Analisis kesalahan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX semester I MTs Darussalam Ciampea Tahun Pelajaran 2013/2014

ANALISIS KESALAHAN KATA PENGHUBUNG
DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS IX SEMESTER I
MTs DARUSSALAM CIAMPEA
TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:
TATA SUHATA
1811013000027

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PROGRAM SYSTEM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAK
TATA SUHATA, NIM 1811013000027, “Analisis Kesalahan Kata Penghubung

dalam Karangan Narasi Siswa Kelas IX Semester I MTs Darussalam Ciampea
Tahun Pelajaran 2013/2014”.
Kata penghubung memegang peranan penting dalam pembentukan kalimat
majemuk. Kata penghubung atau konjungsi adalah kategori kata yang berfungsi
untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaksis, dan selalu
menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesalahan
penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX MTs
Darussalam. Mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kata penghubung
dalam karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam. Objek penelitian ini
adalah karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam pada Tahun Ajaran
2013/2014 sebanyak 30 karangan.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis kesalahan penggunaan kata
penghubung pada karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor, diperoleh beberapa kesimpulan bahwa, tingkat
kesalahan penggunaan kata penghubung dalam penulisan karangan narasi siswa
kelas IX MTs Darussalam banyak terdapat pada jenis kata penghubung
intrakalimat dan ekstrakalimat dengan proporsi secara berturut- turut adalah
68,37% dan 31,63%. Kesalahan penggunaan kata penghubung banyak terdapat
pada kelompok intrakalimat dalam bentuk penggunaan kata dan dengan

persentase kesalahan sebesar 94,03% atau sebanyak 63 kata. Sedangkan dalam
kelompok kata penghubung ekstrakalimat, kesalahan penggunaan kata
penghubung terdapat dalam bentuk penggunaan kata karena sebesar 41,94% atau
sebanyak 13 kata, dan dalam bentuk penggunaan kata ketika sebesar 35,48% atau
sebanyak 11 kata.

i

KATA PENGANTAR
   
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, karena atas karunia
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segaik-baiknya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad Saw, beserta
keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa seluruh umat manusia dari
kegelapan menuju keselamatan.
Penyusunan skripsi saya buat untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.) dengan skripsi yang berjudul Penggunaan Diksi
dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VIII MTs Fathul’ Ibaad Mekarbakti
Panongan, Tangerang.
Selama penulisan ini, banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dilalami,

namun berkat doa, kerja keras serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.
1. Nurlena Rifa’i, M.A. Ph. D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Hindun, M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Dona Aji Karunia Putra, MA. Dosen pembimbing yang telah mengarahkan
dan membantu saya dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan.
5. Terima kasih yang tak terhingga saya haturkan kepada rekan kerja yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun material.
6. Keluarga tercinta yang tak pernah bosan memberikan semangat kepada saya
untuk segera menyelesaikan skripsi ini agar dapat fokus lagi, serta saya

ii

ucapkan rasa sayang yang tempat dalam kepada anak-anak saya yang telah
memotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih saya ucapkan bagi nama-nama yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu. Ungkapan kata memang tak pernah cukup untuk membalas kebaikan
kalian. Semoga Allah selalu melimpahkan dan membalas kebaikan yang berlipat
ganda yang pernah kalian berikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca serta dapat menambah ilmu pengetahuan dalam dunia
pendidikan.
Jazakumullah khairal jaza’
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Tangerang, 10 Januari 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ................................................................................................

i

KATA PENGANTAR ...............................................................................

ii

DAFTAR ISI ............................................................................................

iv

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................

1

B. Identifikasi Masalah .................................................................

3


C. Pembatasan Masalah ................................................................

3

D. Perumusan Masalah .................................................................

3

E. Tujuan Penelitian .....................................................................

4

F. Kegunaan Penelitian ................................................................

4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ......................................................................


5

1. Kelas Kata Bahasa Indonesia ............................................

5

2. Kata Penghubung ..............................................................

11

3. Keterampilan Menulis .......................................................

20

4. Karangan ..........................................................................

23

5. Karangan Narasi ...............................................................


28

6. Analisis Kesalahan Berbahasa ...........................................

29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ...............................................

40

C. Kerangka Pikir ......................................................................

41

BAB III : METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................

43

B. Variabel dan Desain Penelitian ..............................................


43

iv

1. Variabel Penelitian ............................................................

43

2. Desain Penelitian ..............................................................

44

C. Definisi Operasional Variabel ................................................

44

D. Populasi dan Sampel .............................................................

44


1. Populasi ............................................................................

44

2. Sampel ..............................................................................

45

E. Teknik Pengumpulan Data .....................................................

45

F. Teknik Analisis Data .............................................................

45

BAB IV : DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
A. Profil Sekolah ........................................................................


47

1. Gambaran Umum MTs Darussalam Ciampea ....................

47

2. Keadaan Tenaga Pendidik .................................................

47

3. Keadaan Siswa ..................................................................

47

B. Deskripsi Data .......................................................................

48

C. Interpretasi Data ....................................................................

55

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .............................................................................

56

B. Saran ...................................................................................

56

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

57

LAMPIRAN

v

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Para ahli bahasa selalu menghimbau agar pemakaian bahasa senantiasa
berusaha untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ini
menunjukkan bahwa masih sering ditemukan kesalahan berbahasa dalam proses
kehidupan bermasyarakat yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum
mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi
sering pula dilakukan oleh kaum intelektual dan mereka yang telah memegang
jabatan penting dalam bidang pemerintahan. Sangat ironis tampaknya bila
kesalahan berbahasa tersebut, sering dilakukan oleh mereka yang berpendidikan
tinggi.1
Sesuai dengan perubahan waktu dan kemajuan peradaban manusia, ilmu
bahasa juga senantiasa turut mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
situasi dan kondisi masyarakat. Oleh karena itu, kita dituntut untuk senantiasa
memberi perhatian yang serius terhadap pemakaian

bahasa Indonesia.

Mempelajari, mengkaji, membina, dan mengembangkan Bahasa Indonesia adalah
wujud perhatian kita sebagai bangsa Indonesia terhadap bahasa nasional. Realisasi
perhatian tersebut, disalurkan melalui pengajaran bahasa, mengkaji unsur-unsur
bahasa, penertiban buku-buku bahasa, dan pembinaan melalui pendidikan formal
dan media komunikasi massa.
Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah berisikan pengetahuan bahasa dan
keterampilan berbahasa. Pendidikan pengetahuan bahasa mencakup pengajaran di
bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Adapun pendidikan
keterampilan berbahasa meliputi keterampilan berbicara, mendengar, membaca,
dan menulis. Keempat keterampilan bahasa tersebut telah diajarkan secara intensif
di sekolah-sekolah, tetapi tujuan pendidikan bahasa belum tercapai sebagaimana
1

J.S. Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar, (Jakarta: Gramedia, 1986), h. 25.

1

2

yang diharapkan, sebab masih ditemukan adanya kesalahan berbahasa yang
dilakukan oleh anak didik khususnya dan masyarakat berpendidikan pada
umumnya.2
Salah satu usaha untuk meningkatkan mutu pengetahuan bahasa dan sastra
Indonesia di sekolah adalah pendidikan di bidang kelas kata. Ruang lingkup
kajian kelas kata cukup luas dan kompleks. Oleh sebab itu, agar pembahasan di
dalam skripsi ini terfokus, peneliti hanya mengkaji satu apek kajian kelas kata,
yaitu kata penghubung dalam kalimat majemuk. Penelitian tertarik pada aspek ini,
sebab umumnya di kalangan siswa MTs Darussalam Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor masih banyak yang belum mampu menggunakan kata
penghubung dalam kalimat majemuk secara implisit dan konsisten.
Kata penghubung memegang peranan penting dalam pembentukan kalimat
majemuk. Kata penghubung atau konjungsi adalah kategori kata yang berfungsi
untuk meluaskan satuan yang lain dalam konstruksi hipotaksis dan selalu
menghubungkan dua satuan lain atau lebih dalam konstruksi. Konjungsi
menghubungkan bagian-bagian ujaran yang setataran dan tidak setataran.
Misalnya: Ia pergi karena saya dan

Ia pergi karena saya mengusirnya.

Penempatan kata penghubung dalam kalimat majemuk secara tidak tetap dapat
menyebabkan kesalahan persepsi mengenai kalimat tersebut. Oleh sebab itu,
pemakaian kata penghubung dalam kalimat harus dilakukan sesuai dengan kaidah
yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Ketepatan pemakaian bahasa menempatkan
kata penghubung dalam kalimat yang dibuat akan memudahkan orang untuk
memahami apa yang ingin disampaikan, baik secara lisan maupun tertulis.3
Dalam beberapa penulisan kalimat majemuk yang terdapat pada KTSP
dan silabus, penggunaan kata penghubung yang dituangkan dalam kalimat
majemuk serta cara siswa mengerjakan soal-soal bahasa Indonesia yang diberikan
di dalam kelas dan hasil ujian tersebut masih banyak ditemukan kekeliruan siswa
dalam menempatkan kata penghubung di dalam kalimat majemuk.

2

Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 43.
Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1986), h. 45.
3

3

Kesalahan pemakaian kata penghubung dalam kalimat majemuk yang
sering ditemukan pada karya tulis siswa antara lain disebabkan oleh:
1) Tidak cermat menentukan kata penghubung yang harus dipakai dalam
kalimat majemuk tertentu.
2) Tidak memahami penempatan yang tepat suatu kata penghubung dalam
kalimat majemuk.
Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk
meneliti analisis penggunaan kata penghubung dalam kalimat majemuk bahasa
Indonesia siswa kelas IX MTs Darussalam Kecamatan Ciampea Kabupaten
Bogor.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Siswa kurang memahami bahasa yang baik dan benar.
2. Siswa sering tidak berbahasa dengan baik dan benar.
3. Siswa kurang berminat belajar berbahasa Indonesia.
4. Siswa malu berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
5. Siswa kurang menguasai tata bahasa.
6. Keterangan siswa dalam menulis narasi masih kurang.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini menelaah kesalahan penggunaan kata penghubung dalam
karangan narasi. Penelitian ini dilakukan di MTs Darussalam Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor dan hanya meneliti tentang kesalahan-kesalahan
dalam penggunaan kata penghubung dalam karangan narasi siswa kelas IX
semester I Tahun Pelajaran 2013/2014.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah tingkat kesalahan penggunaan kata penghubung dalam
karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam?

4

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kata penghubung dalam
karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini antara
lain sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat kesalahan penggunaan kata penghubung dalam karangan
narasi siswa kelas IX MTs Darussalam.
2. mengetahui bentuk-bentuk kesalahan penggunaan kata penghubung dalam
karangan narasi siswa kelas IX MTs Darussalam.
F. Kegunaan Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara tertulis maupun praktis kepada:
1. Peneliti dapat mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan kata
penghubung terhadap keefektifan proses belajar mengajar terutama dalam
materi keterampilan menulis narasi.
2. Guru dapat memanfaatkan hasil penelitian sebagai salah satu cara untuk dapat
meningkatkan keterampilan menulis karangan narasi siswa.
3. Memberikan kemudahan bagi siswa dalam belajar Bahasa dan Sastra
Indonesia terutama dalam menulis karangan narasi.
4. Lembaga atau sekolah dapat mengetahui sejauhmana kemampuan siswa dalam
menulis karangan narasi dan memilih kata penghubung yang tepat untuk
memaksimalkan keterampilan menulis karangan narasi siswa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Kelas Kata Bahasa Indonesia
Kelas kata (jenis kata) adalah golongan kata dalam satuan bahasa
berdasarkan bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun
kalimat yang baik dan benar, pemakai bahasa harus mengenal jenis dan fungsi
kata.1
Fungsi kelas kata antara lain adalah melambangkan pikiran atau gagasan
yang abstrak menjadi konkret, membentuk bermacam-macam struktur kalimat,
memperjelas makna gagasan kalimat, membentuk satuan makna sebuah frasa,
klausa, atau kalimat, membentuk gaya pengungkapan sehingga menghasilkan
karangan yang dapat dipahami dan dinikmati oleh orang lain, mengungkapkan
berbagai jenis ekspresi, antara lain: berita, perintah, penjelasan, argumentasi,
pidato, pidato, dan diskusi, dan mengungkapkan berbagai sikap, misalnya: setuju,
menolak, dan menerima.2
Berikut adalah uraian mengenai kelas kata dalam bahasa Indonesia
a. Verba
Berdasarkan bentuk kata (morfologis), verba dapat dibedakan menjadi: (1)
verba dasar (tanpa afiks), misalnya: makan, pergi, minum, duduk, dan tidur; (2)
verba turunan, a) verba dasar + afiks (wajib) menduduki, mempelajari, menyanyi;
b) verba dasar + afiks (tidak wajib) (mem)baca, (men)dengar, (men)cuci; c) verba
dasar (terikat afiks) + afiks (wajib) bertemu, bersua, mengungsi; d) reduplikasi
atau bentuk ulang berjalan-jalan, minum-minum, mengais-ngais; e) majemuk cuci
mata, naik haji, belai kasih.
Berdasarkan banyaknya pembuktian (argumentasi), verba dapat dibedakan
menjadi (1) verba transitif disertai objek (a) monotransitif, misalnya: menyanyikan
1
2

Widjono; Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), hal. 131.
Ibid.

5

6

lagu, membacakan buku, melukiskan pemandangan; (b) verba bitransitif,
misalnya: menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Maju Tak Gentar; (c) verba
ditransitif, misalnya: mengembangkan agrobisnis, pendidikan berteknologi
tinggi. (2) Verba intransitive tidak menghendaki adanya objek.
Berdasarkan perilaku sintkaksis yaitu sifat verba dalam hubungannya
dengan kata lain dalam bentuk frasa (kelompok kata), klausa (anak kalimat), dan
kalimat, dengan memperhatikan fungsi, jenis, dan perilaku dalam kalimat.
Berdasarkan fungsi:
1) verba sebagai objek
2) verba sebagai subjek
3) verba sebagai pelengkap
4) verba sebagai keterangan
Berdasarkan jenis dalam hubungan verba dengan nomina:
1) Verba aktif subjek sebagai pelaku
2) Verba pasif sebagai sasaran atau penderita
3) Verba antiaktif tidak dapat dibentuk menjadi verba aktif
4) Verba antipasif tidak dapat dibentuk menjadi pasif
b. Adjektiva
Adjektiva ditandai dengan dapat didampingkannya kata lebih, sangat,
agak, dan paling.Berdasarkan bentuknya, adjektiva dibedakan menjadi: (1)
adjektiva dasar, misalnya: baik, adil, dan boros; (2) adjektiva turunan,
misalnya: alami,baik-baik dan sungguh-sungguh; (3) adjektiva paduan kata (frasa)
ada dua macam: (a) subordinatif jika salah satu kata menerangkan kata lainnya,
misalnya: panjang tangan, buta warna, murah hati; dan (b) koordinatif setiap kata
tidak saling menerangkan, misalnya: gemuk sehat, cantik jelita dan aman sentosa.
Contoh:
(1) Adjektiva dasar
(a) Kerja yang baik menghasilkan produk yang berkualitas.
(b) Pemimpin yang adil akan dihormati oleh semua orang.
(c) Karena boros, gaji sebulan habis dalam waktu dua minggu.
(2) Adjektiva turunan

7

(a) Bisnisnya berkembang secara alami.
(b) Ia bekerja sungguh-sungguh hingga mencapai target.
(3) Adjektiva paduan kata (frasa)
(a) Subordinatif (bertingkat, salah satu kata menerangkan kata lainnya)
1)

Orang buta warna tidak dapat melukis dengan sempurna.

2)

Mereka makan siang di rumah makan.

(b) Koordinatif

(gabungan

kata

atau

frasa

yang

tidak

saling

menerangkan)
1)

Bayi yang gemuk sehat jauh dari penyakit.

2)

Gadis cantik jelita itu menjadi bunga di kampusnya.

c. Nomina
Nomina ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak,
tetapi dapat dinegatifkan dengan kata bukan: tidak kekasih seharusnya bukan
kekasih. Nomina dapat dibedakan:
(1) Berdasarkan bentuknya:
(a) nomina dasar: rumah, orang, burung, dan sebagainya.
(b) nomina turunan:
Ke-

: kekasih, kehendak

Per-

: pertanda, persegi

Pe-

: petinju, petani

Peng-

: pengawas, pengacara

-an

: tulisan, bacaan

Peng-an : penganiayaan, pengawasan
Per-an

: perastuan, perdamaian

Ke-an

: kemerdekaan, kesatuan

(2) Berdasarkan sub kategori:
(a) nomina bernyawa (kerbau, sapi, manusia) dan tidak bernyawa (bunga,
rumah);
(b) nomina terbilang (lima orang mahasiswa, tiga ekor kuda); dan tak
terbilang (air laut, awan).

8

d. Promina
Promina adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke nomina lain,
berfungsi untuk mengganti nomina. Ada tiga macam Promina, yaitu:
(1) Promina persona adalah Promina yang mengacu kepada ornag. Persona
pertama tunggal saya, aku, daku, -ku dan persona jamak kami; persona kedua
tunggal engkau, kamu, anda, dikau, kau-, -mu, persona jamak kalian,kamu
sekalian, anda seklaian; persona ketiga tunggal ia, dia, beliau, -nya.
(2) Promina penunjuk: (a) Promina penunjuk umum ialah, ini, itu, dan anu;
Promina penunjuk tempat sini, sana, situ.
(3) Promina penanya adalah Promina yang digunakan sebagai pemarkah
(penanda) pertanyaan. Dari segi makna, ada tiga jenis yaitu: (a) orang siapa,
(b) barang apa menghasilkan turunan mengapa, kenapa, dengan apa; (c)
pilihan mana menghasilkan turunan di mana, ke mana, dari mana, bagaimana,
dan bilamana.
Promina berfungsi untuk menggantikan nomina. Nomina yang digantikan
disebut anteseden. Berdasarkan hubungannya dengan nomina, Promina dibedakan
atas:
(1) Promina intelektual dalam hubungan teks yang sama.
Rudi sahabat saya. Pekerjaanya mengajar di SMU Negeri 1 Jakarta (bersifat
anaforis, yaitu penunjukkan kembali kepada suatu anteseden dengan
pengulangan atau substitusi gramatikal -nya merupakan anafora, Rudi
sahabat saya merupaka anteseden).
(2) Pronomina ekstratekstual dalam hubungan teks yang berbeda.
(a) Saya yang mengerjakannya.
(b) Itu telah lama kutunggu.
Itu dan –nya bersifat anaforis yaitu, penunjuk kembali kepada suatu
anteseden dengan pengulangan atau substitusi gramatikal, Itu yang telah lama
kutunggu,

merupakan

merupakan anteseden.

anaphora,

dan

Saya

yang

mengerjakannya

9

Berdasarkan refrensinya Promina dibedakan atas:
(1) Promina takrif (pemberitahuan, pernyataan, penentuan, batasan) mengacu
kepada bentuk persona formal tertentu, misalnya, Promina pertama tunggal
saya, aku, kami, ia, mereka.
Contoh: Perawat itu baik. Ia selalu menolongku.
(2) Promina taktarif (tidak mengacu kepada bentuk persona atau benda
tertentu), misalnya: beberapa, berbagai, segenap.
e. Numeralia
Numeralia dapat diklasifikasikan berdasarkan subkategori: (1) numeralia
takrif (tertentu): (a) numeralia pokok ditandai dengan jawaban berapa? Satu, dua,
tiga, dst. (b) numeralia tingkat ditandai dengan jawaban Yang ke berapa? dan (c)
numeralia kolektif ditandai dengan satuan bilangan, misalnya: lusin, kodi,
meter. (2) Numeralia tak takrif (tak tentu), misalnya: beberapa, berbagai,
segenap.
f. Adverbia
Adverbia adalah kata yang member keterangan pada verba, adjektiva,
nomina predikatif, atau kalimat. Dalam kalimat, adverbial dapat mendampingi
adjektiva,

numeralia,

atau

proposisi.

Berdasarkan

bentuknya,

adverbial

mempunyai,
1. Bentuk tunggal (monomofermi) : sangat, hanya, lebih, segera, agak, dan
akan. Misal :
a. Orang itu sangat bijaksana.
b. Ia hanya membaca satu buku, bukan dua.
2. Bentuk jamak (polimofermis) : belum tentu, benar-benar, jangan-jangan,
kerap kali, lebih-lebih,mau tidak mau, mula-mula. Misalnya,
a. Mereka belum tentu pergi pada hari ini.
b. Mereka benar-benar mendatangi perpustakaan kampus.
g. Interogativa

10

Interogativa berfungsi menggantikan sesuatu yang hendak diketahui oleh
pembicara atau mengukuhkan sesuatu yang telah diketahuinya. Contoh: apa,
siapa, berapa, mana, yang mana,mengapa, dan kapan.
a. Berapa uang yang kau perlukan?
b. Yang mana rumah orang itu?
h. Demonstrativa
Demonstrative berfungsi untuk menunjukkan sesuatu di dalam atau di luar
wacana. Sesuatu tersebut disebut anteseden. Contoh: ini, itu, di sini, di situ,
berikut, dan begitu.
a. Di sini, kita akan berkonsentrasi menghasilkan karya terbaik kita.
b. Bukti ini merupakan indikator bahwa orang itu berniat baik.
i. Artikula
Artikula berfungsi untuk mendampingi nomina dan verba pasif.
Contoh: si, sang, sri, para, kaum, dan umat.
a. Si Kecil itu selalu datang merengek-rengek minta sesuatu.
b. Sang penyelamat akan datang saat kita perlukan.
j. Preposisi
Preposisi adalah kata yang terletak di depan kata lain sehingga berbentuk
frasa atau kelompok kata.
1. Preposisi dasar: di, ke, dari, pada, demi, dan lain-lain
a. Demi kemakmuran bangsa, mari kita tegakkan hokum dan keadilan.
2. Preposisi turunan: di antara, di atas, ke dalam, kepada, dan lain-lain.
a. Di antara calon peserta lomba terdapat nama seorang peserta yang sudah
menjadi juara selama dua tahun.
k. Konjungsi
Konjungsi berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat atau
kalimat yang satu dengan kalimat lain dalam suatu wacana. Konjungsi
dikelompokkan menjadi dua:
1. Konjungsi intrakalimat: agar, atau, dan, hingga, sedang, sehingga, serta,
supaya, tetapi, dan sebagainya.
a. Ia belajar hingga larut malam.

11

b. Mereka bekerja keras sehingga berhasil mendapatkan cita-citanya.
2. Konjungsi ekstrakalimat: jadi, di samping itu, oleh karena itu, oleh sebab itu,
dengan demikian, walaupun demikian, akibatnya, tambahan pula, dan
sebagainya.
a. Pengusaha itu kaya raya dan dermawan. Oleh karena itu, ia dihormati oleh
tetangga di sekitar rumahnya.
b. Kualitas pendidikan kita tertinggal dari Negara maju. Oleh sebab itu, kita
harus bekerja keras untuk mengejar ketinggalan ini.

l. Fatis
Fatis berfungsi untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan
pembicaraan. Jenis kata ini lazim digunakan dalam bidang dialog atau wawancara.
Misalnya: ah, ayo, kok, mari, nah,dan yah.
a. Kita memilikin kekayaan budaya. Ayo, kita tingkatkan produktivitas kita
menjadi produk baru selera dunia.
b. Nah, seruan itulah yang aku tunggu-tunggu.

m. Interjeksi
Interjeksi berfungsi untuk mengungkapan perasaan, terdiri atas dua jenis:
1. Bentuk dasar: aduh, eh, idih, ih, wah, dan sebagainya.
a. Aduh, mengapa Anda harus menghadapi masalah seberat itu.
b. Wah, saya merasa amat tersanjung dengan sambutan ini.
2. Bentuk turunan: alhamdulillah, astaga, brengsek, insya Allah, dan sebagainya.
a. Alhamdulillah, ekonomi Negara kita berangsur-angsur membaik.
b. Astaga, gedung itu dibom oleh teroris.3
2. Kata Penghubung
a. Pengertian Kata Penghubung
Tjiptaji dan Negoro mengatakan bahwa kata penghubung ialah kata yang
menghubungkan kata dengan kata, frase dengan frase ataupun kalimat dengan

3

Ibid. h. 131 139.

12

kalimat.4 Selanjutnya, Ambary kata sambung atau kata penghubung ialah kata
yang bertugas menghubungkan kalimat, bagian kalimat atau kata dengan
sekaligus menentukan macam hubungannya.5
Menurut Kridalaksana kata tugas yaitu yang menghubungkan dua klausa
atau lebih atau konjungsi merupakan kata sambung.6 Menurut Moeliono,
mengatakan bahwa kata penghubung atau konjungsi adalah kata untuk meluaskan
satuan yang baru dalam konjungsi hipotaksis dan selalu menghubungkan bagianbagian ujaran baik yang setara maupun tidak setara.7
Berdasarkan definisi dapat disimpulkan bahwa kata penghubung atau kata
sambung atau konjungsi adalah kata yang dipergunakan untuk menghubungkan
antara satuan dengan satuan yang lain. Hubungan satuan dengan satuan tersebut
dapat berupa kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat
dengan kalimat, dan paragraf dengan paragaf.
b. Macam-Macam Kata Penghubung Menurut Hubungan Unsur-Unsurnya.
Dilihat dari macam hubungan yang dinyatakan oleh kata penghubung
terdapat beberapa cara atau sifat menghubungkan kata-kata atau kalimat-kalimat.
Menurut Ambary ada 14 macam cara atau sifat yang dinyatakan oleh kata-kata
penghubung

yaitu

tujuan/maksud
perlawanan

menyatakan

penentangan,
perbandingan,

gabungan,

pilihan,

syarat/perwatakan,
peningkatan,

waktu,

pengandaian,

penjelasan,

dan

sebab/akibat,
kesertaan,
menyatakan

kesinambungan.8
Pada uraian berikut ini, penulis memberikan contoh kata penghubung
menurut sifat yang dinyatakan oleh kata penghubung tersebut.
1) Untuk menyatakan gabungan, misalnya kata penghubung: dan, lagi, dan serta.
Contoh:

4

Bambang dan Negoro, Rangkuman Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Yudhistira, 1975),

h. 90.
5

Abdullah Ambari, Intisari Tata Bahasa Indonesia, (Bandung: Djatnika, 1983), h. 132.
Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1986), h. 235.
7
Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1996), h. 235.
8
Ambari, op. cit. h. 153.
6

13

a. Saya menangkap ayam itu, dan ayah memotongnya.
b. Adik menyanyi dan saya menari.

c. Tulisan anak itu bersih lagi jelas.
d. Ia kaya serta baik hati.
2) Untuk menyatakan perbandingan, misalnya kata penghubung: laksana,
seperti, dan bagaikan.
Contoh:
a. Gadis yang cantik itu laksana burung Balam mata lepas badan terkurung.
b. Mukanya pucat seperti bulan kesiangan.
c. Mata anak itu berbinar-binar bagaikan bintang dilangit.
3) Untuk menyatakan waktu misalnya kata penghubung: ketika, sesudah itu,
setelah, sehingga, apabila, maka, semenara, sebelum, sejak, sesudah, dan
bila.
Contoh:
a. Ketika ia datang, saya berangkat
b. Ia datang ketika saya berangkat
c. Ketika mereka tiba di sini, kami tidak ada
d. Ayah memanjat pohon itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.
e. Soal ini akan segera kita rembukkan, setelah saudara sampai disini.
f. Modal di Bank terbatas, sehingga tidak semua pengusaha lemah
memperoleh kredit.
g. Apabila belajar sungguh-sungguh, saudara akan berhasil dalam ujian.
h. Pada hari itu saya berhalangan hadir, maka rapat akan dipimpin oleh
saudara Andi.
i. Pemberianku ini dapat menjadikan bekal, sementara kiriman orang tuamu
belum datang.
j. Kita tidak bisa berbuat apa-apa, sebelum ada keputusan pengadilan.
k. Usaha dagangannya lancar sejak ia beristri dua.
l. Sifat angkuhnya baru berkurang sesudah ia mengalami kepahitan hidup
bertahun-tahun.

14

m. Kami akan menentukan sikap bila persoalan itu telah sampai pada kami.
4) Untuk menyatakan perlawanan, misalnya kata penghubung: tetapi dan
melainkan.
Contoh:
a. Adiknya rajin belajar, tetapi ia sendiri malas belajar
b. Hukuman sangat berat, tetapi tampaknya pengedar narkotik itu tidak
gentar.
c. Dia bukan pelajar SD No. 224 Pangia, melainkan pelajar SDN No. 5
Samanggi.
d. Ardian bukan anak saya, melainkan anak pak Diman.
5) Untuk menyatakan tak bersyarat, misalnya kata penghubung meskipun,
walaupun, dan biarpun.
Contoh:
a. Meskipun hukuman sangat berat, tampaknya pengedar narkotik tidak
gentar.
b. Walaupun malam tadi ia bertugas siskamling, ia masuk kantor juga seperti
biasa.
c. Walaupun hari hujan, ia berangkat juga ke kantor.
d. Biarpun harganya mahal, kami harus juga membelinya.
6) Untuk menyatakan maksud/tujuan, misalnya kata penghubung: agar, supaya,
dan agar supaya.
Contoh:
a. Agar cita-cita saudara tercapai, saudara harus bekerja keras.
b. Makanlah obat ini agar sakit anda lekas sembuh.
c. Ini sangat penting, agar kondisi badan kami tetap terjamin.
d. Laju inflasi perlu dikendalikan supaya kepercayaan masyarakat terhadap
nilai uang dapat diperhatikan.
e. Peristiwa itu ada juga hikmahnya, supaya kita lebih hati-hati di masa yang
akan datang.
f. Lekaslah pulang agar supaya ibumu tidak marah.

15

7) Untuk menyatakan sebab/akibat, misalnya kata penghubung: karena, karena
itu, sehingga, dan sebab itu.

Contoh:
a. Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memperoleh
kredit.
b. Karena sibuk, ia lupa makan.
c. Orang tuanya terpaksa mencari pekerjaan tambahan, sebab penghasilannya
tidak cukup.
d. Mereka bekerja dengan rencana yang tidak matang, karena itu hasilnya
tidak memuaskan.
e. Anak

itu

salah

menyampaikan

berita,

karena

itu

terjadilah

kesalahpahaman.
f. Hatinya telah demikian kesal sehingga tak tahu lagi apa yang mesti ia
kerjakan.
g. Pembangunan

akan

berjalan

lancar

seandainya

segenap

lapisan

masyarakat turut berprestasi.
c. Jenis Kata Penghubung Dilihat dari Perilaku Sintaktiknya
Dalam tulisan ini penulis hanya akan membahas empat jenis konjungsi
tersebut, yaitu konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif, konjungsi korelatif
dan konjungsi antar kalimat.
1. Konjungsi Koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua unsur
atau lebih dari kedua unsur itu memiliki status sintaktik yang sama, sebagai
berikut:
a) Konjungsi dan, menandai hubungan penambahan.
b) Konjungsi atau, menandai hubungan pemilihan.
c) Konjungsi tetapi, menandai hubungan perlawanan.

16

Konjungsi koordinatif agak berbeda dengan konjungsi lain, karena
konjungsi itu disamping menghubungkan klausa juga dapat menghubungkan kata.
Meskipun demikian, frase yang dihasilkan bukanlah frase proposional.
Contoh:
a. Dia mencari saya, dan adik saya
b. Badannya kurus dan mukanya sangat pucat
c. Mereka sedang belajar atau mereka sedang ngobrol
d. Aku yang datang ke rumahmu atau kamu yang datang ke rumahku.
e. Dia menangis, tetapi istrinya hanya terdiam saja.
f. Yang kita cari adalah hotel yang sederhana, tetapi bersih.
Jika salah satu atau kedua-duanya akan dinyatakan, maka orang yang
sering memakai dua konjungsi secara bersamaan, yakni, dan/atau, dengan garis
miring di antara kedua kata itu.
Contoh:
a. Kami mengundang ketua dan/atau sekretaris.
b. Para Dekan dan/atau pembantu Dekan satu diminta hadir.
2. Konjungsi Subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa
atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Salah satu dari
klausa itu merupakan anak kalimat dari kalimat induknya.
Ditinjau dari perlakuan sintaksis dan semantisnya, konjungsi subordinat
dapat dibagi menjadi sepuluh kelompok dengan contoh sebagai berikut.
a. Konjungsi subordinatif waktu, misalnya: ketika dan sebelum
Contoh:
1. Saya sedang mandi ketika dia datang
2. Kami tak dapat berbuat apa-apa sebelum ada putusan pengadilan.
b. Konjungsi subordinatif syarat, misalnya: jika dan kalau.
Contoh:
1. Ibu Ita akan naik haji jika tanahnya laku.
2. Kalau kegairahan sudah menjadi kebiasaan rasa takut dan gelisah tidak
akan mendekat.

17

c. Konjungsi subordinatif pengandaian, misalnya: andaikata dan seandainya.
Contoh:
1. Andaikata engkau tidak bersalah, aku berani membelamu
2. Seandainya aku tidak ditugaskan di kota ini, kita tidak dapat bertemu lagi.
d. Konjungsi subordinatif tujuan, misalnya: agar dan supaya.

Contoh:
1. Agar siswanya lulus ujian, ia menyelenggarakan pelajaran tambahan.
2. Jangan diungkit-ungkit perkara itu supaya tidak timbul lagi perselisihan.
e. Konjungsi subordinatif konsesif, misalnya: meskipun dan walaupun.
Contoh:
1. Meskipun hari hujan, dia datang juga.
2. Elisabeth sudah siap menjadi ratu, walaupun ia masih muda belia.
f. Konjungsi subordinatif pemiripan, misalnya: seolah-olah dan seakan-akan.
Contoh:
1. Dia itu takut kepada saya seolah-olah saya musuhnya
2. Ia merasa seakan-akan bumi berputar lebih cepat.
g. Konjungsi subordinatif pengakibatan, misalnya: sehingga dan sampai.
Contoh:
1. Saya betul-betul terpesona kepadanya, sehingga saya terus menatapnya.
2. Sangat asiknya membaca sampai mereka lupa makan.
h. Konjungsi subordinatif penyebab, misalnya: karena dan sebab.
Contoh:
1. Hari ini dia tidak masuk kantor karena sakit.
2. Bibi sangat kesepian sebab tidak mempunyai anak.
i. Konjungsi subordinatif penjelasan, misalnya: bahwa.
Contoh:
1. Kami mendengar kabar bahwa ayahnya meninggal kemarin.
j. Konjungsi subordinatif cara, misalnya: dengan.
Contoh:
1. Heri duduk dengan tangan terikat pada bagian belakang.

18

3. Konjungsi Korelatif
Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata, atau
klausa kedua unsur memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi korelatif
terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frase atau klausa yang
dihubungkan. Misalnya:
a) Baik…, maupun …, (maupun) ….
b) Tidak hanya …, tetapi (…) juga ….
c) Demikian (rupa) … Sehingga ….
d) Apa (kah) … atau ….
e) Entah …, …, entah ….
f) Jangan …, …, pun ….
Contoh:
1) Baik anda, maupun istri anda, maupun mertua anda akan menerima cindera
mata.
2) Tidak hanya kita harus setuju, tetapi kita juga harus patuh.
3) Kita harus mengerjakan demikian rupa sehingga hasilnya benar-benar baik.
4) Apakah anda setuju atau tidak, kami pun tetap melaksanakannya
5) Entah disetujui entah tidak, dia tetap akan mengusulkan gagasannya.
6) Jangankan orang lain, orang tuanya sendiri pun tidak dihormati
4. Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi antar kalimat adalah konjungsi yang menghubungkan antar
kalimat yang satu dengan yang lain. Konjungsi ini terdiri atas beberapa kelompok,
yaitu:
a. Konjungsi yang menyatakan kesediaan untuk melakukan sesuatu yang
berbeda ataupun yang bertentangan dengan yang dinyatakan pada kalimat
sebelumnya. Misalnya konjungsi biarpun begitu.
Contoh:
1. Kami tidak sepaham dengan mereka
Kami tidak berani menegurnya
2. Kami tidak sepaham dengan mereka. Biarpun begitu, kami tidak berani
menegurnya.

19

b. Konjungsi yang menyatakan kelanjutan dari peristiwa atau keadaan pada
kalimat sebelumnya. Misalnya konjungsi sesudah itu.
Contoh:
1. Rika mencuci kakinya
Rika pergi ke tempat tidur
2. Rika mencuci kakinya. Sesudah itu, Rika pergi ke tempat tidur.
c. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain diluar
dari yang telah dinyatakan sebelumnya. Misalnya konjungsi selain itu.
Contoh:
1. Pak Rudi mengalami penyakit demam tulang
Dia juga mengidap penyakit tekanan darah rendah
2. Pak Rudi mengalami penyakit demam tulang. Selain itu, dia juga
mengidap penyakit tekanan darah rendah.
d. Konjungsi yang menyatakan adanya hal, peristiwa atau keadaan lain yang
mengacu kebalikan dari yang dinyatakan sebelumnya. Misalnya konjungsi
sebaliknya.
Contoh:
1. Para pencuri tidak menghiraukan tembakan polisi.
Mereka melawan polisi itu dengan tangan besi.
2. Para pencuri tidak menghiraukan tembakan polisi. Sebaliknya mereka
melawan polisi itu dengan tangan besi.
e. Konjungsi yang menyatakan keadaan yang sebenarnya. Misalnya konjungsi
sesungguhnya.
Contoh:
1. Persoalan yang akan dialaminya memang rumit
Persoalan itu sudah dipikirkan jauh sebelumnya.
2. Persoalan yang akan dialaminya memang rumit. Sesungguhnya persoalan
itu sudah jauh dipikirkan sebelumnya.
f. Konjungsi yang menyatakan penguatan keadaan yang dinyatakan sebelumnya.
Misalnya konjungsi bahkan.
Contoh:

20

1. Wartawan itu baru tahu soal/kasus pembunuhan itu.
Dia baru mulai menggarapnya.
2. Wartawan itu baru tahu soal/kasus pembunuhan itu. Bahkan, dia baru
mulai menggarapnya.
g. Konjungsi yang menyatakan pertentangan dengan keadaan yang sebelumnya.
Misalnya konjungsi akan tetapi.
Contoh:
1. Situasi Aceh sudah mulai aman terkendali.
Masyarakat Aceh tetap waspada setiap hari.
2. Situasi Aceh sudah mulai aman terkendali. akan tetapi, masyarakat Aceh
tetap waspada setiap hari.
3. Keterampilan Menulis
a. Hakikat Menulis
Menulis pada dasarnya kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan
secara tertulis kepada pihak lain. Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa
yang dituntut untuk dapat menyusun dan mengorganisasikan tulisan dengan
bahasa tulisan yang baik. Di sekolah dasar terdapat keterampilan berbahasa,
menulis masuk ke dalam aspek reseptif dan produktif.
Tarigan (2009), mengemukakan tentang pengertian menulis yaitu :
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang
dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara
tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif karena penulis harus terampil menggunakan
grofologi, strukur bahasa dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak
datang secara otomatis melainkan harus melalui latihan dan praktek yang
banyak dan teratur.9
Dalam kehidupan modern ini dijelaskan bahwa keterampilan menulis
sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila kita katakan bahwa
keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa
yang terpelajar. Sehubungan dengan hal ini ada seorang penulis mengatakan

9

116

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Remidi Bahasa, (Bandung: Angkasa, 2009), h. 115-

21

bahwa” menulis dipergunakan oleh orang terpelajar untuk mencatat/merekam,
meyakinkan, melaporkan/memberitahukan dan mempengaruhi maksud dan tujuan
seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat
menyusun pikirannya dan mengutarakannya secara jelas, kejelasan ini tergantung
pada pikiran, organisasi, pemakaian kata-kata dan struktur kalimat. Mengacu pada
proses pelaksanaannya, menulis merupakan kegiatan yang dipandang sebagai
suatu keterampilan, proses berpikir (kegiatan bernalar), kegiatan transformasi,
kegiatan berkomunikasi.
Alkhaidah dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda (2008) mengemukakan,
secara makro menyatakan keuntungan menulis sebagai berikut :
1. Mengenali kemampuan dan potensi diri.
2. Mengembangkan berbagai gagasan.
3. Memaksa kita menyerap, mencari, dan menguasai informasi.
5. Mengorganisasikan gagasan sistematis serta mengungkapkan secara tersurat.
6. Memecahkan masalah secara konkret.
7. Membiasakan berpikir dan berbahasa secara tertib.
8. Mendorong belajar aktif.10
Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa menulis merupakan
suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menuangkan sebuah ide-ide
atau gagasan yang ingin disampaikan penulis kepada orang lain dan dapat
menghasilkan tulisan dengan begitu seseorang akan memiliki kosa kata
keterampilan menulis siswa baik dan juga memiliki bahasa yang baik pula maka
akan bermanfaat bagi siswa itu sendiri.
b. Tahapan dalam Proses Menulis
Tompkins dalam Novi Resmini dan Dadan Juanda, (2008), menguraikan
proses menulis menjadi lima tahap yang didentifikasi melalui serangkaian
penelitian tentang proses menulis sebagai berikut :
Tahap 1 : Pramenulis.
Pada tahap menulis siswa berusaha mengemukakan apa
yang mereka tulis. Dalam hal ini guru bisa menggunakan
10

Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Tinggi. (Bandung: UPI Press, 2008), h. 117-118.

22

Tahap 2 :

Tahap 3 :

Tahap 4 :

Tahap 5 :

strategi pramenulis yang diimplementasikan di kelas untuk
membantu siswa memilih tema dan menentukan lancarnya
proses menulis.
Penyusunan Draft Tulisan (Drafting)
Dalam proses menulis, siswa menulis dan menyaring
tulisan mereka ke dalam konsep. Selama tahap penyusunan
konsep, siswa terfokus dalam pengumpulan gagasan. Perlu
disampaikan kepada siswa bahwa tahap ini mereka tidak perlu
merasa takut melakukan kesalahan.
Perbaikan (Revising)
Selama tahap perbaikan, penulis menyaring ide-ide dalam
tulisan mereka. Siswa biasanya mengakhiri proses menulis
begitu mereka mengakhiri dan melengkapi draft kasar, mereka
percaya bahwa tulisan mereka telah lengkap.
Penyuntingan (Editing)
Penyuntingan merupakan penyempurnaan tulisan sampai
pada bentuk akhir. Sampai tahap ini, fokus utama proses
menulis adalah pada isi tulisan siswa dengan fokus berganti
pada kesalahan mekanik.
Pemublikasian (Publishing)
Pada tahap akhir proses penulisan, siswa mempublikasikan
tulisan mereka dan menyempurnakan dengan membaca
pendapat dan komentar yang diberikan teman atau siswa lain,
orang tua dan komunitas mereka sebagai penulis misalnya dapat
dilakukan dengan kegiatan penugasan membacakan hasil
menulis puisi di depan kelas.11

c. Tujuan Menulis
Menulis memiliki tujuan yang bermacam-macam, tergantung dari tujuan si
penulis ingin menulis sesuai yang dikehendaki. Hugo Hartig dalam Novi Resmini
dan Dadan Juanda (2008:118), menjelaskan mengenai tujuan penulisan sesuatu
tulisan merangkumnya sebagai berikut :
1. Assigment purpose (tujuan penugasan)
Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali.
Penulis, menulis karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya
para siswa diberi tugas merangkum buku, sekertaris ditugaskan membuat
laporan).
2. Altruistic purpose (tujuan altruistik)

11

Ibid., h. 119-122.

23

Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan
kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca menghargai persaan
dan penalarannya, membuat hidup para pembaca lebih mudah dengan
karyanya itu.
3. Persuasive purpose (tujuan persuasif)
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan
yang diutarakan.
4. Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan
kepada para pembaca.
5. Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang
kepada pembaca.
6. Creative purpose (tujuan kreatif)
Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan perernyataan diri. Tulisan yang
bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
7. Problem Solving purpose ( tujuan pemecahan masalah)
Tujuan ingin memecahkan masalah yang dihadapi, ingin menjelaskan,
menjernihkan, serta menjelajahi dan meneliti secara cermat pikiran-pikiran
dan gagasannya sendiri agar dapat diterima oleh para pembaca.12
Dari penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa tujuan dari pada
menulis itu memiliki berbagai macam tujuan tergantung dari sisi penulis dan sisi
pembaca menyikapi hal tersebut seperti di kemukakan di atas. Adapun tujuan
menulis misal : memberitahu, mempengaruhi, menghibur,mengejek tergantung
dari sisi penulis dan masih banyak yang lainnya oleh karena itu menulis sangat
penting dan bermanfaat untuk menambah kosa kata siswa dalam menulis.
4. Karangan
a. Pengertian Karangan
Pada umumnya, karangan dipandang sebagai suatu perbuatan atau
kegiatan komunikatif antara penulis dan pembaca berdasarkan teks yang telah
12

Ibid., h. 118.

24

dihasilkan.13 Begitu juga istilah karangan (komposisi) yang dikemukakan Ahmadi
(1990) bahwa karangan diartikan sebagai rangkaian kata-kata atau kalimat.14
Selain itu, karangan menurut Gie (1995) memiliki pengertian hasil perwujudan
gagasan seseorang dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh
pembaca.15
Sirait, (1985) memberi batasan pengertian karangan yaitu setiap tulisan
yang diorganisasikan yang mengandung isi dan ditulis untuk suatu tujuan tertentu
biasanya berupa tugas di kelas.16 Widyamartaya (1990) mengatakan bahwa
mengarang dapat dipahami sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang
dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis
kepada pembaca untuk dipahami dengan tepat seperti yang dimaksud oleh
pengarang.17
Karangan

merupakan

suatu

proses

menyusun,

mencatat,

dan

mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda
konvensional yang dapat dilihat. Karangan terdiri dari paragraf-paragraf yang
mencerminkan kesatuan makna yang utuh. Menurut Keraf (1994) karangan adalah
bahasa tulis yang merupakan rangkaian kata demi kata sehingga menjadi sebuah
kalimat, paragraf, dan akhirnya menjadi sebuah wacana yang dibaca dan
dipahami.18
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan

karangan

adalah

hasil

rangkaian

kegiatan

seseorang

dalam

mengungkapkan gagasan atau buah pikirannya melalui bahasa tulis yang dapat
dibaca dan dimengerti oleh orang lain yang membacanya.
b. Ciri-Ciri Karangan yang Baik
13

Ahmadi, Materi Dasar Pengajaran Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: PPLPTK,
1988), h. 20.
14
Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan Apresiasi Sastra,
(Malang : YA3 Malang, 1990), h. 1.
15
The Liang Gie, Cara Belajar Efisien II, (Yogyakarta: PUBIB, 1995), h. 17.
16
Bistok Sirait, dkk, Pedoman Karang-Mengarang. (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), h. 1.
17
Widyamartaya, Seni Menggayakan Kalimat : Bagaimana Mengembangkan,
Mengefektifkan dan Mencitarasakan Kalimat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 9.
18
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Tama, 1994), h. 2.

25

Pada dasarnya, karangan memiliki ciri-ciri yang bisa mengidentifikasikan
bahwa karangan tersebut dapat dikatakan baik. Seperti yang diungkapkan oleh
Tarigan (1985:6) karangan yang baik adalah karangan yang mencerminkan
kemampuan pengarang untuk menggunakan nada yang serasi, karangan yang
mencerminkan pengarang mampu menyusun karangan secara utuh dan tidak
samar-samar dan dapat meyakinkan pembaca.19
Menurut Enre (1998) karangan yang baik adalah karangan yang bermakna
jelas, bulat dan utuh, ekonomis dan memenuhi kaidah-kaidah gramatikal.20
Akhidiah, (1993) menjelaskan karangan yang baik memiliki beberapa ciri,
diantaranya bermakna jelas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat dan padat,
memiliki kaidah kebahasaan dan komunikatif.21 Selain itu, Darmadi (1996)
mengungkapkan bahwa beberapa ciri karangan yang baik adalah : signifikan,
jelas, memiliki kesatuan dan mengorganisasikan yang baik ekonomis, mempunyai
pengembangan yang memadai, menggunakan bahasa yang dapat diterima dan
mempunyai kekuatan.22
Berdasarkan pendapat di atas, terdapat beberapa persamaan ciri karangan
yang baik yaitu, sebagai berikut.
a. Jelas
Aspek kejelasan dalam suatu karangan sangat diperlukan agar karangan
tersebut lebih mudah dipahami dan jelas untuk dibaca oleh pembacanya.
b. Kesatuan dan Organisasi
Aspek kesatuan yang baik tampak pada setiap kalimat penjelas yang logis dan
mendukung ide utama paragraf, sedangkan aspek organisasi yang baik tampak
dari posisi kalimat yang tepat pada tempatnya dengan kata lain kalimat
tersebut tersusun dengan urut dan logis.
c. Ekonomis

19
20

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 6.
Fachruddin Ambo Enre, Dasar-dasar Keterampilan Menulis, (Jakarta: Depdikbud,

1998), h.8
21

Sabarti Alkhidiah, dkk, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Erlangga, 1993), h. 9.
22
Kaswan Darmadi, Meningkatkan Kemampuan Menulis : Panduan untuk Mahasiswa
dan Calon Mahasiswa, (Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 1996), h. 24.

26

Ciri ekonomis berkaitan erat dengan soal keefisienan, baik waktu maupun
tenaga. Kedua keefisienan itu sangat diperlukan oleh pembaca di dalam
menangkap isi yang terkandung dalam sebuah karangan.

d. Pemakaian Bahasa yang Dapat Diterima
Pemakaian bahasa yang dapat diterima akan sangat mempengaruhi tingkat
kejelasan karangan. Pemakaian bahasa ini menyangkut banyak aspek.
Pemakaian bahasa dalam suatu karangan harus mengikuti kaidah bahasa yang
ada, baik menyangkut kaidah pembentukan kalimat (sintaksis), kaidah
pembentukan kata (morfologi), kaidah ejaan yang berlaku, kaidah peristilahan
maupun kaidahkaidah yang lain yang relevan.
c. Kerangka Karangan
Kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis-garis
besar dari suatu karangan yang akan digarap (Keraf, 1994). 23 Pada dasarnya,
untuk menyusun karangan dibutuhkan langkah-langkah awal untuk membentuk
karangan itu menjadi karangan yang teratur dan sistematis. Maka, sebelum
membuat karangan lebih baik dibuat susunan-susunan yang dapat memudahkan
dalam mengembangkan karangan