ANALISIS INDEKS KETAHANAN PERBANKAN KONVENSIONAL DI INDONESIA

(1)

DI INDONESIA

ANALYSIS OF CONVENTIONAL BANKING RESILIENCE INDEX IN INDONESIA

Oleh

MUHAMAD ZUL FAHMI (20130430175)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

DI INDONESIA

ANALYSIS OF CONVENTIONAL BANKING RESILIENCE INDEX IN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

MUHAMAD ZUL FAHMI (20130430175)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Muhamad Zul Fahmi Nomor mahasiswa : 20130430175

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS INDEKS KETAHANAN PERBANKAN KONVENSIONAL DI INDONESIA” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 20 Februari 2017


(5)

MOTTO

Silaturahim adalah bertemunya hati dalam cinta karena Allah, bukan sekedar bertemunya jasad. Jika harus ada pertemuan jasad itu adalah untuk mempertemukan hati. Bertemunya hati ditandai dengan panjatan do‟a saat berpisah.

(Buya Yahya Zainul Ma‟arif)

Orang yang beramal tanpa didasari ilmu, maka amalnya akan sia-sia belaka, karena tidak diterima oleh Allah.

(Ibnu Ruslan)

Orang yang memiliki ilmu fiqih berarti ia bisa makrifat kepada Allah dengan ilmunya menyebabkan ia kenal kepada-Nya. Bahkan dengan ilmunya ia bisa mengajar orang lain sampai pandai.

(Syeikh Izzudin bin Abdussalam)

Bagi orang berilmu yang ingin meraih kebahagiaan di dunia maupun akhirat, maka kuncinya hendaklah ia mengamalkan ilmunya kepada orang-orang.

(Syaikh Abdul Qodir Jailani)

“I

lmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) dan harta terhukum. Harta itu kurang apabila


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk….

Untuk ibundaku Fitriah Wardani tercinta yang selalu memberi do‟a yang terbaik untuk saya.

Untuk ibundaku Fitriah Wardani tercinta yang selalu mendukung semua kegiatan positif yang saya lakukan.

Untuk ibundaku Fitriah Wardani tercinta yang telah merawat dan mendidik saya dari dalam kandungan hingga saat ini.

Untuk ayahandaku Muslim tercinta yang selalu mendo‟akan, mendukung dan yang telah merawat dan mendidik saya dari kecil hingga saat ini.

Untuk kakak ku Mustika Rizki Pratama yang selalu mendo‟akan, mendukung dan yang telah merawat dan mendidik saya dari kecil hingga saat ini.

Untuk almamaterku tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang selama tiga tahun setengah saya menimba ilmu disini.

Untuk sahabat-sahabat terbaik saya yang selalu membantu dan mendukung saya dalam proses perkuliahan saya dari awal hingga saat ini, Nissa Putri Bagaswati, Muhammad Shaza F.R., Afifah Eka Cahyanti, Faizin Yusuf Abdullah, Nazovah Ummudiyah, terimakasih semuanya. Kalian luar biasa.


(7)

INTISARI

Perbankan memiliki porsi terbesar dalam sistem keuangan di Indonesia. guncangan pada sistem perbankan akan mempengaruhi aspek ketahanan sistem keuangan, yang pada gilirannya akan mengurangi ketahanan perbankan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indeks ketahanan perbankan konvensional di Indonesia yang berfingsi sebagai alat pemantau kondisi dan level perbankan konvensional di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari BI dan OJK. Data yang digunakan untuk memantau kondisi dan level perbankan konvensional di Indonesia adalah BOPO, NIM, CIR, CAR, ROA, Likuiditas, LDR, Pertumbuhan Kredit, dan NPL. Penelitian kali ini menggukan metode indeksasi dengan pendekatan standardization. Periode pengamatan adalah dari bulan Mei tahun 2003 sampai bulan September tahun 2016. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa ketahanan perbankan mengalami krisis pada tahun 2006 dan 2007, sedangkan pada tahun 2008 dan pada tahun 2016 yaitu satu tahun terakhir kondisi ketahanan perbankan dalam kondisi yang aman. Berdasarkan level ketahanan perbankan, maka Bank Indonesia selaku pengambil kebijakan harus mampu menjaga kestabilan perbankan melalui variabel BOPO, CAR, dan NPL. Selain itu, Bank Indonesia harus lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan efisiensi, kebijakan permodalan dan kebijakan kredit, terutama pada level krisis. Kata Kunci: Indikator makro dan perbankan, indeksasi, indeks ketahanan perbankan,


(8)

ABSTRACT

Banks have a biggest portion in Indonesia’s financial system. A shock to

banking system would effect the resilience of financial system, where in turn it would dampen the resilience of banking system. This research aims at developing the conventional banking resilience index in Indonesia. The index is useful to help monitor the condition and level of conventional banking in Indonesia. The research uses secondary data from Bank Indonesia and financial services authority. The data covers some indicators, BOPO, NIM, CIR, CAR, ROA, Liquidity, LDR, Credit Growth, and NPL. The research employs indexation method with standardization approach since May 2003 to September 2016. The result show that the level of resilience of banking varies over the period of observation. The level of resilience is

low in 2006 and 2007, mean while in 2008 and 2016 it’s level is normal. Therefore,

Bank Indonesia as policy maker shold be able to maintain the resilience of conventional banks by taking care of indicator BOPO, CAR, and NPL. In addition

Bank Indonesia should be prudent in implementing it’s policies, particularly

concerning efficiency issue, capital, and credit during the crises.

Keywords: Macro and banking indicators, the resilience of conventional banking index, standardization approach, Indonesia.


(9)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memudahkan dan membantu saya dalam perkuliahan saya serta dalam pembuatan skripsi dengan judul

Analisis Indeks Ketahanan Perbankan Konvensonal di Indonesia

. Allahumma sholli „ala sayyidina Muhammad wa „ala ali sayyidina Muhammad. Shalawat serta salam tak lupa saya sampaikan kepada manusia agung, manusia paling mulia, baginda Nabi Muhammad SAW, yang semoga beliau memberi syafaat kepada kita di alam kubur dan di alam akherat kelak. Aamiin.

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukan kepada pembuat kebijakan yang berwenang di Indonesia.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena ini pada kesempatan kali ini penulis akan mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibundaku Fitriah Wardani tercinta yang selalu memberi do‟a yang terbaik untuk saya.

2. Ibundaku Fitriah Wardani tercinta yang selalu mendukung semua kegiatan positif yang saya lakukan.

3. Ibunda Fitriah Wardani tercinta yang telah merawat dan mendidik saya dari dalam kandungan hingga saat ini.

4. Ayahanda Muslim tercinta yang selalu mendo‟akan, mendukung dan yang telah merawat dan mendidik saya dari kecil hingga saat ini.

5. Kakak ku Mustika Rizki Pratama yang selalu mendo‟akan, mendukung dan yang telah merawat dan mendidik saya dari kecil hingga saat ini.

6. Almamaterku tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang selama tiga tahun setengah saya menimba ilmu disini.

7. Dekan Fakultas Ekonomi Dr. Nano Prawoto, S.E.,M.Si.

8. Kepala Program Studi Ilmu Ekonomi Dr. Imammudin Yuliadi, M.si.

9. Dosen pembimbingku Dimas Bagus Wiranatakusuma, S.E, M.Ec . yang dengan penuh kesabaran telah membantu dan membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

10. Seluruh dosen-dosen Ilmu Ekonomi yang telah mengajarkan dan membagi ilmunya.

11. Sahabat-sahabat terbaik saya yang selalu membantu dan mendukung saya dalam proses perkuliahan saya dari awal hingga saat ini, Nissa Putri Bagaswati, Muhammad Shaza F.R., Afifah Eka Cahyanti, Faizin Yusuf Abdullah, Nazovah Ummudiyah, terimakasih semuanya. Kalian luar biasa.


(10)

Sebagai kata akhir, kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh karena itu penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Maka kritik dan saran sangat diperlukan untuk pengembangan penulisan karya tulis dengan topik ini.

Yogyakarta, 20 Februari 2017


(11)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... 2

MOTTO ... 3

PERSEMBAHAN ... 4

INTISARI ... 5

ABSTRACT ... 6

KATA PENGANTAR ... 7

DAFTAR ISI ... 9

DAFTAR TABEL... 12

DAFTAR GAMBAR ... 13

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat penelitian ... 9

BAB II ... 10

TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Teori Preferensi Likuiditas ... 10

2. Teori Intermediasi Keuangan ... 11

3. Teori Efisiensi ... 12

B. Landasan Konsep ... 13

1. Sistem Keuangan ... 13


(12)

C. Hasil Penelitian Terdahulu ... 24

D. Model Penelitian ... 27

BAB III ... 32

METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Obyek/Subyek Penelitian ... 32

B. Jenis Data dan Sumber Data ... 33

C. Teknik Pengumpulan Data ... 33

D. Definisi Operasional ... 34

1. Definisi Variabel ... 34

2. Alat Analisis ... 37

E. Model Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 37

1. Indeksasi ... 37

2. Heat Map ... 41

BAB IV ... 42

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan Single Index... 42

1. Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) ... 42

2. Net Interest Margin (NIM) ... 46

3. Cost Income Ratio (CIR) ... 48

4. Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 50

5. Return On Asset (ROA) ... 52

6. Likuiditas ... 54

7. Loan to Deposite Ratio (LDR) ... 56

8. Pertumbuhan Kredit ... 58

9. Non Performing Loan (NPL) ... 60

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan Component Index ... 61

1. Indeks Efisiensi ... 62

2. Pressure Index (Indeks Tekanan) ... 64


(13)

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Composite Index ... 67

1. Composite Index ... 68

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Heat Map ... 70

BAB V ... 80

KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 82

Daftar Pustaka ... 83


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Variabel yang digunakan dalam penelitian ... 31

Tabel 4.1. Heat Map indikator IKPK ... 72

Tabel 4.2. Heat Map indikator IKPK ... 74

Tabel 4.3. Heat Map indikator IKPK ... 79


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Komposisi lembaga keuanga di Indonesia ... 2

Gambar 1.2. Alur Kerangka Kebijakan Makropudensial ... 7

Gambar 2.1. Kerangka Stabilitas Sistem Keuangan ... 16

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran ... 30

Gambar 4.1. Indeks BOPO ... 42

Gambar 4.2. Indeks NIM ... 46

Gambar 4.3. Indeks CIR ... 48

Gambar 4.4. Indeks CAR ... 50

Gambar 4.5. Indeks ROA ... 52

Gambar 4.6. Indeks Likuiditas ... 54

Gambar 4.7. Indeks LDR ... 56

Gambar 4.8. Indeks Pertumbuhan Kredit ... 58

Gambar 4.9. Indeks NPL ... 60

Gambar 4.10. Indeks Efisiensi ... 62

Gambar 4.11. Indeks Tekanan ... 64

Gambar 4.12. Indeks Intermediasi ... 66


(16)

(17)

dampen the resilience of banking system. This research aims at developing the conventional banking resilience index in Indonesia. The index is useful to help monitor the condition and level of conventional banking in Indonesia. The research uses secondary data from Bank Indonesia and financial services authority. The data covers some indicators, BOPO, NIM, CIR, CAR, ROA, Liquidity, LDR, Credit Growth, and NPL. The research employs indexation method with standardization approach since May 2003 to September 2016. The result show that the level of resilience of banking varies over the period of observation. The level of resilience is

low in 2006 and 2007, mean while in 2008 and 2016 it’s level is normal. Therefore,

Bank Indonesia as policy maker shold be able to maintain the resilience of conventional banks by taking care of indicator BOPO, CAR, and NPL. In addition

Bank Indonesia should be prudent in implementing it’s policies, particularly

concerning efficiency issue, capital, and credit during the crises.

Keywords: Macro and banking indicators, the resilience of conventional banking index, standardization approach, Indonesia.


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Perbankan adalah institusi keuangan yang kekayaannya berbentuk aset keuangan, dan berperan penting dalam proses kelancaran sistem keuangan. Fungsi utama bank adalah sebagai intermediasi dari pihak yang kelebihan dana (surplus) dengan pihak yang kekurangan dana (defisit). Terganggunya fungsi intermediasi akan mengakibatkan alokasi dana dari pihak surplus ke pihak defisit menjadi tidak lancar sehingga dana untuk investasi dan pembiayaan sektor produktif menjadi sangat terbatas dan juga bisa berakibat krisis ekonomi secara sistemik.

Perbankan merupakan bagian dari institusi keuangan yang memiliki peran paling dominan dalam mempengaruhi sistem keuangan di Indonesia. Instistusi keuangan di Indonesia terdiri dari banyak sektor, namun sektor perbankan memberikan pengaruh terbesar terhadap sistem keuangan di Indonesia. Berikut adalah komposisi lembaga keuangan di Indonesia.


(19)

Sumber: Bank Indonesia dan OJK per-Desember 2015

Gambar 1.1. Komposisi lembaga keuangan di Indonesia

Dari gambar diatas dijelaskan bahwa industri perbankan saat ini menguasai total aset 74,40% dari sistem keuangan di Indonesia. Jika terjadi krisis pada institusi perbankan, maka sangat memberikan dampak krisis pada sistem keuangan.Stabilitas dan kesehatan pada industri perbankan merupakan bagian dari stabilitas sektor keuangan yang sangat terkait dengan kesehatan dan kestabilan suatu perekonomian (Andrew Crocket dalam Gunadi, dkk., 2014). Terganggunya fungsi intermediasi perbankan akan mengakibatkan alokasi dana dari pihak surplus ke pihak defisit menjadi tidak lancar sehingga dana untuk investasi dan pembiayaan sektor produktif menjadi sangat terbatas dan juga bisa berakibat krisis sistem ekonomi secara sistemik.

74.40% 2.51%

1.23%

10.70% 2.59%

5.16%

0.11% 0.15% 0.48% 3.30% Perbankan Bank Syariah BPR

Perusahaan Asuransi Dana Pensiun

Perusahaan Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura Perusahaan Penjaminan Pegadaian


(20)

3

Krisis sistem ekonomi terjadi karena perbankan di Indonesia yang mendominasi dalam menentukan keadaan perekonomian mengalami kegagalan dalam menangani resiko perbankan. Secara umum resiko perbankan adalah resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas. Resiko kredit mengacu kepada kehatian-hatian bank dalam memberikan kredit, sehingga menjaga agar NPL tidak naik seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 2016, yaitu pada bulan Juni sebesar 3,050, kemudian naik pada bulan Juli menjadi 3,181, dan pada bulan Agustus menjadi sebesar 3,220 (SPI 2016, Bank Indonesia). Resiko pasar terkait dengan ketahanan perbankan dari resiko suku bunga, resiko niai tukar, resiko terhadap turunnya harga SBN, dimana CAR yang dimiliki perbankan harus mampu menahan resiko tersebut. Resiko likuiditas adalah resiko dimana terjadinya kekurangan likuiditas yang dimiliki bank, sehingga dapat mengakibatkan krisis pada perbankan.

Kaminsky dan Reinhart dalam Christy, (2011) menyatakan bahwa krisis tidak akan terjadi secara mendadak. Penanganan krisis yang tidak segera dilakukan atau penanganan yang kurang tepat dapat mengakibatkan banyak bank kecil menjadi kolaps akibat kekurangan dana likuiditas. Tutupnya bank-bank ini tentu berdampak juga pada psikologis masyarakat yang menarik dananya besar-besaran dari bank yang dianggap bermasalah (bank runs). Akibatnya likuiditas bank-bank lain ikut mengering (contagion shock). Shock (baik yang bersumber dari internal maupun eksternal) dapat menyebabkan


(21)

naik turunnya (fluktuasi) kondisi perekonomian di Indonesia yang dalam jangka panjang fluktuasi perekonomian tersebut akan membentuk suatu siklus bisnis (business cycle), yaitu berupa naik turunnya perekonomian Indonesia yang sangat mungkin akan terjadi kembali dimasa depan (Riyanto dan Hendranata, 2014). Kesalahan dalam mengantisipasi terjadinya shock dapat mengakibatkan ketidaktepatan dalam mengambil kebijakan moneter dan kebijakan pemerintah, sehingga potensi pertumbuhan ekonomi bisa tidak tercapai secara maksimal atau bahkan menyebabkan resesi. (Riyanto dan Hendranata, 2014). Maka untuk dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi krisis, diperlukan adanya indeks untuk memantau kondisi perbankan.

Dengan demikian, indeks yang akan dibangun berguna untuk memonitoring atau memantau kondisi perbankan saat ini. Indeks tersebut juga digunakan untuk menilai stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Sebelumnya Bank Indonesia telah memiliki suatu indeks yang diberi nama Financial Stability Index (FSI), indeks ini digunakan untuk mengetahui kinerja sistem keuangan di Indonesia yang terus menerus berfluktuasi membentuk siklus keuangan. Selain FSI yang dikembangkan oleh Bank Indonesia, Danareksa

Reseacrh Institute (dRi) juga mengembangkan suatu indeks yaitu Coincident

Economic Index yang digunakan untuk mengetahui kondisi perbankan di Indonesia yang kondisinya terus berfluktuatif sehingga naik turunnya kondisi


(22)

5

perbankan tentu membuat kondisi sistem keuanganpun ikut berfluktuatif membentuk siklus keuangan.

Pada dasarnya, siklus keuangan yang terjadi menggambarkan informasi tentang kondisi sistem keuangan apakah sedang dalam kondisi ekpansi atau kontraksi. Hal ini penting, karena untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang dilakukan melalui kebijakan makroprudensial yang pada umumnya ditujukkan untuk meredam terjadinya (build up) resiko sistemik yang berlebihan pada masa ekspansi, serta memberikan ruang untuk penyerapan resiko (risk absorbtion) pada masa kontraksi, (Bank Indonesia, 2014).

Penyerapan resiko (risk absorbtion) yang dilakukan oleh perbankan, menunjukkan seberapa besar kemampuan ketahanan perbankan dalam menahan guncangan yang terjadi, baik dari internal maupun eksternal. Ketahanan perbankan sendiri adalah seberapa kuat perbankan dalam menahan guncangan atau tekanan penyebab krisis. Maka untuk mengetahui kondisi perekonomian, dalam hal ini adalah kondisi perbankan yang berperan besar dalam sistem ekonomi, perlu dibuat suatu indeks ketahanan perbankan agar pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat dalam waktu yang tepat pula untuk meminimalkan atau bahkan mengatisipasi terjadinya krisis perbankan yang berdampak pada krisis ekonomi (contagion effect), dan juga untuk


(23)

mengetahui apakah perekonomian Indonesia menuju ke arah ekspansi atau kontraksi.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul "Menganalisis Indeks Ketahanan Perbankan Konvensional di Indonesia".

B.

Batasan

Masalah

Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) yang dibuat oleh Bank Indonesia bertujuan untuk mengetahui kondisi sistem keuangan di Indonesia. Sistem keuangan di Indonesia terdiri dari pasar dan institusi keuangan, yang keduanya memiliki indeks masing-masing. Dimana dalam institusi keuangan, perbankan memliki peran dominan dalam mempengaruhi sistem keuangan di Indonesia, sehingga perlu melakukan analisis pada Indeks Ketahanan Perbankan Konvensional (IKPK) yang terdiri dari indikator tekanan, intermediasi, dan efisiensi.

Menganalisis IKPK (Indeks Ketahanan Perbankan Konvensional) nantinya akan menjadi sarana untuk memonitoring kondisi ketahanan perbankan terhadap sistem keuangan di Indonesia dan bagian dari kerangka makroprudensial. Seperti yang di jelaskan pada gambar 1.2, secara umum kerangka kebijakan makroprudensial dibawah memiliki tujuan untuk mengidentifikasi resiko pada sistem keuangan serta kapan saat yang tepat bagi otoritas keuangan untuk mengeluarkan kebijakan yang mampu mencegah


(24)

7

penyebaran resiko bagi sistem keuangan yang berpotensi mengakibatkan resiko sistemik (Bank Indonesia, 2014). IKPK yang dibangun nantinya akan digunakan pada tahap pertama, yaitu pada monitoring sistem keuangan.

Elemen 2

Elemen 1

Sumber: Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia tahun 2014 Gambar 1.2. Alur Kerangka Kebijakan Makroprudensial

C.

Rumusan Masalah

Perbankan adalah institusi yang berfungsi sebagai intermediasi antara pihak surplus dengan pihak defisit. Perbankan memberikan dana berupa kredit kepada pihak defisit. Dalam memberikan kredit, perbankan harus memiliki kebijakan untuk memastikan peminjam dapat mengembalikan dana

Identifikasi Risiko

Evaluasi Efektifitas Kebijakan Desain dan

Implementasi Kebijakan

Pemberian Sinyal Resiko Monitoring

Sistem Keuangan

Penilaian Resiko

Instrumen Kebijakan Makropudensial

1 3

5 6

4 2


(25)

pinjamannya, karena jika peminjam tidak bisa mengembalikan dana pinjamannya, maka NPL perbankan akan tinggi dan ROA menjadi rendah sehingga mengakibatkan bank mengalami kekurangan likuiditas dan membuat bank mengalami masalah solvabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan pihak surplus menarik dananya besar-besaran dari bank yang di anggap bermasalah (bank runs). Kondisi perbankan sebagai institusi keuangan yang paling dominan dalam sistem keuangan yang terus mengalami fluktuatif akan turun kearah resesi, hal ini tentu membuat kondisi sistem keuangan ikut berfluktuatif ke arah resesi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu melakukan analisis suatu indeks ketahanan perbankan untuk memonitoring kondisi industri perbankan, khususnya bank konvensional yang sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi di Indonesia. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat mejawab pertayaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana menganalisis indeks ketahanan perbankan konvensional di Indonesia?

2. Bagaimana level ketahanan perbankan konvensional di Indonesia?

D.

Tujuan

Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis indeks ketahanan perbankan konvensional di Indonesia.


(26)

9

E.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembuat kebijakan di Indonesia, yaitu Bank Indonesia dan otoritas jasa keuangan.


(27)

(28)

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Preferensi Likuiditas

Teori yang di katakan oleh John Maynard Keynes ini menjelaskan tentang permintaan dan penawaran uang yang mempengaruhi likuiditas perbankan. Keynes mengatakan perubahan suku bunga dapat menyeimbangkan permintaan dan penawaran uang.

Suku bunga dan likuiditas perbankan memiliki hubungan erat. Suku bunga yang tinggi akan membuat nasabah perbankan melakukan penyimpanan dananya pada perbankan (saving) dan mengurangi permintaan kredit. Hal ini akan membuat likuiditas perbankan akan meningkat. Sebaliknya, jika suku bunga rendah maka nasabah akan menarik dananya dan meningkatnya jumlah permintaan kredit.

Likuiditas pada perbankan harus tetap terjaga demi tercapainya kestabilan perbankan yang mempengaruhi kestabilan ekonomi. Selain itu, perbankan juga harus selalu likuid agar jika suatu saat nasabah ingin menarik dana, pihak bank mampu memberikan dana milik nasabah tersebut.


(29)

Karena jika satu bank tidak likuid maka dapat menular pada bank lain yang kemudian bisa terjasi resiko sistemik yang berakibat krisis perbankan.

2. Teori Intermediasi Keuangan

Jhon Gurley (1956), teori intermediasi keuangan membahas tentang salah satu fungsi institusi perbankan, dimana perbankan memiliki tugas besar sebagai penyokong yang dominan dalam perekonomian suatu negara dengan tugas intermediasi dana dari pihak kelebihan dana kepada pihak kekurangan dana. Perbankan memiliki peran penting dalam perekonomian, yaitu untuk memperlancar proses pembayaran, pencapaian stabilitas keuangan dan sebagai pelaksana kebijakan moneter, maka kondisi perbankan harus tetpat stabil.

Pentingnya fungsi intermediasi ini agar roda perekonomian dapat terus berjalan dengan baik sehingga dapat tercapai kestabilan ekonomi. Hal ini karena pihak bank akan mengalokasikan dana nasabah kepada yang membutuhkan dana dengan memberikan pinjaman kredit. Pemberian kredit merupakan bisnis perbankan untuk memperoleh laba dari selisih antara bunga dengan dana yang dikembalikan oleh peminjam. Semakin tinggi nilai intermediasi perbankan maka semakin baik kondisi perbankan.


(30)

3

3. Teori Efisiensi

Peter Drucker (1974) mengatakan “Efficiency is about doing the things right”. Artinya semua kegiatan yang dilakukan harus dengan efisien agar memperoleh output yang maksimal dari input yang dimiliki. Begitupun dengan perbankan yang harus menjalankan tugasnya dengan efisien. Efisiensi dalam dunia perbankan menggambarkan bagaimana aktivitas yang dilakukan perbankan dalam menghasilkan kredit sesuai target dengan seberapa besar biaya yang digunakan untuk mencapai target tersebut.

Efisiensi merupakan salah satu indikator kestabilan perbankan. Sebuah bank harus memiliki tingkat efisien yang tinggi, karna adanya persaingan antar bank. Semakin baik tingkat efisiensi perbankan maka semakin baik pula kondisi perbankan. Bank yang tidak mampu meningkatkan efisiensinya dapat kehilangan nasabah, hingga akhirnya mengakibatkan tutupnya bank tersebut. Tutupnya salah satu bank dapat mengakibatkan krisis sistemik pada bank-bank lainnya. Sehingga perbank-bankan harus benar-benar memperhatikan tingkat efisiensinya dalam mengelola dana nasabah.


(31)

B. Landasan Konsep

1. Sistem Keuangan

1.1. Stabilitas Sistem Keuangan

Sistem keuangan adalah suatu sistem yang sangat penting untuk mendukung kemajuan pada sektor riil di Indonesia, karena sektor keuangan akan selalu mengikuti perkembangan sektor riil (Robinson dalam Sukrudin, 2014). Keberhasilan sistem keuangan suatu negara tergantung bagaimana suatu lembaga keuangan dalam menjalankan tugasnya, terutama sektor perbankan. Dalam sistem keuangan di Indonesia, institusi keuangan perbankanlah yang memiliki peran penting dalam mempengaruhi kestabilan sistem keuangan. Institusi keuangan yang terdapat pada sistem keuangan terdiri dari lembaga keuangan perbankan yang berfungsi sebagai intermediasi dari tabungan seseorang kepada orang lain dalam bentuk investasi (Mankiw dalam Sukrudin, 2014). Albulescu dan Goyeau dalam Sukrudin (2014) mengatakan kestabilan sistem keuangan adalah suatu sistem yang selalu menuju ke arah keseimbangan setelah terjadi masalah dari eksternal dan internal, kemudian masih mampu melakukan fungsinya seperti biasa yaitu mengalokasikan dana secara efisien, untuk menjamin sistem pembayaran yang baik, menyelesaikan distorsi harga dan tetap berkontribusi dengan baik dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia.


(32)

5

Goodheart et al. dalam Nayn dan Siddiqui (2012), mengatakan bahwa pemantauan kondisi stabilitas perbankan dapat dilihat dari indikator profitabilitas. Kemudian Afanasief et al. dalam Aini (2013), melakukan penelitian pada variabel NIM dan BOPO yang merupakan salah satu elemen dari efisiensi perbankan dengan mengatakan kedua variabel tersebut berpengaruh positif dalam perubahan profit yang di dapat oleh bank. Semakin tinggi nilai NIM maka semakin besar keuntungan yang di dapat oleh bank sehingga semakin membaik kondisi perbankan, sedangkan semakin besar nilai BOPO maka semakin kecil keuntungan yang di dapat oleh bank dan semakin buruk kondisi perbankan.

Menurut Gunadi dkk., (2012), stabilitas sistem keuangan adalah suatu sistem yang saling berhubungan antara lembaga-lembaga keuangan dan pasar, artinya ketidakstabilan yang terjadi pada salah satu sistemnya akan berpengaruh juga pada bagian yang lainnya. Sedangkan menurut Nasution dalam Sukrudin (2014) mengatakan stabilitas sistem keuangan sangat terkait dengan kestabilan harga yang terkait dengan kestabilan moneter. Sistem keuangan di Indonesia juga sangat terintegrasi dengan kondisi perbankan, karena stabilitas dan kesehatan sektor perbankan memeiliki hubungan yang sangat erat dengan kestabilan dan kesehatan sistem perekonomian di Indonesia (Crocket dalam Gunadi dkk., 2012).


(33)

Stabilitas sistem keuangan di Indonesia tidak seluruhnya menjadi wewenang Bank Indonesia, lembaga keuangan lainnya seperti otoritas jasa keuangan dan beberapa lembaga keuangan lainnya juga memiliki peran dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu harus dibuat sebuah kerangka kerjasama antara bank Indonesia dengan lembaga keuangan lain agar tidak terjadi gesekan antara masing-masing lembaga keuangan. Berikut adalah gambar kerangka kestabilan sistem keuangan:


(34)

7

Sumber: Bank Indonesia

Gambar 2.1. Kerangka Stabilitas Sistem Keuangan Tujuan

Strategi Misi

Instrumen

Mencapai dan menjaga stabilitas harga dengan menjaga stabilitas moneter dan stabilitas keuangan guna mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Koordinasi dan kerjasama

1.Kerangka Peraturan 2. Tindakan Pengawasan 3.Arsitektur keuangan 1.Jaring

Pengaman 2.Kebijakan Moneter 1.Sistem Deteksi

Dini. 2.Indikator Makroekonomi 3.Indikator Mikroprudensial

Manajemen Krisis Pemantauan

Menciptakan sistem keuangan yang sehat. Didukung oleh stabilitas makroekonomi, efisiensi pasar keuangan, prudensial lembaga keuangan, dan efektifitas pengawasan.

Pencegahan Krisis

1.Lembaga Pengawas Sistem Keuangan. 2.Departemen Keuanagan 3.Forum Stabilitas Sistem Keuangan.


(35)

1.2. Indeks Stabilitas Keuangan

Indeks stabilitas keuangan digunakan untuk memantau kondisi sistem keuangan suatu Negara. Indeks ini juga digunakan agar para pengambil kebijakan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk menangani jika terindikasi akan terjadi krisis sistem keuangan. Indeks yang dibangun dapat memprediksi kondisi sistem keuangan setidaknya dalam waktu satu tahun (Berani dan Butters dalam Angelopoulou et al., 2013).

Beberapa Negara Eropa telah membangun suatu indeks, seperti FSI (Financial Stress Index) yang telah dibangun oleh beberapa negara di kawasan Eropa seperti Kanada, Jerman, Finlandia dan beberapa negara di kawasan Eropa lainnya. Mereka membangun FSI dengan beberapa tujuan seperti untuk mengetahui seberapa relevan kebijakan moneter yang mereka ambil (Goodhart dan Hofmann dalam Angelopoulou et al., 2013). Bank Sentral Swiss telah membuat indeks tekanan komposit terhadap perbankan yang digunakan untuk sistem keuangan negara swiss, dimana setiap tahunnya selalu membuat indeks terbaru untuk mengetahui seberapa besar tingkat tekanan yang di alami oleh perbankan (Nan dan Siddiqui, 2012).

Petrovska dan Mihajlovska (2013) telah membangun dua indeks untuk Macedonia yaitu indeks stabilitas keuangan dan indeks sistem perbankan. Metode yang mereka pakai dalam membangun indeks adalah metode analisis komponen utama dan pembobotan masing-masing variabel.


(36)

9

Negara Indonesia sejak tahun 2007 telah membangun dan menggunakan indeks stabilitas keuangan atau FSI untuk memonitoring kondisi pada sektor keuangan (Nan dan Asiddiqui, 2012). Selain itu, Indonesia melalui dRi (Danareksa Research Institute) juga telah membangun Banking Pressure Index (BPI) yang berguna untuk mengetahui kemungkinan akan terjaadinya krisis pada sektor perbankan (Gunadi dkk., 2013).

2. Sistem Perbankan

1.1. Stabilitas Perbankan

Institusi perbankan merupakan lembaga yang sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian Negara (Hardiyanti, 2014). Hal ini karena fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi antara pihak surplus dan pihak defisit. Baik atau buruknya perbankan dalam menjalankan fungsi intermediasi dapat dilihat dari tingkat LDR (Loan to Deposite Ratio) kepada pihak defisit berupa pemberian kredit. LDR merupakan salah satu indikator yang menunjukkan tingkat intermediasi perbankan. Jika LDR rendah maka perbankan memiliki banyak likuiditas, artinya profitabilitas perbankan hanya sedikit, namun semakin besar LDR maka profit yang di dapat perbankan semakin besar (Kuncoro dan Suhardjono dalam Aini, 2013).

Kestabilan institusi perbankan juga harus terjaga agar tidak terjadi krisis pada sistem perbankan yang berakibat sistemik pada sistem ekonomi.


(37)

Andrew Crocket dalam Gunadi dkk., (2012) mengatakan bahwa stabilitas dan kesehatan pada industri perbankan merupakan bagian dari stabilitas sektor keuangan yang sangat terkait dengan kesehatan dan kestabilan suatu perekonomian. Kaufman dalam Florencia (2011) mengatakan bahwa perbankan adalah institusi keuangan yang sangat memerlukan perhatian lebih karena besarnya pengaruh dari perbankan terhadap kelancaran perekonomian suatu Negara.

Kaminsky dan Reinhart dalam Riyanto dkk. (2014) mengatakan kestabilan perbankan dapat dilihat dari kondisi CAR, ROA, NPL dan Likuiditas dari perbankan. Ascarya dan Yumanita dalam Khosim (2016) menyebutkan bahwa krisis perbankan diawali dengan perbankan banyak mengalami kerugian karena tingginya NPL. Tingginya NPL, berbanding terbalik dengan CAR dan ROA. Semakin tinggi CAR dan ROA maka kondisi perbankan semakin baik (Gunadi dkk., 2012).

Non Performing Loans (NPL), adalah rasio pengukur kredit bermasalah yang timbul karena peminjam tidak dapat mengembalikan dana pinjamannya (Riyadi dalam Rembawati, 2014). NPL dapat dihitung dengan rumus:


(38)

11

Return On Asset (ROA), adalah rasio pengukur kemampuan perbankan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal yang dimiliki (Hanafi dalam Rembawati, 2014). ROA dapat dihitung dengan rumus:

x 100%

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio pengukur modal yang dimiliki perbankan untuk mengatasi resiko kredit (Dendawijaya dalam Rembawati, 2014). CAR dapat dihitung dengan rumus:

x 100%

Likuiditas adalah rasio pengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban kecukupan dana untuk penarikan dana oleh deposan dan permintaan kredit (Wood dalam Arumi dkk., 2015). Likuiditas perbankan dapat dihitung dengan rumus:

x 100%

Selain itu, kestabilan perbankan juga dapat dilihat dari tingkat efisiensinya. Hafidz dan Astuti (2013), mengatakan bahwa terdapat beberapa variabel pengukur tingkat efisiensi perbankan, yaitu BOPO, NIM, dan CIR.


(39)

Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio pembanding antara biaya dan pendapatan (Riyadi dalam Rembawati, 2014). BOPO dapat dihitung dengan rumus:

x100%

Net Interest Margin (NIM), adalah rasio perbandingan antara hasil bunga yang didapatkan dengan total aset (Riyadi dalam Rembawati, 2014). NIM dapat dihitung dengan rumus:

x 100%

Cost Income Ratio (CIR), adalah rasio perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan hasil usaha (Hutama, 2011). CIR dapat dihitung dengan rumus:

x 100%

Selain dari tingkat efisiensi, kestabilan perbankan juga dapat dilihat dari tingkat intermediasi perbankan, yang dimana intermediasi merupakan tugas perbankan. Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia (2015), tertulis bahwa terdapat dua rasio untuk mengukur tingkat intermediasi perbankan, yaitu LDR dan pertumbuhan kredit.


(40)

13

Loan to Deposite Ratio (LDR), merupakan rasio pengukur antara jumlah kredit yang diberikan oleh perbankan dengan jumlah dana yang diterima oleh perbankan (Dendawijaya dalam Rembawati, 2014). LDR dapat dihitung dengan rumus:

X 100%

Pertumbuhan Kredit adalah meningkatnya jumlah pemberian kredit yang diberikan oleh perbankan kepada masyarakat. Pertumbuhan kredit dapat dihitung dengan rumus:

x 100%

1.2. Indeks Stabilitas Perbankan

Terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997-1998 telah memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia melakukan perbaikan pada sistem perbankan yang merupakan bagian dari institusi keuangan yang paling dominan dalam mempengaruhi kestabilan sistem ekonomi, sehingga Indonesia mampu meminimalkan krisis yang terjadi kembali pada tahun 2008.

Kumar (2014) Sistem keuangan dan sistem perbankan memiliki hubungan yang sangat erat dalam perekonomian, kegalalan yang terjadi pada satu bank atau bahkan beberapa bank akan mengakibatkan masalah pada


(41)

sistem keuangan. Hubungan ini dapat dilihat dan diukur dengan indeks stabilitas perbankan. Reserve Bank India dalam Kumar (2014) mendefinisikan indeks stabilitas perbankan sebagai alat untuk mengetahui jumlah bank yang akan terjadi krisis karena salah satu bank telah terjadi krisis.

Mishra et al., (2013) indeks stabilitas perbankan adalah alat untuk mengukur dan menentukan apakah kondisi perbankan cukup kuat untuk mengatasi masalah eksternal dan internal. Dengan adanya indeks stabilitas perbankan, maka institusi perbankan dapat mengetahui kondisi perbankan saat ini, sehingga bisa mengatasi masalah yang mungkin akan terjadi.

Membangun indeks stabilitas perbankan adalah salah satu cara untuk memantau kondisi kestabilan perbankan agar para pengambil kebijakan dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menangani jika terdeteksi akan terjadi krisis perbankan. Demirguc-kunt dan Detragiache dalam Sere-Ejembi et al., (2014) telah membangun indeks untuk memantau kondisi perbankan dengan menggunakan model logit multivarian. Wong et al., dalam Sere-Ejembi et al., (2014) menggunakan data kuartal di sebelas negara Asia-Pasifik untuk mengindentifikasi terjadinya krisis pada sektor perbankan di sebelas negara Asia-Pasifik. Mereka menemukan bahwa sektor non finansial, pertumbuhan kredit pada sektor swasta dan resiko utama perbankan menjadi indikator yang signifikan dalam mempengaruhi kestabilan perbankan.


(42)

15

C. Hasil Penelitian Terdahulu

Sebelum penulis melakukan penelitian tentang Analisis Indeks Ketahanan Perbankan Konvensional di Indonesia, telah banyak peneliti sebelumnya yang menulis dengan tema dan judul yang terkait dengan tema ini, dan penulis telah menemukan beberapa hasil penelitian sebelumnya, diantaranya yaitu:

1. Difa Dini Afsari (2015), meneliti tentang Analisis Finansial Stress Indikator Sebagai Alat Ukur Stabilitas Sektor Keuangan di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah perbankan, pasar modal, pasar obligasi, pasar valas dan IKNB. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan penulis adalah teknik analisis faktor, dengan hasil penelitiannya yaitu terdapat tiga faktor yang dapat digunakan sebagai pengukur kondisi pada sektor keuangan. yaitu, faktor 1 berisi, Return On Asset (ROA), indeks harga saham gabungan (IHSG), yield obligasi perusahaan (yield_cor), yield obligasi pemerintah (yield_gov), loan to deposit ratio (LDR) dan operational payment operational income (BOPO). Faktor 2 berisi, capital adequacy ratio (CAR), non performing loan (NPL), loan to deposit ratio (LDR). Yang terakhir adalah faktor ketiga yang berisi manfaat dana pensiun (RM), CMAX$, dan net interest margin (NIM).


(43)

2. Nur Aini (2013), melakukan penelitian dengan judul Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, dan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Terhadap Perubahan Laba. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling dan menggunakan regresi linear berganda berbasis OLS (Ordinary Least Square). Dalam penelitian ini mengatakan variabel CAR, NIM, LDR memiliki hubungan positif terhadap perubahan laba, sedangkan variabel NPL, BOPO, dan KAP memiliki hubungan negatif terhadap perubahan laba.

3. Nan dan Siddiqui (2012), dengan judul peneltitian Measuring Financial Stability: The Composition of an Aggregate Financial Stability Index for Bangladesh. Penulis menggunakan AFSI (Aggregat Financial Stability Index) sebagai indeks untuk mengukur stabilitas keuangan dengan menggunakan Bank Stability Indeks (BSI), Financial

Vulnerability Index (FVI), dan Regional Economic Climate Index

(RECI) sebagai komposisi pembangun AFSI. Hasil penelitian yang di dapat adalah AFSI yang dibangun oleh Bangladesh berhasil menunjukkan adanya indikasi akan terjadinya tekanan pada tahun 2008-2009 dan 2010 yang dimana ketika itu sektor perbankan mengalami krisis likuiditas dan pasar saham sedang jatuh.

4. Arisandi (2008) dengan judul penelitian Analisis Faktor Penawaran Kredit Pada Bank Umum di Indonesia pada tahun 2005-2007, dengan


(44)

17

menggunakan metode uji asumsi klasik dalam regresi linear. Variabel yang digunakan adalah NPL, CAR, DPK, ROA. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa CAR, DPK, dan ROA berpengaruh positif signifikan mempengaruhi penawaran kredit, sedangkan NPL berpengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi penawaran kredit. 5. Kristiana Kocisova (2015), telah melakukan penelitian dengann judul

Banking Stability Index: A Cross-Country Study di negara Uni Eropa tahun 2004-2014 dan menggunakan metode bobot varian-sama. Dengan metode ini, maka akan menghasilkan suatu indeks, dimana semua variabelnya diberi bobot yang menunjukkan tingkat pengaruh variabel dalam menyusun indeks stabilitas keuangan perbankan. Variabel yang digunakan adalah kinerja bank, kecukupan modal, resiko kredit dan resiko likuiditas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan Luxemburg, Estonia, Rumania adalah negara dengan sektor perbankan paling stabil diantara negara-negara Uni Eropa pada tahun 2014. Hasil selanjutnya adalah hasil analisis rata-rata perkembangan stabilitas di Negara Uni Eropa menunjukkan pada tahun 2004-2008 mengalami penurunan, kemudian dari tahun 2008-2014 mengalami peningkatan.

6. Ejembi et al., (2014), dengan judul penelitian Developing Banking System Stability Index for Nigeria. Nigeria membangun indeks yang bernama BSSI (Banking System Stability Index) dengan menggunakan


(45)

tiga indikator, yaitu Banking Soundness Index (BSI), Banking

Vulnerability Index (BVI), dan Economic Climate Index (ECI) dari

tahun 2007-2012, dan metode yang digunakan adalah metode statistik. Hasil dari penelitian ini adalah kondisi keuangan Nigeria dari tahun 2007-2012 relatif stabil.

7. Gunadi dkk., (2012) melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Bank Indonesia Indeks Stabilitas Keuangan. Penelitian ini menggunakan NPL, CAR, ROA, dan Likuiditas sebagai variabel indikator yang menginformasikan tingkat kestabilan perbankan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel NPL berpengaruh negatif terhadap kestabilan perbankan, sedangkan variabel CAR, ROA, dan Likuditas berpengaruh positif terhadap kestabilan perbankan.

D. Model Penelitian

Indeks Ketahanan Perbankan Konvensional (IKPK) adalah suatu indeks yang digunakan untuk memantau kondisi dan level perbakan konvensional di Indonesia agar para pengambil kebijakan dapat melakukan antisipasi jika terdeteksi akan terjadinya krisis perbankan. IKPK memiliki tiga sub-indeks pembangun, yaitu efisiensi, pressure, dan intermediasi.

Efisiensi dalam perbankan adalah tingkat kinerja perbankan dalam menghasilkan output yang optimal dengan input yang dimiliki. Sehingga jika


(46)

19

semakin tinggi nilai efisiensi, kondisi perbankan juga semakin baik. Terdapat tiga elemen dalam sub-indeks efisiensi, yaitu BOPO, NIM, dan CIR. Ketiga elemen tersebut adalah indikator penting dalam menentukan tinkat efisiensi perbankan. Variabel BOPO merupakan rasio untuk mengukur biaya operasional perbankan, semakin tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien sistem perbankan. Sedangkan variabel NIM adalah patokan untuk mengetahui kemampuan perbankan dalam memanfatkan likuiditasnya untuk memperoleh bunga bersih yang tinggi, sehingga semakin tinggi nilai NIM maka semakin baik tingkat efisiensi perbankan. Variabel CIR merupakan rasio pembanding antara modal dan pendapatan perbankan, semakin tinggi rasio CIR maka tingkat efisiensi perbankan semakin buruk.

Pressure dalam perbankan diartikan sebagai suatu tekanan terhadap kestabilan perbankan. Sehingga semakin tinggi nilai pressure akan semakin tidak baik kondisi perbankan. Terdapat tiga elemen yang dapat dilihat untuk mengetahui kemampuan perbankan dalam mengatasi tekanan yang terjadi. Elemen tersebut adalah CAR, ROA, dan likuiditas. Variabel CAR yang merupakan rasio modal pribadi yang dimiliki bank, jika semakin tinggi nilai CAR maka semakin baik pula perbankan dalam menghadapi tekanan yang ada. Sama halnya denga CAR, variabel ROA yang merupakan rasio pengukur kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan dari aset yang dimilikinya, maka semakin tinggi ROA akan semakin baik pula kondisi perbankan.


(47)

Sementara itu, variabel likuiditas adalah rasio yang menunjukkan tingkat likuiditas perbankan, sehingga semakin tinggi likuiditas akan semakin baik kondisi perbankan.

Sub-indeks intermediasi menentukan tingkat kemampuan perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak surplus dengan pihak defisit. Semakin tinggi nilai intermediasi perbankan, maka akan semakin baik kondisi perbankan. Terdapat tiga elemen yang menunjukkan tingkat intermediasi perbankan, yaitu NPL, LDR, dan pertumbuhan kredit. Variabel NPL merupakan rasio pengukur kredit bermasalah. Semakin tinggi NPL, maka akan semakin memperbesar biaya yang dikeluarkan oleh perbankan, baik untuk pencadangan dana atau dana yang lainnya. Hal ini menyebabkan fungsi intermediasi perbankan memburuk. Variabel LDR adalah rasio untuk menilai seberapa besar kemampuan bank dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat, maka jika semakin tinggi LDR maka semakin baik fungsi intermediasi perbankan. Sedangkan variabel pertumbuhan kredit menunjukkan rasio tingkat pertumbuhan kredit perbankan, semakin tinggi tingkat pertumbuhan kredit maka semakin baik tingkat intermediasi perbankan.

Pemilihan sub-indeks dan seluruh elemen ini berdasarkan landasan teori preferensi likuiditas yang dikatakan oleh Keynes, teori intermediasi keuangan dari Jhon Gurley, dan teori efisiensi oleh Peter Drucker. Pemilihan


(48)

21

sub-indeks dan elemen tersebut juga berdasarkan penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Gunadi yang meneliti tentang Pengembangan Bank Indonesia Indeks Stabilitas Keuangan, dan Nur Aini dengan judul Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, dan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Terhadap Perubahan Laba.

Dalam penelitian ini, penulis membuat sebuah kerangka pemikiran yang nantinya akan dijadikan sebagai landasan dalam penelitian tentang pembangunan indeks ketahanan perbankan konvensional (IKPK) di Indonesia. Maka kerangka pemikiran tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Efisiensi ( + ) Pressure ( - ) Intermediasi ( + ) IKPK ( - )

1. BOPO ( - ) 2.NIM ( + ) 3.CIR ( - )

1.LDR ( + ) 2.Pertumbuhan kredit ( + ) 3. NPL ( - ) 1.CAR ( + )

2.ROA ( + ) 3.Likuiditas ( + )


(49)

Tabel 2.1. Variabel yang digunakan dalam penelitian No Variabel Referensi

1 BOPO Penelitian Nur Aini (2013), dengan judul CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, dan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Terhadap Perubahan Laba. 2 NIM Penelitian Nur Aini (2013), dengan judul CAR,

NIM, LDR, NPL, BOPO, dan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Terhadap Perubahan Laba. 3 CIR Penelitian Hafidz dan Astuti (2013), dengan judul

Tingkat Persaingan Efisiensi Intermediasi Perbankan Indonesia.

4 NPL Penelitian Gunadi, dkk (2012), dengan judul Pengembangan Bank Indonesia Indeks Stabilitas Keuangan.

5 CAR Penelitian Gunadi, dkk (2012), dengan judul Pengembangan Bank Indonesia Indeks Stabilitas Keuangan.

6 ROA Penelitian Gunadi, dkk (2012), dengan judul Pengembangan Bank Indonesia Indeks Stabilitas Keuangan.

7 Likuiditas Penelitian Gunadi, dkk (2012), dengan judul Pengembangan Bank Indonesia Indeks Stabilitas Keuangan.

8 LDR KSK BI (2015), dengan judul Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik.

9 Pertumbuhan Kredit

KSK BI (2015), dengan judul Memperkuat Stabilitas Sistem Keuangan di Tengah Dinamika Tantangan Global dan Domestik.


(50)

(51)

1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek/Subjek Penelitian

Dalam penelitian kali ini, ada sembilan objek penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengalisis Indeks Ketahanan Perbankan Konvensional (IKPK) di Indonesia tahun 2003M05-2016M09. Penulis memilih tahun tersebut, karena dalam periode tahun tersebut sistem keuangan dan kondisi perekonomian di Indonesia mengalami kondisi yang lengkap yaitu dari kondisi normal sampai kondisi krisis. Sembilan objek yang dipakai dalam penelitian kali ini adalah single index dari komponen pembentuk indeks ketahanan perbankan konvensional. Komponen yang dipakai adalah efisiensi,

pressure, dan intermediasi. Single index dari komponen efisiensi

menggunakan Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO), Net Interest Margin (NIM), dan Cost to Income Ratio (CIR). Single index dari komponen pressure menggunakan, Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Asset (ROA), dan Likuiditas. Single index dari komponen intermediasi menggunakan Loan to Deposite Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL) dan Pertumbuhan Kredit. Subjek dalam penelitian ini adalah analisis IKPK.


(52)

2

B. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian kali ini adalah jenis data kuantitatif. Data kuantitatif adalah jenis data yang berupa angka-Sangka. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan oleh penulis adalah sumber data sekunder. Data yang digunakan adalah data runtut waktu (Time Series) bulanan dari tahun 2003M05-2016M09. Pemilihan tahun tersebut karena pada tahun tersebut terdapat dua kali masa krisis yang terjadi di Indonesia yaitu pada tahun 2005 dan 2008. Selain itu, terdapat juga masa kondisi perekonomian aman yaitu selain tahun 2005 dan 2008, sehingga pada tahun tersebut dapat dijadikan sebagai pelajaran yang baik guna melakukan analisis pada masa perekonomian krisis dan stabil. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia, baik melalui penelitian terdahulu, jurnal, buku yang terkait dengan penelitian kali ini, maupun melalui lembaga dan instansi seperti Bank Indonesia, dan OJK.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kali ini, teknik pengumpulan data sekunder yang dilakukan oleh penulis adalah melalui dokumentasi dan studi kepustakaan dari beberapa lembaga dalam negeri. Lembaga-lembaga tersebut adalah Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).


(53)

D. Definisi Operasional

1. Definisi Variabel

Penelitian kali ini menggunakan variabel yang menjadi komponen penyusun dari Indeks Ketahanan Perbankan Konvensional (IKPK) di Indonesia. Pemilihan variabel ini berdasarkan teori dan penelitian terdahulu. Variabel-variabel tersebut adalah:

1. IKPK, dalam penelitian kali ini IKPK yang digunakan adalah hasil penggabungan dari komponen efisiensi, pressure, dan intermediasi. 2. Efisiensi, dalam penelitian kali ini efisiensi yang digunakan adalah hasil

penggabungan dari variabel BOPO, NIM, dan CIR.

a. BOPO, dalam penelitian kali ini BOPO yang digunakan adalah BOPO bank umum konvensional di Indonesia. BOPO digunakan sebagai variabel karena dapat menunjukkan tingkat efisiensi perbankan.

b. NIM, dalam penelitian kali ini NIM yang digunakan adalah NIM dari bank umum konvensional di Indonesia. NIM digunakan sebagai variabel karena dapat menunjukkan tingkat efisiensi perbankan.

c. CIR, dalam penelitian kali ini CIR yang digunakan adalah CIR bank umum konvensional di Indonesia. CIR digunakan sebagai variabel karena dapat menunjukkan tingkat efisiensi perbankan.


(54)

4

3. Pressure, dalam penelitian kali ini pressure yang digunakan adalah hasil penggabungan dari variabel CAR, ROA, dam NPL.

a. CAR, dalam penelitian kali ini CAR yang digunakan adalah CAR bank umum konvensional di Indonesia. CAR digunakan sebagai variabel karena dapat menunjukkan seberapa besar modal yang dimiliki perbankan dalam menghadapi tekanan, dan dapat menunjukkan seberapa besar tingkat tekanan yang dihadapi perbankan.

b. ROA, dalam penelitian kali ini ROA yang digunakan adalah ROA bank umum konvensional di Indonesia. ROA digunakan sebagai variabel karena dapat menunjukkan seberapa besar kemampuan perbankan dalam mendapatkan keuntungan dari modal yang dimiliki, dan dapat menunjukkan tingkat tekanan yang dihadapi perbankan. c. Likuiditas, dalam penelitian kali ini Likuiditas digunakan sebagai

variabel karena dapat menunjukkan seberapa besar tingkat likuiditas perbankan untuk memenuhi permintaan debitur dan kreditur untuk mendapatkan dana, dan dapat menunjukkan tingkat tekanan yang dihadapi perbankan. Likuiditas yang digunakan adalah likuiditas bank umum konvensional di Indonesia.


(55)

4. Intermediasi, dalam penelitian kali ini intermediasi yang digunakan adalah hasil penggabungan dari variabel LDR, Pertumbuhan Kredit, dan NPL. a. LDR, dalam penelitian kali ini LDR digunakan sebagai variabel

karena dapat menunjukkan seberapa besar kemampuan perbankan dalam memberikan kredit kepada masyarakat, dan dapat menunjukkan seberapa besar tingkat intermediasi perbankan. LDR yang digunakan adalah LDR bank umum konvensional di Indonesia.

b. Pertumbuhan Kredit, dalam penelitian kali ini Pertumbuhan Kredit digunakan sebagai variabel karena dapat menunjukkan seberapa besar tingkat kemampuan perbankan dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga intermediasi antara pihak defisit dengan pihak surplus, dan dapat menunjukkan seberapa besar tingkat intermediasi perbankan. Pertumbuhan Kredit yang digunakan adalah pertumbuhan kredit bank umum konvensional di Indonesia.

c. NPL, dalam penelitian kali ini NPL yang digunakan adalah NPL bank umum konvensional di Indonesia. NPL digunakan sebagai variabel karena dapat menunjukkan seberapa besar tingkat kredit bermasalah pada perbankan dan dapat menunjukkan tingkat tekanan yang dihadapi perbankan.


(56)

6

2. Alat Analisis

Dalam pengolahan data sekunder pada penelitian kali ini, penulis menggunakan Microsoft Excel 2010 untuk mengolah data yang diperoleh guna menganalisis IKPK dan membuat Heat Map.

Heat Map adalah kolom indikator dengan indikasi warna yang berbeda untuk mengetahui kondisi indikator yang menyebabkan terjadinya krisis perbankan.

E. Model Analisis Data dan Uji Hipotesis

1. Indeksasi

Penelitian kali ini menggunakan metode indeksasi dengan pendekatan standardization untuk menganalisis IKPK. Penulis menggunakan metode ini karena menormalisasi outliers pada data series, memudahkan melakukan penyesuaian dalam skala, dan memudahkan mentransformasi data yang tidak normal. Metode ini digunakan untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab rumusan masalah yang ada.

Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan metode indeksasi dengan pendekatan standardization untuk menganalisis IKPK dan untuk mengetahui tingkat ketahanan dari rasio BOPO, NIM, CIR, CAR, ROA, Likuiditas, LDR, NPL, dan Pertumbuhan Kredit terhadap guncangan


(57)

perbankan. Pembangunan IKPK dengan pendekatan standardization dapat dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu:

1. Pembuatan Single Index

Pembuatan single index adalah menghitung seluruh data asli dari masing-masing variabel menjadi angka indeks. Menghitung single index dapat dilakukan dengan rumus:

SIt =

̅

Dimana:

SIt = Single Index pada periode t Xjt = Variabel perbulan

̅ = Rata-rata pervariabel selama pengamatan = Standar deviasi pervariabel selama pengamatan 2. Pemberian bobot

Dalam penelitian kali ini penulis memberikan bobot 1 pada IKPK dan memberi bobot 0,3 pada ketiga komponen indeks yaitu efisiensi, pressure, dan intermediasi. Penulis juga memberikan bobot 0,3 pada masing-masing variabel dari komponen indeks, yaitu komponen efisiensi terdiri dari BOPO, NIM, dan CIR. Komponen pressure terdiri dari CAR, ROA, dan Likuiditas. Komponen Intermediasi terdiri dari LDR, Pertumbuhan Kredit, dan NPL. Pemberian bobot yang seimbang ini dikarenakan masing-masing komponen


(58)

8

memiliki jumlah variabel yang sama dan pengaruh yang sama terhadap pembuatan indeks, sehingga penulis memberikan bobot yang seimbang (equal) pada setiap variabel.

3. Pembuatan Index Component

Setelah membuat single index dan pembobotan, langkah ketiga yang harus dilakukan dalam membuat indeks adalah membuat IC (Index Component). Pembuatan index component dapat dilakukan dengan rumus: IC Efisiensi = 0,3(BOPO) + 0,3(NIM) + 0,3(CIR)

IC Pressure = 0,3(CAR) + 0,3(ROA) + 0,3(Likuiditas)

IC Intermediasi = 0,3(LDR) + 0,3(Pertumbuhan Kredit) + 0,3(NPL) 4. Pembuatan Index Composite

Langkah terakhir dalam membuat indeks ketahanan perbankan konvensional di Indonesia adalah membuat index composite. Pembuatan index

composite dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh index

component, yaitu:

(0,3 x IC Efisiensi) + (0,3 x IC Pressure)+ (0,3 x IC Intermediasi) = IC 5. Pembuatan Threshold

Setelah terbentuknya indeks ketahanan perbankan konvensional, selanjutnya dibuat threshold (ambang batas) untuk mengetahui level ketahanan perbankan. Rumus yang digunakan untuk membuat threshold yaitu:


(59)

T = ̅̅̅ + M

Dimana:

T = Threshold

̅̅̅ = Rata-rata dari Index Composite

M = Ambang batas yang dipakai oleh BI, yaitu 1,3, 1,7, dan 2

=

Standar deviasi dari Index Composite

Setelah menentukan dan menghitung threshold, maka selanjutnya adalah menggabungkan indeks ketahanan perbankan konvensional yang telah terbentuk dengan threshold dalam satu grafik. Penggabungan indeks dengan threshold akan membuat indeks yang sudah terbentuk dapat dibaca, sehingga indeks ketahanan perbankan konvensional yang telah terbentuk akan dapat memberikan informasi tentang kondisi dan level perbankan.

Pembacaan indeks ketahanan perbankan konvensional yang telah terbentuk menggunakan metode normalisasi dengan pendekatan

standardization adalah semakin tinggi nilai suatu indikator ketahanan

perbankan, maka semakin buruk kondisi perbankan. Sebaliknya, semakin rendah nilai suatu indikator ketahanan perbankan, maka semakin baik kondisi perbankan umum konvensional di Indonesia. Tinggi rendahnya nilai indikator, disesuaikan dengan threshold (ambang batas) yang telah ditentukan oleh Bank


(60)

10

Indonesia, yaitu < 1,3 adalah normal, kemudian 1,3 – 1,7 adalah waspada, 1,7 – 2,0 adalah kondisi siaga, dan yang terakhir adalah nilai indikator > 2,0 merupakan kondisi krisis.

2. Heat Map

Indeks yang sudah digabung dengan threshold, memiliki kekurangan yaitu tidak dapat mengetahui sumber tekanan yang terjadi pada indeks. Dalam rangka untuk mengetahui kondisi dan level perbankan yang terjadi pada indeks, maka penulis membuat heat map atau tabel indikator dengan indikasi warna yang berbeda untuk mengetahui indikator yang menyebabkan terjadinya krisis perbankan.

Pemberian warna pada heat map akan disesuaikan dengan cara membaca indeks dengan threshold, dimana seluruhnya terdapat empat warna berbeda. Warna biru untuk kondisi normal dengan nilai indikator < 1,3, warna hijau untuk nilai indikator waspada antara 1,3 - 1,7, kemudian warna kuning untuk nilai indikator siaga yaitu antara 1,7 – 2,0, dan warna merah diberikan untuk indikator krisis dengan nilai indikator di atas 2,0. Penggunaan nilai tersebut sesuai dengan threshold yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia yatu, 1,3, 1,7, dan 2,0.


(61)

(62)

1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang hasil penelitian dalam menganalisis indeks ketahanan perbankan konvensional di Indonesia (IKPK) bulan Mei 2003-September 2016.

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan Single Index

Setelah dilakukan pemilihan variabel sebagai indikator, pemilihan metode normalisasi, pembobotan, dan penentuan threshold (ambang batas), serta mengkonversi ke dalam bentuk indeks, maka diperoleh hasil single index yang ditunjukkan pada gambar berikut:

1. Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)

Sumber: Data diolah Microsoft Excel 2010 Gambar 4.1. Indeks BOPO

-2.000 -1.000 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 M a y -0 3 Dec -0 3 J u l-0 4 F eb-0 5 Sep -0 5 A p r -0 6 N o v -0 6 J un -0 7 J a n -0 8 Au g -0 8 M a r-0 9 O ct -0 9 M a y -1 0 Dec -1 0 J ul-1 1 F eb-1 2 S ep -1 2 A p r -1 3 N o v -1 3 J un -1 4 J a n -1 5 Au g -1 5 M a r-1 6


(63)

2

Dari gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa kondisi BOPO mengalami krisis pada bulan Januari tahun 2006, awal 2007, awal 2009 dan awal tahun 2011. Krisis pada awal tahun 2006 merupakan salah satu dampak dari krisis mini yang terjadi pada tahun 2005, dimana terjadi kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2005. Kemudian pada awal tahun 2006 merupakan fase pemulihan ekonomi nasional pasca naiknya harga BBM bulan oktober 2005 (LPI 2006, Bank Indonesia). Peningkatan nilai BOPO pada awal tahun 2006 merupakan dampak dari tingginya seluruh biaya operasional akibat dari naiknya harga BBM pada akhir tahun 2005, sehingga perbankan harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk menjalankan operasionalnya. Tingginya biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh perbankan konvensional menunjukkan bahwa target pendapatan perbankan konvensional tidak terpenuhi akibat mini krisis tahun 2005 dan naiknya harga BBM pada akhir tahun 2005. Selain itu, krisis BOPO yang terjadi pada awal tahun 2007 merupakan dampak dari krisis subprime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat dengan cepat menyebar dan menyerang sistem ekonomi di berbagai negara. Hal ini mengakibatkan nilai tukar rupiah terdepresiasi, sehingga biaya operasional perbankan semakin tinggi (LPI 2008, Bank Indonesia).

Pada tahun 2008, terlihat dari indeks diatas bahwa kondisi BOPO dalam keadaan baik atau dalam level aman. Hal ini karena Bank Indonesia dan pemerintah telah belajar dari krisis tahun 1998, sehingga mampu


(64)

3

meminimalkan dampak dari krisis global yang diakibatkan oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada tahun 2007 (LPI 2008, Bank Indonesia). Sedangkan krisis BOPO yang terjadi pada awal tahun 2009 merupakan dampak dari kestabilan sistem keuangan Indonesia yang masih dipengaruhi oleh gejolak pasar keuangan global dari akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009 yang mempengaruhi kinerja pasar keuangan Indonesia (LPI 2009, Bank Indonesia). Salah satu akibatnya adalah melemahnya nilai tukar rupiah sehingga mengakibatkan tingkat efisiensi perbankan memburuk dan menaikkan nilai BOPO.

Tingginya nilai BOPO perbankan konvensonal di Indonesia pada awal 2011 merupakan salah satu akibat dari krisis utang pemerintah Yunani pada paruh kedua tahun 2010, hal ini mengakibatkan melemahnya permintaan ekspor dari negara-negara Eropa yang berimbas pada negara berkembang di Asia yang sedang dalam proses pemulihan ekonomi pasca krisis global tahun 2008 (LPI 2011, Bank Indonesia). Pada saat ekspor ke negara Eropa menurun akibat terjadinya krisis utang pemerintah Yunani, negara emerging markets justru masih menunjukkan tren positif dalam perbaikan ekonomi. Hal ini dikarenakan meningkatnya perdagangan intra regional di kawasan Asia. Dalam hal ini, perbankan sebagai institusi yang berperan penting dalam pemulihan perekonomian Indonesia, mengeluarkan biaya operasional yang


(65)

4

lebih besar untuk mempercepat pemulihan perekonomian Indonesia, sehingga meningkatkan nilai BOPO pada awal tahun 2011.

Terlihat dari grafik diatas bahwa kondisi BOPO tahun 2013 mengalami peningkatan setelah sempat menurun pada akhir tahun 2012. Hal ini seiring dengan peningkatan efisiensi perbankan. Sehingga dari sisi pendapatan, perbankan mendapatkan peningkatan pendapatan dari bunga kredit dan peningkatan pendapatan nonbunga (LPI 2013, Bank Indonesia). Dengan demikian maka pendapatan yang diperoleh perbankan lebih tinggi dari biaya operasional perbankan.

Pada awal tahun 2014, rasio BOPO mengalami peningkatan. Kenaikan biaya operasional perbankan pada awal tahun 2014 dikarenakan naiknya suku bunga DPK yang lebih besar dari suku bunga kredit, sehingga nilai BOPO tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai BOPO tahun 2013 (LPI 2014, Bank Indonesia).


(66)

5

2. Net Interest Margin (NIM)

Sumber: Data diolah Microsoft Excel 2010 Gambar 4.2. Indeks NIM

Dari gambar 4.2 di atas bisa dilihat bahwa kondisi NIM perbankan umum konvensional di Indonesia dari bulan Mei 2003 hingga akhir 2005 kondisinya aman, kemudian pada awal 2006 kondisi NIM naik menjadi waspada, lalu setelah itu turun dan kembali normal hingga akhir 2009. Kondisi NIM sempat kembali naik menjadi waspada pada awal 2010, dan setelah itu level NIM kembali turun menjadi normal kembali hingga September 2016. Dari indeks diatas menunjukkan bahwa indikator NIM perbankan umum konvensional di Indonesia tidak sekalipun menyentuh level siaga, hal ini menunjukkan bahwa perbankan umum konvensional berhasil

-4.000 -3.000 -2.000 -1.000 0.000 1.000 2.000 3.000 M a y -0 3 Dec -0 3 J ul-0 4 F eb-0 5 Sep -0 5 Ap r-0 6 No v -0 6 J u n -0 7 J a n -0 8 Au g -0 8 M a r-0 9 O ct -0 9 M a y -1 0 Dec -1 0 J ul-1 1 F eb-1 2 Se p -1 2 Ap r-1 3 No v -1 3 J un -1 4 J a n -1 5 Au g -1 5 M a r-1 6


(67)

6

memaksimalkan keuntungan dari aset yang dimiliki dengan pendapatan bunga yang tinggi dan memiliki tingkat efisiensi yang baik.

Dari indeks diatas terlihat bahwa pada tahun 2008, kondisi NIM dalam level aman. Hal ini karena otoritas pada sektor keuangan telah belajar dari krisis tahun 1998, sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat dan mampu meminimalkan dampak dari krisis global yang diakibatkan oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada tahun 2007 (LPI 2008, Bank Indonesia).

Dari indeks diatas terlihat kondisi NIM pada tahun 2014, berada dalam kondisi yang sangat baik. Hal ini dikarenakan kerja sama antara kebijakan Bank Indonesia dengan pemerintah yang semakin baik demi menjaga kestabilan sistem keuangan. Kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia melalui penetapan BI Rate yang ditransmisikan melalui jalur suku bunga simpanan perbankan, lalu kemudian di ikuti dengan suku bunga kredit. Kebijakan mempertahankan BI Rate pada level 7,50% hingga tanggal 17 November 2014, lalu mentrasmisikannya dengan baik melalui jalur tersebut pada tanggal 18 November 2014 menjadi level 7,75% (LPI 2014, Bank Indonesia). Hal ini membuat kondisi NIM perbankan tahun 2014 dalam kondisi yang sangat baik.


(68)

7

3. Cost Income Ratio (CIR)

Sumber: Data diolah dengan Microsoft Excel 2010 Gambar 4.3. Indeks CIR

Data diatas menunjukkan kondisi dan level CIR perbankan konvensional di Indonesia dari Mei 2003 sampai September 2016. Hasil indeks diatas menunjukkan bahwa kondisi CIR dari bulan Mei 2003-September 2016 dalam kondisi normal. Hanya pada awal tahun 2006 yaitu pada bulan Januari kondisi CIR sempat naik ke posisi waspada. Hal ini merupakan salah satu dampak dari krisis mini yang terjadi pada tahun 2005, dan kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 (LPI 2006, Bank Indonesia). Memasuki pertengahan tahun 2006 level CIR kembali turun dan menjadi normal. Kondisi normal ini berjalan stabil, bahkan pada Januari 2013, kondis CIR sangat baik. Hal ini seiring dengan membaiknya kondisi efisiensi

-8.000 -6.000 -4.000 -2.000 0.000 2.000 4.000 M a y -0 3 Dec -0 3 J ul-0 4 F eb-0 5 S ep -0 5 Ap r-0 6 No v -0 6 J un -0 7 J a n -0 8 Au g -0 8 M a r-0 9 O ct -0 9 M a y -1 0 Dec -1 0 J ul-1 1 F eb-1 2 Sep -1 2 Ap r-1 3 No v -1 3 J un -1 4 J a n -1 5 Au g -1 5 M a r-1 6


(69)

8

perbankan yang mampu menekan biaya operasional nonbunga dibandingkan tahun 2012 dan tahun-tahun sebelumnya (LPI 2013, Bank Indonesia).

Pada tahun 2008, kondisi CIR dalam level aman dan stabil. Hal ini karena Bank Indonesia selaku otoritas keuangan telah berbenah diri sejak krisis tahun 1998, sehingga mampu meminimalkan dampak dari krisis global yang diakibatkan oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada tahun 2007 (LPI 2008, Bank Indonesia).

Kestabilan perbankan pada tahun 2013 masih tetap terjaga walaupun sempat mengalami sedikit tekanan pada pertengahan tahun 2013. Hal ini terlihat dari indeks CIR diatas, dimana pada awal tahun 2013 kondisi CIR sangat baik. Hal ini dikarenakan meningkatnya jumlah kredit yang membuat laba perbankan juga naik. Pada awal tahun 2013, yaitu pada bulan Januari jumlah kredit sebersar -0,766, pada bulan Februari sebesar 1,092, bulan Maret sebesar 1,732, kemudian bulan April sebesar 2,033 (SPI 2013, Bank Indonesia). Kondisi ini didukung dengan efisiensi perbankan yang semakin membaik dan meningkatnya kinerja perbankan untuk mempertahankan profitabilitas (LPI 2013, Bank Indonesia).


(70)

9

4. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Sumber: Data diolah dengan Microsoft Excel 2010 Gambar 4.4. Indeks CAR

CAR merupakan rasio pengukur modal yang dimiliki perbankan untuk mengatasi resiko kredit. Dalam grafik diatas terlihat bahwa kondisi CAR pada awal tahun 2004 mengalami krisis. Hal ini akibat dari terjadinya proses restrukturisasi kredit perbankan selama tahun 2003. Jumlah kredit yang direstrukturisasi sampai akhir tahun 2003 mencapai Rp. 41,3 triliun, dimana Rp. 7,3 triliun diantaranya merupakan kredit kurang lancar dan macet, sehingga membuat bank menggunakan modalnya sendiri utuk melaksanakan program restrukturisasi kredit perbankan (LPI 2003, Bank Indonesia). Selain itu pada pertengahan tahun 2003, Bank Indonesia memasukkan komponen resiko pasar ke dalam perhitungan CAR dengan masa transisi sampai akhir tahun 2004. Setelah itu kondisi CAR terus membaik, namun sempat naik ke

-2.500 -2.000 -1.500 -1.000 -0.500 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 M a y -0 3 Dec -0 3 J ul-0 4 F eb-0 5 Sep -0 5 Ap r-0 6 No v -0 6 J un -0 7 J a n -0 8 Au g -0 8 M a r-0 9 O ct -0 9 M a y -1 0 Dec -1 0 J u l-1 1 F eb-1 2 Sep -1 2 Ap r-1 3 No v -1 3 J un -1 4 J a n -1 5 Au g -1 5 M a r-1 6


(71)

10

level siaga pada akhir tahun 2006 akibat krisis NPL yang belum pulih akibat naiknya harga BBM pada akhir tahun 2005. Pada awal tahun 2007 level CAR kembali turun dan membaik hingga pertengahan tahun 2016, namun level CAR terlihat naik mencapai kondisi siaga pada sekitar bulan Juli 2016. Naiknya nilai CAR pada sekitar bulan Juli merupakan akibat dari peningkatan rasio NPL yang sejalan dengan melambatnya kinerja rumah tangga dan korporasi pada triwulan ke II tahun 2016 (KSK BI, 2016). Situasi yang terjadi pada indikator CAR ini tentu mempengaruhi kondisi perbankan umum konvensional di Indonesia.

Terlihat dari indeks diatas bahwa pada tahun 2008, kondisi CAR perbankan dalam level aman. Hal ini karena Bank Indonesia dan pemerintah telah berbenah diri sejak krisis tahun 1998, sehingga dapat mengambil kebijakan yang tepat dan mampu meminimalkan dampak dari krisis global yang diakibatkan oleh krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada tahun 2007 (LPI 2008, Bank Indonesia). Kondisi rasio CAR yang dalam level aman menandakan ketahanan perbankan pada tahun 2008, dalam kondisi yang cukup kuat.

Pada tahun 2011, kondisi CAR sangat baik. Hal ini karena selama tahun 2011 perbankan berhasil mendapatkan laba sebesar Rp.75,0 triliun, lebih tinggi dari pendapatan tahun 2010 (LPI 2011, Bank Indonesia).


(1)

Tahun Bulan IC Threshold 2.0

Treshold 1.7

Treshold 1.3

2003 Mei -0.292 0.436 0.371 0.283

Jun -0.285 0.436 0.371 0.283

Jul -0.298 0.436 0.371 0.283

Agt -0.286 0.436 0.371 0.283

Sep -0.375 0.436 0.371 0.283

Okt -0.459 0.436 0.371 0.283

Nov -0.332 0.436 0.371 0.283

Des -0.514 0.436 0.371 0.283

2004 Jan -0.074 0.436 0.371 0.283

Feb -0.071 0.436 0.371 0.283

Mar 0.124 0.436 0.371 0.283

Apr 0.163 0.436 0.371 0.283

Mei 0.076 0.436 0.371 0.283

Jun 0.059 0.436 0.371 0.283

Jul -0.204 0.436 0.371 0.283

Agt 0.069 0.436 0.371 0.283

Sep -0.048 0.436 0.371 0.283

Okt -0.006 0.436 0.371 0.283

Nov -0.093 0.436 0.371 0.283

Des 0.158 0.436 0.371 0.283

2005 Jan -0.017 0.436 0.371 0.283

Feb 0.174 0.436 0.371 0.283

Mar 0.260 0.436 0.371 0.283

Apr 0.179 0.436 0.371 0.283

Mei 0.327 0.436 0.371 0.283

Jun 0.054 0.436 0.371 0.283

Jul 0.111 0.436 0.371 0.283

Agt 0.169 0.436 0.371 0.283

Sep 0.033 0.436 0.371 0.283


(2)

Nov -0.026 0.436 0.371 0.283

Des 0.139 0.436 0.371 0.283

2006 Jan 0.242 0.436 0.371 0.283

Feb 0.383 0.436 0.371 0.283

Mar 0.444 0.436 0.371 0.283

Apr 0.386 0.436 0.371 0.283

Mei 0.345 0.436 0.371 0.283

Jun 0.275 0.436 0.371 0.283

Jul 0.199 0.436 0.371 0.283

Agt 0.289 0.436 0.371 0.283

Sep 0.343 0.436 0.371 0.283

Okt 0.255 0.436 0.371 0.283

Nov 0.281 0.436 0.371 0.283

Des 0.323 0.436 0.371 0.283

2007 Jan 0.492 0.436 0.371 0.283

Feb 0.431 0.436 0.371 0.283

Mar 0.386 0.436 0.371 0.283

Apr 0.331 0.436 0.371 0.283

Mei 0.300 0.436 0.371 0.283

Jun 0.416 0.436 0.371 0.283

Jul 0.181 0.436 0.371 0.283

Agt 0.240 0.436 0.371 0.283

Sep 0.234 0.436 0.371 0.283

Okt 0.186 0.436 0.371 0.283

Nov 0.191 0.436 0.371 0.283

Des 0.201 0.436 0.371 0.283

2008 Jan 0.156 0.436 0.371 0.283

Feb 0.165 0.436 0.371 0.283

Mar 0.207 0.436 0.371 0.283

Apr 0.077 0.436 0.371 0.283

Mei 0.080 0.436 0.371 0.283

Jun 0.125 0.436 0.371 0.283


(3)

Agt 0.074 0.436 0.371 0.283

Sep 0.060 0.436 0.371 0.283

Okt 0.109 0.436 0.371 0.283

Nov -0.020 0.436 0.371 0.283

Des -0.311 0.436 0.371 0.283

2009 Jan 0.017 0.436 0.371 0.283

Feb 0.022 0.436 0.371 0.283

Mar -0.024 0.436 0.371 0.283

Apr -0.115 0.436 0.371 0.283

Mei -0.063 0.436 0.371 0.283

Jun 0.068 0.436 0.371 0.283

Jul -0.096 0.436 0.371 0.283

Agt -0.132 0.436 0.371 0.283

Sep 0.009 0.436 0.371 0.283

Okt -0.081 0.436 0.371 0.283

Nov -0.077 0.436 0.371 0.283

Des -0.004 0.436 0.371 0.283

2010 Jan 0.136 0.436 0.371 0.283

Feb 0.260 0.436 0.371 0.283

Mar 0.262 0.436 0.371 0.283

Apr 0.092 0.436 0.371 0.283

Mei 0.295 0.436 0.371 0.283

Jun 0.276 0.436 0.371 0.283

Jul 0.032 0.436 0.371 0.283

Agt 0.067 0.436 0.371 0.283

Sep -0.029 0.436 0.371 0.283

Okt -0.022 0.436 0.371 0.283

Nov 0.025 0.436 0.371 0.283

Des 0.102 0.436 0.371 0.283

2011 Jan -0.022 0.436 0.371 0.283

Feb -0.146 0.436 0.371 0.283

Mar 0.025 0.436 0.371 0.283


(4)

Mei 0.027 0.436 0.371 0.283

Jun 0.108 0.436 0.371 0.283

Jul 0.009 0.436 0.371 0.283

Agt 0.136 0.436 0.371 0.283

Sep 0.086 0.436 0.371 0.283

Okt 0.031 0.436 0.371 0.283

Nov 0.037 0.436 0.371 0.283

Des -0.018 0.436 0.371 0.283

2012 Jan 0.077 0.436 0.371 0.283

Feb 0.149 0.436 0.371 0.283

Mar -0.123 0.436 0.371 0.283

Apr -0.125 0.436 0.371 0.283

Mei -0.035 0.436 0.371 0.283

Jun -0.048 0.436 0.371 0.283

Jul -0.211 0.436 0.371 0.283

Agt -0.088 0.436 0.371 0.283

Sep -0.110 0.436 0.371 0.283

Okt -0.140 0.436 0.371 0.283

Nov -0.090 0.436 0.371 0.283

Des -0.015 0.436 0.371 0.283

2013 Jan -0.695 0.436 0.371 0.283

Feb -0.383 0.436 0.371 0.283

Mar -0.119 0.436 0.371 0.283

Apr -0.100 0.436 0.371 0.283

Mei -0.086 0.436 0.371 0.283

Jun -0.077 0.436 0.371 0.283

Jul -0.037 0.436 0.371 0.283

Agt -0.093 0.436 0.371 0.283

Sep 0.018 0.436 0.371 0.283

Okt -0.139 0.436 0.371 0.283

Nov -0.102 0.436 0.371 0.283

Des -0.193 0.436 0.371 0.283


(5)

Feb -0.429 0.436 0.371 0.283

Mar -0.274 0.436 0.371 0.283

Apr -0.259 0.436 0.371 0.283

Mei -0.264 0.436 0.371 0.283

Jun -0.214 0.436 0.371 0.283

Jul -0.308 0.436 0.371 0.283

Agt -0.308 0.436 0.371 0.283

Sep -0.219 0.436 0.371 0.283

Okt -0.345 0.436 0.371 0.283

Nov -0.236 0.436 0.371 0.283

Des -0.190 0.436 0.371 0.283

2015 Jan -0.530 0.436 0.371 0.283

Feb -0.373 0.436 0.371 0.283

Mar -0.120 0.436 0.371 0.283

Apr -0.102 0.436 0.371 0.283

Mei -0.081 0.436 0.371 0.283

Jun -0.074 0.436 0.371 0.283

Jul -0.151 0.436 0.371 0.283

Agt -0.063 0.436 0.371 0.283

Sep -0.011 0.436 0.371 0.283

Okt -0.174 0.436 0.371 0.283

Nov -0.034 0.436 0.371 0.283

Des 0.109 0.436 0.371 0.283

2016 Jan -0.336 0.436 0.371 0.283

Feb -0.173 0.436 0.371 0.283

Mar 0.009 0.436 0.371 0.283

Apr -0.032 0.436 0.371 0.283

Mei 0.106 0.436 0.371 0.283

Jun 0.175 0.436 0.371 0.283

Jul -0.011 0.436 0.371 0.283

Agt 0.088 0.436 0.371 0.283


(6)