Sistem Deteksi Dini Krisis Nilai Tukar dan Perbankan di Indonesia Periode 1995-2005
SISTEM DETEKSI DINI KRISIS NILAI TUKAR
DAN KRISIS PERBANKAN DI INDONESIA
PERIODE 1995-2005
OLEH ULAN DANIH
H14102026
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(2)
Perbankan di Indonesia Periode 1995-2005 (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR).
Dampak dari krisis sangat merugikan perekonomian, diantaranya mengakibatkan inflasi, pertumbuhan ekonomi yang berada pada posisi negatif dan biaya pemulihan yang mencapai 50 persen dari GDP. Salah satu modal untuk mengidentifikasi secara dini risiko-risiko yang mengganggu kestabilan keuangan dan berpotensi menyebabkan krisis adalah dengan dilakukannya analisis sistem deteksi dini yang memonitor perilaku indikator-indikator kerentanan sistem keuangan untuk menghindari timbulnya krisis seawal mungkin. Berbagai metode sistem deteksi dini diciptakan oleh para peneliti diseluruh dunia sebagai wujud solidaritas mereka terhadap kejadian krisis yang melanda kawasan Asia, salah satu metode yang digunakan yaitu Signal Approach Method (SAM). Dengan metode ini dapat diketahui kinerja suatu indikator dini untuk mendeteksi krisis melalui kriteria pengujian Type I Error, Type II Error, Noise to Signals Ratio dan
Probability of Crisis.
Indonesia telah sembilan tahun melewati masa krisis, sistem deteksi dini dengan adanya perpanjangan periode waktu ada kemungkinan tidak dapat mendeteksi keberadaan krisis berskala sama dengan krisis yang terjadi sebelumnya. Oleh karena itu penelitian tentang sistem deteksi dini dengan menggunakan SAM dengan tujuan untuk menganalisis periode terjadinya krisis nilai tukar dan krisis perbankan di Indonesia, melakukan evaluasi dan analisis atas kinerja indikator dini krisis perbankan dan nilai tukar, menghasilkan indikator dini yang dapat digunakan untuk membentuk indeks komposit kerentanan nilai tukar dan perbankan, dan menganalisis kinerja indeks komposit kerentanan perbankan dan nilai tukar.
Hasil penelitian ini menunjukan periode krisis nilai tukar yang dapat diidentifikasi yaitu periode Agustus 1997 sampai Oktober 1998, berarti krisis nilai tukar terjadi selama 14 periode atau 1 tahun lebih dua bulan, satu bulan setelah terdevaluasinya Bath. Berdasarkan penelitian ini, Indonesia langsung terkena imbas dari krisis Asia tersebut karena pergerakan modal yang terbuka antara Indonesia dengan negara Asia lainnya. Hasil dari identifikasi krisis perbankan sesuai dengan kejadian krisis perbankan yang telah terjadi di Indonesia sebagai dampak dari krisis yang melanda Asia, yaitu dimulai dari Agustus 1997 sampai dengan Mei 1999. Krisis yang tertangkap Agustus 1997 merupakan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah. Sedangkan sejak Maret 1997, krisis perbankan yang sebenarnya telah terjadi dimana seluruh tekanan perekonomian telah saling berinteraksi termasuk dengan sektor perbankan.
Kinerja indikator terbaik untuk krisis nilai tukar adalah nilai tukar rill (REER) dengan kemungkinan memprediksi sebesar 67 persen. Indikator dengan
(3)
kontribusi terbesar berikutnya untuk mendeteksi krisis nilai tukar adalah kredit domestik (DC) dan jumlah uang beredar (M2), yang sinyalnya mampu memprediksi krisis nilai tukar sebanyak 66 persen. Indikator berikutnya adalah perubahan tingkat harga (CPI) dan pergerakan harga saham (EQ) dengan probabilitas sinyal yang dikeluarkanya menunjukan krisis 33 persen. Urutan rangking berdasarkan kinerjanya adalah REER, DC, M2, CPI dan EQ. Sedangkan untuk indikator dini krisis perbankan yang akan memberikan sinyal yang baik untuk memprediksi krisis perbankan, berdasarkan seluruh kriteria uji, yaitu nilai tukar (ER) menempati rangking pertama, disusul dengan DC, kewajiban perbankan terhadap luar negeri (FL), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan CPI.
Kemungkinan sinyal salah yang berarti sinyal tersebut ternyata tidak menjelaskan kondisi nilai tukar yang rentan selama 12 bulan kedepan yaitu sebesar 4 persen. Adapun peluang terjadinya krisis yang tidak diantisipasi oleh IMV adalah 85 persen. Hasil dari N/S ratio yaitu rasio dari jumlah sinyal yang salah (Type I error) terhadap sinyal benar (1-Type II Error) menunjukan nilai 0.25 persen yang berarti perbandingan antara sinyal yang benar dan sinyal yang salah yaitu satu berbanding empat. Yang terpenting dari kriteria pengujian ini adalah probabilitas terjadinya krisis ketika sinyal dikeluarkan adalah sebesar 50 persen artinya jika IMV mengeluarkan sinyal terjadinya krisis maka kemungkinan 50 persen sinyal tersebut akan menunjukan krisis nilai tukar untuk 12 bulan kedepan. Evaluasi akurasi sinyal menunjukan kemungkinan krisis perbankan yang tidak diantisipasi oleh sinyal yaitu sebesar 79 persen. Sedangkan sinyal yang dihasilkan memiliki kemungkinan salah memprediksi krisis yaitu sebesar 1 persen. Sinyal memang jarang keluar untuk mengantisipasi krisis namun sekali sinyal tersebut keluar kemungkinan sinyal tersebut akan mendeteksi krisis perbankan dalam jangka waktu 12 bulan kedepan adalah 88 persen. Hal ini terbukti untuk periode krisis perbankan Agustus 1997-Mei 1999, dimana sinyal adalah benar mengindikasikan krisis. IBV telah mengeluarkan sinyal lima bulan sebelum terjadinya krisis yaitu pada bulan Maret 1997.
Dengan sistem deteksi dini ini, setidaknya krisis setaraf periode tersebut apabila terjadi lagi di Indonesia kemungkinan besar akan didentifikasikan oleh sinyal 10 bulan sebelum terjadinya krisis nilai tukar dan 5 bulan sebelum terjadinya krisis perbankan, sehingga para pengambil kebijakan dapat dengan cepat melakukan tindakan pencegahan agar krisis tidak terjadi atau meskipun memang harus terjadi kurun waktu berlangsungnya krisis tidak akan terlalu lama. Selain itu, pemantauan terhadap pergerakan indikator yang memiliki kinerja akurasi sinyal yang baik dapat memudahkan proses identifikasi tingkat kerentanan nilai tukar dan perbankan setiap waktunya.
(4)
Oleh
ULAN DANIH H14102026
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(5)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Ulan Danih
Nomor Registrasi Pokok : H14102026 Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Sistem Deteksi Dini Krisis Nilai Tukar dan Perbankan di Indonesia Periode 1995-2005
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec NIP. 131 803 656
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
(6)
”SISTEM DETEKSI DINI KRISIS NILAI TUKAR DAN PERBANKAN DI INDONESIA PERIODE 1995-2005” BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2006
Ulan Danih H14102026
(7)
RIWAYAT HIDUP
Ulan Danih sebagai penulis, lahir pada tanggal 7 Oktober 1984 di Karawang dari pasangan Endang Sukino dan Jubaedah, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal pertama diselesaikan tahun 1996 di SDN Karawang wetan VII, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Karawang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama diterima di SMU Negeri 1 Karawang dan pendidikan menengah tersebut dapat diselesaikan pada tahun 2002. Kemudian berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi pada tahun yang sama melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
(8)
sehingga penulisan skripsi berjudul ”Sistem Deteksi Dini Krisis Nilai Tukar dan Perbankan di Indonesia Periode 1995-2005” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini memerlukan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu, dengan setulus hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan wawasan dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Dr. Bambang Juanda, MS selaku penguji utama pada sidang skripsi yang telah memberikan saran dan kritikan yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, MSi, atas masukan dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.
4. Almarhum Papah yang menumbuhkan keyakinan penulis untuk mengambil konsentrasi moneter dan terima kasih atas kesabaran menunggu penulis pulang disaat papah sakit, teteh sayang papah.
5. Mamah, atas segala doa panjang yang diucapkan, sholat malam dan puasa yang tak terputus hanya untuk kesuksesan penulis dan perjuangan hidup yang mamah lakukan, entah kapan teteh bisa membalasnya.
6. Dedeku Winda yang selalu memotivasi dengan canda dan keceriaan dalam keseharian penulis. Semoga kehidupan kita menjadi lebih baik dimasa yang akan datang, Dede harus sabar dan kuat.
7. Aa Herdi yang selalu menemani selama mengerjakan skripsi, dengan sabar mendengarkan keluh kesah penulis dan tidak bosan memberikan kritikan demi perbaikan skripsi ini, terima kasih untuk waktu dan kesabaran yang diberikan.
(9)
8. Keluarga besar Johar dan Cinangoh atas segala bantuan, pengertian, kasih sayang dan doa tulus yang menyertai penulis.
9. Diana Setyawati yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian skripsi dan sekaligus sebagai teman seperjuangan bersama Mela Setiana dan Siti Masyitho, terima kasih atas kebersamaan, diskusi, saran, kritik dan segala bantuan yang telah diberikan dengan ikhlas.
10.Uthe dan Hani, atas segala pengertian menghadapi sikap penulis, dukungan disaat penulis merasa tidak mampu dan segala fasilitas yang disediakan selama proses penyelesaian skripsi ini. Serta untuk Siera, Rini, Rina, Fenny dan Mala, terima kasih telah berbagi kebahagiaan dan kesedihan dalam sebuah persahabatan indah yang tak akan pernah terlupakan.
11.Terima kasih untuk kalimat yang selalu memotivasi penulis: yakin, segala yang dikerjakan akan mengalami kegagalan, apabila kita tidak percaya diri dengan usaha yang telah dilakukan.
12. Sahabat dan teman-teman penulis, atas segala dukungan dan bantuan bahkan tanpa diminta saat penulis membutuhkan, serta pihak-pihak lain yang telah sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penyusunan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang membacanya dimasa sekarang maupun di masa yang akan datang.
Bogor, September 2006
Ulan Danih H14102026
(10)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN... v
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Siklus Bisnis... 8
2.2. Krisis Nilai Tukar ... 14
2.3. Krisis Perbankan ... 15
2.4. Signals Approach Method (SAM) ... 18
2.5. Penelitian Terdahulu ... 20
2.6. Kerangka Pemikiran... 23
III. METODE PENELITIAN... 29
3.1. Jenis dan sumber Data ... 29
3.2. Metode pengolahan Data ... 33
3.2.1. Missing Data dan Perubahan Tahun Dasar... 33
3.2.2. Pembentukan Data Siklikal... 35
3.2.3. Stasioneritas ... 36
3.3. Metode Analisis ... 37
3.3.1. Identifikasi Krisis Nilai Tukar dan Perbankan... 38
3.3.2. Pemilihan Indikator Dini... 40
3.3.3. Pembentukan Sinyal Krisis ... 41
3.3.4. Evaluasi Akurasi Sinyal ... 43 3.3.5. Kerangka Kerja analisis Signals Approach method (SAM)45
(11)
SISTEM DETEKSI DINI KRISIS NILAI TUKAR
DAN KRISIS PERBANKAN DI INDONESIA
PERIODE 1995-2005
OLEH ULAN DANIH
H14102026
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(12)
Perbankan di Indonesia Periode 1995-2005 (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR).
Dampak dari krisis sangat merugikan perekonomian, diantaranya mengakibatkan inflasi, pertumbuhan ekonomi yang berada pada posisi negatif dan biaya pemulihan yang mencapai 50 persen dari GDP. Salah satu modal untuk mengidentifikasi secara dini risiko-risiko yang mengganggu kestabilan keuangan dan berpotensi menyebabkan krisis adalah dengan dilakukannya analisis sistem deteksi dini yang memonitor perilaku indikator-indikator kerentanan sistem keuangan untuk menghindari timbulnya krisis seawal mungkin. Berbagai metode sistem deteksi dini diciptakan oleh para peneliti diseluruh dunia sebagai wujud solidaritas mereka terhadap kejadian krisis yang melanda kawasan Asia, salah satu metode yang digunakan yaitu Signal Approach Method (SAM). Dengan metode ini dapat diketahui kinerja suatu indikator dini untuk mendeteksi krisis melalui kriteria pengujian Type I Error, Type II Error, Noise to Signals Ratio dan
Probability of Crisis.
Indonesia telah sembilan tahun melewati masa krisis, sistem deteksi dini dengan adanya perpanjangan periode waktu ada kemungkinan tidak dapat mendeteksi keberadaan krisis berskala sama dengan krisis yang terjadi sebelumnya. Oleh karena itu penelitian tentang sistem deteksi dini dengan menggunakan SAM dengan tujuan untuk menganalisis periode terjadinya krisis nilai tukar dan krisis perbankan di Indonesia, melakukan evaluasi dan analisis atas kinerja indikator dini krisis perbankan dan nilai tukar, menghasilkan indikator dini yang dapat digunakan untuk membentuk indeks komposit kerentanan nilai tukar dan perbankan, dan menganalisis kinerja indeks komposit kerentanan perbankan dan nilai tukar.
Hasil penelitian ini menunjukan periode krisis nilai tukar yang dapat diidentifikasi yaitu periode Agustus 1997 sampai Oktober 1998, berarti krisis nilai tukar terjadi selama 14 periode atau 1 tahun lebih dua bulan, satu bulan setelah terdevaluasinya Bath. Berdasarkan penelitian ini, Indonesia langsung terkena imbas dari krisis Asia tersebut karena pergerakan modal yang terbuka antara Indonesia dengan negara Asia lainnya. Hasil dari identifikasi krisis perbankan sesuai dengan kejadian krisis perbankan yang telah terjadi di Indonesia sebagai dampak dari krisis yang melanda Asia, yaitu dimulai dari Agustus 1997 sampai dengan Mei 1999. Krisis yang tertangkap Agustus 1997 merupakan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah. Sedangkan sejak Maret 1997, krisis perbankan yang sebenarnya telah terjadi dimana seluruh tekanan perekonomian telah saling berinteraksi termasuk dengan sektor perbankan.
Kinerja indikator terbaik untuk krisis nilai tukar adalah nilai tukar rill (REER) dengan kemungkinan memprediksi sebesar 67 persen. Indikator dengan
(13)
kontribusi terbesar berikutnya untuk mendeteksi krisis nilai tukar adalah kredit domestik (DC) dan jumlah uang beredar (M2), yang sinyalnya mampu memprediksi krisis nilai tukar sebanyak 66 persen. Indikator berikutnya adalah perubahan tingkat harga (CPI) dan pergerakan harga saham (EQ) dengan probabilitas sinyal yang dikeluarkanya menunjukan krisis 33 persen. Urutan rangking berdasarkan kinerjanya adalah REER, DC, M2, CPI dan EQ. Sedangkan untuk indikator dini krisis perbankan yang akan memberikan sinyal yang baik untuk memprediksi krisis perbankan, berdasarkan seluruh kriteria uji, yaitu nilai tukar (ER) menempati rangking pertama, disusul dengan DC, kewajiban perbankan terhadap luar negeri (FL), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan CPI.
Kemungkinan sinyal salah yang berarti sinyal tersebut ternyata tidak menjelaskan kondisi nilai tukar yang rentan selama 12 bulan kedepan yaitu sebesar 4 persen. Adapun peluang terjadinya krisis yang tidak diantisipasi oleh IMV adalah 85 persen. Hasil dari N/S ratio yaitu rasio dari jumlah sinyal yang salah (Type I error) terhadap sinyal benar (1-Type II Error) menunjukan nilai 0.25 persen yang berarti perbandingan antara sinyal yang benar dan sinyal yang salah yaitu satu berbanding empat. Yang terpenting dari kriteria pengujian ini adalah probabilitas terjadinya krisis ketika sinyal dikeluarkan adalah sebesar 50 persen artinya jika IMV mengeluarkan sinyal terjadinya krisis maka kemungkinan 50 persen sinyal tersebut akan menunjukan krisis nilai tukar untuk 12 bulan kedepan. Evaluasi akurasi sinyal menunjukan kemungkinan krisis perbankan yang tidak diantisipasi oleh sinyal yaitu sebesar 79 persen. Sedangkan sinyal yang dihasilkan memiliki kemungkinan salah memprediksi krisis yaitu sebesar 1 persen. Sinyal memang jarang keluar untuk mengantisipasi krisis namun sekali sinyal tersebut keluar kemungkinan sinyal tersebut akan mendeteksi krisis perbankan dalam jangka waktu 12 bulan kedepan adalah 88 persen. Hal ini terbukti untuk periode krisis perbankan Agustus 1997-Mei 1999, dimana sinyal adalah benar mengindikasikan krisis. IBV telah mengeluarkan sinyal lima bulan sebelum terjadinya krisis yaitu pada bulan Maret 1997.
Dengan sistem deteksi dini ini, setidaknya krisis setaraf periode tersebut apabila terjadi lagi di Indonesia kemungkinan besar akan didentifikasikan oleh sinyal 10 bulan sebelum terjadinya krisis nilai tukar dan 5 bulan sebelum terjadinya krisis perbankan, sehingga para pengambil kebijakan dapat dengan cepat melakukan tindakan pencegahan agar krisis tidak terjadi atau meskipun memang harus terjadi kurun waktu berlangsungnya krisis tidak akan terlalu lama. Selain itu, pemantauan terhadap pergerakan indikator yang memiliki kinerja akurasi sinyal yang baik dapat memudahkan proses identifikasi tingkat kerentanan nilai tukar dan perbankan setiap waktunya.
(14)
Oleh
ULAN DANIH H14102026
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
(15)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Ulan Danih
Nomor Registrasi Pokok : H14102026 Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Sistem Deteksi Dini Krisis Nilai Tukar dan Perbankan di Indonesia Periode 1995-2005
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec NIP. 131 803 656
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
(16)
”SISTEM DETEKSI DINI KRISIS NILAI TUKAR DAN PERBANKAN DI INDONESIA PERIODE 1995-2005” BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2006
Ulan Danih H14102026
(17)
RIWAYAT HIDUP
Ulan Danih sebagai penulis, lahir pada tanggal 7 Oktober 1984 di Karawang dari pasangan Endang Sukino dan Jubaedah, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal pertama diselesaikan tahun 1996 di SDN Karawang wetan VII, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Karawang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama diterima di SMU Negeri 1 Karawang dan pendidikan menengah tersebut dapat diselesaikan pada tahun 2002. Kemudian berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi pada tahun yang sama melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
(18)
sehingga penulisan skripsi berjudul ”Sistem Deteksi Dini Krisis Nilai Tukar dan Perbankan di Indonesia Periode 1995-2005” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini memerlukan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu, dengan setulus hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan wawasan dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Dr. Bambang Juanda, MS selaku penguji utama pada sidang skripsi yang telah memberikan saran dan kritikan yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Syamsul Hidayat Pasaribu, SE, MSi, atas masukan dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.
4. Almarhum Papah yang menumbuhkan keyakinan penulis untuk mengambil konsentrasi moneter dan terima kasih atas kesabaran menunggu penulis pulang disaat papah sakit, teteh sayang papah.
5. Mamah, atas segala doa panjang yang diucapkan, sholat malam dan puasa yang tak terputus hanya untuk kesuksesan penulis dan perjuangan hidup yang mamah lakukan, entah kapan teteh bisa membalasnya.
6. Dedeku Winda yang selalu memotivasi dengan canda dan keceriaan dalam keseharian penulis. Semoga kehidupan kita menjadi lebih baik dimasa yang akan datang, Dede harus sabar dan kuat.
7. Aa Herdi yang selalu menemani selama mengerjakan skripsi, dengan sabar mendengarkan keluh kesah penulis dan tidak bosan memberikan kritikan demi perbaikan skripsi ini, terima kasih untuk waktu dan kesabaran yang diberikan.
(19)
8. Keluarga besar Johar dan Cinangoh atas segala bantuan, pengertian, kasih sayang dan doa tulus yang menyertai penulis.
9. Diana Setyawati yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar hasil penelitian skripsi dan sekaligus sebagai teman seperjuangan bersama Mela Setiana dan Siti Masyitho, terima kasih atas kebersamaan, diskusi, saran, kritik dan segala bantuan yang telah diberikan dengan ikhlas.
10.Uthe dan Hani, atas segala pengertian menghadapi sikap penulis, dukungan disaat penulis merasa tidak mampu dan segala fasilitas yang disediakan selama proses penyelesaian skripsi ini. Serta untuk Siera, Rini, Rina, Fenny dan Mala, terima kasih telah berbagi kebahagiaan dan kesedihan dalam sebuah persahabatan indah yang tak akan pernah terlupakan.
11.Terima kasih untuk kalimat yang selalu memotivasi penulis: yakin, segala yang dikerjakan akan mengalami kegagalan, apabila kita tidak percaya diri dengan usaha yang telah dilakukan.
12. Sahabat dan teman-teman penulis, atas segala dukungan dan bantuan bahkan tanpa diminta saat penulis membutuhkan, serta pihak-pihak lain yang telah sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga penyusunan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang membacanya dimasa sekarang maupun di masa yang akan datang.
Bogor, September 2006
Ulan Danih H14102026
(20)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN... v
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Siklus Bisnis... 8
2.2. Krisis Nilai Tukar ... 14
2.3. Krisis Perbankan ... 15
2.4. Signals Approach Method (SAM) ... 18
2.5. Penelitian Terdahulu ... 20
2.6. Kerangka Pemikiran... 23
III. METODE PENELITIAN... 29
3.1. Jenis dan sumber Data ... 29
3.2. Metode pengolahan Data ... 33
3.2.1. Missing Data dan Perubahan Tahun Dasar... 33
3.2.2. Pembentukan Data Siklikal... 35
3.2.3. Stasioneritas ... 36
3.3. Metode Analisis ... 37
3.3.1. Identifikasi Krisis Nilai Tukar dan Perbankan... 38
3.3.2. Pemilihan Indikator Dini... 40
3.3.3. Pembentukan Sinyal Krisis ... 41
3.3.4. Evaluasi Akurasi Sinyal ... 43 3.3.5. Kerangka Kerja analisis Signals Approach method (SAM)45
(21)
ii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 50
4.1. Pergerakan Siklikal Variabel Krisis... 50
4.1.1. Pergerakan Siklikal Variabel Krisis Nilai Tukar ... 50
4.1.2. Pergerakan Siklikal Variabel Krisis Perbankan ... 53
4.1.3. Pergerakan Siklikal Index of Speculative Pressures (ISP) 56 4.1.4. Pergerakan Siklikal Index of Banking Crisis (IBC) ... 61
4.2. Identifikasi Periode Krisis Nilai Tukar dan Perbankan ... 66
4.2.1. Identifikasi Periode Krisis Nilai Tukar ... 66
4.2.2. Identifikasi Periode Krisis Perbankan... 69
4.3. Kinerja Setiap Indikator dalam Menghasilkan Sinyal ... 71
4.3.1. Stasioneritas dan Korelasi Silang Setiap Indikator ... 71
4.3.2. Hasil Estimasi GARCH Setiap Indikator... 73
4.3.3. Kinerja Indikator dalam IMV Menghasilkan Sinyal... 75
4.3.4. Kinerja Indikator dalam IBV Menghasilkan Sinyal ... 77
4.4. Kinerja Indeks Komposit dalam Menghasilkan Sinyal... 80
4.4.1. Stasioneritas dan Korelasi Silang IMV dan IBV ... 82
4.4.2. Hasil Estimasi GARCH IMV dan IBV ... 84
4.4.3. Kinerja IMV dalam Menghasilkan Sinyal ... 85
4.4.4. Kinerja IBV dalam Menghasilkan Sinyal ... 87
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 89
5.1. Kesimpulan ... 89
5.2. Saran ... 90
5.3. Saran Penelitian selanjutnya ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
(22)
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 3.1. Deskripsi Data Penelitian ... .... 29
3.2. Skenario Hubungan antara Sinyal dan Krisis ... .... 43 4.1. Karakteristik Titik Balik ISP ... . 58 4.2. Karakteristik Titik Balik IBC... . 62 4.3. Nilai Threshold ISP dan IBC ... . 66 4.4. Uji Stasioneritas dan Korelasi Silang Indikator dalam IMV ... . 72 4.5. Uji Stasioneritas dan Korelasi Silang Indikator dalam IBV ... . 72 4.6. Persamaan Ragam Hasil Estimasi GARCH untuk IMV... . 74 4.7. Persamaan Ragam Hasil Estimasi GARCH untuk IBV... . 75 4.8. Evaluasi Akurasi Sinyal Indikator IMV ... . 76 4.9. Rangking Akurasi Sinyal Indikator dalam IMV ... . 77 4.10.Evaluasi Akurasi Sinyal Indikator IBV ... . 77 4.11.Peringkat Evaluasi Akurasi Sinyal Indikator dalam IBV ... . 79 4.12.Uji Stasioneritas dan Korelasi Silang IMV dan IBV ... . 82 4.13.Persamaan Ragam Hasil Estimasi GARCH IMV dan IBV ... . 85 4.14.Skenario Hubungan antara Sinyal dan Krisis IMV... . 86 4.15.Evaluasi Akurasi Sinyal IMV ... . 87 4.16.Skenario Hubungan antara Sinyal dan Krisis IBV... . 87 4.17.Evaluasi Akurasi Sinyal IBV ... . 88
(23)
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 2.1. Fluktuasi Siklus Bisnis... ... 9
2.2. Fase-Fase dalam Siklus Bisnis... . 10 2.3. Kerangka Pemikiran Penenlitian... . 28 3.1. Kerangka Kerja Analisis SAM ... . 46 4.1. Siklikal Pertumbuhan Nilai Tukar ... . 51 4.2. Siklikal Pertumbuhan Cadangan Devisa... . 52 4.3. Siklikal Pertumbuhan Suku Bunga Deposito Tiga Bulan... . 53 4.4. Siklikal Pertumbuhan Kredit Macet... . 54 4.5. Siklikal Pertumbuhan Kecukupan Modal Perbankan ... . 55 4.6. Fase Pergerakan ISP ... . 57 4.7. Fase Pergerakan IBC... . 57 4.8. Siklikal ISP dan Threshold ISP... . 67 4.9. Periode Krisis Nilai Tukar ... . 67 4.10.Siklikal IBC dan Threshold IBC... . 70 4.11.Periode Krisis Perbankan ... . 70 4.12.Siklikal IMV dan ISP... . 81 4.13.Siklikal IBV dan IBC... . 81
(24)
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Data yang Digunakan dalam Analisis... . 96
2. Grafik Fluktuasi Siklikal ... 102 3. Grafik Conditional Standard Deviation (CSD) dan Threshold... 104 4. Hasil Uji ADF pada Setiap Indikator... 105 5. Hasil Uji Korelasi Silang Setiap Indikator... 108 6. Hasil estimasi GARCH untuk Setiap Indikator ... 113 7. Sinyal dan Crisis Window untuk Krisis nilai Tukar... 119 8. Sinyal dan Crisis Window untuk Krisis Perbankan ... 123 9. Hasil Evaluasi Kinerja Sinyal dengan SAM... 127
(25)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktifitas perekonomian
dapat menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode.
Meningkatnya aktifitas perekonomian akibat pertambahan investasi yang
didorong oleh tingkat produktifitas dunia usaha, akhirnya dapat meningkatkan
output nasional. Kegiatan investasi memerlukan suatu sarana yang dapat mengatur
pergerakan modal dan penyalurannya kepada dunia usaha, yaitu lembaga
keuangan bank dan non bank.
Sektor perbankan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional melalui
fungsinya dalam intermediasi dana yang menghubungkan antara pemilik dana dan
pelaku usaha. Fungsi intermediasi ini harus terpelihara dengan baik karena akan
mendorong perekonomian tumbuh dan berkembang pada tingkat yang lebih maju.
Uang yang disimpan masyarakat (nasabah) oleh bank dipinjamkan kepada pihak
yang ketiga (perusahaan dan masyarakat) dengan bunga yang lebih tinggi dari
yang dibayarkannya kepada para penyimpan (nasabah). Dalam ekonomi modern,
bank mempunyai peranan yang amat penting dalam proses transfer dana yang
diperlukan oleh unit-unit produksi dalam sektor-sektor ekonomi.
Pada proses pembangunan tahun 1970, perekonomian Indonesia
tergantung pada sektor minyak bumi dan gas. Pendapatan devisa dari ekspor
minyak bumi dan gas tersebut telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang
(26)
dalam keadaan ekspansi dan baru saja mulai untuk membangun perekonomian
bangsa. Indonesia menikmati keuntungan dari peningkatan harga minyak (oil
booming) dan kondisi perbankan nasional ditandai dengan kelebihan dana murah.
Oleh karena itu, perbankan kurang antusias mengumpulkan dan menyalurkan
dana dari masyarakat melalui tabungan ataupun kredit. Akibatnya pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk menghapus jaminan kredit, kebebasan menentukan
suku bunga dan mengurangi kredit likuiditas dari Bank Sentral.
Berakhirnya era oil booming yang ditandai dengan menurunnya harga
minyak dunia pada awal tahun 1980-an, menyebabkan pemerintah mengalami
kesulitan dalam menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Sebagai solusi
untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah berupaya untuk meningkatkan
peran swasta dalam perekonomian nasional melalui investasi, untuk tujuan
tersebut pemerintah mengeluarkan paket kebijakan Oktober pada tahun 1988
(Pakto 1988).
Awal 1997, kegiatan perbankan secara umum masih berkembang dengan
cepat, mobilisasi dari masyarakat meningkat pesat dan ekspansi kredit tetap kuat.
Ekspansi kredit berlebih juga telah menyebabkan kewajiban perbankan dalam
valuta asing meningkat tajam yang mencerminkan posisi devisa negara mulai
terancam. Perkembangan diatas menyebabkan perbankan nasional sangat rentan
terhadap goncangan-goncangan yang terjadi dalam perekonomian.
Indikator fundamental ekonomi merupakan indikator-indikator yang
menunjukan ketahanan perekonomian menahan guncangan yang terjadi, seperti
(27)
3
itu diperkirakan cukup kuat untuk menahan goncangan. Perkiraan pemerintah
tersebut meleset karena kenyataannya salah satu indikator yaitu nilai tukar sudah
menjadi sangat tidak stabil karena mengingat terbukanya pergerakan aliran modal
antara negara di kawasan Asia sehingga perubahan nilai tukar di negara lain akan
mudah mempengaruhi nilai tukar rupiah (Claproth, 2004).
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD mengakibatkan tanggungan
atas utang valuta asing naik tajam, sehingga mempersulit kondisi likuiditas
perbankan. Disisi lain turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
nasional mengakibatkan terjadinya penarikan sejumlah dana dari bank secara
bersamaan, sedangkan dipihak debitur terjadi kesulitan dalam memenuhi
kewajiban kepada perbankan sehingga kredit bermasalah menjadi semakin
menumpuk. Besarnya kesulitan likuiditas menimbulkan krisis pada perbankan
nasional yang tentunya menghambat proses intermediasi perbankan dalam
penyaluran dana, akibatnya pertumbuahan kredit yang terhambat akan
menurunkan investasi sehingga berdampak pada penurunan output nasional yang
mengantarkan perekonomian pada periode resesi, mengakibatkan sektor rill mulai
terganggu yang kemudian lumpuh dan menimbulkan krisis ekonomi.
Biaya pemulihan dari krisis perbankan yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia untuk menyelamatkan dan merehabilitasi perbankan pada waktu itu
mencapai 50 persen dari GDP, berdasarkan data tahun 1999 GDP sebesar Rp.718
triliun dan biaya rekapitalisasi perbankan sebesar Rp.431 triliun (Basri, 2002).
(28)
mengakibatkan masalah yang lebih luas, salah satunya adalah penurunan
pertumbuhan ekonomi atau resesi.
Krisis dapat dihindari dengan menciptakan suatu stabilitas sistem
keuangan. Stabilitas sistem keuangan merupakan suatu rangkaian proses dan
kegiatan yang diawali dengan pemantauan dan identifikasi kemungkinan
timbulnya suatu krisis, sampai dengan pencegahan krisis itu sendiri, serta
upaya-upaya penyelesaian yang harus dilakukan apabila krisis tersebut sudah terjadi,
rangkaian kegiatan untuk memelihara kestabilan sistem keuangan dilakukan
menyeluruh meliputi lembaga keuangan perbankan ataupun lembaga keuangan
lainnya (Agung et al., 2002).
Salah satu modal untuk mengidentifikasi secara dini risiko-risiko yang
mengganggu kestabilan keuangan dan berpotensi menyebabkan terjadinya krisis
adalah dengan dilakukannya suatu pemantauan yang memonitor perilaku
indikator-indikator kerentanan sistem keuangan untuk menghindari timbulnya
krisis seawal mungkin. Oleh karena itu, dengan berprinsip kepada the present is
the key to the past and the past is the key to the future, bahwa keadaan hari ini
menjadi proses untuk mengetahui keadaan yang terjadi dimasa lalu, sehingga
dengan mengetahui penyebabnya dapat dilakukan antisipasi agar proses dimasa
lalu yang tidak diinginkan tidak terulang lagi dan kejadian dimasa depan yang
diharapkan dapat ditentukan (Claproth, 2004). Analisis tentang sistem deteksi dini
untuk krisis nilai tukar dan perbankan dengan pelajaran yang telah kita alami
dimasa lalu sebagai tolak ukurnya, harus dilakukan agar menjadi alat memberikan
(29)
5
1.2. Perumusan Masalah
Proses pemulihan krisis di Indonesia termasuk paling lambat, jika
dibandingkan dengan negara kawasan Asia lainnya. Berbagai macam cara
dilakukan, agar pengalaman krisis serupa tidak terulang kembali. Salah satunya
dengan menciptakan sistem deteksi dini yaitu menciptakan indikator-indikator
yang memiliki kemampuan untuk memprediksi terjadinya krisis. Berbagai metode
sistem deteksi dini diciptakan oleh para peneliti diseluruh dunia sebagai wujud
solidaritas mereka terhadap kejadian krisis yang melanda kawasan Asia.
Pendekatan yang digunakan sebagai sistem deteksi dini dikelompokkan
kedalam tiga pendekatan yaitu kualitatif, parametrik dan non-parametrik. Salah
satu metode non-parametrik yang digunakan yaitu Signal Approach Method
(SAM) yang dipelopori oleh Kaminsky, Lizondo dan Reinhart (1998). Penelitian
menggunakan metode ini telah dilakukan untuk studi kasus Indonesia oleh Agung,
et.al (2002) dan Tambunan (2002). Penelitian dengan SAM untuk periode waktu
terbaru hingga saat ini sangat jarang dilakukan, padahal suatu sistem deteksi dini
harus terus menerus dilakukan karena ada kemungkinan suatu indikator tidak lagi
memiliki kinerja yang memadai untuk mendeteksi krisis.
Indonesia telah hampir sepuluh tahun melewati masa krisis yang terjadi,
sehingga sistem deteksi dini yang telah diciptakan memiliki kemungkinan tidak
dapat mendeteksi keberadaan krisis berskala sama dengan krisis yang terjadi
sebelumnya apabila telah ada perpanjangan periode waktu. Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi terjadinya krisis yang sama dan mengetahui kinerja dari setiap
(30)
terjadi terdahulu didominasi oleh krisis nilai tukar dan krisis perbankan oleh
karena itu penelitian ini membatasi jenis krisis yang diteliti hanya untuk krisis
nilai tukar dan krisis perbankan.
Sistem deteksi dini harus dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya krisis
nilai tukar dan krisis perbankan. Dengan menggunakan salah satu metode sistem
deteksi dini yaitu SAM dapat disimpulkan permasalahan yang akan diteliti antara
lain:
1. Apakah periode krisis perbankan dan nilai tukar di Indonesia dapat dideteksi
oleh sistem deteksi dini dengan SAM?
2. Bagaimana kinerja setiap indikator dini krisis nilai tukar dan krisis perbankan?
3. Bagaimana kinerja indek komposit dari indikator dini krisis nilai tukar dan
krisis perbankan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah pada penelitian ini,
tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan penelitian ini adalah:
(1) menganalisis periode terjadinya krisis nilai tukar dan krisis perbankan di
Indonesia;
(2) melakukan evaluasi dan analisis atas kinerja indikator dini krisis nilai tukar
dan krisis perbankan;
(3) menghasilkan indikator dini yang dapat digunakan untuk membentuk indek
komposit kerentanan nilai tukar dan indek komposit kerentanan perbankan;
(31)
7
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini umumnya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak
yang mengkaji tentang sistem deteksi krisis nilai tukar dan perbankan, dan pihak
yang tertarik untuk mengamati perkembangan krisis ataupun para pencinta ilmu
ekonomi yang gemar mengikuti perkembangannya. Secara khusus, penelitian ini
akan berguna bagi para pengambil kebijakan ekonomi sebagai masukan untuk
mengantisipasi terjadinya krisis dengan menghasilkan kebijakan yang terbaik
karena adanya tenggat waktu antara keluarnya sinyal yang dapat mendeteksi krisis
dengan periode terjadinya krisis, sehingga meskipun krisis memang tidak dapat
dihindari namun setidaknya dampak terjadinya krisis tidak terlalu meluas dengan
adanya tindakan antisispasi tersebut.
Para pelaku ekonomi dapat menggunakan indek komposit yang dibentuk
pada penelitian ini sebagai referensi untuk mengetahui kondisi nilai tukar dan
perbankan di Indonesia, sehingga dapat menentukan tindakan yang harus
dilakukan agar meminimalkan resiko yang dihadapi sesuai dengan kondisi nilai
tukar dan perbankan tersebut. Selain itu, penulis berharap agar tulisan ini dapat
menambah referensi dan informasi bagi peneliti lainnya untuk penelitian lebih
lanjut dimasa yang akan datang terutama bagi penelitian yang terkait dengan
sistem deteksi dini krisis, dimana penelitian dengan topik tersebut harus dilakukan
secara terus menerus. Dan terakhir, penelitian ini berguna bagi penulis sebagai
(32)
yang dilakukan. Dalam penelitian mengenai sisitem deteksi dini krisis, perlu
disajikan teori tentang siklus bisnis selaku teori awal yang menciptakan adanya
indikator dini dan pergerakan suatu siklus. Kajian tentang siklus bisnis
menguraikan tentang definisi siklus bisnis, karakteristik indikator dalam suatu
siklus dan perkembangan teori siklus bisnis hingga dapat terkait dengan teori
sistem deteksi dini krisis.
Kajian tentang krisis nilai tukar dan perbankan mengemukakan pengertian
krisis dan indikator yang dapat menggambarkan kondisi krisis tersebut. Selain itu
diuraikan secara singkat metode yang digunakan sebagai sistem deteksi dini
dalam penelitian ini yaitu Signals Approach Method (SAM) beserta kelemahan
ataupun kelebihanya. Penelitian-penelitian terdahulu yang diungkapkan adalah
penelitian yang terkait topik yang diteliti yaitu sistem deteksi dini. Terakhir
diuraikan tentang kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini.
2.1. Siklus Bisnis
Pertumbuhan ekonomi naik dan turun membentuk siklus bisnis. Ketika
perekonomian naik atau disebut ekspansi jumlah produksi barang dan jasa
meningkat dan pertumbuhan aktual perekonomian berada diatas tingkat
potensialnya. Sebaliknya ketika perekonomian turun atau resesi, pertumbuhan
(33)
9
ekonomi belum digunakan sepenuhnya. Perekonomian turun dan mencapai titik
baliknya disebut peak (lembah), kemudian naik menuju trough-nya (puncak),
seperti yang terlihat didalam Gambar 2.1. Pergerakan yang terjadi tidaklah
sesederhana gambar tetapi bervariasi dalam durasi, intensitas dan frekuensinya
(Schiller, 1997). Variasi yang terjadi pada siklus dipengaruhi berbagai sebab, baik
dari dalam ataupun luar negeri, berasal dari sektor ekonomi maupun non ekonomi.
Gambar 2.1. Fluktuasi Siklus Bisnis Sumber: McEachern (1999)
Peningkatan GDP rill mengindikasikan bahwa produksi agregat juga
meningkat, lebih banyak produksi berarti jumlah barang dan jasa yang tersedia
untuk dikonsumsi masyarakat bertambah. Penurunan GDP rill akan berimplikasi
pada penurunan pendapatan, kesempatan kerja dan standar hidup. GDP rill
tidaklah selalu meningkat atau menurun, tetapi naik dan turun secara bergantian
membentuk fluktuasi yang tidak tetap dan berubah-ubah sepanjang waktu. Untuk
menggambarkan fluktuasi pada produksi agregat yang diperlihatkan oleh naik dan
(34)
Gambar 2.2. Fase-Fase dalam Siklus Bisnis Sumber: Delurgro (1998)
Moffatt (2006) mendefenisikan siklus bisnis sebagai pergerakan naik dan
turun secara berkala tetapi tidak dapat dipastikan kapan terjadinya, yang
diakibatkan oleh fluktuasi pada GDP rill dan variabel makroekonomi lainnya.
Siklus yang terjadi tidak seperti bandul jam yang bergerak berulang-ulang dan
sama panjangnya sehingga dapat dengan mudah diketahui arah pergerakannya,
melainkan berbentuk acak dan tidak dapat diprediksi (Parkin dan Bade, 1999).
Fluktuasi GDP rill memang sulit untuk diprediksi namun dapat
diidentifikasikan dengan karakteristik fase yang dilalui siklus bisnis seperti
terlihat pada Gambar 2.2, yaitu prosperity, liquidation, recession dan recovery
atau expansion. Fase-fase ini pertama kali dikenalkan oleh Wesley Mitchell
(1874-1948), kemudian ditambah tahapan growth dan warning oleh peneliti
(35)
11
Suatu indikator dapat digunakan untuk mengindikasikan bagaimana suatu
hal yang kita amati akan berubah dimasa yang akan datang, yang nantinya dapat
digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Ketika suatu indikator ekonomi
menyatakan bahwa ekonomi akan mengalami peningkatan dan perbaikan dimasa
yang akan datang, para investor mungkin merubah strategi berinvestasinya.
Adapun karakteristik yang dimiliki indikator pada siklus bisnis adalah:
1. Hubungannya terhadap siklus bisnis
- Procyclical, arah pergerakannya sama dengan perubahan yang terjadi pada
perekonomian. Ketika perekonomian membaik, maka indikatornya akan
mengalami peningkatan.
- Countercyclical, arah geraknya berlawanan dengan perekonomian, ketika
perekonomian membaik maka indikatornya akan mengalami penurunan.
- Acyclical, indikator yang tidak memiliki hubungan dengan perubahan yang
terjadi pada perekonomian,meskipun perekonomian membaik ataupun
memburuk, perubahan indikatornya tetap tidak terpengaruh dan tetap berada
pada trend-nya sendiri.
2. Timing
- Leading, indikator yang berubah sebelum perekonomian berubah.
- Lagged, sesuatu yang tidak akan mengalami perubah sampai beberapa waktu
kedepan setelah perekonomian mengalami perubahan. Waktu terjadinya
indikator ini yaitu setelah perekonomian bergerak.
- Coincident, indikator yang bergerak dalam waktu yang bersamaan dengan
(36)
3. Frekuensi data
Berdasarkan frekuensi datanya indikator-indikator yang digunakan memiliki
waktu tayang yang berbeda-beda dalam memprediksi perekonomian.
Indikator-indikator tersebut ada yang berbentuk tahunan, kwartalan,
triwulanan, bulanan dan ada juga yang berubah setiap menitnya.
Proses identifikasi titik balik untuk menentukan posisi lembah dan puncak
dari suatu siklus, dapat ditentukan berdasarkan metode Bry-Broschan.
1. Periode dengan nilai tertinggi atau terendah dari nilai lainnya dalam rentang
waktu lima bulan sebelum dan sesudahnya merupakan titik balik potensial.
2. Suatu fase (puncak ke lembah atau lembah kepuncak) memiliki durasi
minimal lima bulan. Dan suatu siklus (puncak ke puncak atau lembah ke
lembah) memiliki durasi minimal 15 bulan.
3. Apabila terdapat dua titik balik sejenis dan berurutan, maka dipilih nilai pada
puncak tertinggi atau lembah terendah. Dan apabila nilai tersebut memilki
nilai yang sama maka titik balik terakhir yang dipilih.
4. Titik balik yang terdapat dalam waktu enam bulan atau kurang dari awal dan
akhir periode suatu series data, maka data tersebut tidak diperhitungkan
sebagai titik balik.
Metode dan teknik yang digunakan untuk mendapatkan peak atau through
dalam suatu siklus bisnis, sejak awal perkembangan teori siklus bisnis telah
diperkirakan dapat mendeteksi suatu krisis. Seperti yang dikemukakan oleh
peneliti-peneliti terdahulu dibawah ini dalam Niemira dan Klein (1994). Wesley
(37)
13
Mitchell, siklus bisnis memperlihatkan suatu patahan yang dapat dianggap
periode krisis, sehingga analisis tentang siklus dapat lebih luas dipergunakan
dalam berbagai hal. Pandangan Mitchell ini, mendorong peneliti-peneliti pada
abad pertengahan melihat teori siklus bisnis sebagai suatu siklus statistik yang
pada awalnya dipergunakan untuk melihat krisis perdagangan, sehingga
pendekatan tentang siklus bisnis cukup fleksibel untuk digabungkan dengan
pendekatan lainnya.
Teori Debt and financial fragility yang dianut oleh Fisher (1933),
Kindleberger (1978) dan Minsky (1977) mendefinisikan krisis sebagai titik balik
dari business cysles sebagai respon kelebihan utang yang terjadi pada pasar
keuangan. Adapun tanda-tanda krisis mulai terjadi adalah: meningkatnya
pembiayaan pembangunan yang berasal dari utang, pergantian utang jangka
panjang ke jangka pendek, meningkatnya kegiatan spekulasi di pasar asset,
penurunan margin safety di lembaga keuangan, kenaikan suku bunga yang
menyebakan kebijakan moneter yang kontraktif.
Selama perkembangan teori siklus bisnis terus dikaji, berbagai
siklus-siklus lain akan mulai ditemukan. Seperti misalnya siklus-siklus bisnis untuk kawasan
regional, siklus inflasi, siklus industri, siklus kredit, siklus moneter, siklus suku
bunga dan siklus pasar saham. Salah satu dari turunan teori siklus bisnis tersebut
akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu sistem deteksi dini untuk krisis yang
menggunakan teknik dan teori dasar dalam siklus bisnis, seperti penentuan
(38)
2.2. Krisis Nilai Tukar
Krisis keuangan didefinisiskan sebagai situasi dimana permintaan uang
meningkat lebih cepat dibandingkan dengan penawaran uang. Menurut Kaminsky,
et. al. (1998) krisis nilai tukar didefenisikan sebagai:
”A crisis is defined as a situation in which an attack on the currency leads to a sharp depreciation of the currency, a large decline in international reserves, or a combination of the two. A crisis so defined includes both successful and unsuccessful attacks on the currency. The definition is also comprehensive enough to include not only currency attacks under a fixed exchange rate but also attacks under other exchange rate regimes. For example, an attacks could force a large devaluation beyond the established rules of a prevailing crawling-peg regime or exchange rate band”.
Terdapat tiga jenis teori yang mendasari krisis nilai tukar, ketiga teori
tersebut dapat dijelaskan berikut ini.
1. Model generasi pertama menunjukan bahwa krisis nilai tukar terjadi bukan
karena berusaha mempertahankan regim nilai tukar tetapi karena
memburuknya fundamental ekonomi. Penyebab utama krisis adalah kredit
yang berlebihan untuk pembiayaan pembangunan maupun likuiditas terhadap
perbankan.
2. Model generasi kedua memasukan kegiatan spekulasi sebagai salah satu
penyebab krisis, sehingga krisis bisa saja terjadi tanpa ditandai dengan
memburuknya fundamental ekonomi. Suatu negara dapat menjadi korban dari
serangan spekulasi semata-mata karena adanya perubahan tingkat kepercayaan
pasar yang tidak ada kaitannya dengan fundamental ekonomi.
3. Model generasi ketiga menggunakan pendekatan jalur neraca, baik agregat
maupun sektoral. Penyebab krisis dari sudut pandang pendekatan ini adalah
turunnya permintaan kreditor asing terhadap aset keuangan domestik yang
(39)
15
sistem perbankan atau perusahaan dalam melunasi utang luar negeri yang
kemudian mendorong lonjakan permintaan akan aset asing atau aset dalam
bentuk mata uang asing. Selanjutnya yang terjadi adalah larinya modal asing
secara besar-besaran, depresiasi nilai tukar, surplus neraca berjalan dan resesi.
2.3. Krisis Perbankan
Krisis perbankan bukan merupakan sebuah periode baru pada
perekonomian karena telah terjadi berulang pada tahun-tahun yang lalu dan
merugikan banyak negara. Karena bank menjadi pemain penting dalam suatu
perekonomian, krisis perbankan akan memicu konsekuensi lanjutan seperti
berkurangnya output, ketidakstabilan moneter dan efek non moneter lainnya.
Industri perbankan yang memiliki fungsi intermediasi untuk mengatur sistem
pembayaran, menimbulkan pandangan bahwa permasalahan di sektor perbankan
dapat menyebabkan efek negatif terhadap perekonomian yang dampaknya jauh
lebih besar dibandingkan dengan jatuhnya bidang industri lain. Dalam hal ini,
kejatuhan sektor perbankan akan menyebabkan jatuhnya industri pada sektor lain
yang memiliki hubungan dengan bank tersebut.
Beberapa analisis menurut Hadad, Santoso dan Arianto (2003)
mengutarakan alasan yang mendukung pernyataan bahwa industri perbankan
merupakan industri yang memerlukan perhatian khusus.
1. rasio kas terhadap aset yang rendah;
2. rasio modal terhadap aset yang rendah;
(40)
Dengan memperhatikan kondisi diatas, penarikan dana dalam jumlah besar akan
mengakibatkan bank-bank kesulitan untuk mengembalikan dana milik masyarakat
tersebut. Sebagai solusinya bank-bank tersebut akan menjual aset yang ada
dengan harga murah, kondisi ini akan menimbulkan tekanan yang besar pada
perbankan dan menurunnya rentabilitas perbankan akan memicu timbulnya krisis.
Kunt dan Detergiache (1998) dalam Hadad et. al. (2003) mendefinisikan
krisis sebagai suatu keadaan dimana salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi.
1. Asset non performing mencapai 10 persen dari total asset sistem perbankan.
2. Biaya untuk menyelamatkan sistem perbankan mencapai 2 persen dari GDP.
3. Terjadi pengalihan kepemilikan bank-bank secara besar-besaran kepada
pemerintah.
4. Terjadi bank run yang meluas atau terdapat tindakan darurat yang dilakukan
pemerintah dalam bentuk pembekuan simpanan masyarakat, penutupan
kantor-kantor bank dalam jangka waktu yang cukup panjang, atau
memberlakukan penjaminan simpanan yang meyeluruh.
Hardy dan Pazarbasioglu (1999) mengatakan bahwa pada dasarnya
permasalahan yang ada di industri perbankan dapat digolongkan kedalam dua
kelompok besar, yaitu severe distress dan full-blown crisis. Severe distress atau
permasalahan berat terjadi apabila permasalahan perbankan telah terakumulasi
hingga mencapai suatu titik tertentu, namun belum mencapai satu kondisi yang
dikemukakan diatas. Sementara itu full-blown crisis terjadi apabila salah satu
(41)
17
Berdasarkan peraturan BI nomor 5/8/PBI/2003 yang sejalan dengan
rekomendasi kesepakatan Basel II dalam Suseno dan Abdullah (2003), bank
umum di Indonesia diharuskan mengatur dan mengelola segala risiko yang
dihadapi, sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja internal dan operasi bank.
Permasalahan yang muncul di sektor perbankan pada akhirnya bermuara pada
kemampuan perbankan mengelola semua risiko yang berkaitan dengan operasi
bank. Indikator kinerja perbankan selain dinilai dari cara pengelolaan
risiko-risiko, terdapat kerangka kerja yang berisi lima kunci pokok.
1. Capital Adequecy
Ketersediaan kecukupan modal dapat mengurangi risiko yang dihadapi bank
dan mengurangi kerugian. Dengan adanya modal maka ketika terjadi
kegagalan pada bank akibat pinjaman nasabah yang tidak lancar, bank
memiliki cadangan. Modal pun dapat mendukung posisi keuangan dan
operasional bank, memberikan perlindungan kepada para nasabah, peminjam
dan penanam modal.
2. Asset Quality
Kualitas aset memainkan peranan yang penting dalam menentukan
keuntungan (profitabilitas) bank untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Risiko kegagalan pinjaman dapat ditekan, karena kualitas aset bank akan
memburuk ketika terdapat NPL (Non Performing Loan yang meningkat) yang
banyak. Meningkatnya risiko kredit dan risiko lain pada sektor rill akan
(42)
pinjaman memburuk, lebih banyak NPL akan mengurangi penerimaan bank
yang akhirnya mempengaruhi keuntungan bank.
3. Management Quality
Kualitas management yang dimiliki oleh suatu bank akan mempengaruhi
kondisi bank untuk masa yang akan datang, hal ini terlihat dari efisiensi dalam
operasional bank yang terkait dengan pengelolaan biaya dan produktifitas
pekerja.
4. Profitability
Profitabilitas mengindikasikan bagaimana pengelola dan pekerja mampu
mempertahankan pertumbuhan keuntungan dengan adanya
peningkatan-peningkatan keuntungan. Pendekatan yang menunjukan tingkat profitabilitas
adalah return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan net interest margin
(NIM).
5. Liquidity
Bank memerlukan likuiditas untuk menyatukan proses penyaluran dana antara
penyimpan dan para peminjam. Oleh karena itu, bank harus memiliki
kemampuan untuk mengumpulkan modal yang dengan cepat dapat dicairkan
agar menjadi cadangan ketika suatu saat diperlukan modal keluar yang
banyak.
2.4. Signals Approach Method (SAM)
Metode ini mengasumsikan perilaku rata-rata dari leading indicator
mengalami perubahan pada saat menjelang krisis, sehingga dapat dijadikan
(43)
19
Kaminsky, Lizondo dan Reinhart (1998) dan dikembangkan oleh Garcia dan
Herrera (1999). Indikator yang memiliki nilai menyimpang dari threshold tertentu
dianggap sebagai warning signals adanya suatu krisis dalam jangka waktu
tertentu.
Threshold dipilih untuk membatasi risiko memberikan sinyal yang salah
dan risiko kehilangan beberapa periode krisis yang terjadi. Sinyal yang diikuti
oleh krisis selama jangka waktu yang dipilih atau crisis window (dalam penelitian
ini menggunakan 12 bulan) disebut dengan good signals. Sedangkan sinyal yang
tidak diikuti oleh krisis dalam 12 bulan kedepan maka bad signals. Dalam model
ini threshold ditentukan secara relatif dan diperoleh dari persentil distribusi
masing-masing indikator.
Pengembangan ekstraksi sinyal kemudian dilanjutkan oleh Garcia dan
Herrera (1999). Untuk memperoleh sinyal digunakan empat macam metode
transformasi atau penyaringan yaitu: Hodrick-Prescott (HP filter), moving average
(model chartist), penggunaan variabel dalam bentuk level atau data output tanpa
dihitung tingkat pertumbuhannya, dan model Autoregrsive Moving Average
(ARMA) yang dihitung residualnya. Dari berbagai penelitian yang dilakukan,
keunggulan pendekatan ini adalah:
1. Mampu menangkap sinyal dari berbagai variabel mengenai krisis yang akan
terjadi dan menyediakan informasi mengenai sumber dan penyebab krisis.
2. Mencakup beberapa variabel ekonomi yang biasanya menandai timbulnya
berbagai permasalahan ekonomi.
(44)
Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah:
1. Indikator yang digunakan dalam bentuk tingkat pertumbuhan, sehingga
apabila terdapat efek yang konstan, variabel-variabel tersebut tidak dapat
digunakan.
2. Penentuan periode krisis dengan mengkombinasikannya kedalam suatu
indeks kemudian priode krisis ditentukan berdasarkan apakah indeks tersebut
melebihi threshold atau tidak, menghasilkan perbedaan periode untuk
mengidentifikasi krisis.
2.5. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang dilakukan berhubungan dengan pembentukan
indikator dini krisis nilai tukar dan perbankan. Penelitian Hardy dan
Pazarbasioglu (1999) menggunakan metode analisis multinomial logit model
yang diestimasi dengan maximum likelihood pada observasi 253 krisis yang
terjadi di berbagai negara. Hasil penelitiannya menemukan bahwa krisis
perbankan berhubungan dengan:
1 menurunnya GDP rill yang bersifat lama dan terus menerus mengalami
penurunan;
2 meningkatnya boom siklus inflasi, ekspansi kredit, dan capital inflow;
3 meningkatnya tingkat suku bunga rill dan penurunan capital output ratio;
4 menurunnya real exchange rate dan menyebabkan guncangan perdagangan
(45)
21
Penelitian Hadad, Santoso dan Arianto (2003) yang diberi judul: Indikator
Awal Krisis Perbankan. Metode analisis yang digunakan adalah metoda maximum
likelihood dalam model logit dan uji type I & type II error untuk melihat
faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap industri perbankan. Variabel-variabel
indipenden yang digunakan terbagi kedalam tiga kelompok besar yaitu: variabel
sektor rill untuk menjelaskan tingkat efisiensi penggunaan kredit perbankan dan
perubahan repayment capacity, variabel sektor perbankan untuk menjelaskan
tingkat ketahanan perbankan terhadap perubahan-perubahan yang signifikan pada
sisi asset maupun liabilities, dan variabel shock yang digunakan untuk
menjelaskan faktor-faktor lain yang secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi sektor rill.
Berdasarkan hasil penelitiannya, diperoleh keterkaitan antara terjadinya
krisis perbankan dengan pertumbuhan GDP rill, real effective exchange rate,
pertumbuhan pemberian kredit kepada sektor rill, perubahan simpanan
masyarakat, pertumbuhan konsumsi swasta. Dengan menggunakan uji type I &
type II error indikator-indikator sektor rill, sektor perbankan dan shock dapat
digunakan sebagai indikator awal krisis perbankan.
Penelitian menggunakan Signal Approach Method(SAM), dipelopori oleh
Kaminsky,et..al..(1998) yang menggunakan pendekatan ini untuk mendeteksi
krisis nilai tukar. Adapun penggunaan crisis window-nya adalah 24 bulan dengan
studi kasus beberapa negara yang mengalami krisis dengan menggunakan data
panel. Penelitian ini menganalisis indikator keuangan yang dapat dijadikan
(46)
indikator: capital account, debt profile, current account, international variabel,
financial liberalization, real sector, fiscal variabel, structural factors dan political
variabel dengan jumlah indikator yang diteliti yaitu 15 indikator.
Garcia dan Herrera (1999) memperbaiki kinerja SAM dengan
menambahkan empat metode filtering untuk mengekstraksi sinyal, selain itu
setiap indikator dini tidak diuji setiap variabelnya, tetapi langsung diuji hasil
agregasi setiap variabel dalam bentuk indeks kompositnya. Penelitian ini
mengambil studi kasus untuk krisis yang dialami oleh Amerika Latin, dengan
menggunakan crisis window 24 bulan.
Penelitian dengan SAM digunakan oleh Agung et.al. (2002) untuk kasus
Indonesia dengan menggunakan pendekatan yang dilakukan oleh Garcia dan
Herrera (1999). Hasil penelitian ini menggunakan crisis window 24 bulan dengan
hasil metode filtering yang terbaik dibandingkan dengan empat metode lainnya
yaitu deviasi dari trend-nya dengan menggunakan HP filter dan GARCH.
Penelitiannya hanya menganalisis kinerja indeks komposit tanpa menjelaskan
kinerja masing-masing indikator karena tujuan dari penelitian ini hanya ingin
mengetahui kinerja akurasi sinyal dari keempat metode filtering yang digunakan
Garcia dan Herrera (1999) apabila diterapkan untuk kasus Indonesia.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Tambunan (2002) yang meneliti
krisis nilai tukar untuk kasus Indonesia dengan menggunakan pendekatan yang
digunakan oleh Kaminsky,et..al. (1998) yaitu dengan menganalisis kinerja setiap
indikator pembentuk indeks komposit. Penelitian yang dilakukan Agung,,et. al.
(47)
23
penelitian ini, berbeda dengan penelitian tersebut yang menganalisis keempat
metode filtering yang digunakan oleh Garcia dan Herrera (1999), penelitian ini
hanya menggunakan satu metode filtering yang memiliki kinerja yang baik
berdasarkan penelitian Agung et.al. (2002) tersebut yaitu metode filtering dengan
mendeviasikan terhadap trend dengan Hodrick-Prescott filter kemudian diestimasi
dengan model GARCH untuk menentukan threshold.
Kinerja setiap indikator dini untuk krisis nilai tukar dan perbankan
dianalisis kinerjanya untuk menetukan variabel yang memilki kinerja
memprediksi yang baik seperti penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2002)
dengan crisis window 12 bulan. Penelitian tentang sistem deteksi dini untuk kasus
Indonesia hanya menganalisis sampai dengan periode 2002, padahal suatu sistem
deteksi dini harus diperbaharui dan dipantau pergerakannya setiap saat. Oleh
karena itu, penelitian ini mencoba menganalisis kinerja akurasi sinyal dengan
SAM dengan adanya perpanjangan periode waktu sampai dengan 2005.
2.6. Kerangka Pemikiran
Krisis yang dialami Indonesia meninggalkan pelajaran yang sangat penting
yaitu penyelesaian krisis tersebut sangat kompleks dan berbiaya sangat mahal.
Krisis Indonesia merupakan krisis terparah kedua di dunia dalam seperempat abad
terakhir setelah krisis di Argentina (1980-1982) karena mengeluarkan biaya
mencapai 51 persen sedangkan Argentina 55 persen dari PDB tahunannya.
(48)
keuangan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan yang membentuk sistem
keuangan.
Menurut Batunanggar (2003) stabilitas sistem keuangan adalah kestabilan
yang ditujukan untuk menciptakan lembaga dan pasar keuangan yang stabil guna
menghindari terjadinya krisis keuangan yang dapat mengganggu tatanan
perekonomian nasional. Sehingga tujuan dari analisis stabilitas sistem keuangan
adalah menghindarkan gangguan terhadap sistem keuangan, adapun gangguan
sistem keuangan yang utama adalah krisis perbankan dan krisis nilai tukar (Agung
et. al., 2002).
Dan perumusan yang umum dipakai untuk meningkatkan stabilitas sistem
keuangan yaitu kebijakan untuk menghadapi krisis yang merupakan suatu
rangkaian proses dan kegiatan yang diawali dengan pemantauan dan identifikasi
kemungkinan timbulnya krisis, sampai dengan pencegahan timbulnya krisis atau
yang disebut dengan crisis prevention dan upaya-upaya penyelesaian yang harus
dilakukan apabila krisis tersebut sudah terjadi atau crisis resolution.
Salah satu upaya pencegahan terjadinya krisis (crisis prevention) yaitu
mengembangkan sistem deteksi dini dengan menganalisis indikator-indikator
yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi krisis dan menggambarkan kondisi
sistem keuangan yang rentan terhadap gejolak. Terdapat tiga pendekatan utama
yang sering digunakan dalam penyusunan sistem deteksi dini, yaitu:
1. Pendekatan Kualitatif
Secara kualitatif, sistem deteksi dini dapat dilakukan dengan membandingkan
(49)
25
disaat normal atau perekonomian negara lain yang sebanding dan tidak
sedang dilanda krisis.
2. Pendekatan Parametrik (Ekonometrik)
Pendekatan ini mengestimasi probabilitas terjadinya krisis serta
mengidentifikasi variabel-variabel yang bisa memprediksinya secara
signifikan dengan cara mengamati perubahan efek yang ditimbulkannya.
Pendekatan ini memiliki kemudahan dalam mengevaluasi variabel-variabel
yang digunakan, namun diperlukan sample ukuran besar dengan mengunakan
data panel antar negara yang mengalami krisis untuk model ekonometrik
menggunakan probit dan logit.
3. Pendekatan Non-Parametrik
Pendekatan yang mengevaluasi kegunaan berbagai indikator dalam
memberikan sinyal kemungkinan terjadinya krisis dengan menggunakan nilai
threshold yang ditentukan untuk setiap indikator sehingga dapat
memperlihatkan kemungkinan antara sinyal yang salah dan risiko tidak
terjadinya sinyal untuk mendeteksi krisis. Yang termasuk kedalam pendekatan
ini adalah Signals Approach Method (SAM).
Indikator fundamental ekonomi merupakan indikator-indikator yang
menunjukan ketahanan perekonomian menahan guncangan yang terjadi seperti
krisis keuangan. Indikator fundamental ekonomi sekurangnya ditentukan oleh
tujuh faktor yaitu: GNP per kapita, pertumbuhan ekonomi, ekspor-impor, inflasi,
cadangan devisa, utang luar negeri dan kestabilan nilai tukar. Karena kerentanan
(50)
yang mencerminkan kestabilan nilai tukar itu sendiri digunakan dalam penelitian
ini, variabel utang luar negeri memperlihatkan bagaimana kondisi pembiayaan
sebelum terjadinya krisis, kredit domestik, REER dan cadangan devisa, menjadi
indikator-indikator yang digunakan untuk menganalisis nilai tukar.
Menurut Hadad et. al. (2003) permasalahan yang timbul pada industri
perbankan dapat berasal dari sisi internal maupun eksternal perbankan. Dari sisi
internal perbankan, permasalahan yang timbul dapat terlihat dari perkembangan
kinerja masing-masing bank maupun kinerja industri perbankan secara
keseluruhan. Sementara itu, kondisi ekonomi makro dan perkembangan kinerja
industri yang sumber pembiayaannya dari kredit perbankan dapat mempengaruhi
kinerja perbankan dari faktor eksternal. Adapun variabel yang mewakili variabel
internal perbankan yaitu LDR, ROA dan OCOR dan variabel eksternal yang
mempengaruhi perbankan diambil dari beberapa indikator fundamental ekonomi
yang menggambarkan kondisi perekonomian yang sedang terjadi yaitu utang luar
negeri, pertumbuhan ekonomi, kredit domestik, pergerakan nilai tukar dan inflasi.
SAM memerlukan suatu seri acuan untuk mengidentifikasi krisis. Seri
acuan untuk krisis nilai tukar yaitu ISP (Index of Speculative Pressure) dan krisis
perbankan yaitu IBC (Index of Banking Crisis). Kedua seri acuan ini ditentukan
titik baliknya dengan mengacu pada kriteria Bry-Boschan untuk melihat
pergerakan siklikal seri acuan. Setelah diperoleh nilai ISP dan IBC, tahap
selanjutnya yaitu pemilihan komponen pembentuk komposit berdasarkan kriteria
uji stasioneritas dan uji korelasi silang. Indikator pembentuk komposit yang lulus
(51)
27
Indikator-indikator dini kandidiat pembentuk komposit kemudian
diagregasi menjadi suatu indek. Indek untuk kerentanan nilai tukar disebut dengan
IMV (Index of Market Vulnerability) dan untuk kerentanan perbankan disebut
IBV (Index of Banking Vulnerability). Kedua indek tersebut dapat digunakan
sebagai indikator dini untuk memprediksi adanya krisis dengan menggunakan
evaluasi akurasi sinyal. Evaluasi akurasi sinyal terdiri dari kriteria pengujian Type
I and II Error, Noise to signals Ratio (N/S Ratio)dan Probability of Crisis (Pc).
Setiap tahapan memiliki prosedur dan bahan pertimbangannya masing-masing.
Untuk lebih rincinya, penjelasan setiap tahapan dan SAM akan dijelaskan pada
(52)
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian Stabilitas Sistem Keuangan
Tujuan: menghindari gangguan dari sistem
keuangan
Gangguan sistem keuangan
Krisis Nilai
Krisis Perbankan
Leading Indicators Crisis
Prevention
(Pencegahan)
Crisis Resolution
(Penyelesaian)
Sistem Deteksi Dini
Pendekatan Kualitatif
Pendekatan Ekonometrik
Pendekatan Non-Parametrik
Signal Approach Method (SAM)
Pembentukan Seri Acuan Krisis
Pemilihan Komponen Pembentuk Komposit Uji Stasioneritas
Uji Korelasi silang
Pembentukan Indek Komposit
Evaluasi Akurasi Sinyal
(53)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data deret waktu bulanan dari tahun 1995 hingga tahun 2005 yang dikumpulkan dari berbagai sumber, diantaranya dari Statistika Perbankan Indonesia (SPI) dan Statistika Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) yang merupakan publikasi dari Bank Indonesia (BI) dan International Financial Statistics (IFS) terbitan IMF. Ke 132 observasi mencakup delapan variabel untuk menganalisis sistem deteksi dini krisis nilai tukar, dan 11 variabel untuk krisis perbankan. Karena ada variabel yang digunakan untuk kedua analisis, keseluruhan variabel menjadi 15 variabel. Tabel 3.1. Deskripsi Data Penelitian
No Variabel Deskripsi Sumber
1 ER Exchange Rate Nilai tukar rupiah terhadap USD SEKI BI 2 I3 Interest Suku bunga deposito tiga bulan SPI BI 3 IR International
Reserves Cadangan devisa resmi SEKI BI
4 NPL Non Performing Loan Rasio kredit macet SPI BI
5 CAR Capital Adequecy Ratio Kecukupan modal perbankan SPI BI
6 IPI Industrial Production
Index
Pertumbuhan output produksi
sebagai proksi dari GDP IFS 7 DC Domestic Credit Pertumbuhan kredit domestik rill SEKI BI 8 LDR Loan to Deposit ratio Rasio kredit yang diberikan
terhadap dana pihak ketiga SPI BI 9 ROA Return on Asset Laba kotor dibagi rata-rata total
aktiva SPI BI
10 OCOR Operating Cost over
Operating Revenue
Biaya operasional terhadap
pendapatan operacional SPI BI 11 FL Foreign Liabilities Pertumbuhan pasiva valas rill SEKI BI 12 REER Real Efective
Exchange Rate Perubahan nilai tukar rill BI
13 CPI Consumer Price
Index Laju inflasi IFS
14 EQ Equity IHSG SEKI BI
(54)
Data yang digunakan untuk menentukan krisis nilai tukar yaitu, pergerakan nilai tukar itu sendiri (ER), suku bunga deposito tiga bulan (I3) dan cadangan devisa (IR). Sedangkan data yang digunakan sebagai pembentuk indeks komposit terdiri dari variabel yang berpengaruh dalam guncangan nilai tukar yaitu tingkat perubahan harga (CPI) dan REER mewakili sektor eksternal, kredit domestik (DC) dan M2 yang dideflasikan terhadap cadangan devisa (M2) mewakili sektor keuangan, perubahan harga saham yang dideflasikan terhadap inflasi (EQ) mewakili sektor rill. Indeks komposit untuk nilai tukar tersebut disebut Index of Market Vulnerability (IMV). Data CPI yang berasal IFS menggunakan tahun dasar 2002, untuk menyamaratakan dengan REER yang menggunakan tahun dasar 2003, maka data CPI diubah tahun dasarnya.
Variabel lain yang dapat digunakan sebagai indikator dini krisis nilai tukar adalah variabel dari sektor eksternal (variabel ekspor, impor, utang pemerintah, total utang dan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri), sektor keuangan (variabel perbedaan antara suku bunga kredit dan deposito, pinjaman bank sentral ke sektor perbankan, gap antara permintaan dan penawaran uang dan pertumbuhan uang), sektor rill (pertumbuhan PDB rill, tingkat pengangguran dan tingkat upah), dan sektor fiskal (konsumsi pemerintah dan kredit kepada sektor publik). Keempat variabel tersebut tidak digunakan seluruhnya dan hanya tiga sektor pertama yang digunakan karena kelima indikator yang dipilih dari ketiga sektor tersebut merupakan indikator fundamental ekonomi. Selain itu, keterbatasan waktu dan kemampuan penulis dalam menyediakan data menjadi pertimbangan dalam pembatasan indikator tersebut.
(55)
31
Data yang digunakan untuk menentukan krisis perbankan yaitu, NPL, CAR dan suku bunga deposito tiga bulan. Indeks komposit untuk krisis perbankan disebut Index of Banking Vulnerability (IBV) yang terbagi menjadi data yang menggambarkan kondisi internal dan eksternal perbankan. Sehingga data yang digunakan adalah LDR, ROA dan OCOR, mewakili sektor internal perbankan, dan utang luar negeri, Industrial Production Index (IPI), kredit domestik, nilai tukar serta CPI untuk data eksternal perbankan.
Seri data ROA dan OCOR pada beberapa periode tidak diterbitkan oleh BI maka dilakukan interpolasi mengingat penggunaan data tersebut penting untuk dianalisis. Interpolasi dilakukan untuk periode September-November 1997 dan periode Maret-November 2002. Selain data diatas, terdapat beberapa variabel yang dapat dijadikan indikator dini krisis perbankan yaitu Net Interest Margin
(NIM) dan kredit properti, namun karena data untuk NIM tidak tersedia sekitar dua dekade dan menurut hasil penelitian Dewati, Sukawati dan Adiwibowo (2004), NIM tidak dapat dijadikan sebagai indikator sistem deteksi dini karena lebih merupakan hasil atau dampak dari krisis, memperkuat dikeluarkannya variabel tersebut dari analisis. Sedangkan untuk kredit properti data baru diolah oleh BI tahun 2000, sehingga ketersediaan series data tidak lengkap.
Sistem nilai tukar terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana pemerintah menjaga nilai tukar berada pada suatu nilai tertentu, apabila nilai tukar menyimpang dari batas yang ditentukan akibat pergerakan jumlah permintaan dan penawaran mata uang asing maka akan menghasilkan perubahan pada jumlah cadangan devisa luar negeri
(56)
(international reserves) karena cadangan devisa tersebut digunakan pemerintah untuk menjual atau membeli mata uang asing. Nilai tukar bebas (free floating exchange rate) mengikuti keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar uang sehingga dimana nilai tukar bergerak bebas dan jumlah cadangan devisa tidak terpengaruh dan tidak mengalami perubahan. Terakhir yaitu sistem nilai tukar bebas terkendali (manage floating exchange rate) dimana nilai tukar dijaga pada suatu batas interval yang telah ditetapkan pemerintah, nilai tukar dapat bergerak bebas pada interval tertentu dan pemerintah masih dapat melakukan intervensi sehingga sistem nilai tukar ini merupakan penggabungan antara pergerakan nilai tukar yang bebas berubah dan perubahan pada jumlah cadangan devisa
Selama periode 1995-2005 terdapat perubahan sistem nilai tukar dinegara kita yaitu nilai tukar bebas terkendali sampai dengan Agustus 1997 dan nilai tukar bebas setelahnya. Indonesia memasuki sistem nilai tukar bebas secara bertahap yaitu melalui pelebaran batas interval nilai tukar sedikit demi sedikit sampai akhirnya nilai tukar mengambang bebas secara penuh pada Agustus 2000. Penentuan threshold memerlukan nilai rata-rata dan deviasi dari variabel yang mengandung unsur nilai tukar oleh karena itu dilakukan pemisahan sample agar tidak terjadi bias karena terdapat perbedaan batas interval nilai tukar yang menggambarkan perbedaan pada struktural perekonomian. Variabel pada krisis nilai tukar dan krisis perbankan mengandung variabel nilai tukar maka pemisahan sample dilakukan pada kedua jenis krisis tersebut.
1. Periode pre floating dari Januari 1995 s/d Agustus 1997. 2. Periode post floating dari September 1997 s/d Desember 2005.
(57)
33
3.2. Metode Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan paket program Microsoft Excel dan Eviews 3.1. Untuk melihat bagaimana indeks kerentanan perbankan dan nilai tukar menghasilkan sinyal krisis dilakukan berbagai tahapan metode analisis data, tapi sebelumnya data harus melewati beberapa proeses pengolahan sebelum siap untuk dianalisis. Metode pengolahan data dilakukan untuk menghilangkan berbagai permasalahan dalam data yaitu adanya series data yang hilang (missing data) dan perubahan tahun dasar menggunakan tahun 2003, serta mempersiapkan data sehingga menjadi data yang siap untuk dianalisis.
Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data yaitu: pertama, melengkapi series data yang hilang; kedua, menyamakan tahun dasar untuk REER dan CPI; ketiga, merillkan data dengan CPI untuk data berbentuk nominal; keempat, melogaritmakan data untuk mengatasi perbedaan satuan untuk data yang tidak dalam bentuk persentase; kelima, pembentukan data siklikal karena data yang digunakan dalam analisis sistem deteksi dini dengan SAM ini harus mencerminkan pergerakan siklikalnya.
3.2.1. Missing Data dan Perubahan Tahun Dasar
Fenomena data hilang sering terjadi dalam penelitian data sekunder, terutama untuk data yang jarang digunakan oleh suatu penelitian dan tidak diperhatikan oleh para pengambil kebijakan. Hilangnya data dalam penelitian ini merupakan data yang menggambarkan kondisi internal perbankan. Ada banyak
(58)
alasan suatu data tidak dipublikasikan oleh instansi terkait, diantaranya karena data bersifat sangat rahasia, biaya dan tenaga untuk memproduksinya sangat tinggi, dan mungkin data sengaja tidak dipublikasikan agar kebenaran tidak terungkapkan. Seri data ROA dan OCOR pada beberapa periode tidak diterbitkan oleh BI karena bank-bank pada periode tersebut mendapatkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan keterangan terkait tentang BLBI bersifat rahasia oleh karena itu seri data ROA dan OCOR yang tidak dipublikasikan disebabkan data tersebut bersifat rahasia.
Seri data ROA dan OCOR yang hilang dilengkapi dengan melakukan interpolasi. Interpolasi dilakukan untuk periode September-November 1997 dan periode Maret-November 2002. Adapun cara yang dilakukan untuk mengatasi hilangnya data tersebut, yaitu dengan membuat trend dari keseluruhan data dan meregresikannya terhadap waktu, kemudian data yang hilang diestimasi berdasarkan trend-nya tersebut pada waktu ke-i dimana missing data terjadi.
REER merupakan suatu variabel yang dihitung dengan menggunakan nilai tukar Indonesia terhadap 8 negara mitra dagang utama Indonesia, yaitu Jepang, USA, Singapura, Korea, Cina, Taiwan, Jerman dan UK. Data REER yang diperoleh untuk penelitian ini berasal dari BI dengan tahun dasar 2003. Banyaknya variabel pembentuk REER tersebut menjadi alasan kenapa REER tidak diubah tahun dasarnya dan CPI lah yang mengalami perubahan tahun dasar dari 2000 menjadi 2003. Perubahan tahun dasar CPI dilakukan berdasarkan Aczel (1999), adapun prosedur yang dilakukan pertama yaitu menghitung rata-rata dari keseluruhan data pada tahun dasar baru, dalam hal ini CPI tahun 2003 yang
(59)
35
dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah bulan yaitu 12, perolahan angka tersebut merupakan index value of new base. Kemudian nilai indeks untuk bulan ke-i yang baru dihitung dengan:
100 × ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = Base New of Value Index Value Index Old Value Index
New (3.1)
3.2.2. Pembentukan Data Siklikal
Suatu data time series mengandung unsur siklikal, musiman, trend dan irregular sehingga, Zt = Pt + St + Ct + It. Zt merupakan variabel time series, Pt mengandung komponen trend, St adalah komponen yang mengandung unsur musiman, Ct melambangkan komponen siklikal dan It adalah komponen irregular. Data dengan series tahunan tidak memiliki komponen musiman dalam seriesnya, sedangkan data pertumbuhan atau pada tingkat first difference hanya memiliki komponen trend dan siklikalnya (Aczel, 1999). Sehingga untuk membentuk data siklikal pada tingkat pertumbuhannya hanya perlu dihilangkan pengaruh trend -nya saja.
Proses penghilangan pengaruh trend-nya atau yang biasa disebut proses
detrending dilakukan dengan mendeviasikan data pertumbuhan dengan komponen
trend-nya. Adapun metode yang digunakan untuk mengestimasi nilai dari trend -nya digunakan Hodrick-Prescott (HP) filter. Menurut Setiana (2006) metode HP
filter merupakan alat analisis ekonomi yang sederhana, sangat fleksibel dan merupakan pilihan inti dari trend. Hasil dari estimasi merupakan komponen trend
(60)
yang bersifat stokastik tapi bergerak mulus sepanjang waktu dan tidak berhubungan dengan komponen siklikalnya.
Misalkan ∆Zt adalah variabel time series dalam bentuk tingkat pertumbuhan yang telah hilang pengaruh musiman dan irregularnya dan Zpt adalah nilai dari komponen trend-nya. Maka dengan mendeviasikan ∆Zt terhadap Zpt akan diperoleh data siklikalnya (Zct). Setelah data berbentuk siklikal dilakukan proses standarisasi agar setiap variabel memiliki amplitudo yang sama. Proses standarisasi dilakukan dengan mengikuti prosedur yang dilakukan oeh Kaminsky et al. (1998), misalkan IZt adalah data siklikal yang sudah distandarisasi, dengan mendefinisikan α sebagai:
(
)
0.51
2 −
= ⎥⎦
⎤ ⎢
⎣
⎡ −
=
∑
T it
p Zc Zc
α (3.2)
maka:
t
t Zc
IZ =α× (3.3)
3.2.3. Stasioneritas
Salah satu syarat penting dalam penelitian yang menggunakan data deret waktu adalah stasioneritas. Data akan stasioner apabila tidak ada kecenderungan pola data yang mengalami pertumbuhan ataupun penurunan, dalam artian data harus konstan dan horizontal sepanjang deret waktu. Adapun salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat keberadaan stsioneritas adalah The Augmented Dicky Fuller (ADF) tes. Jika nilai ADF statistiknya lebih kecil dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan data tersebut stasioner. Kriteria pengujian
(1)
126
Indikator Pembentuk Sinyal
Periode
Crisis Window
Indikator Komposit Krisis 12 Bulan
Periode
LDR ROA OCOR FL IPI DC ER CPI IBV
IBC IBC
jul 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 aug 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 sep 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 oct 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 nov 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 dec 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
Jumlah
(2)
127
Lampiran 9. Hasil Evaluasi Kinerja Sinyal dengan
SAM
A. Hasil Evaluasi Kinerja Sinyal untuk IMV
Matrix Skenario Sinyal dan Krisis
REER DC M2 CPI EQ IMV
A AS-AK 6 5 5 3 2 4
B AS-TK 3 3 3 6 4 4
C TS-AK 20 21 21 23 24 22
D TS-TK 101 101 101 98 100 100
Jumlah 130 130 130 130 130 130 Type I Error
C/(A+C)
REER DC M2 CPI EQ IMV 0.769231 0.807692 0.807692 0.884615 0.923077 0.846154
Type II Error B/(B+D)
REER DC M2 CPI EQ IMV 0.028846 0.028846 0.028846 0.057692 0.038462 0.038462
1 - Type II Error A/(A+C)
REER DC M2 CPI EQ IMV 0.230769 0.192308 0.192308 0.115385 0.076923 0.153846
Noise/Signal Ratio [(B/B+D)/(A/A+C)]
REER DC M2 CPI EQ IMV
0.125 0.15 0.15 0.5 0.5 0.25
Prob of Crisis (Pc) A/(A+B)
REER DC M2 CPI EQ IMV
(3)
128
Lampiran 9. Lanjutan
B. Hasil Evaluasi Kinerja Sinyal untuk IBV
Matrix Skenario sinyal dan Krisis
Skenario LDR ROA OCOR FLl IPI DC ER CPI IBV
A AS-AK 3 3 4 5 5 7 8 4 7
B AS-TK 3 7 5 3 7 1 0 5 1
C TS-AK 30 30 29 28 28 26 25 29 26
D TS-TK 94 90 92 94 90 96 97 92 96
Jumlah 130 130 130 130 130 130 130 130 130 Type I Error
C/(A+C)
LDR ROA OCOR FL IPI DC ER CPI IBV 0.9091 0.9091 0.8788 0.8485 0.8485 0.7879 0.7576 0.8788 0.7879
Type II Error B/(B+D)
LDR ROA OCOR FL IPI DC ER CPI IBV 0.0309 0.0722 0.0515 0.0309 0.0722 0.0103 0 0.0515 0.0103
1 - Type II Error
A/(A+C)
LDR ROA OCOR FL IPI DC ER CPI IBV 0.0909 0.0909 0.1212 0.1515 0.1515 0.2121 0.2424 0.1212 0.2121
Noise/Signal Ratio [(B/B+D)/(A/A+C)]
LDR ROA OCOR FL IPI DC ER CPI IBV 0.3402 0.7938 0.4253 0.2041 0.4763 0.0486 0 0.4253 0.0486
Prob of Crisis (Pc) A/(A+B)
LDR ROA OCOR FL IPI DC ER CPI IBV 0.5 0.3 0.4444 0.625 0.4167 0.875 1 0.4444 0.875
(4)
Gambar 4.7. Fase Pergerakan ISP
-1.2 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
IBC
Gambar 4.8. Fase Pergerakan IBC
-.4-.2 .0 .2 .4 .6
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
(5)
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 ISP Threshold ISP
Gambar 4.8. Siklikal ISP dan Threshold ISP
Gambar 4.9. Periode Krisis Nilai Tukar
0.00.2 0.4 0.6 0.8 1.0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Periode terjadinya krisis nilai tukar
(6)
-1.2 -0.8 -0.4 0.0 0.4 0.8
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Threshold IBC IBC
Gambar 4.10. Siklikal IBC dan Threshold IBC
Gambar 4.11. Periode Krisis Perbankan
0.00.2 0.4 0.6 0.8 1.0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Periode terjadinya krisis perbankan