Ecological Observation of Kebar Papua Natural Grassland and Productivity Test of Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) with Nitrogen Fertilizer and Defoliation Intervals

(1)

PENGAMATAN EKOLOGI PADANG RUMPUT ALAM

KEBAR PAPUA DAN UJI PRODUKTIVITAS BANONDIT

(Biophytum petersianum Klotzsch) MELALUI PEMBERIAN

NITROGEN DAN INTERVAL DEFOLIASI

DIANA SAWEN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengamatan Ekologi Padang Rumput Alam Kebar dan Uji Produktivitas Banondit (Biophytum petersianum

Klotzsch) melalui Pemberian Nitrogen dan Interval Defoliasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Diana Sawen D051060181


(4)

(5)

v

ABSTRACT

DIANA SAWEN. Ecological Observation of Kebar Papua Natural Grassland and Productivity Test of Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) with Nitrogen Fertilizer and Defoliation Intervals. Supervised by LUKI ABDULLAH and SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNJO.

The objectives of the study were to observe the ecological aspect of Kebar natural grassland in terms of botanical composition, carrying capacity, association index, species composition, species dominance and banondit productivity due to the effect of nitrogen fertilizer and the different of defoliation interval. The experiment was conducted by using a Factorial Completely Randomize Design with nitrogen fertilizer as the first factor (0, 50, 100, 150 kg N/ha) and the second was defoliation intervals (40, 60, 180 days) with 5 replications. The result of ecological aspect showed that the botanical composition was consisted of

Imperata cylindrica (59%), weed (24%), banondit (9%) and legume (8%).

Imperata cylindrica was a dominant species in Kebar Natural pasture with high value of important index (INP) (31.05), species diversity was less than one and they have high related association (0.67-0.70) beside banondit and the other species. Prediction of carrying capacity for the area of 622.2 ha was 777.75 AU/ha/year. Increasing nitrogen fertilizer up to 150 kg/ha and interval of defoliation 180 days resulted better performance than the other treatment combination. This treatment showed an increased in plant high, number of ligule leaves, fresh and dry weight of crown, dry matter production and organic matter constituent. Thus, banondit was found as a potential source for feed.


(6)

(7)

vii

RINGKASAN

DIANA SAWEN. Pengamatan Ekologi Padang Rumput Alam Kebar Papua dan Uji Produktivitas Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) melalui Pemberian Nitrogen dan Interval Defoliasi. Dibimbing oleh LUKI ABDULLAH dan SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNJO.

Rumput kebar dalam bahasa lokalnya disebut ”banondit” merupakan famili

Oxalidaceae (belimbing) telah dikenal sejak turun temurun oleh masyarakat Papua terutama di daerah pegunungan Arfak khususnya Kebar sebagai obat kesuburan bagi manusia dan juga ternak babi. Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch), juga berpotensi sebagai hijauan pakan karena dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak, mempunyai produksi cukup baik di padang rumput alam yang luas dan disukai (palatable) oleh ternak. Penelitian ini mengkaji aspek karakteristik ekologi padang rumput alam yang meliputi komposisi botani, indeks asosiasi, kapasitas tampung dan komposisi spesies serta penguasaan jenisnya. Selain itu juga untuk mengetahui efektifitas budidaya banondit (Biophytum petersianum

Klotzsch) melalui pengamatan uji produktivitas dengan perlakuan pemberian nitrogen (N) dan pengaturan interval defoliasi.

Pengamatan ekologi padang rumput menggunakan metode ”dry weight rank” untuk pengambilan data komposisi botani, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan produksi hijauan dan kapasitas tampung. Selain itu juga dilakukan pengamatan komposisi dan penguasaan spesies vegetasi penyusunnya dengan metode transek garis berpetak dengan pembuatan jalur-jalur dengan petak contoh sebanyak 55 buah. Uji produktivitas menggunakan rancangan RAL 4x3 pola faktorial dengan faktor I taraf pemupukan nitrogen (N): 0, 50, 100, 150 kg N/ha dan faktor II interval defoliasi (P): 40, 60, 180 hari, dan 5 ulangan.

Hasil penelitian aspek ekologi menunjukkan bahwa komposisi botani areal petak pengamatan pada padang rumput alam Kebar didominasi oleh Imperata

cylindrica (59%), gulma atau hijauan lain (24%), banondit (9%) dan sebagian

kecil leguminosa (8%). Prediksi kapasitas tampung padang rumput alam Kebar seluas 622.2 ha adalah 777.75 UT/ha/tahun. Jumlah spesies tumbuhan yang terdapat pada padang rumput alam Kebar adalah 35 spesies dengan total kerapatan tumbuhan sebesar 239818.18 individu/ha. Kerapatan tiap jenis tumbuhan bervariasi antara 363.64 individu/ha dan 41818.18 individu/ha. Frekuensi diketemukannya tiap jenis tumbuhan juga bervariasi antara 0.02 dan 1. Berdasarkan persentase kekayaan spesies, padang rumput Kebar digolongkan sebagai padang rumput alami dimana secara fisik/visual memiliki jumlah spesies yang terbanyak adalah golongan rumput (Poaceae).Padang rumput alam Kebar masih didominasi oleh Imperata cylindrica dengan indeks nilai penting (INP) tertinggi (31.05%), keanekaragaman spesiesnya masih tergolong rendah (<1) dan spesies penyusunnya menunjukkan toleransi untuk hidup bersama (asosiasi) yang tinggi (0.67-0.70) antara banondit dengan spesies lainnya serta sebagian besar spesies tumbuhannya memiliki tingkat penguasaan yang rendah.

Hasil uji produktivitas menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemupukan nitrogen sampai 150 kg/ha dan interval defoliasi 180 hari merupakan kombinasi perlakuan terbaik karena meningkatkan tinggi tanaman, jumlah ligula daun, bobot segar daun, bobot segar total, bobot kering daun, bobot kering batang, bobot


(8)

viii

kering total, produksi bahan kering dan kandungan bahan organik banondit. Komposisi kimia banondit terdiri dari protein kasar 10,76%, serat kasar 22,17%, dan vitamin E (tokoferol) sebesar 1210 IU. Sedangkan hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa banondit mengandung senyawa tannin, flavonoid dan steroid. Vitamin E yang tinggi, adanya senyawa flavonoid dan streroid yang diduga memberikan efek pada kesuburan. Dengan demikian banondit dapat berpotensi sebagai pakan hijauan.


(9)

ix

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(10)

(11)

xi

PENGAMATAN EKOLOGI PADANG RUMPUT ALAM

KEBAR PAPUA DAN UJI

PRODUKTIVITAS BANONDIT

(Biophytum petersianum Klotzsch) MELALUI PEMBERIAN

NITROGEN DAN INTERVAL DEFOLIASI

DIANA SAWEN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(12)

xii


(13)

xiii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Pengamatan Ekologi Padang Rumput Alam Kebar Papua dan Uji Produktivitas Banondit (Biophytum petersianum

Klotzsch) melalui Pemberian Nitrogen dan Interval Defoliasi Nama Mahasiswa : Diana Sawen

NRP : D051060181

Program Studi : Ilmu Nutrisi dan Pakan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. Prof. Dr. Ir. Soedarmadi H., M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(14)

(15)

xv

PRAKATA

Pujian syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Pengasih dan Penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya karena atas berkat, anugerah dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul "Pengamatan Ekologi Padang Rumput Alam Kebar

Papua dan Uji Produktivitas Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) melalui

Pemberian Nitrogen dan Interval Defoliasi“.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus disampaikan kepada yang terhormat Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr dan Prof. Dr. Ir. Soedarmadi Hadisoewignjo, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, curahan ilmu pengetahuan, pengalaman dan waktu serta semangat sejak awal perencanaan, penelitian hingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur.Sc. selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., MS.,MSc selaku ketua mayor Ilmu Nutrisi dan Pakan (INP). Rektor, Dekan sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen Dikti, Pemda Propinsi Papua dan Pemda Kabupaten Sarmi atas kesempatan beasiswa yang telah diberikan untuk mengikuti pendidikan S2 di IPB. Juga kepada Rektor Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari atas kesempatan yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan pada program pascasarjana IPB. Seluruh staf pengajar di mayor INP atas bimbingan dan ilmu yang diberikan selama menempuh studi.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Camat Kebar beserta seluruh staf, para tokoh adat dan agama, masyarakat pemilik hak ulayat, serta seluruh masyarakat di distrik Kebar atas bantuan, kerjasama dan dukungannya mulai dari persiapan hingga akhir penelitian. Juga rekan-rekan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak dan di Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK) Unipa, terima kasih atas bantuan dan fasilitas penelitian yang diberikan. Tak lupa juga terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan PTK’06 : Rantan Krisnan, Lendrawati, Windu Negara, Anwar Harahap, Syahruddin, Jarmuji, Siska Tirajoh, Sri Purwanti, Fahrul, Heru Handoko, Mursye Regar, Achmad Fanindi, Darwis Effendi dan Andi Ninu; teman-teman INP dan ITP Himawacana Fapet, atas kebersamaan dan motivasi selama menempuh studi. Mba Rahmi Dianita, Suharlina, Mba Siti Nur Jannah, K Selvy Tebaiy, K Fien Tebay, K Ulen Leiwakabessy, K Amisnaipa, terima kasih untuk bantuan, semangat dan motivasinya.Juga kepada

Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan dengan mempersembahkan tesis ini kepada ayahanda Hans Sawen dan almarhumah ibunda Paulina Ama yang tidak sempat menyaksikan keberhasilan penulis, yang telah mendidik, memotivasi penulis untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya serta tak putus-putusnya berdoa, juga kepada kakak Sonya Sawen, SE, Sofia Tressia Sawen, SP (Almh), Marthina Sawen, S.IP., adik Debora Ludia Sawen, S.Hut., Kundrat Leonardo Rumolo Sawen, SE dan Alfonsius Rivat Katoar serta semua keluarga besar Sawen-Ama, terima kasih atas segala doa, motivasi, bantuan dan kasih sayang yang diberikan selama ini. Akhirnya kepada suami terkasih Sepus Fatem, S.Hut., M.Sc. dan ananda tersayang Agatha Passiflorae (Nofa) yang selalu setia, berdoa


(16)

xvi

dan memberikan semangat serta kasih sayang, terima kasih. Kalian smua adalah cahaya, spirit dan sumber inspirasi dalam hidupku, kiranya Tuhan Yesus selalu memberikan berkat, melengkapi sukacita kita dan terus melimpahkan kasih karunia-Nya bagi kita semua.

Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis akan mendapat imbalan dari-Nya sebagai amal ibadah dan akhir dari semuanya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi khasanah perkembangan ilmu pengetahuan secara khusus bagi tanahku Papua tercinta.

Bogor, Juli 2011


(17)

xvii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manokwari pada tanggal 06 Desember 1977 dan merupakan putri keempat dari enam bersaudara dari pasangan Hans Sawen dan Paulina Ama (Almh.). Pendidikan formal mulai ditempuh di SD Inpres Amban Manokwari lulus tahun 1987, SMP YPK I Fanindi Manokwari lulus tahun 1992, SMA Negeri 02 Manokwari lulus tahun 1995. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Cenderawasih melalui jalur SLSB (Seleksi lokal siswa berprestasi) dengan pilihan Program Studi Peternakan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari, dan lulus pada bulan Februari tahun 2000. Pada tahun 2006 penulis memperoleh kesempatan tugas belajar di Program Studi Ilmu Ternak (Ilmu Nutrsi dan Pakan sekarang) Fakultas Peternakan pada Program Pascasarjana IPB Bogor, melalui beasiswa BPPS Dikti.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK) Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari sejak tahun 2001.


(18)

(19)

xix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ··· xxi

DAFTAR GAMBAR ··· xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ··· xxv

PENDAHULUAN ··· 1

Latar Belakang ··· 1

Tujuan Penelitian ··· 3

Manfaat Penelitian ··· 4

Hipotesis ··· 4

TINJAUAN PUSTAKA ··· 5

Padang Rumput Alam Kebar ··· 5

Komposisi Botani ··· 5

Padang Penggembalaan ··· 6

Kapasitas Tampung ··· 7

Asosiasi Hijauan Makanan Ternak ··· 8

Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) ··· 9

Sistematika ··· 9

Habitat ··· 9

Komposisi Kimia ··· 11

Manfaat ··· 13

Pemupukan Hijauan Makanan Ternak ··· 13

Peranan Nitrogen pada Tanaman ··· 14

Pengaruh Interval Defoliasi pada Tanaman ··· 16

Analisa Vegetasi ··· 17

Struktur dan Komposisi Vegetasi ··· 17

BAHAN DAN METODE ··· 21

Penelitian I : Pengamatan ekologi padang rumput alam Kebar ··· 21

Waktu dan Tempat ··· 21

Bahan dan Peralatan ··· 21

Metode Pengambilan Data ··· 21

Prosedur Pelaksanaan Penelitian ··· 23

Komposisi Botani ··· 23

Proyeksi kapasitas tampung ··· 23

Pengamatan ekologi ··· 24


(20)

xx

Penelitian II: Uji Produktivitas Banondit (Biophytum petersianum

Klotzsch) melalui pemberian Nitrogen dan interval

defoliasi ··· 26

Waktu dan tempat ··· 26

Bahan dan peralatan ··· 26

Rancangan Penelitian ··· 26

Prosedur pelaksanaan ··· 27

Peubah Pengamatan ··· 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ··· 31

Penelitian I : Pengamatan Karakteristik ekologis padang rumput alam Kebar ··· 31

Keadaan Umum Distrik Kebar ··· 31

Deskripsi padang rumput alam Kebar ··· 35

Komposisi botani ··· 35

Kapasitas tampung ··· 37

Komposisi spesies ··· 38

Penelitian II: Uji Produktivitas Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) melalui pemberian Nitrogen dan interval defoliasi ··· 42

Deskripsi Banondit ··· 42

Morfologi ··· 42

Pertumbuhan ··· 44

Kualitas ··· 46

Senyawa aktif ··· 48

Produktivitas Banondit ··· 48

Tinggi tanaman ··· 50

Diameter batang ··· 54

Panjang akar ··· 56

Jumlah ligula daun ··· 57

Produksi bobot segar ··· 60

Produksi bobot kering ··· 64

Produksi bahan kering ··· 69

Rasio daun batang ··· 71

Kandungan bahan organik ··· 73

KESIMPULAN DAN SARAN ··· 77

DAFTAR PUSTAKA ··· 79


(21)

xxi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil nalisis tanah lokasi padang rumput alam Kebar ··· 11

2 Komposisi kimia banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) ··· 12

3 Komposisi asam amino banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) ··· 12

4 Hasil analisis tanah pada polibag setelah penelitian ··· 34

5 Komposisi spesies dan jumlah tiap rangking ··· 35

6 Produksi hijauan dan kapasitas tampung ··· 37

7 Indeks nilai penting, keanekaragaman, persentase penutupan spesies, indeks asosiasi dan tingkat penguasaan jenis ··· 39

8 Komposisi kimia alang-alang dan banondit ··· 47

9 Perbandingan komposisi vitamin banondit dan krambilan ··· 47

10 Rekapitulasi hasil analisis ragam (Anova) pengaruh perlakuan interval defoliasi, pemberian nitrogen dan interaksinya terhadap peubah pengamatan ··· 49

11 Tinggi tanaman banondit pada saat defoliasi ··· 50

12 Rataan diameter batang banondit ··· 54

13 Panjang akar banondit ··· 56

14 Jumlah ligula daun banondit ··· 58

15 Bobot segar daun, batang, akar dan total banondit ··· 60

16 Bobot kering daun, batang, akar dan total banondit ··· 64

17 Produksi bahan kering banondit ··· 69

18 Rasio daun batang banondit ··· 72


(22)

(23)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) ··· 9

2 Biophytum petersianum Klotzsch di Afrika ··· 10

3 Habitat Biophytum petersianum Klotzsch di

Padang Rumput Alam Kebar ··· 10

4 Siklus Nitrogen ··· 16

5 Desain petak contoh dengan metode garis berpetak ··· 22

6 Peta Kecamatan Kebar ··· 31

7 Komposisi botani petak pengamatan ··· 36

8 Bentuk buah, bunga, dan akar banondit ··· 43

9 Daun, mahkota bunga dan biji banondit ··· 43

10 Pengamatan pertumbuhan banondit pada polibag ··· 44

11 Hubungan jumlah tanaman dan waktu berkecambah banondit ··· 45

12 Hubungan jumlah tangkai dan anak daun banondit ··· 46

13 Pengaruh nterval defoliasi dan pemupukan terhadap

tinggi tanaman banondit ··· 52

14 Interaksi perlakuan interval defoliasi dan pemberian N

terhadap rataan diameter batang banondit ··· 55

15 Interaksi perlakuan interval defoliasi dan pemberian N

terhadap rataan jumlah ligula daun banondit ··· 59

16 Interaksi perlakuan interval defoliasi dan pemberian N

terhadap rataan bobot segar daun banondit ··· 61

17 Pengaruh perlakuan pemberian N terhadap rataan bobot

segar batang banondit ··· 62

18 Pengaruh pemberian N terhadap bobot kering akar banondit ··· 66


(24)

xxiv

20 Pengaruh pemberian N terhadap rataan produksi bahan kering ··· 70

21 Interaksi perlakuan pemberian N dan interval defolasi terhadap

produksi bahan kering banondit ··· 71

22 Pengaruh pemberian N terhadap rataan kandungan bahan

organik ··· ··· 74

23 Interaksi perlakuan pemberian N dan interval defoliasi terhadap


(25)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Data iklim kabupaten Manokwari tahun 2008 ··· 85 2 Data iklim kabupaten Manokwari tahun 2009 ··· 85 3 Data iklim distrik Kebar selama penelitian ··· 86 4 Peta lokasi penelitian ··· 87 5 Hasil rangking spesies hijauan yang ditemukan ··· 88 6 Perhitungan komposisi botani petak pengamatan ··· 88 7 Hasil perhitungan produksi hijauan dan kapasitas tampung ··· 88 8 Komposisi vegetasi pada padang rumput alam Kebar ··· 89 9 Denah pengacakan perlakuan untuk penelitian dengan polybag ···· 90 10 Analisis ragam tinggi tanaman ··· 90 11 Uji lanjut duncan perlakuan pupuk terhadap tinggi tanaman ··· 90 12 Uji lanjut duncan perlakuan interval defoliasi terhadap tinggi

tanaman ··· 90 13 Uji Duncan pengaruh interaksi terhadap tinggi tanaman ··· 91 14 Analisis ragam diameter batang banondit ··· 91 15 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap diameter batang ···· 92 16 Analisis ragam panjang akar banondit ··· 92 17 Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap panjang

akar ··· ··· 92 18 Uji lanjut Duncan perlakuan interakasi terhadap panjang akar ··· 93 19 Analisis ragam jumlah ligula daun ··· 93 20 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap jumlah ligula daun ··· 93 21 Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap jumlah

ligula daun ··· 94 22 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap jumlah ligula daun · 94 23 Analisis ragam bobot segar daun banondit ··· 94 24 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap bobot segar daun ··· 95 25 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap bobot

segar daun ··· 95 26 Analisis ragam bobot segar batang ··· 95 27 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap bobot segar batang ··· 96 28 Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap bobot

Segar batang ··· 96 29 Analisis ragam bobot segar akar banondit ··· 96 30 Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap bobot

segar akar ··· 96 31 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap bobot segar akar ··· 97 32 Analisis ragam bobot segar total banondit ··· 97 33 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap bobot segar total ··· 97 34 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap bobot segar total ···· 98 35 Analisis ragam bobot kering daun banondit ··· 98 36 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap bobot kering daun ·· 99 37 Analisis ragam bobot kering batang banondit ··· 99


(26)

xxvi

38 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap bobot kering batang ·· 99 39 Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap bobot

kering batang ··· 100 40 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap bobot kering

batang · ··· 100 41 Analisis ragam bobot kering akar ··· 100 42 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap bobot kering akar ···· 101 43 Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap bobot

kering akar ··· 101 44 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap bobot kering akar · 101 45 Analisis ragam bobot kering total ··· 102 46 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap bobotkering total ···· 102 47 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap bobot kering total · 102 48 Analisis ragam produksi bahan kering ··· 103 49 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap produksi bahan

kering banondit ··· 103 50 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap produksi bahan

Kering ··· 103 51 Analisis ragam rasio daun batang ··· 104 52 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap rasio daun batang ···· 104 53 Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap

rasio daun batang ··· 104 54 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap rasio daun batang ·· 105 55 Analisis ragam kandungan bahan organik ··· 105 56 Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap kandungan

bahan organik ··· 105 57 Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap

kandungan bahan organik ··· 106 58 Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap kandungan

bahan organik ··· 106 59 Kriteria penilaian hasil analisis tanah ··· 107


(27)

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Papua merupakan salah satu daerah yang kaya akan keanekaragaman sumberdaya hayati terutama pangan spesifik lokal, seperti sagu, ubi jalar, pokem (semacam gandum), buah merah dan masih banyak lagi pangan lokal yang masih tersimpan yang belum digali potensi dan keberadaannya. Sumber daya hayati ini tidak saja merupakan bahan pangan tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai obat-obatan maupun sebagai pakan untuk ternak. Salah satu sumberdaya hayati lokal yang sejak dulu telah dimanfaatkan masyarakat adalah rumput kebar.

Rumput Kebar dalam bahasa lokalnya disebut ”banondit” (artinya banyak anak) adalah famili Oxalidaceae (belimbing) telah dikenal sejak dulu oleh masyarakat Papua terutama di daerah pegunungan Arfak khususnya Kebar. Kebar merupakan salah satu dari 29 kecamatan di kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat. Daerah ini memiliki luas 1620,60 km2 (BPS 2008) dan ketinggian > 500 meter dpl dengan padang rumput alam seluas 743,5 ha dari 8900 ha padang rumput alam yang ada di Manokwari (Macap 1997; Mulyono 2000). Jenis tumbuhan ini tumbuh secara alami di daerah ini dan endemik.

Masyarakat Papua (Manokwari), menyebut banondit sebagai ”rumput kebar” walaupun sebenarnya spesies ini bukan termasuk dalam famili Poaceae (rumput-rumputan). Selain itu secara turun temurun telah dimanfaatkan sebagai obat kesuburan bagi wanita dan ternak babi (Veldkamp 1976). Beberapa fakta dari manfaat tumbuhan banondit bagi manusia (berdasarkan hasil wawancara dan komunikasi pribadi) antara lain diperoleh bahwa banyak pasangan suami isteri yang telah lama belum memiliki keturunan (anak) dengan mengkonsumsi (minum) rebusan atau ekstrak banondit dapat memberikan keturunan. Bahkan ada wanita yang memiliki ovarium kiri dan kanan tinggal separuh akibat kista, namun dengan mengkonsumsi rebusan tumbuhan ini masih dapat menghasilkan keturunan (anak). Selain itu, beberapa wanita menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi rebusan ini juga dapat menormalkan siklus menstruasi dari 14 hari menjadi 28 hari.


(29)

2

Sebenarnya spesies ini termasuk semak dengan batang yang kecil atau pendek, jarang mencapai tinggi 15 cm dari permukaan tanah (Veldkamp 1976). Berdasarkan pengamatan di lapangan, penampilan spesies ini dapat hidup bersama atau berasosiasi dengan alang-alang (Imperata cylindrica) (Imbiri 1997; Imbiri et al. 2000). Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch), juga berpotensi sebagai hijauan pakan karena dapat digunakan sebagai sumber pakan, mempunyai produksi cukup baik di padang rumput alam yang luas dan disukai (palatabel) oleh ternak. Berdasarkan hasil penelitian Sadsoeitoebun (2005), komposisi kimianya : bahan kering 89,06%, protein 7,35% (BETN 32,38%), serat kasar 35,85%, lemak 0,72% (vitamin A 199,30 IU dan vitamin E 13,27 IU), abu 12,76% (Calsium/Ca 1,52%; fosfor/P 0,60%, NaCl 0,09%). Selain itu, spesies ini memiliki 17 asam amino yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, histidin, arginin, teronin, alanin, prolin, tirosin, valin, metionin, sistin, iso-leusin, leusin, fenil alanin dan lysin. Selanjutnya hasil studi ini juga yang dilakukan pada hewan mencit betina diperoleh bahwa ekstrak banondit mampu memperpendek siklus estrus, memperpanjang lama estrus, meningkatkan jumlah embrio, pertambahan bobot badan induk, jumlah anak per kelahiran dan bobot lahir anak. Dengan demikian spesies ini berpotensi untuk dapat dikembangkan sebagai hijauan makanan ternak ataupun sebagai pakan suplemen.

Biophytum petersianum Klotzsch digunakan sebagai tanaman obat

tradisional di berbagai negara di Afrika untuk mengobati malaria, dermatitis, meningkatkan stamina, demam, nyeri pada tulang, obat pencahar/diare pada anak-anak (Inngjerdingen et al. 2004; 2006; 2008). Di negara Afrika lainnya tanaman ini digunakan sebagai obat luka karena sengatan dan gigitan ular, serta sebagai obat sakit perut.

Lebih lanjut dilaporkan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Manokwari tahun 2003 bahwa perkembangan ternak sapi Bali di dataran tinggi Kebar ini lebih cepat dibandingkan dengan daerah atau kecamatan lain. Data menunjukkan bahwa pada tahun 1980, sapi Bali yang diintroduksi sebanyak 41 ekor mengalami peningkatan pada tahun 1986 menjadi 228 ekor dan selanjutnya pada tahun 2002, jumlah populasinya telah mencapai 1334 ekor. Populasi ini terus meningkat sehingga oleh pemerintah disebar ke daerah-daerah sekitar seperti Sidey, Prafi dan Masni.


(30)

3

Pada tahun 2009 berdasarkan laporan tahunan Dinas Peternakan, populasi ternak ruminansia berjumlah 1070 ekor. Padahal sistem pemeliharaannya hanya dilepas begitu saja dengan hijauan yang tumbuh di padang tersebut yang rendah kualitasnya, dimana hanya didominasi oleh alang-alang semestinya tidak akan meningkatkan populasi sapi Bali tersebut, namun kenyataannya tidak demikian.

Produktivitas biamasa hijauan pakan sangat ditentukan oleh asupan-asupan unsur hara terutama nitrogen (N). Peningkatan produksi biomasa banondit diharapkan dapat meningkatkan fungsi herbalnya. Pemberian pupuk N dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan protein dan interaksi akar banondit dengan hara di dalam areal padang rumput, sedangkan interval defoliasi merupakan modifikasi renggutan ternak sapi Bali yang dimaksudkan untuk melihat sejauh mana umur panen yang baik dari banondit untuk ternak. Dengan kata lain dapat dimanfaatkan sebagai hijauan makanan ternak ataupun sebagai suplemen.

Saat ini, banondit terus menerus dimanfaatkan baik oleh masyarakat sekitar Kebar maupun dari daerah lain sebagai pakan ternak maupun sebagai herbal tradisional. Namun adanya pembangunan bandara yang posisinya tepat di atas areal padang rumput alam yang merupakan habitat spesies ini (± 600 m), ditambah dengan penyebarannya yang terbatas tidaklah menutup kemungkinan suatu saat spesies ini akan punah. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu tindakan konservasi guna penyelamatan agar terus dimanfaatkan, yang salah satunya dengan cara membudidayakannya. Dengan demikian studi tentang banondit perlu dilakukan khususnya dari aspek agronomi untuk melihat seberapa besar produktivitas banondit mulai dari karakteristik ekologis sampai dengan produksi dan kualitasnya sehubungan dengan interval defoliasi dan responnya terhadap pemupukan, khususnya pemupukan nitrogen (N).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ekologis padang rumput alam Kebar yang meliputi komposisi botani, komposisi spesies, kapasitas tampung, indeks asosiasi, indeks keanekaragaman dan tingkat dominansi jenis serta mengetahui efektifitas budidaya banondit (Biophytum petersianum Klotzsch)


(31)

4

secara in-situ melalui pengamatan uji produktivitas dengan perlakuan pemberian nitrogen (N) dan pengaturan interval defoliasi.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Informasi bagi pengembangan IPTEK, khususnya yang berkaitan dengan

Range Management di daerah tropik.

2. Informasi bagi instansi terkait dalam upaya peningkatan kualitas padang penggembalaan alami sehingga produksi dari usaha peternakan rakyat, khususnya ternak ruminansia dapat meningkat.

3. Informasi dasar dalam upaya pengembangan, budidaya dan pelestarian banondit (Biophytum petersianum Klotzsch).

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Pemberian Nitrogen (N) dapat meningkatkan produktivitas banondit

(Biophytum petersianum Klotzsch).

2. Interval defoliasi tertentu dapat meningkatkan produktivitas banondit

(Biophytum petersianum Klotzsch).

3. Adanya interaksi perlakuan pemberian nitrogen (N) dan interval defoliasi yang memberikan pengaruh terhadap produktivitas banondit (Biophytum petersianum Klotzsch).


(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Padang Rumput Alam Kebar

Kebar merupakan salah satu dari 29 kecamatan yang ada di kabupaten Manokwari, yang memiliki padang rumput alam. Padang rumput alam Kebar memiliki luasan sebesar 743,75 ha yang terdiri dari beberapa kampung yaitu Kebar timur, tengah dan barat. Padangan ini memiliki 4 bentuk topografi yaitu: cekungan, datar sampai agak datar, datar agak berombak dan berbukit sampai bergunung. Namun lebih banyak didominasi oleh dataran yang merupakan lembah dengan tingkat kelerengan yang berbeda-beda. Oleh karena potensi hijauannya yang banyak, sehingga padang ini merupakan sumber pakan bagi ternak sapi, babi dan kambing tetapi juga satwa liar seperti rusa. Beberapa studi telah dilakukan di lokasi ini untuk melihat potensi kapasitas tampung (Sraun 1987) dan pendugaan populasi rusa (Macap 1997).

Komposisi Botani

Komposisi botani merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai atau mengevaluasi padang penggembalaan dengan menggunakan alat kwadrat-titik. Bagi peneliti yang belum berpengalaman maka akan lebih efisien dan kemungkinan „bias’ kecil apabila dari sejumlah sampel atau cuplikan tertentu analisis komposisi botaninya dilakukan dengan memisahkan tiap spesies dengan tangan dan kemudian menimbangnya (McIllroy 1977).

Menurut Reksohadiprodjo (1994), areal padang penggembalaan yang komposisi botaninya terdiri dari campuran rumput dan legum akan jauh lebih baik dibandingkan dengan areal padang penggembalaan yang mono atau hanya rumput saja. Legum pada padang penggembalaan berfungsi untuk menyediakan nilai makanan yang lebih baik terutama berupa protein, fosfor (P) dan kalsium (Ca). Sedangkan rumput berfungsi untuk menyediakan bahan kering yang lebih banyak dibanding leguminosa dan energi yang lebih baik pula.

Susetyo (1980) menyatakan bahwa komposisi ideal rumput dan leguminosa pada suatu padang penggembalaan adalah 60% : 40%. Selanjutnya komposisi botani dapat diukur dengan beberapa metode antara lain :


(33)

6

1. Pemisahan dengan tangan dan penimbangan hijauan makanan ternak yang telah dipotong.

2. Estimasi persentase bobot pada hijauan makanan yang telah dipotong 3. Estimasi persentase bobot “in situ” di kebun atau lapangan

4. Estimasi unit bobot segar dari tiap-tiap spesies yang terdapat di kebun atau di lapangan.

Selain itu diperkenalkan juga metoda “rank” atau perbandingan yang memberikan persentase relatif tentang kedudukan masing-masing spesies (relative importance

percentages). Metoda ini digunakan untuk menaksir komposisi botani padang

rumput atas dasar bahan kering tanpa dilakukan pemotongan dan pemisahan spesies hijauan. Metoda ini disebut dengan “dry weight rank” (Mannetje dan Jones 2000).

Dengan demikian penggunaan cuplikan dalam analisa komposisi botani dan produksi hijauan mempunyai peranan yang penting. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan letak petak-petak cuplikan yang biasanya digunakan, antara lain: (1) dengan pengacakan, (2) dengan stratifikasi, dan (3) secara sistematik. Dengan metode-metode ini jika dilakukan secara baik dapat memberikan gambaran yang cukup obyektif.

Padang Penggembalaan

Areal padang penggembalaan merupakan sumber penyedia hijauan yang ekonomis dan dapat secara langsung dimanfaatkan oleh ternak yang digembalakan. Areal ini secara tidak langsung harus dapat memenuhi kebutuhan hijauan dari ternak baik secara kuantitas maupun kualitas secara kontinyu.

Padang penggembalaan merupakan sumber penyedia hijauan yang lebih ekonomis dan murah serta dapat secara langsung dikonsumsi oleh ternak atau hewan bahkan satwa liar. Padang penggembalaan ternak umumnya terdiri dari rumput seluruhnya atau leguminosa saja, ataupun campuran rumput dan leguminosa (Susetyo 1980).

Selanjutnya dinyatakan bahwa suatu padang penggembalaan dapat dikatakan berpotensi jika padang tersebut mampu memproduksi hijauan pakan baik secara kualitas maupun kuantitas. Potensi padang penggembalaan ditentukan


(34)

7

oleh lokasi, dimana hijauan pakan tersebut dapat tumbuh dengan baik karena ditunjang oleh kesuburan tanah, iklim, topografi, sumber air dan pengelolaannya.

Nilai kuantitas produksi hijauan di areal padang penggembalaan diukur secara mekanis yaitu dengan memotong dan menimbang hijauan yang ada. Tinjauan aspek kuantitas padang penggembalaan diukur berdasarkan kemampuan kapasitas tampung (carryng capasity).

Kapasitas Tampung

Kapasitas tampung adalah kemampuan suatu padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan pakan yang dibutuhkan oleh sejumlah ekor ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar (Reksohadiprodjo 1985). Kapasitas tampung dinyatakan dalam AU (animal unit) atau satuan/unit ternak (ST/UT). Keadaan stocking rate optimum adalah sangat ideal dalam suatu peternakan karena pertumbuhan ternak dan produksi hijauan pakan berada pada keadaan yang optimum.

Menurut Susetyo (1980), kemampuan berbagai padang rumput dalam menampung ternak berbeda-beda karena adanya perbedaan atau variasi dalam hal kesuburan tanah, curah hujan dan penyebarannya, topografi dan hal lainnya. Taksiran atau estimasinya didasarkan pada jumlah hijauan pakan tersedia. Perhitungan estimasi kapasitas tampung didasarkan atas produksi tumbuhan yang tergolong pakan hijauan yang dapat dikonsumsi oleh ternak.

Produktivitas hijauan berhubungan erat dengan kapasitas tampung pada suatu areal padang penggembalaan ternak. Makin tinggi produktivitas hijauan maka makin tinggi pula kapasitas tampung yang ditunjukkan dengan banyaknya ternak yang dapat digembalakan (Rekspohadiprodjo 1985). Menurut McIllroy (1977), kapasitas tampung untuk daerah tropika berkisar diantara 2-7 UT/ha/tahun yang pengukurannya didasarkan pada persentase bahan kering hijauan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan proyeksi kapasitas tampung, yaitu : (1) penafsiran kuantitas produksi hijauan, (2) Proper use factor (3) menaksir kebutuhan luas tanah per bulan, (4) menaksir kebutuhan luas tanah per tahun berdasarkan rumus Voisin, dan (5) menentukan kapasitas tampung. Langkah-langkah ini digunakan juga untuk menentukan kapasitas tampung padang rumput alam Kebar dalam penelitian ini.


(35)

8

Asosiasi Hijauan Makanan Ternak

Kemampuan berasosiasinya suatu jenis tanaman dengan tanaman lain merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam membudidayakan ataupun mengintroduksi suatu jenis tanaman makanan ternak, baik rumput maupun legum. Menurut Sutanto & Soebagyo (1988), suatu padang rumput dibuat dengan tujuan untuk menyediakan hijauan dengan nilai gizi yang tinggi secara kontinyu, mampu menyediakan ransum seimbang dalam hal ini protein, energi dan mineral serta mampu memanfaatkan transfer nitrogen dari leguminosa (khusus untuk padang campuran antara rumput dan legum). Yang perlu diperhatikan yang berhubungan dengan kemampuan berasosiasi adalah sifat tanaman tersebut, kompetisi dalam memanfaatkan hara ataupun sinar matahari, palatabilitasnya baik dan mampu memberikan respon positif terhadap pertumbuhan kembali setelah mengalami defoliasi. Hal ini juga terjadi pada padang rumput alam Kebar Manokwari, dimana rumput kebar mampu berasosiasi dengan alang-alang. Padahal telah diketahui bahwa alang-alang sendiri memiliki sifat allelopatik dimana jika tumbuh bersama spesies lain maka spesies lain tersebut tidak akan mampu bertahan hidup. Namun di sisi lain, kemungkinan ada senyawa lain yang dapat dihasilkan dari akar alang-alang ini sehingga membuatnya dapat hidup berasosiasi dengan rumput kebar. Fenomena inilah yang ingin dijawab melalui penelitian ini.


(36)

9

Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) Sistematika

Berdasarkan Veldkamp (1976), sistematika banondit adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Geraniales Famili : Oxalidaceae Genus : Biophytum

Spesies : Biophytum petersianum Klotzsch Banondit memiliki ciri sebagai berikut :

Pedunkel : berukuran sangat pendek

Daun : bentuknya obovate atau umumnya bulat, mengumpul dan berpasangan, pucuk daun berjumlah 3-9 pasang.

Buah : bakal buah menumpang dan berlekuk atau bersegi lima. Buah kotak atau buni mengandung biji berukuran kecil.

Gambar 1. Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch)

Habitat

Rumput Kebar dalam bahasa lokalnya disebut ”banondit” (artinya banyak anak) adalah famili Oxalidaceae (belimbing) telah dikenal sejak dulu oleh masyarakat Papua terutama di daerah pegunungan Arfak khususnya Kebar. Kebar merupakan salah satu dari 29 kecamatan di kabupaten Manokwari. Daerah ini


(37)

10

memiliki ketinggian ± > 500 meter dpl dengan padang rumput alam seluas 743,5 ha dari 8900 ha padang rumput alam yang ada di Manokwari (Macap 1997; Mulyono 2000). Jenis tumbuhan ini tumbuh secara alami di daerah ini dan endemik. Perbedaan banondit yang ada di Kebar dan Biophytum petersianum

Klotzsch yang ada di negara Afrika dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b) (c)

Gambar 2. Biophytum petersianum Klotzsch di Afrika (a) Banondit yang ada di Kebar, tumbuh sendiri (b) tumbuh bersama alang-alang (c)

Berdasarkan hasil penelitian Imbiri (1997) dan Imbiri et al. (2000), dilaporkan bahwa banondit memiliki kondisi ekologis atau habitat yang spesifik.

Biophytum petersianum tersebar di lembah Kebar dengan populasi tertinggi

terdapat di daerah Kebar tengah dan Kebar timur. Tumbuhan ini dijumpai berasosiasi dengan Imperata cylindrica dan Paspalum conjugatum (tampak dalam Gambar 3).

Gambar 3. Habitat Biophytum petersianum Klotzsch di Padang Rumput Alam Kebar


(38)

11

Selain itu, banondit juga dijumpai tumbuh pada tanah dengan permeabilitas sedang (4,01 cm/jam – 5,17 cm/jam) sebagai penciri utama dari sifat fisik tanah.

Biophytum petersianum juga dijumpai tumbuh pada tanah dengan sifat kimia

dominan yaitu pH agak asam–masam (4,6-5,6), P tersedia rendah (10,5–13,3 ppm) kandungan sulfur rendah sampai sedang (0,04 – 0,2%). Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Keadaan iklim dengan curah hujan rata-rata 2383 mm/bulan, suhu 26,68oC, kelembaban 82,97% dan intensitas cahaya matahari 64,87 lux yang berada pada ketinggian >500 m dpl sangat menunjang pertumbuhannya.

Tabel 1. Hasil analisis tanah lokasi padang rumput alam Kebar

Jenis Analisa Uraian Kode Sampel Rataan Keterangan

I II III

Tekstur (%) Pasir Debu Liat 86,00 7,00 7,00 89,00 6,00 5,00 70,00 21,00 9,00 81,67 11,33 7,00 Tinggi

pH H2O

KCl 5,40 4,40 6,10 5,00 5,40 4,10 5,63 4,50 Agak masam Bahan Organik (%) C N C/N 1,33 0,11 12,00 3,55 0,24 15,00 1,07 0,09 12,00 1,98 0,15 13,00 Rendah Rendah Sedang HCl 25% (mg/100g)

P2O5

K2O

63,00 37,00 57,00 43,00 19,00 16,00 46,33 32,00 Tinggi Sedang Olsen (ppm) P2O5 37,00 25,00 11,00 24,33 Rendah

Morgan (ppm) K2O 27,00 51,00 47,00 41,67

Nilai Tukar Kation Ca Mg K Na Jumlah KTK KB* 1,92 0,57 0,05 0,00 2,54 6,52 39,00 4,23 0,99 0,10 0,00 5,32 6,60 81,00 1,56 0,40 0,09 0,05 2,10 12,17 17,00 2,57 0,65 0,08 0,02 3,32 8,43 45,67 Rendah Rendah Rendah Sangat rendah Rendah Sedang

KCl 1 N Al3+

H+ 0,32 0,20 0,00 0,04 1,03 0,21 0,45 0,15

Keterangan: *=>100 terdapat kation-kation bebas disamping kation-kation dapat ditukar.

Sumber : Laboratorium Pusat Penelitian Tanah Bogor 2007

Komposisi Kimia

Berdasarkan hasil penelitian Sadsoeitoeboen (2005), komposisi kimia yang terkandung dalam banondit disajikan pada Tabel 2.


(39)

12

Tabel 2. Komposisi Kimia Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) Bahan Penyusun Komposisi (%) Bahan kering

Protein kasar BETN* Serat kasar Lemak kasar Vitamin A (IU)* Vitamin E (IU)* Abu Calsium (Ca)* Phospor (P)* NaCl* 89,06 7,35 32,38 35,85 0,72 199,30 13,27 12,76 1,52 0,60 0,09 Sumber : Sadsoeitoeboen 2005 (* Disempurnakan)

Hasil komposisi di atas menunjukkan bahwa banondit mengandung hampir semua kebutuhan nutrien yang dibutuhkan untuk aktivitas produksi. Selain itu, pada proteinnya juga mengandung 17 asam amino yang sangat dibutuhkan untuk aktivitas produksi dan reproduksi, seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Asam Amino Biophytum petersianum Klotzsch Jenis Asam Amino Komposisi (%) Asam Aspartat Asam Glutamat Serin Glisin Histidin Arginin Treonin Alanin Prolin Tirosin Valin Metionin Sistin Iso-leusin Leusin Fenil-alanin Lysin Tryptophan * 0,255 0,230 0,198 0,123 0,345 0,310 0,220 0,115 0,345 0,316 0,252 0,287 0,254 0,237 0,298 0,360 0,259 - - Sumber : Sadsoeitoeboen 2005.


(40)

13

Manfaat Banondit

Berdasarkan informasi masyarakat lokal, banondit telah banyak dikonsumsi baik di daerah Papua sendiri maupun di Indonesia secara umum. Informasi yang dihimpun di lapangan dalam penelitian ini, diketahui bahwa banyak pasangan suami isteri yang telah lama belum memiliki keturunan (anak) dengan mengkonsumsi (minum) rebusan atau ekstrak tumbuhan ini dapat memberikan hasil yang memuaskan. Bahkan ada beberapa wanita yang memiliki ovarium kiri dan kanan tinggal separuh akibat kista, tetapi dengan mengkonsumsinya tumbuhan ini masih dapat memiliki keturunan (anak). Selain itu, beberapa wanita juga menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi rebusan banondit ini dapat menormalkan siklus menstruasi yakni yang semula 14 hari menjadi 28-30 hari. Sedangkan menurut Veldkamp (1976), banondit telah lama atau secara turun temurun dimanfaatkan sebagai obat kesuburan bagi wanita dan juga untuk ternak babi.

Pemupukan Hijauan Makanan Ternak

Foth (1988) menyatakan bahwa kesuburan suatu jenis tanaman ditentukan oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah. Pupuk merupakan sutau bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Dengan demikian salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara yaitu dengan pemupukan. Ketika tanaman masih muda, tentunya zat hara yang dibutuhkan relatif lebih banyak, sehingga pupuk N, P, dan K yang diberikan harus dalam keadaan yang dapat diserap oleh akar tanaman.

Pemberian pupuk N untuk hijauan dianjurkan 1 sampai 2 minggu setelah tanam atau setelah defoliasi. Sedangkan pupuk P dan K diberikan pada saat pengolahan tanah atau setelah defoliasi atau pemotongan. Hal ini berhubungan dengan sifat N yang mudah tercuci. Oleh karena itu pada hijauan potongan, pemupukan nitrogen (N) diberikan setiap 3-4 kali setahun, sedangkan pupuk P dan K lebih lama yaitu 1-2 kali/tahun (Susetyo 1980).

Jenis rumput tropis umumnya peka terhadap kekurangan nitrogen. Whitehead (1970) dalam Syafria (1996) menyatakan bahwa rumput berkapasitas sangat tinggi dalam mengabsorpsi nitrogen dan kecepatannya tergantung pada tingkat pertumbuhan dan suplai nitrogen. Menurut Susetyo (1980), jika dilakukan


(41)

14

pemupukan nitrogen pada hijauan, maka P dan K juga harus diberikan. Hal ini karena respon pupuk nitrogen akan lebih baik terutama bila dilakukan bersama-sama dengan pemupukan P dan K dalam jumlah yang cukup. Dalam penelitian ini hanya digunakan pupuk N sebagai perlakuan dengan asumsi bahwa berdasarkan hasil analisis tanah (Tabel 1), padang rumput alam memiliki kandungan fosfor (P) dan kalium (K) yang tinggi sehingga tidak diberikan lagi. Selanjutnya dilaporkan juga bahwa produksi bahan kering dan protein kasar rumput Brachiaria

decumbens yang terbaik pada tanah latosol dihasilkan pada pemupukan 300 kg

N/ha, 150 kg P2O5/ha dan 150 kg K2O/ha.

Peranan Nitrogen pada Tanaman

Nitrogen (N) merupakan penyusun utama dari semua senyawa protein. Protein merupakan bagian penting dari protoplasma sel-sel tumbuhan. Selain itu, nitrogen terdapat pula dalam klorofil, nukleotida, phospatida, alkaloid, enzim, hormon dan vitamin (Arief 1983). Nitrogen merupakan unsur hara utama yang mempengaruhi produksi tanaman terutama dari golongan rumput-rumputan (Tisdale et al. 1988). Kebutuhan nitrogen rumput sebagian besar tergantung pada sumber di luarnya, yaitu melalui pengikatan non simbiotik atau penambahan pupuk atau gabungan keduanya (Buckman & Brady 1982).

Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+). Ion nitrat yang diserap segera direduksi menjadi amonium. Ion amonium bersama-sama dengan karbohidrat dalam daun dan bagian tanaman lainnya disintesis menjadi protein dan asam-asam amino. Bertambahnya protein yang dihasilkan menyebabkan tanaman tumbuh lebih besar, sehingga jumlah daun untuk proses fotosintesis bertambah. Pengaruh umum dari pemupukan nitrogen adalah meningkatnya bagian vegetatif tanaman (daun, batang dan akar), produksi bahan kering dan kandungan protein (Sarief 1985). Total nitrogen dalam tubuh tanaman meningkat dengan meningkatnya pemberian nitrogen. Pemberian nitrogen sampai batas tertentu meningkatkan produksi bahan kering, namun dengan level pupuk nitrogen yang lebih tinggi dapat menyebabkan produksi bahan kering menurun (Rhykerd et al. 1969).


(42)

15

Pemberian pupuk N dengan dosis tinggi kerapkali dilakukan pada padang penggembalaan tropika jika rumput yang ditanam tanpa tanaman leguminosa (McIlroy 1977). Tanaman yang kurang mendapat nitrogen akan tumbuh kerdil dan mempunyai sistem perakaran yang terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuningan dan cenderung mudah gugur (Buckman & Brady 1982; Hardjowigeno 1987). Selain itu rendahnya persediaan nitrogen selama masa pertumbuhan vegetatif rumput akan menurunkan pembentukan anakan atau tunas dan ranting atau bunga. Sebaliknya, jika pupuk N ini diberikan secara berlebihan maka akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman. Efek N yang kemungkinan dapat merugikan antara lain:1). dapat menghambat waktu masak, karena peningkatan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan melampaui waktu menjadi masak yang normal, 2). dapat melemahkan batang dan meningkatkan kehampaan biji, 3). kualitasnya rendah dan 4). terkadang dapat mengurangi ketahanan terhadap penyakit.

Jumlah nitrogen dalam larutan tanah yang dapat diserap oleh tanaman dipengaruhi oleh : 1) sifat perakaran tanaman, 2) kehilangan nitrogen melalui penguapan dan proses yang mempengaruhi proses penguapan, 3) pergerakan vertikal dan pencucian NO2, 4) kelembaban di daerah akar dan 5) ada tidaknya

sisa-sisa tanaman yang dapat mengimobilisasi nitrogen (Leiwakabessy 1988). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa pemberian pupuk N untuk rumput jenis perennial dapat mencapai 500 kg/ha. Siklus nitrogen disajikan pada Gambar 4.


(43)

16

Gambar 4. Siklus Nitrogen

Pengaruh Interval Defoliasi pada Tanaman

Defoliasi adalah pemotongan atau pengambilan bagian tanaman yang ada di atas permukaan tanah, baik oleh manusia ataupun oleh renggutan ternak atau hewan itu sendiri pada saat digembalakan (AAK 1983). Frekwensi dan intensitas defoliasi yang tepat menjamin pertumbuhan kembali yang optimal, sehat dan kandungan gizinya tinggi atau baik. Saat tersebut adalah pada akhir fase vegetatif atau menjelang berbunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kembali suatu tanaman makanan ternak adalah adanya ketersediaan bahan makanan (food reserve) berupa karbohidrat di dalam akar dan tunggul yang ditinggalkan setelah defoliasi. Kemudian karbohidrat ini akan dirombak oleh enzim tertentu menjadi energi yang akan digunakan untuk pertumbuhan kembalinya (regrowth).

Menurut Soetanto & Subagyo (1988), frekuensi defoliasi adalah berapa kali pemotongan tanaman hijauan dilakukan. Hal ini perlu dipikirkan oleh seorang peternak. Sebab, setelah defoliasi pertumbuhan kembali tanaman memerlukan zat-zat nutrisi sumber energi seperti gula dan pati yang memang berkaitan erat dengan N, P dan K. Pada interval pemotongan yang panjang, keadaannya tidak


(44)

17

mengkhawatirkan tetapi sebaliknya jika intervalnya pendek atau intensitas pemotongannya tinggi maka karbohidrat dalam akar akan menurun sehingga akan menghambat pertumbuhan kembali karena pembentukan karbohidrat dalam proses fotosinteisis akan terhambat pula. Secara umum, interval ini dapat diatur misalnya dengan melihat musim yaitu musim hujan dan kemarau.

Analisa Vegetasi

Menurut Surianegara dan Indrawan (2008),analisa vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam bidang ilmu kehutanan, analisa vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi yang meliputi: (1) mempelajari tegakan hutan yaitu tingkat pohon dan permudaannya dan (2) mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah yaitu suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi tegakan hutan yaitu pohon dan permudaannya antara lain: (1) Cara petak tunggal, (2) Cara petak ganda, (3) Cara jalur atau transek, (4) Cara garis berpetak.

Struktur dan Komposisi Vegetasi

Stuktur dan komposisi hutan dapat diketahui dengan menghitung jumlah, distribusi, frekuensi dan dominansi.

1). Banyaknya (Abudance) dan kerapatan (density)

Banyaknya individu dari suatu jenis pohon dan tumbuh-tumbuhan lain dapat ditaksir dan dihitung. Pada taraf reconnaisance banyaknya individu suatu jenis ditaksir menurut lima kelas (abundance class) sebagai berikut: (a) Jarang terdapat, (b) Kadang-kadang terdapat, (c) Banyak terdapat, dan (d) Banyak sekali terdapat. Dengan sampling dimungkinkan untuk menghitung banyaknya individu sesuatu jenis pohon dan tumbuh-tumbuhan hutan lainnya. Apabila banyaknya individu dinyatakan per satuan luas, seperti banyaknya (bilangan) per hektar, maka nilai ini disebut kerapatan (density). Untuk menetapkan nilai penting atau dominansi (dominance) sesuatu jenis lain dalam tegakan,


(45)

18

seringkali diperlukan nilai kerapatan relatif yaitu persentase jumlah individu dari suatu jenis yang ada.

2. Frekuensi, yaitu perbandingan banyaknya petak yang terisi oleh sesuatu jenis terhadap jumlah petak-petak seluruhnya, yang biasanya dinyatakan dalam persen, adalah ukuran dari ukuran uniformitas atau regularitas terdapatnya jenis itu dalam tegakan. Untuk menghitung nilai penting atau dominansi diperlukan pula besaran frekuensi relatif yaitu persen frekuensi sesuatu jenis terhadap jumlah frekuensi semua jenis.

3. Dominansi

Dominansi suatu jenis terhadap jenis-jenis lain di dalam tegakan dapat dinyatakan berdasarkan besaran-besaran berikut: (a) Banyaknya individu, (b) Persen penutupan (cover precentage) dan luasnya bidang dasar (basal area), (c) Volume, (d) Biomass, dan (d) Indeks nilai penting (importance value index).

Soerianegara dan Indrawan (2008) membedakan masyarakat tumbuh-tumbuhan di dalam hutan sebagai berikut :

a. Seedling (semai) yaitu permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m.

b. Sapling (pancang, sapihan) yaitu permudaan yang tingginya 1,5 m sampai

pohon-pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm.

c. Pole (tiang) yaitu pohon-pohon muda yang berdiameter 10-35 cm.

d. Pohon dewasa yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 35 cm yang diukur 1,3 meter dari permukaan tanah.

Dalam ekologi hutan satuan yang diselidiki adalah satuan tegakan yang merupakan asosiasi konkrit, analisis vegetasi yang dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah :

1. Mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya.

2. Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali padang rumput/alang-alang, dan vegetasi semak belukar (Soerianegara dan Indrawan 1988).

Menurut Kusmana (1997) dan Indriyanto (2006) mengemukakan bahwa untuk keperluan deskripsi vegetasi ada 3 (tiga) parameter yang penting untuk dianalisis yaitu frekuensi, kerapatan dan dominansi. Indeks Nilai Penting (INP) diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi relatif, kerapatan relatif, dan dominansi relatif.


(46)

19

Indeks keanekaragaman (H’) digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya.

Keanekaragaman Jenis dalam Komunitas

Diversitas atau keanekaragaman merupakan suatu keragaman diantara anggota suatu komunitas (Supriatno 2001). Sementara Deshmukh (1992) mengartikan keanekaragaman sebagai gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing jenis dalam suatu komunitas atau sering disebut kekayaan jenis. Menurut Resosoedarmo dkk. (1984), keanekaragaman kecil terdapat pada komunitas yang ada di daerah dengan lingkungan yang ekstrim, seperti daerah kering, tanah miskin, dan pegunungan tinggi. Sementara itu keanekaragaman tinggi terdapat di daerah dengan lingkungan optimum.

Menurut Odum (1993) ada dua komponen keanekaragaman jenis yaitu kekayaan jenis dan kesamarataan. Kekayaan jenis adalah jumlah jenis dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis cenderung besar dalam suatu komunitas yang lebih tua. Keanekaragaman jenis cenderung kecil untuk komunitas yang baru dibentuk. Kesamarataan adalah pembagian individu yang merata diantara jenis. Pada kenyataannya setiap spesies itu mempunyai jumlah individu yang tidak sama. Analisis keanekaragaman jenis dapat dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman menurut Shannon.

Ngabekti (2003) menyatakan ada dua macam pendekatan yang digunakan untuk menganalisis keanekaragaman jenis,yaitu:

a. Perbandingan yang didasarkan pada bentuk, pola atau kurva banyaknya jenis. b. Perbandingan yang didasarkan pada indeks keanekaragaman.


(47)

(48)

BAHAN DAN METODE

PENELITIAN I: PENGAMATAN KARAKTERISTIK EKOLOGIS PADANG RUMPUT ALAM KEBAR

Pengamatan ekologi padang rumput alam Kebar terdiri atas tiga komponen antara lain: 1) pengamatan komposisi botani petak pengamatan; 2) perhitungan proyeksi kapasitas tampung dan; 3) pengukuran komposisi jenis vegetasi dan asosiasi banondit dengan tumbuhan lainnya.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di areal padang rumput alam Kebar yang luasnya 622,2 ha, yang berlangsung selama tiga bulan, yaitu pada bulan Juni-Agustus 2009.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi vegetasi atau tumbuhan yang ada di areal padang rumput alam Kebar. Peralatan yang digunakan antara lain: kompas, kamera, parang, pisau, tali rafia, meteran/rol meter, kayu untuk patok, lembar pengamatan, buku kunci identifikasi, buku tulis, plastik sampel, kertas koran, label/kode gantung, dan pensil/pena.

Metode Pengambilan Data 1. Komposisi Botani Petak Pengamatan

Penentuan lokasi untuk pembuatan petak pengamatan dilakukan dengan menyesuaikan letak dan tempat tumbuh banondit di padang rumput alam, kemudian dilakukan pengukuran lahan. Luas lahan yang digunakan adalah 80 m x 20 m = 1600 m2. Metode yang digunakan adalah “dry weight rank” (Mannetje & Jones 2000) yaitu perbandingan yang memberikan persentase relatif tentang kedudukan masing-masing spesies (relative importance percentages). Metode ini digunakan untuk menaksir komposisi botani padang rumput atas dasar bahan kering tanpa dilakukan pemotongan dan pemisahan spesies hijauan.

2. Proyeksi Kapasitas Tampung

Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam menentukan kapasitas tamping (Susetyo 1980), yaitu : (1) penafsiran kuantitas produksi hijauan, (2)

Proper use factor (3) menaksir kebutuhan luas tanah per bulan, (4) menaksir kebutuhan luas tanah per tahun berdasarkan rumus Voisin, dan (5) menentukan


(49)

22

kapasitas tampung. Berdasarkan langkah-langkah ini, digunakan juga untuk menentukan kapasitas tampung padang rumput alam Kebar dalam penelitian ini.

3. Komposisi Jenis Vegetasi dan Asosiasi Banondit

Metode yang digunakan adalah metode transek garis berpetak (line plot

transect), yang diawali dengan pembuatan jalur-jalur (Fachrul 2007). Setiap petak

contoh berbentuk segiempat dengan ukuran 1 m x 1 m sehingga jumlah petak contoh seluruhnya 55 buah. Petak contoh tersebut disusun secara sistematis dengan jarak antarpetak contoh dalam satu garis rintis 100 m, sedangkan jarak antargaris rintis 100 m. Garis rintis dibuat searah dengan gradien ketinggian tempat dan tegak lurus dengan garis dasar (base line) (lihat Gambar 5). Pengukuran dilakukan dengan kuadran ukuran 1 m x 1 m, hijauan yang berada di dalam kuadran diamati jenisnya, dan dihitung jumlahnya. Jenis yang tidak diketahui, diambil sampelnya, diberi label/kode untuk dibuat spesimen dan selanjutnya dilakukan indentifikasi di Herbarium Manokwariense Pusat Studi Keanekaragaman Hayati (PSKH) Unipa Manokwari.

100 m

Garis dasar

100 m


(50)

23

Prosedur Pelaksanaan 1. Komposisi Botani

Prosedur yang digunakan dalam pengamatan komposisi botani (Mannetje & Jones 2000) adalah :

1) Tabel isian dan semua peralatan yang akan digunakan, disiapkan.

2) Bingkai/kuadran ukuran 1m x 1m dilempar secara acak di petak pengamatan sesuai dengan jumlah cuplikan yang akan diambil yaitu 20 cuplikan atau 10 cluster. Kemudian vegetasi yang ada dalam kuadran pada setiap cuplikan yang diambil, dan dibuat rangking sesuai dengan proporsinya. Proporsi yang digunakan terdiri dari Imperata cylindrica (A), banondit (B), leguminosa (C), dan gulma/hijauan lain (D).

3) Proporsi hijauan yang telah diranking dimasukkan/ditulis dalam tabel isian. 4) Perhitungan komposisi botani menggunakan koefisien konstanta rasio,

antara lain:

 untuk jumlah ranking sama/data lengkap : ranking 1 = 70,2 ; ranking 2 = 21,1 dan ranking 3 = 8,7.

 untuk jumlah ranking berbeda/data tidak lengkap : ranking 1 = 8,04; ranking 2 = 2,41 dan ranking 3 = 1.

2. Proyeksi Kapasitas Tampung

Prosedur yang digunakan dalam pengamatan ini (Susetyo 1980) adalah : 1. Tabel isian dan semua peralatan yang akan digunakan, disiapkan.

2. Bingkai/kuadran dilempar secara acak di areal petak pengamatan sesuai dengan jumlah cuplikan yang akan diambil yaitu 10 cuplikan atau 5 cluster. Kemudian vegetasi yang ada dalam kuadran pada setiap cuplikan yang diambil, dan dipotong setinggi 5 cm dari permukaan tanah.

3. Hijauan yang telah dipotong dimasukkan ke dalam amplop sampel yang telah disediakan, kemudian diberikan kode. Hal ini dilakukan sama untuk semua jumlah cuplikan yang diambil.

4. Hijauan yang telah dimasukkan dan diberikan kode tersebut ditimbang untuk mengetahui berat segarnya dan dicatat hasil penimbangannya pada tabel isian.


(51)

24

5. Perhitungan kapasitas tampung berdasarkan produksi hijauan yang diperoleh.

3. Pengamatan ekologi padang rumput alam Kebar

Data yang dikumpulkan meliputi jenis vegetasi/tumbuhan, kerapatan (jumlah individu per luasan), dan frekuensi.

Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengamatan ekologi padang rumput alam Kebar

a. Komposisi dan Dominansi Jenis

Untuk mengetahui komposisi jenis dan tingkat dominansi jenis vegetasi di areal padang rumput alam, digunakan beberapa rumus menurut Soerianegara dan Indrawan (2008), sebagai berikut :

1. Kerapatan (individu/m2) Kerapatan (K)

= Jumlah individu suatu jenis Total luas petak contoh 2. Kerapatan Relatif (%)

Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan dari suatu jenis x 100% Kerapatan dari seluruh jenis

3. Frekuensi

Frekuensi (F) = Jumlah petak contoh ditemukannya suatu jenis Jumlah seluruh petak contoh

4. Frekuensi Relatif (%)

Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis

5. Index Nilai Penting (INP)

Index Nilai Penting = Kerapatan Relatif (KR) + Frekuensi Relatif (FR)

6. Dominansi jenis/spesies tumbuhan

Dominansi jenis/spesies tumbuhan ditentukan dengan parameter perbandingan nilai penting (summed dominance ratio/SDR). Perbandingan nilai penting dihitung dengan rumus sebagai berikut Muller et al. 1974):


(52)

25

Tinggi atau rendahnya tingkat dominansi jenis ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

SDR tertinggi – SDR terendah

Interval kelas penguasaan jenis (I) = ---

3

Kriteria tingkat penguasaan jenis adalah:

(1) Tingkat penguasaan rendah : SDR < (SDR terendah + I)

(2) Tingkat penguasaan sedang : SDR = (SDR terendah + I) – (SDR terendah +

2I)

(3) Tingkat penguasaan tinggi : SDR > (SDR terendah + 2I)

7. Indeks keragaman jenis (H’) (Misra 1980; Kusmana 1997; Fachrul 2007) yaitu:

ni ni H’ = - ∑ --- log --- N N Dimana:

H’ = indeks keragaman Shanon-Wienner ni = jumlah individu dari suatu jenis ke-i N = jumlah total individu seluruh jenis

8. Indeks Asosiasi

Pengukuran indeks asosiasi untuk mengetahui asosiasi antar Biophytum

petersianum Klotzsch (banondit) dan alang-alang dengan tumbuhan

lainnya menggunakan indeks Ochiai (Ludwig & Reynold 1988) yaitu: a

Oi = --- (√a + b) (√a + c)

Dimana:

a= jumlah petak ditemukannya kedua jenis (a dan b) b= jumlah petak ditemukannya jenis a

c= jumlah petak ditemukannya jenis b Asosiasi terjadi pada selang nilai 0-1


(53)

26

PENELITIAN II: UJI PRODUKTIVITAS BANONDIT (Biophytum

petersianum Klotzsch) MELALUI PEMBERIAN NITROGEN DAN

INTERVAL DEFOLIASI Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung pada bulan April 2009-Februari 2010, bertempat di Padang Rumput Alam Kebar Manokwari. analisis bahan kering dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK) Unipa Manokwari. Analisis proksimat di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan IPB. Analisis vitamin di Laboratorium analisis dan kalibrasi Balai Besar Industri Agro Bogor. Analisis tanah di Puslit Tanah Bogor dan analisis senyawa fitokimia di Pusat Penelitian Biofarmaka IPB.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih banondit yang diperoleh langsung dari padang rumput alam Kebar, pupuk urea (CO(NH2)2),

alkohol dan air. Media tanam yang digunakan adalah tanah pada padang rumput alam Kebar. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sekop, cangkul, parang, termohigrometer, altimeter, lightmeter, GPS, gunting stek, meteran, timbangan, oven, ember, plastik spesimen, kantong sampel, polybag ukuran 30 cm x 25 cm, saringan ukuran 2 mm dan 5 mm, tugal dan kertas koran. Sedangkan untuk analisis laboratorium yaitu unit alat kimia untuk analisis kualitas dan metabolit sekunder banondit.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pola faktorial 4 x 3 yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (Faktorial RAL).Faktor I (N) : Pemupukan N dengan 4 taraf yaitu: 0 kg N/ha (N0), 50 kg N /ha (N1), 100 kg N/ha (N2), dan 150 kg N/ha(N3). Faktor II (P) : Interval defoliasi dengan 3 taraf yaitu: 40 hari (P0), 60 hari (P1) dan 180 hari atau berbiji (P2). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga diperoleh 60 unit percobaan. Penentuan letak dan penempatan setiap perlakuan dilakukan secara acak sesuai dengan denah percobaan (Lampiran 10). Semua data pengamatan diolah secara statistik dengan


(54)

27

analisis ragam (Anova), jika terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) (Steel and Torrie 1993).

Model matematik dari rancangan yang digunakan (Snedecor dan Cochran 1967) yaitu : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε ijk

dimana : i= 1, 2, 3, 4; j= 1, 2, 3; k= 1, 2, 3, 4, 5

Yijk : Nilai pengamatan karena adanya pengaruh perlakuan kombinasi faktor

pemupukan N ke-i, interval defoliasi ke-j dan ulangan ke-k µ : nilai rataan umum

αi : pengaruh perlakuan pemupukan N ke-i

βj : pengaruh perlakuan interval defoliasi ke-j

(αβ)ij : pengaruh interaksi dari faktor pemupukan N ke-i dan interval defoliasi

ke-j

εijk : pengaruh galat perlakuan kombinasi faktor pemupukan N ke-i, interval

defoliasi ke-j dan ulangan ke-k

Prosedur Pelaksanaan 1. Persiapan Media Tanam dan Bahan Tanam

Tahap ini dilakukan dengan persiapan media tanam berupa pembersihan lahan atau lokasi tempat pengambilan tanah. Tanah tersebut dijemur hingga kering kemudian dipisahkan dari akar dan tanaman lain, lalu diayak dengan saringan 2 mm kemudian ditimbang masing-masing 5 kg dan dimasukkan ke dalam polibag. Polibag yang digunakan berukuran 30 x 25 cm2 sebanyak 60 buah. Bahan tanam yang digunakan yaitu benih banondit yang telah tua/berbiji, yang dipanen dari padang rumput alam kemudian dijemur selama 3 hari hingga kering. Kemudian ditimbang masing-masing 20 gram untuk disemai pada setiap polibag. Selanjutnya untuk menghindari gangguan ternak pada lokasi penelitian, dibuat pagar pembatas.

2. Pemberian Pupuk Urea

Pupuk diberikan satu kali saja yaitu tiga minggu setelah benih banondit tumbuh. Pupuk urea digunakan sesuai perlakuan yaitu masing-masing 0,13 gram (50 kg N/ha), 0,25 gram (100 kg N/ha) dan 0,38 gram (150 kg N/ha) per polibag (5 kg tanah), yang diberikan dengan cara dibenam.


(55)

28

3. Penanaman, Pemeliharaan dan Pengamatan

Setelah semua polibag dan benih banondit siap, dilakukan penanaman dengan menabur benih banondit di dalam setiap polibag yang ada. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari serta pembersihan gulma. Pertumbuhan banondit setelah berkecambah terlalu padat sehingga dilakukan penjarangan, dimana setiap polibag hanya tersisa 10 tanaman. Pengukuran dilakukan setiap minggu meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun.

4. Pemanenan dan pengambilan sampel tanah

Pemanenan dilakukan hanya sekali sesuai dengan intervalnya karena banondit merupakan tanaman annual. Pemotongan dilakukan pada saat tanaman banondit berumur 40 hari, 60 hari dan 180 hari dimana banondit telah berbiji atau fase generatif. Pengambilan sampel tanah dilakukan sebelum dan sesudah penelitian, yaitu 1 sampel kontrol dan 3 sampel perlakuan.

5. Analisis laboratorium

Semua tanaman banondit yang dipanen, digunakan untuk analisis bahan kering.

6. Deskripsi Banondit

Pengamatan dilakukan sejak benih banondit disemai hingga berkecambah (umur 12 hari) yang meliputi waktu kecambah, jumlah kecambah, jumlah daun dan tangkai daun, waktu berbunga, bentuk daun, warna bunga, dan biji. 7. Pengamatan data iklim

Data iklim yang dikumpulkan meliputi: curah hujan (mm), intensitas cahaya matahari (%), suhu udara (oC) dan kelembaban (%).

Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Waktu Berkecambah (hari)

Waktu kecambah banondit yaitu lama waktu yang diperlukan benih banondit untuk tumbuh atau berkecambah, dengan cara mengamati benih pada setiap petak percobaan dan polibag.


(56)

29

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi. Dilakukan dengan cara mengatupkan seluruh daun ke atas dengan tangan sampai tegak lurus kemudian dilakukan pengukuran secara vertikal pada bagian tanaman yang paling tinggi dari permukaan tanah. Tinggi tanaman diukur setiap minggu sekali.

3. Diameter batang (mm)

Pengukurannya dilakukan pada saat panen dengan menggunakan kaliper, tepat di bagian tengah dari batang banondit.

4. Panjang akar (cm)

Pengukurannya dilakukan pada saat panen, dengan cara mengatupkan seluruh rambut akar di atas kertas pada bagian akar yang paling panjang dari pangkal akar.

5. Jumlah Ligula Daun (buah)

Jumlah ligula daun yang diukur yaitu banyaknya daun yang tumbuh atau muncul sejak banondit berkecambah hingga panen, yang diukur setiap minggu pada saat panen.

6. Bobot Segar dan Bobot kering (mg/polibag)

Bobot segar diperoleh dengan cara pemotongan sesuai perlakuan dan ditimbang seluruh hijauan yang ada pada setiap polibag. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 48 jam sampai beratnya konstan, untuk mengetahui bobot keringnya.

7. Produksi bahan kering (mg/polibag)

Produksi bobot segar dikonversikan ke dalam bobot kering untuk mengetahui produksi bahan kering.

8. Rasio Daun Batang

Rasio daun dan batang diperoleh dengan menimbang sejumlah sampel yaitu daun dan batang secara terpisah yang telah dikeringkan dalam oven. Kemudian dilakukan pembagian antara bobot kering daun dan bobot kering batang.


(57)

30

Kandungan bahan organik diperoleh dengan melakukan analisis kadar abu sampel banondit.

10.Kualitas Banondit dan Alang-alang (%)

Kualitas banondit dan alang-alang diperoleh melalui analisis proksimat untuk mengetahui kandungan zat-zat makanan (protein, lemak, serat kasar, bahan kering, abu dan vitamin A dan E).

11.Senyawa Metabolit Sekunder (%)

Senyawa metabolit sekunder diperoleh melalui analisis dengan menggunakan metode fitokimia untuk mengetahui senyawa aktif apa yang terkandung dalam banondit.


(58)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENELITIAN I: PENGAMATAN KARAKTERISTIK EKOLOGIS PADANG RUMPUT ALAM KEBAR

Keadaan Umum Kecamatan Kebar Letak

Luas wilayah kecamatan Kebar sebesar 1620,60 km2 atau sekitar 11,22% dari total luasan kabupaten Manokwari (Gambar 6). Berdasarkan luas wilayah, maka distrik Kebar merupakan daerah yang terluas (BPS 2008). Kecamatan Kebar terletak di daerah pedalaman dengan ketinggian 500-600 m dpl pada daerah yang berpenduduk, sedangkan hutannya menyebar pada ketinggian 600 – 2000 m dpl. Batas-batas wilayah distrik ini yaitu :

 Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Saukorem  Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Merdey  Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Prafi  Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong.

Gambar 6. Peta kecamatan Kebar (Sumber:RJPM Kabupaten Manokwari 2006-2010)


(59)

32

Topografi

Kecamatan Kebar merupakan dataran yang melebar dan melandai dari arah timur ke barat. Bentuk wilayahnya dapat digolongkan dalam 4 golongan yaitu: (1) Cekungan. Terdapat di daerah bagian timur Kebar dan merupakan daerah rawa yang permanen. (2) Datar sampai agak datar. Terdapat di daerah bagian timur Kebar dan menempati daerah terluas hampir di seluruh bagian tengah memanjang dari arah timur ke barat. Wilayah ini memiliki lereng 0-3% dengan perbedaan tinggi <5 meter. Bagian datar merupakan lembah dengan panjang ± 25 km. (3) Datar agak berombak. Daerah ini terdapat di sebelah utara sungai Arapi, dengan kelerengan 3% dan perbedaan tinggi <5 meter. (4) Berbukit sampai bergunung. Daerah ini tersebar memanjang di bagian utara dan selatan Kebar dengan kelerengan 30% dan perbedaan tinggi mencapai 50-200 meter (Sraun 1987).

Flora dan Fauna

Berdasarkan tipenya, vegetasi di distrik Kebar dapat dibedakan atas hutan primer, hutan sekunder, padang rumput, dan rawa. Hutan primer yaitu hutan yang terdiri dari pohon-pohon yang berukuran besar, tumbuh lurus, tegak dan tinggi seperti pohon kayu besi (Intsia sp.). Pada bagian kanopi biasanya ditumbuhi epifit (termasuk anggrek), sedangkan pada bagian bawahnya ditumbuhi semak belukar, paku-pakuan dan lumut menyebabkan keadaan hutan gelap dan lembab. Hutan sekunder ditumbuhi oleh pohon-pohon yang berdiameter kecil dan terdiri dari jenis pohon matoa (Pometia sp.), binuang (Octomeles sumatrana), damar

(Araucaria sp.) yang sejak pemerintah Belanda sudah ditanam di beberapa lokasi

dan masih ada sampai saat ini. Selanjutnya ada juga kayu merah (Homalium foetidum), pulai (Alstonia sp.), sukun (Arthocarpus communis), rotan (Calaus

Spp. dan Korthalsia sp.), pandan (Pandanus sp.), berbagai jenis bambu, kayu raja

(Endospermum molucanum), pala hutan (Myristica spp.), sirih hutan (Piper

aduncum), sagu (Metroxylon sp.), enau (Arenga pinnata), langsat (Lansium

domesticum), kedondong hutan (Spondias dulcis), melinjo (Gnetum gnemon),


(1)

Lampiran 51. Analisis ragam rasio daun batang Dependent Variable: RASI O_DAUN_BATANG

120,854a 11 10,987 8,342 ,000

763,980 1 763,980 580,091 ,000

35,810 3 11,937 9,063 ,000

16,604 2 8,302 6,304 ,004

68,440 6 11,407 8,661 ,000

63,216 48 1,317

948,050 60

184,070 59

Source

Corrected Model Intercept PUPUK DEFOLIASI

PUPUK * DEFOLI ASI Error

Total

Corrected Total

Ty pe I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Lampiran 52. Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap rasio daun batang Duncana,b

15 2,4400

15 3,3733

15 3,9133 3,9133

15 4,5467

1,000 ,204 ,137

PUPUK N3 N0 N2 N1 Sig.

N 1 2 3

Subset

Lampiran 53. Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap rasio daun batang

Duncana,b

20 3,1100 20 3,2900

20 4,3050

,622 1,000 DEFOLIASI

P2 P1 P0 Sig.

N 1 2

Subset


(2)

105

Lampiran 54. Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap rasio daun batang Duncana,b

5 2,1000

5 2,2800 2,2800

5 2,4600 2,4600

5 2,6000 2,6000

5 2,6200 2,6200

5 2,8400 2,8400 2,8400

5 2,9200 2,9200 2,9200

5 3,8200 3,8200 3,8200

5 4,3200 4,3200

5 4,7400

5 5,0800

5 7,0400

,338 ,071 ,067 ,119 1,000

INTERAKSI N3P1 N1P2 N0P2 N3P0 N3P2 N2P0 N0P1 N2P1 N1P1 N0P0 N2P2 N1P0 Sig.

N 1 2 3 4 5

Subset

Lampiran 55. Analisis ragam kandungan bahan organik banondit

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: BAHAN_ORGANIK

206,694a 11 18,790 1,755 ,090

433279,028 1 433279,028 40465,949 ,000

101,738 3 33,913 3,167 ,033

67,262 2 33,631 3,141 ,052

37,694 6 6,282 ,587 ,739

513,948 48 10,707

433999,670 60

720,642 59

Source

Corrected Model Intercept PUPUK DEFOLIASI

PUPUK * DEFOLI ASI Error

Total

Corrected Total

Ty pe I II Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

R Squared = , 287 (Adjusted R Squared = ,123) a.

Lampiran 56. Uji lanjut Duncan perlakuan pupuk terhadap kandungan bahan organik

Duncana,b

15 83,7067 15 83,8200

15 85,5333 85,5333

15 86,8533

,155 ,275

PUPUK N1 N0 N2 N3 Sig.

N 1 2


(3)

Lampiran 57. Uji lanjut Duncan perlakuan interval defoliasi terhadap kandungan bahan organik

Duncana,b

20 83,4850

20 85,6300

20 85,8200

1,000 ,855 DEFOLIASI

P0 P2 P1 Sig.

N 1 2

Subset

Means f or groups in homogeneous subset s are display ed.

Lampiran 58. Uji lanjut Duncan perlakuan interaksi terhadap kandungan bahan organik

Duncana,b

5 81,5600 5 81,6800

5 83,9200 83,9200 5 84,0800 84,0800 5 84,6200 84,6200 5 85,5200 85,5200 5 85,7200 85,7200 5 85,8200 85,8200 5 86,0800 86,0800 5 86,2200 86,2200 5 86,2600 86,2600 5 88,2600 ,061 ,082 INTERAKSI

N0P0 N1P0 N1P2 N0P2 N2P0 N1P1 N2P1 N0P1 N3P0 N3P1 N2P2 N3P2 Sig.

N 1 2


(4)

107

Lampiran 59. Kriteria penilaian hasil analisis tanah

Sifat Tanah Kriteria

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

C (%) N (%) C/N

P2O5 HCl 25%

(mg/100g) P2O5 Bray I

(ppm) P2O5 Olsen

(ppm) K2O 25%

(me/100g) KTK (CEC) (me/100g tanah) Susunan Kation: K (me/100g) Na (me/100g) Mg (me/100g) Ca (me/100g) Kejenuhan Basa (%) Kejenuhan Al (%) Cadangan mineral (%) Daya hantar listrik BCx103 (mmhos/cm) 1.00 0.1 5 10 10 10 10 5 0.1 0.1 0.4 2 20 10 5 1 1.00-2.00 0.10-0.20 5-10 10-20 10-15 10-25 10-20 5-16 0.1-0.2 0.1-0.3 0.4-1.0 2-5 20-35 10-20 5-10 1-2 2.01-3.00 0.21-0.50 11-15 21-40 16-25 26-45 21-40 17-24 0.3-0.5 0.4-0.7 1.1-2.0 6-10 36-50 21-30 11-20 2-3 3.01-5.00 0.51-0.75 16-25 41-60 26-35 46-60 41-60 25-40 0.6-1.0 0.6-1.0 2.1-8.0 11-20 51-70 31-60 21-40 3-4 5.00 0.75 25 60 35 60 60 40 1.0 1.0 0.8 20 70 60 40 4


(5)

vii

RINGKASAN

DIANA SAWEN. Pengamatan Ekologi Padang Rumput Alam Kebar Papua dan Uji Produktivitas Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch) melalui Pemberian Nitrogen dan Interval Defoliasi. Dibimbing oleh LUKI ABDULLAH dan SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNJO.

Rumput kebar dalam bahasa lokalnya disebut ”banondit” merupakan famili

Oxalidaceae (belimbing) telah dikenal sejak turun temurun oleh masyarakat Papua terutama di daerah pegunungan Arfak khususnya Kebar sebagai obat kesuburan bagi manusia dan juga ternak babi. Banondit (Biophytum petersianum Klotzsch), juga berpotensi sebagai hijauan pakan karena dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak, mempunyai produksi cukup baik di padang rumput alam yang luas dan disukai (palatable) oleh ternak. Penelitian ini mengkaji aspek karakteristik ekologi padang rumput alam yang meliputi komposisi botani, indeks asosiasi, kapasitas tampung dan komposisi spesies serta penguasaan jenisnya. Selain itu juga untuk mengetahui efektifitas budidaya banondit (Biophytum petersianum

Klotzsch) melalui pengamatan uji produktivitas dengan perlakuan pemberian nitrogen (N) dan pengaturan interval defoliasi.

Pengamatan ekologi padang rumput menggunakan metode ”dry weight rank” untuk pengambilan data komposisi botani, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan produksi hijauan dan kapasitas tampung. Selain itu juga dilakukan pengamatan komposisi dan penguasaan spesies vegetasi penyusunnya dengan metode transek garis berpetak dengan pembuatan jalur-jalur dengan petak contoh sebanyak 55 buah. Uji produktivitas menggunakan rancangan RAL 4x3 pola faktorial dengan faktor I taraf pemupukan nitrogen (N): 0, 50, 100, 150 kg N/ha dan faktor II interval defoliasi (P): 40, 60, 180 hari, dan 5 ulangan.

Hasil penelitian aspek ekologi menunjukkan bahwa komposisi botani areal petak pengamatan pada padang rumput alam Kebar didominasi oleh Imperata cylindrica (59%), gulma atau hijauan lain (24%), banondit (9%) dan sebagian kecil leguminosa (8%). Prediksi kapasitas tampung padang rumput alam Kebar seluas 622.2 ha adalah 777.75 UT/ha/tahun. Jumlah spesies tumbuhan yang terdapat pada padang rumput alam Kebar adalah 35 spesies dengan total kerapatan tumbuhan sebesar 239818.18 individu/ha. Kerapatan tiap jenis tumbuhan bervariasi antara 363.64 individu/ha dan 41818.18 individu/ha. Frekuensi diketemukannya tiap jenis tumbuhan juga bervariasi antara 0.02 dan 1. Berdasarkan persentase kekayaan spesies, padang rumput Kebar digolongkan sebagai padang rumput alami dimana secara fisik/visual memiliki jumlah spesies yang terbanyak adalah golongan rumput (Poaceae).Padang rumput alam Kebar masih didominasi oleh Imperata cylindrica dengan indeks nilai penting (INP) tertinggi (31.05%), keanekaragaman spesiesnya masih tergolong rendah (<1) dan spesies penyusunnya menunjukkan toleransi untuk hidup bersama (asosiasi) yang tinggi (0.67-0.70) antara banondit dengan spesies lainnya serta sebagian besar spesies tumbuhannya memiliki tingkat penguasaan yang rendah.

Hasil uji produktivitas menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemupukan nitrogen sampai 150 kg/ha dan interval defoliasi 180 hari merupakan kombinasi perlakuan terbaik karena meningkatkan tinggi tanaman, jumlah ligula daun, bobot segar daun, bobot segar total, bobot kering daun, bobot kering batang, bobot


(6)

viii

kering total, produksi bahan kering dan kandungan bahan organik banondit. Komposisi kimia banondit terdiri dari protein kasar 10,76%, serat kasar 22,17%, dan vitamin E (tokoferol) sebesar 1210 IU. Sedangkan hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa banondit mengandung senyawa tannin, flavonoid dan steroid. Vitamin E yang tinggi, adanya senyawa flavonoid dan streroid yang diduga memberikan efek pada kesuburan. Dengan demikian banondit dapat berpotensi sebagai pakan hijauan.