Kajian Morfologi Penggunaan Bahan Biomaterial Hidroksiapatit: β-Trikalsium Fosfat pada Kerusakan Segmental Tulang Kelinci

ABSTRAK
PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA. Kajian Morfologi Penggunaan Bahan
Biomaterial Hidroksiapatit:β-Trikalsium Fosfat pada Proses Persembuhan
Kerusakan Segmental Tulang Kelinci. Dibimbing oleh SRIHADI
AGUNGPRIYONO dan GUNANTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara morfologi proses
persembuhan kerusakan segmental pada tulang kelinci yang diimplan dengan
bahan biomaterial komposit hidroksiapatit-trikalsium Fosfat (HA:β-TKF) dengan
perbandingan 70:30 dan 60:40. Enam kelinci putih New Zealand digunakan dalam
penelitian ini. Campuran HA:β-TKF diimplantasikan pada bagian medial dari
tulang tibia kanan, sementara bagian yang sama dari tibia kiri diperlakukan
sebagai kontrol tanpa implan. Seluruh implan kemudian dipanen pada hari ke-30
pasca proses penanaman implan. Parameter pengamatan antara lain keadaan,
bentuk dan tingkat degradasi implan, ikatan antara implan dengan tulang,
pertumbuhan tulang baru ke dalam implan dan tanda-tanda reaksi inflamasi di
sekitar implan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses persembuhan pada
tulang kontrol berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tulang yang diberi
perlakuan implan. Tidak terdapat perbedaan pada gambaran makroskopis
persembuhan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF dengan komposisi 70:30
dan komposisi 60:40 tetapi terlihat perbedaan pada gambaran mikroskopis.
Terdapat sejumlah osteosit pada tulang yang diimplan dengan komposisi 60:40

dan tidak terlihat osteosit pada tulang yang diimplan dengan kompisisi 70:30.
Secara umum, setelah 30 hari implan HA:β-TKF menunjukkan tanda tanda
biodegradabilitas,
bioresorbabilitas,
osteokonduktivitas
dan
sifat
biokompatibilitas. Pengembangan implan tulang HA:β-TKF perlu dilakukan guna
menemukan komposisi HA:β-TKF yang optimal.
Kata kunci: beta-trikalsium, fosfat hidroksiapatit, implan tulang, persembuhan,
tulang kelinci,

ABSTRACT
PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA. Morphological Study on the Healing Process
of Segmental Rabbit’s Bone Defect Implanted with Biomaterial Mixture of
Hydroxyapatite:β-Tricalcium
Phosphate.
Supervised
by
SRIHADI

AGUNGPRIYONO and GUNANTI.
This study was conducted to examine the healing process of rabbit’s bone
implanted with mixture of hydroxyapatite-tricalcium phosphate (HA:β-TCP) with
mixture ratio of 70:30 and 60:40. Six New Zealand white rabbits were used in this
study. Hydroxyapatite β-tricalcium phospate implanted in the medial part of the
right tibia using surgical procedures, while the same part of the left tibia served as
controls without implants. The samples of tibia were taken on 30 days after
implantation. Parameters observed were the shape, the degradation rate of the
implant, the implant bonds with the bone, new bone growth into the implant, and
the signs of inflammatory reaction around the implant. The results of this study
showed that the healing process in control samples was faster than bone treated
with implant. There was no macroscopically morphological difference observed
between the bones implanted with mixture of 70:30 and those with 60:40. But,
there was difference observed microscopically. Osteocytes was observed in the
bones implanted with mixture of 60:40 and there was no osteocytes observed in
the bones implanted with mixture of 70:30. At day 30, the implant of HA:β-TCP
showed potency of biodegradability, bioresorbability, osteoconductivity, and good
biocompatibility for body. It is suggested that the next research of this mixture as
bone implant is still needed to find the optimal composition.
Keywords: beta-tricalcium phosphate,

hydroxyapatite, rabbit bone

bone

implants,

healing

process,

KAJIAN MORFOLOGI PENGGUNAAN BAHAN BIOMATERIAL
HIDROKSIAPATIT:β-TRIKALSIUM FOSFAT PADA PROSES
PERSEMBUHAN KERUSAKAN SEGMENTAL TULANG KELINCI

PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Morfologi
Penggunaan bahan Hidroksiapatit:β-Trikalsium Fosfat pada Proses Persembuhan
Segmental Tulang Kelinci adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Putu Jodie Kusuma Wijaya
NIM B04100144

ABSTRAK
PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA. Kajian Morfologi Penggunaan Bahan

Biomaterial Hidroksiapatit:β-Trikalsium Fosfat pada Proses Persembuhan
Kerusakan Segmental Tulang Kelinci. Dibimbing oleh SRIHADI
AGUNGPRIYONO dan GUNANTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara morfologi proses
persembuhan kerusakan segmental pada tulang kelinci yang diimplan dengan
bahan biomaterial komposit hidroksiapatit-trikalsium Fosfat (HA:β-TKF) dengan
perbandingan 70:30 dan 60:40. Enam kelinci putih New Zealand digunakan dalam
penelitian ini. Campuran HA:β-TKF diimplantasikan pada bagian medial dari
tulang tibia kanan, sementara bagian yang sama dari tibia kiri diperlakukan
sebagai kontrol tanpa implan. Seluruh implan kemudian dipanen pada hari ke-30
pasca proses penanaman implan. Parameter pengamatan antara lain keadaan,
bentuk dan tingkat degradasi implan, ikatan antara implan dengan tulang,
pertumbuhan tulang baru ke dalam implan dan tanda-tanda reaksi inflamasi di
sekitar implan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses persembuhan pada
tulang kontrol berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tulang yang diberi
perlakuan implan. Tidak terdapat perbedaan pada gambaran makroskopis
persembuhan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF dengan komposisi 70:30
dan komposisi 60:40 tetapi terlihat perbedaan pada gambaran mikroskopis.
Terdapat sejumlah osteosit pada tulang yang diimplan dengan komposisi 60:40
dan tidak terlihat osteosit pada tulang yang diimplan dengan kompisisi 70:30.

Secara umum, setelah 30 hari implan HA:β-TKF menunjukkan tanda tanda
biodegradabilitas,
bioresorbabilitas,
osteokonduktivitas
dan
sifat
biokompatibilitas. Pengembangan implan tulang HA:β-TKF perlu dilakukan guna
menemukan komposisi HA:β-TKF yang optimal.
Kata kunci: beta-trikalsium, fosfat hidroksiapatit, implan tulang, persembuhan,
tulang kelinci,

ABSTRACT
PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA. Morphological Study on the Healing Process
of Segmental Rabbit’s Bone Defect Implanted with Biomaterial Mixture of
Hydroxyapatite:β-Tricalcium
Phosphate.
Supervised
by
SRIHADI
AGUNGPRIYONO and GUNANTI.

This study was conducted to examine the healing process of rabbit’s bone
implanted with mixture of hydroxyapatite-tricalcium phosphate (HA:β-TCP) with
mixture ratio of 70:30 and 60:40. Six New Zealand white rabbits were used in this
study. Hydroxyapatite β-tricalcium phospate implanted in the medial part of the
right tibia using surgical procedures, while the same part of the left tibia served as
controls without implants. The samples of tibia were taken on 30 days after
implantation. Parameters observed were the shape, the degradation rate of the
implant, the implant bonds with the bone, new bone growth into the implant, and
the signs of inflammatory reaction around the implant. The results of this study
showed that the healing process in control samples was faster than bone treated
with implant. There was no macroscopically morphological difference observed
between the bones implanted with mixture of 70:30 and those with 60:40. But,
there was difference observed microscopically. Osteocytes was observed in the
bones implanted with mixture of 60:40 and there was no osteocytes observed in
the bones implanted with mixture of 70:30. At day 30, the implant of HA:β-TCP
showed potency of biodegradability, bioresorbability, osteoconductivity, and good
biocompatibility for body. It is suggested that the next research of this mixture as
bone implant is still needed to find the optimal composition.
Keywords: beta-tricalcium phosphate,
hydroxyapatite, rabbit bone


bone

implants,

healing

process,

KAJIAN MORFOLOGI PENGGUNAAN BAHAN BIOMATERIAL
HIDROKSIAPATIT-TRIKALSIUM FOSFAT PADA PROSES
PERSEMBUHAN KERUSAKAN SEGMENTAL TULANG KELINCI

PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kajian Morfologi Penggunaan Bahan Biomaterial Hidroksiapatit:
β-Trikalsium Fosfat pada Kerusakan Segmental Tulang Kelinci
Nama
: Putu Jodie Kusuma Wijaya
NIM
: B04100144

Disetujui oleh

Prof Drh Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVet (K)

Dr Drh Gunanti, MS

Pembimbing I


Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan FKH-IPB

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah histopatologi,
dengan judul Kajian Morfologi Penggunaan Bahan Biomaterial Hidroksiapatit: βTrikalsium Fosfat pada Kerusakan Segmental Tulang Kelinci.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Drh Srihadi
Agungpriyono, Ph.D, PAVet (K) selaku dosen pembimbing 1 dan Dr Drh Gunanti
MSi selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan saran masukan
serta memberi nasihat selama penelitian berlangsung.. Ucapan terima kasih
penulis ucapkan juga kepada Drh. Riki Siswandi, MSi yang memberikan bantuan

teknis dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih kepada para staf Laboratorium
Histopatologi, Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Bedah dan Radiologi
yang telah membantu kelancarannya penelitian. Tidak lupa kepada teman-teman
seperjuangan dalam penelitian ini yang telah banting tulang menyelesaikan
pekerjaan dan penelitiannya masing masing.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

Putu Jodie Kusuma Wijaya
B04100144

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN

2

Tempat dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan

3

Tahap Persiapan dan Pemeliharaan Hewan Coba

3

Tahap Pengambilan Data dan Pembuatan Preparat Histopatologi

4

Pemeriksaan Histopatologi

5

Evaluasi Histopatologi Tulang

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci

6

Gambaran Mikroskopis Tulang Kelinci

7

SIMPULAN DAN SARAN

11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

13

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

Kelinci putih New Zealand sebagai objek penelitian
Gambaran makroskopis sayatan melintang tulang yang diimplan HATKF
Gambaran mikroskopis tulang kontrol pada 30 hari pasca-operasi
Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA-TKF 60:40
dengan perbesaran 40 kali
Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA-TKF 70:30
dengan perbesaran 40 kali

4
7
8
10
10

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.

Pembagian kelompok perlakuan
Hasil pengamatan makroskopis terhadap tulang pada periode 30 hari
Hasil pengamatan mikroskopis terhadap tulang pada periode 30 hari

4
6
7

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kehilangan serta kerusakan tulang yang substansial pada berbagai operasi
seperti pengangkatan tumor tulang, pemasangan prosthesis persendian panggul
dan kerusakan tulang lainnya semakin meningkatkan kebutuhan akan allograft
tulang. Setiap tahunnya, ribuan orang menderita berbagai penyakit tulang yang
diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun patah tulang. Kondisi ini bertambah
parah dengan kurangnya pengganti tulang yang ideal (Murugan dan Ramakrishna
2004), sehingga dibutuhkan berbagai bahan sintetis untuk membatasi jumlah
jaringan yang digunakan dalam allograft tulang. Secara komersil sudah tersedia
bahan subtisusi tulang (contoh: Osteocel® Plus, Vitoss® Synthetic Cancellous
Bone Filler, dan OrthoBlast® II) namun tidak ada satupun yang menjadi karya
bangsa Indonesia. Bahan komersil tersebut masih dirahasiakan baik cara
pembuatannya maupun jenis dan komposisi bahannya. Kelemahan lainnya dari
bahan substitusi tulang komersil adalah harganya yang tinggi serta keterbatasan
ketersediaan dan distribusi bahan ke berbagai tempat di Indonesia.
Pengkajian terhadap potensi campuran hidroksiapatit (hydroxyapatite
(HA)) perlu dilakukan baik secara mekanis, in vitro maupun in vivo sebagai bahan
substitusi tulang untuk menutup kerusakan tulang maupun untuk dipergunakan
dalam pemasangan implan tulang. Efek regenerasi tulang dengan menggunakan
hidroksiapatit telah diteliti pada berbagai hewan coba. Percobaan pemasangan
implan dengan menggunakan hidroksiapatit pertama kali diteliti pada hewan
anjing dengan kerusakan tulang di bagian proksimal os tibia. Pada studi ini
persembuhan tulang terjadi dengan baik, cepat dan tanpa efek samping
(Karabatsos et al. 2001). Hidroksiapatit dapat ditemukan dalam tulang dan gigi
manusia. Hidroksiapatit ini telah menjadi komponen yang lazim digunakan dalam
mengisi kekosongan tulang akibat amputasi atau untuk mempromosikan
pertumbuhan tulang pada pemasangan implan prosthesis. Dewasa ini, telah
banyak ditemukan berbagai fase hidroksiapatit, penggunaannya sebagai bahan
substitusi tulang dapat memberikan respon tubuh yang berbeda-beda. Banyak
substitusi tulang yang menggunakan hidroksiapatit seperti pada penggantian sendi
panggul, maupun implan gigi. Berbagai studi menyebutkan bahwa hidroksiapatit
ini bersifat osteoinduktif dan menyokong osteointegrasi (Aoki 1991, Karabatsos et
al. 2001, Hua et al. 2005).
Penelitian ini menggunakan hidroksiapatit (HA) berbasis cangkang kulit
telur ayam yang dikombinasikan dengan trikalsium fosfat (β-TKF) dengan rasio
perbandingan antara HA dengan β-TKF 70:30 dan 60:40 yang kemudian
ditanamkan pada bagian diafise proksimal sebelah medial dari os tibia kelinci.
Perumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai
berikut:

2
1. Apakah ada perbedaan antara proses persembuhan tulang luka segmental
kelinci yang diberi implan dengan yang tidak diberi implan?
2. Apakah bahan implan yang digunakan dapat diserap oleh tulang secara
sempurna atau tidak?
3. Bagaimana efektivitas implan Hidroksiapatit dan beta-Trikalsium Fosfat
dengan rasio 70:30 dan 60:40 dalam menginduksi proses persembuhan
kerusakan tulang segmental?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pilihan semen tulang
yang terbaik diantara dua komposisi kombinasi Hidroksiapatit (HA) dengan betaTrikalsium Fosfat (β-TKF) 70:30 dan 60:40 dalam persembuhan kerusakan
segmental tulang pada kelinci sebagai hewan model untuk manusia. Dari
penelitian ini diharapkan dapat menyimpulkan efektivitas dari bahan implan
campuran HA:β-TKF dalam hal biokompatibilitas, osteoinduktif dan kestabilan
mekanisnya.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah memberikan gambaran penggunaan HA:βTKF berbasis cangkang telur sebagai bahan implan untuk persembuhan pada
kasus kerusakan tulang pada hewan dan manusia, selain itu dapat diketahui
perbandingan antara implan dengan komposisi HA:β-TKF 70:30 (Implan 1) dan
60:40 (Implan 2) dalam mengiduksi proses persembuhan kerusakan segmental
tulang kelinci.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bedah Eksperimental Bagian
Bedah dan Radiologi, Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) dan Laboratorium Anatomi, Histologi dan
Embriologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi (AFF) Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli hingga November
2013. Hewan coba kelinci diaklimatisasi selama 10 hari, sejak kedatangan hingga
mendapatkan perlakuan di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratotium Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (UPHL FKH-IPB).

3
Alat dan Bahan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 ekor kelinci
putih New Zealand jantan, sehat, berumur 6 bulan dengan kisaran berat badan
2,5-3 kg. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah implan 1 (Ha:β-TKF
70:30) dan implan 2 (Ha:β-TKF 60:40), albendazol, induksi xylazine HCl 2%®,
ketamine HCl 10%®, enrofluksasin dan flunixin.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, stetoskop,
penlight, alat cukur, alat bedah minor, alat bedah orthopedik, perlengkapan
operator dan asisten bedah, serta kamera digital. Pembuatan dan pengamatan
preparat histopatologi antara lain: gergaji, BNF 10%, inkubator, tissue cassette,
automatic tissue processor, shaker, mikrotom, pencetak parafin, gelas objek, gelas
penutup, mikroskop OLYMPUS IX70® dan software Photo Tucsen.

Tahap Persiapan Bahan Implan
Bahan implan dibuat oleh Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Institut
Pertanian Bogor. Implan terbuat dari bahan Biphasic Calcium Phosphate (BCP).
Biphasic Calcium Phosphate merupakan jenis kalsium yang mengandung dua fase
yaitu Hidroksiapatit (HA) dan beta-Trikalsium fosfat (β-TKF). Perbandingan
Hidroksiapatit (HA) dan beta-Trikalsium fosfat (β-TKF) adalah 70:30 dan 60:40.
Pembuatan bahan implan melalui proses presipitasi dengan sumber kalsium dari
hasil kalsinasi cangkang telur ayam. Bahan implan dibuat dalam bentuk pellet
dengan diameter 1 mm. Bahan implan yang digunakan disterilisasi dengan
menggunakan alat sterilisator sinar UV.

Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 ekor (enam
ekor) kelinci putih ras New Zealand dewasa muda berumur 6 bulan dan memiliki
kematangan tulang tidak lama setelah kematangan seksual (Gilsanz et al. 1988).
Selama percobaan dilakukan, hewan dipelihara dalam lingkungan kandang yang
memadai, dibawah pencahayaan dan temperature normal serta asupan pakan yang
cukup dua kali sehari dan asupan air yang ad-libitum. Pemeliharaan kelinci
dilakukan selama 10 hari sebelum perlakuan untuk keperluan evaluasi kondisi
hewan sebelum percobaan dan 30 hari setelah pemasangan implan tulang untuk
keperluan pengamatan penelitian. Pemeliharaan hewan dilakukan di kandang
hewan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), Fakultas Kedokteran
Hewan IPB.

4

Gambar 1 Kelinci putih New Zealand sebagai objek penelitian
Hewan kemudian dipilih secara acak dan dibagi kedalam dua kelompok
perlakuan yaitu kelompok perlakuan HA:β-TKF (implan 1) perbandingan 70:30
dan kelompok perlakuan HA:β-TKF (Implan 2) perbandingan 60:40 yang disertai
perlakuan kontrol masing-masing sebanyak 6 ekor kelinci. Tiga ekor hewan dari
masing-masing kelompok dan spesies akan di-euthanasi untuk pemanenan implan
pada hari ke-30 pasca-operasi penanaman implan tulang.

Tabel 1 Pembagian kelompok perlakuan
Spesies
Kelinci

Implan 1
(kelompok HA-TKF 70:30)
n = 3 ekor
Tibia kanan: perlakuan
Tibia kiri : kontrol

Implan 2
(kelompok HA-TKF 60:40)
n = 3 ekor
Tibia kanan: perlakuan
Tibia kiri : kontrol

Tahap Penanaman Implan
Operasi implantasi dilakukan sesuai dengan prosedur bedah aseptis.
Kelinci dianaestesi dengan premedikasi atropin sulfat 0.25%, induksi xylazine
HCl 2%® dan maintenance ketamine HCL 10%®. Dosis premedikasi atropin sulfat
0.02 mg/kg BB (SC), xylazine 5 mg/kg BB (IV) dan ketamine 35 mg/kg (IV).
(Plumb 1999)
Pemasangan implan dilakukan pada bagian diafise proksimal sebelah
medial dari os. tibia dextra. Tulang tersebut dilubangi dengan bor tulang sesuai
dengan ukuran bahan implan. Pada os. tibia sinistra bagian yang sama digunakan
sebagai kontrol, dengan cara membuat lubang dengan ukuran yang sama dan
dibiarkan kosong tanpa bahan implan. Luka sayatan operasi ditutup dengan
penjahitan periosteum, otot, subkutan dan kulit dengan jahitan sederhana (Fossum
et al. 2007). Bekas luka sayatan diberi iodine tincture, antibiotik topikal dan
dibalut dengan kasa.

5
Tahap Pengambilan Data dan Pembuatan Preparat Histopatologi
Hewan di-euthanasi pada hari ke-30 pasca-operasi. Data makroskopis
tulang diambil dengan cara memotong secara melintang bagian tulang tempat
implan ditanam dan bagian tulang kontrol. Potongan tulang kemudian difoto
dengan menggunakan kamera digital. Parameter yang diamati adalah aspek
keadaan, warna, bentuk dan tingkat degradasi implan serta pertumbuhan jaringan
baru kedalam implan. Tulang hasil potongan melintang direndam dalam larutan
Buffered Neutral Formalin (BNF) 10% sebelum dilanjutkan ke tahap dekalsifikasi
untuk pembuatan preparat histologis tulang.
Tulang yang telah direndam dalam larutan BNF 10 % kemudian direndam
dalam larutan asam nitrat 20% selama ±1 minggu atau hingga tulang lunak,
strukturnya menjadi lebih fleksibel, tranparan dan mudah ditusuk (Nandi et al.
2009). Tulang yang telah lunak dipotong dan dimasukan ke dalam tissue cassette
untuk proses dehidrasi. Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam jaringan ke
dalam larutan alkohol dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95% dan absolut
masing-masing selama 2 jam, kemudian direndam dalam larutan xylol I, xylol II
dan xylol III dengan konsentrasi yang sama masing-masing selama 40 menit yang
bertujuan untuk menarik sisa alkohol dari jaringan sebagai persiapan jaringan
memasuki tahap pembenaman (Impregnation). Proses selanjutnya penanaman
dalam parafin I, parafin II dan parafin III dengan konsentrasi yang sama masingmasing selama 1 jam. Blok parafin tulang kemudian dimasukan dalam refrigerator
dan dipotong dengan mikrotom hingga ketebalannya 5-6 µm. Sayatan diletakan
pada permukaan air hangat, kemudian ditempel pada object glass untuk
dikeringkan pada inkubator (suhu 60 °C) selama 1 malam. Setelah itu, preparat
diwarnai dengan pewarna Hematoksilin-Eosin (HE).

Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan miksroskopis dilakukan di laboratorium Anatomi, Histologi,
Embriologi FKH IPB dengan miksroskop Olympus IX70 dan software Photo
Tucsen untuk evaluasi terhadap proses persembuhan tulang dan reaksi
peradangan yang antara lain mencakup keberadaan debris atau benda asing,
neoformasi tulang (bone neoformation), kerenggangan tulang (area porosity),
jumlah sel tulang dewasa dan jumlah sel tulang muda.

Evaluasi Histopatologi Tulang
Parameter yang diamati dalam evaluasi histopatologi tulang adalah
regenerasi tulang, ikatan antara implan, pertumbuhan tulang baru kedalam implan,
tanda-tanda keberadaan implan pada akhir pengamatan dan tanda-tanda inflamasi
disekitar implan (Sunil et al. 2008). Beberapa indikator proses regenerasi tulang
dilihat dari keberadaan osteosit, osteoblas, jaringan ikat dan reaksi radang.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci
Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada
bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis disajikan dalam bentuk tabel 2 dan tabel 3 yang memperlihatkan
bahwa dari seluruh parameter yang diamati, tidak terlihat perubahan implan
maupun respon jaringan terhadap parameter yang diamati pada satu periode
pengamatan.
Tabel 2 Hasil pengamatan makroskopis terhadap tulang pada 30 hari pascaoperasi
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Karakteristik Pengamatan yang Diamati

Periode Pengamatan
Implan 1 (70:30)
Implan 2 (60:40)
Tidak terdegradasi
Tidak terdegradasi
Putih
Putih
Utuh
Utuh
(-)
(-)
(-)
(-)

Keadaan implan
Warna implan
Bentuk implan
Tingkat degradasi
Pertumbuhan jaringan baru ke dalam
implan
Keterangan (-)= tidak ada, (+)= sedikit, (++)=banyak, (+++)= semakin banyak

Secara makroskopis tulang yang diberi perlakuan implan 1 selama 30 hari
pasca-operasi memperlihatkan implan masih berada pada lubang pengeboran dan
sama sekali tidak terdegradasi (Gambar 2), sehingga kondisi implan terlihat utuh.
Jaringan ikat tidak terlihat dengan jelas dikarenakan tulang kelinci yang kecil,
sehingga sulit untuk diamati. Hal serupa dijumpai pada tulang yang diberi
perlakuan implan 2. Hal ini menggambarkan bahwa waktu 30 hari pasca-operasi
belum menunjukkan adanya resorpsi ataupun degradasi implan.
Bentuk implan yang utuh dan berwarna putih menegaskan bahwa tidak
adanya reaksi biodegradable (Pane 2008) dan bioresorpable (Samsiah 2009).
Seharusnya, adanya reaksi biodegradable dan bioresorpable dapat ditandai
dengan tidak hanya menempelnya implan terhadap tulang melainkan terlihatnya
penyatuan antara tulang dengan implan yang mengandung hidroksiapatit (Pane
2008). Pada perlakuan implan 1 dan implan 2 pada 30 hari pasca-operasi hanya
terlihat implan berkontak (osseointegration) dengan tulang tanpa diikuti dengan
reaksi peradangan pada jaringan sekitar.
Pada tulang kontrol dengan waktu 30 hari pasca-operasi menunjukan
adanya daerah defek tulang yang sudah tertutup oleh jaringan baru yaitu bony
callus. Jaringan ini akan terbentuk setelah minggu ke-1 hingga minggu ke-4
setelah kerusakan tulang dan akan digantikan oleh jaringan tulang dewasa
(Cheville 2006). Jaringan kalus ini memiliki warna yang berbeda dengan jaringan
tulang sekitar (Gambar 2). Hal ini menandakan bahwa konsistensi kalus tidak
sama dengan konsistensi jaringan tulang sekitarnya.

7

Gambar 2

Gambaran makroskopis sayatan melintang tulang yang diimplan
(lingkaran hijau) implan 1 (A) dan implan 2 (B) pada 30 hari pascaoperasi. Terlihat pada kedua gambar menunjukkan bentuk implan
yang masih utuh, sedangkan pada kontrol (lingkaran merah), defek
tulang sudah tertutup oleh jaringan tulang baru. Bar= 1 cm.

Gambaran Mikroskopis Tulang Kelinci
Tabel 3 Hasil pengamatan mikroskopis terhadap tulang pada 30 hari pasca-operasi
No.
1.
2.

Karakteristik Pengamatan yang Diamati

Periode Pengamatan
Implan 1 (70:30)
Implan 2 (60:40)
(+)
(+)
(-)
(+)

Proliferasi jaringan ikat ke dalam implan
Pertumbuhan tulang baru pada perifer
implan.
3.
Pertumbuhan tulang baru di tengah implan.
(-)
4.
Proliferasi sumsum tulang.
(-)
5.
Ikatan antara tulang lama dengan implan
(-)
6.
Pembentukan trabekula di dalam implan.
(-)
7.
Biodegradasi
(-)
8.
Neovaskularisasi
(+)
9.
Reaksi inflamasi pada sekitar implan.
(-)
Keterangan (-)= tidak ada, (+)= sedikit, (++)=banyak, (+++)= semakin banyak

(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)

Efektivitas materi implan dalam menginduksi persembuhan kerusakan
tulang dapat ditunjang dengan pemeriksaan mikroskopis. Pada pemeriksaan
mikroskopis didapatkan gambaran mengenai regenerasi tulang, sel-sel pengisi
tulang seperti osteosit, osteoblas, osteoklas, haversian system dan pembentukan
jaringan ikat.
Tulang tersusun dari sel-sel osteoklas, osteosit, osteoblas, osteoprogenitor,
Haversian system, sumsum tulang, pembuluh darah. Osteoklas merupakan sel
tulang yang mampu mengubah kalsium fosfat tidak larut menjadi garam-garam
kalsium larut yang dibawa keluar oleh darah. Osteoklas mampu melakukan
absorbsi bagian tulang yang tidak diperlukan. Osteoklas bersama dengan
osteoblas berperan aktif dalam masa pertumbuhan, osteoblas menghasilkan tulang
dan osteoklas membuat tulang untuk mempertahankan bentuk dan proporsi tulang.
Contoh peran osteoblas dan osteoklas dalam pertumbuhan tulang antara lain:
osteoblas mendeposisi tulang silinder, sementara osteoklas mengabsorpsi tulang
permukaan dalamnya untuk memperbesar rongga sumsum dan mencegah tulang
menjadi terlalu berat.
Osteosit adalah sel utama pada tulang dewasa dan menempati lakuna yang
dikelilingi oleh matriks berkapur (Dellmann dan Brown 1988). Osteosit
merupakan sel dewasa pada tulang yang mengisi sebagian besar populasi sel-sel

8
tulang. Sel ini berbentuk jaring laba-laba (spider-shaped) yang ditemukan pada
lakuna (ruang kecil pada pertemuan lamela). Hanya satu osteosit yang ditemukan
pada setiap lakuna. Osteosit dapat mensintesis dan mengabsorsi matriks tulang.
Jika osteosit mati, maka akan terjadi aktivitas dari osteoklas yang kemudian
diikuti oleh perbaikan atau remodelling oleh aktivitas osteoblas. Sel lain yang
menyusun tulang adalah sel osteoprogenitor (Akers dan Denbow 2008).

Gambar 3

Gambaran mikroskopis tulang kontrol pada 30 hari pasca-operasi.
Keterangan: M= Matriks tulang; H= Saluran Havers; Os=
Osteosit; Pewarnaan HE. Bar= 2 um.

Pada tulang kontrol sudah terlihat terjadinya proses persembuhan tulang.
Pemeriksaan mikroskopis preparat tulang kontrol selama 30 hari pasca-operasi
memperlihatkan gambaran lokasi defek tulang yang telah tertutup oleh jaringan
tulang baru. Jaringan tulang baru tersebut merupakan woven bone dengan struktur
osteonal persebaran matriks tulang serta osteositnya yang belum merata. Struktur
osteonal yang terbentuk juga memperlihatkan saluran Havers yang masih
berukuran besar. Dalam saluran Havers terdapat pembuluh darah dan saraf yang
akan memvaskularisasi dan menginervasi jaringan tulang, sehingga akan
membantu proses persembuhan tulang (Hesse et al. 2014). Secara keseluruhan,
jaringan tulang baru yang terbentuk terlihat memiliki struktur yang lebih rapat
dibandingkan dengan tulang perlakuannya yang belum menyerupai jaringan
tulang sekitarnya.
Tulang rawan terlihat pada daerah defek yang mulai tertutup. Hal ini
menandakan bahwa tulang mengalami ossifikasi interkartilaginosa. Ossifikasi
intrakartilaginosa merupakan proses mineralisasi jaringan tulang yang terjadi
secara tidak langsung yaitu melalui pembentukan model tulang rawan terlebih
dahulu, kemudian mengalami penggantian menjadi tulang dewasa (Brighton et al.
1973). Tulang panjang adalah salah satu tulang yang terbentuk melalui ossifikasi
intrakartilaginosa. Proses pembentukan tulang panjang dimulai dari proses dimana
kartilagonya memanjang dan meluasnya proliferasi kondrosit dan deposisi matriks
kartilago. Kondrosit yang berada di daerah sentral kartilago mengalami proses
pematangan menuju kondrosit hipertropik. Rongga sumsum tulang akan meluas

9
ke arah epifise setelah pusat ossifikasi primer terbentuk. Tahapan berikutnya
terjadi pada zona-zona pada tulang secara berurutan (Junqueria dan Carneiro
2005).
Pada pemeriksaan mikroskopis tulang yang diimplan 1 maupun implan 2
pada 30 hari pasca-operasi terlihat bahwa implan masih dikelilingi oleh jaringan
ikat yang memisahkan tulang dengan implan. Tulang sudah menunjukkan adanya
pertumbuhan osteoblas antara implan dan tulang. Terlihatnya osteosit di dalam
implan serta pembuluh darah di sekitar sumsum tulang menunjukkan bahwa
tulang sudah mengalami persembuhan.
Sejumlah osteosit yang ditemukan di dalam implan 2 tidak ditemukan pada
tulang implan 1 yang mengindikasikan bahwa implan 2 memiliki daya
biodegradasi dan bioresorpsi yang lebih baik dalam menginduksi terjadinya
osteogenesis pada defek tulang dibandingkan implan 1. Menurut Siswandi (2013),
kemampuan implan yang lemah dalam menginduksi terbentuknya reaksi
osteogenesis dikarenakan sedikitnya kandungan TKF pada implan. Ukuran pori
juga dapat mempengaruhi persembuhan. Menurut Castillo et al. (2003), pori
dalam implan sangat dibutuhkan untuk mempermudah jalannya sirkulasi darah
pembawa materi dan sel-sel pembentuk tulang. Material HA memiliki struktur
yang lebih rapat dibandingkan β-TKF, sehingga mengakibatkan kecilnya daya
bioresorpsi HA. Material β-TKF akan diserap dan meninggalkan lubang (pori)
yang akan menjadi saluran untuk masuknya vaskularisasi ke dalam implan
(Bansal et al. 2009). Implan yang memiliki komposisi TKF lebih banyak akan
memiliki pori yang lebih banyak juga. Hal ini menandakan bahwa implan dengan
rasio HA:β-TKF 60:40 kemungkinan lebih baik dari implan dengan rasio HA:βTKF 70:30.
Ossifikasi atau osteogenesis adalah istilah yang digunakan untuk proses
pembentukan tulang. Perkembangan sel prekusor tulang dibagi kedalam tahapan
perkembangan yaitu (1) Mesenchymal stem cells, (2) Sel-sel osteoprogenitor, (3)
Pre-osteoblas, (4) Osteoblas dan (5) Osteosit matang. Osteoprogenitor merupakan
sel yang dapat memproduksi osteoblas dan berperan penting dalam kasus fraktura.
Sel tersebut terdapat pada innercells, celluler layer periosteum, endosteum dan
batas pembuluh darah pada matriks tulang (Akers dan Denbow 2008). Faktor
pertumbuhan tulang tergantung pada herediter, nutrisi, vitamin, mineral, hormon
dan latihan atau stres pada tulang (Scalon dan Sanders 2007). Proses persembuhan
bergantung pada keterpaduan aksi dari osteoblas, osteosit dan osteoklas. Secara
bersamaan, ketiga sel ini membentuk Basic Multicellular Unit (BMU) yang
berperan dalam proses remodeling pada hewan dewasa (Mills 2007).

10

Gambar 4

Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA:β-TKF 60:40
pada 30 hari pasca-operasi. Telihat osteosit di dalam implan.
Keterangan: M= Matriks tulang; I= Jaringan ikat; Im= Implan; Os=
Osteosit; Pewarnaan HE. Bar= 4 um.

Gambar 5

Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA:β-TKF 70:30
pada 30 hari pasca-operasi. Tidak telihat osteosit di dalam implan.
Keterangan: M= Matriks tulang; I= Jaringan ikat; Im= Implan;
Pewarnaan HE. Bar= 4 um.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa secara umum proses
persembuhan yang terjadi pada tulang kontrol berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan tulang perlakuan. Walaupun kedua implan tidak memiliki
daya osteoinduktivitas yang lebih baik dari kontrol, kedua implan menunjukkan
sifat biokompatibilitas yang sangat baik. Hal ini berguna untuk penelitian
selanjutnya. Lemahnya daya biodegradasi dan bioresorpsi dari implan

11
menyebabkan kurang cepatnya persembuhan pada tulang perlakuan dibandingkan
pada tulang kontrol.
Biodegradasi dari suatu bahan implan keramik dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain seperti pori-pori (porosity), kepadatan (density), rasio bahan
implan HA:β-TKF, ukuran partikel serta waktu dan temperatur pembuatan (Maiti
et al. 1995). Pori-pori di dalam implan akan meningkatkan kemampuan ikatan
tulang, karena beberapa alasan antara lain a) adanya pori-pori akan memperbesar
area permukaan sehingga menghasilkan daya bioresorpsi yang tinggi dan dapat
lebih menginduksi bioaktivitas, b) pori-pori yang saling berhubungan dapat
memberikan suatu kerangka atau tempat untuk pertumbuhan tulang ke dalam
matriks implan, c) hubungan antara pori juga berfungsi sebagai tempat saluran
vaskularisasi, sehingga pembuluh darah dapat masuk ke dalam implan dan dapat
menyuplai nutrien untuk pertumbuhan tulang (Nandi et al. 2009).
Berdasarkan hasil yang didapatkan tersebut, maka implan yang digunakan
dalam penelitian kali ini dianggap belum memperlihatkan daya biodegradasi dan
bioresorpsi yang optimal. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain: belum
sesuainya komposisi material penyusun komposit untuk ukuran dan jenis defek
yang diamati. Kesesuaian komposisi dari bahan penyusun komposit berperan
penting terhadap suatu sifat material (Turck et al. 2007). Penyebab lainnya adalah
jangka waktu 30 hari pasca-operasi belum mencukupi untuk proses biodegradasi
dari materi implan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Implan HA:β-TKF dengan rasio 60:40 memiliki daya osteokonduktivitas,
bioresorpsi dan biodegradasi yang lebih baik dibandingkan implan HA:β-TKF
dengan rasio 70:30. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopis yang
dilakukan menunjukkan adanya osteosit dan micropores pada implan 2. Jika
dilihat persembuhannya dibandingkan tulang kontrol, implan ini tidak memiliki
daya bioresorpsi dan biodegradasi yang optimal, sehingga persembuhan pada
tulang kontrol lebih cepat dibandingkan tulang perlakuan.

Saran
Perlu diadakan studi lebih lanjut pada periode yang lebih lama untuk
mengetahui waktu yang dibutuhkan agar implan terserap sempurna dan
penggunaan rasio komposisi antara Hidroksiapatit dengan beta-Trikalsium Fosfat
serta penambahan zat yang dapat meningkatkan daya biodegradasi, bioresorpsi
dan ostoekondultivitas yang lebih baik.

12

DAFTAR PUSTAKA
Aoki H. 1991. Science and Medical Applications of Hydroxyapatite. Tokyo (JP):
Medical and Dental University.
Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomi and Physiology of Domestic Animals.
Oxford (GB): Blackwell.
Bansal S, Chauhan V, Sharma S, Maheshwari R, Juyal A, Raghuvanshi S. 2009.
Evaluation of hydroxyapatite and beta-tricalcium phosphate mixed with
bone marrow aspirate as a bone graft substitute for posterolateral spinal
fusion. Indian J Orthop 43(3): 234–239.
Brighton, Carl T, Yoichi S, Robert MH. 1973. Cytoplasmic structures of
epiphyseal plate chondrocytes; quantitative evaluation using electron
micrographs of rat costochondral junctions with specific reference to the
fate of hypertrophic cells. J Bone Joint Surg 55: 771-784.
Castillo M, Moore JJ, Schowengerdt FD, Ayers RA, Zhang X, Umakoshi M, Yi
HC, Guigne JY. 2003. Effects of gravity on combustion synthesis of
functionally graded biomaterials. Adv. Space Res 32:265–270.
Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. 3rd edition. US:
Blackwell Publishing.
Dellman HD, EM Brown. 1988. Buku Teks Histologi Veteriner. R Hartono,
penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Textbook of Veterinary
Histology.
Fossum TW, Cheryl SH, Johnson L. 2007. Small Animal Surgery. 3rd ed. Missouri
(US): Mosby Elsevier.
Gilsanz V, Roe TF, Gibbens DT, Schulz EE, Carlson ME, Gonzalez O, Boechat
MI. 1988. Effect of sex steroids on peak bone density of growing rabbits.
Am J Physiol 255: E416-E421.
Hesse B, Varga P, Langer M, Pacureanu A, Schrof S, Männicke N, Suhonen H,
Maurer P, Cloetens P, Peyrin F, Raum K. 2014. Canalicular network
morphology is the major determinant of the spatial distribution of mass
density in human bone tissue - evidence by means of synchrotron radiation
phase-contrast nano-CT. J Bone Miner Res 255(3): 158-68.
Hua Y, Ning C, Xiaoying L, Buzhong Z, Wei C, Xiaoling S. 2005. Natural
hydroxyapatite/chitosan composite for bone substitute materials. Eng Med
Biol Soc 5:4888-91.
Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology: Text and Atlas. 11th ed. New
York (US): McGraw-Hill.
Karabatsos B, ST Myerthall, V Fornasier, G Maistrelli. 2001. Osseointegration of
hydroxyapatite porous-coated femoral implants in a canine model. Clin
Orthop Rel Res: 442-9.
Maiti SK, Kalicharan, Singh GR. 1995. Histopathological evaluation of composite
bone grafts and ceramic implants in goats. Indian Vet 72: 728-733.
Mills SE. 2007. Histology for Pathologists. Philadelphia (US): Lippincott
Williams and Wilkins.
Murugan R, Ramakrishna S. 2004. Bioresorbable composite bone paste using
polysaccharide based nano hydroxiapatite. Biomaterials 25: 3829-3835.

13
Nandi SK, Kundu B, Datta S, Dipak K De, Basu D. 2009. The repair of segmental
bone defects with porous bioglass: an experimental study in goat. Research
in Veterinary Science 86: 162–173.
Pane MS. 2008. Penggunaan hidroksiapatit sebagai bahan dental implan [skripsi].
Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Plumb DC. 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd ed. Ames (US): Iowa State
Univ Pr.
Samsiah R. 2009. Karakterisasi biokomposit apatit-kitosan dengan XRD (X-RAY
difraction), FTIR (fourier transform infrared), SEM (scanning elektron
microscopy) dan uji mekanik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Scanlon V, Sanders T. 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta
(ID): EGC.
Siswandi R. 2013. Biokompatibilitas tandur tulang kombinasi hidroksiapatit asal
cangkang telur ayam dengan trikalsium Fosfat dan kitosan pada remodeling
tulang domba akibat trauma buatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sunil P, Goel SC, Rastogi A. 2008. Incorporation and biodegradation of
hydroxyapatite-tricalcium phosphate implanted in large metaphyseal
defects-an animal study. Indian J of Experiment Biol 46: 836-841.
Turck C, Brandes G, Krueger I, Behrens P, Mojallal H, Lenarz T, Stieve M. 2007.
Histological evaluation of novel ossicular chain replacement prostheses: an
animal study in rabbits. Acta Otolaryngol 127(8):801-808.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Juli 1992 sebagai anak
sulung dari pasangan Putu Widirat Jaya dan Ni Luh Suweca. Tahun 1998 penulis
lulus dari TK Harapan Ibu Kabupaten Bandung. Tahun 2004 penulis lulus dari SD
Negeri Cijagra 1, kemudian pada tahun 2007 penulis lulus dari SMP Negeri 3
Bandung. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 11
Bandung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Fakultas Kedokteran
Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi
dari Dikti pada tahun 2010 hingga 2014. Pada tahun 2012, penulis menjadi asisten
praktikum Anatomi Topografi dan menjadi asisten praktikum Radiologi, Ilmu
Bedah Khusus Veteriner 1 dan Ilmu Bedah Umum Veteriner pada tahun 2014.
Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi internal kampus seperti Kesatuan
Mahasiswa Hindu Dharma dan aktif sebagai anggota Himpunan Minat dan Profesi
Satwa Liar (Himpro Satli) FKH IPB.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kehilangan serta kerusakan tulang yang substansial pada berbagai operasi
seperti pengangkatan tumor tulang, pemasangan prosthesis persendian panggul
dan kerusakan tulang lainnya semakin meningkatkan kebutuhan akan allograft
tulang. Setiap tahunnya, ribuan orang menderita berbagai penyakit tulang yang
diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun patah tulang. Kondisi ini bertambah
parah dengan kurangnya pengganti tulang yang ideal (Murugan dan Ramakrishna
2004), sehingga dibutuhkan berbagai bahan sintetis untuk membatasi jumlah
jaringan yang digunakan dalam allograft tulang. Secara komersil sudah tersedia
bahan subtisusi tulang (contoh: Osteocel® Plus, Vitoss® Synthetic Cancellous
Bone Filler, dan OrthoBlast® II) namun tidak ada satupun yang menjadi karya
bangsa Indonesia. Bahan komersil tersebut masih dirahasiakan baik cara
pembuatannya maupun jenis dan komposisi bahannya. Kelemahan lainnya dari
bahan substitusi tulang komersil adalah harganya yang tinggi serta keterbatasan
ketersediaan dan distribusi bahan ke berbagai tempat di Indonesia.
Pengkajian terhadap potensi campuran hidroksiapatit (hydroxyapatite
(HA)) perlu dilakukan baik secara mekanis, in vitro maupun in vivo sebagai bahan
substitusi tulang untuk menutup kerusakan tulang maupun untuk dipergunakan
dalam pemasangan implan tulang. Efek regenerasi tulang dengan menggunakan
hidroksiapatit telah diteliti pada berbagai hewan coba. Percobaan pemasangan
implan dengan menggunakan hidroksiapatit pertama kali diteliti pada hewan
anjing dengan kerusakan tulang di bagian proksimal os tibia. Pada studi ini
persembuhan tulang terjadi dengan baik, cepat dan tanpa efek samping
(Karabatsos et al. 2001). Hidroksiapatit dapat ditemukan dalam tulang dan gigi
manusia. Hidroksiapatit ini telah menjadi komponen yang lazim digunakan dalam
mengisi kekosongan tulang akibat amputasi atau untuk mempromosikan
pertumbuhan tulang pada pemasangan implan prosthesis. Dewasa ini, telah
banyak ditemukan berbagai fase hidroksiapatit, penggunaannya sebagai bahan
substitusi tulang dapat memberikan respon tubuh yang berbeda-beda. Banyak
substitusi tulang yang menggunakan hidroksiapatit seperti pada penggantian sendi
panggul, maupun implan gigi. Berbagai studi menyebutkan bahwa hidroksiapatit
ini bersifat osteoinduktif dan menyokong osteointegrasi (Aoki 1991, Karabatsos et
al. 2001, Hua et al. 2005).
Penelitian ini menggunakan hidroksiapatit (HA) berbasis cangkang kulit
telur ayam yang dikombinasikan dengan trikalsium fosfat (β-TKF) dengan rasio
perbandingan antara HA dengan β-TKF 70:30 dan 60:40 yang kemudian
ditanamkan pada bagian diafise proksimal sebelah medial dari os tibia kelinci.
Perumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai
berikut:

2
1. Apakah ada perbedaan antara proses persembuhan tulang luka segmental
kelinci yang diberi implan dengan yang tidak diberi implan?
2. Apakah bahan implan yang digunakan dapat diserap oleh tulang secara
sempurna atau tidak?
3. Bagaimana efektivitas implan Hidroksiapatit dan beta-Trikalsium Fosfat
dengan rasio 70:30 dan 60:40 dalam menginduksi proses persembuhan
kerusakan tulang segmental?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pilihan semen tulang
yang terbaik diantara dua komposisi kombinasi Hidroksiapatit (HA) dengan betaTrikalsium Fosfat (β-TKF) 70:30 dan 60:40 dalam persembuhan kerusakan
segmental tulang pada kelinci sebagai hewan model untuk manusia. Dari
penelitian ini diharapkan dapat menyimpulkan efektivitas dari bahan implan
campuran HA:β-TKF dalam hal biokompatibilitas, osteoinduktif dan kestabilan
mekanisnya.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah memberikan gambaran penggunaan HA:βTKF berbasis cangkang telur sebagai bahan implan untuk persembuhan pada
kasus kerusakan tulang pada hewan dan manusia, selain itu dapat diketahui
perbandingan antara implan dengan komposisi HA:β-TKF 70:30 (Implan 1) dan
60:40 (Implan 2) dalam mengiduksi proses persembuhan kerusakan segmental
tulang kelinci.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bedah Eksperimental Bagian
Bedah dan Radiologi, Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) dan Laboratorium Anatomi, Histologi dan
Embriologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi (AFF) Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli hingga November
2013. Hewan coba kelinci diaklimatisasi selama 10 hari, sejak kedatangan hingga
mendapatkan perlakuan di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratotium Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (UPHL FKH-IPB).

2
1. Apakah ada perbedaan antara proses persembuhan tulang luka segmental
kelinci yang diberi implan dengan yang tidak diberi implan?
2. Apakah bahan implan yang digunakan dapat diserap oleh tulang secara
sempurna atau tidak?
3. Bagaimana efektivitas implan Hidroksiapatit dan beta-Trikalsium Fosfat
dengan rasio 70:30 dan 60:40 dalam menginduksi proses persembuhan
kerusakan tulang segmental?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pilihan semen tulang
yang terbaik diantara dua komposisi kombinasi Hidroksiapatit (HA) dengan betaTrikalsium Fosfat (β-TKF) 70:30 dan 60:40 dalam persembuhan kerusakan
segmental tulang pada kelinci sebagai hewan model untuk manusia. Dari
penelitian ini diharapkan dapat menyimpulkan efektivitas dari bahan implan
campuran HA:β-TKF dalam hal biokompatibilitas, osteoinduktif dan kestabilan
mekanisnya.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah memberikan gambaran penggunaan HA:βTKF berbasis cangkang telur sebagai bahan implan untuk persembuhan pada
kasus kerusakan tulang pada hewan dan manusia, selain itu dapat diketahui
perbandingan antara implan dengan komposisi HA:β-TKF 70:30 (Implan 1) dan
60:40 (Implan 2) dalam mengiduksi proses persembuhan kerusakan segmental
tulang kelinci.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bedah Eksperimental Bagian
Bedah dan Radiologi, Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) dan Laboratorium Anatomi, Histologi dan
Embriologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi (AFF) Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli hingga November
2013. Hewan coba kelinci diaklimatisasi selama 10 hari, sejak kedatangan hingga
mendapatkan perlakuan di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratotium Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (UPHL FKH-IPB).

3
Alat dan Bahan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 ekor kelinci
putih New Zealand jantan, sehat, berumur 6 bulan dengan kisaran berat badan
2,5-3 kg. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah implan 1 (Ha:β-TKF
70:30) dan implan 2 (Ha:β-TKF 60:40), albendazol, induksi xylazine HCl 2%®,
ketamine HCl 10%®, enrofluksasin dan flunixin.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, stetoskop,
penlight, alat cukur, alat bedah minor, alat bedah orthopedik, perlengkapan
operator dan asisten bedah, serta kamera digital. Pembuatan dan pengamatan
preparat histopatologi antara lain: gergaji, BNF 10%, inkubator, tissue cassette,
automatic tissue processor, shaker, mikrotom, pencetak parafin, gelas objek, gelas
penutup, mikroskop OLYMPUS IX70® dan software Photo Tucsen.

Tahap Persiapan Bahan Implan
Bahan implan dibuat oleh Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Institut
Pertanian Bogor. Implan terbuat dari bahan Biphasic Calcium Phosphate (BCP).
Biphasic Calcium Phosphate merupakan jenis kalsium yang mengandung dua fase
yaitu Hidroksiapatit (HA) dan beta-Trikalsium fosfat (β-TKF). Perbandingan
Hidroksiapatit (HA) dan beta-Trikalsium fosfat (β-TKF) adalah 70:30 dan 60:40.
Pembuatan bahan implan melalui proses presipitasi dengan sumber kalsium dari
hasil kalsinasi cangkang telur ayam. Bahan implan dibuat dalam bentuk pellet
dengan diameter 1 mm. Bahan implan yang digunakan disterilisasi dengan
menggunakan alat sterilisator sinar UV.

Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 ekor (enam
ekor) kelinci putih ras New Zealand dewasa muda berumur 6 bulan dan memiliki
kematangan tulang tidak lama setelah kematangan seksual (Gilsanz et al. 1988).
Selama percobaan dilakukan, hewan dipelihara dalam lingkungan kandang yang
memadai, dibawah pencahayaan dan temperature normal serta asupan pakan yang
cukup dua kali sehari dan asupan air yang ad-libitum. Pemeliharaan kelinci
dilakukan selama 10 hari sebelum perlakuan untuk keperluan evaluasi kondisi
hewan sebelum percobaan dan 30 hari setelah pemasangan implan tulang untuk
keperluan pengamatan penelitian. Pemeliharaan hewan dilakukan di kandang
hewan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), Fakultas Kedokteran
Hewan IPB.

4

Gambar 1 Kelinci putih New Zealand sebagai objek penelitian
Hewan kemudian dipilih secara acak dan dibagi kedalam dua kelompok
perlakuan yaitu kelompok perlakuan HA:β-TKF (implan 1) perbandingan 70:30
dan kelompok perlakuan HA:β-TKF (Implan 2) perbandingan 60:40 yang disertai
perlakuan kontrol masing-masing sebanyak 6 ekor kelinci. Tiga ekor hewan dari
masing-masing kelompok dan spesies akan di-euthanasi untuk pemanenan implan
pada hari ke-30 pasca-operasi penanaman implan tulang.

Tabel 1 Pembagian kelompok perlakuan
Spesies
Kelinci

Implan 1
(kelompok HA-TKF 70:30)
n = 3 ekor
Tibia kanan: perlakuan
Tibia kiri : kontrol

Implan 2
(kelompok HA-TKF 60:40)
n = 3 ekor
Tibia kanan: perlakuan
Tibia kiri : kontrol

T