yang  memanjang  dengan  bagian  pinggir    bergerigi  atau  disebut  juga  dengan  cucuk rostrum.  Cucuk  di  bagian  kepala  memiliki  tujuh  buah  gerigi  di  bagian  atas  dan  tiga
buah  gerigi  di  bagian  bawah,  sedangkan  di  bawah  pangkal  kepala  terdapat  sepasang mata.
2.1.1.  Limbah Udang dan Pemanfaatannya sebagai Pakan Ternak
Indonesia  tercatat  sebagai  negara  penghasil  udang  terbesar  ketiga  di  dunia, setiap tahunnya dihasilkan sekitar 0,08 juta ton. Sekitar 80 - 90 dari jumlah tersebut
udang  diekspor  dalam  bentuk  udang  beku,  tanpa  kepala  dan  kulit.  Limbah  yang dihasilkan  dari  proses  pengolahan  udang  berkisar  60 -  70  dari  berat  udang  itu
sendiri Krissetiana, 2004. Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan ternak berdasarkan pada dua hal, yaitu
jumlah dan mutunya. Seiring dengan maraknya ekspor udang beku ke beberapa negara, seperti Jepang, Taiwan, Amerika Serikat maka limbah yang dihasilkan akan bertambah
pula.  Limbah  udang  yang  terdiri  dari  kepala  dan  kulit  masih  mempunyai  kandungan nutrisi yang cukup tinggi, yaitu 25 – 40 protein, 45 – 50 kalsium karbonat, 15 - 20
kitin Altschul, 1976. Selain itu mengandung karotinoid berupa axtasantin. Potensi limbah udang sebagai pakan ternak penggunaannya dibatasi oleh adanya
kitin,  sehingga  apabila  limbah  udang  diberikan  secara  langsung  sulit  dicerna  oleh ternak.  Permasalahan  tersebut  dapat  diatasi  dengan  melakukan    pengolahan  limbah
udang baik secara kimiawi maupun biologis. Pengolahan  secara  biologis  dapat  menggunakan  bakteri,  kapang  dan  jamur.
Keuntungan  pengolahan  secara  biologis  adalah  produk  yang  dihasilkan  aman,  ramah lingkungan  serta  memiliki  kandungan  gizi  yang  lebih  baik  jika  dibandingkan  dengan
pengolahan secara kimiawi.
2.1.2 . Kitin
Kitin  merupakan  senyawa  biopolimer  berantai  panjang  dan  tidak  bercabang. Tiap rantai polimer pada umumnya terdiri dari 2000 hingga 5000 unit monomer N-aseti-
D-Glukosamin  2-acetamido-2-deoksi-D- Glukosa  yang  terpaut  melalui ikatan  β  1,4
glukosa. Unit monomer kitin memiliki rumus molekul C
8
H
12
NO
5
dengan kadar C 47, H 6, N 7 dan O 40 Bastaman, 1989.
Kitin  merupakan  selulosa  alami  yang  banyak  terdapat  pada  hewan  khususnya kulit udang, kepiting, rajungan crustaceae serta dinding sel bakteri dan fungi. Menurut
Stephen  1995  kitin  merupakan  makromolekul  berbentuk  padatan  amorf  atau  kristal dengan  panas  spesifik  0,373  kalg
C,  berwarna  putih,  dapat  terurai  secara  kimia  dan hayati  terutama  oleh  bakteri  penghasil  enzim  lisozim  dan  kitinase.  Kitin  bersifat  tidak
larut  dalam  air,  asam  anorganik  encer,  asam  organik,  alkali pekat  dan  pelarut  organik tetapi  larut  dalam  asam  pekat,  seperti  asam  sulfat,  asam  nitrit,  asam  fosfat  dan  asam
formiat  anhidrous.  Menurut  Austin  1981  kitin  yang  larut  dalam  asam  pekat  dapat terdegradasi menjadi monomernya dan memutuskan gugus asetil.
Struktur kitin dan kitosan sama dengan selulosa, yaitu ikatan yang terjadi antara monomernya  terangkai  dengan  glukosida  pada  posisi  β  1,4.  Perbedaannya  dengan
selulosa  adalah  gugus  hidroksil  yang  terikat  pada  atom  karbon  nomor  dua  pada  kitin digantikan  oleh  gugus  asetamina                      -NHCOCH
3
sehingga  kitin  menjadi  sebuah polimer  berunit  N-Asetil  Glukosamin  sedangkan  pada  kitosan  digantikan  oleh  gugus
amin NH
2
. Berikut adalah gambar gugusan kimia kitin.
Kitin dapat dibedakan berdasarkan susunan rantai N-Asetil- Glukosamin yaitu α,
β, γ, derajat deasetilasi,  adanya  ikatan  silang seperti dengan protein dan glukan.  Kitin dalam  tubuh  organisme  terdapat  dalam  tiga  bentuk  kristal  dan  dibedakan  atas  susunan
rantai  molekul  yang  membangun kristalnya  yaitu  α  kitin  rantai  antiparalel,  β  kitin rantai paralel dan γ kitin rantai campuran Angka dan Suhartono, 2000
2.2.  Fermentasi 2. 2.1.  Arti dan Manfaat Fermentasi