).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih hewan model
diantaranya adalah bentuk tulang dari spesies hewan coba, yang meliputi
makrostruktur tulang, mikrostruktur tulang, komposisi tulang dan proses
persembuhannya. Pemilihan ini menekankan pada kemiripan hewan model
dengan kondisi klinis manusia (Pearce et al. 2007).
Spesies yang cocok dalam pengujian material implantasi tulang
diantaranya adalah anjing, domba, kambing, babi atau kelinci. Anjing dan
domba/kambing lebih cocok dijadikan sebagai hewan model untuk manusia dalam
menguji material implan tulang, karena hewan tersebut memiliki dimensi tulang
panjang yang mirip dengan tulang manusia. Alasan lain pemilihan ini adalah
dengan mempertimbangkan kemudahan dalam perawatan, pemeliharaan dan
penanganan, ketahanan hewan terhadap infeksi penyakit, keseragaman antar
hewan dan karakteristik biologi yang menyerupai manusia. Selain itu jangka
hidup spesies yang dipilih harus sesuai dengan lamanya waktu penelitian (Pearce
et al. 2007).
Sel darah putih atau leukosit merupakan unit dalam sistem pertahanan
tubuh untuk merespon keberadaan benda asing (Guyton & Hall 2006). Gambaran
sel darah putih dapat digunakan untuk mendiagnosa kondisi infeksi dalam tubuh
(Reece 2006). Penanaman biomaterial implan tulang, yaitu HidroksiapatitTrikalsium fosfat (HA-TKF) dan Hidroksiapatit-Kitosan (HA-Kitosan) yang
dilakukan dapat direspon oleh tubuh sebagai suatu benda asing dan dapat
menyebabkan terjadinya infeksi. Gambaran sel darah putih tersebut diharapkan
dapat menunjukkan bahwa kedua biomaterial HA-TKF dan HA-Kitosan tidak
mempunyai efek toksik dan sesuai/harmonis dengan sistem tubuh (biocompatible)
serta terserap secara sempurna (biodegradable) dalam proses persembuhan tulang
(bone remodelling).

3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati dinamika sel darah putih
domba yang meliputi jumlah total sel darah putih dan diferensial sel darah putih
(jumlah limfosit, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil) pada domba yang
diimplantasi dengan material implan tulang HA-TKF dan HA-Kitosan pada tulang
tibia domba.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi
mengenai gambaran sel darah putih pada domba yang diimplantasi HA-TKF dan
HA-Kitosan.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Domba
Domba merupakan hewan ruminansia kecil yang telah dijinakkan sejak
ribuan tahun yang lalu sebagai hewan gembala dataran rendah. Hal ini didasarkan
pada penemuan tulang-belulang hewan domba di sekitar pemukiman manusia
pada zaman dahulu menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988). Klasifikasi domba
dalam Herren (2000) adalah sebagai berikut (Gambar 1):

kingdom

: Animalia

filum

: Chordata

kelas

: Mamalia

ordo

: Artiodactyla

famili

: Bovidae

genus

: Ovis

spesies

: aries
Gambar 1 Domba lokal (Ovis aries).
(sumber: foto hasil penelitian)

Domba merupakan hewan gembala dataran rendah, sehingga memiliki
kecenderungan untuk membentuk kelompok besar. Domba juga memiliki perilaku
yang cenderung mengabaikan atau menjauhi manusia. Tingkah laku ini penting
untuk diketahui dalam pemeliharaan domba di laboratorium, karena domba akan
mengalami stres jika dipelihara terpisah dari domba lain (Smith &
Mangkoewidjojo 1988).
Domba dipelihara untuk dimanfaatkan wol dan dagingnya (Hafes 2000).
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), domba juga dapat dimanfaatkan
sebagai hewan percobaan di laboratorium. Hal ini karena pemeliharaan domba
tidak terlalu mahal, persyaratan kandang sederhana dan persyaratan pakan tidak
sulit.
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), dalam aplikasi penelitian,
domba biasanya digunakan sebagai sumber sel darah merah untuk memproduksi
antibodi dan dapat diperoleh serum dalam jumlah yang besar. Domba dapat pula

5

digunakan dalam percobaan dasar seperti percobaan fisiologi, farmakologi,
endokrinologi, biokimia, percobaan bedah eksperimental dan penelitian anestesi.
Ukuran tubuh domba yang besar dan memiliki bobot tubuh yang
menyerupai manusia, sangat cocok dan sesuai bila digunakan dalam aplikasi
penelitian sebagai hewan model untuk manusia (Wolfensohn & Lloyd 2000).
Menurut Pearce et al. (2007), domba memiliki kelebihan dibandingkan dengan
anjing. Secara makrostruktur tulang, domba dewasa memiliki dimensi tulang
panjang yang serupa dengan manusia bila dibandingkan dengan anjing. Oleh
karena itu domba sangat cocok dan sesuai bila digunakan sebagai hewan model
dalam percobaan implantasi material tulang untuk tujuan aplikasi pada manusia.

Darah
Darah diklasifikasikan sebagai jaringan konektif. Jaringan ini berupa
cairan yang mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh pada sistem
kardiovaskular (Colville & Bassert 2008).
Total volume darah pada ruminansia berkisar antara 6 - 7% dari bobot
badan. Total volume darah pada hewan muda yang sedang tumbuh dapat melebihi
10% dari total bobot badan (Meyer & Harvey 2004).
Darah dibagi menjadi dua bagian, yaitu cairan dan padatan (sel). Bagian
cairan disebut plasma yang sebagian besar terdiri atas 91-94% air. Bagian padatan
mengandung sekitar 30-45% dari total kandungan (Lawhead & Baker 2005), yang
terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit) dan platelet (trombosit) (Gambar 2).
Menurut Colville dan Bassert (2008), darah memiliki tiga fungsi utama
dalam tubuh, diantaranya adalah sebagai sistem transportasi, sistem regulasi, dan
sistem pertahanan tubuh. Darah sebagai sistem transportasi berperan dalam
membawa oksigen, karbondioksida, zat nutrisi, hasil sisa metabolisme dan
hormon. Peranannya sebagai sistem regulasi adalah menjaga homeostasis dan
suhu tubuh, sedangkan dalam pertahanan tubuh berperan dalam melawan benda
asing.
Proses pembentukan darah secara umum disebut hematopoiesis. Sel darah
ini tidak abadi di dalam tubuh, suatu ketika akan mengalami kerusakan dan

6

kematian, sehingga harus digantikan dan diproduksi secara teratur. Oleh karena
itu hematopoiesis merupakan suatu proses yang berkelanjutan (Colville & Bassert
2008).
Colville dan Bassert (2008) mengatakan bahwa hematopoiesis pada fetus
terjadi di hati dan limpa, dan secara bertahap akan diproduksi di dalam sumsum
tulang. Sel darah diproduksi secara aktif di dalam sumsum tulang pada hewan
yang baru lahir. Sumsum tulang merah pada hewan dewasa ditemukan di tulang
panjang (tulang panggul, sternum dan iga) (Gambar 2).

Sumsum tulang

Gambar 2 Lokasi pembentukan darah (sumsum tulang panjang)
dan komponen sel darah putih (Colville & Bassert 2008).

Sel Darah Putih (Leukosit)
Sel darah putih disebut juga leukosit. Sel ini dikategorikan sebagai
granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit).
Sel granulosit dikarakteristikkan dengan segmentasi atau lobulasi, memiliki
nukleus dan bergranul. Sedangkan agranulosit berupa sel mononuklear dan tidak
bergranul (McCurnin & Bassert 2006).
Pembentukan sel darah putih disebut leukopoiesis. Proses pembentukan ini
terjadi di sumsum tulang (Meyer & Harvey 2004) dan di jaringan limfe. Sel
granulosit dan monosit dibentuk di sumsum tulang, sedangkan sel limfosit
sebagian dibentuk di jaringan limfe (Guyton & Hall 2006). Saat awal proses
leukopoiesis, seluruh sel darah putih yang belum matang terlihat serupa, namun

7

saat perkembangannya memperlihatkan karakter yang unik (Colville & Bassert
2008). Setelah selesai dibentuk, sel-sel ini akan diangkut dalam darah menuju ke
berbagai bagian tubuh yang membutuhkan (Guyton & Hall 2006).
Fungsi utama sel darah putih adalah mempertahankan tubuh dari benda
asing. Setiap tipe sel darah putih memiliki peran unik dalam sistem pertahanan
tersebut. Saat terjadi serangan benda asing, sel darah putih akan menuju jaringan.
Sel ini memanfaatkan darah perifer untuk mengantarkannya dari sumsum tulang
menuju ke lokasi (jaringan yang membutuhkan). Aliran sel darah putih secara
tetap berasal dari sumsum tulang dan masuk menuju jaringan sebagai usaha untuk
mengontrol serangan benda asing dalam tubuh setiap saat (Colville & Bassert
2008).
Menurut Lawhead dan Baker (2005), jumlah total dan tipe sel darah putih
dalam pemeriksaan hematologi dapat digunakan untuk membantu mendiagnosa
keadaan atau status infeksi pada hewan. Jumlah total sel darah putih lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah sel darah merah dan jumlah platelet. Jumlah total sel
darah putih berkisar antara (5 – 20) x 103 /µL pada mamalia (Meyer & Harvey
2004).

Limfosit
Limfosit biasanya berukuran kecil sampai sedang, merupakan sel
mononuklear dengan lingkaran tipis terang sampai gelap (McCurnin & Bassert
2006), sitoplasma berwarna jernih dan tidak bergranul (Gambar 3).

16 µm
Gambar 3 Sel limfosit dalam preparat ulas darah.
(sumber: foto hasil penelitian. Perbesaran mikroskop 1000x)

8

Limfosit diproduksi di berbagai jaringan limfoid, khususnya di kelenjar
limfe, limpa, timus, tonsil dan sebagian sumsum tulang (Guyton & Hall 2006).
Limfosit memiliki nukleus tunggal yang penting dalam fungsi kekebalan.
Limfosit memproduksi antibodi untuk membantu dalam melawan penyakit.
Limfosit dapat ditemukan di semua jaringan dan organ dalam melawan infeksi
(Lawhead & Baker 2005).
Limfosit memiliki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran
limfe dari limfonodus dan jaringan limfoid lain. Setelah beberapa jam limfosit
keluar dari aliran darah dan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis.
Selanjutnya memasuki pembuluh limfe dan kembali ke dalam sirkulasi darah,
demikian seterusnya, sehingga terjadi sirkulasi limfosit yang terus-menerus di
seluruh tubuh. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu atau berbulanbulan. Masa hidup ini bergantung pada kebutuhan tubuh terhadap sel-sel tersebut
(Guyton & Hall 2006).
Limfosit bersirkulasi secara berulang dari darah menuju jaringan, limfe
dan kembali ke dalam sirkulasi darah. Populasi limfosit terdiri atas sel T dan sel
B. Masa hidup sel bervariasi, tergantung pada klasifikasinya. Sel T secara umum
memiliki masa hidup yang panjang (100-200 hari), sedangkan sel B memiliki
masa hidup yang pendek (2-4 hari). Menurut Reece (2006), sel T dan sel B
memori memiliki masa hidup yang sangat panjang (dalam hitungan tahun).

Monosit
Monosit memiliki warna biru abu-abu, bersitoplasma dan bentuk nukleus
bervariasi. Nukleus dapat bergerombol, berbentuk oval, amuboid, atau lobulasi
(Gambar 4). Ukuran monosit biasanya lebih besar dibandingkan dengan limfosit
dan neutrofil, yaitu 14–20 µm (Brown 1980). Sitoplasma monosit biasanya lebih
gelap dibandingkan dengan neutrofil band (McCurnin & Bassert 2006).
Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang dan bersirkulasi dalam darah
dengan singkat sebelum memasuki jaringan dan berubah menjadi makrofag
(McCurnin & Bassert 2006). Monosit bersirkulasi di dalam darah dan memiliki
masa hidup yang singkat, yaitu berkisar antara 10–20 jam sebelum menuju ke
dalam jaringan (Guyton & Hall 2006). Makrofag dapat berada di dalam jaringan

9

untuk beberapa bulan (Reece 2006) atau bahkan bertahun-tahun sampai sel ini
terpanggil untuk melakukan fungsi pertahanan lokal spesifik (Guyton & Hall
2006).

20 µm

Gambar 4 Sel monosit dalam preparat ulas darah.
(Anonima Agustus 2010)
Monosit memiliki aktivitas dalam fagositosis mikroba, yaitu dengan
menghilangkan mikroorganisme, mematikan sel atau partikel asing (Lawhead &
Baker 2005). Makrofag memfagosit (memakan) partikel besar dan sel debris sisa
hasil aktivitas neutrofil (McCurnin & Bassert 2006).
Monosit dapat menghancurkan bakteri, virus, partikel asing dan sel debris
yang menyerbu masuk ke dalam tubuh. Monosit mempunyai kemampuan hebat
untuk memberantas agen-agen penyakit di dalam jaringan. Sel ini mampu
memfagosit bakteri sampai 100 bakteri dan mempunyai kemampuan untuk
menelan partikel yang ukurannya jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya (Guyton
& Hall 2006).

Neutrofil
Neutrofil memiliki nukleus (inti sel) yang terlihat segmentasi atau terbagi
(Lawhead & Baker 2005) dan warna kromatin yang padat (Underwood 1992)
(Gambar 5A). Tipe ini merupakan neutrofil yang telah matang. Neutrofil yang
belum matang biasa disebut neutrofil band. Sel ini memiliki nukleus yang
berbentuk seperti huruf U (Lawhead & Baker 2005) (Gambar 5B). Sitoplasma
berwarna pink dan mengandung granul (Underwood 1992). Tingginya persentase

10

sel band dalam darah menggambarkan aktivitas sel dalam melawan agen infeksi
(Lawhead & Baker 2005).

A

B

15 µm

15 µm

Gambar 5 Sel neutrofil dalam preparat ulas darah.
A) sel neutrofil segmen; B) sel neutrofil band.
(sumber: foto hasil penelitian. Perbesaran mikroskop 1000x)
Neutrofil memiliki kemampuan fagositik dan bakterisidal yang sangat
berperan dalam kondisi inflamasi (McCurnin & Bassert 2006). Peran neutrofil
yaitu

dengan

fagositosis

(memakan

dalam

bentuk

endositosis)

dan

menghancurkan mikroorganisme. Jika tubuh mengalami infeksi, neutrofil akan
berpindah menuju jaringan yang terinfeksi. Sumsum tulang akan melepaskan
neutrofil band dalam jumlah besar sebagai cadangan dalam waktu beberapa jam.
Sumsum tulang akan mulai meningkatkan produksi neutrofil. Produksi neutrofil
yang tinggi memerlukan waktu tiga sampai empat hari sebelum ditransfer menuju
pembuluh darah. Sumsum tulang akan melepaskan sedikit neutrofil dewasa
kedalam darah (Lawhead & Baker 2005). Neutrofil berada di dalam darah sekitar
10 jam dan jumlah neutrofil bergantung pada banyaknya stimulus yang terjadi
(McCurnin & Bassert 2006).

Eosinofil
Eosinofil dikarakteristikkan oleh nukleus segmentasi atau lobulasi, tidak
berwarna, dengan sitoplasma biru pucat (McCurnin & Bassert 2006). Eosinofil
memiliki granul besar dan berwarna merah, inti sel berlobus, biasanya terdapat 2-

11

3 lobus (Underwood 1992) (Gambar 6). Eosinofil terlihat serupa dengan neutrofil
yang juga memiliki nukleus segmented. Eosinofil juga memiliki ukuran yang
besar dan granul-granul pada sitoplasmanya. Eosinofil berperan dalam melawan
parasit dan juga reaksi alergi. Granul-granul yang terdapat dalam eosinofil
membantu mengontrol peradangan/inflamasi (Lawhead & Baker 2005). McCurnin
& Bassert (2006) memaparkan bahwa eosinofil membantu dalam mengontrol
alergi atau reaksi hipersensitivitas anafilaksis. Eosinofil menuju lokasi reaksi
akibat pelepasan suatu substansi dari sensitisasi sel mast.

15 µm

Gambar 6 Sel eosinofil dalam preparat ulas darah.
(sumber: foto hasil penelitian. Perbesaran mikroskop 1000x)
Eosinofil berperan dalam merespon adanya reaksi alergi dan pertahanan
terhadap infeksi agen parasit (Underwood 1992) dan mengurangi inflamasi (Bush
1991). Eosinofil diproduksi dalam jumlah besar saat terjadi infeksi parasit.
Eosinofil bekerja dengan melekatkan diri pada parasit melalui permukaan molekul
dan melepaskan zat-zat yang dapat membunuh parasit. Eosinofil akan bermigrasi
ke daerah jaringan alergik yang meradang akibat pelepasan faktor kemotaktik
yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil yang berperan dalam reaksi alergi.
Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi beberapa zat pencetus peradangan yang
dilepaskan oleh sel mast dan basofil, memfagositosis dan menghancurkan
kompleks alergen antibodi, sehingga mencegah penyebaran proses peradangan
setempat (Guyton & Hall 2006).

Basofil

12

Basofil berwarna gelap dengan granul dan nukleus yang segmented
(lobulasi) (Lawhead & Baker 2005). Basofil memiliki granul basofilik gelap
(biru), tetapi juga sangat bervariasi pada tiap spesies (McCurnin & Bassert 2006)
(Gambar 7). Basofil serupa dengan eosinofil, keduanya termasuk sel yang
merespon terhadap reaksi alergi. Beberapa granul dalam basofil mengandung
histamin. Histamin menyebabkan peradangan pada lapisan saluran hidung dan
sistem pernafasan. Peradangan akan menimbulkan gejala bersin, hidung berair,
bahkan dapat menyebabkan demam (Lawhead & Baker 2005). Basofil relatif
jarang ditemukan dalam preparat ulas darah (McCurnin & Bassert 2006).

15 µm

Gambar 7 Sel basofil dalam preparat ulas darah.
(Anonimb Agustus 2010).
Peradangan dan Persembuhan Luka
Cedera yang dialami oleh suatu jaringan dapat menyebabkan kerusakan
sel. Kerusakan sel akan melepaskan mediator yang menghasilkan akumulasi sel
polimorfik (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan makrofag, serta faktor humoral
seperti antibodi menuju lokasi kerusakan. Proses ini disebut inflamasi yang
merupakan proses dalam persembuhan (Wolfensohn & Lloyd 2000).
Inflamasi merupakan respon pertahanan setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau
menahan agen pencedera maupun jaringan yang cedera (Dorland 2002).
Wolfensohn dan Lloyd (2000) mengatakan bahwa proses inflamasi dapat
menunjukkan berbagai gambaran klinis sebagai tanda utama inflamasi, yang
meliputi:
1. Panas (kalor), lokasi tersebut akan panas saat disentuh,

13

2. Kemerahan (rubor), kemerahan terjadi akibat dilatasi pembuluh darah,
3. Pembengkakan (tumor), infiltrasi sel dan cairan menyebabkan area tersebut
membengkak,
4. Sakit (dolor), stimuli mediator inflamasi pada syaraf menyebabkan sakit.
Beberapa analgesik bekerja dengan memblok pelepasan mediator inflamasi,
5. Functio laesa (kehilangan fungsi).
Setelah kerusakan sel, terjadi perubahan pada jaringan yang merupakan
hasil dari inflamasi dan persembuhan. Rangkaian kejadian tersebut terdiri atas
beberapa fase, diantaranya yaitu:
Fase Inflamasi
1) Hemoragi, perdarahan terjadi akibat kerusakan pembuluh darah dan kemudian
ditahan oleh platelet dan fibrin sehingga membentuk keropeng (Wolfensohn &
Lloyd 2000). McGavin dan Zachary (2007) memaparkan bahwa hemostasis
terjadi dengan segera setelah terjadi perlukaan (Gambar 8) kecuali terdapat
kelainan pada proses pembekuan darah. Hemostasis dikontrol melalui
vasoplasma, yang merupakan proses pengkerutan pembuluh darah dalam
merespon perlukaan. Selama awal periode vasokonstriksi, platelet berkumpul
dan melekat pada kolagen, terutama kolagen yang terdapat di dasar membran
sel epitel yang cedera. Sewaktu melekat, platelet mensekresikan bahan
vasokonstriktif untuk: 1) mempertahankan konstriksi pembuluh darah, 2)
menginisiasi proses trombogenesis untuk menyumbat kebocoran, dan 3)
menginisiasi perbaikan pembuluh darah (angiogenesis).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah
lokal yang mengakibatkan terjadinya akumulasi darah yang berlebihan,
kenaikan permeabilitas kapiler yang disertai kebocoran cairan dalam jumlah
besar ke dalam ruang interstitial, dan migrasi sejumlah besar granulosit dan
monosit ke dalam jaringan (Gambar 8A), sehingga terjadi pembengkakan sel
jaringan (Guyton & Hall 2006).
2) Inflamasi, menurut McGavin dan Zachary (2007), terjadi selama 24 jam
setelah perlukaan vascular. Fase inflamasi (inflamasi akut) pada perbaikan
jaringan terbentuk secara penuh dan akan berlanjut dalam 96 jam (± 4 hari)
atau lebih jika proses persembuhan tersebut mengalami infeksi, trauma atau

14

beberapa gangguan lainnya. Pada fase ini terlihat gejala inflamasi yang
meliputi kemerahan, kebengkakan, sakit dan kehilangan fungsi (functio laesa).
Sejumlah mediator dari sel yang rusak menyebabkan datangnya sel polimorfik
dan faktor humoral (Wolfensohn & Lloyd 2000). Menurut McGavin dan
Zachary (2007), neutrofil dan makrofag memfagosit dan mendegradasi enzim,
mengurangi dan membersihkan sel debris hasil jaringan yang rusak. Makrofag
mensekresikan berbagai faktor kemotaktik dan growth factor yang
mendukung fase proliferasi (granulasi) (Gambar 8B).
3) Pengerutan luka pertama, sel fibroblas setempat mengkerut untuk mengurangi
area luka.

Fase Proliferasi (Granulasi Jaringan)
1) Proliferasi Epitel
Fase ini terjadi selama 12-24 jam. Sel membelah dan bermigrasi menuju
permukaan luka.
2) Granulasi
Fibroblas dan kapiler di bawah epitel memulai proliferasi kurang lebih selama
36 jam (Wolfensohn & Lloyd 2000), dan dapat terjadi kurang lebih 4 hari
setelah perlukaan dan berlanjut hingga 3-4 minggu atau lebih bergantung
besarnya luka. Fase ini dikarakteristikkan dengan pembentukan endotelium
baru (angiogenesis), epitelium (epitelisasi) dan stroma jaringan konektif untuk
memulihkan struktur dan fungsi normal jaringan tersebut (McGavin &
Zachary 2007). Granulasi jaringan terbentuk sewaktu inflamasi berkurang dan
area tersebut akan dibersihkan dari sel nekrotik debris oleh makrofag
(Wolfensohn & Lloyd 2000).

Fase Maturasi (Remodelling)
Fase remodelling (maturasi, perubahan bentuk) terjadi kurang lebih 3-4
minggu setelah perlukaan jaringan terjadi, fase ini terjadi setelah didahului oleh
fase inflamasi dan proliferasi yang sempurna. Fase ini merupakan perubahan
granulasi jaringan dari jaringan konektif yang belum matang dan mengubahnya
menjadi jaringan konektif dewasa membentuk kolagen ekstraselular (Gambar 8C).

15

Remodelling akan berakhir dalam waktu 2 tahun atau lebih (McGavin & Zachary
2007).
A

B

Scab

Mitoses
Granulation tissue
Macrophage

Neutrophils
Clot

Fibroblast
New capillary

24 hours

3-7 days

C

Fibrous union

Weeks

Gambar 8 Proses perbaikan kerusakan jaringan (McGavin & Zachary 2007).

Tulang
Tulang terdiri atas bahan organik dan anorganik. Kurang lebih 20% tulang
terdiri atas air dan sisanya terdiri atas bahan anorganik berupa kalsium fosfat (6570%), matriks protein dan kolagen (30-35%). Bahan anorganik mengandung
komponen utama yaitu kalsium fosfat dan kalsium karbonat, dengan sedikit
magnesium, fluoride dan sodium (Kalfas 2001), fosfor, mangan, timah dan
tembaga (McGavin & Zachary 2007).
Sel tulang meliputi struktur yang menopang keutuhan tulang yang terdiri
atas osteoblas, osteosit dan osteoklas (McGavin & Zachary 2007). Osteoblas
merupakan sel yang berasal dari fibroblas (Dorland 2002). Sel ini banyak terdapat
di permukaan tulang (periosteal, endosteal, trabekular, intracortical) yang
memproduksi matriks tulang (osteoid), menginisiasi mineralisasi matriks (deposisi
hidroksiapatit). Osteosit merupakan sel yang terletak di dalam matriks tulang. Sel
ini mendeteksi adanya perubahan saat terjadi tekanan pada tulang dan perubahan

16

bentuk struktur tulang. Sel osteosit menempati ruang yang kecil pada tulang yang
disebut lakuna yang memiliki hubungan dengan osteoblas dan osteosit lainnya
yang dihubungkan dengan kanalikuli. Osteoklas merupakan sel yang berasal dari
hematopoietik stem sel tipe granulosit monosit. Sel ini berupa sel multinuklear
yang berespon terhadap resorpsi tulang (McGavin & Zachary 2007). Osteoklas
menjadi sangat aktif dengan adanya hormon paratiroid yang menyebabkan terjadi
peningkatan resorpsi tulang dan pelepasan garam-garam tulang (fosfor dan
khususnya kalsium) ke dalam cairan ekstraseluler (Dorland 2002).
Mineral kristal dari hidroksiapatit merupakan hasil pengendapan di sekitar
serabut kolagen yaitu osteoid (Kalfas 2001). Osteoid menyerupai tulang,
merupakan matriks tulang atau tulang muda yang belum mengalami kalsifikasi
(Dorland 2002).

Persembuhan dan Perbaikan Fraktur Tulang
Persembuhan fraktur diawali dengan memperbaiki jaringan yang
dipengaruhi berbagai faktor lokal dan sistemik. Persembuhan terjadi pada tiga
tahap atau lebih, diantaranya adalah: 1) tahap inflamasi awal; 2) tahap perbaikan;
dan 3) tahap remodelling.
Saat berada dalam tahap inflamasi, terjadi hematoma di daerah sekitar
fraktur pada beberapa jam pertama hingga beberapa hari (Gambar 9). Sel
inflamatori (makrofag, monosit, limfosit dan sel polimorfonuklear) dan fibroblas
menginfiltrasi tulang dengan mediasi prostaglandin (Kalfas 2001). Saat terjadi
hematoma, faktor pertumbuhan melepaskan makrofag dan platelet dalam
pembekuan darah dan ploriferasi jaringan osteogenik. Faktor pertumbuhan
(protein tulang, Transforming growth factor-β/TGF-β dan platelet) merupakan
komponen penting dalam menstimulasi terjadinya proliferasi sel mesenkim dalam
perbaikan jaringan. Sel mesenkim yang memiliki kemampuan osteogenik, secara
aktif berproliferasi sehingga memulai terjadinya penetrasi hematoma dari perifer
dalam waktu 24-48 jam. Proliferasi sel mesenkim yang terjadi saat hematoma,
membuat jaringan kolagen merenggang atau terlepas. Proliferasi ini membentuk
kolagen dan vaskularisasi baru yang disebut ―granulasi jaringan‖ (McGavin &
Zachary 2007).

17

McGavin dan Zachary (2007) mengatakan bahwa kalus terbentuk pada 4-6
minggu setelah fraktur terjadi. Kalus merupakan gumpalan jalinan tulang tak
terorganisasi yang berkembang mengikuti pola bekuan fibrin yang terbentuk
sebelumnya dan akan digantikan oleh tulang dewasa yang keras (Dorland 2002).
Gambar 9 menunjukkan pembentukan kalus yang terjadi pada bagian eksternal
(dibentuk oleh periosteum) atau bagian dalam (dibentuk antara ujung fragmen dan
endosteum atau medullary cavity). Kalus pertama ini menghubungkan antar celah
dan mengelilingi daerah di sekitar fraktur. Pada suatu saat, jalinan antara fraktur
tersebut akan digantikan oleh tulang dewasa menjadi lebih kuat, yaitu dengan
terbentuknya lamella dewasa (sebagai kalus kedua). Bergantung pada kekuatan
mekanis, kalus pada akhirnya akan dikurangi (diresorpsi) oleh osteoklas sampai
terbentuk tulang normal. Kalus tersebut mengandung kartilago hialin. Jumlah
kartilago yang ada menggambarkan kecukupannya dalam suplai darah (McGavin
& Zachary 2007).

Gambar 9 Diagram skematik pembentukan kalus dan perbaikan fraktur.
(McGavin & Zachary 2007)

Proses penyempurnaan perbaikan tulang (bone remodelling) terjadi dalam
hitungan bulan hingga tahun (McGavin & Zachary 2007). Proses ini terjadi
melalui absorpsi jaringan tulang dan deposisi simultan tulang baru. Pada tulang
normal, kedua proses tersebut berada dalam keseimbangan yang dinamis (Dorland
2002).

18

Perbaikan fraktur bergantung oleh sejumlah faktor, seperti umur hewan,
banyaknya suplai darah menuju tulang, keberadaan agen infeksi dan adanya
kerusakan di sekitar jaringan. Persembuhan paling baik terjadi pada hewan muda
dan dengan suplai darah yang cukup (Frandson 1992).
Implantasi material (logam, plastik dan semen tulang) sering dipisahkan
dengan daerah di sekitar tulang oleh selaput tipis pada jaringan fibrous, kadangkadang dengan kartilago metaplastik yang merupakan bentuk dari respon trauma
operasi, pergerakan implan, atau korosi dari material implan. Permukaan material
implan dapat memicu pertumbuhan bakteri, dan campuran bakteri dengan cairan
akan membentuk sesuatu yang tahan terhadap antibiotika dan sel inflamatori.
Partikel mikroskopis debris dari fiksasi material implan akan mendatangkan
respon makrofag atau giant cell multinuclear. Sel inflamatori akan melepaskan
sitokin dan growth factor yang menghasilkan resorpsi tulang dan merusak
permukaan implan tulang, menyebabkan pelepasan dan kerusakan implan
(McGavin & Zachary 2007).

Material Implan Tulang
Biomaterial menurut Darwis (2008) adalah suatu material, baik alami
maupun buatan manusia (sintetis) yang digunakan untuk berkontak dengan sistem
biologi. Penggunaan biomaterial ini bertujuan untuk memperbaiki (repair),
memulihkan (restore) atau mengganti (replace) jaringan yang rusak atau sakit.
Beberapa contoh biomaterial alamiah yaitu autograft, allograft, kolagen
dan serat protein, sedangkan biomaterial sintetik atau sering disebut biomedical
material adalah keramik (Darwis 2008). Autograft menurut Kalfas (2001)
merupakan jenis graft yang ditransplantasikan dari bagian lain tubuh resipien
(individu itu sendiri). Dorland (2002) menyatakan bahwa autograft atau
autologous merupakan pencangkokan jaringan yang berasal dari tempat lain di
dalam atau pada bagian organisme itu sendiri. Menurut Kalfas (2008), allograft
ditransplantasikan dari gen nonidentik pada tubuh donor. Pencangkokan jaringan
pada jenis ini dilakukan di antara individu dari spesies yang sama tetapi berbeda
genotipe-nya (Dorland 2002).

19

Penggunaan material alamiah terkadang memiliki keterbatasan, antara lain
membutuhkan sayatan tambahan, dapat menyebarkan penyakit menular (Kalfas
2001), dan kemungkinan terdapatnya perbedaan karakter mineral pada tulang
(Stavropoulos 2008).
Biomaterial yang digunakan sebagai material implan tulang harus
memiliki struktur dan sifat yang mirip dengan tulang, sehingga dapat membantu
mempercepat proses persembuhan tulang (Guyton & Hall 2006). Idealnya bone
graft harus memiliki kemampuan: 1) osteoinduktif dan osteokonduktif; 2)
stabilitas biomekanik; 3) bebas penyakit; 4) memiliki faktor antigen minimal
(Kalfas 2001), 5) bioaktif, biodegradable, bioresorbable dan biocompatible
dengan tubuh (Lane et al. 1999), dan tidak bersifat toksik (Laurenchin & Yusuf
2009). Material tersebut biasanya berupa bahan keramik seperti hidroksiapatit
(HA) dan trikalsium fosfat (TKF) serta bahan polimer seperti kitosan.

Hidroksiapatit (HA)
Hidroksiapatit (HA) merupakan mineral alami dari senyawa apatit
kalsium fosfat yang berupa garam kristal dengan rumus Ca 10(PO4)6(OH)2. HA
merupakan senyawa kalsium apatit yang paling stabil dibandingkan dengan
kalsium fosfat lainnya , yaitu oktakalsium fosfat (OKF), dikalsium fosfat dihidrat
(DKFD), dan trikalsium fosfat (TKF) (Saraswathy et al. 2001).
Biomaterial HA pada dasarnya digunakan sebagai bahan pengganti tulang
atau untuk melapisi implan prostetik yang akan ditumbuhkan ke dalam tulang,
untuk gigi, ortopedik dan praktik medis lainnya (Aoki 1991). Laporan lain
mengatakan bahwa HA banyak digunakan sebagai bahan pengganti dalam
cangkok tulang (Fujishiro et al. 2005).
HA memiliki sifat biocompatible, osteoconduction dan osteoinduction
(Shi 2004, Fujishiro et al. 2005). Biocompatible dalam hal ini memiliki arti
bahwa terjadi harmonisasi dengan sistem tubuh, tidak mempunyai efek toksik atau
mengganggu fungsi biologis (Dorland 2002). Osteoconduction adalah sifat fisik
yang dimiliki graft untuk menyediakan ruang dan sebagai perancah agar
persembuhan tulang dapat berjalan. Sifat ini memberikan ruang bagi pertumbuhan
vaskularisasi baru dan infiltrasi sel prekursor osteogenik ke dalam tulang (Kalfas

20

2001) sehingga mempercepat proses regenerasi tulang (Fujishiro et al. 2005).
Osteoconductive dapat ditemukan pada autograft dan allograft, demineralisasi
matriks tulang, hidroksiapatit, kolagen, dan kalsium fosfat. Osteoinduction berarti
kemampuan material graft untuk menginduksi stem sel menjadi sel tulang
dewasa. Proses ini berhubungan dengan kehadiran faktor pertumbuhan tulang
dengan material graft atau suplemen bone graft. Protein morfogenik tulang dan
demineralisasi matriks tulang merupakan prinsip osteoconductive material (Kalfas
2001).
Sifat lain yang dimiliki HA yaitu biodegradable dan incorporation
(Sunil et al. 2008). Biodegradable berarti material tersebut mudah mengalami
dekomposisi melalui proses biologi normal (Dorland 2002). Hal ini berarti bahwa
material HA dapat terdegradasi dengan sendirinya.
Guyton dan Hall (2006) menjelaskan HA dan fosfat merupakan garam
kristal yang terdapat pada struktur matriks organik tulang dan gigi, sehingga
penggabungan antara HA dengan fosfat dapat memberikan persembuhan tulang
dengan baik karena HA memiliki sifat fisis, kimia, mekanis dan biologis yang
mirip dengan struktur tulang. Struktur HA relatif stabil, memiliki sifat
biokompatibilitas yang baik sehingga cepat bergabung dengan jaringan tulang
(Ratajska et al. 2008). Struktur