Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru

BAB IV ANALISA STRATEGI DAKWAH

ANTARA MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA RANTING SAWANGAN BARU

A. Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru

Bukan rahasia lagi ketika antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama dicap sebagai dua kubu organisasi Islam yang saling bertolakbelakang. Kedua organisasi ini berawal dari pulau Jawa lalu besar hampir di seluruh pelosok nusantara. Berbagai kepengurusan tingkat provinsi, daerah, cabang, hingga ranting Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama tersebar hingga keluar pulau kelahirannya. Muhammadiyah berkembang, begitu pun Nahdatul Ulama. Fatwa-fatwa keduanya menjadi patokan sebagian besar masyarakat muslim Indonesia. Apa yang terjadi di Kelurahan Sawangan Baru hampir serupa dengan kejadian kemunculan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di abad ke-20. Sebelum Muhammadiyah menancapkan pengaruhnya, daerah ini telah lebih dulu berada dalam kontrol Nahdatul Ulama. Budaya maupun adat-istiadat keseharian warga muslim Sawangan Baru didominasi oleh tata-cara keberagamaan yang diajarkan oleh para tokoh Nahdatul Ulama. Seperti budaya tahlilan, ziarah kubur ataupun dari segi bacaan-bacaan sholat. 41 41 Hasil Wawancara Dengan Para Pengurus Masing-Masing Organisasi dan Observasi di Lokasi Penelitian. Paham maupun tata-cara beragama yang diajarkan oleh Nahdatul Ulama seakan telah tertanam dengan kuat dalam hati hampir sebagian besar masyarakat muslim di daerah ini, sehingga meskipun di kemudian hari ramai berdatangan aliran- aliran lain, termasuk Muhammadiyah, pengaruh Nahdatul Ulama tidak mudah dipatahkan. Tahun 1968, Muhammadiyah merambah ke Kelurahan Sawangan Baru. Awalnya tidak ada permasalahan yang berujung konflik yang terjadi antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Meskipun sering terjadi selisih paham, karena pada zaman tersebut Nahdatul Ulama masih dibawa para asuhan tokoh yang kini oleh para penerusnya disebut sebagai golongan tua. Namun demikian golongan tua hanya cenderung lebih agresif dalam menanamkan fatwa pada kalangan Nahadatul Ulama saja. Dalam artian, ketika para pimpinan Nahdatul Ulama mengeluarkan sebuah perintah atau larangan, maka masyarakat yang mengaku NU wajib melaksanakan perintah tersebut. Misalnya, para wanita pada masa itu sama sekali tidak diperbolehkan menggunakan celana panjang. Akan tetapi para golongan tua ini tidak bersikeras memberlakukan fatwa-fatwanya terhadap pihak di luar kader Nahdatul Ulama. Sehingga kehadiran Muhammadiyah pun kala itu, tidak mendapatkan sikap antipati yang berlebihan dari pihak Nahdatul Ulama. Pihak Nahdatul Ulama menerima kehadiran Muhammadiyah meski tetap eksis menjalankan dakwah kulturalnya, begitupun sebaliknya, Muhammadiyah tidak melakukan hal-hal yang bisa memancing reaksi keras dari pihak Nhadatul Ulama, namun tetap mengupayakan pencapaian misi dakwah modernisnya, yaitu pembaharuan untuk menghilangkan penyakit TBC tahayyul, bid’ah, churafat, yang oleh kalangan Muhammadiyah dianggap sedang menjangkiti masyarakat Sawangan Baru kala itu. 42 Kedua organisasi berbeda haluan ini hidup harmonis sebagai tetangga. Apalagi mengingat bahwa banyak di antara para pengurus Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang masih merupakan kerabat atau memiliki hubungan persaudaraan. Bahkan ada yang berhubungan sangat dekat, misalnya orang tuanya mengikuti paham keagamaan ala Nahdatul Ulama, sedangkan anaknya berhaluan Muhammadiyah. Meskipun awalnya Muhammadiyah dibawa oleh pendatang, tapi ke depannya notabene para pengurus berasal dari masyarakat setempat yang dahulunya menganut paham Nahdatul Ulama. Sehingga yang terjadi kemudian ialah timbulnya perasaan enggan untuk meributkan perbedaan paham, karena para kader Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah saling menghargai hubunga kekerabatan tersebut. Ketika ditanyakan mengenai konflik yang pernah timbul antara kedua organisasi ini, baik pihak Nahdatul Ulama maupun pihak Muhammadiyah sama-sama menyatakan bahwa konflik mulai timbul ketika muncul intervensi pihak ketiga yang merupakan aliran lain di luar Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Aliran-aliran seperti Ahmadiyah, Islam Ba’iat, dan lain sebagainya, walaupun dalam jumlah yang minoritas namun kerap lebih gencar dan terang-terangan menanamkan fatwanya kepada masyarakat. Bahkan menurut Bapak H. Heri Husaeri, salah satu tokoh Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru, pihak ketiga ini pernah memprovokasi antara Muhammadiyah dengan Nahdatul Ulama dengan mengangkat isu dominasi Nahdatul Ulama pada kepengurusan masjid yang terlalu berlebihan. Pada waktu itu hanya 42 Hasil wawancara dengan Bapak Baharruddin Rahman S. Ag. Selaku Sekretaris Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru terdapat satu masjid di daerah ini, sehingga isu tersebut sempat membuat pihak Muhammadiyah terpancing untuk mengurangi intervensi Nahadatul Ulama dalam kepengurusan masjid, yang padahal memang masjid tersebut didirikan oleh pihak Nahdatul Ulama. 43 Isu tersebut sengaja ditujukan kepada pihak Muhammadiyah agar terjadi perpecahan dengan Nahdatul Ulama. Adapun sebab dilakukannya provokasi tersebut ialah karena pihak ketiga tidak mampu menerobos pertahanan ajaran-ajaran Nahdatul Ulama yang telah ditanamkan dengan kuat dalam kehidupan keberagamaan masyarakat Sawangan Baru. Sehingga pihak ketiga ini mencari dukungan dari kelompok Muhammadiyah yang dinilai telah memiliki pengaruh yang juga lumayan pada masyarakat Sawangan Baru, namun masih mudah dipengaruhi. 44 Pihak ketiga memprovokasi dengan mengklaim Nahdatul Ulama terlalu menguasai masjid Al-Aula yang pada saat itu merupakan satu-satunya masjid yang ada di daerah tersebut. Isu ini sempat membuat pihak Muhammadiyah terpancing dan hampir melakukan kudeta untuk merebut kepengurusan masjid. Namun karena mengingat ikatan persaudaraan tadi, konflik tersebut bisa diredam dan diselesaikan dengan kepala dingin. Kini untuk menghindari konflik, kedua organisasi beralih ke arah strategi dakwah kultural, yaitu strategi dakwah di mana masing-masing organisasi berupaya untuk menghargai tradisi keagamaan masing-masing dengan serta-merta mengikuti tradisi keagamaan tersebut, dengan tujuan untuk memahami dan mengubah sedikit 43 Hasil Wawancara Dengan Bapak H. Heri Husaeri Selaku Ketua Dewan Syuriah Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru. 44 Ibid demi sedikit tradisi yang dianggap melenceng dari ajaran agama dalam pemahaman masing-masing organisasi. 45 Penggunaan strategi kultural ini terbukti mampu meredam konflik antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru. Akan tetapi di satu sisi mengakibatkan hal yang menghambat kinerja masing-masing organisasi. Pada Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru, strategi dakwah kultural telah menyebabkan kader-kader organisasi ini terbawa arus untuk mengikuti saja adat- istiadat setempat yang kental dengan nuansa Nahdatul Ulama. Meskipun pada wawancara dengan salah seorang pengurus organisasi ini dikatakan bahwa ikut serta dalam tradisi keagamaan masyrakat setempat yang khas dengan ajaran Nahdatul Ulama hanyalah sebuah strategi untuk mengubah secara perlahan-lahan, akan tetapi hingga saat dilakukannya penelitian ini tidak terdapat perubahan signifikan yang berhasil dilakukan oleh pihak Muhammadiyah. Sedangkan pada Nahdatul Ulama, penggunaan strategi kultural yang sudah berlaku sejak lama, yang telah memberikan keberhasilan bagi Nahdatul Ulama untuk membentuk tata-cara keberagamaan masyarakat setempat itu, membuat Nahdatul Ulama menjadi condong apatis untuk menguatkan sisi struktural kepengurusan dalam tubuh organisasinya sendiri. Terlepas dari hal-hal tersebut, meskipun juga kadang kala masih terjadi konflik-konflik kecil yang disebabkan oleh kader, baik dari Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama, yang masih menanggapi perbedaan dengan sangat keras, namun hal tersebut tidak memberikan dampak yang begitu besar sehingga kehidupan antara kader Muhammadiyah dan kader Nahdatul Ulama di kelurahan ini berjalan harmonis. 45 Hasil Observasi di Lokasi Penelitian

B. Skema Perbandingan Pembanding