b. Pengumpulan Baseline Data
Baseline data ditujukan untuk mengetahui kondisi obyektif awal sebuah kota kota dan sangat berguna untuk perencanaan dan pengembangan program Kota
Layak Anak. Pengumpulan Baseline data dilakukan oleh lembaga yang memiliki otoritas di daerah yaitu Badan Pusat Statistik Kota.
c. Pelaksanaan Kota Layak Anak
1 Melakukan analisis kebutuhan yang bersumber dari baseline data;
2 Melakukan konsultasi dengan anak pada proses pengembangan Kota
Layak Anak; 3
Melakukan konsultasi dengan pemerintah, anggota legislatif, organisasi non pemerintah, organisasi kemasyarakatan, sektor swasta, dan orang tua;
4 Menetapkan Peraturan Daerah sebagai landasan oprasional pengembangan
program Kota Layak Anak; 5
Mengarusutamakan kepentingan anak dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi pembangunan.
Kegiatan pokok pengembangan Kota Layak Anak adalah:
a. Perencanaan kehidupan sehat
1 Pelayanan kesehatan keluarga;
a Pelayanan kesehatan bayi, balita, dan anak prasekolah;
b Pelayanan kesehatan ibu hamil;
c Pelayanan kesehatan reproduksi remaja;
d Usaha kesehatan sekolah;
2 Pelayanan gizi
a Penanggulangan anemia gizi pada ibu hamil dan balita;
b Promosi pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI;
c Penanggulangan gizi kurang dan buruk;
d Pemberian vitamin A, yodium, dan zat besi;
e Pemberian makanan tambahan anak sekolah: kantin sekolah;
3 Pencegahan dan pemberantasan penyakit
a Pencegahan dan pemberantasan ISPA, Diare, DBD, Tuberkolosis, Flu
Burung H5N1, HIVAIDS; b
Eliminasi tetanus; c
Imunisasi. 4
Pelayanan kesehatan jiwa anak penyediaan layanan konseling atau penyediaan sistem rujukan ke fasilitas layanan kesehatan jiwa yang telah
ada 5
Penyediaan air bersih dan sanitasi a
Penyediaan akses air bersih; b
Pengembangan konsep Rumah Sehat Sederhana dengan fasilitas WC; c
Penyediaan akses pembuangan air kotor dan sampah; 6
Promosi perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk pencegahan kecelakaan dan cedera pada anak
a Pengembangan Rute Aman Sekolah termasuk fasilitas penyebrangan
atau layanan penyebrangan oleh petugas; b
Pengembangan Dokter Kecil dalam UKS. b.
Pemberian Pendidikan Berkualitas 1
Penyelenggaraan pendidikan usia dini; 2
Pemberian akses pendidikan dasar 9 tahun kepada anak miskin;
3 Penyelenggaraan pendidikan untuk anak dengankebutuhan khusus;
4 Peningkatan status, moral, dan profesionalime guru;
5 Peningkatan kualitas manajemen sekolah;
6 Penyediaan anggaran pendidikan sesuai dengan konstitusi;
7 Peningkatan angka partisipasi sekolah SD, SMP, dan SLTA sederajat;
8 Penyediaan fasilitas dan peluang untuk bermain, berolahraga dan rekreasi
di sekolah dan di pemukiman. c.
Perlindungan terhadap anak dari penganiayaan, eksploitasi dan kekerasan. 1
Pendirian lembaga pemantaupemerhati masalah anak; 2
Perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, penelantaran, eksploitasi, termasuk paedophilia, perdagangan anak;
3 Perbaikan kehidupan keluarga miskin dan anak-anaknya yang dieksploitasi
secara ekonomi atau seksual; 4
Kampanye keluarga harmonis keluarga sakinah. d.
Perlindungan umum 1
Pembentukan sistem yang menjamin setiap anak terdaftar pada saat lahir mempunyai nama dan kebangsaan;
2 Promosi kesadaran tentang betapa bahayanya bila orang dewasa tidak
mampu melindungi anak-anak dari kekerasan, eksploitasi, perdagangan anak dan penculikan;
3 Penegakan hukum kriminalisasi pelaku kekerasan kepada anak dan
penerapan restorative justice bagi anak yang melakukan tindakan kriminal;
4 Perlindungan terhadap anak dari praktek-praktek adopsidan anak asuh
yang ilegal, eksploitatif atau yang tidak demi kepentingan terbaik untuk anak;
5 Pendirian lembaga pelayanan pencegahan kekerasan, perdagangan anak
dan penculikan anak-anak yang rentan menjadi korban serta pemulihan dan rehabilitasinya;
e. Ekonomi kerakyatan dan penghapusan penggunaan tenaga kerja anak
1 Pengembangan program pemberdayaan keluarga miskin, untuk mencegah
anak dari eksploitasi secara ekonomi; a
Pemberdayaan keluarga anak jalanan; b
Pemberdayaan keluarga pemulung; c
Pemberdayaan keluarga gelandangan; d
Pemberdayaan keluarga di pemukiman liar; 2
Pemberian beasisiwapendidikan gratis, bagi anak yang terpaksa bekerja; 3
Pembentukan Serikat Pekerja Rumah Tangga untuk mencegah perekrutan pekerja Rumah Tangga Anak.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa: 1.
Proses perumusaan kebijakan KLA telah melalui tahap-tahap yang telah sesuai dengan proses formulasi sebuah kebijakan untuk menjawab masalah anak
yang ada di Kota Bandar Lampung. Kemampuan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam mengenali kebutuhan anak begitu kompleksnya dengan
tujuan perlindungan anak. Pemerintah Kota Bandar Lampung mengandalkan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait lainnya yaitu BKKB dan PP
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan BKKB dan PP Kota Bandar Lampung untuk mengenali kebutuhan anak. Muatan
Kebijakan KLA sudah sesuai dengan masalah strategis yang ada di Kota Bandar Lampung, hal ini dapat dilihat dari proses perumusan Kebijakan yang
dilakukan melalui pengarusutamaan hak anak ke dalam pembangunan yang difokuskan pada upaya pemenuhan hak anak di bidang-bidang prioritas bagi
anak. 2.
Anggaran kebijakan KLA berasal dari pemerintah yang diperoleh melalui APBD baik APBD tingkat propinsi maupun APBD kota Bandar Lampung
sendiri. Anggaran tersebut diperoleh dengan cara beragumentasi dan memberikan penjelasan pada Dewan anggaran dan DPR untuk bisa
mengabulkan program-program yang sudah disepakati bersama. Walaupun setiap tahun anggaran meningkat tetapi jumlah kasus lebih tinggi
peningkatannya sehingga alokasi dana tetap tidak terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dan anggaran pemerintah kota Bandar
Lampung di bidang anak belum menjadi prioritas dan masih terbatas 3.
Formulasi kebijakan KLA di Bandar Lampung melibatkan aktor internal dan eksternal dari suatu institusi, serta pengaruh dan keterlibatan perangkat sistem
politik, dapat dilihat pada PERMEN PPPA No. 11 tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak. Dalam peraturan tersebut diatur
proses formulasi kebijakan publik yang sejalan dengan model inkremental. Aturan kebijakan sudah ada sebelumnya digunakan oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai pedoman dan acuan dalam menyusun proses perumusan kebijakan KLA. Secara implisitnya
peraturan tersebut bukan menjadi ketetapan atau ketentuan yang harus dilakukan namun digunakan sebagai panduan lembaga pemerintah dalam
menyusun serta unsur lainnya yang berkaitan dengan kebijakan KLA.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas maka saran yang dapat peneliti ambil adalah:
1. Kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
diharapkan dalam merumuskan isi dan muatan kebijakan seharusnya memperhatikan kecenderungan isu dan masalah yang muncul dari masyarakat
dan mencari data pendukung atau informasi yang lebih akurat terkait masalah anak. Dengan membentuk tim perumus kebijakan seharusnya tidak hanya
berasal dari internal SKPD tetapi seharusnya dilakukan melalui proses publik dengan melibatkan masyarakat.
2. Kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung lebih memperhatikan masalah
anggaran kebijakan yang masih sangat terbatas. Karena masih banyaknya masalah anak yang belum terselesaikan akibat kurangnya anggaran dari tahun
ketahun. Untuk itu, pemerintah Kota Bandar Lampung dituntut untuk menyiapkan anggaran khusus dengan dibarengi dengan tekad untuk
memprioritaskan alokasi anggaran pada sektor kebijakan untuk anak, agar konsep Kota Layak Anak atau Kota Ramah Anak di Bandar Lampung yang
dapat terwujud dengan terpenuhinya hak-hak anak untuk dapat tumbuh dan
berkembang dan berparisipasi secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA A.
Buku
Abidin, S.Z. 2000. Kebijakan Publik. Yayasan Pancur Siwah. Jakarta. Anderson, J.E., 2003, Public Policy Making: An Introduction Fifth Edition,.
Houghton Mifflin Company. Boston. Dunn, William N. 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. Islamy, M.Irfan, 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Sinar
Grafika. Jakarta. Kismartini, dkk, 2005, Analisis Kebijakan Publik,Universitas Terbuka, Jakarta.
Lubis, Solly. 2007. Kebijakan Publik. Mandar Maju. Bandung. Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitaif. Rosda Karya. Bandung.
Mustopadidjaja, A R. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi,
Implementasi dan Evaluasi Kinerja. LAN RI, Duta Pertiwi F. Jakarta. Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy Analisis, Strategi Advokasi Teori dan
Praktek. PMN, Surabaya. Nugroho. Riant, 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan
Kebijakan. Gramedia. Jakarta. Parson, Wayne. 2011. Public Policy : Pengantar Teori Dan Praktis Analisis
Kebijakan. Kencana, Jakarta. Pawito, 2007, Penelitian Komunikasi Kualitatif. LKIS, Pelangi Aksara,
Yogyakarta. Sugiyono. 2011, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD. Alfabeta.
Bandung. Subarsono, 2005, Analisa Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Suharno, Edi. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung. Tim Penyusun, 2010, Pedoman Penyusunan Kebijakan, PKMK-LAN, Jakarta.