Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

money 2,8, IR tingkat bunga 45,2, dan lnEXC kurs 18,6 memberi andil 66,6 terhadap krisis keuangan di Indonesia, sedangkan jika kita mengganti ketiga sistem tersebut sesuai dengan perspektif Islam lnJM persediaan just money 0,7, RS laba PLS 2,5, dan lnGOLD mata uang global tunggal 0,2 hanya akan memberi andil 3,4 terhadap krisis keuangan di Indonesia, atau pengurangan besar-besaran yakni 63,2. Dari hasil empiris ini kemudian menunjukkan hasil bahwa jika tiga penyebab krisis keuangan yang terdiri dari fiat money, bunga dan nilai tukar jika diganti dengan alternatif Islam seperti persediaan just money, PLS, dan mata uang global tunggal, maka maka tiga penyebab krisis keuangan yang berakar dari riba akan dapat dihilangkan. Jarita, Kusuma dan Sumandi 2016 melakukan penelitian tentang ketahanan perbankan Syariah di Indonesia dengan menggunakan pendekatan sinyal. Penelitian ini mencoba untuk membangun Islamic banking resilience index IBRI dengan menggunakan data sejak 2004 sampai 2016. Penelitian ini menggunakan beberapa variabel diantaranya, rasio M2 terhadap cadangan devisa, pertumbuhan kredit domestik, nilai tukar riil dan inflasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja perbankan Syariah pada tahun 2004 cukup buruk, namun secara bertahap stabil, penggunaan beberapa variabel makro seperti rasio m2 dengan cadangan devisa, pertumbuhan kredit domestic, nilai tukar riil dan inflasi secara empiris menunjukkan tingkat noise to signal ratio NSR yang rendah. Hardy dan Pazarbasioglu 1998 melakukan penelitian untuk krisis perbankan dengan judul leading indicator of banking crises : was Asia different? Penelitian ini menggunakan 38 negara dari 1980-1997. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi peran dari makroekonomi, sektor perbankan dan sektor rill menjelang terjadinya gangguan dalam sistem perbankan. Secara empiris penelitian ini menemukan bahwa tekanan yang terjadi dalam sistem perbankan dikaitkan dengan penurunan pada GDP rill, adanya prosiklikalitas ekonomi, inflasi, ekspansi kredit dan aliran modal. Muliaman D. Hadad dkk 2003 tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor-faktor yang dapat menyebabkan krisis perbankan. Penelitian ini secara umum menggunakan beberapa sektor, seperti kelompok variabel sektor riil meliputi pertumbuhan PDB riil, pertumbuhan konsumsi swasta, dan pertumbuhan investasi. Selanjutnya, untuk kelompok variabel sektor perbankan digunakan data dana pihak ketiga dan kredit kepada sektor riil, sementara untuk kelompok variabel shocks digunakan data inflasi dan nilai tukar riil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor makroekonomi, internal perbankan, dan shocks secara bersama-sama dapat dijadikan indikator awal terjadinya krisissevere distress pada industri perbankan. Hagen dan Ho 2006 melakukan penelitian dengan judul money market pressure and the determinants of banking crises . Penelitian ini membangun index of money market pressure untuk mengidentifikasi krisis perbankan. penelitian ini menggunakan data dari 47 negara dari tahun 1980 sampai 2001 dan menganalisis menggunakan model logit. Penelitian ini menemukan bahwa krisis perbankan dapat dijelaskan melalui beberapa kondisi seperti resesi yang parah, adanya inflasi yang tinggi, terjadi defisit fiskal yang cukup besar, terjadi overvalue pada nilai tukar rill dan skema asuransi deposito. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa krisis mata uang dapat meningkatkan kemungkinan krisis pada sistem perbankan, terutama dampak menular atau contagion effect dari negara maju. Imansyah dan Kusdarjito 2009 melakukan penelitian dengan judul “meramalkan potensi risiko krisis atau instabilitas di sektor keuangan: pendekatan jaringan saraf b uatan”. Penelitian ini menggunakan sistem deteksi dini dengan model jaringan saraf buatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model krisis keuangan di Indonesia. Dalam penelitian ini dapat menggabungkan semua sektor seperti pasar mata uang asing, pasar saham dan perbankan dalam satu model yang terintegrasi. Hasil dari penelitian ini adalah mampu mengidentifikasi 19 indikator utama yang harus diawasi secara seksama untuk menghindarkan dan mengantisipasi ketidakstabilan di seluruh sektor keuangan di Indonesia. Indikator indikator ini adalah 1 banking-foreign liabilities, 2 commodity food price index, 3 commodity industrial inputs price index,4 creditGDP growth, 5 current accountGDP,6 fiscal deficit,7 foreign debtIR,8 government consumptionGDP, 9 imports growth, 10 inflation yoy, 11 international reserves, 12 IRimport,13 JSX growth,14 lendingsaving interest rate, 15 M2 multiplier growth,16 M2IR growth,17 real exchange rate deviation from trend, 18 short-term capital flowGDP, dan 19 spread real int. rate on deposit-fed fund rate. Weni Septi Susanti 2016 melakukan penelitian dengan judul analisis tekanan perbankan di Indonesia. Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder runtut waktu bulan dari tahun 2001-2015. Variabel yang digunakan untuk menghitung indeks tekanan perbankan adalah hutang luar negeri sektor perbankan, kredit yang disalurkan perbankan dan simpanan di perbankan. Model analisis yang digunakan adalah metode signal approach yang dilanjutkan dengan regresi logistik untuk mengetahui elastisitas variabel terhadap tekanan perbankan yang jika terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan krisis. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa dalam kurun waktu penelitian 2001-2015, Indonesia mengalami 2 periode krisis yakni pada tahun 2002, dan 2008. Namun dalam waktu dekat indikator ekonomi yang digunakan tidak menunjukkan adanya krisis perbankan. Terdapat 4 variabel yang merupakan indikator terbesar dalam pembentukan sinyal krisis perbankan, yaitu perubahan indeks harga saham gabungan, M2 multiplier, rasio bunga pinjaman dan tabungan, serta rasio konsumsi pemerintah dan PDB.

D. Kerangka Penelitian

Fase terbentuknya risiko sistemik menurut Blancher et al 2013 dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terdiri dari fase build up, shock materialization dan amplification and propagation. Penjelasan masing-masing fase adalah sebagai berikut : a Fase build up, merupakan fase dimana gejala risiko sistemik muncul dalam sistem keuangan. Munculnya gejala risiko sistemik ini, merupakan kombinasi antara shock dan vulnerability. Kombinasi keduanya menyebabkan munculnya gejala sumber gangguan dalam sistem keuangan. Dalam fase ini, tindakan yang diambil ketika potensi risiko sistemik muncul adalah fokus pada penilaian kemungkinan terjadinya risiko sistemik dan melakukan pendeteksian krisis keuangan secara dini early warning indicators. b Fase shock materialization. Fase ini adalah fase awal terjadinya krisis dalam sistem keuangan. Dalam fase ini, ketidakseimbangan dalam sistem keuangan meningkat dan rapuhnya sistem keuangan membuat sistem keuangan rentan terhadap guncangan dari luar atau eksogen misalnya, guncangan pada PDB atau fiskal, tekanan nilai tukar, tekanan harga perumahan, kegagalan institusi keuangan yang berdampak sistemik. Oleh karena itu, dalam fase ini pengukuran risiko sistemik difokuskan terutama pada penilaian potensi kerugian pada sistem keuangan dan sektor riil. Metode pengukuran risiko sistemik dalam fase ini menggunakan stress testing. c Fase amplification and propagation. Dalam fase ini, shock mempengaruhi sistem keuangan secara lebih luas, termasuk lembaga keuangan, pasar keuangan dan sektor lainnya, serta berpotensi terhadap sistem keuangan negara-negara lainnya. Pada fase ini, pengukurang risiko sistemik difokuskan pada interconnectedness antar lembaga keuangan dan mencegah potensi fire sale terhadap aset keuangan. Melihat ketiga fase terbentuknya risiko sistemik diatas, penelitian ini mencoba untuk melakukan fokus kajian pada fase build up. Dalam memonitoring fase ini, alat yang digunakan adalah sistem deteksi dini early warning system. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji fase build up pada perbankan Syariah dengan menganalisis indeks ketahanan perbankan Syariah Syariah